bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/26957/1/jiptummpp-gdl-muahammadr... · pesan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Foto merupakan sebuah media yang bisa menyimpan sebuah kenangan
atau memori yang berbentuk sebuah gambar. Selembar foto dapat
menghasilkan sebuah ungkapan suasana yang sesuai dengan keadaan pada saat
pengambilan gambar tersebut. Foto itu selalu abadi daripada sebuah manusia
yang setiap saat tidak ada atau meninggal, tetapi foto itu selalu ada sampai
zaman kapan pun. Aneka foto dapat di aplikasikan untuk berbagai media
seperti kartu ucapan, kenangan maupun sebagainya. Pengambilan foto yang
menentukan sebuah hasil foto yang tersebut keliatan bermakna atau indah.
Foto juga dapat diartikan melalui bahasa foto untuk mengetahui pesan
tertentu. Dan bahasa foto biasanya digunakan fotografer dalam menyampaikan
pesan tertentu dari foto yang diabadikanya. Seorang fotografer haruslah
mengerti dan menguasai bahasa fotografi, dengan begitu para penikmat foto
dapat dengan mudah mendekripsikan sebuah hasil karya seorang fotografer.
Banyak hasil karya yang seorang fotografer yang seolah-olah berbicara kepada
para pemirsanya mengenai objek yang ada dalam foto tersebut tanpa
menggunakan kata-kata/teks dalam foto tersebut.
Foto akan selalu meningkat seiringnya berkembang zaman, baik
sebagai media seni maupun informasi. Sehingga fotografi mempunyai hakekat
“Seni dalam melihat dan seni dalam menyajikan”. Seperti yang diungkap oleh
2
Dr. Phill Atrid dalam bukunya komunikasi dalam teori praktek : telah menjadi
kenyataan bahwa dunia yang seperti disajikan oleh media massa, dinilai
sebagai kenyataan oleh komunikan, kepercayaan itu semakin meningkat
apabila sajian diberikan dalam bentuk yang dapat dilihat. Sehingga tujuan
utama dari sebuah pemotretan adalah adanya komunikasi (Winarno dan
Masrukh, 2002:14).
Foto sekarang bukan hanya berati benda mati yang hanya diam, tapi
foto akan bisa berbicara dengan cara mengingatkan kita dalam suasana pada
saat pengambilan foto. Semua kenangan dapat kita simpan di sebuah foto atau
media lain yang sudah berkembang, seperti hal nya foto jurnalistik. Foto
sebagai elemen karya jurnalistik sudah ada sejak lama dalam sebuah media
massa menyebutnya foto jurnalistik. Sebagai alat komunikasi foto jurnalistik
erat hubungannya dengan informasi yang diramu dengan kejadian, kepekaan,
kecekatan dan intelektualitas sehingga hasil akhirnya merupakan hasil karya
yang komunikatif.
Foto jurnalistik secara garis besar adalah gabungan antara foto dan
kata-kata. Kata-kata di sini merupakan data yang mendukung foto sedangkan
menurut Wilson Hicks, redaktur senior Majalah LIFE (1937-1950) foto
jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan.
Ada beberapa alasan foto menjadi elemen penting dalam kerja jurnalistik.
Salah satunya yaitu, foto menimbulkan sebuah efek imajinatif pada pembaca
dibawa hadir daloam sebuah perististiwa yang diberitakan dan pembaca
merasakan seakan-akan dia sendirilah yang sedang menyaksikan peristiwa
3
yang diberitakan. Tergasnya, efek imajinatif foto dalam sebuah karya
jurnalistik cetak tidak lain adalah membuat sebuah karya jurnalistik menjadi
lebih nyata di hadapan pembaca. Berkenaan dengan itu, foto menjadi bukti
yang semakin meyakinkan pembaca akan kebenaran sebuah peristiwa yang
diberitakan (Alwi, 2008).
Sekilas membahas tentang penghargaan fotografi, banyak sekali
penghargaan-penghargaan di dunia yang bergengsi, salah satunya Pulitzer
Awards. Penghargaan ini adalah penghargaan yang dianggap tertinggi dalam
bidang jurnalisme cetak di Amerika Serikat. Salah satu peraih penghargaan
dari The Pluitzer ini adalah seorang jurnalis dari Sudan yaitu Kevin Carter.
Sedikit cerita bagaimana Kevin Carter bisa mendapat penghargaan ini dari
hasil karya foto jurnalistiknya (Stefan. 2010).
Dalam suatu perjalanan ke Sudan tepatnya di desa bernama Ayod, saat
Kevin bekerja sebagai jurnalis lapangan. Carter melihat seorang anak kecil
kurus kering sedang berjuang keras menuju dapur umum. Di tengah jalan si
gadis kecil itu beristirahat dan tidak lama kemudian seekor burung bangkai
mendarat di belakangnya dan seakan menunggu kematian si gadis kecil itu.
Carter menunggu selama 20 menit untuk menunggu burung bangkai itu
merentangkan sayapnya. Tapi selama Kevin menungu, ternyata burung itu
tidak juga merentangkan sayapnya dan pergi. Akhirnya Carter memutuskan
untuk memotret peristiwa mengerikan itu, lalu mengusir si burung bangkai.
Namun tindakannya itu tetap mengundang kritik karena tidak segera
menolong sang gadis kecil, malah lebih dulu menunggu sekian lama untuk
4
menghasilkan fotonya itu. Setelah mengabadikan peristiwa itu dalam
kameranya, foto itu kemudian dijual ke The New York Times salah satu media
cetak di kota New York Amerika Serikat. Foto Kevin Carter diterbitkan pada
tanggal 26 Maret 1993. Pada ssat malam itu juga ratusan orang menelpon
koran tersebut, menanyakan apakah anak kecil yang ada di foto bertahan
hidup. Hari berikutnya, koran itu menambahkan catatan bahwa si gadis kecil
bertahan hidup dan mampu menghindari burung bangkai namun bagaimana
nasibnya kemudian tidak ada yang tahu. Menanggapi hal itu, ada penulis lain
yang mengatakan bahwa jika burung bangkai mengamati calon korbannya
hingga lemah, maka Carter mengamati dengan cara yang sama dari balik lensa
kameranya (Stefan. 2010).
Terlepas dari salah satu foto fenomena yang diabadikan oleh Kevin
Carter yang kontroversi, foto tersebut memuat informasi tentang peristiwa
yang mungkin tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Sebagai karya
jurnalistik, ini merupakan berita penting untuk masyarakat, sebaliknya dari
sisi kemanusiaan, itu kenyataan yang sangat memperhatinkan. Seperti prinsip
peliput berita pada umumnya bahwa Bad News is The Best News. Tapi di sisi
lain Kevin mempunyai jiwa kemanusiaan yang sangat tinggi, dilihat dari
ceritanya yang kontroversi itu Kevin telah bunuh diri karena dia merasa
bersalah atas tindakannya yang tidak sempat menyelamatkan bocah itu dari
kematian dan lebih mendahulukan mengabadikannya dalam foto.
Dari sekian banyak karya foto jurnalistik karya Kevin Carter, sebagian
besar foto bertemakan tentang kemanusiaan. Dari karyanya yang bertema
5
kemanusiaan banyak masyarakat yang mengagumi karya-karyanya terutama
masyarakat yang menyukai dunia fotografi. Peneliti merupakan salah satu
penggemar karya foto kemanusiaannya.
Dalam dunia foto ada beberapa jenis yaitu foto manusia dan foto
kemanusiaan. Arti foto manusia secara singkat adalah foto yang obyeknya
manusia. Sedangkan foto kemanusiaan dari obyeknya bisa dikatakan sama
dengan foto manusia karena sama-sama berobyekan manusia, disisi lain foto
kemanusiaan tidak hanya dilihat dari obyeknya saja tapi foto kemanusiaan itu
untuk menyampaikan pesan-pesan yang diinginkan sang fotografer. Sebagai
fotografer harus tahu alasan apa yang membuat dia memotret. Di sinilah
dibutuhkan kepekaan melihat sebuah obyek, selain keberuntungan
mendapatkan moment yang bagus. Memotret juga harus menggunakan otak
dan hati. Sebuah obyek atau suasana yang biasa-biasa saja atau monoton, di
tangan seorang fotografer yang memiliki kepekaan dalam melihat obyek di
sekitarnya, hasil fotonya bisa menyampaikan pesan lebih bahkan bisa muncul
suasana lain di dalamnya yang mungkin orang kebanyakan tidak
merasakannya. Oleh karenanya, bagi seorang fotografer yang penting adalah
foto yang dihasilkan bisa bicara dan menginspirasi. Dan akan ada efek yang
luar biasa dari hasil foto apabila fotografer memiliki jiwa kemanusiaan yang
sangat tinggi. Jadi foto kemanusiaan tidak hanya dilihat dari nilai fotonya saja
tapi juga dilihat dari fotografernya.
Pemaparan di atas menjadi alasan peneliti untuk menganalisis tragedi
kemanusiaan dalam foto jurnalisik. Untuk itu, peneliti memilih judul
6
“Representasi Tragedi Kemanusiaan dalam Foto Jurnalistik” dengan
menggunakan analisis semiotik pada karya Kevin Carter.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan fenomena di atas maka dapat ditarik rumusan masalah
yaitu bagaimana representasi tragedi kemanusiaan dalam foto jurnalistik karya
Kevin carter.
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memaknai representasi tragedi
kemanusiaan dalam foto jurnalistik karya Kevin Carter
D. Manfaat penelitian
D.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat memberikan tambahan kajian Ilmu komunikasi
khususnya dibidang fotografi dan untuk memberi pemahaman kepada
mahasiswa tentang pentingnya foto sebagai media informasi dan lebih bisa
mengembangkan analisis komunikasi visual khususnya foto dengan
menggunakan analisis semiotik model Charles Sanders Pierce.
D.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memeberikan signifikansi bagi foto jurnalis
dalam mengintepretasikan foto tragedi kemanusiaan dapat memberikan bukti
7
bahwa melalui sebuah foto kita dapat menyampaikan informasi kepada
masyarakat.
E. Tinjauan Pustaka
E.1 Representasi
Di dalam buku Studying Culture : A practical Introduction (Giles dan
Middelton, 1999 : 56-57), terdapat tiga definisi dari „to represent‟ yaitu : To
stand in for, hal ini dapat dicontohkan dalam kasus bendera suatu Negara,
yang jika dikibarkan dalam suatu event olahraga, maka bendera tersebut
menandakan keberadaan Negara yang bersangkutan dalam event tersebut. To
speak or act on behalf of, contoh kasusnya adalah Paus menjadi orang yang
berbicara dan bertindak atas nama umat Katolik. To re-present, dalam arti ini
misalnya tulisan sejara atau biografi yang dapat menghadirkan kembali
kejadian-kejadian dimasa lalu.
Dalam prakteknya, ketiga makna dari representasi ini dapat saling
tumpang tindih. Oleh karena itu, untuk mendapat pemahaman lebih lanjut
mengenai aoa makna dari representasi dan bagaiman caranya beroperasi dalam
masyarakat budaya.
Representasi kebudayaan dan pemahaman pelatihan-pelatihan
penandaan. Representasi menghubungkan arti dan bahasa pada representasi
budaya yang merupakan bagian penting dalam proses penciptaan arti dan
pertukarannya dalam kelompok kebudayaan (Giles dan Middelton, 1999 : 56-
57).
8
Melalui representasi, suatu makna diproduksi dan dipertukarkan antar
anggota masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa, representasi seara singkat
adalah salah satu cara untuk memproduksi makna. Representasi bekerja
melalui system representasi. Sistem reprsentasi ini terdiri dari dua komponen
penting, yaitu konsep dalam pikiran dan bahasa. Kedua komponen ini saling
berelasi. Konsep dari sesuatu hal yang kita miliki dalam pikiran kita membuat
kita mengetahui makna dari hal tersebut. Namun, makna tidak akan dapat
dikomunikasikan tanpa bahasa. Sebagai contoh kita mengetahui gelas dan
mengetahui maknanya.
Oleh karena itu yang terpenting dalam sistem representasi ini pun
adalah bahwa kelompok yang dapat berproduksi dan bertukar makna dengan
baik adalah kelompok tertentu yang memiliki suatu latar belakang
pengetahuan yang sama sehingga dapat menciptakan pemahaman yang hampir
sama. Berpikir dan merasa menurut Hall juga merupakan sistem representasi.
Sebagai sistem representasi berarti berpikir dan merasa juga berfungsi untuk
memaknai sesuatu. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan hal tersebut,
diperlukan latar belakang pemahaman yang sama terhadap konsep, gambar
dan ide (Giles dan Middelton, 1999 : 56-57).
Pemaknaan terhadap sesuatu dapat sangat berbeda dalam budaya atau
kelompok masyarakat yang berlainan karena pada masing-masing budaya atau
kelompok masyarakat tersebut ada cara-cara tersendiri dalam memaknai
sesuatu. Kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang pemahaman
yang tidak sama terhdap kode-kode budaya tertentu tidak akan dapat
9
memahami makna yang diproduksi oleh kelompok masyarakat lain adalah
suatu kontruksi.
Manusia menkontruksi makna dengan sangat tega sehingga suatu
makna terlihat seolah-olah alamiah dan tidak dapat diubah. Makna dikontruksi
melalui sistem representasi melalui kode. Kode inilah yang membuat
masyarakat yang berbeda dalam suatu kelompok budaya yang sama mengerti
dan menggunakan nama yang sama, yang telah melewati proses konvensi
secara social. Misalnya, ketika kita memikirkan rumah, maka kita
menggunakan kata rumah untuk mengkomunikasikan apa yang ingin kita
ungkapkan kepadaorang lain. Hal ini karena kata rumah merupakan kode yang
telah disepakati dalam masyarakat kita untuk memaknai suatu konsep
mengenai rumah yang ada dipikiran kita dalah tempat berlindung. Kode
dengan demikian, membangun korelasi antara sistem konseptual yang ada
dalam pikiran kita dengan sistem bahas yang kita gunakan (Giles dan
Middelton, 1999 : 58).
Jadi dapat disimpulkan bahwa representasi adalah suatu proses yang
untuk memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran kita melalui
bahasa. Proses produksi makna tersebut dimungkinkan dengan hadirnya
sistem representasi. Namun, proses pemaknaan tersebut tergangtung pada latar
belakang pengetahuan dan pemahaman suatu kelompok sosial terhadap suatu
tanda. Suatu kelompok harus memiliki pengalaman yang sama untuk dapat
memaknai sesuatu dengan cara yang hampir sama (Giles dan Middelton, 1999
: 58).
10
E.2 Pengertian Foto
Fotografi berasal dari bahasa Yunani yang terbentuk dari kata Photos
yang berarti mencatat atau melukis dan Graphos yaitu cahaya. Sehingga
fotografi berarti penggambaran dengan cahaya atau sinar. Fotografi ini telah
lama dikenal sebelum digunakan kamera dan film fotografik yang peka
terhadap cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode
untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam
pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya.
Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera (Winarno dan
Masrukh, 2002: 14).
Setiap foto didasarkan atas dua fakta ilmiah sederhana : pertama
cahaya yang lewat melalui lensa membentuk sebuah bayangan. Kedua, cahaya
akan menggelapkan zat tertentu. Pada fotografi sinar cahaya yang dipantulkan
dari subyek yang di potret melalui suatu lensa munuju kotak rapat-cahaya
(kamera). Sehingga sinar cahaya ini mengenai dan mempengaruhi benda peka
cahaya yang ada pada film, yang ada pada bagian dalam kamera. Dengan cara
ini bayangan direkam pada film, yang peka cahaya. Kemudian bayangan itu
menjadi kelihatan dean dapat diproses dengan bahan kimia tertentu. bayangan
negative, yang dihasilkan kemudian di cetak di kertas yang peka cahaya dan
tampak sebagai bayangan positif atau sebuah foto. Foto identik dengan
aktifitas atau kegiatan yang berkaitan dengan momen-momen yang bisa
menjadikan sebuah foto itu lebih berarti. Dengan foto, suatu kegiatan atau
aktifitas yang dianggap khusus akan lebih berarti jika terdapat sisa-sisa
11
kenangan atau sedikit memori yang dapat mengingatkan kita akan pada suatu
kejadian atau hal menarik yang pernah kita alami sebelumnya (Winarno dan
Masrukh, 2002: 14).
E.3 Foto Sebagai Media Penyampaian Pesan
Pada dasarnya selembar foto adalah media ungkapan berkomunikasi
seorang fotografer kepada pengamat foto tersebut. Sebuah foto adalah
ungkapan bahasa gambar/visual seseorang. Foto tidak hanya indah, namun
juga harus implisit ada pesan di dalamnya. Ada sesuatu yang ingin
disampaikan. Penikmat juga diharapkan menangkap pesan tersebut, dan
merenungi makna yang terkandung. Jika kita mengarahkan kamera ke suatu
obyek tertentu, dalam benak pemotret akan muncul keinginan memperlihatkan
hasil fotonya kepada “seseorang”. Seseorang di sini bisa dirinya sendiri
sebagai penikmat, maupun publik secara luas. Keingian bercerita terkadang
menjadi kebutuhan seseorang. Sehingga pada saat itulah foto menjadi alat
untuk berkomunikasi, sebagai media untuk bercerita. Untuk dapat
mengungkapkan secara baik melalui foto, maka tata bahasa yang digunakan
harus tepat dan sesuai dengan konteksnya. Tata bahasa dalam bahasa visual
fotografi meliputi penerapan teknik, komposisi dan tata cahaya, serta estetika.
Aplikasi yang tepat menyebabkan seorang pengamat akan memahami dan
mengerti (Zahar, 2003: 24).
12
E.4 Jenis Jenis Foto
Materi jenis-jenis foto ini bertujuan untuk memperkenalkan beberapa
jenis foto sebagai referensi lebih jauh lagi dalam memperdalam pengetahuan
dunia fotografi. Jenis-jenis foto disini hanya sebagai pengelompokan secara
garis besar, yang membantu mempermudah kita dalam memahami sebuah
karya fotografi, dan ini bukan sebagai penggolongan yang paten untuk
menghasilkan karya foto (Nugroho, 2006: 56). Dari beberapa jenis foto
peneliti hanya mencantumkan salah satu jenis jenis foto yang relevan saja
dalam penelitian ini.
E.4.1 Foto Manusia
Foto manusia adalah semua foto yang obyek utamanya manusia,
baik anak-anak sampai orang tua, muda maupun tua. Unsur utama dalam
foto ini adalah manusia, yang dapat menawarkan nilai dan daya tarik untuk
divisualisasikan. Foto ini dibagi lagi menjadi beberapa kategori yaitu :
a. Portrait
Portrait adalah foto yang menampilkan ekspresi dan karakter
manusia dalam kesehariannya. Karakter manusia yang berbeda-beda akan
menawarkan image tersendiri dalam membuat foto portrait. Tantangan
dalam membuat foto portrait adalah dapat menangkap ekspresi obyek
(mimic, tatapan, kerut wajah) yang mampu memberikan kesan emosional
dan menciptakan karakter seseorang.
13
b. Human Interest
Human Interest dalam karya fotografi adalah menggambarkan
kehidupan manusia atau interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari
serta ekspresi emosional yang memperlihatkan manusia dengan masalah
kehidupannya, yang mana kesemuanya itu membawa rasa ketertarikan dan
rasa simpati bagi para orang yang menikmati foto tersebut.
c. Stage Photography
Stage Photography adalah semua foto yang menampilkan
aktivitas/gaya hidup manusia yang merupakan bagian dari budaya dan
dunia entertainment untuk dieksploitasi dan menjadi bahan yang menarik
untuk divisualisasikan.
E.5 Nilai Kemanusiaan dalam Foto
Apabila mengiterpretsikan tentang nilai kemanusiaan dalam foto,
disini tidak hanya mendefinisikan tentang foto manusia seperti apa, tapi yang
lebih ditekankan adalah bagaimana fotografer mengabadikan sebuah foto.
Karena dari hasil karya fotografer bisa dilihat bagaimana nilai kemanusiaan
dalam foto dari fotografer tersebut. Bagi fotografer, sebuah karya foto adalah
sarana untuk menyampaikan pesan-pesan yang diinginkannya. Sebagai
fotografer harus tahu alasan apa yang membuat dia memotret. Di sinilah
dibutuhkan kepekaan melihat sebuah obyek, selain keberuntungan
mendapatkan moment yang bagus (Abdi, 2004: 8). Tidak sekedar menenteng
kamera canggih hingga seseorang dikatakan sukses menjadi seorang
14
fotografer. Seorang fotografer yang sukses itu refleksi dari karya-karyanya
yang bisa dinikmati orang banyak karena pesan yang dibawanya lewat sebuah
foto. Disinilah dibutuhkan usaha dan kerja keras agar foto yang dihasilkan
mampu bercerita dan mempengaruhi orang lain. Jika fotografer tahu alasan
memotret maka ia juga akan tahu sudut pemotretan yang akan diambil. Untuk
itu, fotografer harus memperhatikan lingkungan sekitarnya dan terkadang
perlu memotret dengan mencuri-curi.
Memotret juga harus menggunakan otak dan hati. Sebuah obyek atau
suasana yang biasa-biasa saja atau monoton, di tangan seorang fotografer
yang memiliki jiwa seni, hasil fotonya bisa menyampaikan pesan lebih,
bahkan bisa muncul suasana lain di dalamnya yang mungkin orang
kebanyakan tidak merasakannya. Oleh karenanya, bagi seniman fotografi
yang penting adalah foto itu bisa bicara dan menginspirasi (Abdi, 2004: 8).
Dia tidak melihat dari jenis atau merek kamera yang digunakan karena foto
tidak hanya mengandalkan teknik. Sebaliknya, kalau foto yang dihasilkan
hanya sekedar merekam obyek dan suasana ala kadarnya atau hasil fotonya
sama terus, berarti fotografer tersebut adalah perajin foto atau tukang foto,
bukan seniman foto.
Berbagai kreasi ide bisa direalisasikan dengan tidak gagap teknik dan
komposisi sebagai tata bahasa dalam berkomunikasi melalui foto. Kamera
secanggih apapun tidak bisa mencari obyek sendiri. Jadi peran manusia di
belakangnya lebih penting. Tidak perlu takut untuk memotret selama kita
jujur dan di dalamnya ada pengalaman pribadi. Walaupun nantinya ketika
15
ditanyakan pada orang lain pasti akan ada saja masalah di teknik pengambilan
gambar. Namun yang lebih penting hasil foto bisa mengispirasi orang lain,
baik itu berupa keindahan atau rasa tertentu seperti jengkel, gelisah, senang,
sedih.
E.6 Pengertian Foto Jurnalistik
Foto jurnalistik adalah foto yang dihasilkan melalui proses fotografi
dengan maksud untuk menyebarkan informasi, cerita tentang sesuatu peristiwa
dengan menggunakan media massa. Mernurut Oscar Matullah, foto jurnalistik
merupakan gabungan antara foto dan kata-kata. Kata-kata di sini merupakan
data yang mendukung foto tsedangkan menurut Wilson Hicks, foto jurnalistik
adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan (Alwi,
2008: 5).
E.6.1 Karakteristik Foto Jurnalistik
Menurut Frank P.Hoy dalam buku “Photo Journalism The Visual
Approach” (Kobre, 2000: 24) ada delapan karakteristik dalam jurnalistik
yaitu:
1. Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto. Komunikasi berupa
pesan visual dari pandangan fotografer terhadap suatu subjek, tetapi
pesan yang disampaikan bukan merupakan expresi pribadi.
2. Medium foto jurnalistik berupa media cetak wires services, surat kabar
majalah,. Dalam perkembangannya sekarang ini medium foto
16
jurnalistik meluas ke internet, telrevisi dan medium lain di luar
medium cetak.
3. Foto jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita.
4. Foto jurnalistik adalah perpaduan anatara foto dan teks foto.
5. Foto jurnalistik berhubungan dengan manusia. Pewarta foto harus
mempunyai ketertarikan terhadap manusia dan permasalahannya.
6. Foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak, pesan yang
disampaikan harus tepat dan dimengerti diberbagai kalangan.
7. Foto jurnalistik merupakan hasil kerja editor foto. Foto editor yang
baik mempresentasikan foto jurnalistik yang dihasilkan pewarta foto
menjadi lebih efektif dengan mengedit, mengkroping sebelum
dipublikasikan.
8. Tujuan foto jurnalistik adalah menyampaikan informasi kepada public,
sesuai amandemen kebebasan berbicara kebebasan pers.
E.6.2 Jenis Jenis foto Jurnalistik
Berdasarkan bobot berita dan waktu penyiarannya, foto jurnalistik
dibedakan menjadi foto berita dan features (Alwi, 2008: 7).
1. Foto berita
Foto berita mengandung isi berita yang harus segera disiarkan dan
menonjolkan adanya unsur 5W+1H dan jika ditunda penyiarannya maka
berita tersebut menjadi basi.
17
Foto berita ada sembilan macam yaitu spot news, general news,
portrait, people in the news photo, daily life photo, sport photo,science
and technology photo, art and culture photo, social and environment.
Dari sembilan macam foto berita yang ada hanya tiga yang paling relevan
dalam penelitian ini yaitu:
a. Spot News
Spot news adalah foto yang merekam peristiwa yang tidak
direncanakan sebelumnya dan difoto ditempat terjadinya peristiwa
tersebut, sehingga membutuhkan jeda waktu beberapa saat untuk tiba
dalam lokasi kejadian. Hanya fotografer yang beruntung dan jeli yang
bisa mendapatkan foto spot dari awal kejadian. Misalnya seperti
peristiwa kecelakaan, kebakaran, atau bom peledak, bencana alam.
b. People in the News Photo
Foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita. Yang
ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang menjadi berita itu
sendiri. Bisa kelucuannya, nasib, dan sebagainya. Contoh, foto Juned
korban kecelakaan peristiwa tabrakan kereta api di Bintaro, dan
sebagainya.
18
c. Daily Life Photo
Adalah foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari
segi kemanusiawiannya (human interest). Misalnya, foto tentang
pedagang gitar.
2. Foto Features
Foto-foto yang bersifat timeless, informasi yang diberikan tidak
harus actual, dalam artian tidak akan basi meskipun dilihat beberapa
bulan setelah foto itu dibuat. Foto kategori ini bukan didikte oleh
peristiwanya sendiri namun ada tujuan untuk memberi kesan lebih
mendalam tentang sesuatu peristiwa. Biasanya terdiri dari foto-foto yang
mengandung universal emotions (Alwi, 2008: 7).
E.7 Bahasa Foto
Bahasa fotografi adalah tata bahasa yang digunakan fotografi untuk
menyampaikan pesan tertentu. Bahasa fotografi ini bisa dijumpai dalam
komunikasi non verbal sebab salah satu aspek dalam komunikasi non verbal
adalah komunikasi visual yang didalamnya termasuk komunikasi gambar.
Sangat diperlukan peranan bahasa fotografi sehingga orang lain dapat
mengerti karya foto yang dihasilkan. Beberapa hasil foto dari fotografer
ternama seolah bisa berbicara kepada penikmatnya tanpa menggunakan kata-
kata. (Darmawan, 2000: 93). Ada beberapa macam bahasa foto yaitu:
19
1. Bahasa Penampilan
Dalam bahasa penampilan ini terbagi menjadi lima bahasa antara lain:
1.1. Bahasa Ekspresi Muka
Hal ini menggambarkan mimik seorang apakah dalam keadaan sedih,
senang, heran, dan berfikir keras.
1.2. Bahasa Isyarat
Menggambarkan isyarat-isyarat dari tubuh, misalnya mengangkat bahu
merupakan tanda tidak tahu, menggelengkan kepala tanda tidak setuju,
mengangkat dua jari yang menunjukan kemenangan, atau menunjukan kedua
telunjuk yang berarti menunjuk arah.
1.3. Bahasa Penciuman
Misalnya orang yang menutup hidung ketika lewat ditumpukan
sampah, maka menunjukan tempat orang tersebut ada bau yang tidak sedap.
1.4. Bahasa Pendengaran
Misalnya digambarkan orang yang menutup telinga dengan latar
belakang asap mengepul dengan kertas yang berceceran, maka dapat kita
rasakan suara yang keras akibat ada ledakan yang diakibatkan pembakaran
petasan.
20
2. Bahasa Komposisi
Bahasa komposisi meliputi semua aspek atau unsur visual sebuah foto
(Darmawan, 2000: 93). Bahasa komposisi ini terbagi menjadi:
2.1. Bahasa Warna
Warna juga mencerminkan sesuatu. Misalkan warna putih kesucian,
kejelasan, kegembiraan, dan lain-lain. Merah mencerminkan keberanian,
vitalitas, seksualitas, dan kehangatan. Hitam mencerminkan duka cita,
misterius, dan menakutkan.
2.2. Bahasa Tekstur
Tekstur dapat menunjukkan kelembutan, kekerasan, licin, mengkilat,
dan lain-lain. Sering juga tekstur dibuat bertentangan untuk menumpukan
kontras sehingga foto menjadi menarik.
2.3. Bahasa Garis
Garis juga dapat menggambarkan sesuatu. Sebagai contoh, sebuah
benang atau kawat yang kusut menggambarkan pikiran yang kusut. Begitu
pula gambar garis tebal yang mendatar menunjukan kestabilan, dan garis yang
miring menunjukan ketidakstabilan.
2.4. Bahasa Sinar atau Cahaya
Dalam foto, aspek penyinaran atau pencahayaan adalah hal yang
sangat penting. Kita dapat mengutarakan sesuatu dengan pengaturan
21
pencahayaan. Misalnya ingin mengutarakan kesedihan dan ketidakpastian
masa depan. Dapat membuat foto low key (foto yang dominan hitam
dibandingkan putih) atau jika menginginkan foto yang penuh dengan
kegembiraan dan masa depan yang cerah, maka bias membuat foto high key
(foto yang didominasi nada putih daripada hitam). Foto anak-anak biasanya
banyak digambarkan dengan foto-foto high key.
2.5. Bahasa Bentuk
Misalkan bentuk segi empat dan segi tiga menunjukan kestabilan,
piramida terbaik menunjukan sesuatu yang labil. Bentuk bisa menggambarkan
gemuk, kurus, dan sebagainya. Lingkaran atau bulatan menunjukan kesatuan.
3. Bahasa Gerak
Bahasa gerak ini digunakan untuk menyatakan gerak di dalam sebuah
foto (Darmawan, 2000: 94). teknik yang digunakan agar objek kelihatan
bergerak adalah sebagai berikut:
3.1. Panning
Teknik memotret yang dilakukan untuk mendapatkan efek gerak
dengan cara mengikuti objek. Teknik panning ini memperlihatkan sebab
akibat, membangun ketegangan, memberikan perbandingan kepada pemerhati
foto.
22
3.2. Zooming
Teknik pemotretan yang dilakukan dengan cara memutar lensa
bersamaan dngan shutter dial (tombol pelepas rana). Teknik zooming terdiri
dari zoom in dan zoom out. Zoom in menampilkan objek dari dekat, intim,
detail, jelas, dan besar. Sedangkan zoom out membawa efek menjauhi objek
atau melihat objek secara luas atau keseluruhan.
4. Bahasa Konteks
Dengan menempatkan focus of interest dengan latar belakang yang
berbeda, maka suasana yang ada dalam foto tersebut akan berubah pula.
Misalnya seorang pejabat dengan latar belakang buku akan berbeda dengan
dilatar belakangi benda-benda antik (berdasarkan ruang), begitu pula foto di
bawah sinar bulan dengan foto siang hari (berdasarkan waktu).
5. Bahasa Objek
Apabila kita melihat candi Borobudur, maka hal itu akan
menggambarkan Indonesia, beda jika kita melihat Taj Mahal, itu
menggambarkan India atau Monument Nasional (Monas) yang
menggambarkan kota Jakarta.
6. Bahasa Tanda
Tanda-tanda sesuatu mewakili yang hendak dikatakan, misalnya tanda
larangan tidak boleh masuk, tanda larangan berhenti, tanda tidak boleh parker,
dan sebagainya.
23
E.8 Analisis Semiotik
Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda
(Sobur 2009:15). Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini di tengah-tengah manusia dan bersama-
sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah semiologi pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakni hal-hal (things).
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat di campuradukan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna
(meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda
Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas
berurusan dengan simbol, bahasa wacana dan bentuk-bentuk non verbal, teori-
teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan
bagaimana tanda disusun. Secara umum studi tentang tanda merujuk pada
semiotik (Sobur 2009:16).
Istilah semiotik muncul pada abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik
Amerika, Charles Sanders Peirce. Dilihat dari cabang penyelidikannya
Pragmatik adalah suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari
“hubungan tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para
pemakaiannya” pemakaian tanda-tanda. Charles Sanders Peirce, merujuk
24
kepada “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar dari
semiotik adalah konsep tentang tanda: tidak hanya bahasa dan sistem
komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri terkait
dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak
begitu manusia bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Jadi pada
dasarnya semiotik menurut Pierce adalah suatu hubungan di antara tanda,
objek dan, makna (Sobur 2009:13).
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for
something in some respect or capacity” (sesuatu yang mewakili ide seseorang
untuk suatu hal tertentu dalam anggapan atau kapasitas). Sesuatu yang lain itu
dinamakan sebagai interpretan (interpretant) dari tanda yang pertama pada
gilirannya mengacu kepada objek (object). Konsekuensinya, tanda (sign atau
representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni representamen,
object dan interpretant (Budiman, 2011:16).
Atas dasar hubungan ini Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda
adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap panca indera
manusia dan. Tanda dibagi menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign
adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi actual benda
atau peristiwa yang ada pada tanda. Legisign adalah norma yang dikandung
oleh tanda.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon) index
(indeks), dan symbol (symbol). Objek adalah konteks social yang menjadi
25
referensi dari tanda. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan
petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, Ikon
adalah tanda yang hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat
kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kasual atau hubungan sebab akibat atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Tanda dapat pula mengacu ke
denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional
yang bisa disebut juga simbol. Simbol adalah tanda yang menunjukkan
hubungan alamiah antara penanda dan petandanya (Sobur, 2009:41).
Berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas rheme, dicent sign, atau
dicisign dan argument. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep
pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu
makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang
menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent sign, atau dicisign adalah tanda
sesuai kenyataan atau tanda yang memberi informasi tentang sesuatu.
Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul
dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi (Sobur,
2009:42).
26
E.8.1 Proses Semiosis
Proses semiosis merupakan suatu proses yang memadukan entitas
yang disebut sebagai representamen dengan entitas lain yang disebut
sebagai objek. Menurut Pierce Respresentamen merupakan sesuatu yang
menggantikan sesuatu bagi seseorang, yang artinya di dalam benak orang
itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen, atau mungkin suatu tanda
yang lebih berkembang. Tanda yang tercipta itu disebut sebagai
interpretan dari tanda yang pertama. Tanda menggantikan sesuatu, yaitu
objeknya tidak dalam hal, melainkan dalam rujukannya pada sejumput
gagasan, yang kadang disebut sebagai latar dari represetamen. Dengan
demikian, sebuah tanda atau representamen memiliki relasi triadik
langsung dengan interpretan dan objeknya (Budiman, 2011:73).
E.8.2 Struktur Triadik Charles Sanders Pierce
Representamen adalah sesuatu yang bersifat indrawi atau material
yang befungsi sebagai tanda. Kehadirannya membangkitkan interpretant,
yakni suatu tanda lain yang ekuivalen dengannya, di dalam benak
seseorang (interpreter). Dengan kata lain, baik representamen maupun
interpretant pada hakikatnya tidak lain dan tidak bukan adalah tanda, yakni
sesuatu yang menggantikan sesuatu yang lain. Hanya saja, representamen
muncul mendahului interpretant, semantara adanya interpretant
dibangkitkan oleh representamen. Objek yang diacu oleh tanda, adalah
“realitas” atau apa saja yang (dianggap) ada. Artinya, objek tersebut tidak
27
mesti konkret, tidak harus berupa hal yang kasat mata (observable) atau
eksis sebagai realitas empiris, tetapi bisa pula entitas lain yang abstrak,
bahkan imajiner dan fiktif. Relasi diantara representamen, objek, dan
interpretant ini membentuk sebuah struktur triadik (Budiman, 2011:74).
Struktur Triadik
Gambar 1 Struktur Triadik Charles Sanders Pierce
Sumber: Kris Budiman. 2011. Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra Anggota
IKAPI, hlm. 18
Sebuah tanda atau (respresentamen) menurut Pierce adalah
sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam
beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu dinamakan
(interpretant) dari tanda yang pertama pada gilirannya mengacu pada
objek (object). Proses tiga tingkat di antara representamen, objek dan
interpretan yang dikenal sebagai proses semiosis ini niscaya menjadi
objek kajian yang sesungguhnya dari seiap studi semiotika. Jika
interpretant, seperti dikatakan sebelumnya, tiada lain adalah tanda yang
pada gilirannya dapat berposisi sebagai representamen maka pada
Sign atau representamen
(simbol)
Object
(acuan)
Interpretant
(referensi atau pemikiran)
28
dasarnya objek pun demikian. Objek dapat bergeser posisinya menjadi
tanda, menduduki sebagai representamen, di dalam struktur triadik ini
(Budiman, 2011:17).
F. Metode Penelitian
F.1 Pendekatan dan Paradigma
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif dengan
paradigm kritis. Pada ilmu komunikasi khususnya pada kajian media.
Pendekatan kritis pada umumnya selalu melihat dalam konteks yang luas,
tidak hanya pada sebuah level saja namun juga mengeksplorasi level lain
yang ikut berperan dalam sebuah peristiwa. Dalam kajian komunikasi para
ahli kritik umumnya tertarik dengan bagaimana pesan memperkuat
penekanan dalam masyarakat. Meskipun para ahli teori kritik tertarik pada
tindakan sosial, mereka juga fokus pada wacana dan teks-teks yang
mempromosikan ideologi-ideologi tertentu, membentuk dan mempertahankan
kekuatan, meruntuhkan minat-minat kelompok atau kelas tertentu (Littlejohn
& Foss, 2012:69).
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik, pada dasarnya,
analisis semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Semiotika, atau dalam istilah semiologi pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan memakni hal-hal, memaknai berarti
bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dalam hal mana objek-
29
objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur
dari tanda.
F.2 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memudahkan penelitian ini dan menghindari kesulitan penulis
dalam pengumpulan data, maka penulis menggunakan batasan pada foto
kemanusiaan dalam karya foto jurnalistik Kevin Carter. Dalam beberapa
karya yang di Kevin Carter ada empat foto yang akan diteliti yaitu “Sticken
Child Crowling Towards a food Camp”, Begitu Laparnya Sehingga Setiap
Orang Membawa Sesuatu Diendus Oleh Bocah Sudan”, “Kelaparan Lalu
Makan Kotoran Sapi”, “Membasuh Kepala Dengan Air Seni Sapi”.
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah adalah kumpulan foto
kemanusiaan dalam karya foto jurnalistik Kevin Carter, yang salah satunya
sudah memenangkan penghargaan tertinggi dibidang jurnalisme cetak
Amerika yaitu The Pulitzer dan telah menjadi foto yang kontroversi.
F.3 Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan struktur triadik Charles
Sanders Pierce. Konsep semiotik Pierce, digunakan untuk menggambarkan
tragedi kemanusiaan dan menonjolkan aspek tertentu terhadap beberapa foto
yang dianalisis.
30
Peneliti menganalisis setiap foto tragedi kemanusiaan dalam foto
jurnalistik karya Kevin Carter yang salah satunya menjadi foto terbaik di
dunia dan juga menjadi foto jurnalistik yang kontroversi.
Peneliti menerapkan pada struktur triadik oleh Charles Sanders Pierce
dalam menganalisis represenentasi tragedi kemanusiaan dalam karya foto
jurnalistik Kevin Carter.