bab i pendahuluan a. latar belakang filebab i pendahuluan a. latar belakang daerah sumatera barat...
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Sumatera Barat termasuk daerah yang rawan terhadap gempa. Di
daerah ini telah terjadi gempa bumi dengan skala besar, menengah dan kecil.
Gempa skala besar dapat meruntuhkan suatu bangunan. Sedangkan gempa skala
kecil dan menengah dapat membuat panik masyarakat. Korban jiwa dapat terjadi
apabila masyarakat tertimpa bangunan yang runtuh dan karena kejadian yang
begitu cepat penduduk sulit untuk dapat menyelamatkan diri.
Salah satu penyebab kenapa gempa bumi begitu banyak menelan korban
adalah karena gempa bumi tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Sampai saat
ini belum ada instrumen yang bisa meramalkan kapan terjadinya gempa bumi.
Sebab yang kedua adalah gempa bumi terjadi dalam waktu yang begitu cepat
dalam orde detik sampai menit. Durasi gempa yang begitu cepat ini dapat
menghancurkan bangunan dalam waktu yang singkat. Sebab lain adalah kontruksi
bangunan yang didesain belum dapat menahan getaran akibat gempa bumi.
Bangunan yang tidak dirancang dengan konstruksi tahan gempa tidak dapat
menahan gempa yang besar.
Masyarakat khususnya yang tinggal di pedesaan disamping membuat
rumah dari kayu, ada juga yang rumah permanen, yaitu bangunan yang dibuat
dengan susunan batubata yang dicampur dengan pasir, kerikil dan semen.
Berdasarkan pengamatan, bangunan yang dibuat dari kayu lebih tahan gempa bila
dibandingkan dengan bangunan permanen. Bangunan dari kayu lebih tahan
1
getaran karena kayu bersifat elastis dan bangunan dari kayu mempunyai
konstruksi lebih kokoh dibanding bangunan permanen. Bangunan dari kayu dapat
meredam getaran sehingga getaran yang dirasakan menjadi lebih kecil. Pada
zaman dahulu masyarakat membuat bangunan dari kayu. Namun pada saat
sekarang bangunan dari kayu kurang diminati oleh masyarakat karena harga kayu
yang semakin mahal dan sulit untuk mendapatkannya. Disamping itu peningkatan
pemakaian kayu dapat menyebabkan penggundulan hutan yang pada muaranya
dapat menyebabkan masalah lingkungan. Berbagai faktor ini menyebabkan
masyarakat cenderung untuk membuat rumah permanen sebagai tempat
tinggalnya. Namun rumah permanen ini rawan terhadap gempa karena bangunan
permanen yang dibuat oleh masyarakat tidak didesain supaya tahan gempa. Untuk
mengatasi hai ini maka bangunan haruslah dirancang supaya tahan gempa dengan
memakai bahan bangunan yang berkualitas sehingga bangunan menjadi lebih
kokoh dan kuat.
Salah satu komponen bahan bangunan yang berhubungan dengan kekuatan
sebuah bangunan permanen adalah batubata. Batubata tidak hanya digunakan
pada perumahan rakyat saja, namun digunakan untuk bangunan bertingkat,
pembuatan jembatan dan berbagai jenis bangunan lainnya. Pemakaian batubata
pada suatu bangunan akan membuat bangunan menjadi lebih kokoh dan bangunan
menjadi lebih tahan lama. (Anita Arma, 2004).
Untuk meningkatkan kualitas batubata, maka batubata dapat diberikan
bahan penguat. Bahan penguat dapat berupa serat limbah sisa hasil produksi suatu
produk seperti serat kayu. Pemakaian serat yang berasal dari limbah, disamping
2
dapat meningkatkan kualitas bata yang dihasilkan juga membantu pemerintah
dalam menangani masalah limbah. Pembuatan batubata dengan bahan penguat
dari limbah ini akan memberikan kontribusi positif bagi pengrajin bata.
Pembuatan batubata tradisional tanpa bahan tambahan sudah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) namun masih berada pada kelas 25 yang
mempunyai kuat tekan minimum 25 kg/cm2. Penelitian yang dilakukan oleh Anita
Arma mendapatkan nilai kuat tekan maksimal untuk batubata tanpa bahan penguat
adalah 38.89 kg/cm2. Diharapkan dengan adanya bahan penguat ini kualitas
batubata yang dihasilkan dapat ditingkatkan.
Ukuran butir merupakan parameter penting dalam pembuatan batubata.
Batubata yang akan diproses mempunyai ukuran butir tertentu yang akan
berpengaruh terhadap sifat mekanik batubata yang dihasilkan.
Berdasarkan kondisi di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul : Optimasi ukuran butir tehadap sifat fisis batubata komposit dengan
bahan penguat serat kayu.
B. Batasan Masalah Karakterisasi sifat fisis dapat berupa penentuan nilai kuat tekan dan nilai
porositas. Pada penelitian ini dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan pada penentuan nilai kuat tekan dan nilai porositas
batubata komposit dengan bahan penguat serat kayu.
2. Bahan penguat yang digunakan adalah serat kayu penggergajian.
3. Rentang ukuran butir yang digunakan adalah 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm
dan 0.6 mm.
3
4. Suhu pembakaran yang digunakan adalah 800° C.
5. Perbandingan lempung dan serat kayu yang digunakan adalah 9:1.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pada
penelitian ini dirumuskan suatu permasalahan yaitu : berapakah ukuran butir
lempung dan serat yang optimal yang digunakan sehingga didapatkan nilai kuat
tekan yang tinggi dan nilai porositas yang rendah pada batubata komposit dengan
bahan penguat serat limbah.
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan ukuran butir optimal sehingga didapatkan batubata komposit
dengan nilai kuat tekan yang tinggi.
2. Menentukan ukuran butir optimal sehingga didapatkan batubata dengan
nilai porositas yang rendah.
E. Pertanyaan Penelitian Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu
dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Berapakah ukuran butir yang optimal sehingga didapatkan kualitas
batubata yang lebih baik ditandai dengan nilai kuat tekan yang tinggi.
2. Berapakah nilai ukuran butir optimal sehingga didapatkan batubata dengan
nilai porositas minimal.
4
F. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat :
1. Dihasilkannya batubata komposit dengan penguat berupa serat limbah
yang berkualitas baik yang ditandai dengan nilai kuat tekan yang tinggi
dan nilai porositas yang rendah.
2. Terhadap Laboratorium Fisika Material, terutama dalam pengembangan
pembuatan keramik batubata dengan dengan bahan baku yang tersebar di
Sumatera Barat.
3. Sebagai informasi bagi calon investor yang berminat dalam
pengembangan industri keramik batubata.
4. Terhadap Pembaca, untuk menambah pengetahuan dan memperluas
wawasan dalam hal pengembangan bahan komposit menggunakan fasa
terdispersi berupa serat limbah.
5. Terhadap Peneliti, sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Fisika.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Keramik Batubata
Batubata termasuk jenis bahan keramik. Keramik berasal dari perkataan
“keramos” yang artinya “yang dibakar”. Keramik adalah semua benda-benda yang
terbuat dari tanah lihat atau lempung yang mengalami proses pengerasan dengan
pembakaran pada suhu tinggi. Jenis keramik menurut kepadatannya adalah :
1. Gerabah (earthen ware)
Gerabah dibuat dari semua jenis tanah liat dan mudah dibentuk dan
dibakar pada suhu maksimum 1000° C. Keramik jenis ini mempunyai
struktur yang sangat rapuh, kasar dan berpori. Gerabah temasuk jenis
keramik berkualitas rendah . Batubata, genteng, kendi dan gentong
termasuk dalam jenis keramik gerabah.
2. Keramik batu (stoneware)
Dibuat dari bahan lempung plastis yang dicampur dengan bahan tahan api.
Sehingga dapat dibakar pada suhu tinggi antara 1200°-1300° C . Keramik
ini mempunyai struktur yang kokoh dan halus, kuat dan berat seperti batu.
Keramik jenis ini termasuk golongan menengah.
3. Porselen
Adalah jenis keramik yang dibuat dari lempung murni tahan api seperti
kaolin, alumina dan silika. Keramik ini disebut juga keramik putih karena
berwarna putih bahkan bisa tembus cahaya. Porselen atau keramik putih
ini dipijarkan pada suhu 1330°– 1400° C bahkan ada yang dibakar pada
6
suhu 1500° C, karena keramik ini dibakar pada suhu tinggi maka
dihasilkan jenis keramik yang bagus dan berkualitas tinggi.
4. Keramik baru (new ceramic)
Adalah keramik yang secara teknis, diproses untuk keperluan teknologi
tinggi seperti peralatan mobil, listrik, konstruksi bahan bangunan,
komputer, cerobong pesawat, kristal optik, keramik metal, biokeramik,
keramik magnetik dan lain sebagainya.
Berdasarkan komposisi kimia, keramik dapat diklasifikasikan atas empat kategori
utama :
1. Golongan Oksida, termasuk didalamnya alumina (Al2O3), magnesia
(MgO), dan zirkonia (ZrO2).
2. Golongan Karbida, yaitu silikon karbida (SiC), silikon nitrida (Si3N4).
3. Golongan Silikat, yaitu porselen, steatit dan mullit.
4. Sialon, berbasis Si – Al – O – N dan M – Si – Al – O – N dimana M= Li,
Be, Mg, Ca, Sc, Y.
B. Material Penyusun Batubata
Batubata dibuat dari lempung yang berasal dari pelapukan batuan yang
banyak mengandung feldspar. Mineral ini tersusun atas silikon dan alumunium
dengan gabungan atom kalium, natrium dan kalsium. Karena disebabkan oleh air
yang mengandung asam arang maka unsur-unsur kalium, kalsium dan larut dalam
air dan unsur silikat alumuniumnya berubah menjadi silikat alumunium basa.
Endapan Silikat Alumunium basa bila tidak bercampur dengan bahan-bahan lain
atau masih murni disebut dengan kaolin yang merupakan bahan utama dalam
7
pembuatan keramik porselen. Bila bercampur dengan pasir halus dan Besi II
oksida (Fe2O3) dan kapur halus (CaCO3) menjadi tanah liat.
1. Alumina (Al2O3 )
Alumina adalah oksida keramik yang paling banyak digunakan.
Alumina mempunyai titik leleh tinggi (2050°C) dan mempunyai ketahanan
panas dan ketahanan api. Gaya pengikatan interatomiknya sebagian
bersifat ionik dan sebagian bersifat kovalen. Sangat kuat dan struktur
kristal alumina masih stabil hingga suhu 1500°-1700° C. Meskipun
material ini lebih peka terhadap panas dan memiliki stabilitas kimia yang
baik namun lebih peka terhadap kejutan termal dibandingkan dengan
material pembentuk keramik yang lain (Smallman, 1999). Pada alumina
tidak terdapat sedikit elektron bebas dan memiliki tetapan diektrik yang
tinggi. Bahkan pada suhu 1000° C dimana atom memiliki mobilitas yang
tinggi dan mampu menghantarkan listrik, tahanannya masih sangat tinggi.
Bahan baku utama dalam pembuatan alumina adalah bauksit
Al2O(OH)2 yaitu batuan hidrat yang sangat berlimpah yang terdapat dikulit
bumi. Pada Tabel 1 ditampilkan sifat-sifat fisis dan kimia alumina.
8
Tabel 1: Sifat fisis dan kimia material alumina
General names Alumina Molecular formula Al2O3
Molar mass 101.96 g/mol Properties
Density and phase 3.97 g/cm3, solid Solubility in water insoluble Melting point 2050 °C Boiling point ~3000 °C Thermal Conductivity 18 W/m·K
Structure Coordination geometry octahedral
Crystal structure cubic (Sumber : en.wikipedia.org/wiki/Transparent_alumina)
2. Silika (SiO2)
Pada gerabah padat, silika berfungsi sebagai bahan pengisi dan
merupakan rangka-rangka atau jaringan-jaringan yang memelihara bentuk
gerabah selama pembakaran. Silika dengan kemurnian yang tinggi
merupakan bahan yang sangat baik untuk pembuatan keramik dengan
pemuaian yang sangat rendah. Silika merupakan isolator yang sangat baik
sampai mencapai suhu 1000°C dan tahan terhadap korosi logam dan gelas.
3. Magnesia (MgO)
Magnesia adalah bahan keramik yang merupakan ikatan atom antar
magnesium dan oksigen. Magnesia mempunyai titik lebur yang tinggi
yaitu 2800 °C dan ketahanan panas yang tinggi (tahan sampai suhu 1700
°C pada saat reduksi dan 2300 °C pada oksidasi).
9
4. Kaolin
Merupakan campuran antara clay dengan jenis pembentuk keramik
yang lain seperti alumina, kalsium aluminat atau silikon karbida. Kaolin
merupakan bahan yang elastis.
5. Mullit (3Al2O3 . - 2SiO2 atau Al6 Si2 O13 )
Merupakan senyawa dari Alumunium, Silikon dan Oksigen. Mullit
berwarna putih. Mullit mempunyai tetapan dielektrik yang besar yang
tergantung pada kemurnian dan kerapatannya.
Keramik Batubata mempunyai sifat-sifat fisika sebagai berikut (Van
Flack, 1992) :
1. Merupakan senyawa logam dan non logam.
2. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan/atau ikatan kovalen. Adanya
ikatan ionik ini menyebabkan bahan keramik mempunyai stabilitas yang
relatif tinggi dan tahan terhadap perubahan fisika dan kimia yang ekstrim.
3. Pada umumnya keramik bersifat isolator.
Keramik seperti batubata lainnya bersifat isolator karena memiliki elektron
bebas yang sedikit bahkan tidak ada. Elektron-elektron ini berbagi dengan
atom-atom yang berdekatan membentuk ikatan kovalen atau perpindahan
electron valensi dari kation ke anion membentuk ikatan ion.
4. Mempunyai modulus elastisitas yang tinggi.
Modulus ini menyatakan tingkat kekakuan atau tegangan yang diperlukan
untuk menghasilkan satu satuan regangan elastis. Keramik umumnya
dianggap material yang getas dan tidak ulet. Sebelum dan sesudah
10
perpatahan, deformasi plastis yang dialami mikrostruktur hanya sedikit
bahkan tidak ada sama sekali. Kekuatan keramik pada tegangan kompresi
sangat baik, sehingga pada perancangan barang-barang keramik
diusahakan agar pemakaian gaya bersifat kompresif . Sebaliknya kekuatan
tarik keramik tidak menyolok bahkan rendah karena pengaruh cacat
permukaan. Tabel 2 memperlihatkan bahwa bahan keramik mempunyai
modulus elastisitas yang tinggi dibanding bahan-bahan lain.
Tabel 2: Modulus elastisitas, kerapatan curah dan modulus spesifik untuk berbagai material
Modulus
Elastisitas (E/GN m-2)
Kerapatan Curah
(ρ/kg m-3)
Modulus Spesifik
(E/ρ) Alumina 345 3800 0,091
Gelas (crown) 71 2600 0,027 Aluminium 71 2710 0,026
Baja 210 7860 0,027 Beton 14 2400 0,006
(Sumber : R.E. Smallman, 2000)
C. Proses Pembentukan Batubata
Pada umumnya keramik mempunyai struktur kristalin namun pada
batubata susunan atom-atomnya belum tertata dengan baik sehingga belum
berbentuk kristal sempurna. Selama pembentukan keramik dapat terjadi
penumbuhan kristal ketika pada suhu tinggi. Namun pada batubata susunan
kristalnya belum sempurna yang ditandai dengan masih rapuhnya material
batubata. Bahan keramik yang lebih kuat dan stabil biasanya memiliki struktur
jaringan tiga dimensi dengan ikatan yang sama kuatnya dalam ketiga arah (Van
Flack, 1992).
11
Batubata disusun oleh lempung yang terdiri dari lima lapis atom yang
menyusun tebal pertikel lempung. Pada lempung, atom-atom permukaan
cenderung masuk keruang matriks untuk memperkecil energi permukaannya.
Karena tipisnya partikel, ion-ion tidak tertarik kedalam namun menjadi terkutub
yang memberi muatan positif dan negatif pada permukaan. Muatan ini diimbangi
oleh jerapan fisik molekul air yang juga dapat membuat momen dipol. Air akan
terikat dan tidak mudah lagi untuk bergerak. Partikel lempung dapat tumbuh
menyamping, atau tumbuh searah bidang. Bagian tepi partikel merupakan ikatan
putus sehingga dapat diimbangi dengan menarik air
Lempung mempunyai permukaan amat luas karena sangat kecil
ukurannya. Sehingga lempung sanggup mengikat air di sekelilingnya. Air tidak
mudah lagi dipisahkan dengan lempung kecuali dipanaskan diatas suhu 1000° C
(Hartomo, 1994).
Sistem lempung air merupakan kunci cara pembentukan batubata. Pada
kandungan air sedikit (tak sampai 10 % ) air tak cukup untuk mengimbangi
muatan ( dwikutub ) fisika kimia pada partikelnya. Partikel-pertikel saling
bersaing memperebutkan sehingga menempel kuat. Ketika lempung yang telah
dicetak pada bahan cetakan dipanaskan pada suhu 800 °C, maka partikel air
menjadi berkurang karena penguapan sehingga ikatan antar atom pada lempung
menjadi lebih kuat.
Pada kandungan air tingkat sedang ( 15-25 %) maka jumlah air cukup
untuk mengimbangi muatan partikel. Kelebihan air ini juga berfungsi sebagai
pelumas bagi lempungnya. Dengan kadar air sebesar ini, maka bahan lempung
12
menjadi lebih plastis. Pada kandungan air tinggi, air akan terikat di sekeliling
partikel dan membentuk suspensi dan partikel tersebut akan bertolakan satu sama
lain (Hartomo, 1994).
D. Bahan Komposit
Komposit adalah kombinasi dua bahan atau lebih yang mempunyai sifat
fisika dan kimia yang berbeda yang bertujuan untuk menghasilkan bahan baru
yang kinerjanya tidak bisa dicapai oleh masing-masing komponen.
(Ismunandar,2003). Bahan komposit terdiri dari fasa ruang yang kontinyu yang
disebut dengan matrik. Fasa yang terdispersi disebut dengan penguat yang
biasanya lebih kuat dan lebih keras.
Matriks komposit dapat berupa polimer, logam dan keramik. Sedangkan
sebagai bahan penguatnya dapat berupa serat, karbon, bahan keramik, boron dan
jenis logam. Penguat komposit ini dapat berbentuk serat yang panjang, berbentuk
partikel, serat yang kontinu, berbentuk lembaran dan lain sebagainya.
Secara ideal, matriks pada komposit bertujuan untuk :
1. Menginfiltrasi serat dan cepat membeku pada suhu dan tekanan yang
wajar.
2. Membentuk suatu ikatan yang koheren, umumnya dalam bentuk ikatan
kimia di semua antar muka matriks atau serat.
3. Menyelubungi serat dan melindunginya dari kerusakan antar serat berupa
abrasi dan melindungi serat dari lingkungan.
4. Mentransfer tegangan kerja keserat.
13
5. Memisahkan serat sehingga kegagalan serat individu dapat diatasi dan
tidak merugikan integritas individu secara keseluruhan.
6. Melepas ikatan (debond) dari serat individu dengan cara absorpsi energi
regangan apabila terjadi rambatan retak yang mengenai serat .
7. Tetap stabil secara fisika dan kimia setelah proses pembuatan.
Pada batubata, matrik komposit terdiri dari lempung sedangkan
penguatnya adalah serbuk kayu. Pada bahan komposit batubata, beban yang
diterima oleh batubata akan ditransfer ke penguat untuk meningkatkan kekuatan
komposit sedangkan matrik komposit digunakan untuk mengikat serat penguat.
Sifat komposit yang dihasilkan bergantung pada sifat-sifat komponen-komponen
penyusunnya dan susunan serat pada matrik.
Berdasarkan karakteristik bahan pada penguatnya, komposit dibagi dua
(Van Flack,1992):
1. Komposit anisotropik
Pada komposit jenis ini mempunyai sifat mekanis yang berbeda bila
mempunyai arah yang berbeda. Komposit anisotropik mempunyai penguat
berupa lembaran dan serat.
2. Komposit isotropik
Komposit jenis ini mempunyai kekuatan yang sama pada semua arah dan
biasanya penguat yang digunakan berupa partikulat.
Komposit batubata termasuk jenis komposit isotropik karena penguatnya
berupa serbuk partikel yang berasal dari serat kayu. Sehingga komposit batubata
mempunyai sifat yang sama untuk semua arah. Gambar 1 memperlihatkan bahwa
14
bahan yang diperkuat mempunyai ketahanan menanggung beban lebih tinggi
dibanding bahan yang tidak diperkuat.
(Sumber : R..E. Smallman, 2000) Gambar 1 : Tahap kegagalan komposit yang diperkuat
Untuk memperoleh kekuatan bahan yang yang lebih tinggi, maka pada
lapisan penguat komposit harus memiliki modulus elatisitas yang lebih tinggi dari
matriks (Van Flack, 1992). Tegangan geser permukaan penting bila serat tidak
kontinyu. Bila serat putus, tegangan secara otomatis akan mencapai nol pada
ujung serat dan beban dialihkan kematriks.
E. Struktur Fisis Serat Kayu
Serat kayu yang digunakan berasal dari kayu. Kayu merupakan bahan
mentah yang telah lama digunakan oleh manusia. Secara kimia, komponen yang
dikandung oleh kayu adalah :
15
1. Selulosa
Selulosa merupakan komponen yang terbesar dalam kayu yang fraksinya
hampir setengahnya. Selolusa merupakan polimer linier dengan berat molekul
tinggi yang tersusun atas β-D-Glukosa.
2. Poliosa (hemisulosa)
Poliosa mengandung lima gula netral, yaitu heksosa-heksosa glukosa,
manosa, galaktosa, pentosa-pentosa xilosa dan arabinosa.
3. Lignin
Lignin merupakan komponen makromolekul. Struktur lignin sangat
berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas senyawa
aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin merupakan senyawa
amorf yang terdapat dalam lamela tengah pada kayu.
4. Senyawa polimer minor
Tedapat dalam kayu dengan jumlah yang sedikit sebagai pati dan senyawa
pektin. Sel parenkim kayu mengandung protein 1% terutama dalam kambium dan
kulit bagian dalam.
Dilihat dari segi fisisnya, senyawa kayu sangat anisotropik, diantara sifat-
sifat fisis kayu adalah (Van Flack, 1992) :
1. Kerapatan kayu tergantung pada struktur, pada bagian yang berbeda
memiliki kerapatan yang berbeda.
2. Kayu bersifat higroskopis
Jumlah cairan yang diserap tergantung pada tingkat kelembapan udara
disekitarnya.
16
3. Memiliki modulus elastisitas yang tinggi. Modulus elstisitas dalam arah
longitudinal berkisar antara 7.000-14.000 Mpa, dalam arah tangensial 400-
700 Mpa dan dalam arah radial 500-1000 Mpa.
Karena kayu memiliki modulus elastisitas yang tinggi maka kayu cocok
digunakan sebagai bahan penguat (fasa terdispersi ) pada batubata komposit.
F. Teori Elatisitas Suatu benda padat apabila diberikan suatu gaya eksternal, maka benda
tersebut akan berusaha untuk melawan gaya eksternal tersebut dengan suatu gaya
internal dari benda itu sendiri. Jika gaya yang diberikan tidak terlalu besar yang
tidak melewati batas elastisitas suatu benda, maka benda akan kembali kebentuk
semula (Van Flack,1992).
1. Stress (Tegangan)
Stress didefinisikan sebagai gaya persatuan luas. Jika gaya tersebut
bervariasi terhadap titik pada area yang ditinjau, maka stress dapat ditentukan
dengan persamaan :
AF
alim
0→
=σ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(1)
2. Strain (Regangan)
Strain didefinisikan sebagai perbandingan perubahan antara dua titik
setelah dikenai gaya. Bila suatu benda elastis mengalami strain maka akan terjadi
perubahan bantuk dan ukuran pada benda tersebut.
17
Untuk mengetahui kuat tekan dilakukan dengan mesin penekan. Dari
parameter alat mesin tekan, kekuatan tekan batubata dapat ditentukan dengan
memasukan parameter tersebut kedalam persamaan (2) :
)()(
2cmangLuasPenampkgBebanTekanKuatTekan = . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
Dengan memasukan parameter beban tekan dan luas penampang batubata maka
dapat ditentukan kuat tekan batubata. Nilai kuat tekan yang dihasilkan
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mengetahui kelas
batubata hasil pengujian. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk uji kuat tekan
batubata seperti pada Tabel 3.
Tabel 3: Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batubata berdasarkan nilai kuat tekan
Nilai kuat tekan Kelas
Kg/cm2 N/mm2
25 25 2.5 50 50 5 100 100 100 150 150 15 200 200 20 250 250 25
(Sumber : Standar Nasional Indonesia, 1991) G. Porositas Didalam suatu benda padat umumnya terdapat porositas. Porositas
merupakan karakteristik dari satu bahan. Nilai porositas yang tinggi menyatakan
bahwa pada bahan tersebut memiliki banyak rongga didalamnya. Rongga yang
banyak akan menyebabkan suatu bahan menjadi lebih rapuh dan kekuatannya
berkurang. Besarnya porositas pada sampel berupa batubata dapat diketahui dari
18
kecepatan gelombang p yang merambat pada kayu tersebut. Porositas dapat diukur
dengan Sonicviewer menggunakan persamaan (3) :
sou
sop
VVVV
/1/1/1/1
−
−=Φ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
pV = kecepatan gelombang pada sampel yang diukur
uV = kecepatan gelombang P pada udara (340 m/s)
soV = kecepatan gelombang P pada bahan padat ( 5480,6 m/s )
Φ = nilai porositas
H. Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Sifat Mekanis Batubata Komposit Sebelum pemrosesan keramik batubata, maka harus diperhatikan adalah
ukuran butir dan distribusi partikel. Ukuran partikel akan mempengaruhi sifat
akhir suatu bahan setelah dibakar. Suatu bahan lempung yang akan disinter
dengan ukuran pertikel yang lebih kecil akan lebih kuat karena luas
permukaannya lebih besar sehingga lebih banyak ikatan yang terjadi. Dengan
menggunakan ukuran butir yang lebih kecil, maka makin sedikit ruang yang
kosong yang terdapat diantara butir sehingga porositasnya akan lebih kecil (Van
Flack, 1992).
Proses sintering (pemanasan) akan menyebabkan partikel halus akan
beraglomerasi menjadi bahan padat. Pada saat sintering permukaan butir yang
berdekatan akan menyatu. Hal ini akan menyebabkan energi permukaan setelah
penyatuan akan lebih kecil dibanding energi permukaan pada saat sebelum
menyatu. Sehingga semakin halus ukuran butir yang digunakan maka kekuatan
19
keramik batubata komposit akan semakin kuat dan porositasnya akan semakin
rendah. Untuk itu, perlu diteliti berapa ukuran butir optimal yang menghasilkan
kuat tekan yang tinggi dan porositas yang rendah. Gambar 2 memperlihatkan
proses penyatuan butir saat Sintering waktu pembakaran batubata.
(Sumber : Van Flack,1992)
Gambar 2: Proses Sintering pada Pembuatan Keramik
20
BAB III METODOLOGI
A. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorium,
dalam eksperimen dilakukan pembuatan batubata, karakterisasi, pengambilan
data, analisis data, penarikan kesimpulan dan penyusunan laporan hasil
penelitian.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dilaboratorium Fisika Material FMIPA UNP,
laboratorium Penelitian Kimia FMIPA UNP, workshop Uji Bahan dan
Mekanika Tanah FT UNP, workshop Keramik jurusan Seni Rupa FBSS UNP
dan laboratorium Uji Bahan Balitbang Propinsi Sumatera Barat. Penelitian
dilakukan selama lima bulan. Jadwal penelitian yang dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 : Jadwal kegiatan penelitian selama lima bulan
Waktu Pelaksanaan (tahun 2006)
Jenis Kegiatan
Maret April Mei Juni Juli
Pencarian Referensi
Pembuatan Proposal
Eksperimen dan
Pengambilan Data
21
Laporan Hasil Penelitian
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel
kontrol. Variabel bebas berupa ukuran butir, variabel terikat berupa nilai kuat
tekan dan porositas batubata komposit. Sedangkan variabel kontrol adalah jenis
bahan penguat, perbandingan antara lempung dan serat serta suhu pembakaran.
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah :
a. Lempung sebagai bahan utama pembuatan keramik batubata.
b. Serat kayu yang berfungsi sebagai bahan penguat batubata komposit.
c. Air sebagai pelarut lempung dan serbuk kayu.
2. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah :
a. Oven untuk memanaskan lempung dan serat yang akan digerus.
b. Penggerus digunakan untuk menghaluskan lempung dan serat.
c. Pengayak untuk memisahkan lempung dan serat berdasarkan ukuran
butirnya.
d. Alat pencetak batubata.
e. Furnace yang digunakan untuk pembakaran batubata.
f. Satu set alat kuat tekan untuk menentukan nilai kuat tekan.
g. Sonicviewer untuk menentukan nilai porositas.
22
E. Prosedur Penelitian
1. Penyiapan sampel
Bahan lempung digerus sehingga mencapai ukuran butir tertentu.
Perlakukan yang sama juga dilakukan terhadap serat kayu. Setelah digerus,
dilakukan pengayakan secara bertingkat untuk memisahkan lempung
berdasarkan ukuran butirnya. Ayakan untuk ukuran butir 0.6 mm diletakan
paling atas, dibawahnya diletakan ayakan untuk ukuran butir 0.18 mm,
0.15 mm dan 0.09 mm. Pengayakan dilakukan lebih kurang selama 5
menit. Setelah itu dilakukan pencampuran antara lempung dan serat kayu
dan diaduk sampai merata. Campuran tadi ditambahkan air sedikit demi
sedikit menggunakan gelas neraca sambil tetap diaduk. Air ditambahkan
sampai campuran lempung dan serat menjadi plastis dan sudah bisa
dibentuk. Perlakuan yang sama dilakukan untuk masing-masing sampel
untuk ukuran butir 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm dan 0.6 mm. Contoh
sampel serbuk kayu penggergajian dengan ukuran butir 0.15 mm terlihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 : Sampel serat kayu penggergajian ukuran butir 0.15 mm
23
2. Pembuatan sampel
Pembuatan sampel batubata komposit dilakukan untuk uji kuat
tekan dan penentuan nilai porositas. Untuk uji kuat tekan, campuran antara
lempung, serat kayu dan air untuk masing-masing ukuran butir dipadatkan
supaya tidak ada rongga udara didalamnya. Bahan ini dicetak dengan alat
pencetak batubata yang berukuran 6x6x6 cm3. Masing-masing sampel
untuk ukuran butir 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm dan 0.9 mm dibuat
sebanyak 4 buah. Untuk uji porositas, sampel dicetak berbentuk silinder
menggunakan pipa paralon dengan ukuran panjang 15 cm. Sampel yang
berbentuk silinder pada penentuan nilai porositas bertujuan untuk
memudahkan pengukuran karena instrumen pembangkit getaran
(transmitter) dan sensor penerima getaran (receiver) berbentuk lingkaran.
Sampel batubata berbentuk kubus dan silinder terlihat pada Gambar 4a
dan 4b.
Gambar 4a: Sampel batubata dengan Gambar 4b: Sampel batubata untuk berbagai ukuran butir pengukuran porositas
24
Sampel yang telah dibuat dikeluarkan dari cetakan lebih kurang
setelah 3 hari, kemudian ditempatkan diudara terbuka yang tidak terkena
sinar matahari langsung selama satu minggu. Apabila sampel sudah
kering, dilakukan pembakaran. Pembakaran sampel dilakukan pada suhu
suhu 800°C. Pembakaran batubata dilakukan dengan furnace yang
mempunyai jarum skala penunjuk suhu. Furnace diperlihatkan pada
Gambar 5.
Gambar 5: Alat pembakar keramik (furnace) dengan jarum skala penunjuk suhu
Pembakaran sampel dilakukan dengan menaikan suhu furnace
secara bertahap sehingga tidak terjadi kerusakan pada sampel. Diagram
waktu terhadap suhu pembakaran seperti pada Gambar 6.
25
0
200
400
600
800
1000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
lama pembakaran (jam)
suhu
('ce
lciu
s)
Gambar 6: Grafik waktu terhadap suhu pembakaran batubata
Pendinginan sampel setelah pembakaran dilakukan secara alami,
sampel yang berada dalam furnace baru dikeluarkan pada hari berikutnya.
Setelah dikeluarkan, dilakukan pengukuran panjang rusuk batubata
komposit, sedangkan untuk batubata komposit yang berbentuk silinder
dilakukan pengukuran panjang. Batubata yang telah dikeluarkan dari
furnace akan mengalami penyusutan karena berkurangnya kandungan air
sewaktu dibiarkan diudara terbuka dan pada saat pembakaran dalam
furnace.
3. Karakterisasi batubata komposit
a. Uji Kuat Tekan
Uji kuat tekan dilakukan dengan Alat Uji Kuat Tekan
(Compressive Strength Machine). Luas penampang batubata yang diukur
adalah sisi-sisi yang bersentuhan dengan plat baja Alat Kuat Tekan.
Bidang batubata berbentuk kubus yang bersentuhan dengan plat baja alat
uji kuat tekan diusahakan berbentuk datar dan tidak bergelombang untuk
menghasilkan nilai yang mendekati sebenarnya. Proses pengujian batubata
diperlihatkan pada Gambar 7.
26
Gambar 7 : Proses uji kuat tekan batubata
b. Penentuan nilai porositas
Penentuan nilai porositas dilakukan dengan Sonicviewer.
Transmitter dan receiver diletakan pada bagian atas dan bagian alas
sampel batubata komposit yang berbentuk silinder. Antara sampel
batubata komposit dengan transmitter dan receiver diberi gomok yang
bertujuan mencegah adanya rongga udara dan untuk melewatkan
gelombang P dari transmitter menuju sampel yang kemudian diterima
oleh receiver. Pembacaan nilai delay time dilakukan pada osiloskop
dengan terlebih dahulu mengatur tombol volt/div dan time/div.
Pengukuran delay time dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali.
Pada Gambar 8 diperlihatkan proses awal yang dimulai dari
penyiapan lempung dan serat kayu sampai analisis akhir karakterisasi.
27
Penyiapan serat kayu
Penggerusan serat kayu
Pengayakan serat kayu
Penggerusan Lempung
Pengayakan lempung
Penyiapan Lempung
Penentuan kuat tekan dan porositas
Analisis akhir karakterisasi
Pembakaran sampel batubata
Pencampuran adonan dengan bantuan air dan pencetakan batubata
Gambar 8: Bagan Pembuatan dan Karakterisasi Batubata Komposit
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data
langsung dan pengumpulan data tak langsung. Data yang diperoleh secara
langsung adalah nilai beban tekan, luas penampang dan delay time. Sedangkan
data tak langsung adalah nilai kuat tekan menggunakan persamaan (2) dan
porositas menggunakan persamaan (3).
28
G. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan membuat deskripsi data. Dari deskripsi
data dapat dibuat tabel nilai kuat tekan dan porositas. Dari tabel nilai kuat tekan
dan porositas dapat dibuat grafik hubungan ukuran butir terhadap nilai kuat tekan
dan grafik hubungan ukuran butir terhadap nilai porositas. Grafik yang telah
dibuat dilakukan interpretasi dan pembahasan data.
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Pada deskripsi data ini diuraikan semua hasil penelitian yang didapat.
Selanjutnya data tersebut dianalisis sesuai dengan teknik analisa data yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Data yang didapatkan sangat penting untuk mengetahui apakah sampel
yang telah diuji mempunyai kuat tekan yang sudah sesuai dengan SNI dan
mempunyai nilai porositas yang minimum. Deskripsi data uji kuat tekan untuk
variasi ukuran butir diperlihatkan dalam Tabel 5.
Tabel 5 : Deskripsi data penentuan uji kuat tekan
No Ukuran Butir (mm)
Jumlah sampel (buah)
Panjang rata-rata
(cm)
Lebar rata-rata
(cm)
Luas Penampang
rata-rata (cm2)
Beban Tekan rata-rata
(kN)
1 0.09 4 5.445 5.504 29.964 29.25 2 0.15 4 5.522 5.721 32.576 23.00 3 0.18 4 5.321 5.427 28.965 21.25 4 0.6 4 5.524 5.467 30.201 14.25
Deskripsi data penentuan nilai porositas untuk berbagai ukuran butir diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6 : Deskripsi data penentuan nilai porositas
No Ukuran Butir (mm)
Jumlah Sampel (buah)
Panjang sampel
(m)
Waktu tunda (delay time)
rata-rata (detik)
Kecepatan rata-rata gelombang P dalam bahan
(m/detik) 1 0.09 1 0.11375 0.00230 49.60
2 0.15 1 0.11340 0.00256 44.32
3 0.18 1 0.0920 0.00286 32.19
4 0.6 1 0.1138 0.00276 41.24
30
B. Analisa Data
1. Kuat Tekan
Berdasarkan data pada Tabel 5 didapatkan data kuat tekan rata-rata untuk
variasi butir menggunakan Persamaan (2). Pengolahan data sebagaimana terlampir
pada Lampiran 1.
Tabel 7 : Data kuat tekan rata-rata untuk berbagai ukuran butir
No Ukuran Butir Kuat Tekan Rata-rata
1 0.09 mm (99.60±10.2) kg/cm2
2 0.15 mm (75.37±10.2) kg/cm2
3 0.18 mm (74.91±10.2) kg/cm2
4 0.6 mm (48.37±10.2) kg/cm2
Dari Tabel 7 didapatkan grafik ukuran butir terhadap kuat tekan seperti
pada Gambar 9.
020406080
100120
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7ukuran butir (mm)
kuat
teka
n (k
g/cm
2)
Gambar 9: Grafik pengaruh ukuran butir terhadap kuat tekan
Gambar 9 terlihat bahwa nilai kuat tekan tertinggi didapat untuk ukuran
butir terkecil, yaitu ukuran butir 0.09 mm, selanjutnya nilai kuat tekan turun untuk
31
ukuran butir yang lebih besar. Nilai kuat tekan terkecil didapatkan untuk nilai
ukuran butir terbesar yaitu 0.6 mm.
2. Porositas
Berdasarkan data pada Tabel 6, didapatkan data nilai porositas rata-rata
untuk berbagai ukuran butir menggunakan Persamaan (3). Pengolahan data
sebagaimana terlampir pada Lampiran 2.
Tabel 8 : Data nilai porositas rata-rata untuk berbagai ukuran butir
No Ukuran Butir Nilai Porositas
1 0.09 mm (7.26±0.64)%
2 0.15 mm (8.11±0.19)%
3 0.18 mm (11.20±0.63)%
4 0.6 mm (8.85±0.32)%
Dari Tabel 8 didapatkan grafik ukuran butir terhadap porositas seperti
pada Gambar 10.
0
2
4
6
8
10
12
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7ukuran butir (mm)
poro
sita
s (%
)
Gambar 10: Grafik pengaruh ukuran butir terhadap porositas
32
Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai porositas tertinggi didapatkan
untuk ukuran butir 0.18 mm, sedangkan porositas terendah didapatkan untuk nilai
ukuran butir 0.09 mm. Nilai porositas cenderung naik mulai ukuran butir 0.09
mm, 0.15 mm dan 0.18 mm. Namun nilai ini turun kembali untuk ukuran butir 0.6
mm.
C. Pembahasan Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan dari penelitian ini, telah dilakukan
analisa dari semua data yang diperoleh. Berdasarkan analisa data yang dilakukan
telah diperoleh grafik ukuran butir terhadap kuat tekan dan grafik ukuran butir
terhadap porositas.
Nilai kuat tekan yang diperoleh semakin tinggi dengan semakin kecilnya
ukuran butir yang digunakan. Tingginya nilai kuat tekan ini kemungkinan adanya
pengaruh bahan penguat serat kayu dan bila semakin kecil ukuran butir yang
digunakan maka makin banyak ikatan antar partikel yang terjadi. Untuk
memutuskan ikatan ini secara mikroskopis dibutuhkan energi yang lebih tinggi
sehingga kuat tekannya menjadi lebih tinggi. Untuk batubata dengan ukuran butir
0.09 mm didapatkan nilai kuat tekan rata-rata (99.60±10.2)kg/cm2. Nilai kuat
tekan ini memenuhi Standar Nasional Indonesia sebagai batubata kelas 50 dan
berada dibawah nilai kelas 100 dengan nilai kuat tekan 100 kg/cm2. Sedangkan
batubata ukuran butir 0.15 mm dan 0.18 mm dengan kuat tekan berturut-turut
(75.37±10.2)kg/cm2 dan (74.91±10.2)kg/cm2 memenuhi kriteria batubata kelas 50
dengan kuat tekan minimum 50 kg/cm2. Sedangkan batubata dengan ukuran butir
33
0.6 mm dengan kuat tekan (49.61±10.2)kg/cm2 termasuk kelas 25 dengan nilai
kuat tekan minimum 25 kg/cm2.
Adanya penambahan serat kayu dapat meningkatkan nilai kuat tekan
sampel batubata. Nilai kuat tekan maksimal batubata tanpa bahan penguat yang
didapatkan oleh Anita Arma (2004) adalah (38.89±10.2) kg/cm2. Nilai kuat tekan
yang didapatkan untuk semua ukuran butir pada batubata komposit lebih besar
dibanding batubata tanpa bahan penguat. Namun untuk ukuran butir 0.6 mm
mempunyai kelas yang sama dengan sampel batubata tanpa bahan penguat, yaitu
termasuk kelas 25.
Ukuran butir sangat mempengaruhi sifat mekanis bahan keramik. Sampel
keramik yang disinter melalui pemanasan akan menyebabkan partikel halus akan
beraglomerasi menjadi bahan padat. Sebelum disinter terdapat batas butir antar
partikel. Namun setelah pemanasan, daerah batas butir tersebut akan menyatu
karena adanya difusi atom-atom. (Van Flack,1992). Untuk partikel yang lebih
halus, lebih banyak terjadi ikatan dengan atom lain karena mempunyai daerah
batas butir yang luas sehingga proses difusi atom berlangsung lebih banyak
dibanding bahan dengan ukuran partikel yang lebih besar.
Kemungkinan nilai kuat tekan yang dihasilkan kurang maksimum karena
sisi batubata yang kurang rata. Permukaan yang kurang rata menyebabkan hanya
sebagian permukaan bata yang bersinggungan dengan plat pada mesin uji kuat
tekan. Kuat tekan maksimum hanya akan dihasilkan bila seluruh permukaan bata
bersinggungan seluruhnya dengan plat baja pada mesin uji tekan.
34
Nilai porositas juga mengalami variasi terhadap ukuran butir. Nilai
porositas terendah didapatkan untuk batubata ukuran butir 0.09 mm sebesar 7.26
%. Porositas tertinggi didapatkan untuk ukuran butir 0.18 mm sebesar 11.2 %.
Sedangkan nilai porositas untuk ukuran butir 0.15 mm adalah 8.11 % dan ukuran
butir 0.6 mm sebesar 8.85 %. Secara teoritis, semakin besar ukuran butir maka
semakin besar nilai porositas. Hal ini karena untuk ukuran butir yang lebih besar
maka makin banyak ruang kosong antar butir yang tidak terisi oleh partikel
lempung. Namun nilai porositas turun pada ukuran butir 0.6 mm. Kemungkinan
hal ini disebabkan oleh pencampuran yang kurang homogen antara lempung dan
serat kayu, jumlah air yang terlalu sedikit dan pencetakan bata yang kurang
sempurna.
35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel batubata
dengan ukuran butir 0.09 mm, 0.15 mm, 0.18 mm dan 0.6 mm dengan
perbandingan lempung dan serat kayu 9:1 dan suhu pembakaran 800°C didapat
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kuat tekan optimal didapatkan untuk ukuran butir lempung dan serat kayu
0.09 mm sebesar (99.6±10.2)kg/cm2. Nilai kuat tekan menurun dengan
semakin meningkatnya ukuran butir pada rentang ukuran butir 0.09 mm,
0.15 mm, 0.18 mm dan 0.6 mm. Kuat tekan minimum didapatkan untuk
ukuran butir 0.6 mm sebesar (48.37±10.2)kg/cm2.
2. Nilai porositas terendah didapatkan untuk ukuran butir 0.09 mm sebesar
(7.26±0.64)%. Sedangkan porositas tertinggi didapatkan untuk ukuran
butir 0.18 mm sebesar (11.20±0.63)%.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut :
1. Memperbanyak jumlah sampel sehingga data yang didapatkan lebih
akurat dan terpercaya.
2. Memperbanyak variasi ukuran butir sehingga didapatkan nilai ukuran butir
yang benar-benar optimal.
36
3. Perlakuan yang hati-hati dan cermat terhadap sampel batubata, sehingga
selama penelitian tidak terjadi kerusakan sampel.
4. Sampel batubata yang akan diuji hendaknya mempunyai bentuk yang baik,
ditandai dengan sisi-sisi yang datar dan rusuk yang tajam.
5. Berdasarkan nilai kuat tekan yang diperoleh, batubata yang dihasilkan
sudah dapat digunakan untuk membuat bangunan karena nilai kuat tekan
sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
37
Daftar Pustaka
Ardinal, dkk. 2000, Pengembangan dan Pemanfaat Feldspar Sumatera Barat
Untuk Bodi Porselen, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Padang.
Ardinal, dkk. 2000. Pemanfaan Tanah Liat Desa Padang Sibusuk Untuk Bodi
Keramik, Balitbang Industri Padang.
Arma, Anita 2003, Komposisi Material Penyusun dan Karakteristik Sifat Fisis
Batubata Merah, Tugas Akhir, Jurusan Fisika FMIPA UNP.
Fengel, Dietrich (Penterjemah Hardjono Sastromidjojo). 1995. Kayu; Kimia,
Ultrastruktur , Aksi-Reaksi. UGM Press, Yogyakarta.
Flack, Van. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam )
Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Niels Johan van der Laag, 2002, Environmental Effects on the Fracture of Oxide
Ceramics, Technische Universtiet Eindhoven. Eindhoven.
Nugroho, Totok. 2002. Analisa Mineral Lempung Desa Plambik Lombok Tengah
dengan Difraksi Sinar – X dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Keramik
http://www.iptek.net.id/ind/terapan/terapan_idx.php?doc=artikel_32-7k.
diakses tanggal 10 Maret 2006
Hartomo, Anton J. 1994. Mengenal Keramik Moderen. Penerbit Andi Offset
Yogjakarta.
Ismunandar, Biokomposit, Komposit Hijau untuk Bahan Otomotif dikutip dari
koran Kompas, terbitan Senin, 6 Oktober 2003 hal. 10.
Sasono, Heru. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi, Jurnal Ilmu
Dasar , Vol 3 No. 2, 2002: hal 98-103.
38
Smallman, R.E, Bishop, R.J., 2000, Metalurgi Fisik dan Rekayasa Material
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Soesilowati, dkk. 2006. Penyempurnaan Badan Keramik untuk Industri Kecil
Keramik di Plered . http://www.dprin.go.id/data/industry/abstech/
diakses tanggal 10 Maret 2006
Standar Nasional Indonesia, 1991. Mutu dan Cara Uji Batu Merah Pejal. SNI 15-
2094-1991
39
Lampiran 1
Data luas permukaan dan kuat tekan untuk berbagai ukuran butir
A. Batubata komposit ukuran butir 0.09 mm
Bata 1
Luas Penampang A= (5.460x5.350)cm2
= 29.211 cm2
Kuat Tekan = kg/cm279.104211.29
8.9/000.30=
Bata 2
Luas Penampang A= (5.380x5.350)cm2
= 30.639cm2
Kuat Tekan = kg/cm257.106639.30
8.9/000.32=
Bata 3
Luas Penampang A= (5.465x5.625)cm2
= 30.741 cm2
Kuat Tekan = kg/cm262.89741.30
8.9/000.27=
Bata 4
Luas Penampang A= (5.475x5.345)cm2
= 29.264 cm2
Kuat Tekan = kg/cm263.97264.29
8.9/000.28=
Rata-rata kuat tekan 2/60.994
63.9762.8957.10679.104 cmkgP =+++
=
40
Tabel 1: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.09 mm
No Sampel Panjang (cm)
Lebar (cm)
Luas Penampang
(cm2)
Gaya Tekan (kN)
Kuat Tekan (kg/cm
2) 1 Bata 1 5.460 5.350 29.211 30 104.79
2 Bata 2 5.380 5.695 30.639 32 106.57
3 Bata 3 5.465 5.625 30.741 27 89.62
4 Bata 4 5.475 5.345 29.264 28 97.63
B. Batubata komposit ukuran butir 0.15 mm.
Bata 1
Luas Penampang A= (5.410x5.640)cm2
= 30.512cm2
Kuat Tekan = kg/cm226.80512.30
8.9/000.24=
Bata 2
Luas Penampang A= (5.545x5.895)cm2
= 32.688 cm2
Kuat Tekan = kg/cm279.71688.32
8.9/000.23=
Bata 3
Luas Penampang A= (5.695x5.340)cm2
= 30.411 cm2
Kuat Tekan = kg/cm288.83411.30
8.9/000.25=
Bata 4
Luas Penampang A= (5.440x6.010)cm2
= 32.694 cm2
Kuat Tekan = kg/cm242.62694.32
8.9/000.20=
41
Rata-rata kuat tekan 2/37.754
42.6288.8379.7126.80 cmkgP =+++
=
Tabel 2: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.15 mm
No Sampel Panjang (cm)
Lebar (cm)
Luas Penampang
(cm2)
Gaya Tekan (kN)
Kuat Tekan
(kg/cm2)1 Bata 1 5.410 5.640 30.512 24 80.26
2 Bata 2 5.545 5.895 32.688 23 71.79
3 Bata 3 5.695 5.340 30.411 25 83.88
4 Bata 4 5.440 6.010 32.694 20 62.42
C.Batubata komposit ukuran butir 0.18 mm
Bata 1
Luas Penampang A= (5.325x5.350)cm2
= 28.489 cm2
Kuat Tekan = kg/cm213.93489.28
8.9/000.26=
Bata 2
Luas Penampang A= (5.350x5.715)cm2
= 30.575 cm2
Kuat Tekan = kg/cm208.70575.30
8.9/000.21=
Bata 3
Luas Penampang A= (5.335x5.460)cm2
= 29.129 cm2
Kuat Tekan = kg/cm206.70129.29
8.9/000.20=
Bata 4
Luas Penampang A= (5.275x5.245)cm2
= 27.667 cm2
Kuat Tekan = kg/cm238.66667.27
8.9/000.18=
42
Rata-rata kuat tekan 2/91.744
38.6606.7008.7013.93 cmkgP =+++
=
Tabel 3: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.18 mm
No Sampel Panjang (cm)
Lebar (cm)
Luas Penampang
(cm2)
Gaya Tekan (kN)
Kuat Tekan
(kg/cm2)1 Bata 1 5.325 5.350 28.489 26 93.13
2 Bata 2 5.350 5.715 30.575 21 70.08
3 Bata 3 5.335 5.400 29.129 20 70.06
4 Bata 4 5.275 5.245 27.667 18 66.38
D. Batubata komposit ukuran butir 0.6 mm
Bata 1
Luas Penampang A= (5.565x5.560)cm2
= 30.941 cm2
Kuat Tekan = kg/cm247.49941.30
8.9/000.15=
Bata 2
Luas Penampang A= (5.575x5.550)cm2
= 30.941 cm2
Kuat Tekan = kg/cm298.32941.30
8.9/000.10=
Bata 3
Luas Penampang A= (5.595x5.315)cm2
= 29.737 cm2
Kuat Tekan = kg/cm261.44737.29
8.9/000.13=
Bata 4 Luas Penampang A= (5.360x5.445)cm2
= 29.185 cm2
Kuat Tekan = kg/cm243.66185.29
8.9/000.19=
43
Rata-rata kuat tekan 2/37.484
43.6661.4498.3247.49 cmkgP =+++
=
Tabel 4: Data luas penampang benda uji dan kuat tekan masing-masing sampel batubata ukuran 0.6 mm
No Sampel Panjang (cm)
Lebar (cm)
Luas Penampang
(cm2)
Gaya Tekan (kN)
Kuat Tekan
(kg/cm2)1 Bata 1 5.565 5.560 30.941 15 49.47
2 Bata 2 5.575 5.550 30.941 10 32.98
3 Bata 3 5.595 5.315 29.737 13 44.61
4 Bata 4 5.360 5.445 29.185 19 66.43
44
Lampiran 2
Perhitungan Nilai Porositas Batubata A. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.09 mm.
a. Panjang sampel = 0.11375 m
Delay time = 0.0024 s
Kecepatan Gelombang P smVp /39.470024.011375.0
==
Porositas %58.76.5480/1340/16.5480/139.47/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
b. Panjang sampel = 0.11375 m
Delay time = 0.0022 s
Kecepatan Gelombang P smVp /70.510022.011375.0
==
Porositas %94.66.5480/1340/16.5480/170.51/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
b. Panjang sampel = 0.11375 m
Delay time = 0.0024 s
Kecepatan Gelombang P smVp /39.470024.011375.0
==
Porositas %58.76.5480/1340/16.5480/139.47/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
c. Panjang sampel = 0.11375 m
Delay time = 0.0024 s
Kecepatan Gelombang P smVp /39.470024.011375.0
==
Porositas %58.76.5480/1340/16.5480/185.11/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
e. Panjang sampel = 0.11375 m
Delay time = 0.0021 s
Kecepatan Gelombang P smVp /16.540021.0
11375.0==
45
Porositas %62.66.5480/1340/16.5480/116.54/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
Porositas rata-rata %26.75
62.658.758.794.658.7=
++++=φ
Deviasi maksimum :
)(64.062.626.7
32.058.726.7
32.058.726.7
32.094.626.7
32.058.726.7
5
4
3
2
1
maksimumδδ
δ
δ
δ
δ
=−=
=−=
=−=
=−=
=−=
Maka )%64.026.7( ±=φ
Tabel 5 : Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.09 mm.
No Panjang Sampel
(m)
Waktu Tunda (Delay Time)
(s)
Kecepatan gel. P dalam sampel
(m/s)
Nilai Porositas
(%) 1 0.0024 47.39 7.58
2 0.0022 51.70 6.94
3 0.0024 47.39 7.58
4 0.0024 47.39 7.58
5
0.11375
0.0021 54.16 6.62
B. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.15 mm.
a. Panjang sampel = 0.1134 m
Delay time = 0.0026 s
Kecepatan Gelombang P smVp /62.430026.01134.0
==
Porositas %24.86.5480/1340/16.5480/162.43/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
b. Panjang sampel = 0.1134 m
Delay time = 0.0025 s
46
Kecepatan Gelombang P smVp /36.450025.01134.0
==
Porositas %92.76.5480/1340/16.5480/136.45/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
c. Panjang sampel = 0.1134 m
Delay time = 0.0025 s
Kecepatan Gelombang P smVp /36.450025.01134.0
==
Porositas %92.76.5480/1340/16.5480/136.45/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
d. Panjang sampel = 0.1134 m
Delay time = 0.0026 s
Kecepatan Gelombang P smVp /62.430026.0134.0
==
Porositas %24.86.5480/1340/16.5480/162.43/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
e. Panjang sampel = 0.1134 m
Delay time = 0.0026 s
Kecepatan Gelombang P smVp /62.430026.0134.0
==
Porositas %24.86.5480/1340/16.5480/162.43/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
Porositas rata-rata %11.85
24.824.892.792.724.8=
++++=φ
Deviasi maksimum :
13.024.811.8
13.024.811.8
19.092.711.8
)(19.092.711.8
13.024.811.8
5
4
3
2
1
=−=
=−=
=−=
=−=
=−=
δ
δ
δ
δδ
δ
maksimum
47
Maka )%19.011.8( ±=φ
Tabel 6: Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.15 mm.
No Panjang Sampel
(m)
Waktu Tunda (Delay Time)
(s)
Kecepatan gel. P dalam sampel
(m/s)
Nilai Porositas
(%) 1 0.0026 43.62 8.24
2 0.0025 45.36 7.92
3 0.0025 45.36 7.92
4 0.0026 43.62 8.24
5
0.1134
0.0026 43.62 8.24
C. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.18 mm.
a. Panjang sampel = 0.0920 m
Delay time = 0.0029 s
Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0
==
Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
b. Panjang sampel = 0.0920 m
Delay time = 0.0029 s
Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0
==
Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
c. Panjang sampel = 0.0920 m
Delay time = 0.0029 s
Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0
==
Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
d. Panjang sampel = 0.0920 m
48
Delay time = 0.0027 s
Kecepatan Gelombang P smVp /07.340027.00920.0
==
Porositas %57.106.5480/1340/16.5480/107.34/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
e. Panjang sampel = 0.0920 m
Delay time = 0.0029 s
Kecepatan Gelombang P smVp /72.310029.00920.0
==
Porositas %36.116.5480/1340/16.5480/172.31/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
Porositas rata-rata 20.115
36.1157.1036.1136.1136.11=
++++=φ
Deviasi maksimum :
16.036.1120.11
)(63.057.1020.11
16.036.1120.11
16.036.1120.11
16.036.1120.11
5
4
3
2
1
=−=
=−=
=−=
=−=
=−=
δ
δδ
δ
δ
δ
maksimum
Maka )%63.020.11( ±=φ
Tabel 7: Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.18 mm.
No Panjang Sampel
(m)
Waktu Tunda (Delay Time)
(s)
Kecepatan gel. P dalam sampel
(m/s)
Nilai Porositas
(%) 1 0.0029 31.72 11.36
2 0.0029 31.72 11.36
3 0.0029 31.72 11.36
4 0.0027 34.07 10.57
5
0.0920
0.0029 31.72 11.36
49
D. Penentuan porositas untuk batubata komposit ukuran butir 0.6 mm.
a. Panjang sampel = 0.1138 m
Delay time = 0.0028 s
Kecepatan Gelombang P smVp /64.400028.01138.0
==
Porositas %85.86.5480/1340/16.5480/164.40/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
b. Panjang sampel = 0.1138 m
Delay time = 0.0028 s
Kecepatan Gelombang P smVp /64.400028.01138.0
==
Porositas %85.86.5480/1340/16.5480/164.40/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
c. Panjang sampel = 0.1138 m
Delay time = 0.0027 s
Kecepatan Gelombang P smVp /15.420027.01138.0
==
Porositas %53.86.5480/1340/16.5480/115.42/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
d. Panjang sampel = 0.1138 m
Delay time = 0.0028 s
Kecepatan Gelombang P smVp /64.400028.01138.0
==
Porositas %85.86.5480/1340/16.5480/164.40/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
e. Panjang sampel = 0.1138 m
Delay time = 0.0027 s
Kecepatan Gelombang P smVp /15.420027.01138.0
==
Porositas %53.86.5480/1340/16.5480/115.42/1
/1/1/1/1
=−−
=−
−=
sou
sop
vvvv
φ
50
Porositas rata-rata 72.85
53.885.853.885.885.8=
++++=φ
Deviasi maksimum :
32.035.885.8
13.072.885.8
)(32.035.885.8
13.072.885.8
13.072.885.8
5
4
3
2
1
=−=
=−=
=−=
=−=
=−=
δ
δ
δδ
δ
δ
maksimum
Maka )%32.085.8( ±=φ
Tabel 8: Daftar Nilai Porositas Batubata berbentuk silinder dengan ukuran butir 0.6 mm.
No Panjang Sampel
(m)
Waktu Tunda (Delay Time)
(s)
Kecepatan gel. P dalam sampel
(m/s)
Nilai Porositas
(%) 1 0.0028 40.64 8.85
2 0.0028 40.64 8.85
3 0.0027 42.15 8.53
4 0.0028 40.64 8.85
5
0.1138
0.0027 42.15 8.53
51