bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam pasal 18
UUD 1945 telah diatur pembagian wilayah negara kesatuan RI menjadi daerah
provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi daerah kabupaten/kota yang
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.Ketentuan
tersebut merupakan amandemen kedua yang disahkan pada tanggal 18 Agustus
2000. Sebelum amandemen ketentuan pasal 18 UUD 1945 sangat simple , yakni
berbunyi :
“ Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil , dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang , dengan
memandang dan mengingati dasar permusyawaratn dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa susunan pemerintahan beserta
bentuk pemerintahan dari pembagian suatu daerah tersebut diatur oleh undang-
undang yang lebih khusus mengatur terkait otonomi daerah yang diatur dalam
undang-undang no 32 tahun 2014 dimana pengertian dari otonomi daerah sendiri
diartur dalam pasal 1 angka 6 yang berisi :
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Era reformasi, kata perubahan menjadi kata yang sering disuarakan, baik
untuk individu ataupun oleh anggota kelompok masyarakat lainnya.Tuntutan
2
perubahan sering ditujukan kepada aparatur birokrasi menyangkut pelayanan
publik serta pelayanan masyarakat yang diberikan kepada masyarakat. Rendahnya
mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk
pemerintah ditengah masyarakat.Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan
birokrasi selalu mengeluh dan kecewa terhadap layaknya aparatur dalam
memberikan pelayanannya.
Pelayanan pemerintah, rasa puas masyarakat terpenuhi bila apa yang
diberikan oleh pemerintah kepada mereka sesuai dengan apa yang mereka
harapkan, dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas pelayanan itu diberikan
serta biaya yang relatif terjangkau dan mutu pelayanan yang baik. Jadi, terdapat
tiga unsur pokok dari pelayanan itu sendiri yaitu biaya harus relatif lebih rendah,
waktu yang diperlukan, dan terakhir mutu pelayanan yang diberikan relatif baik.
Pemerintah berperan penting dalam hal pemenuhan pelayanan dan
penanganan masalah yang ada di suatu daerah tertentu. Seperti halnya
kemacetan,kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutama yang tidak
mempunyai system transportasi publik dengan baik atau memadai ataupun juga
tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk. Perkembangan
jumlah penduduk di Indonesia yang sangat pesat mau tidak mau harus dibarengi
dengan perkembangan fasilitas transportasi yang memadai, baik itu sarana
maupun prasarananya, baik armada trosportasi maupun perlengakapan
penunjangnya. Hal ini tercermin dari perkembangan yang pesat pada sektor
pelayanan publik mobilitas tinggi dan didukung peralatan yang modern.
3
Pemerintah harus dapat menyelesaikan masalah yang ada di dalam suatu daerah
dimana penyelesaian tersebut harus berdampak positif bagi masyarakat sekitar.
Bukan menjadikan kerugian atau ketidakpuasan masyarakat yang dapat
menimbulkan gejolak terhadap pemerintah.
Perkotaan di Indonesia, tak lagi terbatas sebagai pusat pemukiman
masyarakat. Kini kota juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan,sentral hirarki,
dan pusat pertumbuhan ekonomi. Sebagai konsekuensi logis dari peran kota
sebagai pusat pertumbuhan dan ekonomi, sumbangan perkotaan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional, semakin meningkat. Maka dari itu dengan
adanya pertumbuhan masyarakat yang ada di perkotaan pasti menimbulkan
adanya dampak negatif terhadap adanya fenomena tersebut yaitu salah satu dari
permasalahan perkotaan adalah masalah tranportasi
Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan bersifat lintas sektor dan
harus dilaksanakan serta dilakukan dengan baik. Agar dalam pelaksanaan serta
penerapan semua program dan tentang pelayanan penyelenggaraan lalu lintas
serta angkutan jalan. Dalam hal ini dalam meningkatkan pelayanan masyarakat
Dinas Perhubungan berperan aktif dalam pelayanan tersebut untuk menjaga
semua fasilitas serta apa yang ada dalam lingkungan lalu lintas. Seperti halnya
banyaknya pendatangyang ke Kota Malang karena ingin mencari ilmu di sini
mengais rezeki diKota Malang. Dengan adanya pertembuhan tersebut maka
dalam hal sarana prasaran lalu lintas jika tidak memadai akan membuat kota
tersebut timbul masalah seperti halnya kemacetan.
4
Jumlah kendaraan bermotor di Kota Malang berpotensi memunculkan
masalah kemacetan dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini, beberapa ruas
jalan di Kota Malang kerap terjadi kemacetan dan antisipasi pelebaran tampaknya
sulit untuk dilakukan.Sebagai salah satu kota pendidikan dan kota wisata di Jawa
Timur, Kota Malang pada tahun 2015 mendatang, diprediksi akan terancam
terjadi kemacetan total. Prediksi tersebut dilihat dari kinerja Pemkot yang sampai
kini belum ada upaya perencanaan pembuatan jaringan jalan untuk tahun 2010-
20301.
Beberapa ruas jalan yang kerap terjadi kemacetan panjang dan lama sering
terjadi di pertigaan lampu merah Jalan Dinoyo, perempatan lampu merah Institut
Teknologi Negeri Malang (ITN) dan pertigaan jembatan Soekarno Hatta.
Kepadatan arus lalu lintas di sepanjang MT. Haryono dan Jl. Gajayana mulai
menunjukkan perkembangan yang semakin menghawatirkan. Di jam-jam biasa,
yakni di luar pukul enam pagi atau empat sore sampai maghrib, kecepatan
kendaraan hanya mampu digeber sampai dengan 40 km per jam. Sementara pada
jam-jam sibuk, praktis kendaraan hanya bisa berjalan merambat. Jalan mulai
lengang saat jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak hanya itu saja
itu mengakibatkan adanya wacana tentang pembokaran jembatan Soekarno Hatta
karena usia dari jembatan tersebut telah tidak memungkinkan lagi lebih lama
untuk dilewati.
1 https://kangnarada.wordpress.com/2011/10/08/kemacetan-di-kota-malang/
5
Kemacetan serta wacana pembongkaran jembatan Soekarno Hatta tersebut
maka Pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Rekayasa
Lalu Lintas dikawasan Jalan Sumbersari – Jalan Gajayana – Jalan MT.Haryono –
Jalan D.I Panjaitan – Jalan Bogor dalam mengurai kemacetan. Perwal tersebut
diberlakukan karena adanya titik kemacetan yang sangat besar. Kebijakan jalur
satu arah untuk kendaraan bermotor tersebut sudah disepakati dan diputuskan
dalam rapat forum lalu lintas pertengahan September, bahkan saat itu diputuskan
mulai diberlakukan pada 7 Oktober 2013, namun karena infrastrukturnya masih
belum mendukung, maka ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Jalur satu arah demi mengurai kemacetan arus lalu lintas di kota itu,
terutama di seputar kampus Universitas Brawijaya (UB), Jalan Veteran yang
seharusnya lurus, akhirnya dipotong menjadi perempatan, sehingga kendaraan dari
arah Jalan Bogor bisa langsung ke Jalan Bogor terusan tanpa harus memutar di
Jalan Veteran. Kebijakan tersebut diberlakukan pada tanggal 6 November 2013.
Namun kebijakan tersbut berlaku bagi kendaraan pribadi dan tidak berlaku bagi
angkutan umum. Dengan demikian pihak yang di istimewakan adalah para sopir
angkutan umum karena itu membuat para pengguna angkutan umum tidak
memutar karena jalan satu arah tersebut menjadi membuat memutar untuk para
pengguna jalan pribadi. Namun tidak semua kebijakan pemerintah membawa
dampak positif bagi pengguna jalan atau sekitar jalan yang dilalui. Di sini atau
kebijakan tersebut menimbulkan masalah baru bagi warga sekitaran kampus
Universitas Brawijaya tidak menerima hal tersebut.
6
Kebijakan tersebut memberikan dampak yang negatif terhadap masyarakat
sekitar jalan yang diberlakukan jalan satu arah. Masyarakat merasa bahwa
kebijakan tersebut merugikan masyarakat sekitar karena dengan adanya jalur satu
arah perekonomian masyarakat sekitar menjadi menurun bukan itu saja banyak
dampak yang di timbulkan dari kebijakan tersebut yaitu dampak sosial budaya
serta kekeluargaan masyarakat yang memicu masyarakat menjadi geram. Di Jalan
Gajayana masyarakat memberikan polisi tidur karena banyak terjadinya
kecelakaan di jalan tersebut serta masyarakat tersebut membuat spanduk
bertuliskan tidak setujunya jalan satu arah, di daerah Dinoyo juga demikian
mereka menolak karena mereka merasa mendampatkan dampak negatif dari
kebijakan tersebut namun di jalan panjahitan lebih mengalami penolakan besar-
besaran karena adanya kerugian yang sangat banyak yang dirasakan oleh
masyarakat bethek.
Mereka merasa dirugikan karena perekonomian semakin menurun,
terjadinya kecelakaan serta adanya gang – gang yang dilewati pengendara dengan
ugal – ugalan itu membuat masyarakat tidak nyaman dengan kebijakan tersebut.
Oleh karena itu di daerah Bethek jalan Panjahitan terjadilah penolakan besar-
besaran yang di lakukan oleh masyarakat sekitar. Dalam hal ini masyarakat Bethek
serta masyarakat dinoyo melakukan aksi penolakan dengan cara melakukan
negosisasi kepada DPRD serta Walikota dan aspirasi – aspirasi surat yang
menyatakan penolakan jalan satu arah namun aspirasi serta negosiasi tidak
7
memiliki jalan temu oleh karena itu masyarakat Bethek dan Dinoyo melakukan
pemblokiran besar- besaran yang dilakukan di jalan tersebut.
Tanggal 13 Oktober 2013 Warga bersama sejumlah Organisasi Mahasiswa
Ekstra Kampus melakukan demonstrasi di sepanjang jalan Mayjend Panjaitan
hingga pertigaan Jalan Bogor2.Begitu juga pada Senin 27 Oktober 2013 semakin
warga tidak tahan dengan jalur satu arah tersebut. Tidak adanya respon dari
pemerintah atas aspirasi masyarakat bethek tersebut. Kesabaran warga Betek
nampaknya sudah habis, sebab respon dari wali kota kurang, sehingga aksi demo
blokir jalan di kawasan lingkar Universitas Brawijaya (UB) Malang kembali
dilakukan warga. Kali ini, sekitar limaratus orang warga Kelurahan Penanggungan
dan Dinoyo turun ke jalan untuk menolak kebijakan jalur satu arah yang
diberlakukan Pemkot Malang dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Perlu
diketahui pada aksi kali ini, warga menutup kawasan lingkar UB mulai dari barat
yang terdiri dari daerah pertigaan jalan Gajayana hingga Watugong dan jalur
artenatif juga ditutup warga, sedangkan jalan di sisi timur mulai dari Jembatan
Soekarno-Hatta, Jalan Mayjend Panjaitan hingga Jalan Bogor juga lumpuh total
dan menyebabkan kemacetan parah di kawasan lingkar UB3.
Senin (2/12/2013) Warga jalan di DI.Panjaitan dan jalan M.T Haryono
Kota Malang menggelar aksi di depan Balai Kota Malang. Mereka menuntut
2http://kavling10.com/2014/10/warga-betek-demo-tolak-satu-jalur/ 3http://bakesbangpol.malangkota.go.id/2014/10/30/demo-satu-arah-warga-betek-menutup-jalan/
8
Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk menghentikan penerapan uji coba jalur
satu arah di Jalan DI Panjaitan, Jalan Gajayana dan Jalan MT Haryono4.
Gambar 1. Adanya protes dari pedagang
Gambar 2 . Protes Para Warga
4http://halomalang.com/news/warga-betek-demo-tolak-satu-arah
9
Adanya pemaparan persoalaan penulis ingin mengkaji lebih dalam
tentang masalah yang ada telah diuraikan dengan mengangkat judul “Protes
Sosial di Perkotaan Studi Tentang Kebijakan Satu Arah Masa Pemerintahan
Walikota Di Kota Malang”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kemunculan, perkembangan dan hasil – hasil yang dicapai dari
hasil protes sosial tentang kebijakan jalan satu arah di Kota Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisa bagaimana kemunculan perkembangan dan hasil – hasil yang
diperoleh oleh dari protes sosial tentang kebijakan jalan satu arah di Kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan diatas maka manfaat
penelitian adalah :
1. Manfaat Teoritis
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kajian – kajian
Sosiologi yang berhubungan dengan masyarakat perkotaan, khususnya dalam
mengatur kebijakan yang diberlakukan di perkotaan.
2. Manfaat Praktis
a. Pihak pemerintah, agar menjadikan penelitian ini rujukan atau gambaran
kepada pemerintah kota dalam mengambil suatu kebijakan
10
b. Akademis, menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan bagi peneliti
selanjutnya dalam pembahasan masalah perkotaan yang mengangkut
judul.
1.5 Definisi Konsep
1.5.1 Protes Sosial
Istilah protes menurut Poerwadarminta, mengandung pengertian
sebagai pernyataan tak menyetujui, menyanggah, menyangkal, menolak,
dan lain-lain.Protes dapat dilakukan secara induvidual atau kolektif dalam
berbagai bentuk, misalnya aksi unjuk rasa, pembangkangan, penolakan
membayar pajak, mogok kerja, petisi, dan lain-lain5.
Menurut Lofland yang mengumpulkan istilah protes dari berbagai
kamus, kata protes itu adalah kata benda dan kata kerja yang mengandung
pengertian; pernyataan pendapat secara beramai-ramai dan biasanya berupa
pembangkangan; keluhan, keberatan, atau ungkapan keengganan terhadap
suatu gagasan atau tindakan; ekspresi penolakan secara lugas; deklarasi oleh
pihak tertentu sebelum atau saat membayar pajak atau melaksanakan
kewajiban yang dibebankan kepadanya yang dianggap ilegal, pengingkaran
terhadap tuntutan yang dibebankan dan menuntut hak untuk melakukan
klaim guna menunjukkan bahwa tindakannya tidak dilakukan secara
sukarela; menyatakan (sesuatu hal) secara terbuka dimuka umum;
5Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Poerwadarminta, (Jakarta: penerbit Pusat Bahasa dan Sastra Indonesia, 1976),776. http. www.google.com. Diakses tanggal 15 Februari 2016.
11
melakukan deklarasi penolakan tertulis secara formal; bersumpah; berjanji
untuk melakukan penolakan secara beramai-ramai; mendudukan masalah
pada proporsinya6.
Perkembangannya kata protes itu kemudian diboboti dengan konsep,
sehingga kata protes ini memiliki persamaaan dengan tindakan kolektif,
sebab orang-orang atau kumpulan orang yang melakukan aksi protes itu
bertindak secara kolektif dengan mengusung tujuan tertentu.Sebagaimana
dikemukakan Tilly bahwa konsep protes itu memiliki persamaannya dengan
konsep aksi kolektif (kumpulan bertujuan). Meskipun Tilly mengakui
adanya persamaan antara konsep protes dan tindakan kolektif7. Namun, ia
menolak menggunakan konsep protes tersebut dikarenakan dua hal:
Pertama, kata “protes” dan “pemberontakan,” “kekacauan,” “gangguan”
atau istilah sejenisnya dari sudut pandang penguasa tampak mencerminkan
adanya niat dan posisi politik si pelaku. kedua, melihat protes hampir
indentik dengan kata-kata “kejahatan dan “kerusuhan” sebagai cara untuk
menggambarkan perilaku kolektif berupa kekerasan massal, penjarahan dan
kekacauan8.
6Jhon Lofland, Protes: Suatu Studi Tentang Perilaku Kelompok dan Gerakan Sosial, terjemahan Luthfi Ashari, (Yogyakarta:INSIST Press, 2003), hlm. 67 7Louise A Tilly, dan Charles Tilly (eds), Class Conflict and Collection Action. (Baverly Hills: Sage. 1981) https://www.google.com Diakses Tanggal 12 januari 2014. Jam 11.10. Wib. 8Jhon Lofland, Protes: Suatu Studi Tentang Perilaku Kelompok dan Gerakan Sosial, terjemahan Luthfi Ashari, (Yogyakarta:INSIST Press, 2003), hlm. 88
12
Protes dalam konteks perilaku kolektif tersebut mencerminkan bahwa
kehidupan sosial tidak selamanya berjalan sesuai dengan norma-norma
sosial serta peraturan-peraturan institusional yang ada.Hal ini tercermin
dalam berbagai bentuk protes yang dilakukan anggota masyarakat secara
kolektif, seperti unjuk rasa atau demonstrasi. Terlebih lagi norma, peraturan
dan hukum itu datang dari pemerintahan yang otoriter, dan hal tersebut
hanya menguntungkan penguasa dari pada masyarakat. Dalam arti, norma,
peraturan dan hukum dirancang untuk mendukung atau melanggengkan
kekuasaan, sehingga ruang kebebasan masyarakat terasa dibatasi. Tentu saja
kondisi ini, cepat atau lambat, akan muncul ketidakpuasan secara kolektif
dalam bentuk protes
1.5.2. Kota
Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat
bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain.
Dengan kata lain, Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat
manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, tetapi
kota berbeda dengan pedesaan, karena masyarakat kota merupakan suatu
kelompok teritorial di mana penduduknya menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok
terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki
derajat interkomuniti yang tinggi.
13
Dari segi perancangan, Kota merupakan kawasan pemukiman yang
secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi
tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan
warganya secara mandiri9.
1.5.3. Kelurahan
Menurut pasal 1 : 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73
tahun 2005 mengemukakan bahwa Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah
sebagai perangkat kerja Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
Dalam kamus bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Poerwadaraminta
(1998:615) mendefinisikan bahwa Kelurahan adalah daerah (kantor,rumah)
Lurah.
Kelurahan sebagai kesatuan wilayah terkecil didalam wilayah
Kecamatan didaerah Kabupaten/Kota, dapat berfungsi sebaga unit kerja
pelayanan pada masyarakat berdasarkan pelimpahan sebagian kewenangan
dari Camat kepada Lurah. Sehingga dalam tugas pokok dan fungsinya,
pemerintah kelurahan menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat dalam ruang lingkup kelurahan
sesuai batas-batas kewenangan yang dilimpahkan Camat.
1.5.4. Kebijakan
Pemerintah dalam peningkatan pelayanan publik terdapat beberapa
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal ini biasa juga disebut sebagai 9http://ahluldesigners.blogspot.nl/2012/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
14
kebijaksanaan. Kebijaksanaan Menurut Amara Raksasataya, adalah sebagai
suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. (Islamy,op
cit; h-17) Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dr. SP. Siagian, MPA
dalam proses pengolahan Pembangunan Nasional, bahwa :
“Kebijaksanaan adalah serangkaian keputusan yang sifatya mendasar untuk dipergunaan sebagai landasan bertindak dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sebelumnya”. (Siagian, op cit ., h.49)
Kesimpulannya, Kebijakan/kebijaksanaan adalah suatu rangkaian
keputusan yang telah di tetapkan dengan cara yang terbaik untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelum kebijakan tersebut diambil.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan
kebijakan, yaitu :
1. Adanya pengaruh tekanan dari luar
2. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme)
3. Adanya pengaruh sifat pribadi
4. Adanya pengaruh dari kelompok luar
5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi dalam
pembuatan kebijaksanaan, yaitu :
1. Sulitnya memperoleh informasi yang cukup
2. Bukti-bukti sulit disimpulkan
15
3. Adanya berbagai macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi
pilihan tindakan yang berbeda-beda pula
4. Dampak kebijaksanaan sulit dikenali
5. Umpan balik kepututusan bersifat sporadic
6. Proses perumusan kebijkasanaan tidak mengerti dengan benar10.
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan
analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu
penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga
merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki
masalah tertentu yang memerlukan jawaban Motivasi dan tujuan penelitian
secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan
refleksi dari keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu.
Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk melakukan
penelitian11.
10Abdurahman,2012. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Di Kecamatan Bacan Tengah Kabupaten Halmahera Selatan. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitashasanuddin.MAKASSAR 11Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
16
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan yang dugunakan adalah
fenomenologi. Karena dalam metodologi sama artinya dengan medeskrisikan
paradigm atau cara cara pandang terhadap realitas. Seperti halnya Schutz
mengatakan bahwa objek penelitian ilmu sosial pada dasarnya berhubungan
dengan interpretasi terhadap realitas.Jadi sebagai peneliti sosial, kita pun harus
membuat interpretasi terhadap realitas yang diamati. Orang-orang saling terikat
satu sama lain ketika membuat interpretasi ini12.
1.6.2 Lokasi penelitian
Peneliti mengambil tempat penelitian di Kelurahan Dinoyo dan
Bethekkarena ditempat kejadian tersebut terjadinya protes yang mengakibatkan
sebuah kebijakan yang diputuskan pemerintah dikaji ulang kembali oleh
Pemerintah Kota Malang.
1.6.3 Subyek Penelitian
Peneliti menentukan subyek penelitiandengan menggunakan teknik
Purposive Sampling dimana teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Yang di maksudkan dengan pertimbangan tertentu adalah peneliti
menentukan kriteria- kriteria tertentu dalam pengambilan informan dimana
kriteria tersebut sebagai berikut:
a. Aktor yang terlibat dalam protes 12 Kuswarno,Engkus.2009, Fenomenologi, (Widya Padjajaran.: Bandung), hlm. 58-59
17
b. Aktor penggerak protes
1.6.4 Sumber Data
Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan yang
menggunakan metode wawancara secara langsung dan observasi di
lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan
observasi kepada infoman di kawasan Bethek dan Kelurahan Dinoyo
Malang
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan data seperti internet yang menjelaskan tentang Protes
Sosial Di Perkotaanyang dibutuhkan. Sumber data sekunder adalah jurnal,
literatur yang terkait dengan penelitan tersebut.
1.6.5 Teknik Pengumpulan Data
Pencarian data dalam menyusun penulisan ini menggunakan beberapa
teknik pemgumpulan data yakni:
a. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Dimana observasi tidak
terbatas pada orang, tetapi juga pada objek-objek alam yang lain.objek –
objek yang akan di observasi yaitu tempat kejadian,papan atau spanduk
18
yang di buat untuk protes. Dimana dalam melakukan penelitian peneliti
mengamati secara langsung obyek penelitian untuk memperoleh gambaran
kebenaran dari data yang didapat, dalam penelitian ini peneliti melakukan
Observasi Nonpartisipan dimana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat independen. Peneliti hanya secara langsung melihat atau
mengamati apa yang terjadi pada subyek penelitian13. Menurut Alwasilah
(2003:211) mendefinisikan observasi penelitian sebagai pengamatan
sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol
validitas dan reabilitasnya14. Dalam hal ini peneliti akan mengobservasi
lokasi peneliti dengan terjun langsung ke lapangan mencari subjek – subjek
peneltian,melihat tempat kejadian apakah masih ada sisa – sisa dari aksi
protes tersebut. Serta peneliti melakukan review lapangan apakah yang
terjadi sama dengan data yang diperoleh.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu15. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang sangat terbuka,
13Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Hlm. 96 14http://ebookily.org/doc/moleong-lexy-j-2002-metodologi-penelitian=http kualitatif-
74359669.html.Diakses Tanggal 12 januari 2014. Jam 11.10. Wib. 15 Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualittif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Hlm. 75
19
jawabannya lebih luas dan bervariasi bentuk pertanyaan yang diajukan sangat
terbuka, hampir tidak ada pedoman yang digunakan sebagai kontrol. Begitu
pun dengan jawabannya dari subyek atau terwawancara, dapat sangat luas dan
bervariasi16.Sehingga pertanyaan dapat berkembang dengan dipengaruhi
jawaban informan. Kebebasan diberikan pada informan untuk menjawab
dengan tidak menutup kemungkinan menyimpang dari persoalan. Wawancara
tidak terstruktur digunakan untuk menggali data secara mendalam. Teknik ini
digunakan untuk memperoleh data tentang bagaimana Protes Sosial Di
Perkotaan terjadi memandang sebagai akibat kebijakan satu arah yang terjadi
di masyarakat di Kota Malang .
Peneliti akan terjun ke tempat kejadian untuk mencari rumah informan
yang sudah menjadi kriteria peneliti. Setelah mendapatkan informasi tentang
tempat tinggal maka peneliti akan menuju rumah subyek penelitian. Dalam
hal ini peneliti akan berkenalan dengan subjek penelitian terlebih dahulu serta
mengutarakan maksud dan tujuan peneliti menemui subjek penelitian tersebut.
Setelah ada persetujuan serta perkenalan selesai maka peneliti akan
memawancarai subjek peneliti dengan panduan yang telah dipersiapkan oleh
peneliti dan begitu dengan seterusnya berlanjut dengan informan lainnya.
16 Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika. Hlm.188
20
c. Studi Dokumen
Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa foto-
foto dari lokasi penelitian, berkas-berkas yang bisa menunjang data dalam
penelitian ini, pemberitaan dari media massa, notulen rapat pertemuan para
pelaku protes serta surat keputusan Walikota ,kemudian data tersebut dikaji
kembali dengan maksud untuk melengkapi data-data yang diperoleh
sebelumnya. Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu
sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang
pernah terjadi di waktu silam.
Peneliti akan menemui pedagang yang ada disekitaran daerah tersebut
disini peneliti ingin mencari informan yang benar- benar mengetahui serta
mengalami kejadian tersebut agar dokumen – dokumen yang dibutuhkan
peneliti untuk melengkapi hasil penelitian bisa terselesaikan.
1.7 Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan langkah terakhir sebelum menarik kesimpulan,
untuk itu teknik analisis data sangat diperlukan dalam penelitian untuk
memperoleh gambaran yang jelas dari data yang diperoleh. Dalam penelitian ini
yang digunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis fenomenologi yang
bersifat deskriptif. Setelah data di analisis dengan metode fenomenologi
kualitatif selanjutnya dibahas permasalahan tersebut hingga ada pada suatu
kesimpulan. Dalam penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi kualitatif
21
model analisis interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Haberman melalui
empat tahap yakni:
a. Pengumpulan data
Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperoleh
dari subyek penelitian yang ada relevansinya dengan perumusan masalah
dan tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan
berbagai cara agar mendapat informasi/data yang diperoleh
b. Reduksi data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data awal yang muncul
dari catatan-catatan dilapangan. Peneliti mengedit data dengan cara memilih
bagian data yang mana untuk dikode, dipakai, dan yang diringkas, serta
dimasukan dalam kategori, dan sebagainya.
c. Penyajian data
Sekumpulan data yang diorganisir sehingga dapat memberi deskripsi
menuju proses penarikan kesimpulan. Penyajian data harus mempunyai
relevansi yang kuat dengan perumusan masalah secara keseluruhan dan
disajikan secara sistematis.
d. Penarikan kesimpulan
Proses penarikan kesimpulan merupakan bagian penting dari kegiatan
penelitian, karena merupakan kesimpulan dari penelitian. Proses penarikan
kesimpulan ini dimaksutkan untuk menganalisis, mencari makna dari data
22
yang ada sehingga dapat ditemukan tema dalam penelitian yang telah
dilakukan.