bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum (Ius; Law) adalah nilai yang ada dalam masyarakat dan bersifat
universal.1 Sehingga hukum harus men cover semua masyarakat umum, Indonesia
adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal dalam
konstitusi yaitu Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Pasca Amandemen dengan sistem yang
dianut di Indonesia adalah sistem hukum Eropa Continental. Ciri khas dari sistem
hukum Eropa Continental dimana untuk menerapkan hukum itu ke dalam
masyarakat adalah lebih sering melalui peraturan2 atau lebih dikenal dengan sistem
hukum tertulis. Implementasinya adalah, penerapan hukum di Indonesia lebih
condong melalui peraturan (Lex; Laws).
Peraturan adalah, keseluruhan kaidah (rules; norms) tertulis yang ditetapkan
oleh otoritas yang berwenang yaitu negara,3 Di Indonesia lebih dikenal dengan
sebutan peraturan perundang-undangan. Fungsi dari peraturan perundang-
undangan adalah untuk memberikan kaidah atau keharusan (a must; an ought) baik
1 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung 2009.
Hlm. 3-4. 2 Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 16. 3 Ibid., Hlm. 48
2
itu aktif (perintah) dan pasif (larangan), yang akan diberlakukan kepada para subjek
hukum.4
Jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang
Pembentukan Peraturan Perundang Undangan5 yaitu:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri
atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.6 Guna memenuhi
prinsip tersebut sejak kemerdekaannya Indonesia mengalami pergulatan yang
cukup panjang untuk menemukan formula yang tepat untuk menjalankan
pemerintahan negara kesatuan tersebut mengingat kondisi geografis Indonesia yang
merupakan negara kepulauan yang membentang cukup luas dari Sabang sampai
Merauke dan dari Timor sampai ke Talaud. Barulah pasca Orde Baru, yaitu tahun
1999 lahirlah kesepakatan dimana pilihan jatuh pada Otonomi luas dengan tetap
4 Ibid., Hlm. 49 5 Undang-Undang ini merupakan pergantian dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang dalam Pasal 7 mengatur Peraturan
Perundang-Undangan adalah:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah. 6 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Amandemen.
3
mempertahankan bentuk negara kesatuan.7 Hal ini di tandai dengan dibentuknya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.
Pasca Reformasi Indonesia mengalami empat kali amandemen Undang-
Undang Dasar 1945. Pada amandemennya yang kedua Undang-Undang Dasar 1945
telah dilakukan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah yang lebih
mempertegas lagi otonomisasi daerah. Dilanjutkan dengan digantikannya Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.
Kata Otonomi berasal dari bahasa latin “Autos” yang berarti “sendiri”, dan
“Nomos” yang berarti “aturan” maka secara etimologi kata otonomi memberikan
arti pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri.8 Sehingga makna
dari otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan dan kemandirian kepada
daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.9 Maka dari itu implementasi dari
otonomisasi daerah itu sendiri adalah memberikan kemandirian kepada daerah-
daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, dan untuk
menyelenggarakan pemerintahannya tiap-tiap daerah juga dimungkinkan untuk
dapat membuat Peraturan Daerahnya masing-masing. Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
7 Ni’Matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, 2012, Hlm. 4. 8 Krishna D. Darumurti, dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran,
Pengaturan dan Pelaksanaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hlm. 18. 9 Ibid., Hlm. 5
4
Kerangka otonomi daerah bukan berarti tanpa batasan namun kerangka
otonomi adalah pemerintahan daerah-daerah yang masih dalam kerangka negara
yang berbentuk kesatuan, oleh karena itu kewenangan daerah-daerah dalam
mengurus rumah tangganya sendiri haruslah diletakkan dalam kerangka negara
kesatuan bukan negara federasi, karena daerah otonom tidak memiliki kedaulatan
atau semi kedaulatan layaknya negara federasi.10 Untuk itu dua sistem yang dianut
dalam asas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah sentralisasi dan
desentralisasi. Asas sentralisasi mengatur beberapa pembatasan akan hal yang
merupakan kewenangan pemerintah pusat yang tidak boleh diambil alih oleh
pemerintah daerah yaitu perumusan kebijakan (policy making), Pelaksanaan
kebijakan (policy execution), serta evaluasi terhadap kebijakan. Sedangkan asas
desentralisasi adalah peralihan kewenangan dari pemerintah pusat (Central
Government) ke lingkungan pemerintahan daerah (Local Government).11
Penyelenggaraan pemerintahan otonom tidak semuanya diberikan atau dapat
diatur sendiri oleh daerah-daerah, karena telah dibagi urusan pemerintahan antara
pusat dan daerah. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pusat
meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. Agama.12
10 Ibid. Hlm. 7-9. 11 Ibid., Hlm. 10-11 12 Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125). Juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737).
5
Enam bidang di atas merupakan pengecualian dari otonomi seluas-luasnya
dengan kata lain, enam bidang tersebut tidak menjadi urusan pemerintah otonom
sehingga Peraturan daerah yang merupakan pilar utama yang memayungi realisasi
otonomi daerah13 tidaklah diperkenankan memuat materi keagamaan.
Menyorot lebih spesifik lagi mengenai Agama, Hak kebebasan beragama
adalah termasuk dalam ranah privat yang negara tidak boleh ikut campur di
dalamnya. Selain itu, hak beragama merupakan Hak yang bersifat fundamental
karena dimuat langsung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Amandemen
yaitu pada Pasal 28E Jo 29, dan Berdasarkan Pasal 28J ayat (2) sebagaimana Hak
hanya boleh diatur dengan Undang-Undang. Maka dari itu Peraturan Daerah yang
berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berada pada
hierarki paling bawah,14 pada prinsipnya, tidak boleh memuat materi yang
mengatur ketentuan hak beragama.
Permasalahan timbul pada saat makna Otonomi yang seluas - luasnya atau
makna peralihan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah15
kurang terlalu di mengerti oleh daerah-daerah otonom yang seakan melupakan asas
sentralistik16 yang kemudian dengan alasan kebudayaan, jatidiri dan mayoritas
penduduk daerahnya17 sehingga membuat peraturan-peraturan daerah yang memuat
materi keagamaan.
13 Zuhro R. Siti, et.al., Kisruh Peraturan Daerah: Mengurangi Masalah & Solusinya, The
Habibie Center, Yogyakarta, 2010, Hlm. viii 14 Asshiddiqie Jimly dan Safa’at M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi
Pres, Jakarta, 2012, Hlm. 100 15 Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, Op.Cit., Hlm. 11. 16 Zuhro, R. Siti, et.al., Op.,Cit., Hlm. 2 17 Ibid, Hlm. 12
6
Aspek-aspek yang melatarbelakangi dirumuskannya kaidah-kaidah hukum18
tersebut atau biasa disebut dengan politik hukum, yaitu kegiatan menentukan dan
memilih hukum mana yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki
oleh masyarakat.19 Adalah desentralisasi budaya yang merupakan salah satu sistem
dalam asas desentralisasi yaitu, dimana memberikan hak kepada golongan
minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaannya sendiri
dalam hal ini mengatur pendidikan, agama dan lain-lain.20 Sehingga nilai-nilai lokal
tersebut yaitu diantaranya adat dan agama yang kemudian menjadi alasan kuat bagi
daerah-daerah otonom untuk memberlakukan aturan-aturan yang bermuatan agama
dengan tujuan menjaga moral daerah melalui aturan-aturan tentang tempat hiburan,
alkohol, pemberlakuan jam malam, dan kewajiban menutup aurat.21 Tujuan lainnya
dibentuk Peraturan Daerah bernuansa agama adalah untuk membangun citra
(image) Pemerintah daerah di hadapan masyarakat lokal.22
Ketika peraturan perundang-undangan substansinya tidak memuat prinsip
atau ideal yang sifatnya universal tetapi lebih mengatur hal-hal yang lebih condong
kepada golongan-golongan tertentu misalnya kebudayaan dan hal yang bersifat
keagamaan atau bermuatan materi keagamaan, peraturan seperti ini akan dirasa
tidak adil bagi masyarakat lain yang tidak menganut kebudayaan dan atau agama
yang diatur dalam peraturan tersebut.
18 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar – Dasar Politik Hukum, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Hlm. 16. 19 Ibid., Hlm. 2 20 Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, Op, Cit., Hlm. 12. 21 Ibid, Hlm. 3. 22 Zuhro, R. Siti, et.al., Op.Cit., Hlm. 6.
7
Bermuatan materi keagamaan adalah dimana sebuah peraturan daerah yang
bersumber pada Nilai-nilai Agama sehingga di dalamnya mengatur suatu ketentuan
guna menegakkan ajaran agama tertentu.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Agama adalah ajaran, sistem yg
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Dari dua sumber di atas jika digabungkan maka
pengertian agama adalah ajaran yang di dalamnya memuat sistem kepercayaan
bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah pergaulan antar
masyarakat dan lingkungan.
Pengertian materi keagamaan penulis merujuk pada visi dan misi dari
Kementrian Agama sebagai lembaga yang bertugas mengurus hal-hal keagamaan
yaitu mewujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas,
mandiri dan sejahtera lahir batin.23 Yang kemudian lebih diperinci lagi dimana
materi yang dimuat berupa:
1. Berhubungan dengan peningkatan kualitas kehidupan beragama.
2. Berhubungan dengan peningkatan kualitas kerukunan umat beragama.
3. Berhubungan dengan peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah,
perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.
4. Berhubungan dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
5. Berhubungan dengan mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih
dan berwibawa.24
23 Visi Kementrian Agama. Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010 Tentang
Rencana Strategis Kementrian Agama Tahun 2010 – 2014. 24 Ibid.
8
Dari Sebanyak 5000 Peraturan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)
bermasalah. 973 di antaranya dibatalkan Depdagri, sedangkan 250 lainnya dalam
proses pembatalan. Peraturan Daerah bermasalah berkenaan dengan: Substansi
(menimbulkan beban bagi masyarakat, menghambat investasi dan bernuansa
keagamaan/syariah/injili). Dan peraturan-peraturan daerah yang bermuatan agama
yang diuji di Mahkamah Agung ada yang di batalkan dan ada pula yang di sahkan
dan memiliki kekuatan mengikat.
Berikut ini adalah daftar berbagai Peraturan Daerah (PERDA) bermuatan
materi keagamaan yang berlaku di berbagai provinsi dan Kabupaten Kota di
Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2009.25
Tabel 1. Peraturan Daerah Tahun 2002.
Tahun 2002
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Sumatra Barat Solok
Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor
6 Tahun 2002 Tentang Berpakaian Muslim
Dan Muslimah Di Kabupaten Solok
Tabel 2. Peraturan Daerah Tahun 2003.
Tahun 2003
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Sumatra Barat Pasaman
Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman
Nomor: 22 Tahun 2003 Tentang
Berpakaian Muslim Dan Muslimah Bagi
Siswa, Mahasiswa Dan Karyawan
Sulawesi
Selatan Bulukumba
Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba
Nomor 05 Tahun 2003 Tentang
Berpakaian Muslim Dan Muslimah Di
Kabupaten Bulukumba
25 Wikipedia, http://id. wikipedia. Org /wiki/ Daftar peraturan daerah di Indonesia
berlandaskan hukum agama, Diakses Jumat 20 September 2013, Pukul 15:00 WIB.
9
Tabel 3. Peraturan Daerah Tahun 2004.
Tahun 2004
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Aceh
Nanggroeh
Aceh
Darussalam
Peraturan Daerah NAD Nomor 7
Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Zakat
Bukittinggi
Peraturan Daerah Kabupaten Bukit
Tinggi Nomor 29 Tahun 2004
tentang Pengelolaan Zakat, Infaq,
dan Shadaqoh
Pesisir
Selatan
Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir
Selartan Nomor 8 Tahun 2004
tentang Pandai Baca Tulis Al-
Qur'an Provinsi Bengkulu
Jawa Barat Cirebon
Peraturan Daerah Kabupaten
Cirebon Nomor 77 Tahun 2004
Tentang Pendidikan Madrasah
Diniyah Awaliyah
Kalimantan
Selatan
Banjarmasin
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin
Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Zakat
Peraturan Daerah Kabupaten Banjar
Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Ramadan (Perubahan Peraturan
Daerah Ramadan Nomor 10 tahun
2001)
Peraturan Daerah Kabupaten Banjar
Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Khatam Al-Qur'an bagi Peserta
Didik pada Pendidikan Dasar dan
Menengah
Nusa
Tenggara
Barat
Dompu
Peraturan Daerah Kabupaten
Dompu Nomor 11 Tahun 2004
tentang Tata Cara Pemilihan Kades
(materi muatannya mengatur
keharusan calon dan keluarganya
bisa membaca Al-Qur'an yang
dibuktikan dengan
rekomendasi KUA).
10
Tabel 4. Peraturan Daerah Tahun 2005.
Tahun 2005
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Sumatera Barat
Peraturan Daerah Provinsi Sumatra barat Nomor 7 Tahun 2005
tentang Pandai baca Tulis Al-Qur'an
Pesisir Selatan
Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan
Nomor 4 Tahun 2005 tentang berpakaian
Muslim dan Muslimah
Agam
Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 6
Tahun 2005 Tentang berpakaian Muslim
Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5
Tahun 2005 tentang Pandai baca Tulis Al-
Qur'an
Solok
Peraturan Daerah Kabupaten Solok Selatan
Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian
Muslim Dan Muslimah Di Kabupaten Solok
Selatan
Jawa Barat
Bandung Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 9
Tahun 2005 tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.
Sukabumi Peraturan Daerah Kabupaten sukabumi Nomor
12 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat
Sidoarjo
Peraturan Daerah. Kabupaten Sidoarjo Nomor 4
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq,
dan Shadaqoh
Kalimantan
Selatan
Banjarmasin Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor
8/2005 tentang Jum'at Khusyu'
Hulu Sungai
Utara
Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Zakat, Infaq, dan
Shadaqoh
Banjarmasin
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota
Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Larangan Kegiatan Pada Bulan Ramadan
Sulawesi Selatan
Maros
Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 16
Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim Dan
Muslimah
Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 15
Tahun 2005 tentang Gerakan Buta Aksara dan
pandai Baca Al-Qur'an dalam Wilayah
Kabupaten Maros
Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 17
Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat
Enrekang Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 6
Tahun 2005 Tentang Busana Muslim
Gorontalo
Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 22 Tahun 2005
Tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran Bagi Siswa Yang Beragama
Islam
Sulawesi
Tenggara Kendari
Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 17
Tahun 2005 tentang Bebas Buta Aksara Al-
Qur'an pada Usia Sekolah dan Bagi masyarakat
Islam di Kota Kendari
11
Tabel 5. Peraturan Daerah Tahun 2006.
Tahun 2006
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Riau Kampar
Peraturan Daerah Kabupaten Kampar
Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
Bangka
Belitung Bangka
Peraturan Daerah Kabupaten Bangka
Nomor 4 Tahun 2006 tentang pengelolaan
Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
Banten Serang
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 1
Tahun 2006 tentang Madrasah diniyah
Awwaliyah
Jawa Barat Cianjur
Peraturan Daerah Bupati Cianjur Nomor
15 Tahun 2006 Tentang Pemakaian Dinas
Harian Pegawai di Lingkungan
Pemerintahan Kabupaten Cianjur.
Jawa Timur Pasuruan
Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengaturan
Membuka Rumah Makan, Rombong dan
sejenisnya pada Bulan Ramadan
Kalimantan
Selatan Banjarmasin
Peraturan Daerah Kabupaten Banjar
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Penulisan
Identitas dengan Huruf Arab Melayu (LD
Nomor 5 tahun 2006 Seri E Nomor 3)
Sulawesi
Selatan
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun
2006 tentang Pendidikan Al-Qur'an
Makassar Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 5
Tahun 2006 tentang Zakat
Polewali
Mandar
Peraturan Daerah Kabupaten Polewali
Mandar Nomor 14 Tahun 2006 tentang
Gerakan Masyarakat Islam Baca Al-Qur'an
Tabel 6. Peraturan Daerah Tahun 2008.
Tahun 2008
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Sumatera Barat Padang Panjang
Peraturan Daerah Kabupaten Padang
Panjang Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Zakat
Jambi Bungo
Peraturan Daerah Kabupaten Bungo
Nomor 23 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Zakat
Kalimantan
Timur
Kutai
Kartanegara
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai
Kartanegara Nomor 9 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Zakat Kabupaten
Kutai Kartanegara
12
Tabel 7. Peraturan Daerah Tahun 2009.
Tahun 2009
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Riau
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2009
Tentang Pengelolaan Zakat
Batam Peraturan Daerah Kota BataM Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat
Jawa Barat TasikMalaya
Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya
Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Pembangunan Tata Nilai Kehidupan
Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada
Ajaran Agama Islam Dan Norma-Norma
Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya
Jawa Tengah
Semarang Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7
Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat
Wonosobo
Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso
Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Pengelolaan Zakat
Sulawesi
Tenggara Konawe Utara
Peraturan Daerah Kabupaten Konawe
Utara Nomor 04 Tahun 2009 Tentang
Bebas Buta Baca Tulis Huruf Alqur’an
Bagi Anak Usia Sekolah Dan Masyarakat
Yang Beragama Islam Di Kabupaten
Konawe Utara
Tabel 8. Peraturan Daerah Tahun 2010. Tahun 2010
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Sumatra
Barat Padang
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 02 Tahun 2010 Tentang
Pengelolaan Zakat
Riau
Bintan
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 6 Tahun 2010
Tentang Kewajiban Pandai Baca Tulis Al Qur’an Dan
Mendirikan Shalat Bagi Anak Usia Sekolah Yang Beragama
Islam
Indagiri Hulu
Peraturan Daerah Kabupaten Indagiri Hulu Nomor 4 Tahun
2010 Tentang Pandai Baca Tulis Al Qur’an Bagi Peserta Didik
Pada Pendidikan Dasar, Pendidikan Menegah dan Calon
Pengnantin.
Jawa
Timur
Mojokerto Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 3 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shodaqoh
Probolinggo Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan Zakat
Kalimantan
Selatan
Banjarmasin
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 4 Tahun 2010
Tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran Bagi Siswa Sekolah Dasar
/ Madrasah Ibtidaiyah, Siswa Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah Dan Siswa Sekolah Menengah Atas /
Madrasah Aliyah / Sekolah Menengah Kejuruan Serta Calon
Pengantin Yang Beragama Islam
Tapin Peraturan Daerah Kabupaten Tapin Nomor 13 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan Zakat
13
Tabel 9. Peraturan Daerah Tahun 2011.
Tahun 2011
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Jawa Barat Sumedang
Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah
Jawa Tengah
Kebumen
Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen
Nomor 13 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat
Banjar Negara
Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara
Nomor 10 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat
Maluku Utara Ternate Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 30
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Tabel 10. Peraturan Daerah Tahun 2012.
Tahun 2012
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Riau Rokan Hulu
Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu
Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Zakat
Jawa Barat Kuningan
Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan
Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Zakat
Kalimantan
Timur
Penajam Paser
Utara
Peraturan Daerah Kabupaten Penajam
Paser Utara Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Zakat, Infaq, Shodaqoh Dan
Wakaf
Sulawesi
Selatan Wajo
Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor
22 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat
Tabel 11. Peraturan Daerah Tahun 2013.
Tahun 2013
Provinsi Kabupaten /
Kota Nama Peraturan Daerah
Riau Siak Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 6
Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat
Jambi Batang Hari
Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Kewajiban Mampu Baca Tulis Al-Qur’an
Dan Melaksanakan Shalat Fardlu Bagi
Siswa Yang Beragama Islam
14
Dari daftar peraturan daerah di atas setidaknya dari tahun 2002 sampai 2013
ada 62 peraturan daerah yang terdiri atas 4 peraturan daerah tingkat provinsi, 45
peraturan daerah kabupaten dan 13 peraturan daerah kota yang bermuatan materi
keagamaan, secara garis besar rata-rata perda-perda di atas mengatur mengenai
zakat, infak, shadaqah, baca tulis Al’Quran, pendirian sekolah muslim, pengaturan
di bulan ramadhan, cara berpakaian Muslim. Yang notabene semua yang diatur
berdasarkan hukum agama yang dalam kasus di atas berdasarkan hukum syariah.
Demikian hal-hal yang menjadi latar belakang permasalahan dari penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini dan dari latar belakang tersebut penulis
mengemukakan suatu rumusan permasalahan sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
Apakah Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan dalam sistem
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Memiliki Legalitas?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi jenis Peraturan Daerah tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota, yang Bermuatan Materi Keagamaan.
2. Mengetahui legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan
dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
D. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang tidak lain mencari
dan menemukan penelitian prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang mengatur status.
15
Dimana penulis hendak mengemukakan kecocokan antara aturan hukum dengan
norma hukum.26
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif (yuridis normative). Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, penulis
menggunakan beberapa pendekatan, seperti pendekatan Perundang-undangan
(Statute Approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan yang menjadi
fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.
Untuk itu penulisan harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang
mempunyai sifat-sifat seperti Comprehensive artinya norma-norma hukum yang
ada di dalamnya terkait antara satu dengan lain secara logis, Systematic norma-
norma hukum antara satu dengan lain tersusun secara hierarki.27 Namun dalam
suatu penelitian normatif, satu hal yang pasti adalah penggunaan pendekatan
perundang-undangan (Statute Approach). Di katakan pasti karena secara logis
hukum, penelitian hukum normative didasarkan pada penelitian yang dilakukan
terhadap bahan hukum yang ada.28
2. Jenis / Sifat Penelitian
Jenis / sifat penelitian yang di gunakan oleh penulis adalah eksploratif yaitu
penelitian yang berusaha menemukan sebab akibat dari suatu peristiwa atau
26 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenanda Media
Grup, Jakarta, 2013, Hlm. 41 27Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, 2006, Hlm, 302-303. 28 Ibid, Hlm. 301.
16
kejadian dimana penelitian ini dilakukan untuk menggali suatu gejala yang relatif
masih baru. Dapat dikatakan bahwa ada suatu fenomena atau gejala yang selama
ini belum pernah diketahui.29
3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini data primer dan data
sekunder, berikut akan di uraikan penjelasan mengenai sumber data yang di
gunakan dalam penelitian ini.30 Data Sekunder adalah Data yang diperoleh dari
literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok persoalan, dengan cara studi
kepustakaan (library study). Data sekunder terdiri dari:
a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri
dari Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan-peraturan daerah yang di
dalamnya mengatur materi keagamaan, Undang-undang Nomor 12 tahun
2011, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004,31 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008. Putusan-putusan Mahkamah Agung atas
pengujian Peraturan Daerah yang bermuatan agama.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan buku-buku yang
berkaitan dengan pokok persoalan.
29 Priyono, Jenis-Jenis Penelitian, http:// drpriyoNomorblogspot.com/ 2012/ 03/ jenis-
jenis-penelitian.html, diakses pada tanggal 23 Mei 2013. 30 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkar, Rajawali Press Jakarta, 1990, Hlm. 14-15. 31 Alasan dimasukkannya undang-undang ini adalah walaupun pembentukan peraturan
perundang undangan sudah diatur dengan undang-undang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011, namun sebagian dari Peraturan-peraturan Daerah yang diteliti adalah peraturan daerah
yang pada waktu dibentuk masih atas dasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
17
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
misalnya kamus dan ensiklopedia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang didapat
dari buku, laporan, jurnal dan lain-lain. Bahan hukum sekunder antara lain:
Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan-peraturan daerah yang di dalamnya
bermuatan materi keagamaan, Undang-undang Nomor 12 tahun 2011, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Putusan-
putusan Mahkamah Agung atas pengujian Peraturan Daerah yang bermuatan
agama.
4. Unit Amatan
Yang menjadi unit amatan dalam penulisan ini adalah Mengidentifikasi jenis
Peraturan Daerah tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, yang bermuatan materi
keagamaan.
5. Unit Analisis
Yang akan dianalisis adalah Legalitas Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten
Kota yang bermuatan materi keagamaan.