bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27309/4/chapter...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia,
karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi
juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan
dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu
menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan dengan kedah-kaedah agama. Semua
agama umumnya mempunyai hukum perkawinan yang tekstular.
Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat ternyata
tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan
yang lainnya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai
mahluk sosial yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya.
Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani.
Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang telah
mencapai usia tertentu maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia
ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama dengan orang
lain yang bisa dijadikan curahan hati, penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan
duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan
suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazimnya disebut
sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan pada hakekatnya adalah merupakan
Universitas Sumatera Utara
2
ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk
suatu keluarga yang kekal dan bahagia.
Pengertian perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan
manusia dikarenakan :
1. Dalam suatu perkawinan yang sah selanjutnya akan menghalalkan hubungan
atau pergaulan hidup manusia sebagai suami istri. Hal itu adalah sesuai
dengan kedudukan manusia sebagai mahluk yang memiliki derajat dan
kehormatan.
2. Adanya amanah dari Tuhan mengenai anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak
yang telah dilahirkan hendaknya dijaga dan dirawat agar sehat jasmani dan
rohani demi kelangsungan hidup keluarga secara baik-baik dan terus
menerus.
3. Terbentuknya hubungan rumah tangga yang tentram dan damai. Dalam suatu
rumah tangga yang tentram, damai dan diliputi rasa kasih sayang, selanjutnya
akan menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur.
4. Perkawinan merupakan suatu bentuk perbuatan ibadah. Perkawinan
merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera
melaksanakannya, karena dengan perkawinan dapat mengurangi perbuatan
maksiat dan memelihara diri dari perzinahan.
Universitas Sumatera Utara
3
Perkawinan membutuhkan perekat yang berfungsi untuk menyatukan dua
insan. Kalau perekatnya banyak, perkawinan akan menjadi semakin kokoh dan
tidak mudah digoyahkan dalam berbagai masalah. Sebaliknya, kalau perekatnya
cuma sedikit, perkawinan akan mudah sekali berakhir, hanya menunggu waktu
saja. Kehadiran anak merupakan pengikat yang paling mendasar dalam
perkawinan. Jika sudah ada anak, selayaknyalah sepasang suami istri berusaha
mempertahankan perkawinan karena anak adalah tanggung jawab mereka.
Akibat hukum dari adanya suatu ikatan perkawinan tersebut yaitu akan
timbul hak dan kewajiban tertentu antara satu dengan yang lain, yaitu antara
suami istri dan antara mereka bersama dengan masyarakat. Perkawinan bagi
manusia bukan hanya sekedar hubungan antara jenis kelamin yang berbeda
sebagaimana makhluk lainnya, tetapi perkawinan bertujuan untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal, serta menyangkut kehormatan keluarga dan
kerabat dalam pergaulan masyarakat. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan
laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia
sebagai makhluk yang berkehormatan. Demikian pula anak keturunan dari hasil
perkawinan yang sah akan menghiasi kehidupan keluarga dan merupakan
kelangsungan hidup manusia secara baik dan terhormat.
Dalam kemajuan teknologi yang pesat dan semakin canggih seperti saat
ini, maka komunikasi semakin mudah untuk dilakukan. Hal ini sangat besar
pengaruhnya terhadap hubungan internasional yang melintasi wilayah antar
negara. Bagi Indonesia, sejak dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat
Universitas Sumatera Utara
4
setelah beberapa abad menjadi jajahan bangsa asing. Dengan kemerdekaannya itu
maka bangsa Indonesia mulai ikut serta secara langsung dalam pergaulan bersama
diantara bangsa-bangsa merdeka di dunia ini. Seperti adanya organisasi ASEAN
serta organisasi internasional PBB yang bisa mempererat hubungan antar bangsa
atau antar warga negara. Keterbukaan Indonesia dalam aktifitas dan pergaulan
internasional membawa dampak tertentu pada hubungan manusia dalam bidang
kekeluargaan, khususnya perkawinan. Selain itu, manusia mempunyai rasa cinta
yang universal, tidak mengenal perbedaan warna kulit, agama, golongan maupun
bangsa, sehingga bukanlah hal yang mustahil bila terjadi perkawinan antar
manusia yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda yaitu antara warga
negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA). Perkawinan ini di
Indonesia dikenal dengan istilah perkawinan campuran.
Pengertian Perkawinan campuran didefinisikan dalam Pasal 57 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan :
”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.” Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok tanah air dan kelas
masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi telah
menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat
kaya dan orang Indonesia1
1 Nuning Hallet, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, http://www.mixedcouple.com, diakses 12 August 2006.
. Menurut survei yang dilakukan oleh Mixed couple
Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan
Universitas Sumatera Utara
5
menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman
kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah dan sahabat
pena. Perkawinan campuran juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan
tenaga kerja dari negara lain2
Pemerintah dan DPR pada akhirnya telah menyepakati bersama
Rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang
saat ini telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dimuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4634, serta diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006.
Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 yang
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik
Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 secara substansi jauh lebih
maju dan demokratis dari pada Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, karena
dalam pembentukan undang-undang tersebut telah mengakomodasi berbagai
pemikiran yang mengarah kepada pemberian perlindungan warga negaranya
dengan memperhatikan kesetaraan gender, tapi yang tidak kalah penting adalah
pemberian perlindungan terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran antara
warga negara Indonesia dengan warga negara asing.
. Dengan banyak terjadinya perkawinan campuran di
Indonesia, sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini
diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di Indonesia.
Berkaitan dengan status dan kedudukan hukum anak dari hasil perkawinan
2 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
6
campuran, mengingat dengan diberlakukannya Undang-undang No.12 tahun 2006
tentu saja membawa konsekuensi-konsekuansi yang berbeda dengan Undang-
Undang yang terdahulu, di mana seorang anak sudah terlanjur dilahirkan dari
suatu perkawinan campuran3
.
Ilustrasi4
Tayangan Kick Andy di Metro TV pada hari Jumat, 24 Agustus 2007 terasa
sangat menarik karena membahas tentang perkawinan campuran antara
perempuan Indonesia dengan pria asing. Tayangan ini penulis rasa dapat membuat
masyarakat peka terhadap isu-isu perkawinan campuran.
:
Dalam tayangan itu memang lebih kental dengan kisah perkawinan
campuran yang bermasalah. Penonton pasti sangat salut dengan perjuangan dua
perempuan Indonesia yang menikah dengan pria AS, yang menjadi nara sumber di
acara tersebut. Marcelina dan Yuni mungkin hanya contoh kecil dari banyaknya
perkawinan campuran yang tidak sukses.
Marcelina misalnya, karena perkawinannya yang bermasalah, terpaksa
menyelundupkan dua buah hatinya ke Indonesia agar tetap bisa mengasuh mereka.
Sementara Yuni, masih berjuang di pengadilan AS untuk mendapatkan hak asuh
anak laki-lakinya bernama Thomas yang saat ini pengasuhannya diambil alih oleh
pemerintah AS. Karena ayah Thomas yang warga negara AS, diduga melakukan
penyiksaan dan pengabaian terhadap anak.
Dari cerita kedua ibu itu, penonton bisa merasakan bagaimana beratnya 3 Suwarningsih, Kawin campur Menyebabkan Berubahnya Undang-Undang Tentang Kewarganegaraan RI. www.baliprov.go.id. 20 Februari 2008 (diakses pada tanggal 27 Oktober 2008) 4 www.kickandy.com, diakses 1 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
7
perjuangan mereka dan susahnya berurusan dengan hukum suatu negara akibat
perkawinan campuran yang bermasalah. Kebanyakan yang jadi persoalan adalah
masalah anak-anak terkait dengan status kewarganegaraan mereka. Meski
sekarang para mixed-couple (pasangan perkawinan campuran) sudah bisa
bernapas lega karena lewat undang-undang baru di Indonesia, anak-anak dari hasil
perkawinan campuran bisa mendapatkan status dwi kewarganegaraan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
memaparkan skripsi yang berjudul : “TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN
ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-
UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN
(STUDI KASUS : YUNI VS LARRY)”
B. Permasalahan
Berdasarkan atas uraian-uraian tersebut pada latar belakang maka penulis
mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas serta dianalisa dengan
bertitik tolak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori, pendapat
para sarjana, serta azas-azas hukum guna melengkapi pembahasan secara lengkap
dan menyeluruh.
Perumusan masalah ini penulis angkat karena hal-hal ini merupakan
kendala-kendala yang biasanya sering dihadapi para pasangan yang melakukan
perkawinan campuran serta anak-anak hasil dari dari perkawinan campuran
tersebut.
Adapun permasalahan yang penulis angkat di dalam skripsi ini
Universitas Sumatera Utara
8
berhubungan dengan kasus Yuni Vs Larry adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran
setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran
(kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua orang tuanya
setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan ?
3. Bagaimanakah cara pendaftaran kewarganegaraan Indonesia bagi anak dengan
kewarganegaraan ganda ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Didalam penulisan skripsi ini penulis mempunyai beberapa tujuan pokok
yang akan dicapai di dalam pembahasan skripsi ini. Adapun tujuan penulisan
skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran
setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran
(kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua orang tuanya
setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan.
Universitas Sumatera Utara
9
3. Untuk mengetahui cara pendaftaran kewarganegaraan Indonesia bagi anak
dengan kewarganegaraan ganda.
Sedangkan manfaat yang penulis harapkan dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum keperdataan pada
umumnya dan dalam hal terjadinya perkawinan campuran perbedaan
kewarganegaraan pada khususnya.
2. Secara praktis, penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan
masukan terhadap masalah-masalah yang sering timbul dan dihadapi oleh
pasangan suami istri serta anak-anaknya dalam perkawinan campuran setelah
diundangkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan.
D. Keaslian Penelitian
Judul yang diambil dalam penulisan skripsi ini yaitu Tinjauan Yuridis
Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Campuran Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus : Yuni Vs Larry),
belum pernah ditulis dan belum pernah ada pembahasan sebelumnya.
Hal ini didasarkan pada penulusuran yang dilakukan pada perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
10
Akan tetapi ada hasil penelitian terdahulu yang bahasannya hampir sama,
yaitu : Skripsi yang disusun oleh Edwina I. H. Ginting, dengan judul “Status
Kewarganegaraan Anak Dari Pasangan Perkawinan Campuran (Studi Tentang
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006)”, Program Reguler Fakultas Hukum USU
tahun 2004.
E. Tinjauan Pustaka
Permasalahan perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Dalam undang-undang ini telah ditentukan
pengertian perkawinan yang terdapat pada pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 yaitu :
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”. Selain itu di dalam undang-undang ini telah ditentukan pula prinsip-prinsip
atau asas-asas mengenai perkawinan dan segala yang berhubungan dengan
perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Asas-asas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam undang-undang ini adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan materiil.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Sahnya Perkawinan.
Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan
tersebut dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama
halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
yaitu kelahiran dan kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu
akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
3. Asas Monogami
Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki
oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan
mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun
demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal
itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan
apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
4. Usia Perkawinan
Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami istri itu harus
telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian serta
mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya
perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur.
Universitas Sumatera Utara
12
5. Mempersukar Terjadinya Perceraian
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal
dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar
terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan
tertentu serta harus dilakukan di depan sidang pengadilan.
6. Hak dan Kedudukan Istri
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat,
sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan
diputuskan bersama oleh suami istri.
7. Jaminan Kepastian Hukum
Untuk menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala
sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-
undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah.
Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal undang-undang ini tidak mengatur,
dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada.
Keadaan hukum perkawinan di Indonesia beragam coraknya. Bagi setiap
golongan penduduk berlaku hukum perkawinan yang berbeda dengan golongan
penduduk yang lainnya. Keadaan ini telah menimbulkan permasalahan hukum
antar golongan di bidang perkawinan, yaitu peraturan hukum manakah yang akan
diberlakukan terhadap perkawinan antara dua orang yang berbeda
kewarganegaraan.
Untuk memecahkan masalah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda
Universitas Sumatera Utara
13
mengeluarkan peraturan tentang perkawinan campuran yakni Regeling op de
Gemengde Huwelijken (Stb. No. 158 Tahun 1898).
Menurut Pasal 1 GHR, perkawinan campuran adalah perkawinan antara
”orang-orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan”.
Pasal 1 di atas memberikan penekanan pada verschillend rech
onderwopen, yaitu yang takluk pada hukum berlainan. Seperti disebutkan di atas,
warisan stelsel hukum kolonial mengakibatkan pluralisme hukum yang berlaku di
Indonesia, antara lain suku bangsa, golongan, penganut-penganut agama, berlaku
hukum yang berlainan terutama di lapangan hukum perdata. Adapun yang menjadi
pertimbangan pluralisme tersebut bukan karena diskriminatif tetapi justru untuk
dapat memenuhi kebutuhan hukum dari semua golongan yang bersangkutan,
terutama yang, menyangkut hukum perkawinan. Karena faktor perbedaan agama
dan kepercayaan masing-masing pihak, tidak mungkin mengadakan hukum yang
seragam.
Pasal 2 GHR menyebutkan dengan tegas mengenai status seorang
perempuan dalam perkawinan campuran, yaitu selama pernikahan belum putus,
seorang istri tunduk kepada hukum yang berlaku bagi suaminya baik di lapangan
hukum publik maupun hukum sipil. Pasal 10 GHR mengatur tentang perkawinan
campuran di luar negeri, di antaranya mengatur perkawinan campuran antar
bangsa atau antar negara, antara lain yang memiliki kewarganegaraan yang
berbeda.
Sementara itu, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
memberikan definisi yang sedikit berbeda dengan definisi di atas. Adapun
Universitas Sumatera Utara
14
pengertian perkawinan campuran yang diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang
Perkawinan adalah :
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 57 membatasi makna perkawinan campuran pada perkawinan antara
seorang warga negara RI dengan seorang yang bukan warga negara RI, sehingga
padanya termasuk perkawinan antara sesama warga negara RI yang berbeda
hukum dan antara sesama bukan warga negara RI.
Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo memberikan pengertian
perkawinan internasional sebagai berikut5
Perkawinan Internasional adalah suatu perkawinan yang mengandung unsur using. Unsur using tersebut bisa berupa seorang mempelai mempunyai kewarganegaraan yang berbeda dengan mempelai lainnya, atau kedua mempelai sama kewarganegaraannya tetapi perkawinannya dilangsungkan di negara lain atau gabungan kedua-duanya.
:
Perbedaan hukum yang ada telah menyebabkan beberapa macam
perkawinan campuran, yaitu6
5 Purnadi Purbacaraka, Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata International Suatu Orientasi, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997, Halaman 36.
:
6 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta, Prestasi Pustaka Publiser, 2006, Halaman 242.
Universitas Sumatera Utara
15
1. Perkawinan Campuran Antar Golongan (Intergentiel)
Menerangkan hukum mana atau hukum apa yang berlaku, kalau timbul
perkawinan antara 2 orang, yang masing-masing sama atau berbeda
kewarganegaraannya, yang tunduk kepada peraturan hukum yang berlainan.
Misalnya WNI asal Eropa kawin dengan orang Indonesia asli.
2. Perkawinan Campuran Antar Tempat (Interlocal)
Mengatur hubungan hukum (perkawinan) antara orang-orang Indonesia asli
dari masing-masing lingkungan adat. Misalnya, orang Minang kawin dengan
orang Jawa.
3. Perkawinan Campuran Antar Agama (Interreligius)
Mengatur hubungan hukum (perkawinan) antara 2 orang yang masing-masing
tunduk kepada peraturan hukum agama yang berlainan. Misalnya orang Islam
dengan orang Kristen.
Berkaitan dengan status sang istri dalam perkawinan campuran, terdapat
asas, yaitu7
1. Asas Mengikuti
:
Sang istri mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan
maupun kemudian setelah perkawinan berjalan.
2. Asas Persamarataan
Perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan seseorang,
dalam arti mereka masing-masing (suami dan istri) bebas menentukan sikap
dalam menentukan kewarganegaraan.
7 Ibid, hal. 244
Universitas Sumatera Utara
16
Definisi anak dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah :
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai
subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa
anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada
kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup8
Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap
bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan
atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.
Berdasarkan pasal 1330 KUHP, mereka yang digolongkan tidak cakap adalah
mereka yang belum dewasa, wanita bersuami dan mereka yang dibawah
pengampuan.
.
Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang
tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena
belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan
hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa
ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua
yurisdiksi hukum yang berbeda.
Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti
8 Sri Susilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata : Suatu Pengantar, Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005, hal.21.
Universitas Sumatera Utara
17
kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru
anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan
kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi
hukum.
Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-
kadang hubungan satu-satunya antara seorang individu dan suatu negara yang
menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu itu pada
hukum internasional. Kewarganegaraan dapat sebagai simbol keanggotaan
kolektivitas individu-individu di mana tindakan, keputusan dan kebijakan mereka
diakui melalui konsep hukum negara yang mewakili individu- individu itu9
Kewarganegaraan menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
Kewarganegaraan Nomor 12 tahun 2006 adalah :
.
Segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
Hak atas kewarganegaraan sangat penting artinya karena merupakan
bentuk pengakuan asasi suatu negara terhadap warga negaranya. Adanya status
kewarganegaraan ini akan memberikan kedudukan khusus bagi seorang warga
negara terhadap negaranya di mana mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat
timbal balik dengan negaranya. Indonesia telah memberikan perlindungan hak
anak atas kewarganegaraan yang dicantumkan dalam Pasal 5 Undang- Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana disebutkan bahwa setiap
anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Dengan adanya hak atas kewarganegaraan anak maka negara mempunyai
9 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesembilan, Jakarta, Aksara Persada, 1989, Halaman 125.
Universitas Sumatera Utara
18
kewajiban untuk melindungi anak sebagai warga negaranya dan juga
berkewajiban untuk menjamin pendidikan dan perlindungan hak-hak anak lainnya
F. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
penelitian deskriptif analitis, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan
nyata, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif10
Penelitian deskriptif dilakukan dengan cara melukiskan keadaan yang
menjadi obyek persoalannya dan bertujuan memberikan gambaran mengenai hal
yang menjadi pokok permasalahannya, dalam hal ini tentang status dan
kedudukan anak. Sehingga dapat dianalisis dan akhirnya dapat diambil
kesimpulan yang bersifat umum. Penulis menggunakan peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan perkawinan dan kewarganegaraan.
.
2. Metode Pendekatan
Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai “suatu upaya pencarian” dan
tidak hanya merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap sesuatu obyek
yang terlihat kasat mata11
Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan
hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu
keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab
.
10 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), halaman 116 11 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Halaman 27-28.
Universitas Sumatera Utara
19
akibatnya, atau kecenderungan yang timbul, oleh karena itu, menurut H.L.
Manheim, bahwa suatu penelitian pada dasarnya usaha secara hati-hati dan cermat
menyelidiki berdasarkan pengetahuan yang dimiliki subjek ke dalam cara berfikir
ilmiah12
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah
pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang terhadap hubungan
antara faktor-faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-
asas hukum).
.
a. Faktor-Faktor Yuridis
Penelitian dengan pendekatan yuridis dilaksanakan dengan melalui
tahapan sebagai berikut :
1. Inventarisasi terhadap peraturan yang mencerminkan kebijaksanaan
pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan yang mendukung
pelaksanaan pembentukan undang-undang tentang status dan
kedudukan anak hasil perkawinan campur yang ditinjau dari Undang-
Undang No.12 Tahun 2006.
2. Menganalisis perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang telah
diinventarisir tersebut untuk mengetahui sejauhmana peraturan
perundang-undangan tersebut di atas sinkron baik secara vertikal dan
horizontal.
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, 1986, Jakarta, Halaman 9.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Faktor-Faktor Normatif
Merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum kewarganegaraan
yang terkait dengan status dan kedudukan anak. Hal ini berarti penelitian
terhadap data sekunder, oleh karena itu titik berat penelitian adalah tertuju
pada penelitian kepustakaan yang akan lebih banyak mengkaji dan
meneliti data sekunder dan tidak diperlukan penyusunan atau perumusan
hipotesa13
3. Sumber Data
.
Sesuai dengan fokus utama penelitian yaitu yuridis normatif, maka data-
data yang hendak dikumpulkan adalah data-data sekunder dari hukum positif,
yang meliputi bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier14
Sumber data dalam penelitian diperoleh dari data hukum positif :
.
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :
a. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
kewarganegaraan dan perkawinan, yaitu:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
b. Yurisprudensi.
13 Soerjono Soekanto, Ibid, Halaman 25. 14 Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, Halaman 40.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti: buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian
hukum, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum dan sebagainya.
3. Bahan Hukum tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-
bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum,
misalnya yang berasal dari bidang: sosiologi dan filsafat dan lain
sebagainya, yang dapat dipergunakan untuk melengkapi ataupun
menunjang data penelitian15
4. Teknik Pengumpulan Data
.
Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang
tepat, digunakan metode pengumpulan data yaitu studi Kepustakaan.
Menurut Sanapiah Faisal16
5. Teknik Analisis Data
, Studi Pustaka adalah sumber data bukan
manusia. Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari
konsepsi-konsepsi, teori-teori atau peraturan atau kebijakan-kebijakan yang
berlaku dan berhubungan erat dengan pokok permasalahan status dan kedudukan
anak hasil perkawinan campuran ditinjau dari UU No.12 Tahun 2006.
Setelah data selesai, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis
data. Pada tahap ini data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan.
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif normatif yaitu data yang diperoleh setelah disusun secara sistematis,
15 Soerjono Soekanto, Op.cit, Halaman 41. 16 Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3, 1990), halaman. 42.
Universitas Sumatera Utara
22
untuk kemudian dianalisis secara kualitatif normatif dalam bentuk uraian, agar
dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan
yang akan diteliti. Hasil penelitian kepustakaan akan dipergunakan untuk
menganalisis data, kemudian data dianalisis secara kualitatif normatif untuk
menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah di dalam pembahasan skripsi tentang Tinjauan
Yuridis Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Campuran Ditinjau dari Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus : Yuni Vs
Larry), maka dalam hal ini penulis membaginya dalam beberapa bab. Sistematika
penulisan tersebut dibagi dalam 5 bab, yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penelitian, tinjauan pustaka, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM
PERKAWINAN DI INDONESIA yang terdiri dari definisi
perkawinan, syarat-syarat perkawinan, tata cara perkawinan
dan akibat hukum perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
23
BAB III : TINJAUAN UMUM TERHADAP PERKAWINAN
CAMPURAN DI INDONESIA yang terdiri dari definisi
perkawinan campuran, syarat-syarat perkawinan campuran
dan status kewarganegaraan pasangan perkawinan campuran.
BAB IV : TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN ANAK HASIL
PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG
KEWARGANEGARAAN yang terdiri dari kasus posisi,
status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran,
perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran
(kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua
orang tuanya setelah berlakunya Undang-Undang No. 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan cara pendaftaran
kewarganegaraan Indonesia bagi anak dengan
kewarganegaraan ganda.
BAB V : PENUTUP yang terdiri atas kesimpulan berdasarkan
pembahasan permasalahan dalam skripsi ini dan saran-saran
sebagai rekomendasi atas temuan-temuan yang diperoleh
dalam penelitian selama proses pengerjaan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara