bab i pendahuluan a. latar...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penurunan kematian maternal dan neonatal merupakan dua dari delapan
kunci Millenium Development Goals (MDGs) (WHO, 2015). Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (2012) menunjukkan Angka Kematian Ibu
(AKI) di Indonesia berada pada angka 359 kematian per 100.000 kelahiran
hidup dan Angka tersebut tentu masih sangat jauh dari target kelima Millenium
Development Goals, yaitu pada 2015 mencapai 102 kematian per 100.000
kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan jumlah kasus
kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebanyak 619 kasus,
mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan jumlah kasus kematian
ibu tahun 2014 yang mencapai 711 kasus. Dengan demikian Angka kematian
ibu (AKI) Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan dari 126,55 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 menjadi 111,16 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Data Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK)
Banyumas menunjukkan jumlah AKI sejak 2010 selalu di angka 30 kasus
lebih. Pada 2010 ada 33 kasus, 2011 (35), 2012 (32), pada 2013 (35), di 2014
(33). Data tersebut meperlihatkan belum tercapainya target MDG’S tahun 2015
di Kabupaten Banyumas, yang mensyaratkan pencapaian AKI sebesar 102 per
100.000 KH.
Goldie et al. (2010) menyatakan bahwa kematian maternal dapat
diturunkan jika masyarakat mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan
yang memadai termasuk terhadap pelayanan emergency obstetric and neonatal
care (EmONC). Oleh karena itu, strategi penyediaan layanan EmONC
merupakan salah satu strategi utama yang direkomendasikan oleh Persatuan
Bangsa-bangsa (PBB) melalui United Nations Populations Fund (UNFPA)
untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi (UN Millenium Project, 2005).
2
Program EmONC telah diadaptasi di Indonesia dengan nama Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) yang telah dimulai
pada tahun 2007. Ketersediaan tenaga kesehatan yang berkompeten, sarana dan
prasarana yang memadai serta ditunjang oleh manajemen yang handal
merupakan komponen utama keberhasilan Rumah Sakit PONEK. Guna
mendukung keterjangkauan pelayanan PONEK untuk masyarakat, Pemerintah
RI pada tahun 2011 meluncurkan program jaminan kesehatan bagi ibu hamil
dan bersalin yaitu jaminan persalinan (Jampersal), kemudian pada tanggal 1
Januari 2014, program tersebut telah terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) untuk melayani jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat
Indonesia dengan pola pembayaran casemix yaitu INA-CBG’s
(Kususmaningtyas, 2014).
Rumah sakit PONEK sebagai tempat rujukan akhir kasus kebidanan
memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan ibu, karena sekitar 5-
15% kasus komplikasi membutuhkan tindakan yang hanya bisa dilakukan di
rumah sakit seperti Sectio Caesarea (SC), Histerektomi, tatalaksana Pre
Eklamsia Berat (PEB) - Eklamsia dan transfusi darah (Kemenkes, 2013). Salah
satu upaya terminasi kehamilan dalam penyelamatan ibu dan janin adalah
dengan melakukan tindakan SC sehingga kematian maternal dan neonatal
dapat dihindari.
PenelitianTaufiqy, et al (2015) menyebutkan analisis data menunjukkan
proporsi SC di RSUD Tugurejo selama tahun 2011 hingga 2015 semakin
meningkat. Pembilangnya merupakan jumlah operasi SC yang dilakukan di RS
PONEK atas indikasi apapun dalam satuan waktu. Penyebutnya adalah jumlah
persalinan hidup dalam satuan waktu yang sama. Standar nilai yang digunakan
adalah 5-15% (WHO, 2009). Proporsi SC yang dihitung tidak hanya dari RS
PONEK yang bersangkutan, tetapi juga di suatu lingkup wilayah tertentu,
misalnya dalam suatu provinsi. Proporsi SC dipilih menjadi indikator tindakan
yang dapat menyelamatkan ibu maupun janinnya, meskipun prosedur operasi
lainnya (seperti histerektomi pada kasus ruptur uterus atau laparotomi dalam
kasus kehamilan ektopik) juga dapat menyelamatkan hidup seorang ibu. Dari
3
semua prosedur yang dilakukan untuk menatalaksana komplikasi obstetri
mayor, SC merupakan salah satu cara yang paling umum dan cukup dapat
dipercaya (WHO, 2009).
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, meningkatknya proporsi SC
berpotensi menimbulkan dampak ketidakcukupan klaim tarif INA-CG’s dalam
pelayanan kegawatdaruratan maternal dengan biaya riil pelayanan Rumah Sakit
sehingga mengakibatkan RS mengalami kerugian (Nadjib, 2013). Salah satu
penyebabnya adalah belum adanya informasi yang akurat berkaitan dengan
Tarif RS. Ambariani (2015) menyebutkan permasalahan sistem informasi
akuntansi dan keuangan masih menjadi isu yang kritis. Hal ini memperlebar
jurang informasi diantara rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Selain
itu, penyebab tarif klaim INA- CBG’s tidak mampu menutup biaya pelayanan
SC di RS adalah disebabkan Tarif SC yang cukup besar dan berbeda-beda di
masing-masing RS.
Kusumaningtyas (2014) menyebutkan perbandingan biaya perawatan di
rumah sakit dengan tarif INA-CBG’s untuk kasus persalinan dengan SC di
RSUD Tugurejo Semarang tahun 2013 adalah sebesar 61% biaya riil rumah
sakit melebihi tarif paket INA-CBGs 3.1 atau dengan total selisih biaya
keseluruhan mencapai Rp 68.774.173 dan 39% biaya riil rumah sakit kurang
dari tarif paket INA-CBGs 3.1. Ambariani et al (2015) melaporkan dari 30
kasus SC di RSUD Bajawa sebagian besar klaim Tarif INA‐CBG’s untuk 30
prosedur SC lebih rendah daripada tarif, kecuali untuk kelas I. Hal ini
mengindikasikan bahwa tarif INA‐CBG’s belum cukup untuk menutup biaya
prosedur SC. Potensi timbulnya kerugian mendorong RS untuk menjalankan
strategi yang mungkin tergolong kecurangan (fraud).
Namun demikian, penerapan strategi kendali mutu dan biaya yang bebas
fraud sangat bergantung pada perilaku masing-masing RS dalam menyikapi
klaim tarif INA-CBG’s. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi
kemampuan rumah sakit dalam mengkoding kode diagnosis dan prosedur di
ICD IX dan ICD X, sistem kendali mutu dan biaya yang diterapkan contohnya
penerapan Clinical Pathway (CP), dan tingkat severity level pada pasien.
4
Supaya dapat mengetahui apakah klaim (reimbursement) dari sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dapat menutup semua biaya pelayanan kesehatan di
rumah sakit, maka perlu diketahui biaya yang dikeluarkan oleh RS secara cepat
dan akurat. Hal ini mendorong seluruh elemen, baik pihak rumah sakit maupun
stakeholder untuk menghitung secara riil berapa biaya pelayanan yang
dibutuhkan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi dan advocacy
dalam besaran pembiayaan pelayanan kesehatan.
RSU Wiradadi Husada merupakan Rumah Sakit Umum dengan Izin
Operasional Kelas C di Kabupaten Banyumas. RSU Wiradadi Husada memiliki
kapasitas 103 Tempat Tidur (TT) dengan indikator Bed Occupancy Rate
(BOR) sebesar 88,6 % pada tahun 2016. RSU Wiradadi Husada memiliki
beberapa pelayanan spesialistik unggulan yang ditunjang dengan sarana dan
prasarana terstandar seperti Pelayanan Maternal-Neonatal Terpadu, Ortopedi
dan Trauma, Saraf dan Pelayanan Spesialistik lainnya.
Ditunjuknya RSU Wiradadi Husada menjadi RS PONEK pada tahun
2017 menjadikan RSU Wiradadi Husada sebagai RS pusat rujukan kegawatan
maternal dan neonatal di area Kabupaten Banyumas memberikan dampak
pelayanan SC RSU Wiradadi Husada secara kuantitas dan kualitas meningkat
secara signifikan. Pada periode Bulan Januari-Maret 2017 jumlah kasus SC 46
kasus lebih besar dari pada periode 3 bulan sebelumnya dengan selisih
pendapatan sebesar Rp 322.425.846,-. Namun hal ini juga berpotensi
meningkatkan Tarif melalui penambahan jumlah dan pengadaan alat kesehatan
sesuai standar PONEK serta peningkatan Length Of Stay (LOS) sedangkan tarif
INA-CBG’s tidak berdasarkan hari rawat inap ataupun besaran Tarif RS
melainkan dari group kemiripan kasus yang di input berdasarkan ICD IX dan
ICD X sehingga berpotensi besar Tarif Klaim INA-CBG’s tidak mencukupi
Tarif RS. Tarif pelayanan SC di RSU Wiradadi Husada terdiri dari biaya
administrasi, biaya kamar, biaya tindakan pelayanan, biaya tenaga kerja
(dokter), biaya penggunaan alat dan biaya overhead RS.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang diperoleh dengan
menganalisa biaya klaim dari sepuluh pasien SC, sebanyak 6 pasien dengan
5
biaya perawatan lebih besar dari tarif INA-CBG’s dan hanya 4 pasien yang
biaya perawatannya dibawah tarif INA-CBG’s. Sejak INA-DRG lisensinya
berakhir pada tanggal 30 September 2010 lalu dan digantikan dengan INA-
CBG’s sampai sekarang belum pernah dilakukan penelitian tentang analisis
kecukupan klaim INA CBG’s BPJS dengan Tarif pasien maternal dan neonatal,
sehingga berdasarkan hasil analisis tersebut pihak rumah sakit dapat
menetapkan strategi kendali mutu dan biaya tanpa melakukan tindakan fraud.
Adanya potensi ketidakcukupan klaim tarif INA-CBG’s dalam pelayanan
SC pada implementasi PONEK di RSU Wiradadi Husada dan adanya
fenomena ketidakcukupan klaim tarif INA-CBG’s yang terjadi pada studi
pendahuluan dan di beberapa RS mewajibkan manajemen RSU Wiradadi
Husada mempersiapkan sistem kendali mutu dan biaya yang lebih baik. Oleh
karena itu peneliti tertarik mengambil tema penelitian tentang Analisis
kecukupan klaim INA CBG’s BPJS dengan Tarif Sectio Caesarea (SC) dengan
implementasi PONEK di RSU Wiradadi Husada.
B. Perumusan Masalah
“Apakah klaim INA CBG’s pada pasien dengan SC di RSU Wiradadi
Husada mencukupi Tarif SC setelah menjadi rumah sakit PONEK?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis kecukupan klaim INA-CBG’s dengan Tarif rumah sakit
pada pasien dengan SC di RSU Wiradadi Husada
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan karakteristik kasus SC
antara tarif INA CBG’s yang cukup terhadap Tarif SC.
b. Untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan karakteristik kasus SC
antara tarif INA CBG’s yang tidak cukup terhadap Tarif SC.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Sebagai wahana peningkatan ilmu pengetahuan Peneliti berkaitan
dengan Tarif INA-CBG’s dalam implementasi PONEK di RSU Wiradadi
Husada.
2. Rumah Sakit
Sebagai acuan manajemen rumah sakit untuk memutuskan kebijakan
terkait pelayanan SC dalam implementasi PONEK yaitu:
a. Menetapkan strategi kendali mutu dan biaya pelayanan SC berdasarkan
penyusunan data informasi Tarif yang akurat.
b. Untuk mendapatkan data dan hasil analisis sebagai acuan penyusunan
clinical pathway section caesarea dalam implementasi PONEK.
c. Untuk mengidentifikasi komponen Tarif SC dalam implementasi
PONEK RSU Wiradadi Husada.
3. BPJS
Sebagai bahan masukan ke BPJS dalam penyusunan tarif klaim INA
CBG’s.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini menelaah tentang kecukupan klaim tarif INA-CBG’s
dengan Tarif rumah sakit pada pasien maternal dan neonatal. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan tentang analisis klaim INA-CBG’s diuraikan
dalam Tabel berikut ini:
Tabel 1. Penelitian-Penelitian yang serupa tentang tarif Klaim INA-CBG’s
No Peneliti Judul Perbedaan Hasil Penelitian
1 Maharani
(2012)
Persiapan Rumah
Sakit Swasta
dalam
menerapkan
Tarif Pelayanan
Jaminan
1. Sampel penelitian
2. Tempat dan
waktu penelitian
3. Objek penelitian
4. Jenis penelitian
tarif INA-CBG’s
lebih rendah
daripada tarif dan
tarif, baik untuk
persalinan
normal maupun
7
Persalinan: Studi
Kasus
di Rumah Sakit
Khusus Ibu dan
Anak di Kota
Madya Malang
dengan SC di
RSIAM. Tarif dan
tarif kelas
III untuk persalinan
normal di RSIAM
adalah sebesar
Rp1.633.704,00 dan
Rp2.070.275,00
secara berturutan,
lebih
tinggi daripada tarif
INA-CBG’s sebesar
Rp1.487.770,00.
Demikian pula tarif
INA-CBG’s untuk
SC (Rp
2.712.943,00) lebih
rendah daripada
Tarif dan tarif untuk
kelas III (yaitu Rp
4.782.072,00 dan
Rp5.110.500,00).
Hasil FGD RSIAM
masih mampu
melayani pasien
persalinan normal
dengan tarif INA-
CBG’s dengan
beberapa kebijakan
dan
penyesuaian
8
pelayanan, akan
tetapi mengalami
kendala dalam
melayani pasien
persalinan dengan
SC.
2 Kusuman
ingtyas
Analisa
Perbedaan Biaya
Riil Rumah Sakit
dengan Tarif Ina-
CBG’S
3.1 untuk Kasus
Persalinan
Dengan Sectio
Caesaria pada
Pasien
Jamkesmas di
RSUD Tugurejo
Semarang
Triwulan I Tahun
2013
1. Sampel penelitian
2. Tempat dan
waktu penelitian
Perbandingan biaya
perawatan di rumah
sakit dengan tarif
INA-CBG’s untuk
kasus persalinan
dengan Sectio
Caesaria di RSUD
Tugurejo Semarang
tahun
2013 adalah sebesar
61% biaya riil
rumah sakit
melebihi tarif paket
INA-CBGs
3.1 atau dengan
total selisih biaya
keseluruhan
mencapai
Rp68.774.173 dan
39% biaya riil
rumah sakit kurang
dari tarif paket INA-
CBGs 3.1 atau
dengan
total keuntungan
9
sebesar
Rp9.605.291.
Sehingga hasil akhir
penghitungan
selisih biaya
kerugian yang
didapatkan adalah
senilai Rp
59.168.882.
3 Ambaria
ni, dkk
Kajian Penentuan
Besaran tarif,
Penyerapan
Klaim INA‐
CBG’s, dan
Kebijakan
Pemanfaatan
Dana Sisa dalam
Monitoring
Penyelenggaraan
Program JKN di
Provinsi Nusa
Tenggara Timur
1. Jenis penelitian,
2. Sampel
penelitian,
3. tempat penelitian
4. Teknik analisa
data
Besaran Tarif
berdasarkan
tindakan aktual di
RS Bajawa lebih
besar dibandingkan
dengan Rumah
Sakit Umbu Rara
Meha. (2) Tarif
INA‐CBG’s
prosedur Sectio
caesaria lebih
rendah daripada
Tarif , kecuali untuk
kelas I di RS
Bajawa. Hal ini
mengindikasikan
bahwa tarif INA‐
CBG’s tidak cukup
untuk menutup
biaya prosedur
Sectio caesaria,
10
berbeda hal dengan
tarif INA‐CBG’s
prosedur malaria
yang lebih tinggi
daripada Tarif yang
mengindikasikan
tarif INA‐CBG’s
dapat menutup
biaya prosedur
malaria; (3) Selama
tahun 2014,
pemanfaatan klaim
INA‐CBG’s
mencapai Rp 7,68
miliar (RSUD
Bajawa) dan Rp
14,37 miliar (RSUD
Umbu Rara Meha).
Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu:
1. Penelitian pertama yaitu penelitian Maharani (2012), yang berjudul
Persiapan Rumah Sakit Swasta dalam Menerapkan Tarif Pelayanan Jaminan
Persalinan: Studi Kasus di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak di Kota
Madia Malang. Perbedaan penelitian ini adalah populasi dalam penelitian
adalah seluruh jenis persalinan yang dilayani, variabel penelitian yaitu tarif,
tarif pelayanan, dan tarif INA CBGs. Selain itu, perbedaan lainnya adalah
karakteristik tempat penelitian bukan sebagai RS PONEK dan waktu
penelitian.
2. Penelitian kedua adalah penelitian Kusumaningtyas (2013), tentang Analisa
Perbedaan Biaya Riil Rumah Sakit dengan Tarif Ina-CBG’S
3.1 untuk Kasus Persalinan dengan Sectio Caesaria pada Pasien
11
Jamkesmas di RSUD Tugurejo Semarang Triwulan I Tahun 2013.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan instrumen tarif SC INA
CBGs 3.1 tahun 2010, jumlah sampel penelitian, tempat dan waktu
penelitian.
3. Penelitian ketiga adalah penelitian Ambariani (2015), tentang Kajian
Penentuan Besaran tarif, Penyerapan Klaim INA‐CBG’s, dan Kebijakan
Pemanfaatan Dana Sisa dalam Monitoring Penyelenggaraan Program JKN
di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perbedaan dengan penelitian ini adalah
tujuan penelitian untuk melakukan kajian penentuan besaran tarif,
penyerapan klaim INA‐CBG’s. Selain itu perbedaan lainnya adalah jenis
penelitian merupakan observasional dengan rancangan crossectional.
Sampel penelitian berupa Sectio caesaria dan malaria, cara pengumpulan
data melalui wawancara, tempat dan waktu penelitian.