bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ub.ac.id/1721/2/bab i.pdf · menurunnya taraf...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap usaha bisnis menginginkan kegiatan usahanya dapat terus berjalan
dan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Sumber dana sangat dibutuhkan
oleh perusahaan untuk kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya. Dana tersebut juga sangat menentukan perkembangan
dan pertumbuhan usaha perusahaan. Namun, perusahaan tidak selalu memiliki
dana yang memadai untuk membayai segala kegiatan operasionalnya. Perusahaan
perlu mendapatkan sumber modal yang berasal dari dalam perusahaan maupun
modal yang berasal dari luar perusahaan agar tetap dapat bertahan dalam siklus
bisnisnya. Darsono (2006: 151) menjelaskan modal yang lazim disebut kapital
adalah sesuatu yang digunakan untuk mencari keuntungan. Tanpa modal kegiatan
bisnis tidak dapat berjalan dengan lancar.
Sumber modal pada suatu perusahaan dapat berasal dari sumber internal
maupun eksternal. Sumber modal internal dapat diartikan sebagai sumber modal
yaitu sumber modal yang dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, antara lain laba
ditahan dan akumulasi penyusutan (depresiasi). Sumber modal internal yang
dimiliki perusahaan terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh
modal yang diperlukan, sehingga perusahaan menggunakan sumber modal
eksternal, antara lain bank dan pasar modal.
2
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas, instrumen
derivatif, maupun instrumen lainnya (Darmadji dan Fakhrudin, 2006:1). Pasar
modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak
yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana
(emiten). Pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana
tersebut di pasar modal dengan harapan memperoleh imbalan (return) berupa
dividen, sedangkan emiten dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan
investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari kegiatan operasi
perusahaan.
Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi
lain (misalnya pemerintah) dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi.
Tavaniyati dan Qamariyanti (2009:3) menyebutkan bahwa pasar modal
merupakan alternatif pendanaan bagi pemerintah dan swasta. Pemerintah maupun
perusahaan swasta yang membutuhkan dana dapat menerbitkan efek dan
menjualnya ke masyarakat melalui pasar modal. Akses dana dari pasar modal
telah mengundang banyak perusahaan nasional maupun patungan untuk menyerap
dana masyarakat tersebut dengan tujuan yang beragam. Namun, sasaran utamanya
adalah meningkatkan produktivitas kerja melalui ekspansi usaha dan
meningkatkan daya saing perusahaan.
Salah satu instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal adalah saham,
baik saham yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun swasta. Saham adalah surat
berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan. Saham
3
merupakan tanda bukti memiliki perusahaan di mana pemiliknya disebut juga
pemegang saham (Samsul, 2006). Keuntungan yang akan didapatkan oleh investor
melalui investasi saham adalah keuntungan dari hasil jual beli saham berupa
kelebihan nilai jual dari nilai beli saham (capital gain) dan kentungan perusahaan
yang dibagikan kepada pemegang saham (dividen).
Investor perlu mengetahui perkembangan harga saham dan tingkat
keuntungan saham untuk mengurangi resiko kerugian saat berinvestasi di pasar
modal. Saham dipakai sebagai ukuran karena saham merupakan instrumen pasar
modal yang paling banyak diminati oleh investor (IDX, 2016). Tingkat
keuntungan saham dapat direfleksikan dari fluktuasi Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang menjadi determinan penting sebagai indikator
perkembangan pasar. IHSG merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur
kinerja gabungan seluruh saham perusahaan emiten yang tercatat di bursa efek
Indonesia. IHSG (Composite Stock Price Index) Bursa Efek Indonesia menjadi
indikator perkembangan pasar modal Indonesia dan sumber informasi yang
relevan bagi para investor karena IHSG digunakan untuk mengukur kinerja
gabungan seluruh saham yang tercatat di bursa efek.
Pergerakan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan menunjukkan
perubahan situasi pasar yang terjadi. IHSG terkadang mengalami kondisi bearish
(penurunan) dan bullish (peningkatan). Harga saham di bursa ditentukan oleh
mekanisme permintaan dan penawaran pasar. Kondisi bursa yang didominasi oleh
penjual akan mengakibatkan harga saham mengalami penurunan (bearish).
4
Kondisi bursa yang didominasi oleh pembeli akan mengakibatkan harga saham
mengalami kenaikan (bullish).
Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk
mengambil keputusan dalam menjual, menahan, atau membeli suatu saham.
Anoraga dan Pakarti (2006:101) mengatakan bahwa Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) akan menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang
tercatat di bursa efek. Pemahaman yang baik mengenai mekanisme pergerakan
saham dan resiko yang terkandung merupakan salah satu upaya untuk
meminimalisir kerugian. Terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi
fluktuasi harga saham yang tercermin di dalam Indeks Harga Saham Gabungan,
antara lain yaitu tingkat inflasi, suku bunga SBI, dan nilai tukar (kurs) Dollar AS
(Tandelilin, 2001:211). Perubahan pada variabel-variabel tersebut akan
memberikan reaksi pada pasar modal, baik positif maupun negatif yang
menyebabkan IHSG berubah. Pergerakan IHSG dari tahun 2010 Pergerakan IHSG
ditunjukkan dalam gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1 Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2015 (Per
Kuartal)
Sumber: www.idx.co.id, data diolah (2016).
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
20
10
Q1
Q2
Q3
Q4
20
11
Q1
Q2
Q3
Q4
20
12
Q1
Q2
Q3
Q4
20
13
Q1
Q2
Q3
Q4
20
14
Q1
Q2
Q3
Q4
20
15
Q1
Q2
Q3
Q4
5
Gambar 1 menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 hingga 2015. IHSG cenderung mengalami
peningkatan dari kuartal pertama tahun 2010 hingga kuartal keempat tahun 2015.
IHSG juga mengalami beberapa kali penurunan dalam kurun waktu 2010-2015.
Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada kuartal ketiga tahun 2013 yakni dari
4.973,87 poin menjadi 4.373,88 poin. Namun, pada periode selanjutnya hingga
kuartal pertama tahun 2015, IHSG terus mengalami kenaikan. Pada kuartal kedua
tahun 2015 IHSG kembali mengalami penurunan yakni dari angka 5.419,46 poin
menjadi 5.071,15.
Inflasi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi harga saham
(Tandelilin, 2001:211). Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara
keseluruhan dan terus menerus yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham
di pasar modal. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut
inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga-
harga barang lain (Setiawina, 2004:197). Harianto dan Sudomo (2001:14)
menjelaskan bahwa peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif
bagi para investor di pasar modal. Inflasi menyebabkan peningkatan biaya
perusahaan. Tingkat inflasi yang terlalu tinggi (hiperinflasi) akan berakibat pada
menurunnya taraf kemakmuran masyarakat dan menyebabkan penurunan daya
beli masyarakat. Perusahaan akan mengalami peningkatan beban operasional
dalam keadaan inflasi dan hal ini berakibat pada menurunnya laba perusahaan.
Menurunnya laba tersebut berpengaruh terhadap dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham. Jika dividen yang dibagikan menurun, maka hal ini akan
6
mengurangi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal sehingga
investor mengalihkan dananya dari pasar modal ke jenis investasi lain yang
memberikan return yang lebih baik dan pada akhirnya berakibat pada
melemahnya IHSG di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 1 Data Tingkat Inflasi Tahun 2010-2015 (Per Tahun)
No Tahun Tingkat Inflasi (%)
1 2010 6,96
2 2011 3,79
3 2012 4,30
4 2013 8,38
5 2014 8,36
6 2015 3,35
Sumber: www.bi.go.id, data diolah, 2017.
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat inflasi mengalami fluktuasi dari tahun
2010 hingga tahun 2015. Inflasi mengalami penurunan tajam pada tahun 2011 dari
6,96% menjadi 3,79%. Namun, pada tahun 2012 hingga tahun 2014 inflasi
mengalami kenaikan terus menerus. Inflasi kembali menurun tajam pada tahun
2015, yaitu sebesar 3,35%.
Variabel selanjutnya yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham di
bursa efek adalah Sertifikat Bank Indonesi (Tandelilin, 2001:211). SBI adalah
surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto
(Pracoyo dan Pracoyo, 2005:171). Besarnya suku bunga SBI akan mempengaruhi
investasi di pasar modal. Apabila tabungan mengalami kenaikan, maka harga
saham akan mengalami penurunan dan begitu pula sebaliknya. Jika suku bunga
SBI mengalami peningkatan, maka investor akan cenderung mengalihkan dananya
7
dari investasi saham untuk membeli SBI. Kecenderungan investor untuk membeli
SBI akan berdampak negatif terhadap indeks harga saham gabungan di bursa. Hal
ini mengakibatkkan investasi di pasar modal akan semakin turun dan pada
akhirnya berkibat melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan.
Tabel 2 Data Tingkat Suku Bunga SBI Tahun 2010-2015 (Per Tahun)
No Tahun Tingkat Suku Bunga SBI (%)
1 2010 6,36
2 2011 6,48
3 2012 4,44
4 2013 5,76
5 2014 7,08
6 2015 6,84
Sumber: www.bi.go.id, data diolah, 2017.
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI mengalami mengalami
fluktuasi dari tahun 2010 hingga tahun 2015. Suku Bunga SBI mengalami
peningkatan pada tahun 2010 ke tahun 2011 yakni dari angka 6,36% menjadi
6,48%. Penurunan cukup drastis terjadi pada tahun 2012 menjadi 4,44%. Namun,
pada tahun 2013 tingkat suku bunga mengalami peningkatan yang cukup
signifikan hingga mencapai angka 5,76%. Tingkat suku bunga SBI kembali
menurun pada tahun 2015, sehingga mencapai angka 6,84%.
Nilai tukar (kurs) adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya.
Kurs mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata
uang dalam negeri. Kurs yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kurs Dollar
AS (USD/IDR). Perubahan nilai tukar akan mempengaruhi investasi di pasar
modal. Harga saham dapat dipengaruhi secara negatif maupun positif oleh nilai
tukar (kurs) Dollar AS. Harianto dan Sudomo (2001:15) menyebutkan bahwa
8
melemahnya kurs rupiah terhadap mata uang asing (depresiasi) akan
meningkatkan biaya impor bahan baku untuk produksi. Perusahaan yang
berorientasi pada impor dan membeli bahan baku produksi dengan menggunakan
mata uang Dollar AS, menurunnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata
uang Dollar AS akan menyebabkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku
yang akan digunakan untuk proses produksi. Hal tersebut akan berpengaruh pada
menurunnya laba yang didapatkan oleh perusahaan dan mengakibatkan dividen
yang dibagikan kepada pemegang saham menurun. Dividen yang rendah
menyebabkan harga saham menurun dan menjadikan investasi di pasar saham
kurang menarik bagi investor.
Tabel 3 Data Nilai Tukar (Kurs) Dollar AS Tahun 2010-2015 (Per Tahun)
No Tahun Nilai Tukar (Kurs) Dollar AS
1 2010 8.991
2 2011 9.068
3 2012 9.670
4 2013 12.189
5 2014 12.440
6 2015 13.795
Sumber: www.bi.go.id, data diolah, 2017.
Tabel 3 menunjukkan bahwa kurs Dollar mengalami fluktuasi dari tahun ke
tahun. Kurs Dollar mengalami peningkatan secara terus menerus pada tahun 2011
hingga tahun 2014. Peningkatan paling signifikan terjadi pada tahun 2013 yakni
dari 9.670 Rupiah/US$ menjadi 12.189 Rupiah/US$.
Beberapa penelitian terdahulu telah mengungkapkan bahwa variabel tingkat
inflasi, suku bunga SBI, dan nilai tukar (kurs) Dollar AS secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Namun, penelitian terdahulu
9
menunjukkan hasil yang berbeda tentang pengaruh variabel tingkat inflasi, suku
bunga SBI, dan nilai tukar (kurs) Dollar AS secara parsial terhadap IHSG. Amin
(2014) dalam penelitiannya membuktikan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh
secara parsial, tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif terhadap IHSG, nilai
kurs Dollar berpengaruh negatif terhadap IHSG, dan indeks Dow Jones
berpengaruh positif terhadap IHSG. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Jayanti (2014) menunjukkan bahwa secara parsial variabel tingkat suku bunga
SBI dan nilai tukar Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG,
variabel indeks Dow Jones dan indeks KLSE berpengaruh positif terhadap IHSG,
sedangkan variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
Perubahan pada variabel tingkat inflasi, suku bunga SBI, dan nilai tukar
(kurs) Dollar AS akan memberikan pengaruh baik positif maupun negatif yang
menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami perubahan.
Fluktuasi tersebut akan membuat IHSG mengalami kenaikan dan penurunan harga
sesuai dengan keadaan di pasar modal. Berdasarkan dengan latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, dan Kurs Dollar AS terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan (Studi pada Bursa Efek Indonesia Periode
2010-2015)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka masalah
dapat dirumuskan sebagai berikut:
10
1. Apakah tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs Dollar AS secara
simultan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?
2. Apakah tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs Dollar AS secara
parsial berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs
Dollar AS secara simultan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG).
2. Untuk mengetahui apakah tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan kurs
Dollar AS secara parsial berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG).
D. Kontribusi Penelitian
1. Kontribusi Akademis
Peneliti dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari ke dalam dunia usaha
secara nyata, yaitu untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi, suku bunga
SBI, dan kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa
Efek Indonesia selama periode 2010-2015.
11
2. Kontribusi Praktis
Penelitian ini dapat digunakan oleh investor sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan investasi saham yang dapat dipengaruhi oleh
tingkat inflasi, suku bunga SBI, dan nilai tukar (kurs) Dollar AS.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam pembahasan ini diperlukan untuk memperluas dan
memahami alur dari isi penelitian, adapun susunannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang pendahuluan permasalahan yang akan
dibahas, yaitu meliputi latar belakang pemilihan judul, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori dan literatur yang akan
digunakan sebagai landasan teori dalam melakukan penelitian baik
yang bersumber dari buku yang secara khusus membahas tentang
inflasi, suku bunga SBI, nilai tukar, dan hubungannya terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan di BEI.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan jenis penelitian yang digunakan, variabel
penelitian, sumber data yang diperoleh, metode pengumpulan data,
analisis data, dan metode analisis data.
12
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil dan pembahasan mengenai data
yang disajikan secara sistematis disertai dengan analisa data beserta
interpretasinya.
BAB V : PENUTUP
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari hasil pembahasan dan
saran yang diharapkan dapat menjadi manfaat.