bab i pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/bab i.pdf · soal-soal pokok...

13
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan sebutan lain dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang-undang ini disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960 di Jakarta. Tujuan dikeluarkannya UUPA adalah untuk mengakhiri dualisme hukum agraria di Indonesia pada saat itu. Dengan lahirnya UUPA, maka terwujudlah suatu hukum agraria nasional, yang akan memberikan kepastian hukum bagi seluruh rakyat dan memungkinkan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam sebagaimana yang dicita-citakan tersebut. Mengingat sifat dan kedudukan UUPA ini sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria nasional yang baru, maka UUPA ini hanya memuat azas-azas serta soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai undang-undang terkait dan peraturan perundang-undangan lainnya. Kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah, oleh UUPA sendiri disebutkan, hanya dapat diperoleh melalui prosedur pendaftaran tanah (dimana sebagian pihak menyebutnya sebagai proses "pensertipikatan tanah"). Undang-Undang Pokok Agraria meletakkan dasar untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang ditindak lanjuti dengan Pasal 3 huruf

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan sebutan lain dari

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria. Undang-undang ini disahkan dan diundangkan pada tanggal 24

September 1960 di Jakarta. Tujuan dikeluarkannya UUPA adalah untuk

mengakhiri dualisme hukum agraria di Indonesia pada saat itu. Dengan lahirnya

UUPA, maka terwujudlah suatu hukum agraria nasional, yang akan memberikan

kepastian hukum bagi seluruh rakyat dan memungkinkan tercapainya fungsi bumi,

air dan ruang angkasa serta kekayaan alam sebagaimana yang dicita-citakan

tersebut. Mengingat sifat dan kedudukan UUPA ini sebagai peraturan dasar bagi

hukum agraria nasional yang baru, maka UUPA ini hanya memuat azas-azas serta

soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih

memerlukan berbagai undang-undang terkait dan peraturan perundang-undangan

lainnya. Kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah, oleh UUPA sendiri

disebutkan, hanya dapat diperoleh melalui prosedur pendaftaran tanah (dimana

sebagian pihak menyebutnya sebagai proses "pensertipikatan tanah").

Undang-Undang Pokok Agraria meletakkan dasar untuk mewujudkan

kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut

Pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang ditindak lanjuti dengan Pasal 3 huruf

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

2

a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (selanjutnya disebut PP 24/1997)

tentang Tujuan Pendaftaran Tanah.1

“untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang

hak atas suatu bidang tanah, suatu rumah susun dan hak-hak lain yang

terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan”.

Pendaftaran tanah akan membawa akibat hukum berupa surat tanda bukti

hak atas tanah yang disebut sebagai sertipikat tanah kepada pemegang hak atas

tanah yang bersangkutan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.2 Seperti

yang disebutkan dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 tentang pendaftaran tanah

bahwa :

“Sertipikat merupakan surat tanda bukti hakyang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat

di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan

data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”

Penerbitan sertipikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kantor

Pertanahan berupa sertipikat tanah hak milik yang melibatkan pihak pemohon,

para pemilik tanah yang bersebelahan, pamong desa dan pihak instansi yang

terkait untuk memperoleh penjelasan mengenai surat-surat sebagai alas hak yang

berhubungan dengan permohonan sertipikat, sehingga penjelasan dari pihak

terkait memiliki peluang untuk timbul sertipikat cacat hukum.3 Sertipikat hak atas

tanah sebagai alat bukti surat belum dapat memenuhi keinginan masyarakat,

1 Pasal 19 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa,” untuk menjamin kepastian

hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia

menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2Maria Emaculata Noviana Ira Hapsari, Tinjauan Yuridis Putusan

No.10/G/TUN/2002/PTUN.SMG, Tesis tidak diterbitkan, Semarang, Program Pascasarjana

Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2006. 3 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III-Penyelesaian Sengketa

Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV-Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah,

Prestasi Pustaka, Jakarta, 2003, Hlm.18

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

3

karena dalam prosesnya sering terjadi sengketa/konflik dalam hal menentukan

siapakah yang berhak atas obyek tanah tersebut. Proses penyelesaian

sengketa/konflik tanah memerlukan waktu yang cukup lama apabila tidak dapat

diselesaikan melalui jalur mediasi antara para pihak yang bersengketa dan Kantor

Pertanahan selaku mediator.4Tidak jarang sengketa tanah berakhir pada perkara di

meja hijau (pengadilan).Dalam prakteknya, penerbitan sertipikat hak atas tanah

masih terdapat ketidakpastian hukum dalam melindungi obyek (tanah) dan subyek

(hak perorangan/badan hukum) dari sertipikat hak atas tanah tersebut. Pada

umumnya sengketa/konflik yang terjadi dan diketahui setelah terjadi penerbitan

sertipikat ganda di masyarakat.

Sengketa pertanahan merupakan gejala yang sama sekali tidak dapat

diabaikan dan harus diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun

demikian sekalipun peraturan sudah mengatur sedemikian rupa akan tetapi tetap

terjadi banyak sengketa tanah. Dalam praktek sekarang ini tidak jarang telah

terjadi terbit 2 (dua) atau lebih sertipikat tanah di atas sebidang tanah yang sama,

lazim dikenal dengan tumpang tindih (overlapping) sertipikat dan membawa

akibat ketidakpastian hukum bagi pemegang atas tanah dan akan menimbulkan

persengketaan antara para pemegang hak, karena dapat merugikan orang yang

benar-benar memiliki hak atas tanah tersebut, yang sangat tidak diharapkan dalam

pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia5.

4 Syahrial Abbas, Mediasi dalam perspektif hukum syari’ah, hukum adat, hukum nasional,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, Hlm.2 5 Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Cet. I, (edisi

kedua 1993), (Bandung : Alumni, 1993), hlm. 73.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

4

Apabila terbit dua sertipikat atas lebih atas satu bidang tanah, sudah tentu

terdapat perbedaan baik dari data yuridisnya maupun data fisiknya. Data fisik

adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah

susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian

bangunan diatasnya6. Perbedaan yang berkaitan dengan data fisik mungkin terjadi

dalam sengketa sertipikat ganda, yaitu perbedaan mengenai luas tanah maupun

batas-batas tanah yang sering ditemukan. Data yuridis adalah keterangan

mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar,

pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya7

Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus "sertipikat ganda", yaitu

sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi

samasama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari

terbitnya sertipikat ganda tersebut menimbulkan sengketa perdata antar para

pihak, untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut

diselesaikan melalui lembaga peradilan.

Sebagaimana halnya yang terdapat pada Putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara No. 119/G/2008/PTUN.SBY, salah satu kasus sengketa pemilikan tanah

dan menjadi obyek penelitian ini adalah kasus peradilan tata usaha negara yang

berkaitan dengan terbitnya “sertipikat ganda/overlapping” sebidang tanah

terdaftar atas dua (2) sertipikat, yaitu Sertipikat Hak Milik (selanjutnya disebut

SHM) No.1562 dengan SHM No.3130 di Kota Malang dengan obyek sengketa

yang sama. Sertipikat SHM tersebut tumpang tindih dengan SHM No.3130 yang

6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), (edisi revisi 2005), (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm. 472.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

5

diketahui setelah SHM atas nama Achmad Zaky mendirikan bangunan toko/

sejenis ruko di atas tanah SHM atas nama Supriyono. Kedua sertipikat SHM

semuanya secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota

Malang. Merasa tidak terima dan dirugikan, akhirnya Suriyono menggugat

sengketa sertipikat ganda tersebut ke jalur peradilan. Akibatnya adalah timbul

sengketa tata usaha negara antar para pihak dan Kantor Pertanahan sebagai

pejabat yang menerbitkan sertipikat hak atas tanah.

Adapun kasus sengketa keabsahan sertipikat para pihak dan yang menjadi

obyek penelitian ini adalah kasus yang berkaitan dengan terbitnya sertipikat ganda

yang diperiksa dan diadili di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya

yaitu antara Penggugat (SHM atas nama Supriyono dengan Tergugat (Kantor

Pertanahan Kota Malang) dan Tergugat II Intervensi (SHM atas nama Achmad

Zaky) seperti yang tercantum dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara Surabaya Nomor 119/G/2008/PTUN.SBY. Masing-masing dari pihak

Penggugat dan Tergugat berstatus perorangan. Kasus ini menarik untuk diteliti

lebih lanjut karena terdapat tumpang tindih sertipikat antara 2 (dua) sertipikat hak

milik. Kemudian isi amar putusan dalam pokok perkara adalah menyatakan

gugatan penggugat diterima seluruhnya karena SHM obyek sengketa yang

diterbitkan didasarkan pada bukti fisik yang salah oleh Tergugat (Kantor

Pertanahan) dan Tergugat II Intervensi (Ahmad Zaky).

Ditinjau dari sertipikat yang disengketakan, maka kenyataan mengenai

kepastian hukum pada sertipikat hak atas tanah dengan kenyataan yang ada di

lapangan berbeda. Dalam kasus tersebut Majelis Hakim memutuskan bahwa SHM

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

6

Nomor 3129, Surat Ukur Nomor : 01066/Tulusrejo/2006, diterbitkan pada tanggal

26 April 2006, a.n. Ny. Wahyu Pinasthi, luas 183M2, terletak di Kelurahan

Tulusrejo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang dan SHM Nomor 3130, Surat

Ukur Nomor :01067/Tulusrejo/2006, diterbitkan pada tanggal 26 April 2006, a.n.

Achmad Zaky, luas 181M2, terletak di Kelurahan Tulusrejo Kecamatan

Lowokwaru Kota Malang, dinyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang

diterbitkan oleh Tergugat sesuai amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.

119/G/2008/PTUN.SBY.

Berkaitan dengan uraian kasus posisi tersebut penulis tertarik untuk

membahas lebih lanjut dan menuangkannya kedalam penulisan tugas akhir skripsi ini

dengan judul : “ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA

NEGARA No. 119/G/2008/PTUN.SBY TENTANG PEMBATALAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP SERTIPIKAT GANDA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dapat didefinisikan beberapa pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini, yakni sebagai

berikut :

1. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara No.119/G/2008/PTUN.SBY mengenai pembatalan Keputusan

Tata Usaha Negara terhadap sertipikat ganda?

2. Apakah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.119/G/2008/PTUN.SBY

telah memenuhi aspek keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum?

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

7

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti

menentukan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan

Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY mengenai pembatalan

Keputusan Tata Usaha Negara terhadap sertipikat ganda.

b. Untuk mengetahui Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

No.119/G/2008/PTUN.SBY telah memenuhi aspek keadilan,

kepastian dan kemanfaatan hukum.

D. Manfaat Penelitian

1. Menyusun tugas akhir skripsi Penulisan Hukum untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Mengetahui kesesuaian antara teori yang diperoleh dibangku kuliah

dengan kenyataan dalam kehidupan masyarakat.

E. Kegunaan Penelitian

Ada beberapa manfaat yang bisa di ambil dalam penelitian ini, manfaat

dalam penelitian ini bisa di bagi dua manfaat yakni manfaat teoritis dan manfaat

praktis.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

8

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran pada pengembangan ilmu hukum di bidang pertanahan tentang

sengketa pertanahan. Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah

mengenai fungsi peradilan perdata dalam menyelesaikan sengketa

pertanahan guna memberikan perlindungan hukum.

2. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di

bidang pertanahan untuk melakukan pembaharuan peraturan perundang-

undangan serta sistem hukumnya sehingga mengurangi terjadinya

sengketa pertanahan. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para

pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan

kebijakan pertanahan di Indonesia.

F. Metode Penelitian

Sebuah penelitian tidak terlapas dari metode yang dipergunakan dalam

rangka mencari dan memperoleh data yang akurat dimana metode tersebut yang

nantinya akan menentukan keakuratan dalam menganalisa data. Adapun metode

yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan Yuridis-Normatif, yang dimaksud dengan pendekatan

yuridis adalah suatu cara yang digunakan dalam suatu penelitian yang

mempergunakan asas-asas serta peraturan perundang-undangan guna

meninjau, melihat serta menganalisa permasalahan, sedangkan metode

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

9

pendekatan normatif merupakan kerangka mengidentifikasi norma-norma

hukum untuk memastikan suatu kebenaran8. Sehingga yang dimaksud

dengan Yuridis-Normatif adalah suatu penelitian dengan cara

menganalisis data didasarkan pada asas-asas hukum dan perbandingan-

perbandingan hukum yang ada dalam masyarakat.9

2. Sumber Bahan Hukum

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari tiga macam bahan hukum, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.10

Bahan Hukum

Primer dalam penulisan ini terdiri dari:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,

beserta seluruh amandemennya, Undang-undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang

Undang Nomor 41 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997, Peraturan Pemerintah

8 Hilman Hadikusuma. 1995. Metode Pembuatan Proposal Penulisan Hukum Ilmu Hukum.

Bandung. Mandar Maju. Hal. 61. 9 Waluyo Bambang. 1996. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 15-16. 10

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2012. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris.

Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal.141.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

10

Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat

Akta Tanah., dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya

perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY serta kepustakaan atau literatur

yang berhubungan dengan Hukum Agraria dan referensi-referensi

yang relevan dengan Hukum Pertanahan.

b. Bahan Hukum sekunder

Bahan Hukum Sekunder merupakan semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.11

Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini adalah: data pelengkap

yang diperoleh dari dari literatur, laporan-laporan, dokumen-

dokumen, buku, majalah, buletin, peraturan perundang-undangan,

maupun berita-berita sajian media cetak yang berkaitan dengan

masalah penelitian yang dibahas.

c. Bahan Non-Hukum

Bahan Non-hukum adalah bahan penelitian yang terdiri atas

buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku

politik, buku ekonomi, kamus bahasa dan ensiklopedia umum.12

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan non-

hukum yang terdiri dari: Kamus Hukum dan Ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang dipakai peneliti dalam melakukan

penelitian ini adalah:

11

Peter Mahmud Marzuki. 2013. Penelitian Hukum (Edisi Revisi). Jakarta. Prenada Media Group.

Hal. 140. 12

Op.Cit. Hal. 41

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

11

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

data sekunder dengan cara membaca, mengutip buku-buku literatur dan

menelaah data yang ada kaitannya dengan pokok bahasan mengenai

perbuatan melawan hukum dalam kasus sengketa sertipikat

ganda/overlapping, termasuk dalam hal ini studi dokumen dengan

menelaah dan mencatat hal-hal yang dituangkan dalam Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY.

b. Studi Dokumen

Yaitu dengan mempelajari dokumen yang berupa Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY,

yakni dengan membaca putusan tersebut kemudian dilakukan

penganalisaan terhadap isi putusan.

4. Pengolahan Bahan Hukum

Setelah melalui tahap pengumpulan data, selanjutnya dilakukan

pengolahan data, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk

menganalisis permasalahan yang akan diteliti. Dalam melakukan

pengolahan data dilalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Bahan Hukum, yaitu menentukan data yang sesuai

dengan pokok bahasan, dan apabila ada kekurangan atau kekeliruan

maka akan dilengkapi dan diperbaiki.

b. Klasifikasi Bahan Hukum, yaitu menggolongkan atau mengelompokkan

data menurut kerangka bahasan yang telah ditentukan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

12

c. Penyusunan Bahan Hukum, yaitu menempatkan data pada tiap pokok

bahasan secara sistematis sehingga memudahkan penafsiran data.

5. Analisis Bahan Hukum

Metode analisa bahan hukum yang digunakan adalah Setelah semua

data dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu,

analisis (konten) terhadap isi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY. Tentang Pembatalan Keputusan

Tata Usaha Negara Terhadap Pertanggungjawaban Kantor Badan

Pertanahan Nasional Dalam Penerbitan Sertipikat Ganda/Overlapping,

yang selanjutnya diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang tersusun

secara sistematis, kemudian dilakukan pembahasan dan penafsiran yang

pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan tentang masalah-masalah yang

diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini, Penulis membagi pembahasan ke dalam empat bab,

dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab, sistematika penulisannya secara

singkat adalah sebagai berikut :

BAB I Bab ini memuat hal-hal yang melatar belakangi pemilihan topik

dari penulisan penulisan dan sekaligus menjadi pengantar umum di

dalam memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari

latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/BAB I.pdf · soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai

13

BAB II Sebagai Bab kajian teori yang kemudian akan diuraikan mengenai

tinjauan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. Di dalam

bab ini akan diuraikan pengertian serta pembahasan terhadap

beberapa pokok permasalahan. Dalam bab ini terdiri dari empat (4)

sub bab, yaitu pertama Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran

Tanah, kedua Tinjauan Umum Sertifikat Tanah, ketiga Tinjauan

Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah, dan keempatTinjauan

Umum Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Dalam Gugatan

Pembatalan Sertifikat Tanah.

BAB III Sebagai Bab hasil penelitian dan analisa. Dimana peneliti akan

menelaah data-data yang telah didapat, yang kemudian akan dianalisa

secara terperinci dan jelas terkait permasalahan yang berhubungan

dengan obyek yang diteliti. Dalam hal ini terbagi dari sub bab Hasil

Penelitian yang terdiri dari pertama Gambaran Umum Putusan Perkara

No.119/G/2008/PTUN.Sby, kedua Pertimbangan Hakim Dalam

Memutuskan Perkara No.119/G/2008/PTUN.Sby, dan ketiga analisa

putusan No.119/G/2008/PTUN.SBY ditinjau dari aspek keadilan,

kepastian, dan kemanfaatan.

BAB IV Sebagai Bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran atas hasil

dari analisa permasalahan yang diteliti.