bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sebuah deklarasi bahwa
negara ini berdiri dan berjalan berdasar pada ketentuan hukum. Pada Pasal
1 ayat (3) UUD 1945 tersebut sekaligus menegaskan bahwa hukum adalah
ujung tombak kemajuan dan perjalanan negara ini. Di bidang
ketenagakerjaan, UUD 1945 telah memberikan pengaturan sebagaimana
termuat pada Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Bahwa hal ini
berimplikasi pada sebuah kewajiban negara untuk menyediakan lapangan
pekerjaan bagi warga negaranya. Serta peran aktif negara (legislatif) dalam
menghasilkan suatu sumber hukum terlebih khusus yang mengatur dunia
kerja dan ketenagakerjaan di Indonesia.
Ketersediaan lapangan pekerjaan adalah suatu masalah yang sering
dijumpai hampir di semua negara di dunia. Terlebih khusus negara-negara
berkembang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang juga
mengalami masalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Pemerintah sebagai
pelayan masyarakat memang menjadi pihak pertama yang bertanggung
jawab dalam hal ini, sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD. Namun
hal ini tidak menutup kemungkinan, bahkan dapat pula dikatakan bahwa
pihak di luar pemerintahan mendapat bagian untuk menyediakan lapangan
2
pekerjaan. Pihak di luar pemerintah atau sering kita sebut swasta, dalam
perkembangannya juga sangat membantu dan merekalah yang menjadi
mitra pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Oleh karenanya,
masalah ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat penting dan perlu
mendapat perhatian khusus dari Pemerintah, dalam hal ini juga Legislatif.
Peraturan perundang-undangan adalah solusi tepat untuk mengatur dan
membantu masyarakat dalam terciptanya sebuah kondisi ketenagakerjaan
yang baik dan teratur. Hal ini telah diwujudkan oleh Pemerintah Indonesia
dengan adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang ketenagakerjaan.
Selain bertumpu pada peraturan perundang-undangan, para ahli
berpendapat ada beberapa sumber hukum ketenagakerjaan yang dapat
menjadi pemecah masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Budiono
mengatakan bahwa sumber-sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas:1
1. Perundang-undangan;
2. Kebiasaan;
3. Keputusan;
4. Traktat; dan
5. Perjanjian.
1 Budiono, Abdul Racmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet. I, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995.
3
Sedangkan Shamad berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan
terdiri atas:
1. Peraturan perundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil
dan formil);
2. Adat dan kebiasaan;
3. Keputusan pejabat atau badan pemerintah;
4. Traktat;
5. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan); dan
6. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja
bersama (KKB).
Disamping kedua pendapat diatas, Prinst juga berpendapat bahwa sumber
hukum ketenagakerjaan terdiri atas:
1. Undang-undang;
2. Adat atau kebiasaan;
3. Yurisprudensi;
4. Doktrin; dan
5. Agama.
Selain itu Abdul Hakim juga berpendapat, sumber hukum ketenagakerjaan
adalah:
1. Undang-undang;
2. Adat dan kebiasaan;
3. Agama;
4. Keputusan pejabat/badan pemerintah atau lembaga ketenagakerjaan;
4
5. Doktrin;
6. Traktat;
7. Perjanjian kerja; dan
8. Peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dengan adanya pengaturan dan sumber hukum yang jelas, maka
segala macam permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan diharapkan
dapat terselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga hak
warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dapat terwujud dan terjamin. Berdasarkan pada sumber
hukum ketenagakerjaan yang telah disebutkan, di mana semua ahli setuju
bahwa sumber hukum utama dalam ketenagakerjaan adalah undang-
undang. Hal ini sejalan dengan sistem hukum yang dianut Indonesia.
Mengingat Indonesia bekas jajahan Belanda, sebagaimana negara-negara
Eropa Kontinental lainnya dan bekas jajahannya, Indonesia merupakan
penganut civil law system. Tidak seperti Amerika Serikat dan negara-
negara penganut common law lainnya, bahan-bahan hukum primer yang
terutama bukanlah putusan pengadilan atau yurisprudensi, melainkan
perundang-undangan. Untuk bahan hukum primer yang berupa perundang-
undangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar
karena semua peraturan di bawahnya baik isi ataupun jiwanya tidak boleh
bertentangan UUD tersebut. Bahan hukum primer selanjutnya ialah
undang-undang. Undang-undang merupakan kesepakatan antara
5
pemerintah dan rakyat, sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk
penyelenggaraan kehidupan bernegara.2
Dalam kaitannya dengan dunia ketenagakerjaan di Indonesia,
undang-undang yang mengatur salah satunya adalah Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (dan untuk selanjutnya
disingkat UU Ketenagakerjaan), yang mengatur tentang bagaimana
terjadinya hubungan antara pencari kerja dan pemberi kerja. Dalam Pasal 1
angka 14 “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak.” Pada angka 15 “Hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.” Dan angka 16
“Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari
unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.” Perhatian khusus dalam Pasal 1 angka 14 sampai
dengan 16 ini ialah para pihak yang terdapat di dalamnya. Dalam
perjanjian kerja, pihaknya adalah pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja. Dalam hubungan kerja, pihaknya adalah pengusaha dengan
pekerja/buruh. Sedangkan dalam hubungan industrial, pihaknya adalah
pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Dari penjabaran para pihak di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dapat disebut sebagai
2 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Jakarta :
Kencana, 2006
6
perselisihan hubungan industial adalah jika perselisihan terjadi di antara
para pihak tersebut.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (dan selanjutnya disingkat UU PPHI3)
pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan: “Perselisihan Hubungan Industrial
adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.”
Jelas bahwa pihak dalam perselisihan hubungan industrial adalah
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh. Pejabat atau badan tata usaha negara tidak disebut
sebagai pihak. Jika perselisihan terjadi di mana di dalamnya tidak terdapat
perjanjian kerja atau tidak ada hubungan kerja atau tidak memenuhi unsur
dalam Pasal 1 angka 1 tersebut di atas, tidak dapat dibawa atau diajukan
untuk diadili di PHI4. Hal ini didasarkan pula pada Pasal 1 angka 17 UU
Ketenagakerjaan yang demikian: “Pengadilan Hubungan Industrial adalah
pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang
berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap
perselisihan hubungan industrial.” Bertitik tolak dari pemahaman Pasal 1
angka 17 ini penulis menemukan sebuah kasus yang dinilai dapat diteliti
3 UU PPHI ialah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial 4 PHI adalah Pengadilan Hubungan Industrial
7
terkait dengan kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial,
seperti yang termuat pada putusan dengan Nomor
02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Yyk antara Dr. Endi Haryono, M.Si (sebagai
PENGGUGAT) dengan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Dan
Perumahan (YKPP) (sebagai Tergugat I) dan Rektor Universitas
Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta (sebagai TERGUGAT
II).
Latar belakang kasus ini bermula dari diangkatnya Penggugat oleh
Tergugat I menjadi Dosen Tetap pada Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di institusi Tergugat
II (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta) yang
antara lain berdasarkan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Nomor :
Skep / 031 / V / 1997 Tanggal 2 Mei 1997 tentang Pengangkatan Sebagai
Pegawai Edukatif Tetap. Dengan demikian Penggugat adalah Pegawai
Edukatif Tetap yang bekerja di bawah Tergugat I yaitu YKPP.
Tergugat II (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran
Yogyakarta) memiliki hubungan kerjasama dengan lembaga pendidikan
tinggi lain. Salah satunya ialah Universitas Utara Malaya Malaysia baik
dalam bentuk seminar, penelitian dan visiting lecturer. Pada Bulan Mei
2010, Penggugat mengikuti program visiting lecturer di Universitas Utara
Malaya Malaysia, yang keturutsertaan Penggugat dalam program tersebut
sudah dilaporkan dan atas sepengetahuan Tergugat II. Namun Tergugat II
menganggap bahwa keturutsertaan Penggugat dalam program visiting
lecturer adalah tanpa izin tertulis dari Tergugat II. Sehingga Tergugat II
8
menerbitkan Surat Perintah Rektor Nomor: Sprint/29-0/III/2011 yang pada
pokoknya memerintahkan untuk menghentikan gaji sementara Penggugat
terhitung mulai tanggal 01 April 2011 dan menghentikan tunjangan
fungsional terhitung mulai tanggal 01 Juni 2010.
Pada bulan Februari 2012, Tergugat II meminta Penggugat untuk
kembali dari Malaysia dan mengajar lagi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik - Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta.
Selanjutnya pada Bulan Februari 2012 itu pula Penggugat telah memenuhi
panggilan dan amanat dari Tergugat II tersebut. Untuk kepentingan
administrasi Penggugat untuk mengajar mata kuliah tertentu, beban SKS,
honorarium dan sebagainya maka Tergugat II pun menerbitkan Surat
Keputusan Nomor: SKEP/18/II/2012 tanggal 02 Februari 2012 yang pada
pokoknya berisi pengangkatan sebagai dosen UPN Veteran Yogyakarta
Semester Genap TA 20011/2012. Dengan demikian Penggugat telah
menjalankan tugas secara aktif kembali sebagai dosen pada Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta.
Pada bulan Februari 2013 Penggugat tidak diperbolehkan
mengajar. Namun tidak dalam status diberhentikan dan tidak pula
memperoleh hak sebagai pegawai. Karena merasa statusnya tidak menentu
maka Penggugat menghadap Tergugat I dan disaksikan oleh BPH UPN
Veteran Yogyakarta dalam penyelesaian permasalah tersebut. Dari
pertemuan tersebut Tergugat I menawarkan 2 (dua) pilihan, yakni:
Pertama, tetap melanjutkan karir sebagai dosen di bawah Tergugat I
9
dengan pindah tugas sebagai dosen di UPN Jakarta atau Kedua,
mengajukan pilihan penyelesaian yang Penggugat inginkan dengan
bertumpu pada prinsip win-win solution dan kekeluargaan. Karena
memilih pilihan yang kedua, maka berdasar pada prinsip win-win solution
dan kekeluargaan tersebut Penggugat mengajukan permohonan
pengunduran diri sebagai dosen (pegawai) kepada Tergugat I, serta
meminta pembayaran upah yang belum dibayarkan dan hak-hak lain yang
sah sebagai pegawai seperti pengembalian dana asuransi pensiun dan
tabungan hari tua pada Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta yang
dipotong setiap bulannya dari upah Pekerja, serta hak-hak normatif lainnya
akibat putusnya hubungan kerja. Selanjutnya Penggugat membuat surat
pernyataan kesediaan dan penerimaan untuk diberhentikan sebagai
pegawai tetap oleh Tergugat I.
Menanggapi surat pernyataan dari Penggugat, Tergugat I
menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20
Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai di Lingkungan UPN
Veteran Yogyakarta yang pada pokoknya memberhentikan Penggugat
sebagai Pegawai Edukatif Tetap UPN Veteran Yogyakarta. Karena
Penggugat merasa hak-haknya belum dipenuhi oleh Para Tergugat maka
Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Gugatan diajukan dengan beberapa
pokok gugatan, yakni:
10
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk
seluruhnya.
2. Menghukum Para Tergugat untuk membayar hak-hak normatif
Penggugat sebesar Rp 123.500.000,- (seratus duapuluh tiga juta
lima ratus ribu rupiah) yang terdiri sebagai berikut:
a. Upah + Tunjangan Fungsional sebesarRp 101.400.000,-
b. Tabungan Hari Tua sebesar Rp Rp 22.100.000,-
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak
putusan berkekuatan hukum tetap.
3. Menghukum Para Tergugat untuk mengembalikan Dana
Asuransi Pensiun Penggugat pada PT. Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia Cabang Yogyakarta kepada Penggugat selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan
berkekuatan hukum tetap.
4. Menghukum Para Tergugat untuk melakukan
Perubahan/Pencabutan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN)
atas nama Dr. Endi Haryono, M.Si. (Penggugat) sebagai dosen
UPN Veteran Yogyakarta sebagaimana tercatat pada
KOPERTIS wilayah Yogyakarta selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum
tetap.
11
5. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan dokumen-dokumen
milik Penggugat dan surat keterangan bekerja selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan
berkekuatan hukum tetap.
6. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat.
Dari gugatan tersebut Pengadilan pun menjatuhkan putusan
sebagai berikut, yakni:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menghukum para Tergugat untuk membayar hak upah dan
tunjangan fungsional sebesar: Rp.4.225.000,00 x 20 bulan =
Rp.84.500.000,00 (delapan puluh empat juta lima ratus ribu
rupiah) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak
putusan berkekuatan hukum tetap.
3. Menghukum Tergugat II untuk memberikan surat keterangan
kerja selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak
putusan berkekuatan hukum tetap.
4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.
5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara.
12
Menanggapi gugatan tersebut Tergugat II memberikan eksepsi
berdasarkan beberapa hal. Berikut ini adalah beberapa hal dalam eksepsi
yang menjadi fokus penilitian penulis. Pertama, Pengadilan Hubungan
Industrial secara absolut tidak berwenang dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara aquo (absolute competence). Hal ini karena pokok
perkara aquo bukanlah mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan
hak, perselisihan antar serikat pekerja, maupun perselisihan pemutusan
hubungan kerja. Hubungan hukum antara Penggugat in person dengan
UPN Veteran Yogyakarta adalah hubungan kepegawaian, dimana
Penggugat merupakan dosen tetap berdasarkan Surat Keputusan Nomor :
Skep/031/V/1997 tentang Pengangkatan Pegawai tanggal 2 Mei 1997 yang
secara jelas disebutkan bahwa status Penggugat adalah pegawai yang
ditugaskan pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran
Yogyakarta. Sebagai pegawai yang berstatus dosen di UPN Veteran
Yogyakarta, Penggugat tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang
mengatur tentang pegawai dan dosen. Kedudukan hukum Penggugat
sebagai seorang dosen tidak dapat dipersamakan dengan pekerja atau
tenaga kerja sebagaimana halnya buruh, karena dosen tidak wajib tunduk
pada hukum ketenagakerjaan namun wajib tunduk pada keberadaan
hukum publik yang mengaturnya seperti Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan-peraturan internal
yang khusus diberlakukan di lingkungan UPN Veteran Yogyakarta, yang
13
mana hal demikian juga berlaku bagi Tergugat II. Oleh karena itu,
Tergugat II selaku Rektor tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan
dengan Penggugat karena Rektor bukan pengusaha melainkan pejabat tata
usaha negara.
Perkara aquo berkaitan dengan tuntutan hak normatif pegawai
berkaitan dengan pemberhentian status Penggugat sebagai pegawai yang
diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Kesejahteraan
Pendidikan dan Perumahan (YKPP) Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014
tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan
UPN Veteran Yogyakarta. Surat Keputusan YKPP Nomor :
SKEP/06/YKPP/II/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian
Pegawai Di Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta merupakan keputusan
tata usaha negara (beschikking), karena memenuhi kriteria sebagai surat
keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat atau badan tata usaha negara
yang bersifat individual, final, dan konkrit sebagaimana dimaksud Pasal 1
angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata
Usaha negara. Tergugat II diangkat sebagai Rektor UPN Veteran
Yogyakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 221/MPK.A4/KP/2014 tanggal
13 Oktober 2014. Dengan demikian Tergugat II jelas merupakan pejabat
tata usaha negara. Di samping itu, Tergugat I juga merupakan badan dan/
atau pejabat tata usaha negara dengan alasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan
14
pelaksana lainnya, menyatakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang
menjalankan salah satu dari urusan di bidang pemerintahan khususnya di
bidang pendidikan merupakan badan tata usaha negara.
Kedua, gugatan Penggugat adalah gugatan yang error in persona.
Terhitung sejak tanggal 6 Oktober 2014 sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta menjadi
perguruan tinggi negeri dengan segala konsekuensi hukumnya, khususnya
yang menyangkut tentang perpindahan aset kekayaan, organisasi, sumber
daya manusia, mahasiswa, pegawai, serta hak dan kewajiban UPN Veteran
Yogyakarta. Maka sejak saat itu, UPN Veteran Yogyakarta sudah tidak
berada di bawah naungan YKPP. gugatan Penggugat adalah gugatan yang
error in persona atau salah menentukan dan menerapkan subyek
Tergugatnya. Bahwa dijadikannya YKPP sebagai Tergugat I merupakan
kesalahan fatal karena YKPP sudah tidak lagi membawahi UPN Veteran
Yogyakarta berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014
tentang Pendirian Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta. Dalam gugatan Penggugat tersebut pula, yang meletakkan
Rektor UPN Veteran Yogyakarta selaku Tergugat II adalah gugatan yang
juga dikualifikasikan sebagai gugatan yang error in persona atau salah
menentukan atau meletakkan subyek Tergugatnya. Dikarenakan dalam
penerbitan Surat Keputusan YKPP Nomor : SKEP/06/YKPP/II/2014
tanggal 20 Februari 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Di Lingkungan
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta sama sekali tidak
15
terlibat atau melibatkan pihak Tergugat II. Dengan demikian, meletakkan
Tergugat II sebagai subyek dalam perkara aquo tidak memiliki dasar
hukum yang jelas, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat
dikualifikasikan sebagai gugatan error in persona atau salah menentukan
subyek Tergugatnya.
Ketiga, gugatan Penggugat adalah gugatan yang kabur, tidak jelas,
dan tidak pasti (obscuur libel). Oleh karena gugatan Penggugat tidak dapat
menjelaskan mengenai kewenangan, hubungan, dan keterkaitan hukum
antara Tergugat I dan Tergugat II dalam kaitannya dengan kewajiban
pemenuhan hak yang harus ditanggung oleh Tergugat II, maka gugatan
Penggugat dikualifikasikan sebagai gugatan yang kabur, tidak jelas, dan
tidak pasti (obscuur libel).
Terhadap eksepsi dari Tergugat II hakim menyatakan bahwa
gugatan Penggugat diajukan ke PHI sudah tepat. Dengan pemahaman
bahwa hubungan kerja terjadi pertama kali antara Penggugat dengan
Tergugat I sejak tahun 1997 sampai dengan keluarnya Perarutan Presiden
No. 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Yogyakarta tertanggal 6 Oktober 2014. Hakim juga
beranggapan bahwa yang menjadi objek persengketaan antara kedua belah
pihak adalah mengenai perselisihan hak yaitu upah yang belum dibayar,
tabungan hari tua, dana pensiun serta perubahan/Pencabutan Nomor Induk
Dosen Nasional atas nama Penggugat di KOPERTIS Wilayah Yogyakarta,
surat keterangan kerja Penggugat dan dokumen-dokumen milik Penggugat
16
lainnya akibat pemutusan hubungan kerja oleh Tergugat I yang telah
disepakati oleh Penggugat.
Berdasarkan uraian kasus di atas, penulis tertarik untuk
mengangkatnya dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pertimbangan
Hakim tentang Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan
Industrial dalam Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk antara
Dr. Endi Haryono, M.Si., dan YKPP dan Rektor UPN Veteran
Yogyakarta.”
17
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang diajukan permasalahan
sebagai berikut: “Apakah pertimbangan hakim tentang kewenangan
mengadili Pengadilan Hubungan Industrial sudah tepat dalam perkara
antara Dr. Endi Haryono M.Si., dengan YKPP dan Rektor UPN
Yogyakarta?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk menganalisis apakah pertimbangan hakim tentang
kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial sudah tepat dalam
perkara antara Dr. Endi Haryono M.Si., dengan YKPP dan Rektor UPN
Yogyakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu menganalisis serta
menentukan kewenangan mengadili Pengadilan Hubungan Industrial
dan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam mengadili permasalahan
hukum di Indonesia. Terlebih khusus dalam bidang Hukum
Ketenagakerjaan.
2. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk melengkapi referensi
karya ilmiah dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan.
18
E. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Karena yang diteliti adalah ketepatan pertimbangan hakim
terhadap kewenangan mengadili dari Pengadilan Hubungan Industrial.
2. Jenis dan Teknik Pengambilan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa :
a. Bahan Hukum Primer : Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen ke-4, Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan
Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Putusan Nomor
02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk.
b. Bahan Hukum Sekunder : Buku Hukum (legal textbooks)
dalam bidang Ketenagakerjaan;
c. Bahan Hukum Tersier : Artikel Hukum, Jurnal Hukum,
Doktrin-doktrin dan Pendapat Ahli Hukum.
19
Sedangkan Teknik Pengambilan Datanya ialah dengan studi
pustaka.
3. Unit Amatan dan Analisis
Unit Amatan dalam penelitian ini yaitu:
a. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
c. UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
d. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
e. Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2014 tentang Pendirian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta;
f. Putusan Nomor 02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk.
Sedangkan Unit Analisisnya yaitu kewenangan mengadili
Pengadilan Hubungan Industrial.
20
F. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN. Berisi tentang Latar Belakang Masalah,
Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Metode
Penelitian
BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGADILAN TATA USAHA
NEGARA DALAM TEORI DAN PRAKTIK. Berisi tentang Prinsip-
prinsip Kewenangan Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial dan
Pengadilan Tata Usaha Negara, Kasus Posisi Perkara Nomor
02/Pdt.Sus.PHI/2015/PN/Yyk, dan Analisis terhadap Kewenangan
Mengadili Pengadilan Hubungan Industrial setelah berlakunya Peraturan
Presiden No. 121 Tahun 2014 tentang Pendirian Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
BAB III PENUTUP. Berisi tentang Kesimpulan Dan Saran.