bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.radenfatah.ac.id/6937/1/skripsi bab i.pdf · 2020. 6....
TRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia dikenal sebagai negara hukum. Hal ini ditegaskan pula
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Negara Indonesia
adalah negara hukum”.1 Dalam amanat Undang-Undang tersebut menegaskan
bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat), tidak berdasar pada
kekuasaan belaka (manchtsstaat). Hal tersebut memberikan rambu kenegaraan
bahwa masyarakat Indonesia wajib taat hukum dan melakukan semua aktivitas
pergaulan hidup tanpa terkecuali.2 Negara Indonesia yang berdiri di atas hukum
yang menjamin keadilan kepada masyarakat. Keadilan adalah syarat untuk
mencapainya kebahagiaan hidup untuk masyarakat dan keadilan itu perlu diajarkan
rasa kesopanan kepada setiap manusia agar menjadi masyarakat yang baik.
Indonesia memiliki lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda
yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut Pandang Garuda), perisai
berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh
Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden
Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada
sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.3
Garuda sebagai lambang negara muncul dalam berbagai kisah, sudah menjadi
lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa, seperti Kerajaan Airlangga. Di
Bali yang banyak dalam kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan,
kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Garuda sebagai kendaraan Wishnu
memiliki sifat pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali,
1 Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945
2https://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum-
contoh.html, diakses pada tanggal 08 April, Pukul 20.41 WIB 3 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia, diakses 6 April
2019, pukul 19.25 WIB
https://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum-contoh.htmlhttps://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum-contoh.htmlhttps://id.m.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia
-
Garuda dimuliakan sebagai “Tuan segala makhluk yang dapat terbang” dan “Raja
agung para burung”. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuno
telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan
ideologi Pancasila. 4
Berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, berbunyi:
“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang
kepalanya menoleh lurus ke sebalah kanan, perisai berupa jantung yang digantung
dengan rantai pada leher Garuda, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di
atas pita yang dicengkeram oleh Garuda”.5
Pancasila bukan semata-mata gagasan yang keluar dari para pendiri bangsa,
melainkan merupakan intisari dari tradisi, adat istiadat dan ruh bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang
terdapat di dalam butir-butir Pancasila menjadi identitas dan wujud eksitensi bangsa
yang menjadi simbol kedaulatan serta kehormatan bangsa dan negara Republik
Indonesia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, yang dimana lambang negara yaitu Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. sebagaimana dalam deskripsi dan arti filosofis
Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui
mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan wishnu yang
menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai lambang negara yang
yang kuat. 6
Garuda Pancasila bukan hanya sebuah gambar yang biasa saja, tetapi
lambang negara mempunyai makna yang lahir dari budaya-budaya Indonesia,
lambang negara mempunyai nilai sakralitas (suci) yang wajib dilindungi dan
4 Ujang Chandra, Pendidikan Pancasila, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 47-48.
5 Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan 6 https://wikipedia.org/wiki/lambang-negara-Indonesia, diakses pada tanggal 6
April 2019, pukul 19.00 WIB
https://wikipedia.org/wiki/lambang-negara-Indonesia
-
dipertahankan martabatnya oleh setiap orang yang mengaku sebagai warga negara
untuk menandakan sebuah etika yang menunjukkan rasa kecintaan terhadap tanah
air (Nasionalisme).
Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia merupakan jati diri
bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan merupakan simbol
cerminan kedaulatan negara dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, lambang negara bukan hanya
sekedar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara,
melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan
warga negara Indonesia. 7
Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Mengatur dan
menjelaskan hak dan kewajiban terhadap lambang negara, berbunyi: ”warga negara
Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan bendera
negara, bahasa Indonesia, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan untuk
kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara, sesuai dengan undang-undang ini”.8
Dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa harus menjaga dan
menghormati bendera, bahasa Indonesia, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan yang merupakan sarana mempersatu bangsa, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara. dan
merupakan kebudayaaan yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
lambang negara juga memiliki makna tersendiri sehingga dimasukkan dalam ranah
hukum, seperti yang diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Di Indonesia, ada beberapa orang yang tidak bertanggungjawab yang secara
langsung ataupun tidak langsung. Yang sengaja ataupun tidak sengaja telah
menghina atau menistakan serta merendahkan lambang negara Indonesia. Bentuk-
bentuk perendahan baik secara penyalahgunaan lambang negara masih banyak
7 Ujang Chandra, Pendidikan Pancasila, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 53.
8 Pasal 65 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
-
terjadi, serta banyak kasus yang menimbulkan permasalahan dikarenakan ada
beberapa desain lambang yang tidak jelas. Penghinaan menurut kamus hukum
adalah penyerangan dengan sengaja atas kehormatan atau nama baik secara lisan
maupun tulisan dengan maksud untuk diketahui banyak orang.9
Akhir-akhir ini banyak terjadi tindakan penghinaan lambang negara yang
dilakukan oleh banyak kalangan, mulai dari kalangann artis hingga kalangan remaja
yang akun media sosial. Tindakan tersebut menuai banyak kritikan dari masyarakat
Indonesia ada yang berpendapat bahwa sebaiknya orang-orang yang melakukan
penghinaan lambang negara seharusnya dihukum. Seperti beberapa contoh kasus
penghinaan terhadap lambang negara:
1. Kasus pertama yakni dilakukan oleh penyanyi dangdut yaitu ZG melakukan
tindakan penghinaan lambang negara dalam acara yang ditayangkan di
salah satu stasiun televisi. Ia menyebut bahwa lambang sila kelima bebek
“nungging”. Tindakan ini dinilai telah mencederai rasa hormat terhadap
lambang negara Indonesia. 10
2. Penghinaan lambang negara dilakukan oleh GP (24), warga Mempawah,
Kalimantan Barat, harus berurusan dengan polisi Direktorat Reserse
Kriminal Khusus Polda Kalbar lantaran telah melakukan penghinaan
terhadap lambang negara. GP ditangkap tanpa perlawanan di rumahnya di
Wajok Hilir pada Rabu malam pada 12 Oktober 2019. Penangkapan itu
terjadi karena telah merubah Pancasila menjadi Pancagila.11
3. Pada tanggal 2 Juli 2019 terdapat perempuan pemilik akun Facebook Aida
Konveksi terlibat kasus penghinaan lambang negara. tetapi pemilik akun
mengaku hanya membagikan konten yang diduga menghina lambang
negara dari postingan yang muncul di beranda media sosialnya. 12
9 J.T.C. Simorangkir, Rudy T.erwin, dan Prasetyo, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013), 124. 10
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/it5ecec7f0a177/jerat-pidana-
bagi-penghina-lambang-negara, diakses 8 April 2019, pukul 22.35 WIB 11
https://m.liputan6.com/regional/read/4077785/ubah-pancasila-jadi-pancagila-
pemuda-kalbar-ditangkap-polisi, diakses 27 Februari 2020, pukul 20.00 WIB. 12
https://www.google.com/amps/s/madura.tribunnews.com/amp/2019/07/02tersandung-kasus-
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/it5ecec7f0a177/jerat-pidana-bagi-penghina-lambang-negarahttps://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/it5ecec7f0a177/jerat-pidana-bagi-penghina-lambang-negarahttps://m.liputan6.com/regional/read/4077785/ubah-pancasila-jadi-pancagila-pemuda-kalbar-ditangkap-polisihttps://m.liputan6.com/regional/read/4077785/ubah-pancasila-jadi-pancagila-pemuda-kalbar-ditangkap-polisihttps://www.google.com/amps/s/madura.tribunnews.com/amp/2019/07/02tersandung-kasus-penghinaan-lambang-negara-pemilik-akun-mengaku-hanya-bagikan-konten-di-facebook
-
Banyak persoalan penghinaan terhadap lambang negara, tetapi penerapan
sanksi terhadap pelaku belum berjalan sesuai aturan undang-undang yang telah
berlaku. Aparat penegak hukum seharusnya tidak segan-segan menghukum bagi
setiap pelaku penghinaan terhadap lambang negara. Seseorang yang melawan
hukum adalah tindakan yang dilarang oleh hukum atau Undang-Undang dengan
ancaman hukuman atau oleh adat istidat atau kebiasaan atau tata kesusilaan dan
kesopanan yang hidup dalam masyarakat.
Hukum seharusnya membuat penegasan, ia akan bertentangan dengan realita
karena pelanggaran sering dilakukan tanpa dilaksanakan sebagaimana ditetapkan.
Pelaku yang menghina lambang negara baik lewat ungkapan, tulisan, maupun lewat
foto. Penghinaan lambang negara dapat memecahbelahkan persatuan. Sebagaimana
semua orang diperintah untuk menjada persatuan dalam Al-Quran surah Ali Imron
ayat 103 berfirman:
Artinya: dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat
Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.
Dengan berdasarkan uraian-uraian permasalahan tersebut diatas, maka
penulis merasa tertarik dan juga ingin mengetahui secara lebih mendalam mengenai
penghinaan-lambang-negara-pemilik-akun-mengaku-hanya-bagikan-konten-di-facebook, diakses pada 27 Februari 2020, Pukul 21.00 WIB.
https://www.google.com/amps/s/madura.tribunnews.com/amp/2019/07/02tersandung-kasus-penghinaan-lambang-negara-pemilik-akun-mengaku-hanya-bagikan-konten-di-facebook
-
sanksi bagi pelaku penghinaan terhadap lambang negara, sehingga di dalam
penulisan skripsi penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul
“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Pelaku Penghinaan
Lambang Negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku penghinaan lambang negara
menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan
lambang negara?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan permasalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana sanksi pelaku penghinaan lambang negara
menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap
sanksi pelaku penghinaan lambang negara.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan dalam
menambah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, serta dalam
ilmu pengetahuan hukum positif dan hukum Islam, khususnya berhubungan
dengan tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan
lambang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dan dapat
dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang
-
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum positif dan hukum
Islam di Indonesia.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini berguna bagi peneliti sendiri, mahasiswa, pembaca,
masyarakat, bagi peneliti berikutnya serta bagi penegak hukum dalam
membantu memberikan masukan dan tambahan pengetahuan dalam
perkembangan ilmu hukum yang ada di Indonesia secara umum serta sebagai
masukan pada penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian skripsi mengenai penghinaan bukanlah pertama kalinya.
Sebelumnya telah terdapat penelitian mengenai hal tersebut. tetapi dalam penelitian
ini penulis membahas hal yang berbeda. Oleh karena itu penulis menjadikan
penelitian yang terdahulu sebagai rujukan dalam penelitian ini.
Harits Aditya Permadi (2017), membahas,“Penghinaan Terhadap Kepala
Negara Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”. Penelitian menyimpulkan
bahwa penghinaan kepada kepala negara menurut hukum positif dan hukum Islam
tidak boleh, karena perbuatan penghinaan adalah sikap tercela. Menghina sesama
saja dilarang apalagi menghina terhadap kepala negara. Dalam hukum positif
penghinaan kepada kepala negara dapat dikenakan sanksi dalam KUHP pasal 207
dan 208. Dan hukum Islam dapat dikenakan sanksi yaitu berupa dera dan hukuman
cambuk 30 kali yang dapat membuat jera.13
Andi Resky Noviana Akiel (2017), membahas, “Tinjauan Yuridis Terhadap
Tindak Pidana Penghinaan (Studi Kasus Nomor: 155/Pid.B/2015/Pn.Wtp).
Penelitian menyimpulkan bahwa skripsi ini penerapan hukum pidana tidak tepat.
Majelis hakim dalam perkara ini memilih dakwaan pertama yaitu Pasal 310 ayat (1)
KUHPidana tentang tindak pidana penghinaan. tindak pidana yang dilakukan
terdakwa adalah tindak pidana ringan yaitu diatur dalam Pasal 315 KUHPidana.
Dasar pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana tidak tepat, majelis hakim
tidak mempertimbangkan secara cermat dan jelas mengenai salah satu unsur dalam
13
Harits Aditya Permadi, Penghinaan Terhadap Kepala Negara Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
-
pasal 310 ayat (1) KUHpidana yaitu unsur menuduh yang menentukan apakah
terdakwa melakukan tindak pidana penghinaan ataukah tindak pidana penghinaan
ringan. Penulis berpendapat pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan
terdakwa dengan pasal 310 ayat (1) KUHPidana sangatlah keliru. Seharusnya hakim
memutus terdakwa dengan pasal 315 ayat (1) KUHPidana dengan tindak pidana
penghinaan ringan. 14
Merlia Anggraini (2017), membahas, “Delik Penghinaan terhadap simbol-
simbol Agama dalam Hukum Positif dan Hukum Islam”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa skripsi ini penerapan pasal 156a (KUHP) tentang delik
penghinaan terhadap simbol-simbol agama karena dimaksukkan ke dalam penodaan
agama, karena penghinaan disini mengandung melecehkan, meremehkan diri suatu
agama. Dapat dikenakan sanksi hukumnya adalah dengan pidana penjara
selamanya-lamanya lima tahun. Dalam hukum islam penerapan sanksi berupa ta’zir.
15
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, penulis bermaksud mendalami
mengenai sanksi pelaku penghinaan lambang negara menurut Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan dan tinjuan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan
penghinaan lambang negara.
F. Metode Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, tidak terlepas dari penggunaan metode.
Karena metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus bertindak.
Metode penelitian pada dasarnya cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu.16
Oleh karena itu penting bagi peneliti menentukan
metode yang paling tepat dalam menyelesaikan penelitiannya.
14
Andi Resky Noviana Akiel, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Penghinaan (Studi Kasus Nomor: 155/Pid.B/2015/Pn.Wtp), Skripsi Hukum Universitas
Hasanuddin, 2017 15
Merlia Anggraini, Delik Penghinaan terhadap simbol-simbol Agama dalam
Hukum Positif dan Hukum Islam, Skripsi UIN Raden Intan Lampung, 2017 16
Sugioyo, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2013), 2.
-
1. Jenis penelitian
Penelitiian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif,
dimana dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang
dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut
memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi,
buku-buku harian, buku-buku sampai pada dokumen-dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian
yang datanya diperoleh dengan cara menelusuri bahan-bahan pustaka, dalam hal ini
data yang paling pokok digunakan adalah beberapa literatur baik buku, jurnal,
majalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diambil penulis.17
2. Jenis dan Sumber data
a. Jenis Data
Menurut Muri Yusuf, jenis data dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan
data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis subjektif peneliti dengan memanfaatkan
landasan teori sebagai panduan di lapangan. Sedangkan data kuantitatif
adalah data sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal
hingga hasil akhir penelitian berdasarkan pengumpulan data informasi yang
berupa simbol angka dan bilangan.18
Adapun dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yaitu
merupakan data yang diuraikan secara rinci sanksi pelaku penghinaan
lambang negara.
b. Sumber Data
Dalam penelitian hukum, pada umumnya peneliti menggunakan dua
sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data penelitian yang
digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang terdiri dari:
17
Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), (Cet.IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) , 12. 18
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Kencana, Cet. 4. 2017), 328.
-
a. Bahan Hukum Primer
Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan secara hierarki dan putusan-putusan
pengadilan. Bahan primer diperoleh melalui bahan yang mendasari dan
berkaitan dengan penulisan ini, yaitu:
1) Al-Quran
2) Hadist
3) Undang-Undang Dasar 1945
4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami
bahan hukum primer antara lain literatur dan referensi.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, karya-
karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para sarjana berkaitan
dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mencari beberapa
peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan serta
mempelajari literatur yang berupa buku karya ilmiah, untuk mencari konsep-
konsep, teori dan pendapat yang berkaitan erat dengan permasalahan yang
selanjutnya dibahas dan kemudian disajikan dalam bentuk uraian.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisa data sebagai berikut:
a. Analisis deskriptif dimaksudkan peneliti memaparkan apa adanya
tentang suatu peristiwa hukum atau kondisi hukum. Peristiwa hukum
adalah peristiwa yang beraspek hukum, terjadi disuatu tempat tertentu
-
pada saat tertentu.19
Analisis deskriptif memberikan gambaran terhadap
sanksi pelaku penghinaan lambang negara dengan menyusun fakta-fakta
sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat
dipahami dengan mudah.
b. Metode deduktif yaitu teori yang digunakan untuk mengkaji data yang
diperoleh secara umum yang kemudian dianalisis untuk disimpulkan
secara khusus. Gambaran terhadap sanksi pelaku penghinaan lambang
negara dalam kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada skripsi ini bahwa di dalam penulisan skripsi agar
dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka skripsi disusun dalam 4 (empat) bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pada bab ini di uraikan mengenai merupakan latar belakang yang
memuat alasan-alasan penulis memilih topik penghinaan lambang negara, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis.
Metode penelitian yang memaparkan penelitian terdahulu metode penelitian
pengambilan informasi dan penyusunan proposal ini, dan sistematika penulisan
yang menerangkan secara singkat pembahasan bab per bab dalam skripsi ini.
Bab II Dalam bab ini berisi materi mengenai deskripsi tentang tinjauan
umum tentang pengertian penghinaan, unsur-unsur penghinaan, macam-macam
penghinaan, pengertian lambang negara, sejarah lambang negara, pengertian tindak
pidana, unsur-unsur tindak pidana, pembagian tindak pidana, pengertian sanksi
pidana, macam-macam sanksi pidana, sanksi menurut hukum pidana Islam.
Bab III Dalam bab ini akan diuraikan tentang pembahasan sanksi pelaku
penghinaan lambang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, dan
tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan lambang negara.
19
Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi
Teori Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2017), 152.
-
Bab IV Bab ini merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari hasil
pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Daftar Pustaka
Lampiran