bab i pendahuluan - yanuarkimangela.files.wordpress.com · atau suatu proses sewaktu atom, molekul,...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Minyak adalah suatu istilah umum untuk semua cairan organik
yang tidak larut / bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi dapat larut pada
pelarut organik. Ada berbagai macam jenis minyak yang dimanfaatkan
secara beragam pula oleh manusia. Salah satu jenis minyak yang sering
dimanfaatkan oleh manusia adalah minyak kelapa sebagai minyak goreng.
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai
alat pengolah bahan–bahan makanan. Minyak goreng sebagai media
penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Kini
krisis minyak goreng nyaris merata di hampir seluruh kota di negara yang
menjadi salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia ini.
Dengan kondisi harga minyak goreng yang semakin melambung tinggi,
membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk berpikir kreatif mendaur
ulang minyak goreng bekas pakai atau disebut juga minyak jelantah.
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah dipakai
berulang-ulang sampai berubah menjadi keruh.Walaupun minyak jelantah
masih dapat digunakan untuk menggoreng, penggunaan minyak ini secara
berulang-ulang dapat membahayakan kesehatan.Hal ini dikarenakan,
pemakaian minyak berulang-ulang dapat meningkatkan persentase lemak
jenuh atau lemak tidak baik dan dapat menurunkan persentase lemak tak
jenuh atau lemak baik pada minyak.Selain itu, penggunaan minyak
jelantah juga dapat menyebabkan munculnya radikal bebas yang tidak baik
untuk tubuh. Radikal bebas tidak baik karena merupakan zat karsinogenik
atau zat pemicu kanker bagi tubuh manusia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan suatu cara untuk
memurnikan kembali minyak jelantah agar dapat berfungsi kembali seperti
minyak baru. Jika kualitas minyak jelantah bisa kembali baik atau
2
mendekati kualitas minyak baru yang dilihat dari kandungan di dalamnya,
minyak jelantah dapat digunakan beberapa kali lagi. Untuk itu, dibutuhkan
suatu senyawa yang dapat menghilangkan radikal bebas sehingga minyak
jelantah dapat berkualitas prima seperti minyak baru. Senyawa tersebut
dapat ditemukan di beberapa jenis tumbuhan, salah satunya adalah pada
kulit petai.
Pada kulit petai terdapat senyawa fenolik yang dapat menangkal
radikal bebas dengan cepat sehingga dapat menjernihkan kembali minyak
jelantah.Senyawa fenolik sendiri merupakan senyawa yang banyak
terdapat pada tumbuhan dan memiliki cincin aromatik satu atau lebih
gugus hidroksi (OH-).Menurut sumber, kelebihan lain dari kulit petai
adalah dapat menghilangkan bau tengik dari minyak jelantah. Selain itu,
dengan memanfaatkan kulit petai, peneliti turut serta memanfaatkan
limbah yang biasa terbuang.Maka, kulit petai dapat dioptimalkan
manfaatnya selain biasanya hanya dibuang begitu saja.
Sebelumnya, sudah pernah ada pihak yang melakukan penelitian
serupa yaitu menjernihkan minyak jelantah menggunakan ekstrak kulit
petai.Penelitian oleh Gideon Fransisco, mahasiswaUniversitas Katolik
Widya Mandala Surabaya (UKWMS),dilakukan dengan mengekstrak
senyawa fenolik pada kulit petai untuk dijadikan sebagai absorben.
Penelitian ini berhasil memperpanjang umur minyak jelantah, sehingga
minyak jelantah dapat dipakai kembali sebanyak tiga sampai empat kali
penggorengan lagi.
Penelitian lain yang menyerupai penelitian ini adalah cara
menjernihkan minyak jelantah menggunakan ampas tebu sebagai
adsorbennya. Penelitian ini dilakukan oleh A. Fuadi Ramdja, Lisa Febrina,
dan Daniel Krisdianto, mahasiswa Universitas Sriwijaya, dengan
mengubah partikel ampas tebu sebagai adsorben menjadi sekecil-kecilnya
untuk hasil yang maksimal. Penelitian ini berhasil karena minyak jelantah
dapat kembali ke kondisi baik seperti minyak baru setelah dilakukan
pengujian kualitas minyak.
3
Atas dasar hal tersebut, maka peneliti berminat untuk melakukan
penelitian yang berjudul “PemanfaatanParkia speciosa untuk
Menjernihkan Minyak Jelantah.”
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah kulit petai dapat digunakan untuk menjernihkan minyak jelantah?
1.2.2 Bagaimana cara menggunakan kulit petai untuk menjernihkan minyak
jelantah?
1.2.3 Bagaimana kualitas minyak hasil penjernihan tersebut?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Untuk mengetahui apakah kulit petai dapat digunakan untuk menjernihkan
minyak jelantah.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana cara menggunakan kulit petai untuk
menjernihkan minyak jelantah.
1.3.3 Untuk mengetahui kualitas minyak hasil penjernihan dari kulit petai.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Untuk peneliti
1. Meningkatkan kreativitas peneliti.
2. Membuat inovasi baru di bidang lingkungan dan pemakaian minyak yang
sudah tak terpakai.
3. Menambah wawasan tentang manfaat dari kulit petai.
4. Sebagai wawasan bagi peneliti dalam pemanfaatan dan pengolahan
minyak jelantah.
1.4.2 Untuk masyarakat dan lingkungan :
1. Menghemat pengeluaran dengan mendaur ulang minyak jelantah.
2. Mengurangi limbah minyak dan kulit petai yang mengotori lingkungan.
3. Mengoptimalkan manfaat dari kulit petai yang biasa tidak termanfaatkan.
4
1.5 BATASAN MASALAH
1. Perlu dilakukan pengujian kualitas minyak untuk mengetahui hasil
penelitian. Padahal, tahap pengujian ini cukup sulit untuk dilakukan
karena meliputi tahap pengujian kadar air, asam lemak bebas, dan
penentuan bilagan peroksida dimana membutuhkan peralatan yang
lengkap dan memadai serta melewati serangkaian proses yang cukup sulit.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kulit Petai (Parkia speciosa)
Gambar 2.1 Kulit petai
Sumber : google image
Petai (Parkia speciosa) merupakan pohon tahunan tropika dari suku
polong-polongan (Fabaceae) dan merupakan anak suku petai-petaian
(Mimosoidae). Secara fisik, pohon petai dapat mencapai ketinggian 20 meter dan
memiliki sedikit cabang. Pohon petai juga memiliki daun majemuk yang tersusun
secara sejajar dan juga memiliki bunga majemuk yang tersusun dalam bongkol
yang biasanya terdapat di ujung ranting. Sementara buahnya berukuran besar,
memanjang, dan bertipe buah polong. Dalam satu buah terdapat hingga 20 biji
berwarna hijau dan diselimuti selaput berwarna coklat terang.
Biji petai dilindungi oleh kulit petai yang memiliki beragam manfaat.
Kulit petai mengandung senyawa fenolik yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan alami dan dapat menangkal radikal bebas. Bagi kesehatan, kulit petai
bermanfaat sebagai bahan anti penuaan, mencegah tumbuhnya sel secara
abnormal, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan sirukulasi darah,
menjaga kesehatan kardiovaskular, mengobati diabetes dan asam urat. Bagi
tumbuhan, kulit petai dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman dan
mencegah timbulnya hama karena kulit petai berperan sebagai insektisida dan
fungisida alami..
6
Manfaat-manfaat kulit petai ini dikarenakan kulit petai memiliki
kandungan senyawa yang beragam dan bermanfaat. Contoh senyawa yang
terkandung dalam kulit petai adalah senyawa fenol yang berfungsi sebagai zat anti
gatal dan senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai zat anti inflamasi atau zat
yang dapat mengurangi tanda-tanda dan gejala peradangan. Kedua senyawa ini
tergolong sebagai antioksidan alami yang bermanfat dalam menangkal radikal
bebas. Bagi tubuh, radikal bebas dapat menyebabkan penuaan dini, menyebabkan
munculnya penyakit kronis, merusak jaringan, serta merusak DNA.
2.2 Minyak Jelantah
Gambar 2.2 Minyak jelantah
Sumber : google image
Minyak adalah suatu istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak
larut / bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi dapat larut pada pelarut organik.
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu
senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik non-polaryang polaritasnya sama.
Dari asal diperolehnya, ada tiga jenis minyak yaitu minyak nabati, minyak
hewani, dan minyak bumi.Minyak nabati adalah minyak yang dapat diperoleh dari
tumbuh-tumbuhan.Minyak hewani adalah minyak yang dapat diperoleh dari
berbagai jenis hewan.Sementara, minyak bumi merupakan minyak yang diperoleh
dari hasil tambang yang berupa campuran dari berbagai zat organik.
Manusia memanfaatkan minyak untuk berbagai macam fungsi bergantung
pada darimana minyak tersebut diperoleh.Misalnya, minyak kelapa sawit yang
dipakai untuk menggoreng, minyak tanah untuk bahan bakar, minyak rem sebagai
7
pelumas, maupun minyak nilam yang dipakai sebagai wewangian.Salah satu yang
paling sering digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah minyak
goreng yang biasa dipakai untuk memasak.
Minyak goreng atau minyak masakan merupakan minyak atau lemak yang
berasal dari pemurnian bagian tumbuhan, hewan, atau dibuat secara sintetik yang
dimurnikan dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak
masakan pada umumnya berbentuk cair dalam suhu kamar. Minyak masakan
biasanya dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, serealia, kacang-
kacangan, jagung, kedelai, dan kanola.
Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak
kelapa dapat digunakan untuk menggoreng karena struktur minyaknya yang
memiliki ikatan rangkap sehingga minyak ini termasuk lemak tak jenuh dan
bersifat stabil. Selain itu pada minyak kelapa terdapat asam lemak esensial yang
tidak dapat disintesis oleh tubuh yaitu asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat.
Jika minyak goreng digunakan hingga 3-4 kali penggorengan atau
berulang kali akan berubah warna menjadi kehitaman yang disebut minyak
jelantah. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam
lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang baik
adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak
dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Selain itu, kandungan
radikal bebas pada minyak juga akan meningkat. Dengan demikian minyak
tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah.
Penggunaan minyak berkali-kali akan membuat ikatan rangkap minyak
teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik, minyak yang seperti
ini dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi kesehatan. Jika dipakai secara
berulang-ulang, suhu akan menjadi semakin tinggi dan semakin lama pemanasan,
kadar asam lemak jenuh akan semakin naik. Minyak nabati dengan kadar asam
lemak yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menggunakan
minyak tersebut menjadi tidak sehat lagi.Selain karena penggorengan berkali-kali,
minyak dapat menjadi rusak karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu
tertentu sehingga ikatan trigliserida pecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas.
8
Terdapat juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan minyak,
yakni oksigen dan ikatan rangkap.Semakin banyak ikatan rangkap dan oksigen
yangterkandung di dalamnya, minyak akan semakin cepat teroksidasi. Faktor
kedua adalah suhu. Suhu yang semakin tinggi juga akan mempercepat
proses oksidasi.Kemudian cahaya dan ion logam yang berperan
sebagai katalisdapat mempercepat proses oksidasi. Maka, dibutuhkan
antioksidanyang membuat minyak lebih tahan terhadap oksidasi.
2.3 Penjernihan
Penjernihan merupakan cara untuk memperoleh zat murni dari suatu
campuran. Prinsip pemisahan campuran didasarkan pada perbedaan fisis tiap-tiap
zat penyusunnya, seperti wujud zatnya, ukuran partikel, titik leleh, titik didih, sifat
magnetik, kelarutan, dan masih banyak lagi. Ada berbagai metode untuk
memisahkan campuran dan memperoleh zat murni, di antaranya meliputi filtrasi,
dekantasi, sentrifugasi, evaporasi, distilasi, kromatografi, sublimasi, ekstraksi,
kristalisasi, absorpsi, adsorpsi dan cara-cara lainnya.
Dalam proses penjernihan minyak ini, akan digunakan suatu kristalisasi
senyawa fenolik untuk menyerap radikal bebas dalam minyak jelantah. Maka,
proses penjernihan yang digunakan adalah absorpsi atau proses penyerapan suatu
zat oleh zat lain. Proses ini berbeda dengan proses adsorpsi karena pengikatan
molekul dilakukan melalui volume dan bukan permukaan.Absorpsi atau
penyerapan adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara
pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan
pelarutan. Absorpsi juga dapat diartikan sebagai suatu fenomena fisik, kimiawi,
atau suatu proses sewaktu atom, molekul, atau ion memasuki suatu fase limbah
(bulk) lain yang bisa berupa gas, cairan, ataupun padatan.
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Syarat zat yang dapat digunakan sebagai absorben antara lain, memiliki daya
melarutkan bahan yang akan diabsorpsi dengan sebesar mungkin (kebutuhan akan
cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil), selektif, memiliki tekanan uap yang
9
rendah, tidak bersifat korosif, mempunyai viskositas (ukuran kekentalan fluida)
yang rendah, stabil secara termis, dan murah.
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben contohnya
adalah air, natrium hidroksida dan asam sulfat.Air dimanfaatkan untuk gas-gas
yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan.Natrium
hidroksida dimanfaatkan gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam.Sementara,
asam sulfat dimanfaatkan untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa.
Pada absorbsi sendiri ada duamacam proses yaitu absorbsi fisik dan
absorbsi kimia.
a. Absorbsi fisik
Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh dari absorbsi fisik adalah
absorbsi gas H2S dengan air. Penyerapan terjadi karena adanya interaksifisik,
difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair.
b. Absorbsi kimia
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut ke dalam larutan
penyerap dengan disertai adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi
denganadanya larutan MEA, NaOH, K2, CO3, dan sebagainya.
Penggunaanabsorbsi kimia digunakan untuk mengeluarkan zat terlarutsecara lebih
sempurna dari campuran gasnya. Keuntungan absorbsi kimia adalahmeningkatnya
koefisien perpindahan massa gas karena sebagian dari perubahan inidisebabkan
oleh makin besarnya luas efektif permukaan.
2.4 Senyawa fenolik
Gambar 2.3 Senyawa fenolik
Sumber : google image
10
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada
tumbuhan, baik pada bagian batang, bunga, maupun daun dari suatu tumbuhan.
Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH) dan
gugus–gugus lain yang menyertainya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan
nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenolik memiliki banyak variasi dan
tersebar luas di alam. Ribuan senyawa fenolik alam telah diketahui
strukturnya,antara lain flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenil
propanoid, polifenoldan kuinon fenolik.
Senyawa fenolik alami mengandung minimal satugugus hidroksil dan
banyak yang membentuk senyawa eter, ester atauglioksida daripada senyawa
bebasnya. Senyawa ester atau eter fenol tersebutmemiliki kelarutan yang lebih
besar dalam air. Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat
tidakberwarna, tetapi jika warnanya menggelap saat teroksidasi. Kelarutan fenol
dalam air akan bertambah jika gugus hidroksil makin banyak.
Senyawa fenolik merupakan senyawa bahan alam yang penggunaannya
cukup luas saat ini. Pada industri makanan dan minuman, senyawa fenolik
berperan dalam pemberian aroma yang khas pada produk makanan dan
minuman, sebagai zat pewarna makanan dan minuman, dan sebagai antioksidan.
Pada industri farmasi dan kesehatan, senyawa ini banyakdigunakan sebagai
antioksidan, antimikroba dan antikanker. Selain itu, senyawa ini juga banyak
digunakan sebagaiinsektisida dan fungisida. Senyawa fenolik sangat penting
untuk pertumbuhan dan reproduksi tanaman, senyawa ini dapat mempertahankan
tanaman dari serangan terhadap patogen.
Senyawa fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki satuatau
lebih gugus hidroksil yang terikat pada satu atau lebih cincin aromatikbenzena,
sehingga senyawa ini juga memiliki sifat yang khas, yaitu dapatteroksidasi.
Kemampuannya membentuk radikal fenoksi yang stabil pada proses oksidasi
menyebabkan senyawa ini banyak digunakan sebagaiantioksidan. Manfaat asam
fenolik yang paling penting yaitu anti-penuaan dan mencegah pertumbuhan sel
abnormal. Asam fenolat berguna dalam mengendalikan peradangan,
11
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan sirkulasi darah, semua
yang menghasilkan signifikan manfaat anti penuaan dalam tubuh.
2.5 Arang
Gambar 2.4 Arang
Sumber : google image
Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dibuat dengan
cara menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan
atau tumbuhan. Arang juga dapat diartikan sebagai bahan padat yang telah
dikarbonisasi dengan pembakaran sebagian dengan sedikit udara Arang umumnya
didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain. Arang terdiri
dari unsur C, H, O dan komponen non organis atau mineral. Di dalam arang,
komposisi unsur tersebut tergantung dari proses karbonisasi, suhu dan metode
karbonisasi. Arang juga mempunyai kadar CO tinggi dan daya serap besar.
Kandungan karbon pada arang minimal mencapai angka 76%.Setiap abu
yang tersisa, diperoleh dengan menghilangkan air dan konstituen yang mudah
menguap lainnya dari bahan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Arang biasanya
diproduksi oleh pirolisis lambat, pemanasan kayu atau bahan lainnya tanpa
adanya oksigen. Ini biasanya merupakan bentuk tidak murni dari karbon karena
mengandung abu. Namun, kandungan gula arang kayu adalah salah satu bentuk
paling murni dari karbon, terutama jika tidak dibuat dengan memanaskan tapi oleh
reaksi dehidrasi dengan asam sulfat untuk meminimalkan memperkenalkan
kotoran baru, karena kotoran dapat dihapus dari gula terlebih dahulu.
Arang mempunyai rongga-rongga kecil yang sangat banyak. Rongga-
rongga ini dapat melekatkan zat-zat yang berlainan pada dindingnya, yang
kemudian nantinya dilepaskan. Misalnya arang menyerap air dari udara lembab,
kemudian melepaskannya pada kondisi yang kering. Ini membuatnya berfungsi
12
sebagai pengatur kelembaban yang baik. Selain itu, arang dapat menyerap bau
ruangan tidak sedap dan zat-zat merugikan. Manfaat lainnya adalah sebagai
penjernih air, penjaga kesegaran makanan, penambah kualitas tanah, dan
penghilang bau. Arang juga digunakan dalam metalurgi sebagai reducing agent.
Sebagian besar produksi arang digunakan sebagai bahan bakar. Selain itu, arang
juga dipakai sebagai pengganti pensil atau krayon.
Selain itu, karbon aktif dapat digunakan dalam daur ulang minyak goreng
atau minyak jelantah. Arang mempunyai pori yang sangat banyak sehingga dapat
menyerap berbagai kotoran. Dengan demikian arang atau karbon aktif banyak
digunakan dalam penyaringan atau penjernihan baik air ataupun yang lainnya.
Arang juga dapat digunakan sebagai filter, katalisator, atau sebagai adsorben
karena luas permukaannya yang tinggi.
Ada beragam jenis-jenis arang berdasarkan bahan pembuatnya, misal :
1. Arang kayu
Arang kayu adalah arang yang terbuat dari bahan dasar kayu. Arang kayu
banyak digunakan untuk keperluan memasak, penjernih air, penggunaan dalam
bidang kesehatan, dan masih banyak lagi.
2. Arang serbuk gergaji
Arang serbuk gergaji adalah arang yang terbuat dari serbuk gergaji yang
dibakar. Serbuk gergaji adalah bahan sisa produksi yang jarang dimanfaatkan lagi
sehingga harganya tergolong murah. Selain dijadikan bahan bakar, arang serbuk
gergaji juga dimanfaatkan untuk campuran pupuk dan diolah jadi briket arang.
3. Arang sekam padi
Arang sekam padi biasa digunakan sebagai pupuk dan bahan baku briket
arang. Arang sekam bisa digunakan sebagai campuran pupuk dan media tanam di
persemaian. Hal ini karena sekam padi memiliki kemampuan untuk menyerap dan
menyimpan air sebagai cadangan makanan.
4. Arang tempurung kelapa
Arang tempurung kelapa adalah arang yang berbahan dasar tempurung
kelapa. Selain dimanfaatkan dengan dibakar langsung, tempurung kelapa dapat
dijadikan sabagai bahan dasar briket arang. Tempurung kelapa yang akan
13
dijadikan arang harus berasal dari kelapa yang sudah tua, karena lebih padat dan
kandungan airnya lebih sedikit dibandingkan dari kelapa yang masih muda.
5. Arang serasah
Arang serasah adalah arang yang terbuat dari serasah atau sampah
dedaunan. Bila dibandingkan dengan bahan arang lain, serasah termasuk bahan
yang paling mudah didapat. Arang serasah juga bisa dijadikan briket arang,
karena mudah dihancurkan.
6. Briket arang
Briket arang adalah arang yang terbuat dari arang jenis lain yang
dihaluskan terlebih dahulu kemudian dicetak sesuai kebutuhan dengan campuran
tepung kanji. Tujuan pembuatan briket arang adalah untuk menambah jangka
waktu bakar dan untuk menghemat biaya. Arang yang sering dijadikan briket
arang diantaranya adalah arang sekam, arang serbuk gergaji, dan arang serasah.
Arang- arang tersebut terlalu kecil untuk digunakan langsung dan akan cepat
habis, sehingga akan lebih awet jika diubah menjadi briket arang.
7. Arang kulit buah mahoni
Arang kulit buah mahoni adalah arang dengan bahan dasar kulit buah
mahoni. Kulit buah mahoni memiliki tekstur yang keras dan padat sehingga dapat
dijadikan bahan pembuatan arang. Arang yang dihasilkan dari kulit buah mahoni
juga terbukti memiliki kualitas yang cukup baik. Jika dibakar hanya
mengeluarkan sedikit asap. Nilai kalor yang dihasilkan saat dibakar sangat tinggi
dan lebih tahan lama sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian
Untuk penelitian “Pemanfaatan Parkia speciosa untuk Menjernihkan
Minyak Jelantah, diperlukan dua jenis penelitian yaitu studi pustaka dan
penelitian eksperimental.Metode studi pustaka digunakan untuk mencari
informasi sebagai dasar teori sebelum melakukan eksperimen
penelitian.Sementara, penelitian eksperimental digunakan untuk membuktikan
dugaan peneliti sekaligus menjawab rumusan masalah yang sudah dirancang
sebelum melakukan penelitian.
Setelah mendapatkan informasi dari studi pustaka, penelitian dilakukan
dengan metode eksperimen berdasarkan teori-teori dasar yang sudah
didapatkan.Teknik penelitian yang digunakan adalah observasi atau teknik
pengamatan atau observasi. Peneliti menggunakan teknik pengamatan karena
setelah proses eksperimen selesai, perlu dilakukan pengamatan untuk
mengetahui hasil dari penelitian tersebut.
b. Populasi penelitian
Populasi dari penelitian “Pemanfaatan Parkia speciosa
untukMenjernihkan Minyak Jelantah” adalah kulit petai dan minyak jelantah.
c. Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian “PemanfaatanParkia speciosa untuk Menjernihkan
Minyak Jelantah”adalah 35 gram kulit petai dan 300 ml minyak jelantah.
d. Variabel penelitian
a. Variabel kontrol : volume minyak jelantah
b. Variabel bebas : jumlah kulit petai, jumlah etanol
c. Variabel terikat : kualitas minyak hasil penjernihan (berbau atau
tidak, kejernihan minyak, perubahan warna minyak)
15
e. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan selama tujuh kali, pada hari Rabu, 24 Januari 2018
adalah percobaan pertama, Rabu, 31 Januari 2018 adalah percobaan kedua, Rabu,
28 Februari 2018 adalah percobaan ketiga, Sabtu, 3 Maret 2018 adalah percobaan
keempat, Rabu, 14 Maret 2018 adalah percobaan kelima, Rabu, 4 April 2018
adalah percobaan keenam, dan Senin, 16 Maret 2018 adalah percobaan ketujuh.
f. Tempat penelitian
Percobaan pertama, kedua, dan keempat dilakukan di laboratorium kimia
Gedung LPMK SMA Santa Angela, Bandung. Percobaan ketiga dan kelima
dilakukan di laboratorium biologi Gedung LPMK SMA Santa Angela, Bandung.
Percobaan keenam dilakukan di rumah peneliti satu dan percobaan ketujuh
dilakukan di rumah peneliti dua.
g. Alat dan Bahan
a. Alat
No. Alat Jumlah
1. Pembakar 2
2. Kasa 2
3. Kaki tiga 2
4. Beaker glass 5
5. Kaleng tertutup 1
6. Termometer 1
7. Kertas saring 2
8. Kompor 1
9. Saringan 1
10. Talenan dan pisau 1
11. Mangkuk 2
12. Timbangan 1
16
13. Sendok 2
14. Gelas kecil 2
15. Kompor 1
16. Kawat 2 meter
17. Capitan 1
Tabel 3.1 Tabel alat
b. Bahan
No. Bahan Jumlah
1. Kulit Petai 60 gram
2. Etanol 500 ml
3. Es batu 400 gram
Tabel 3.2 Tabel bahan
h. Langkah kerja
3.8.1 Pembuatan ekstrak kulit petai.
1) Kulit petai dicuci dan dipotong-potong menjadi ukuran yang
lebih kecil.
2) Kulit petai ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan.
3) Etanol diukur sesuai yang dibutuhkan lalu dipindahkan ke
wadah pemanasan.
4) Kulit petai direbus dengan menggunakan pelarut etanol hingga
mencapai suhu 820 C. Setelah mencapai suhu tersebut, senyawa
fenolik dapat dipisahkan.
5) Api dimatikan lalu hasil pemanasan kulit petai dan etanol
disimpan selama beberapa hari untuk menunggu pembentukan
kristal.
3.8.2 Penjernihan minyak menggunakan ekstrak kulit petai
1) Minyak jelantah diukur sesuai yang dibutuhkan.
2) Beaker glass diisi dengan minyak jelantah sambil alat untuk
pemanasan disiapkan.
17
3) Kristal dari ekstrak kulit petai dipanaskan dalam minyak
jelantah sampai mencapai suhu 1800 C.
3.8.3 Penjernihan minyak menggunakan arang yang terbuat dari kulit petai
1) Kulit petai dicuci bersih lalu ditimbang sesuai kebutuhan.
2) Alat untuk melakukan pemanasan berupa kompor, kawat, capitan,
dan mangkuk disiapkan.
3) Kulit petai disusun di atas kawat langsung di atas kompor.
4) Kulit petai ditunggu sampai terbakar menyerupai arang, sampai
kehitaman dan rapuh, sebelum diangkat menggunakan capitan dan
disimpan di mangkuk.
5) Proses diulang sampai seluruh kulit petai berubah jadi arang.
6) Kulit petai ditumbuk dan dihancurkan sampai menjadi serbuk atau
butiran yang sangat halus.
7) Minyak jelantah diukur dan disiapkan lalu ditambahkan arang
serbuk dari kulit petai.
8) Minyak jelantah dibiarkan sampai arang kulit petai mengendap
yang biasanya terjadi setelah beberapa hari.
9) Minyak jelantah disaring sampai tidak ada kulit petai yang tersisa.
3.9 Alur Kerja
3.9.1 Alur pembuatan ekstrak kulit petai
Pembuatan ekstrak kulit petai
Kulit petai
dipotong-potong dan ditimbang,
pindahkan ke wadah
Hasil pemanasan disimpan beberapa hari
Terbentuk kristal
dipanaskan sampai suhu 820C
18
3.9.2 Alur penjernihan minyak menggunakan kristal kulit petai
3.9.3 Alur penjernihan minyak jelantah menggunakan arang dari kulit petai
Kulit petai
dicuci bersih
Siapkan alat untuk membakar
Bakar kulit petai di atas kawat
tunggu sampai rapuh dan kehitaman
Berubah jadi arang
tumbuk dan hancurkan
Serbuk arang
Rendamkan ke minyak jelantah
tunggu sampai mengendap
Saring sampai minyak bersih dari arang
Minyak jelantah yang telah disaring
Minyak jelantah
diukur
Kristal kulit petai dimasukkan
Minyak jelantah yang sudah dijernihkan
dipanaskan sampai suhu 1800C
19
3.10 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis. Instrumen penelitian berfungsi untuk mempermudah penelitian.
A. Lembar observasi
Observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung.
B. Angket
Angket adalah alat pengumpul data untuk kepentingan penelitian. Angket
digunakan dengan mengedarkan formulir yang berisi beberapa pertanyaan
kepada bebrapa subjek penelitian (responden) untuk mendapat tanggapan
secara tertulis
C. Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai salah satu teknik pengumpulan data untuk
melakukan studi pendahuluan, menemukan permasalahan yang harus diteliti
dan mengetahui hal-hal dari responden yang lebih dalam.
20
dipotong dan ditimbang,
pindahkan ke wadah
dipanaskan sampai suhu 820C
3.10.1 Observasi
Observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung.
Lembar Observasi
Waktu pengamatan :
No. Tahapan Alur Kerja Pengamatan
1. Pembuatan
kristal
2. Penjernihan
minyak
menggunakan
kristal dari
kulit petai
Pembuatan ekstrak kulit petai
Kulit petai
Ditambahkan etanol
Hasil pemanasan disimpan beberapa hari
Terbentuk kristal
diukur
Kristal kulit petai dimasukkan
Minyak jelantah yang sudah dijernihkan
dipanaskan sampai
suhu 1800C
Minyak jelantah
21
tunggu sampai rapuh dan kehitaman
tunggu sampai mengendap
3. Penjernihan
minyak
jelantah
menggunakan
arang dari
kulit petai
4. Penilaian a. Warna
b. Kejernihan
c. Bau
Tabel 3.3 Tabel lembar observasi
dicuci bersih
Siapkan alat untuk membakar
Bakar kulit petai di atas kawat
Minyak diaduk rata dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
Berubah jadi arang
tumbuk dan hancurkan
Serbuk arang
Rendamkan ke minyak jelantah
Saring sampai minyak bersih dari arang
Minyak diaduk rata dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
Minyak jelantah yang telah disaring
Minyak diaduk rata dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
Kulit petai
22
3.10.2 ANGKET
Angket adalah alat pengumpul data untuk kepentingan penelitian. Angket
digunakan dengan mengedarkan formulir yang berisi beberapa pertanyaan kepada
bebrapa subjek penelitian (responden) untuk mendapat tanggapan secara tertulis.
Format Angket
Nama
Kelas
No. Absen
Isilah angket berikut dengan tanda centang (v)!
No. Indikator Sangat
setuju
Setuju Tidak
setuju
1. Minyak sesudah penjernihan dapat dibedakan dari
minyak sesudah penjernihan
2. Minyak hasil penjernihan tidak berbau tak sedap.
3. Minyak hasil penjernihan tampak jernih.
4. Minyak hasil penjernihan berbeda warnanya
dengan minyak yang belum dijernihkan
5. Tidak tercium bau petai dari minyak hasil
penjernihan
6. Tidak terlihat ada sisa arang dari minyak hasil
penjernihan
Tabel 3.4 Tabel angket
23
3.10.3 WAWANCARA
Wawancara dilakukan sebagai salah satu teknik pengumpulan data untuk
melakukan studi pendahuluan, menemukan permasalahan yang harus diteliti dan
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih dalam.
Pertanyaan wawancara
1. Bagaimana bau minyak hasil penjernihan menurut anda, apakah ada
perbedaan dengan minyak sebelum penjernihan?
2. Bagaimana tingkat kejernihan minyak hasil penjernihan secara kasat mata
menurut anda, apakah ada perbedaan dengan minyak sebelum
penjernihan?
3. Bagaimana warna minyak hasil penjernihan menurut anda, apakah ada
perbedaan dengan minyak sebelum penjernihan?
4. Apakah tercium bau petai dari minyak hasil penjernihan?
5. Apakah tampak ada sisa arang pada minyak hasil penjernihan?
6. Apakah ada kritik dan saran yang dapat anda sampaikan mengenai
penjernihan minyak jelantah menggunakan kulit petai?
24
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
4.1 Percobaan 1
Percobaan pertama dilakukan pada hari Rabu, tanggal 24 Januari 2018 di
laboratorium kimia SMA Santa Angela. Pada percobaan pertama ini, dilakukan
pembuatan kristal dari kulit petai yang kelak akan digunakan untuk menjernihkan
minyak jelantah. Percobaan pertama ini berdasarkan pada langkah kerja yang
telah disusun pada saat pembuatan proposal. Pada penelitian ini digunakan kulit
petai Parkia speciosa. Selain itu digunakan etanol 95% untuk membantu proses
pemanasan dan kristalisasi kulit petai.
4.1.1 Langkah pembuatan kristal dari kulit petai
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong kulit petai lalu
cuci bersih
30 gram kulit
petai, pisau,
talenan
Kulit petai
menjadi potongan
berukuran kecil
Tuang 200 ml etanol ke dalam
beaker glass. Tambahkan kulit
petai.
200 ml etanol,
beaker glass,
potongan kulit
petai
25
Nyalakan pembakar bunsen,
simpan beaker glass di atas
kaki tiga yang sudah ditutupi
kawat kasa, dan ukur suhu
dengan termometer.
Pembakar
bunsen, kaki
tiga, kawat
kasa, beaker
glass,
termometer
Kulit petai dan
etanol siap untuk
dipanaskan dan
dikristalisasi
Tunggu sampai etanol
mencapai suhu 820C. Gunakan
termometer untuk mengukur
suhu.
Pembakar
bunsen, kaki
tiga, kasa,
beaker glass,
termometer
Volume etanol
berkurang karena
terjadi penguapan
Padamkan api jika sudah
mencapai suhu 820C. Simpan
petai dan etanol untuk
menunggu terjadinya
kristalisasi
Beaker glass
yang berisi
etanol dan kulit
petai, pembakar
bunsen, kaki
tiga, kasa,
termometer
Sama seperti
proses
sebelumnya ,
tidak terbentuk
kristal.
Tabel 4.1 Tabel pembuatan kristal kulit petai percobaan pertama
Proses pemanasan berlangsung cukup lama yaitu sekitar 50 menit. Untuk
mencapai suhu 600membutuhkan waktu yang singkat sekitar 15 menit saja. Mulai
suhu 600peningkatan suhu berlangsung dalam waktu yang cenderung lama sekitar
35 menit. Hal ini dikarenakan titik didih etanol adalah 78,370 sehingga pada suhu
sekitar 600 etanol mulai mendekati titik didihnya. Saat mendekati titik didihnya
suatu zat cair akan menggunakan kalor yang diterimanya untuk melakukan
perubahan wujud menjadi gas.
26
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, tidak ditemukan hasil
pembentukan kristal kulit petai setelah kulit petai dibiarkan selama beberapa hari.
Menurut hipotesis peneliti, kegagalan pembentukan kristal disebabkan oleh
ukuran kulit petai yang terlalu besar. Selain itu, dugaan lainnya adalah jumlah
kulit petai yang digunakan terlalu sedikit.Untuk itu di percobaan selanjutnya
peneliti memutuskan untuk menambah jumlah potongan kulit petai dan
memperkecil ukurannya.
27
4.2 Percobaan 2
Percobaan kedua dilakukan pada hari Rabu, tanggal 31 Januari 2018 di
laboratorium kimia SMA Santa Angela. Pada percobaan kedua ini, masih
dilakukan pembuatan kristal dari kulit petai yang kelak akan digunakan untuk
menjernihkan minyak jelantah. Percobaan kedua ini juga dilakukan berdasarkan
pada langkah kerja yang telah disusun pada saat pembuatan proposal. Pada
penelitian ini tetap digunakan kulit petai Parkia speciosa. Selain itu digunakan
etanol 95% untuk membantu proses pemanasan dan kristalisasi kulit petai.
4.2.1 Tabel langkah pembuatan kristal dari kulit petai
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong kulit
petai lalu cuci bersih
35 gram kulit petai,
pisau, talenan
Kulit petai menjadi
potongan berukuran
kecil
Tuang 250 ml etanol ke
dalam beaker glass
250 ml etanol,
beaker glass
28
Tambahkan petai ke
dalam beaker glass
Potongan kulit
petai
Nyalakan pembakar
bunsen, simpan beaker
glass di atas kaki tiga
yang sudah ditutupi
kasa, dan ukur suhu
dengan termometer.
Pembakar bunsen,
kaki tiga, kawat
kasa, beaker glass,
termometer
Kulit petai dan
etanol siap untuk
dipanaskan dan
dikristalisasi
Tunggu sampai etanol
mencapai suhu 820C.
Gunakan termometer
untuk mengukur suhu.
Pembakar bunsen,
kaki tiga, kawat
kasa, beaker glass,
termometer
Kulit petai gosong
dan etanol habis
Padamkan api. Simpan
petai dan etanol untuk
menunggu terjadinya
kristalisasi
Beaker glass yang
berisi etanol, kulit
petai, pembakar
bunsen, kaki tiga,
kasa, termometer
Sama seperti
sebelumnya tidak
terbentuk kristal.
Tabel 4.2 Tabel pembuatan kristal kulit petai percobaan kedua
29
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, tidak ditemukan hasil
pembentukan kristal kulit petai setelah hasil pemanasan dibiarkan selama
beberapa hari. Karena potongan kulit petai sudah diperkecil, peneliti menemukan
hipotesis lainnya bahwa kristal tidak mungkin terbentuk karena tidak adanya
media penempelan bagi hasil bentukan kristal. Kemungkinan, uap yang terbentuk
selama proses pemanasan adalah cikal bakal pembentukan kristal. Namun, seluruh
uap itu hilang karena pemanasan dilakukan di tempat yang terbuka. Jadi, uap yang
seharusnya dapat terkristalisasi tidak menemukan media untuk menetap dan
membentuk kristal. Maka, peneliti memutuskan untuk mengganti beaker glass
dengan sebuah wadah tertutup untuk menyediakan media pembentukan kristal.
Selain itu, menurut hasil percobaan yangdiamati, kulit petai juga berubah
menjadi gosong. Hipotesis peneliti menunjukkan bahwa peneliti kurang teliti
dalam mengecek suhu sehingga api baru dipadamkan saat suhunya terlalu tinggi,
sekitar 950C. Saat itu, etanol sudah menguap habis.Akibatnya, kulit petai berubah
warna dan tampak mengerak di dasar beaker glass. Walau belum tentu
berpengaruh sepenuhnya terhadap pembentukan kristal, ini menjadi catatan
perbaikan yang perlu diperbaiki di percobaan selanjutnya.
30
4.3 Percobaan ketiga
Percobaan ketiga dilakukan pada hari Rabu, tanggal 28 Februari 2018 di
laboratorium biologi SMA Santa Angela. Pada percobaan ketiga ini, masih
dilakukan pembuatan kristal dari kulit petai yang kelak akan digunakan untuk
menjernihkan minyak jelantah.Peneliti masih melakukan percobaan berdasarkan
langkah kerja yang telah disusun, namun, ada penggantian salah satu alat
penelitian.Peneliti mengganti beaker glass sebagai wadah melakukan perebusan
dengan wadah tertutup berupa kaleng yang terbuat dari seng (Zn).Untuk kulit
petai dan alkohol yang digunakan, tidak dilakukan perubahan dengan tetap
menggunakan kulit petai Parkia speciosadan etanol 95%.
4.3.1 Langkah pembuatan kristal dari kulit petai
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong kulit
petai lalu cuci
bersih
40 gram kulit
petai, pisau,
talenan
Kulit petai
menjadi
potongan
berukuran kecil
Lubangi tutup
kaleng seukuran
termometer
Gunting, tutup
kaleng
Tuang 200 ml
etanol ke dalam
beaker glass untuk
mengukur volume
etanol
250 ml etanol,
beaker glass
31
Pindahkan etanol
ke kaleng tertutup.
Tambahkan petai
ke dalam kaleng
dan masukkan
termometer lewat
lubang pada tutup
kaleng.
250 ml etanol,
kaleng tertutup,
potongan kulit
petai
Nyalakan pembakar
spiritus, simpan
beaker glass di atas
kaki tiga yang
sudah ditutupi kasa,
dan ukur suhu
dengan termometer.
Pembakar spiritus,
kaki tiga, kasa,
kaleng yang telah
dilubangi,
termometer
Tunggu sampai
etanol mencapai
suhu 820C.
Gunakan
termometer untuk
mengukur suhu.
Pembakar spiritus,
kaki tiga, kasa,
kaleng yang telah
terlubangi,
termometer
Kulit petai
terendam sedikit
etanol, belum
terbentuk uap di
bagian dalam
tutup botol
Padamkan api.
Simpan petai dan
etanol untuk
menunggu
terjadinya
kristalisasi
Kaleng yang telah
terlubangi dan
berisikan etanol
dan kulit petai
Sama seperti
sebelumnya tidak
terbentuk kristal.
Tabel 4.3 Tabel pembuatan kristal kulit petai percobaan ketiga
32
Pada percobaan ketiga, peneliti mengganti penggunaan beaker glass
dengan wadah tertutup berupa kaleng berbahan dasar seng. Penggantian wadah
terbuka dengan wadah tertutup ini bertujuan untuk mendukung pembentukan
kristal yang tidak berhasil dilakukan saat menggunakan wadah terbuka. Dipilih
kaleng tertutup yang terbuat dari seng karena kaleng merupakan konduktor panas
yang baik.Diharapkan, proses pemanasan dapat berlangsung lebih cepat karena
kaleng dapat menghantarkan panas lebih baik daripada kaca. Apalagi, panas juga
akan lebih stabil di dalam wadah tertutup karena udara panas akan terjebak di
dalam wadah. Sementara, di wadah terbuka, udara panas akan lebih tidak stabil
karena terpengaruh udara luar. Menurut pengamatan saat percobaan, perubahan
suhu cukup drastis di menit-menit awal, sementara sesudah mencapai suhu 600C,
perubahan suhu kembali melambat, bahkan sempat sangat lambat dimana dalam
jangka waktu yang cukup panjang suhu tidak meningkat. Maka, dari segi
kecepatan proses pemanasan, tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan
beaker glass dengan penggunaan kaleng tertutup.
Pada percobaan ini, tetap tidak ada tanda-tanda pembentukan kristal
setelah hasil pemanasan tetap dibiarkan di wadah tertutup selama beberapa hari.
Menurut pengamatan peneliti, ini terjadi karena saat api dipadamkan, suhu hasil
pemanasan belum mencapai 820C. Walau sudah ditunggu sangat lama, lebih dari
90 menit, suhu tidak kunjung naik setelah menginjak sekitar angka 700C.Maka
peneliti berkesimpulan bahwa suhunya sulit meningkat.Akibat suhunya yang sulit
meningkat ini, tidak ada uap yang terbentuk di bagian dalam tutup botol.Dugaan
peneliti mengenai penyebab terjadinya hal ini dikarenakan ada kesalahan teknis
dimana api yang digunakan untuk memanaskan terlalu kecil sehingga panas yang
dihasilkan tidak cukup untuk meningkatkan suhu, padahal peningkatan suhu di
sekitar angka 700C membutuhkan api yang besar serta tingkat kepanasan yang
tinggi dan stabil. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti perlu memastikan sudah
menggunakan api yang lebih stabil, besar nyalanya, dan tingkat kepanasannya
tinggi untuk mencegah terjadinya kesalahan teknis seperti ini.
33
4.4 Percobaan Keempat
Percobaan keempat dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 3 Maret 2018 di
laboratorium kimiaSMA Santa Angela. Pada percobaan keempat ini, masih
dilakukan pembuatan kristal dari kulit petai yang kelak akan digunakan untuk
menjernihkan minyak jelantah. Kulit petai dan alkohol yang digunakan tetap
sama, tidak dilakukan perubahan dengan tetap menggunakan kulit petai Parkia
speciosadan etanol 95%. Peneliti pun tetap menggunakan wadah kaleng tertutup
untuk melakukan pemanasan.Percobaan dilakukan berdasarkan langkah kerja
yang telah disusun di proposal.
4.4.1 Langkah pembuatan kristal dari kulit petai
Langkah Alat dan
Bahan
Hasil Foto
Potong-potong kulit petai lalu
cuci bersih
30 gram kulit
petai, pisau,
talenan
Kulit petai
menjadi
potongan
berukuran kecil
Tuang 200 ml etanol ke dalam
beaker glass untuk mengukur
volume etanol
200 ml etanol,
beaker glass
Pindahkan etanol ke kaleng
tertutup. Tambahkan petai ke
dalam kaleng tertutup. Tutup
kaleng dan masukkan
200 ml etanol,
kaleng
tertutup,
potongan kulit
34
termometer ke lubang di tutup
tadi.
petai
Nyalakan pembakar bunsen,
simpan beaker glass di atas kaki
tiga yang sudah ditutupi kasa,
dan ukur suhu dengan
termometer.
Pembakar
bunsen, kaki
tiga, kasa,
kaleng yang
telah
dilubangi,
termometer
Kulit petai dan
etanol siap
untuk
dipanaskan dan
dikristalisasi
Tunggu sampai etanol mencapai
suhu 820C. Gunakan termometer
untuk mengukur suhu.
Pembakar
bunsen, kaki
tiga, kasa,
kaleng yang
telah
terlubangi,
termometer
Kulit petai
gosong dan
etanol habis.
Muncul sedikit
titik-titik uap di
tutup lubang
bagian dalam
Padamkan api. Simpan petai dan
etanol untuk menunggu
terjadinya kristalisasi
Kaleng yang
telah
terlubangi dan
berisikan
etanol dan
kulit petai
Sama seperti
sebelumnya
tidak terbentuk
kristal.
Tabel 4.4 Tabel pembuatan kristal kulit petai percobaan keempat
Pada percobaan keempat, pembentukan kristal dari kulit petai masih belum
berhasil.Padahal, peneliti telah menggunakan pembakar yang apinya lebih besar
dan stabil.Dari segi pemanasan, proses pemanasan memang berlangsung lebih
cepat dibanding percobaan sebelumnya yang apinya lemah.Maka, benar peneliti
menyimpulkan bahwa kegagalan di percobaan sebelumnya terletak di kesalahan
teknis alat yang digunakan. Hipotesis pertama peneliti mengenai penggunaan
kaleng sebagai konduktor panas akan menyebabkan proses pemanasan lebih cepat
35
dibanding beaker glass yang berbahan dasar kaca sebagai isolator panas juga
benar. Ini dikarenakan, pada proses pemanasan menggunakan kaleng dan api yang
stabil berlangsung lebih cepat dibandingkan saat menggunakan beaker glass
dengan api yang stabil dan besar.
Pada percobaan kali ini, kulit petai gosong dikarenakan etanol yang
digunakan habis menguap.Di percobaan kali ini, memang pemanasan mencapai
suhu di atas 820C, yaitu sekitar suhu 900C. Setelah didiamkan beberapa hari,
kristal memang tetap tidak terbentuk. Sementara, uap yangterbentuk juga sangat
sedikit diduga karena kelebihan suhu tadi juga.Tetapi, peneliti menduga bahwa ini
bukan hanya dikarenakan suhu akhir pemanasan yang terlalu tinggi. Peneliti
menduga kegagalan terjadi karena masih ada langkah dari proses pembuatan
kristal (kristalisasi) yang belum diketahui dan belum dilakukan oleh peneliti.
Untuk itu, peneliti memutuskan untuk terlebih dahulu mencari referensi
cara melakukan kristalisasi zat padat lainnya. Salah satu sumber menggunakan
plastik berisi es batu yang diletakkan di atas tutup kaleng. Dengan menggunakan
es ini, uap yang terbentuk di bagian dalam tutup kaleng bisa membeku setelah
didiamkan selama 24 jam dan membentuk kristal. Melihat beberapa sumber lain
yang menggunakan metode ini juga, peneliti memutuskan untuk mencoba
menerapkannya pada proses kristalisasi kulit petai di percobaan selanjutnya.
Selain itu, peneliti mendapat saran untuk melakukan empat cara
penjernihan minyak menggunakan kulit petai. Pertama, menjernihkan minyak
jelantah dengan merendamkan kristal kulit petai pada minyak jelantah. Pada
proses ini, perendaman minyak jelantah tidak dilakukan bersamaan dengan
pemanasan. Maka, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat kristal
dari kulit petai seperti yang direncanakan dari awal. Namun, saat kristal kulit petai
direndam dalam minyak jelantah, minyak jelantah hanya didiamkan tanpa
dipanaskan. Dengan ini, peneliti dapat melihat apakah pemanasan minyak jelantah
dan kristal kulit petai dibutuhkan untuk menjernihkan minyak jelantah.
Kedua, menjernihkan minyak jelantah dengan merendamkan kristal kulit
petai pada minyak jelantah sambil dipanaskan di atas api. Ini adalah apa yang
peneliti rencanakan dari awal, berarti, proses pertama yang perlu dilakukan adalah
36
membuat kristal. Setelah kristal berhasil terbuat, kristal akan direndamkan ke
minyak yang sedang dipanaskan. Secara teoritis, cara ini seharusnya berhasil
membuat minyak lebih jernih, bahkan kandungan gizinya pun dapat terperbaiki.
Ketiga, menjernihkan minyak jelantah dengan langsung merendamkan
potongan kulit petai tanpa adanya proses pemanasan. Jadi, setelah kulit petai
dipotong-potong menjadi kecil, kulit petai langsung direndam pada minyak
jelantah.Lalu, minyak jelantah dan kulit petai dibiarkan selama beberapa menit
tanpa dilakukan pemanasan.Sesudah dirasa cukup, minyak jelantah disaring dari
kulit petai lalu dibandingkan dengan minyak sebelum dijernihkan.Dari percobaan
ini dapat dilihat apakah kulit petai bisa berkhasiat tanpa diolah, khususnya tanpa
melakukan pemanasan sama sekali.
Keempat, menjernihkan minyak jelantah dengan merendamkan potongan
kulit petai pada minyak jelantah yang dipanaskan.Sama seperti percobaan ketiga,
kulit petai dipotong-potong terlebih dahulu.Namun, sebelum direndamkan ke
dalam minyak jelantah, minyak terlebih dahulu dipanaskan.Setelah minyak panas,
kulit petai dimasukkan dan minyak terus dipanaskan selama beberapa waktu.
Lalu, api dipadamkan dan ditunggu sampai minyak tidak lagi panas sebelum
minyak disaring. Selanjutnya, minyak jelantah yang belum dijernihkan dan yang
sudah dijernihkan dibandingkan perbedaannya. Dari percobaan ini dapat dilihat
apakah kulit petai bisa berkhasiat tanpa diolah, dengan dibantu proses pemanasan
minyak jelantah bersamaan dengan kulit petai.
37
4.5 Percobaan Kelima
Percobaan kelima dilakukan pada hari Rabu, 14 Maret 2018 di
laboratorium biologi SMA Santa Angela. Pada percobaan kelima ini, peneliti
mendapat saran untuk merencanakan dan melakukan empat jenis percobaan.
Pertama, menjernihkan minyak jelantah dengan merendamkan kristal kulit petai
pada minyak jelantah. Pada proses ini, perendaman minyak jelantah tidak
dilakukan bersamaan dengan pemanasan. Kedua, menjernihkan minyak jelantah
dengan merendamkan kristal kulit petai pada minyak jelantah sambil dipanaskan
di atas api. Ketiga, menjernihkan minyak jelantah dengan langsung merendamkan
potongan kulit petai tanpa adanya proses pemanasan. Keempat, menjernihkan
minyak jelantah dengan merendamkan potongan kulit petai pada minyak jelantah
yang dipanaskan.Bahan dasar yang digunakan tetap berupa kulit petai Parkia
speciosa dan alkohol berjenis etanol 95%. Alat yang digunakan berupa wadah
tertutup untuk membuat kristal kulit petai dan beaker glass untuk proses
penjernihan minyak jelantah.
4.5.1 Langkah pembuatan kristal kulit petai
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong
kulit petai lalu cuci
bersih
30 gram kulit
petai, pisau,
talenan
Kulit petai
menjadi
potongan
berukuran
kecil
Tuang 200 ml
etanol ke dalam
beaker glass untuk
mengukur volume
etanol
200 ml etanol,
beaker glass
38
Pindahkan etanol
ke kaleng.
Tambahkan kulit
petai. Tutup kaleng
dan masukkan
thermometer.
Potongan kulit
petai, 200 ml
etanol, kaleng
tertutup
Nyalakan
pembakar spiritus,
simpan kaleng di
atas kaki tiga dan
ukur suhu dengan
termometer.
Pembakar
spiritus, kaki
tiga, kasa,
kaleng yang
telah dilubangi,
termometer
Kulit petai
dan etanol
siap untuk
dipanaskan
dan
dikristalisasi
Tunggu sampai
etanol mencapai
suhu 820C.
Gunakan
termometer untuk
mengukur suhu.
Pembakar
spiritus, kaki
tiga, kasa,
kaleng yang
telah
terlubangi,
termometer
Kulit petai
tidak berubah
warna tapi
etanol habis
Padamkan api.
Simpan petai dan
etanol untuk
menunggu
terjadinya
kristalisasi
Kaleng yang
telah
terlubangi dan
berisikan
etanol dan kulit
petai
Muncul
banyak titik-
titik uap di
tutup lubang
bagian dalam
39
Simpan es batu di
atas tutup kaleng
untuk membantu
pengkristalan uap
yang menumpuk di
tutup kaleng
Kaleng yang
telah
terlubangi dan
berisikan
etanol dan kulit
petai, plastik
berisi es batu.
Tidak
terbentuk
kristal
Tabel 4.5.1 Tabel pembuatan kristal kulit petai percobaan kelima
4.5.2 Langkah penjernihan minyak jelantah menggunakan kulit petai tanpa
dipanaskan
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong kulit
petai lalu cuci bersih
15 gram kulit
petai, pisau,
talenan
Kulit petai
menjadi
potongan
berukuran kecil
Timbang potongan
kulit petai
15 gram kulit
petai, timbangan
Ukur minyak jelantah
sebanyak 150 ml di
beaker glass.
Tambahkan kulit petai.
150 ml minyak
jelantah, beaker
glass, 15 gram
kulit petai
Biarkan kulit petai
terendam selama 45
menit
Tidak ada
perubahan pada
minyak jelantah
Tabel 4.5.2 Tabel penjernihan minyak jelantah menggunakan kulit petai tanpa dipanaskan
40
4.5.3 Langkah penjernihan minyak jelantah menggunakan kulit petai dengan
minyak dipanaskan
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong kulit
petai lalu cuci bersih
15 gram kulit
petai, pisau,
talenan
Kulit petai
menjadi
potongan
berukuran
kecil
Ukur minyak jelantah
sebanyak 150 ml di
beaker glass
150 ml minyak
jelantah, beaker
glass
Masukkan potongan
kulit petai ke dalam
minyak jelantah
Pembakar
spiritus, kaki tiga,
kasa, beaker glass
berisi minyak
jelantah, kulit
petai
Biarkan selama 45 menit
sebelum matikan api.
Setelahnya, biarkan petai
tetap terendam di
minyak yang masih
panas sebelum diamati.
Pembakar
spiritus, kaki tiga,
kasa, beaker glass
berisi minyak
jelantah, kulit
petai
Tidak ada
perubahan
pada
minyak
jelantah
Tabel 4.5.3 Tabel penjerihan minyak jelantah menggunakan kulit petai dengan pemanasan minyak
Dari percobaan yang dilakukan di percobaan kelima ini, pembuatan kristal
dari kulit petai akan dibahas pertama kali. Dalam percobaan kali ini, walaupun
sudah menambahkan es batu di atas tutup kaleng tempat pemanasan, uap tetap
41
berwujud cair dan tidak berubah menjadi kristal yang berwujud padat. Setelah 24
jam disimpan bersama dengan es batu di atas tutup kaleng, kristal tetap tidak ada.
Setelah kami analisis, kami menduga bahwa penyimpanan es batu tidak akan
membantu proses kristalisasi. Ini dikarenakan, kristalisasi adalah proses
perubahan antara suatu zat berwujud gas ke suatu zat berwujud padat. Sementara,
prinsip penggunaan es batu adalah merubah zat yang berwujud cair ke zat yang
berwujud padat. Maka, karena konsep dasar yang kurang tepat ini, es batu tidak
membantu pembentukan kristal. Karena kegagalan permbuatan kristal dari kulit
petai ini, percobaan pertama dan kedua terpaksa dibatalkan karena bahan dasarnya
belum dapat dibuat oleh peneliti.
Sementara, percobaan ketiga yaitu menjernihkan minyak jelantah
menggunakan kulit petai tanpa dipanaskan juga tidak membuahkan hasil yang
baik.Tidak ada perubahan apapun dari segi warna, bau, maupun kejernihan.
Peneliti memiliki dua dugaan akan penyebab kegagalan ini. Pertama, ini
dikarenakan khasiat kulit petai tidak dapat dimanfaatkan jika kulit petai tidak
diolah dengan tepat. Maka, senyawa fenolik yang seharusnya bisa mengangkat
racun dan lemak tidak dapat bekerja dengan baik. Kedua, waktu perendaman kulit
petai mungkin saja masih terlalu singkat. Peneliti sendiri belum dapat
menyimpulkan berapa waktu perendaman yang dibutuhkan sehingga ini mungkin
jadi penyebab kegagalan.
Terakhir, percobaan keempat adalah menjernihkan minyak jelantah
menggunakan kulit petai dengan minyak dipanaskan. Menurut hasil pengamatan
peneliti, tidak ada perubahan apapun dari segi bau, warna, dan kejernihan, tetap
sama seperti sebelum dijernihkan. Dugaan peneliti juga sama seperti percobaan
ketiga.Pertama, dikarenakan khasiat kulit petai tidak dapat dimanfaatkan jika kulit
petai tidak diolah dengan tepat. Pemanasan kulit petai dalam minyak dianggap
tidak dapat mengaktifkan kinerja senyawa fenolik yang yang seharusnya bisa
mengangkat racun dan lemak. Pengolahan dengan cara ini dianggap tidak tepat.
Kedua, waktu perendaman kulit petai mungkin masih terlalu singkat.Peneliti
sendiri belum dapat menyimpulkan berapa waktu perendaman yang dibutuhkan
sehingga mungkin menyebabkan kegagalan percobaan ini.
42
4.5.4 Hasil dan pembahasan percobaan kelima
Pada percobaan kelima ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian
berupa lembar observasi beserta angket atau kuisioner dan dibagikan kepada 7
orang responden untuk mengetahui hasil penjernihan minyak yang didapat.
Berikut peneliti sajikan hasil angket mengenai penjernihan minyak jelantah
dengan kulit petai.
a. Hasil observasi
Aspek
Penilaian
Buruk Kurang
baik
Cukup baik Baik Sangat baik
Warna V
Kejernihan V
Bau V
Tidak ada
bau kulit
petai
v
Tabel 4.5.4 Tabel observasi
Berdasarkan hasil observasi, bau kulit petai tidak tercium sehingga aspek
tersebut sudah baik. Dari segi kejernihan, warna, dan bau, masih buruk karena
tidak adanya perubahan antara minyak jelantah sebelum penjenihan dan minyak
jelantah sesudah penjernihan. Dari hasil di atas, masih banyak aspek yang harus
diperbaiki di percobaan selanjutnya karena tujuan penjernihan belum tercapai.
Total skor dari hasil observasi peneliti adalah 7 dari 20 atau 35% saja. Maka,
percobaan tergolong masih kurang berhasil.
b. Hasil kuesioner
No. Indikator
Penilaian
Setuju Kurang
setuju
Tidak
Setuju
1 Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
1 0 6
43
Tabel 4.5.5 Hasil Angket Percobaan 5
Gambar 4.5.1 Diagram batang Hasil Angket
Berdasarkan diagram hasil angket tersebut, terdapat 1 responden setuju
dan 6 responden tidak setujujika terdapat perbedaan antara minyak jelantah
yangtelah dijernihkan dengan minyak jelantah yang belum dijernihkan.
Sementara, dari segi baunya, terdapat 2 responden setuju dan 5 responden tidak
setuju jika masih terdapat perbedaanantara minyak jelantah hasil penjernihan
yang belum dijernihkan
2
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan dari segi bau
2 0 5
3
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan dari segi warna
0 2 5
4 Tidak tercium bau petai pada minyak hasil
penjernihan
5
2 0
5 Minyak hasil penjernihan lebih jernih dari
minyak yang belum dijernihkan
0
3 4
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5
Hasil Angket
setuju
kurang setuju
tidak setuju
44
dengan minyak jelantah yang belum dijernihkan. Untuk penjernihan ketiga, 2
responden kurang setuju dan 5 responden tidak setuju jika masih terdapat
perbedaan antara minyak jelantah hasil penjernihan dengan minyak jelanjtah yang
belum dijernihkan dari segi warna. Kemudian terdapat 5 responden setuju dan 2
responden kurang setuju jika bau petai sudah tidak tercium pada minyak hasil
penjernihan. Dan, pada pernyataan terakhir, terdapat 3 responden kurang setuju
dan 4 responden tidak setuju jika minyak hasil penjernihan lebih jernih dari
minyak yang belum dijernihkan.
Berdasarkan data kuesioner, skor yang didapat untuk hasil penjernihan
minyak jelantah menggunakan kulit petai adalah 58 dari total skor 105 atau 55.2%
dari keseluruhan skor. Maka, percobaan ini tergolong cukup berhasil. Namun,
masih ada banyak sorotan perbaikan yang perlu dilakukan karena aspek terpenting
dari keberhasilan penelitian ini yaitu warna, kejernihan, dan bau hanya mendapat
skor yang rendah, hanya 30 dari 63 yaitu 47.6%.
45
4.6 Percobaan 6
Percobaan keenam dilakukan pada hari Rabu, tanggal 4 April 2018 di
rumah salah seorang peneliti. Pada percobaan keenam ini, peneliti tidak lagi
melakukan pembuatan kristal kulit petai dikarenakan kegagalan yang telah
dilakukan di percobaan sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti mencoba membuat
arang dari kulit petai dan merendamnya di dalam minyak jelantah untuk
melakukan proses penjernihan. Peneliti mencoba mengubah kulit petai menjadi
arang karena pada umumnya arang memang dapat digunakan untuk menjernihkan
minyak jelantah dikarenakan kandungan karbon yang ada didalamnya. Maka,
peneliti juga ingin mencoba apakah arang kulit petai dapat berfungsi seperti arang
yang biasa digunakan. Dalam percobaan keenam ini, peneliti menggunakan
langkah kerja yang baru dan berbeda dengan percobaan yang sebelumnya pernah
dilakukan. Langkah kerja tertera di tabel berikut ini. Pada penelitian ini tetap
digunakan kulit petai Parkia speciosa.
4.6.1 Langkah penjernihan minyak jelantah menggunakan arang dari kulit petai
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Potong-potong
kulit petai sampai
berukuran kecil
lalu cuci bersih
kulit petai,
pisau, talenan
Kulit petai
menjadi
potongan
berukuran
kecil .
Timbang kulit
petai
25 gr kulit petai,
timbangan
Siapkan tempat Kompor /
46
untuk membakar
kulit petai
pembakar,
kawat kasa
Nyalakan kompor,
taruh kulit petai
diatas kawat kasa
yang berada di atas
kompor. Bakar
kulit petai diatas
pembakar (api
kecil)
Kompor, kawat
kasa, kulit petai
Kulit petai
berubah warna
menjadi hitam,
kering, ada
yang berubah
menjadi serbuk
Tunggu sampai
seluruh kulit petai
mulai berubah
warna menjadi
hitam dan menjadi
seperti arang
Kompor/pembak
ar, kawat kasa,
kulit petai
Pindahkan kulit
petai yang telah
berubah menjadi
arang (berubah
warna dan rapuh)
ke dalam mangkuk
Sendok, capitan,
kulit petai yang
telah menjadi
arang, mangkuk
Ulangi langkah di
atas beberapa kali
hingga seluruh
47
kulit petai telah
berubah menjadi
arang
Tumbuk arang
kulit petai hingga
menjadi serbuk-
serbuk halus
Sendok, capitan,
kulit petai yang
telah menjadi
arang, mangkuk
Saring serbuk-
serbuk arang
tersebut.
Aduk-aduk hingga
serbuk arang
tercampur rata di
dalam minyak
Arang kulit
petai,
mangkuk(2),
sendok
Tunggu hingga
arang mengendap
Arang kulit
petai, wadah
minyak jelantah,
saringan
48
Potong-potong
kulit petai sampai
berukuran kecil
lalu cuci bersih
Serbuk arang
kulit petai,
wadah minyak,
sendok
Timbang kulit
petai
Saring minyak
yang telah
direndam
dengan serbuk
arang petai
Minyak yang
telah direndam
dengan arang
kulit petai,
saringan,
wadah
Tabel 4.6.1 Tabel penjernihan minyak menggunakan arang kulit petai
Dari hasil percobaan ini, belum terlihat adanya perubahan signifikan
antara minyak jelantah yang belum dijernihkan dan minyak jelantah yang sudah
dijernihkan baik dari segi bau, warna, dan rasa. Beberapa penyebab kurang
jernihnya minyak hasil penjernihan didukung oleh beberapa faktor. Pertama,
arang dari kulit petai berbeda dengan arang yang biasa digunakan untuk
menjernihkan minyak jelantah. Karena hal ini, mungkin saja jika arang dari kulit
petai tidak dapat menjernihkan minyak jelantah sebaik arang biasa. Kedua,
peneliti kurang mencermati perbandingan antara jumlah minyak jelantah dan
jumlah arang yang dibutuhkan untuk menjernihkan sekian volume minyak.
Dengan begitu, mungkin saja peneliti menggunakan arang kulit petai dalam
jumlah yang tidak sesuai untuk menjernihkan sejumlah minyak jelantah, semisal
karena terlalu sedikit jumlah kulit petainya.
Arang kulit petai dapat membantu menjernihkan minyak jelantah karena
pada dasarnya arang memang dapat digunakan untuk menjernihkan minyak
49
jelantah. Namun, karena arang kulit petai dan arang yang biasa digunakan (arang
kayu) untuk menjernihkan minyak jelantah berbeda. Maka, hasil yang diberikan
pun berbeda. Minyak hasil penjernihan menggunakan arang kulit petai tidak
memberikan efek yang terlalu signifikan. Dalam percobaan yang dilakukan ini
hanya sedikit perubahan yang terjadi yaitu sedikit perubahan warna, dan minyak
menjadi lebih jernih, bersih (tidak ada endapan).
4.6.2 Hasil dan pembahasan percobaan keenam
Pada percobaan keenam ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian
berupa lembar observasi beserta angket atau kuisioner dan dibagikan kepada 8
orang responden untuk mengetahui hasil penjernihan minyak yang didapat.
Berikut peneliti menyajikan hasil angket mengenai penjernihan minyak jelantah
dengan arang kulit petai.
a. Lembar observasi
Aspek
Penilaian
Buruk Kurang
baik
Cukup baik Baik Sangat baik
Warna V
Kejernihan V
Bau V
Tidak ada
bau arang
v
Tidak ada
sisa arang
v
Tabel 4.6.2 Tabel observasi
Berdasarkan tabel hasil observasi, tidak ada sisa arang dalam minyak
jelantah menjadi aspek yang baik dalam percobaan kali ini. Bau arang juga sudah
tidak tercium sehingga tergolong baik. Kejernihan minyak hasil penjernihan juga
mengalami perubahan, walau tidak signifikan, sehingga tergolong cukup baik.
Bau menyengat juga sedikit berkurang pada minyak hasil penjernihan dibanding
minyak sebelum dijernihkan sehingga aspek ini masih tergolong kurang baik.
Sementara, dari aspek warna masih tergolong buruk karena nyaris tidak tampak
50
perubahan. Maka, masih diperlukan perbaikan dari segi warna, kejernihan, dan
bau dari minyak hasil penjernihan. Total skor yang didapat adalah 14 dari
keseluruhan skor 25 adalah 56%, mengalami peningkatan dibanding percobaan
kelima.
b. Hasil kuesioner
Tabel 4.6.3 Tabel Hasil Angket Percobaan 6
No. Indikator
Penilaian
Setuju Kurang
setuju
Tidak
Setuju
1
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan
3 3 2
2
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan dari segi bau
1 2 5
3
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan dari segi warna
2 3 2
4 Tidak tercium bau arang pada minyak hasil
penjernihan
5
3 0
5 Minyak hasil penjernihan lebih jernih dari
minyak yang belum dijernihkan
2 5 1
6 Hasil penjernihan terbebas dari sisa arang
kulit petai
4 4 0
51
Gambar 4.6.1 Diagram Batang Hasil Angket
Berdasarkan diagram tersebut, terdapat 3 responden setuju, 3 responden
kurang setuju, dan 2 orang responden tidak setuju jika terdapat perbedaan antara
minyak jelantah hasil penjernihan dengan minyak jelantah yang belum
dijernihkan. Sementara dari segi bau, terdapat 1 responden setuju, 2 responden
kurang setuju, dan 5 responden tidak setuju jika masih terdapat perbedaan antara
minyak jelantah hasil penjernihan dengan minyak jelantah yang belum
dijernihkan. Untuk pernyataan ketiga, 2 responden setuju, 3 responden kurang
setuju, dan 2 responden tidak setuju jika masih Terdapat perbedaan antara
minyak jelantah hasil penjernihan dengan minyak jelantah yang belum
dijernihkan dari segi warna. Kemudian, terdapat 5 responden setuju dan 3
responden kurang setuju jika bau arang sudah tidak tercium pada minyak hasil
penjernihan. Pada pernyataan ke lima, terdapat 1 responden setuju,5 responden
kurang setuju, dan 1 responden tidak setuju jika minyak hasil penjernihan lebih
jernih dari minyak yang belum dijernihkan. Terakhir, terdapat 4 responden
setuju dan 4 responden kurang setuju jika hasil penjernihan terbebas dari sisa
arang kulit petai.
Total skor yang didapat dari hasil kuesioner adalah 101 dari keseluruhan
skor 144. Ini mencakup 70,1% dari seluruh responden. Hasil percobaan kali ini
sudah mengalami peningkatan dibanding hasil percobaan sebelumnya, namun,
aspek-aspek ini masih belum maksimal. Contohnya, dari segi warna hanya
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
1 2 3 4 5 6
Setuju
Kurang setuju
tidak setuju
HasilAngket
52
mendapat skor 14 dari 24 yaitu 58,3% yang masih di bawah rata-rata skor akhir.
Begitu juga dari segi bau, hanya didapat 10 skor dari 24 skor yaitu 41.66%.
Maka, masih diperlukan peningkatan walaupun penelitian dapat digolongkan
cukup berhasil.
53
4.7 Percobaan 7
Percobaan ketujuh, yang merupakan percobaan terakhir dilakukan pada
tanggal 15 April 2018 di salah satu rumah penelitian. Pada percobaan ini
dilakukan pembuatan arang dari kulit petai yang digunakan untuk menjernihkan
kulit petai sebagai cara alternatif selain dari pembuatan kristal kulit petai.
Percobaan ini dilakukan berdasarkan susunan langkah kerja yang baru. Pada
penelitian ini tetap digunakan kulit petai Parkia speciosa namun dengan keadaan
yang telah membusuk.
4.7.1 Langkah penjernihan minyak jelantah menggunakan arang dari kulit petai
Langkah Alat dan Bahan Hasil Foto
Siapkan kulit petai
yang telah
menghitam
35 gram kulit petai
Taruh kulit petai
diatas tungku
dengan kawat
Kulit petai 35 gram,
kompor, kawat
Padamkan kompor
jika kulit petai
telah mengering
dan menjadi arang,
kemudian
pindahkan kedalam
Kulit petai, kompor,
pencapit, kawat,
piring
54
piring.
Haluskan kulit
petai yang telah
mengering hingga
menjadi serbuk
Arang kulit petai,
piring, sendok
Serbuk arang kulit
petai
Masukan serbuk
arang petai trsebut
kedalam gelas
kecil dan masukan
75 ml minyak
jelantah
kedalamnya
Arang kulit petai,
piring, sendok, gelas
kecil, minyak
jelantah
Diamkan selama
24 jam
gelas kecil, minyak
jelantah
Serbuk arang kulit
petai sebagian
mengendap di dasar
gelas kecil
Saring minyak
jelantah tersebut
dengan kain
gelas kecil, minyak
jelantah, kain
Sisa serbuk arang
berukuran besar
dapat tersaring
dengan baik, namun
endapan halus masih
tersisa cukup
banyak.
Bandingkan hasil
minyak jelantah
yang telah
dijernihkan arang
kulit petai dengan
Kiri: hasil penjernihan
Kanan: bukan hasil
penjernihan
55
yang tidak
dijernihkan dengan
arang kulit petai
Tabel 4.7.1 Tabel penjernihan minyak jelantah menggunakan arang dari kulit petai
Dari hasil percobaan ketujuh, hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda
daripada percobaan sebelumnya. Dari segi warna, tidak dapat dilihat secara
signifikan antara hasil minyak yang telah dijernihkan dengan arang kulit petai
dengan minyak jelantah yang tidak dijernihkn dengan arang kulit petai. Keduanya
memiliki warna yang sama dan tingkat kecerahan yang sama. Berbeda dengan
baunya, kedua minyak jelantah tersebut memiliki bau yang berbeda dimana
minyak yang telah dijernihkan menggunakan arang kulit petai menjadi lebih
dominan bau hasil penggorengan.
4.7.2 Hasil dan Pembahasan Percobaan ketujuh
Pada percobaan ketujuh ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian
berupa lembar observasi beserta angket atau kuisioner dan dibagikan kepada 5
orang responden untuk mengetahui hasil penjernihan minyak yang didapat.
Berikut peneliti sajikan hasil angket mengenai penjernihan minyak jelantah
dengan arang kulit petai.
a. Lembar Observasi
Aspek
Penilaian
Buruk Kurang
baik
Cukup baik Baik Sangat baik
Warna v
Kejernihan v
Bau v
Tidak ada
bau arang
V
Tidak ada
sisa arang
V
Tabel 4.7.2 Hasil Observasi
56
Berdasarkan tabel hasil observasi, tidak ada bau arang dan tidak ada sisa
arang dalam minyak jelantah hasil penjernihan dinilai sebagai aspek yang sudah
baik. Dari segi kejernihan dan bau yang mengalami perubahan walaupun tidak
signifikan tergolong ke dalam kelompok cukup baik, namun masih perlu
ditingkatkan. Namun, dari segi warna masih berada di posisi buruk dan tidak
kunjung berubah. Ini belum berhasil diperbaiki sejak percobaan kelima. Total skor
yang didapatkan adalah 15 dari 25 atau 60%. Walau mengalami peningkatan,
masih banyak aspek yang belum terperbaiki dan peningkatannya pun sangat kecil.
b. Hasil kuesioner
Tabel 4.7.3 Hasil Angket Percobaan 7
No. Indikator
Penilaian
Setuju Kurang
setuju
Tidak
Setuju
1
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan
2 2 1
2
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan dari segi bau
3 1 1
3
Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah
yang belum dijernihkan dari segi warna
1 1 3
4 Tidak tercium bau arang pada minyak hasil
penjernihan
4
1 0
5 Minyak hasil penjernihan lebih jernih dari
minyak yang belum dijernihkan
1 3 1
6 Hasil penjernihan terbebas dari sisa arang
kulit petai
4 1 0
57
Gambar 4.7.1 Diagram batang Hasil Angket
Berdasarkan diagram tersebut, terdapat 2 responden setuju, 2 responden
kurang setuju, dan satu orang responden tidak setuju jika terdapat perbedaan
antara minyak jelantah hasil penjernihan dengan minyak jelantah yang belum
dijernihkan. Sementara, dari segi bau, terdapat 3 responden setuju, 1 responden
kurang setuju, dan 1 responden tidak setuju jika masih terdapat perbedaan antara
minyak jelantah hasil penjernihan dengan minyak jelantah yang belum
dijernihkan. Untuk pernyataan ketiga, 1 responen setuju, 1 responden kurang
setuju, dan 3 responden jika masih Terdapat perbedaan antara minyak jelantah
hasil penjernihan dengan minyak jelantah yang belum dijernihkan dari segi warna.
Kemudian, terdapat 4 responden setuju dan 1 responden kurang setuju jika bau
arang sudah tidak tercium pada minyak hasil penjernihan. Pada pernyataan ke
lima, terdapat 1 responden setuju, 3 responden kurang setuju, dan satu responden
tidak setuju jika Minyak hasil penjernihan lebih jernih dari minyak yang belum
dijernihkan. Dan pada pernyataan terakhir, terdapat 4 responden setuju dan satu
responden kurang setuju jika hasil penjernihan terbebas dari sisa arang kulit petai.
Total skor yang didapatkan adalah 69 dari keseluruhan skor 90 atau
mencapai angka 76,6%. Namun tetap saja, aspek tertentu seperti warna belum
berkembang karena hanya mendapat 8 dari 15 skor yaitu 53.3%. Karena ini,
percobaan ini belum dapat dikatakan berkembang maksimal walaupun sudah
tergolong berhasil, karena peneliti gagal menemukan solusi untuk menyelesaikan
permasalahan bau yang tidak mengalami perubahan signifikan.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1 2 3 4 5 6
HasilAngket
setuju
kurang setuju
tidak setuju
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil percobaan pertama sampai kelima, tampak ada banyak kesulitan
dalam melakukan proses kristalisasi. Peneliti tidak berhasil mengubah kulit petai
menjadi kristal setelah berulang kali percobaan. Padahal, tanpa kristal kulit petai,
penelitian tidak dapat berlanjut. Selain itu, kulit petai yang tidak diolah dan
langsung dipakai untuk menjernihkan minyak juga tidak membuahkan hasil.
Maka, peneliti mencari alternatif lain yaitu mengubah kulit petai menjadi arang
kulit petai untuk menjernihkan minyak jelantah. Setelah diamati dari hasil
percobaan, sayangnya, arang kulit petai belum berhasil menjernihkan minyak
karena beberapa faktor kekurangan arang kulit petai yang dihasilkan.
Jadi, kulit petai dapat digunakan untuk menjernihkan minyak jelantah.
Caranya adalah dengan mengubah kulit petai menjadi arang dengan cara dibakar.
Lalu, arang dari kulit petai inilah yang dimanfaatkan untuk dijadikan penjernih
minyak jelantah. Dari segi kualitas minyak hasil penjernihan, observasi peneliti
dan angket menunjukkan bahwa kualitas minyak hasil penjernihan sudah cukup
baik. Namun, jika dibandingkan dengan minyak baru, kualitas minyak hasil
penjernihan tidak bisa sebagus minyak baru.
Saran dari peneliti bagi peneliti selanjutnya, untuk proses kristalisasi, perlu
dicermati lebih lagi. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan alat yang memang
disusun untuk melakukan kristalisasi atau mencari alternatif cara lain untuk
melakukan kristalisasi. Untuk pembuatan arang, peneliti menyarankan agar
peneliti selanjutnya lebih mencermati perbandingan yang ideal antara jumlah
arang dan volume minyak, waktu perendaman arang, serta lebih memahami
bagaimana kinerja arang dalam menjernihkan minyak jelantah.Bagi masyarakat,
disarankan untuk bisa menerapkan hasil penelitian ini dalam hidup sehari-hari
agar dapat mengoptimalkan sumber daya alam yang kurang temanfaatkan. Namun
sebaiknya percobaan dilakukan dengan hati-hati atau dapat menunggu penelitian
lebih lanjut untuk memastikan tidak ada dampak negatif dari penelitian ini.
59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012).”Kulit Petai Antioksidan Alami” [Online] Tersedia :
http://lifestyle.kompas.com/read/2012/05/14/0413250/kulit.petai.antioksidan.alam
i diakses Selasa, 22 Agustus 2017 pukul 16.13.
Anonim. (2015). “Pengertian Anti Inflamasi” [Online] Tersedia :
http://menurutparaahli.com/tag/pengertian-anti-inflamasi/ diakses Rabu, 13
September 2017 pukul 17.19.
Anonim. (2017). “Mulai Sekarang Kulit Petai Jangan Dibuang! Ini
manfaatnya!”[Online]. Tersedia : https://harus-sehaat.blogspot.com/2017/08/
mulai-sekarang-kulit-petai-jangan-di.htmldiakses Rabu, 23 Agustus 2017 pukul
20.34.
Krisdianto, Daniel, dkk. (2010). “Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Ampas Tebu sebagai Adsorben” [Online]. Tersedia :
http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/viewFile/96/95 diakses Rabu, 27
September 2017 pukul 21.23.
Sarep, Yoga. (2016). “Fenol (Pengertian, Kegunaan, Bentuk, Sifat Kimia
dan Fisika serta Reaksi Kimia yang Terjadi)” [Online]. Tersedia :
http://infodariyoga.blogspot.co.id/2016/02/fenol-pengertiankegunaanbentuksifat.
html diakses Selasa, 19 September 2017 pukul 20.16.
Widiyawati, Yeni. (2014). “Bahaya Minyak Jelantah bagi Kesehatan”
[Online].Tersedia : https://jeniusz.wordpress.com/2014/12/10/bahaya-minyak-
jelantah-bagi-kesehatan/ diakses Rabu, 23 Agustus 2017 pukul 19.47.