bab i tugas be pln

15
2 DAFTAR ISI BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................................ 3 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................ 4 BAB III PERUMUSAN MASALAH................................................................................ 11

Upload: adi-nugroho

Post on 29-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I tugas BE PLN

2

DAFTAR ISI

BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................................ 3

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................ 4

BAB III PERUMUSAN MASALAH................................................................................ 11

Page 2: BAB I tugas BE PLN

3

1 BAB I LATAR BELAKANG

Page 3: BAB I tugas BE PLN

4

2 BAB II LANDASAN TEORI

Transfer Pricing menurut Ralph Estes dalam Kamus Akuntansi adalah suatu

harga internal yang dibebankan oleh satu unit ( seperti divisi, perusahaan anak, atau

departemen ) dari suatu perusahaan, kepada unit lainnya dalam perusahaan yang

sama. Sedangkan Transaksi transfer pricing merupakan transaksi yang terjadi antara

pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sehingga harga yang terjadi tidak

bersifat arm’s length. Cenderung yang melakukan transfer pricing adalah perusahaan-

perusahaan multinasional yang bertujuan untuk penghindaran pajak dari produksi batu

baranya, sehingga berakibat berkurangnya atau hilangnya potensi penerimaan pajak

yang seharusnya diperoleh.

Harga Transfer atau Transfer Pricing sering terjadi antara divisi 1 dan divisi

yang lain dalam suatu perusahaan untuk mempermudah efisiensi waktu dan kualitas

barang yang terjaga. Metode harga transfer yang dikemukakan oleh Anthony dan

Govindarajan (2002:208) adalah sebagai berikut :

a. Transfer based Market (Transfer berdasarkan Harga Pasar)

b. Transfer based Cost: Full cost and Variable cost (Transfer berdasarkan

Biaya: Biaya Penuh dan Biaya Variabel)

c. Transfer based Negotiation (Transfer berdasarkan Negosiasi).

d. Transfer based Arbitrase (Transfer berdasarkan Arbitrasi).

e. Transfer based Dual Transfer Pricing (Transfer berdasarkan Dual Transfer

Pricing).

Sebuah perusahaan yang besar dan kompleks terdiri atas beberapa pusat

pertanggungan-jawab (divisi sebagai responsibility center) yang memfungsikan

manajer-manajer divisi agar dapat memiliki rentang kontrol yang lebih efektif dalam

operasional.

Page 4: BAB I tugas BE PLN

5

Divisi-divisi dalam perusahaan tersebut membutuhkan setidaknya informasi

akuntansi tentang sumber daya yang digunakan serta keluaran yang dihasilkan.

Informasi-informasi ini minimal digunakan untuk:

a. Merencanakan pengalokasian sumber daya

b. Melakukan kontrol operasional

c. Evaluasi terhadap performa manajer

Lebih lengkap, pembagian karakteristik divisi yang dimaksud antara lain:

No. Responsibility Center Tugas Manajer Contoh

1 Cost Center Bertanggung jawab atas biaya yang dipakai selama operasional

Misal: Kantor Pusat

2 Revenue Center Bertanggung jawab terhadap pendapatan yang diterima

3 Profit Center Bertanggung jawab terhadap laba yang diperoleh

Misal: Kantor cabang

4 Investment Center

Bertanggung jawab atas laba dan investasi yang dihasilkan

Misal: perusahaan besar, multi-company atau holding yang terdesentralisasi

Secara umum, harga transfer adalah penentuan harga produk antara yang

dijual oleh sebuah divisi semi otonom lain dari perusahaan yg berskala besar dan dibeli

oleh divisi lain dari perusahaan yg sama. Atau dengan kata lain, harga transfer

merupakan harga yang ditetapkan oleh profit center dalam transaksi penjualan.

Biasanya, harga transfer muncul pada suatu perusahaan yang terdesentralisasi.

Misal:

Page 5: BAB I tugas BE PLN

6

Harga transfer mempengaruhi tingkat laba untuk kedua divisi (penjual dan

pembeli), yang dalam gambar diatas artinya:

a. Laba besar bagi Divisi Aki Kering

b. Laba rendah bagi Divisi Perakitan Mobil

Harga transfer yang ideal seharusnya berpatokan baik pada keuntungan

yang maksimal bagi perusahaan maupun bagi kedua divisi sehingga kerugian secara

umum dapat diminimalisir. Walau begitu, harga transfer sama sekali tidak memberikan

perubahan net income bagi perusahaan secara langsung.

Banyak perusahaan menggunakan harga pasar aktif sebagai ukuran harga

transfer, namun demikian, industri dengan basis harga transfer lebih disukai karena

industri tersebut dapat meningkatkan efisiensi dan fairness. Karena ketika harga pasar

tidak tersedia, industri atau perusahaan tersebut dapat menggunakan antara alternatif

Negotiated Price atau Cost Based Price.

a. NEGOTIATED PRICE

Sebuah sistem dimana harga transfer dapat dinegosiasikan antara manajer

divisi penjual dan manajer divisi pembeli. Walaupun demikian, sistem ini akan

mempengaruhi waktu produksi akibat bertambahnya waktu negosiasi.

b. COST BASED PRICE

Page 6: BAB I tugas BE PLN

7

Salah satu alternatif terbaik yang dapat digunakan karena biaya kontrol

dapat diminimalisasi. Pendekatan yang digunakan adalah biaya variabel (variabel

cost) ataupun biaya penuh (full cost).

Ada 3 kondisi penentuan harga transfer:

1. Tidak terdapat pasar eksternal untuk produk antara

2. Pasar untuk produk antara bersifat pasar persaingan sempurna

3. Pasar utk produk antara bersifat persaingan tidak sempurna

Page 7: BAB I tugas BE PLN

8

Namun demikian, konflik tidak dapat dihindari antara kepentingan

perusahaan dan manajer masing-masing divisi yang berkaitan pada saat pola

penentuan harga transfer digunakan dalam sebuah perusahaan.

Tentunya dalam penentuan harga transfer manajemen tidak dapat

sembarangan menentukan harga, secara garis besar harga tersebut sebisa mungkin

tidak merugikan salah satu pihak yang terlibat, selain itu harga transfer dalam

praktiknya harus terus diperhatikan agar tujuan manajemen sesuai dengan tujuan

perusahaan.

Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan

harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut diual ke konsumen luar atau

dibeli dari pemasok luar. Namun hal tersebut dalam dunia nyata sangat sulit diterapkan,

hanya sedikit perusahaan yang menetapkan prinsip ini.

Tujuan harga transfer berubah apabila melibatkan multinational corporation

(MNC) serta barang yang ditransfer melalui batas-batas negara. Tujuan penentuan

harga transfer internasional terfokus pada meminimalkan pajak, bea, dan risiko

pertukaran asing, bersama dengan meningkatkan suatu kompetitif perusahaan dan

memperbaiki hubungannya dengan pemerintah asing.

Page 8: BAB I tugas BE PLN

9

Sebagai contoh, pembebanan harga transfer yang rendah untuk anak

perusahaan asing mungkin akan mengurangi pembayaran bea cukai sebagai akibat

dari batas-batas internasional, atau mungkin membantu anak perusahaan untuk

bersaing dalam pasar asing dengan mempertahankan biaya anak perusahaan yang

rendah. Di sisi lain, mebebankan suatu harga transfer yang tinggi mungkin membantu

MNC mengurangi laba pada negeri yang telah memperketat kendali pengiriman uang

asing, atau mungkin memberikan kemudahan bagi MNC memindahkan pendapatan

dari suatu negara yang memiliki tingkat pajak pendapatan yang tinggi ke suatu negara

dengan tingkat pajak rendah (tax haven country).

Metode Perbandingan Harga Antar Pihak Yang Independen (CUP)

Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable

uncontrolled price) atau disingkat metode CUP adalah metode Penentuan Harga

Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang

dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga

dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan

Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.

Contoh penggunaan metode CUP ini misalnya PT. A memiliki 25% saham

PT. B. Atas penyerahan barang PT. A ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp.

1.600,- per unit, berbeda dengan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang

yang sama kepada PT. X (tidak ada hubungan istimewa) yaitu Rp. 2.000,- per unit.

Pada contoh tersebut harga pasar sebanding (comparable uncontrolled price)

atas barang yang sama adalah yang dijual kepada PT. X yang tidak ada hubungan

istimewa. Dengan demikian harga yang wajar adalah Rp. 2.000,- per unit. Harga ini

dipakai sebagai dasar perhitungan penghasilan dan/atau pengenaan pajak.

Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode CUP ini adalah :

a. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik

dalam kondisi yang sebanding; atau

Page 9: BAB I tugas BE PLN

10

b. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan

Istimewa identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat

dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari

perbedaan kondisi yang timbul.

Page 10: BAB I tugas BE PLN

11

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

PT ADARO INDONESIA (PT Adaro Energy Tbk) adalah perusahaan

batubara kedua terbesar di Tanah Air yang memiliki produk andalan Enviro Coal,

batubara berkalori rendah dan ramah lingkungan. Perusahaan yang punya cadangan

batubara mencapai 928 juta ton dengan luas pertambangan 34.940 hektare ini

sebelumnya dimiliki konglomerat Sukanto Tanoto. Tapi, akibat dijaminkan ke Deutcshe

Bank, perusahaan itu belakangan dibeli konsorsium pengusaha Indonesia dengan

harga murah. Konsorsium itu, di antaranya Edwin Soryadjaya, Sandiaga S Uno, Teddy

Rachmat, dan Boy Garibaldi Thohir yang kini jadi Dirut PT Adaro Indonesia.

PT Adaro Indonesia diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara

transfer pricing. Sebab, Adaro telah melakukan manipulasi penggelapan pajak dengan

transaksi jual beli batubara secara tidak wajar (tidak sesuai dengan harga batubara

pasaran Internasional) kepada perusahaanya Coaltrade Services International Pte. Ltd

asal Singapura.

Tujuh tahun silam, Adaro melakukan perjanjian dengan Coaltrade Services

International Pte Ltd, sebuah perusahaan kertas (paper company) di Singapura.

Perjanjian itu menyatakan bahwa Adaro menjual batubara per tahun dengan harga

tertentu, di bawah harga yang berlaku di pasar. Coaltrade lalu menjualnya dengan

harga internasional. Yang dijual bukan sembarang batubara, melainkan batubara

bermutu tinggi.

Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara ke perusahaan Coaltrade dari

Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan

pada 2006, Adaro menjual batubara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga

internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26

juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke

Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun

Page 11: BAB I tugas BE PLN

12

dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta

(Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006.

Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya

berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti, ada selisih penjualan

Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika dirupiahkan mencapai Rp

9,121 triliun. Belum lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar

Rp 1,231 triliun.

Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan

ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara

terkait pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang

harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai

jual mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan otomatis juga turun

Jika di lihat dari sisi hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing itu

telah menyimpang dari ketentuan perpajakan yang berlaku, karena secara substansi

negara seharusnya dapat mempajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah

yang lebih besar. Sehingga dengan demikian perusahaan yang melakuhan hal tersebut

akan dikenai sanksi pidana perpajakan, untuk Indonesia sesuai dengan Undang-

undang Nomor 16 Tahun 2000 diatur dalam Pasal 39, bahwa perbuatan kriminal pajak

akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 ( enam ) tahun dan denda paling

tinggi 4 ( empat ) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan

antara penghindaran pajak dengan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika

bisnis praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard, karena bertentangan

dengan ketentuan yang berlaku.

Selain tu, Pengadilan per-pajakan dinilai menjadi solusi komprehensif dalam

menyelesaikan kasus-kasus perpajakan, termasuk dugaan adanya transfer pricing-

manipulasi pajak yang dilakukan sejumlah perusahaan, juga kelompok usaha Asian

Agri. Sebab masalah transfer pricing belum pernah diadili secara pidana, karena

sebenarnya tujuan pajak itu bukan menghukum orang tapi agar uang atau hak negara

Page 12: BAB I tugas BE PLN

13

tidak dimanipulasi. Di dalam Undang-Undang Perpajakan pasal 18 ayat 3 juga

ditegaskan masalah perpajakan bukan masuk dalam ranah pidana

Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993

tanggal 9 Maret 1993 berisi panduan bagi aparat pajak untuk menangani transaksi

transfer pricing atau yang mengandung indikasi adanya transfer pricing dan bagaimana

perlakuan perpajakannya.

Surat edaran ini memuat berbagai bentuk kekurang wajaran harga, biaya

atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha , seperti dalam

penentuan :

a. Harga penjualan

b. Harga pembelian

c. Alokasi biaya administrasi dan umum ( overhead cost )

d. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham ( share

holder loan )

e. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa

manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya

f. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham ( pemilik ) atau pihak

yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar

g. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak

mempunyai substansi usaha ( misalnya dummy company, letter box company

atau reinvoicing center )

Selain kasus transfer pricing, Adaro pun terlilit gugatan pengalihan saham

yang dijaminkan ke Deustche Bank untuk mendapatkan pinjaman US$ 100 juta.

Berkaitan dengan itu, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral meminta

direksi Adaro tidak melakukan pengalihan saham sampai gugatan tersebut selesai.

Sebelumnya, kuasa hukum Beckkett Pte Ltd menuntut Bapepam-LK

membatalkan penawaran umum saham perdana (IPO) PT Adaro Energy Tbk, holding

PT Adaro Indonesia. Tim kuasa hukum Beckett berargumen, proses itu tidak layak

karena kepemilikan saham PT Adaro Indonesia masih dipersengketakan. Karena itu,

Page 13: BAB I tugas BE PLN

14

pantaslah jika Bapepam mengerem langkah Adaro untuk menjual sahamnya di lantai

bursa. Sebab, jika dugaan itu terbukti dan Adaro harus membayar, para investorlah

yang akan dirugikan.

Adanya kasus transfer pricing antara PT. Adaro Indonesia dengan anak

perusahaanya yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah menunjukan bahwa

adanya indikasi penyalahgunaan sistem harga transfer yang dilakukan oleh

perusahaan tersebut. Sistem harga transfer sejatinya merupakan suatu harga jual

khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan

divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying divison) (Henry

Simamora, 1999:272) serta terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan

memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan

yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. (Joshua Ronen and

George McKinney, 1970:100-101). Namun praktik yang dilakukan oleh perusahaan,

khususnya perusahaan multinasional sering tidak sesuai dengan apa yang seharusnya

mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme sistem harga transfer yang

sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik transfer pricing ini hanya untuk

menghindari pungutan pajak dalam negeri supaya penghasilan perusahaan atau

pemegang saham menjadi lebih tinggi.

Menurut Zain (2003:297-298), kebijakan transfer pricing multinasional

bertujuan:

a. Memaksimalkan penghasilan global

b. Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi

pasar

c. Evaluasi kenerja anak/cabang perusahaan manca negera

d. Penghidaran pengendalian devisa

e. Mengontrol kredibilitas asosiasi

f. Meningkatkan bagian laba joint ventura

g. Reduksi resiko moneter

h. Mengamankan cash flow anak/cabang di luar negeri

Page 14: BAB I tugas BE PLN

15

Menurut teori diatas seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan

perusahaan Namun dalam kasus Adaro ini praktik transfer pricingnya dilakukan untuk

memfasilitasi para pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar

besarnya, bukan untuk memfasilitasi perusahaan mendapatkan keuntungan. Ketika

para individu atau pemegang saham ini hanya memfokuskan pada keuntungan individu

tanpa memperhatikan keuntungan perusahaan, maka tujuan dari dilaksanakanya

sistem harga transfer inipun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga transfer yang

dijalankan pun menjadi disfungsional.

Timpangnya harga transfer yang dilakukan antara Adaro dengan anak

perusahaanya apabila dibandingkan dengan harga pasar batubara secara internasionla

sebenarnya juga telah melanggar UU perpajakan yang berlaku di indonesia. Dalam

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perpajakan No. 11 Tentang Pajak Pertambahan Nilai

mengatur tentang transaksi yang berhubungan dengan transfer pricing. Pasal ini

berbunyi : Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa,

maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat

penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan. Oleh karena itu,

sebenarnya dibutuhkan peran langsung dari pemerintah untuk mencegah terjadinya

kasus Adaro ini di perusahaan-perusahaan besar di indonesia lainya. Apabila

pemerintah kurang tanggap dalam mengantisipasi praktik-praktik penyalahguanaan

sistem harga tranfer ini maka sangat wajar bila kedepanya pendapatan negara dari

sektor pajak akan berkurang karena perusahaan-perusahaan yang lain tentunya juga

akan meniru cara yang dilakukan oleh PT. Adaro Indonesia.

Dalam hal ini, pemerintah seharusnya semakin ketat dalam melakukan

pengawasan terhadap sitem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan di indonesia . Adanya berbagai undang-undang yang mengatur mekanisme

harga tranfer antar anak perusahaan yang masih dalam satu grup perusahaan

seharusnya bisa mempermudah pemerintah unutk mencegah kasus adaro ini terulang.

Keberadaan Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 , Surat Edaran Dirjen

Pajak N0. SE-04/PJ.7/1993, dan undang- Undang lainya seharusnya bisa memberikan

kekuatan bagi pemerintah untuk melakukan pengawsan serta koreksi terhadap

Page 15: BAB I tugas BE PLN

16

transaksi-transaksi perusahaan yang menyalahi aturan. Ketika seluruh elemen baik itu

elemen dari pemerintah, ataupun perusahaan telah berkomitmen menjalankan

kewajibanya masing-masing maka akan sangat mmudah untuk mencegah sistem harga

transfer yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri menjadi

disfungsional serta mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan dalam negeri melalu transaksi yang tidak wajar (non arm’s

length price).

Praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

dalam negeri memalaui transaksi yang tidak wajar (non arm’s length price) misalanya

seperti yang dilakukan PT Adaro Indonesia telah memberikan efek negative bagi

negara Indonesia, karena apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan

negara menderita kehilangan pendapatan pajak dengan jumlah yang cukup signifikan.

Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja sudah akan memberikan dampak

bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampak-dampak tidak

langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan

masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah. Selain dari

penghindaran pajak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Indonesia dari praktik

semacam ini dapat dikatakan tidak sebanding, karena masyarakat Indonesia yang

dalam kasus contoh ini juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari

perusahaan tersebut hanya menjadi layaknya sapi perah yang tidak mendapatkan

imbalan.