bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. bab i -bab v.pdfindustri...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap perusahaan memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan
opersaionalnya. Sama seperti halnya setiap orang di dunia yang menginginkan
keuntungan dan kesenangan. Oleh karena itu, setiap usaha yang mereka lakukan
pasti memiliki tujuan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Pada dasarnya,
perusahaan terbentuk dari sekelompok orang yang meiliki tujuan yang sama dalam
mendirikan perusahaan tersebut, antara lain dapat memaksimalkan laba dan
memaksimalkan pendapatan para pemegang saham.
Pemegang saham merupakan sekelompok orang yang memiliki perusahaan
karena memberikan biaya pendanaan kepada perusahaan sebagai investasi.
Investasi merupakan penanaman modal pada suatu perusahaan. Para pemegang
saham pastinya akan mengharapkan return atas investasinya. Return yang
didapatkan oleh para pemegang saham tersebut dapat berupa keuntungan dari
selisih atas saham atau portofolio yang dimiliki yang di jual kembali ke pasar
modal, keuntungan ini disebut dengan Capital Gain. Return lainnya yang
diharapkan oleh investor adalah Dividen.
Dividen cukup menjadi perhatian dari setiap stakeholder perusahaan,
terutama para pemegang saham. Para pemegang saham dalam memutuskan
kebijakan investasinya pada suatu perusahaan akan melihat bagaimana kebijakan
dividen perusahaan tersebut.
2
Kebijakan Dividen adalah sebuah kebijakan yang dilakukan oleh
perusahaan mengenai pembayaran dividen kepada investor. Kebijakan dividen ini
dibuat berdasarkan keputusan manajer keuangan perusahaan apakah laba
perusahaan akan didistribusikan ke para pemegang saham atau ditahan agar
perusahaan memiliki cukup dana untuk melakukan kegiatan operasionalya di masa
mendatang ataupun mengembangkan ukuran perusahaan (L. Thian Hin, 2008:23).
Penetapan kebijakan dividen sangat penting karena berkaitan dengan kesejahteraan
para pemegang saham.
Apabila perusahaan memutuskan untuk menahan laba, maka perusahaan
mempunyai cukup dana untuk melakukan pengembangan usaha ataupun untuk
dialokasikan sebagai biaya pembelanjaan dari dalam perusahaan tanpa harus
mencari dana tambahan dari pihak diluar perusahaan. Namun, apabila perusahaan
memutuskan untuk membagikan laba kepada pemegang saham berupa dividen,
maka kas didalam perusahaan akan berkurang. Kas yang berkurang ini akan
berdampak negatif, terutama dimata publik, hal ini karena kas yang berkurang akan
mengindikasikan bahwa perusahaan sedang mengalami masalah keuangan. Oleh
karena itu, perlu diputuskan apakah lebih baik laba atas operasional perusahaan
dibagikan saja sebagai dividen ataukah ditanamkan kembali diperusahaan sebagai
laba ditahan, yang merupakan sumber dana permanen yang perlu dipertimbangkan
pemanfaatanya di dalam perluasan dan pengembangan usaha perusahaan.
Kebijakan dividen suatu perusahaan akan mengakibatkan pertentangan
antara dua pihak yang berkepentingan, yaitu para pemegang saham dan manager.
Pertentangan ini disebut dengan Agency Problem. Agency Problem ini timbul
3
dikarenakan terdapat beberapa perbedaan dalam informasi perusahaan yang
dimiliki oleh manajer dan pemilik (Dewi, 2008). Biasanya manajer lebih
mengetahui tentang keseluruhan hal yang menyangkut perusahaan, terutama
masalah keuangan dibanding dengan pemilik. Permasalahan ini sangat sering
terjadi di tiap perusahaan, terutama apabila perusahaan tersebut telah go-public.
Permasalahan dari perbedaan jumlah informasi yang diterima ini disebut dengan
Asymetric Information.
Situasi seperti ini dapat dimanfaatkan oleh para manajer untuk
menyalahgunakan otoritasnya sebagai pengelola perusahaan dengan melakukan
tindakan-tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri seperti
melakukan pemanipulasian laporan keuangan. Dalam masalah seperti ini lah
dividen dapat dipergunakan oleh pemegang saham sebagai sarana untuk
mengurangi agency cost yang timbul dari sikap oportunis manajer, karena dengan
memaksa manajer untuk mengeluarkan dividen kepada pemegang saham maka arus
kas perusahaan akan berjalan sehingga tidak terjadi penumpukan kas yang
berlebihan yang dapat memberikan manajer kesempatan dalam melakukan
tindakan-tindakan pemanipulasian.
Selain sebagai alat mengurangi agency cost, dividen juga dapat digunakan
sebagai alat signaling kondisi perusahaan. Perusahaan yang membayar dividen ke
pemegang saham dengan tingkat yang cukup tinggi, akan membuat perusahaan
terlihat baik dikarenakan perusahaan dinilai sedang dalam keadaan keuangan yang
bagus dan juga memiliki prospek masa depan yang bagus pula, sehingga dapat
4
menarik para investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut
(Kretarto, 2001:97).
Pergerakan perusahaan sektor industri barang konsumsi di nilai memiliki
prospek kedepan yang tinggi. Indeks manufaktur yang sebagian besar komponen
pembentuknya terdiri atas indeks consumer, industri dasar, dan aneka industri, naik
9% sejak awal tahun hingga Juli 2013. Industri manufaktur diproyeksikan tumbuh
mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di Amerika Serikat
(AS) dan Uni Eropa masih diwarnai ketidakpastian. Berbagai faktor negatif seperti
kenaikan harga gas, tarif dasar listrik, upah minimum pekerja, infrastruktur yang
belum dapat diandalkan, serta melemahnya nilai tukar, tetap tidak mengganggu
pertumbuhan sektor ini. "Kinerja sektor industri manufaktur pada 2013 tumbuh
akibat meningkatnya investasi di sektor otomotif, industri pupuk, industri kimia dan
semen," kata MS Hidayat, Menteri Perindustrian. Terjaganya pertumbuhan sektor
ini akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan perusahaan yang bergerak di
manufaktur. Maka, sangat beralasan apabila investor mengapresiasi positif saham-
saham manufaktur. Indeks manufaktur yang sebagian besar komponen
pembentuknya terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi,
industri dasar, dan aneka industri mengalami kenaikan 9,37% sejak awal tahun
hingga 2 Agustus 2013. Perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi
sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44% dari pembentukan indeks manufaktur,
sementara aneka industri (40 emiten) dan industri dasar (44 emiten) masing-masing
27%. Daya tahan sektor manufaktur terutama ditopang sektor konsumer yang
tumbuh 28%. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi kedua dari sepuluh sektor
5
yang ada. Kinerja sektor konsumer juga lebih tinggi dari dua sektor lainnya yakni
sektor aneka industri dan industri dasar yang juga menjadi bagian indeks
manufaktur. Sementara itu, perusahaan dari aneka industri justru berperan sebagai
penekan kinerja indeks karena mencatat penurunan 11% sejak awal tahun. Di sisi
lain, industri dasar relatif tidak terlalu berdampak kepada pertumbuhan indeks
manufaktur karena hanya mencatat kenaikan 1%, selain itu, kontribusi industri
dasar terhadap indeks manufaktur tergolong kecil yakni hanya sebesar 20%.
Menurut Harry Su, Kepala Riset PT Bahana Securities, kenaikan indeks manufaktur
di tengah hantaman sejumlah sentimen negatif kenaikan biaya produksi karena
penggerak indeks manufaktur sebagian besar berasal dari emiten konsumer yang
bersifat diversif, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Unilever Tbk
(UNVR). "Ketersediaan bahan baku sejumlah emiten manufaktur cukup terjaga
sehingga pelemahan nilai tukar rupiah tidak memberi dampak signifikan,"
ungkapnya, di Jakarta. Harry juga memperkirakan, kinerja indeks manufaktur pada
semester II 2013 tidak akan berbeda jauh dengan pertumbuhan semester I, yaitu
masih mengalami pertumbuhan postif. "Kenaikan BBM, pelemahan rupiah,
agaknya tidak akan meberi dampak besar terhadap penurunan daya beli dan kinerja
emiten di indeks manufaktur. Karena emiten tersebut sifatnya konsumtif dan
disukai orang, sehingga cukup divensif," tegasnya. Emiten Penggerak Jika ditelaah,
dari 10 emiten terbesar indeks manufaktur yang menjadi penggerak indek (index
mover), terlihat bahwa Unilever merupakan pendorong utama kenaikan indeks
manufaktur. Kontribusi Unilever terhadap kenaikan indeks manufaktur mencapai
9% dari kenaikan indeks yang sebesar 9%. Lima emiten lainnya hanya
6
berkontribusi di kisaran 1% terhadap indeks. Sementara itu, empat emiten mencatat
kontribusi negatif alias menjadi penekan kinerja indeks dengan kontribusi antara -
0,16% hingga -2,8%. Sepuluh emiten yang menjadi index mover tersebut memiliki
bobot 80% atas Indeks Manufaktur. Besamya kontribusi Unilever terhadap
pergerakan indeks karena saham ini mencatat kenaikan 50% sejak awal tahun,
selain itu bobot Unilever tercatat mencapai 17%. Sementara Astra menjadi penekan
kinerja manufaktur dengan kontribusi -2,8% karena saham Astra tercatat menurun
13% sejak awal tahun sampai akhir Juli, padahal bobot Astra mencapai 21% atas
indeks. Jika ditelaah lebih lanjut, sebanyak lima dari enam emiten terbesar yang
mencatat kenaikan merupakan emiten indeks konsumer sehingga dapat disebutkan
bahwa sektor konsumer merupakan kontributor terbesar secara sektoral. Saham-
saham dari emiten ini akan menjadi pilihan karena masih menawarkan potensi
kenaikan. Mereka adalah produsen kebutuhan mendasar konsumen seperti
makanan, minuman, obat, daging, dan produk toiletries. Sektor manufaktur
diperkirakan masih akan tumbuh solid seiring kenaikan jumlah penduduk dan daya
beli masyarakat akibat solidnya pertumbuhan ekonomi di kisaran 6%. Angka ini
masih tergolong tertinggi di antara negara-negara G20. Pertumbuhan sektor ini juga
diuntungkan dengan hasil survei yang dilakukan baru-baru ini yang menyebutkan
indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia tergolong yang tertinggi di dunia.
(sumber: http://www.kemenperin.go.id/artikel/7014/Manufaktur-Ditopang-Sektor-
Barang-Konsumsi/)
Kenaikan pertumbuhan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi
berdasarkan fenomena tersebut mampu mempengaruhi pengambilan keputusan
7
perusahaan, salah satunya keputusan mengenai pendistribusian dividen ke para
pemegang saham. Kebijakan dividen masing-masing perusahaan pada dasarnya
berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan hasil analisis kinerja keuangan. Namun
pihak manajemen umumnya tetap mempertahankan keinginan perusahaan untuk
tumbuh besar dan berkembang hingga dapat menguasai pasar. Untuk mencapai
tujuan itu maka diperlukan keuntungan yang besar pula, karena jika perusahaan
tidak cukup menguntungan maka perusahaan akan sulit mendapat dana tambahan
karena minat yang kurang dari investor untuk menanamkan modalnya.
Perbedaan dalam keputusan pendistribusian dividen dapat dilihat dari
penagmbilan keputusan PT Kalbe Farma Tbk yang memberikan dividen pada tahun
2014 sebesar Rp. 891 miliar. Besaran pembagian divden tersebut mencapai 43
persen dari total laba bersih yang diterima. Sepanjang tahun 2014, Kalbe Farma
mencetak laba bersih sebesar Rp 2,06 triliun atau tumbuh 7,29 persen dibandingkan
perolehan 2013 sebesar Rp 1,92 triliun. Sementara, pendapatan tumbuh 8,56 persen
menjadi Rp 17,37 triliun dari sebelumnya Rp 16 miliar. (sumber:
www.beritasatu.com).
PT Martina Berto Tbk pada tahun yang sama tidak memberikan dividen
kepada para pemegang saham karena menurunnya laba bersih perusahaan sehingga
perusahaan memutuskan untuk laba ditahan guna ekspansi perusahaan. Keputusan
perusahaan untuk menahan laba perusahaan telah disepakati oleh perusahaan dan
para pemegang saham pada RUPST. Laba bersih perusahaan tahun 2014 sebesar
Rp 2,53 miliar atau turun sekitar 81,9% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
Rp 15,84 miliar. Akan tetapi, penjualan perusahaan berhasil meningkat sekitar
8
4,7% di tahun 2014 menjadi sebesar Rp 671,39 miliar dari Rp 641,28 miliar pada
tahun 2013.
(sumber: wartaekonomi.co.id)
Kebijakan dividen suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial. Faktor pertama yang menpengaruhi kebijakan dividen
adalah investment opportunity set (IOS). IOS merupakan perhitungan nilai suatu
perusahaan menggunakan nilai aktiva saat ini untuk mencari peluang investasi
terbaik perusahaan dimasa depan. Para pemegang saham umumnya melakukan
analisis terhadap perusahaan yang akan mereka tanam modalnya guna memprediksi
kelangsungan kegiatan operasional perusahaan melalui pendekatan informasi
keuangan historisnya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap saham
memiliki nilai intrinsik yang dapat ditentukan berdasarkan laba, dividen, struktur
modal, dan potensi pertumbuhan perusahaan. Nilai instrinsik yaitu nilai yang
mencerminkan nilai perusahaan dengan memperhitungkan aset terlihat (ekuitas dan
nilai buku) dan aset tidak terlihat (prospek perusahaan). Analisis secara detail
dengan pendekatan ini lebih memfokuskan pada laporan keuangan untuk
pendeteksian perbedaan antara harga pasar saham dengan nilai instriksinya. Nilai
instrinsik saham juga dapat menunjukkan karakteristik perusahaan sebagai dasar
untuk mengetahui apakah suatu saham dinilai lebih rendah atau lebih tinggi.
Potensi pertumbuhan dapat ditunjukkan dengan perbandingan antara nilai pasar
saham dengan nilai bukunya. Seiring perkembangan waktu, penelitian mengenai
kesempatan investasi di Indonesia sangatlah dinamis, posisi proksi IOS ini bisa
9
menjadi prediktor, diskriminator, atau variabel dependen. Dengan kata lain, proksi
kesempatan investasi ini memang dianggap berpengaruh pada banyak pihak seperti
manajer, pemilik, investor, ataupun kreditor terhadap perusahaan itu sendiri.
Produksi industri manufaktur besar dan sedang bertumbuh 4,74% pada 2014
disumbang oleh tiga sektor terbesar, a.l. industri makanan, farmasi, produk obat
kimia dan obat tradisional serta industri peralatan listrik. Data Badan Pusat Statistik
(BPS) menunjukkan, pertumbuhan produksi manufaktur 2014 untuk industri
makanan sebesar 10,56%, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
9,92%, dan industri peralatan listrik 9,84%. Berbeda dengan pertumbuhan produksi
industri manufaktur 2013, wajah tiga sektor teratas diduduki oleh industri
kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, 11,48%, industri barang logam, bukan
mesin dan peralatannya 11,37%, dan industri makanan 10,77%.Ketua Umum
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman
mengatakan faktor utama yang mendorong produksi industri makanan adalah
pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya,
pertumbuhan produksi industri tahun akan mengalami hasil serupa, seiring dengan
proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,7%.
(sumber: manufakturindo.com).
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh IOS terhadap kebijakan dividen
telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang beragam. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Suartawan & Yasa (2016) menyatakan bahwa IOS berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen, yang mengartikan bahwa semakin meningkat
nilai IOS perusahaan maka permbayaran dividen akan meningkat pula. Hasil
10
penelitian ini berlawanan dengan Purnami & Artini (2016) yang menyatakan bahwa
IOS berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah Ukuran
Perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasikannya
perusahaan menurut besar kecilnya. Ukuran perusahaan menggambarkan besar
kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aktiva atau total
penjualan bersih. Perusahaan yang berukuran besar biasanya cenderung untuk lebih
dewasa dan mempunyai akses yang lebih mudah dalam pasar modal. Hal ini
mengurangi ketergantungan perusahaan dalam pendanaan internal, sehingga
perusahaan dianggap mampu untuk memberikan pembayaran dividen yang tinggi.
Dalam melihat hubungan antara ukuran perusahaan dengan kebijakan dividen,
banyak perusahaan yang melihat hubungan keduanya berdasarkan analisis dari
tujuan investasi. Ukuran perusahaan dijadikan dasar pertimbangan dalam
pembagian dividen.
Selama tiga tahun terakhir terjadi kenaikan pertumbuhan produksi industri
manufaktur mikro dan kecil. Pada tahun 2016 pertumbuhan produksi industri
manufaktur mikro dan kecil naik sebesar 5.78 %. Tahun 2015 naik 5,71 % dan pada
tahun 2014 naik sebesar 4,91 % terhadap tahun 2013. Pertumbuhan produksi
industri manufaktur mikro dan kecil terbesar berada di triwulan IV-2016 yang naik
sebesar 4,88 % terhadap triwulan IV-2015. Kenaikan tersebut terutama disebabkan
naiknya produksi Industri Komputer, Barang Elektronika dan Optik naik 43,71 %,
Industri Mesin dan Perlengkapan naik 25,98 %, dan Industri Kertas dan Barang dari
Kertas naik 25,49 %.Sayangnya, ada jenis-jenis industri yang mengalami
11
penurunan produksi yakni Industri Pengolahan Tembakau turun 15,62 %, Jasa
Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan turun 11,82 %, dan Industri
Peralatan listrik turun 10,73 %.
(sumber: katadata.co.id).
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap
kebijakan dividen juga telah dilakukan dan memberikan hasil yang beragam. Hasil
penelitian Kardianah (2013) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini
berlawanan dengan penelitian Nurhayati (2013) yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah
kepemilikan perusahaan. Kepemilikan suatu perusahaan yang telah go-public pada
pasar modal sudah dapat dipastikan bukan hanya milik tunggal seseorang, namun
dimiliki oleh beberapa orang atau kelompok yang telah memberikan sesuatu hal
yang berguna untuk keberlangsungan perusahaan itu sendiri. Jenis kepemilikan
yang ada dalam perusahaan ini terbagi menjadi dua, yaitu kepemilikan institusional
dan kepemilikan managerial.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh
institusi atau lembaga. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu
perusahaan oleh institusi atau lembaga. Menurut Jensen & Meckling (1976:372-
373), kepemilikan institusional dianggap dapat memonitor kinerja manajemen.
Kepemilikan institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya
pengawasan yang lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic
12
manajer, yaitu manajer melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan
kepentingan pribadinya. Investor institusional mengambil peranan selain sebagai
pengawas manajemen yang lebih baik dari pemegang saham individu, namun juga
dapat mengintervensi pengambilan keputusan perusahaan untuk memaksa
manajemen mengeluarkan dividen yang tinggi apalagi jika perusahaan mempunyai
cadangan kas yang besar.
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap
kebijakan dividen perusahaan telah dilakukan dan memberikan hasil yang beragam.
Hasil penelitian Dewi (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen, apabila kepemilikan institusional
semakin tinggi maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan sehingga
dapat mengurangi biaya keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan
dividen yang rendah. Hasil penelitian ini berbeda dengan Kurniawati et al (2015)
yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
kebijakan dividen perusahaan, yang artinya kenaikan kepemilikan institusional
akan diikuti dengan kenaikan kebijakan dividen perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan perusahaan yang
dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan seperti dewan komisalis atau direktur.
Dengan terlibatnya pihak manajemen dalam kepemilikan perusahaan akan
menyetarakan porsi kepemilikan dengan para pemegang saham. Apabila sebagian
pemegang saham menyukai dividen tinggi maka menimbulkan perbedaan
kepentingan sehingga diperlukan peningkatan dividen. Sebaliknya, dalam konteks
kepemilikan saham oleh managerial tinggi akan terjadi kesamaan preferensi antara
13
pemegang saham dan manajer maka tidak diperlukan peningkatan dividen (Dewi,
2008). Kepemilikan manajerial yang tinggi akan membuat manajer melakukan
tindakan yang cenderung berhati-hati sehingga dapat mengurangi biaya keagenan.
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan dividen perusahaan memberikan hasil beragam. Hasil penelitian
Nuringsih (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif
terhadap kebijakan dividen dikarenakan diversifikasi yang tidak optimal sehingga
mendorong manajemen untuk mendapat dividen yang besar. Hasil ini berlawanan
dengan penelitian Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen dikarenakan apabila tingkat
kepemilikan manajerial tinggi maka perusahaan canderung mengalokasikan laba
pada laba ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal
yang lebih efisien.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang mempengaruhi kebijakan dividen,
yaitu sebagai berikut:
1) Masalah keagenan yang timbul dalam keputusan pendistribusian dividen
2) Prediksi nilai perusahaan menggunakan IOS yang dapat diproksikan dengan
berbagai macam kombinasi IOS, padahal IOS sendiri sulit untuk dapat
diobservasi
14
3) Ukuran perusahaan yang berskala besar
4) Kepemilikan insitutsional yang terlalu mengintervensi perusahaan
5) Kepemilikan manajerial yang tinggi mampu mengurangi biaya keagenan
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, terlihat
beberapa variabel/keadaan yang dapat mempengaruhi besaran kebijakan dividen.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini diantaranya:
1. Variabel independen yang di uji yaitu mekanisme investment opportunity set,
ukuran perusahaan, kepemilikan institusioonal dan kepemilikan manajerial
dengan variabel dependen kebijakan dividen.
2. Variabel kebijakan dividen pada penelitian ini dihitung menggunakan
dividend payout ratio (DPR).
3. Variabel investment opportunity set dihitung menggunakan proksi berbasis
harga (price bases) dengan perhitungan Market to Book Value of Equity Ratio
(MVEBVE).
4. Variabel ukuran perusahaan dihitung menggunakan log natural (ln) dari total
aset perusahaan
5. Variabel kepemilikan institusional dihitung menggunakan rasio kepemilikan
perusahaan oleh institusi.
6. Variabel kepemilikan manajerial dihitung menggunakan rasio kepemilikan
perusahaan oleh manajemen.
D. Rumusan Masalah
15
1) Apakah Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?
2) Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?
3) Apakah Kepemilikan Institusoinal berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?
4) Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?
E. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan baik
secara teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh antara
investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen serta memberikan dukungan
terhadap teori keagenan (agency theory) dan teori sinyal (signaling theory).
Teori keagenan menunjukkan keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan
manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Teori ini
menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara keputusan yang akan diambil
oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang akan diambil oleh manajer
perusahaan. Pemilik perusahaan menginginkan laba perusahaan dibagikan
dalam bentuk dividen sedangkan manajer perusahaan menginginkan laba
ditahan untuk ditambahkan ke modal perusahaan. Sedangkan teori sinyal
16
menyatakan bahwa dividen akan mengurangi ketimpangan informasi antara
manajemen dan pemegang saham dengan menyiratkan informasi privat tentang
prospek masa depan perusahaan.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi investor diharapkan penelitian ini dapat membantu investor dalam
pengambilan keputusan dalam hal investasi. Sehingga para investor dapat
memperikitrakan dividen yang akan didapat dari hasil investasinya.
b. Bagi perusahaan diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran
untuk dapat membuat kebijakan dividen yang optimal sehingga dapat
menarik para investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Konseptual
1. Teori Sinyal (Signaling Theory)
Sinyal merupakan suatu tindakan tindakan yang diambil oleh manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk kepada investor mengenai bagaimana cara
pandang manajemen terhadap prospek perusahaan (Brigham & Houston,
2006:40). Investor memerlukan informasi yang akurat, relevan , dan tepat waktu
sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Ketika investor
17
mendapatkan informasi akan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik
atau sinyal buruk. Sinyal ini akan direspon oleh pasar dalam bentuk kenaikan
atau penurunan permintaan saham yang nantinya akan berpengaruh terhadap
harga saham.
Signaling theory menyatakan bahwa dividen akan mengurangi
ketimpangan informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan
menyiratkan informasi privat tentang prospek masa depan perusahaan. Ada bukti
empiris bahwa kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham,
dan sebaliknya. Fenomena ini setidaknya memperlihatkan bahwa investor lebih
menyukai dividen daripada capital gain. Modigliani & Miller (MM) berpendapat
bahwa kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa depan.
Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan
normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan menghadapi
masa sulit di waktu mendatang (Sawir,A., 2004: 147).
2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori Keagenan yaitu sekelompok gagasan mengenai pengendalian
organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan
dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan
(Pearce & Robinson, 2008:47).
Pada umumnya, para pemegang saham ingin memaksimalkan nilai
saham. Ketika manajer memiliki sejumlah besar saham perusahaan tersebut,
mereka pasti memilih strategi untuk menghasilkan apresiasi nilai saham. Akan
18
tetapi ketika manajer berperan sebagai βorang sewaanβ, manajer lebih memilih
kebijakan untuk meningkatkan kompensasi pribadi mereka dan bukan
pengembalian kepada pemegang saham. Persoalan diantara kedua pihak adalah
sering terjadinya perbedaan kepentingan yang mengakibatkan keputusan yang
diambil oleh manajemen perusahaan kurang mengakomodasi kepentingan phak
pemegang saham. Hal ini biasa disebut dengan masalah keagenan. Untuk
mengawasi perilaku manajer maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya
keagenan. Ada beberapa cara untuk mengurang biaya keagenan, yaitu
meningkatkan tingkat kepemilikan manajerial, mengaktifkan pengawasan
melalui investor institusional, dan lainnya (Firmanda,2014).
Agency theory menyatakan bahwa dividen membantu mengurangi biaya
keagenan terkait dengan pemisahan kepemilikan dan kendali atas perusahaan.
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling (1976)
yang menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara keputusan yang akan
diambil oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang akan diambil oleh
manajer perusahaan. Pemilik perusahaan menginginkan laba perusahaan
dibagikan dalam bentuk dividen sedangkan manajer perusahaan menginginkan
laba ditahan untuk ditambahkan ke modal perusahaan (Baker et al, 1993).
Menurut Eisenhard (1989) dalam Prawibowo (2014) teori keagenan
dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu:
a. Asumsi tentang sifat manusia
19
Sifat manusia yang mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki daya
pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality),
kemudian manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).
b. Asumsi tentang keorganisasian
Dalam suatu organisasi terdapat konflik antar anggota organisasi dan efisiensi
sebagai kriteria produktivitas, serta asimetri informasi antara pihak agen
dengan pemegang saham.
c. Asumsi tentang informasi
Informasi dipandang oleh perusahaan dapat mempengaruhi kualitas
pengungkapan informasinya atau sebagai komoditi yang bisa
diperjualbelikan.
3. Dividen
Dividen adalah pembagian bagian keuntungan perusahaan kepada para
pemegang saham. Besarnya dividen dibagian ditentukan oleh para pemegang
saham pada saat berlangsungnya RUPS (L. Thian Hin,2008:22). Sedangkan
menurut Wibowo & Abu Bakar (2009:61) Dividen merupakan distribusi laba
kepada para pemegang saham dalam berbagai bentuk. Maka dari itu, dapat
dikatakan bahwa dividen adalah pembagian atas laba yang diterima perusahaan
yang akan dibagikan kepada para pemegang saham.
Menurut Wibowo & Abu Bakar (2009:61), ada 5 jenis dividen, yaitu:
a) Dividen Tunai
Dividen Tunai merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang
berbentuk uang kas.
20
b) Dividen Properti
Dividen properti merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham
bukan berupa kas, melainkan berupa properti.
c) Dividen Surat Wesel
Dividen Surat Wesel merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham
oleh perseroan dengan cara menerbitksan surat wesel khusus kepada para
pemegang saham yang akan dibayarkan pada waktu yang akan datang
ditambah dengan bunga tertentu
d) Dividen Likuidasi
Dividen Likuidasi merupakan distribusi laba kepada pemegang saham yang
didasarkan kepada modal disetorbukan didasarkan pada laba ditahan
e) Dividen Saham
Dividen Saham merupakan distribusi laba kepada para oemegang saham
berupa saham bukan berupa aktiva. Pencatatan dividen didasarkan kepada
nilai pasar saham untuk dividen saham kecil, dan didasarkan pada nilai pari
saham untuk dividen saham besar
Ada beberapa tahapan dalam prosedur pembayaran dividen. Menurut
Brigham & Houston (2006:90), prosedur pembayaran dividen yaitu:
1) Tanggal Deklarasi: Tanggal dimana para direksi perusahaan mengeluarkan
sebuah pernyataan yang mengumumkan pembayaran dividen
21
2) Tanggal Pemegang Saham Tercatat: Jika daftar yang dimiliki perusahaan
menyatakan pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal hari ini, maka
pemegang saham tersebut akan menerima dividen
3) Tanggal Eks Dividen: Tanggal dimana hak atas dividen saat ini tidak lagi
menyertai sebuah saham; biasanya dua hari kerja sebelum tanggal pemegang
saham tercatat
Pembagian dividen dihitung menggunakkan dua cara, yaitu yaitu dividen
yield dan dividend payout ratio (L. Thian Hin, 2008). Kedua teknik cara
pengukuran dividen dapat dilihat sebagai berikut:
a) Dividend Yield merupakan rasio dari dividen yang diberikan ke pemegang
saham dan harga saham
πππππ π·ππ£ππππ πππ ππβππ
π»ππππ ππβππ
b) Dividen payout ratio merupakan perbandingan dari dividen yang diberikan ke
pemegang saham dan laba bersih saham
πππππ π·ππ£ππππ πππ ππβππ
πΏπππ π΅πππ πβ πππ ππβππ
4. Kebijakan Dividen
Kebijakan Dividen menyangkut keputusan apakah laba akan dibayarkan
sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan (Agnes
Sawir,2004). Akan tetapi, dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih
besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi
pembayaran dividen saat ini (Horne & Wachowicz,2000).
22
Menurut Kurniawati et al (2015), kebijakan dividen merupakan
keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan
kepada para pemegang saham. Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan
manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan yang pada
umumnya sebagian dari penghasilan bersih setelah pajak (EAT) dibagikan
kepada investor dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali
lagi ke perusahaan dalam bentuk laba ditahan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa
kebijakan dividen adalah keputusan atas keuntungan yang didapat oleh
perusahaan dari kegiatan operasionalnya. Keputusan ini dapat berupa pembagian
dividen kepada para pemegang saham atau dipergunakan kembali untuk kegiatan
operasinal perusahaan.
Kebijakan dividen dapat dikatakan sebagai dividen optimal apabila
kebijakan dividen mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat ini dan
pertumbuhan dimasa mendatang dan memaksimalkan harga saham perusahaan
(Brigham & Houston,2006:69).
Menurut Baker et al (1993) dalam Afriani et al (2014) menyebutkan ada
enam teori kebijakan dividen :
1) Bird In The Hand Theory
Bird in the hand theory menyatakan bahwa investor lebih menyukai dividen
tunai daripada dijanjikan adanya imbal hasil atas investasi (capital gain) di
masa yang akan datang, karena menerima dividen tunai merupakan bentuk
dari kepastian yang berarti mengurangi resiko.
23
2) Signaling Theory
Signaling theory menyatakan bahwa dividen akan mengurangi ketimpangan
informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan menyiratkan
informasi privat tentang prospek masa depan perusahaan. Teori Dividend
Signaling pertama kali ditemukan oleh Bhattacharya tahun 1979.
3) Tax Preference Theory
Tax preference theory menyatakan bahwa investor atau pemegang saham
lebih menyukai perusahaan yang membagi dividen sedikit karena jika dividen
yang dibayarkan tinggi, maka beban pajak yang harus ditanggung oleh
investor atau pemegang saham juga akan tinggi.
4) Clientele Effect Theory
Clientele effect theory menyatakan bahwa adanya perbedaan dalam besaran
dividen yang dibagikan akan membentuk klien yang berbeda-beda juga.
Besaran dividen yang berbeda akan membentuk klien yang memeliki
keinginan untuk mendapatkan dividen tepat waktu, dan ada pula yang yang
lebih menginginkan laba ditahan dikarenakan alasan-alasan tertentu.
5) Agency Theory
Agency theory menyatakan bahwa dividen membantu mengurangi biaya
keagenan terkait dengan pemisahan kepemilikan dan kendali atas perusahaan.
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling
(1976). Teori ini menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara keputusan
24
yang akan diambil oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang akan
diambil oleh manajer perusahaan. Pemilik perusahaan menginginkan laba
perusahaan dibagikan dalam bentuk dividen sedangkan manajer perusahaan
menginginkan laba ditahan untuk ditambahkan ke modal perusahaan.
6) Life Cycle Theory
Life cycle theory menyatakan bahwa dividen cenderung untuk mengikuti pola
siklus hidup perusahaan dan dividen yang dibagikan mencerminkan analisis
manajemen atas pentingnya ketidaksempurnaan pasar termasuk di dalamnya
aspek-aspek yang berkaitan dengan pemegang ekuitas, biaya keagenan,
ketimpanggan informasi, biaya penerbitan sekuritas, dan biaya-biaya
transaksi. Menurut teori ini, keputusan dividen dipengaruhi oleh kebutuhan
perusahaan untuk mendistribusikan aliran kasnya.
Perhitungan nilai kebijakan dividen dapat dilakukan menggunakan
Dividend Payout Ratio (DPR), yang telah dikemukakan oleh Horne &
Wachowicz (2007: 269), Kurniawati et al (2015), serta Dewi (2008) yang
dirumuskan sebagai berikut:
π·ππ =π·ππ£ππππ πππ πΏπππππ ππβππ
πΏπππ πππ πΏπππππ ππβππ
5. Investment Opportunity Set
Penilaian terhadap suatu perusahaan terutama dalam hal akuntansi dan
keuangan masih terbilang cukup beragam. Nilai suatu perusahaan dilihat dari
dua sudut, ada pihak yang menyatakan bahwa nilai perusahaan dilihat dari
neraca perusahaan yang berisikan informasi masa lalu, sedangkan ada pihak
yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan dilihat dari aktiva yang
25
menunjukkan informasi saat ini, bahkan ada pihak yang menyatakan bahwa nilai
perusahann tercermin dari nilai investasi yang akan dikeluarkan di masa
mendatang. Kombinasi dari aktiva yang dimiliki oleh opsi investasi di masa yang
akan datang yang diukur dengan invesment opportuity set (IOS) akan
menunjukkan nilai suatu perusahaan.
Menurut Pasaribu & Kowanda (2013), Hubungan antara kesempatan
tumbuh dimasa mendatang dan kebijakan pendanaan adalah isu sentral dalam
manajemen keuangan korporat.
Menurut Myers (1997) dalam Marinda et al (2014), Investment
Opportunity Set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi
antara aktiva yang dimiliki (asset in place) dan pilihan investasi yang akan
datang dengan Net Present Value (NPV) positif dana kan mempengaruhi nilai
perusahaan.
Menurut yusuf & Firdauz (2005), Investment Opportunity Set (IOS) atau
set kesempatan investasi adalah tersedianya alternatif investasi di masa datang
bagi suatu perusahaan (Hartono, 1999).
Dapat disimpulkan dari pandangan-pandangan diatas bawah IOS
merupakan opsi perhitungan nilai suatu perusahaan menggunakan nilai aktiva
saat ini untuk mencari peluang investasi terbaik perusahaan dimasa depan.
Proksi IOS
IOS memiliki proksi yang digunakan untuk menentukan klasifikasi dan
potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan. Terdapat 3 proksi yang
26
digunakan dalam IOS yang telah di gunakan oleh para peneliti terdahulu. Proksi-
proksi IOS menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam Pasaribu & Kowanda
(2011) adalah:
a. Proksi berdasarkan harga.
Proksi berdasarkan harga ini percaya pada gagasan bahwa jika prospek
yang tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar,
maka perusahaan yang berpotensi tumbuh akan mempunyai nilai pasar relatif
yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya. Terdapat beberapa
perhitungan menggunakan proksi ini, yaitu
1. Rasio Market to Book Value of Equity (MVEBVE)
πππΈπ΅ππΈ =Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham
Total Ekuitas
2. Rasio Market Value of Firm to Book Value of Asset (MVFBVA)
πππΉπ΅ππ΄ =
Total Aset β Total Ekuitas +
(Lembar Saham Beredar X Harga Penutupan Saham)
Total Aset
3. Price to Earning Ratio (PER)
ππΈπ =πΆπππ πππ πππππ
πΈππππππ πππ πβπππ
4. Tobinsβq Ratio
27
πππ΅πΌππβ²π
=
Total Aset β Total Ekuitas +
(Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham)
π΄ππ‘ππ£π πππ‘ππ πππ‘ π₯ {(π΄ππ‘ππ£π πππ‘ππ πΊπππ π β π΄ππ‘ππ£π πππ‘ππ πππ‘)
ππππ¦π ππππππ πππ π+
(πππ‘ππ π΄π ππ‘ β π΄ππ‘ππ£π πππ‘ππ πππ‘)
5. Firm Value to Property, Plant, and Equipment Ratio (VPPE)
ππππΈ = Aset Total Ekuitas (Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham)
Aktiva Tetap Net
6. Firm Value to Depreciation (VDEP)
ππ·πΈπ =
Total Aset β Total Ekuitas +
(Lembar Saham Beredar X Harga Penutupan Saham)
Biaya Depresiasi
7. Earning to Price Ratio (EPR)
πΈππ = Earning per Share
Closing Price
b. Proksi berdasarkan investasi.
Proksi berdasarkan investasi ini percaya pada gagasan bahwa satu level
kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu
perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang
investasi berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.
Terdapat beberapa perhitungan menggunakan proksi ini, yaitu:
1. Rasio Capital Expenditure to Book Value Asset (CAPBVA)
πΆπ΄ππ΅ππ΄ = Nilai Buku Aktiva Tetapt β Nilai Buku Aktiva Tetap t β 1
Total Aset
28
2. Rasio Capital Expenditure to Market Value of Firm (CAPMVA)
πΆπ΄ππππ΄ = Nilai Buku Aktiva Tetap t β Nilai Buku Aktiva Tetap t β 1
Total Aset β Total Ekuitas +
(Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham)
3. Rasio Investment to Total Sales (IONS).
πΌπππ = Total Aktiva
Penjualan Bersih
c. Proksi berdasarkan varian.
Proksi berdasarkan varian ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi
akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk
memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas tingkat
pengembalian yang mendasari peningkatan aktiva.
6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasikannya
perusahaan menurut besar kecilnya. Ukuran perusahaan menggambarkan besar
kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aktiva atau total
penjualan bersih. Hal ini di dukung dengan penyataan Husnan (2005) dalam
Pasaribu & Kowanda (2013) yang mengatakan bahwa semakin besar total aktiva
maupun penjualan maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Semakin
besar aktiva maka semakin besar modal yang ditanam, sementara semakin
banyak penjualan maka semakin banyak juga perputaran uang dalam
perusahaan. Dengan demikian, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau
besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan.
29
Ukuran perusahaan terbagi menjadi 3 ukuran, yaitu perusahaan besar,
perusahaan menengah, dan perusaahan kecil. Pembagian jenis ukuran
perusahaan) didasari dengan kapitalisasinya yaitu, perusahaan besar memiliki
kapitalisasi diatas 5 triliun, perusahaan menengah memiliki kapitalisasi 1-5
triliun, dan perusahaan kecil memiliki kapitalisasi dibawah 1 triliun (Rahardjo,
2006:41).
Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya
aktivitas operasi suatu perusahaan. Perusahaan besar memiliki intensitas
aktivitas operasi yang lebih besar dari perusahaan kecil. Hal ini mengindikasikan
bahwa kekayaan aset perusahaan besar lebih besar pula. Perusahaan besar yang
memiliki kestabilan dan kemapanan yang baik biasanya cenderung mudah untuk
terjun ke pasar modal. Kemudahan ini mengartikan bahwa kemampuan
perusahaan untuk mendapatkan investor baru juga lebih besar. Dengan
fleksibilitas dan kemudahan mendapat investor ini, maka perusahaan juga
memiliki tanggung jawab terhadap para investornya dengan memberikan
dividen. Hal ini sesuai dengan penyaataan Budi (2009) dalam Dithi (2012)
bahwa dengan pasar modal maka berarti fleksibilitas lebih besar dalam
kemampuan untuk mendapat dana dalam jangka pendek, perusahaan yang lebih
besar dapat mengusahakan pembayaran dividen yang lebih besar dibanding
dengan perusahaan yang kecil. Ukuran perusahaan dapat dihitung menggunakan
log natural dari jumlah total aset yang dimiliki perusahaan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
ππΌππΈ = ln πππ‘ππ π΄π π ππ‘
30
5. Kepemilikan institusional
Menurut Murhadi (2008) dalam Kurniawati et al (2015), kepemilikan
institusional adalah persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi
atau lembaga (perusahaan asuransi, dana pensiun, atauu perusahaan lain).
Menurut Menurut Fransiska et al (2015), Kepemilikan institusional
adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh institusi atau lembaga seperti
perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi
lainnya. Kepemilikan institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal sehingga keberadaanya memiliki arti penting bagi
pemonitoran manajemen
Menurut Permanasari (2010) dalam Kartina & Nikmah (2011),
Kepemilikan institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih
optimal sehingga keberadaanya memiliki arti penting bagi pemonitoran
manajemen. Dengan adanya monitoring tersebut maka pemegang saham akan
semakin terjamin kemakmurannya, pengaruh kepemilikan institusional yang
berperan sebagai agen pengawas ditekan oleh investasi mereka yang cukup besar
dalam pasar modal.
Berdasarkan teori-teori tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kepemilikan institusional merupakan kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh
lembaga, institusi, ataupun perusahaan lainnya. Kepemilikan institusional ini
dipergunakan untuk melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen
perusahaan agar pihak manajemen perusahaan tidak melakukan hal yang akan
31
merugikan pihak pemegang saham. Kepemilikan institusional dirumuskan
sebagai berikut :
πΌπππ =π½π’πππβ ππβππ π¦πππ π·πππππππ πΌππ π‘ππ‘π’π π
π½π’πππβ ππβππ π΅ππππππ
6. Kepemilikan Manajerial
Menurut Fransiska et al (2015), Para pemegang saham yang mempunyai
kedudukan dimanajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai
direktur disebut kepemilikan manajerial (managerial ownership). Jensen dan
Meckling (1976) menjelaskan teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan
yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan memiliki
konsekuensi rentan terhadap konflik kepentingan.
Menurut Pujiati (2015), Kepemilikan manajerial dipandang dapat
mengurangi agency cost apabila porsinya dalam struktur kepemilikan di
perusahaan ditingkatkan. Pemberian kesempatan manajer untuk terlibat dalam
kepemilikan saham bertujuan untuk menyetarakan kepentingan manajer dengan
pemegang saham. Keterlibatan manajer tersebut mendorong manajer untuk
bertindak secara hati-hati karena mereka akan turut menanggung konsekuensi
atas keputusan yang diambilnya.
Menurut Kartina & Nikmah (2011), Struktur kepemilkan manajerial
dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu: pendekatan keagenan yang
menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrumen atau alat
untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai klaim terhadap
perusahaan, dan pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang
32
mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan
informasi.
Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen
perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai direktur disebut
kepemilikan manajerial (managerial ownership). Kepemilikan oleh manajerial
ini dimaksudkan agar tingkat kepentingan antara pihak manajemen dan
pemegang saham dapat lebih disetarakan sehingga tidak terjadi kesenjangan
informasi antara kedua pihak.
Struktur kepemilkan manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang
yaitu: pendekatan keagenan yang menganggap struktur kepemilikan manajerial
sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara
berbagai klaim terhadap perusahaan, dan pendekatan ketidakseimbangan
informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk
mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui
pengungkapan informasi. Kepemilikan manajerial diukur dengan persentase
saham yang dimiliki oleh manajemen dan dirumuskan sebagai berikut :
ππππ =π½π’πππβ ππβππ π¦πππ π·πππππππ πππππππππ
π½π’πππβ ππβππ π΅ππππππ
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini, menggunakan hasil penelitian terdahulu untuk dijadikan
sebagai landasan dan acuan penelitian yang telah dilakukan dan telah teruji secara
33
empiris sehingga dapat memperkuat hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan
terdahulu berkaitan dengan variabel yang akan diteliti yaitu investment opportunity
set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dab
kebijakan dividen. Berikut adalah hasil penelitian yang relevan, antara lain:
Tabel II.1
Tabel Literatur Review
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Peneliti:
Lita
Kurniawati
Jurnal:
Jurnal
Manajemen,
Vol 15, No. 1
Tahun:
2015
Pengaruh
Kepemilikan
Institusional
Terhadap
Kebijakan
Deviden dan
Harga Saham
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen,
Harga Saham
Variabel
Independen:
Kepemilikan
Institusional
1. kepemilikan
institusional
berpengaruh
secara positif
terhadap
kebijakan
dividen
2. kepemilikan
institusional
berpengaruh
positif terhadap
harga saham
2 Peneliti:
Dithi Amanda
Putri
Jurnal:
Jurnal
Ekonomi Vol.
22, No. 3
Tahun:
2012
Pengaruh
Investment
Opportunity Set,
Kebijakan Utang
Dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Kebijakan Dividen
Pada Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia
(BEI)
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen:
Investment
Opportunity Set,
Kebijakan Utang,
Ukuran Perusahaan
1. Investment
Opportunity Set
berpengaruh
Positif terhadap
kebijakan
dividen
2. Kebijakan Utang
berpengaruh
negatif terhadap
kebijakan
dividen
3. Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
Positif terhadap
kebijakan
dividen
34
3 Peneliti:
Haryetti dan
Ririn Araji
Ekayanti
Jurnal:
Jurnal
Ekonomi Vol.
20, No. 3
Tahun:
2012
Pengaruh
Profitabilitas,
Investment
Opportunity Set
Dan Pertumbuhan
Perusahaan
Terhadap
Kebijakan Dividen
Pada Perusahaan
Lq-45 Yang
Terdaftar Di BEI
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen:
Profitabilitas,
Investment
Opportunity Set,
Pertumbuhan
Perusahaan
1. Profitabilitas
berpengaruh
positif secara
signifikan
terhadap
kebijakan dividen
2. Investment
Opportunity Set
tidak
berpengaruh
secara signifikan
terhadap
kebijakan dividen
3. Pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
negatif secara
signifikan
terhadap
kebijakan dividen
4. Investment
Opportunity Set,
dan pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
sangat signifikan
terhadap
kebijakan dividen
secara simultan
4 Peneliti:
Kadek Diah
Arie Purnami
& Luh Gede
Sri Artini
Jurnal:
E-Jurnal
Manajemen
Unud
Vol. 5, No. 2
Tahun:
Pengaruh
Investment
Opportunity Set,
Total Asset Turn
Over Dan Sales
Growth Terhadap
Kebijakan Dividen
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen:
Investment
Opportunity Set,
Total Asset Turn
Over, Sales Growth
1. Investment
Opportunity Set
berpengaruh
negatif namun
tidak signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
2. Total Asset Turn
Over
berpengaruh
positif dan
35
2016 signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
3. Sales Growth
berpengaruh
namun tidak
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
5 Peneliti:
Kardianah
Jurnal:
Jurnal Ilmu &
Riset
Manajemen
Vol. 2, No. 1
Tahun:
2013
Pengaruh
Kepemilikan
Institusional,
Kebijakan Utang,
Ukuran
Perusahaan,
Profitabilitas, Dan
Likuiditas
Terhadap
Kebijakan Dividen
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen:
Kepemilikan
Institusional,
Kebijakan Utang,
Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas,
Likuiditas
1. seluruh variabel
independen
secara simultan
memiliki
pengaruh secara
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
2. Kepemilikan
institusional
secara parsial
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
3. Ukuran
Perusahaan
secara parsial
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
4. Kebijakan
Utang secara
parsial
36
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
5. Profitabilitas
secara parsial
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
6. Likuiditas
secara parsial
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
negatif terhadap
kebijakan
dividen
6 Peneliti:
Mafizatun
Nurhayati
Jurnal:
Jurnal
Keuangan &
Bisnis
Vol. 5, No. 2
Tahun:
2013
Profitabilitas,
Likuiditas, &
Ukuran
Perusahaan
Pengaruhnya
Terhadap
Kebijakan Dividen
& Nilai
Perusahaan Sektor
Non Jasa
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen,
Nilai Perusahaan
Variabel
Independen:
Profitabilitas,
Likuiditas, Ukuran
Perusahaan
1. Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
negatif terhadap
kebijakan
dividen
2. Profitabilitas
berpengaruh
positif terhadap
kebijakan
dividen
3. Likuiditas
berpengaruh
negatif terhadap
kebijakan
dividen
4. Profitabilitas
berpengaruh
37
positif
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
5. Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap nilai
perusahaan
6. Likuiditas tidak
memberi
pengaruh
signifikan
terhadap nilai
perusahaan
7. Kebijakan
dividen tidak
memberi
pengaruh
signifikan
terhadap nilai
perusahaan
7 Peneliti:
Pujiati
Jurnal:
Jurnal Nominal
Vol. 4, No. 1
Tahun:
2015
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Kebijakan Dividen
Pada Sektor
Industri Barang
Konsumsi
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen:
Kepemilikan
Institusional,
Kepemilikan
Managerial,
Investment
Opportunity Set
1. Kepemilikan
Managerial
memiliki
pengaruh positif
tetapi tidak
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
2. Kepemilikan
Institusional
memiliki
pengaruh positif
dan signifikan
terhadap
38
kebijakan
dividen
3. Investment
opportunity set
memiliki
perngaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
kebijakan
dividen
4. Likuiditas
mampu
memoderasi
pengaruh
kepemilikan
managerial
terhadap
kebijakan
dividen
5. Likuiditas
mampu
memoderasi
pengaruh
kepemilikan
Institusional
terhadap
kebijakan
dividen
6. Likuiditas tidak
mampu
memoderasi
pengaruh
Investment
opportunity set
terhadap
kebijakan
dividen
7. Kepemilikan
managerial,
39
kepemilikan
institusional dan
investment
opportunity set
secara simultan
berpengaruh
terhadap
kebijakan
dividen
8 Peneliti:
I Gst. Ngr.
Putu Adi
Suartawan, &
Gerianta
Wirawan Yasa
Jurnal:
E-Jurnal
Akuntansi
Universitas
Udayana
Vol. 14, No.3
ISSN: 2302-
8559
Tahun:
2016
Pengaruh
Investment
Opportunity Set
dan Free Cash
Flow Pada
Kebijaan Dividen
Dan Nilai
Perusahaan
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen:
Investment
Opportunity Set,
Free Cash Flow
1. semakin
meningkkat nilai
IOS maka
pembayaran
dividen juga
meningkat
2. semakin tinggi
free cash flow
maka semain
besar
pembayaran
dividen
3. Semakin tinggi
nilai IOS maka
semakin tinggi
nilai perusahaan
4. semakin tinggi
free cash flow
maka semakin
besar nilai
perusahaan
5. semakin tinggi
tingkat
pembayaran
dividen maka
semakin besar
nilai perusahaan
6. kebijakan
dividen
memediasi
pengaruh IOS
40
pada nilai
perusahaan
secara parsial
Sumber : Data Diolah Oleh Penulis (2017)
Kekhasan pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian-
penelitaian sebelumnya adalah perhitungan yang digunakan dalam variabel IOS
yang digunakan yaitu Market to Book Value of Equity Ratio (MVEBVE), dimana
penelitian sebelumnya menggunakan Capital Expenditure to Book Value Assets
(CAPBVA). Penelitian ini juga berfokus pada perusahaan sektor barang industri
konsumsi yang ada di Indonesia, dikarenakan tingkat cash flow dari kegiatan
operasionalnya yang baik. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan dalam rentang
periode pengamatan terbaru, yakni selama periode tahun 2013-2015.
C. Kerangka Teoritis
Kebijakan dividen merupakan keputusan atas keuntungan yang didapat oleh
perusahaan dari kegiatan operasionalnya. Keputusan ini dapat berupa pembagian
dividen kepada para pemegang saham atau dipergunakan kembali utnuk kegiatan
operasinal perusahaan. Kebijakan dividen dapat dikatakan sebagai dividen optimal
apabila kebijakan dividen mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat ini dan
pertumbuhan dimasa mendatang dan memaksimalkan harga saham perusahaan.
Konsep teori keagenan muncul karena adanya keyakinan bahwa pemisahan
kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik
diabaikan sehingga menimbulkan masalah kesenjangan informasi yang dimiliki
pihak manajemen dan pemilik. Kesenjangan ini akan berdampak pada banyak aspek
41
di perusahaan, salah satunya yaitu kebijakan dividen dimana pihak pemilik dan
pemegang saham yang menginginkan didistribusikannya dividen atas laba bersih
operasional perusahaan secara tepat waktu tiap tahunnya, sedangkan pihak
manajemen lebih memilih untuk menahan laba yang bertujuan untuk menambah
kekayaan perusahaan.
Konsep teori sinyal muncul karena kenaikan dividen ini merupakan suatu
sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu
penghasilan yang baik dimasa depan Sebaliknya suatu penurunan dividen atau
kenaikan dividen dibawah kenaikan normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa
perusahaan akan menghadapi masa sulit di waktu mendatang.
1. Pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan Dividen
Investment Opportunity Set (IOS) yaitu kombinasi dari aktiva yang dimiliki
oleh opsi investasi di masa yang akan datang. Nilai dari IOS ini bergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen dimasa mendatang yang
pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan
menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan
keuntungan. Penghitungan IOS ini sendiri memiiki 3 proksi, yaitu proksi berbasis
harga, proksi berbasis investasi, dan proksi berbasis varian. Keterkaitan IOS dengan
kebijakan dividen yaitu perusahaan diharapkan mampu untuk memberikan
kepastian mengenai tingkat pengembalian berupa dividen kepada para pemegang
saham sehingga mampu menarik para pemegang saham untuk berinvestasi
diperusahaan. Dalam penelitian Suartawan & Yasa (2016) menunjukkan bahwa
42
IOS berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen, yang mengartikan bahwa
semakin meningkat nilai IOS perusahaan maka permbayaran dividen akan
meningkat pula. Hasil penelitian ini berlawanan dengan Purnami & Artini (2016)
yang menyatakan bahwa IOS berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen
perusahaan. Hasil penelitian Purnami & Artini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Pujiati (2015) yang menyatakan bahwa IOS memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap kebijakan dividen, yang menyimpulkan hasil bahwa IOS
tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung
oleh riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang
lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntunggan dibandingkan
dengan perusahaan lain yang setara dalam satu kelompok industri. Perusahaan
yang memiliki Kesempatan Investasi yang tinggi akan membutuhkan dana yang
besar pula. Kebutuhan dana tersebut dapat diperoleh dari sumber dana internal dan
eksternal. Pemenuhan kebutuhan dana investasi yang dibiayai dari sumber internal
perusahaan akan berdampak pada penurunan pembayaran dividen dalam kaitannya
dengan Kebijakan Dividen. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Hayetti &
Ekayanti (2012) menunjukkan bahwa IOS tidak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap kebijakan dividen.
2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen
Ukuran perusahaan yaitu suatu skala klasifikasi yang membedakan tiap
perusahaan menjadi perusahaan besar, menengah dan kecil. Tolak ukur yang
menunjukkan ukuran besaran perusahaan adalah ukuran aktiva atau aset dari
43
perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang memiliki nilai aktiva besar dinilai telah
mencapai tahap kedewasaan dimana perusahaan mempunyai kekayaan yang stabil
dan mapan. Tingkat arus kas perusahaan besar yang stabil dipastikan dianggap
positif oleh masyarakat dan dianggap memiliki prospek pertumbuhan yang lebih
baik dalam kurun waktu relatif lama. Perusahaan yang stabil mampu menghasilkan
laba lebik baik dibanding perusahaan yang memiliki total aset yang lebih kecil.
Perusahaan dengan laba yang baik akan sejalan dengan pembayaran dividen yang
baik pula. Dalam penelitian Kardianah (2013) menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil
penelitian ini berlawanan dengan penelitian Nurhayati (2013) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen
perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nuringsih (2005) menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh namun tidak signifikan terhadap kebijakan
dividen.
3. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen
Kepemilikan perusahaan yaitu suatu struktur perusahaan yang melakukan
pengawasan terhadap kinerja operasional perusahaan. Kepemilikan perusahaan
terbagi menjad dua, yakni kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh
institusi atau lembaga. Kepemilikan institusional dapat mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal sehingga keberadaanya memiliki arti penting bagi
memonitor manajemen agar manajer perusahaan tidak melakukan tidakan oportunis
44
untuk memperkaya dirinya sendiri. Dalam penelitian Dewi (2008) menyatakan
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen,
apabila kepemilikan institusional semakin tinggi maka semakin kuat kontrol
eksternal terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya keagenan dan
perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang rendah. Hasil penelitian ini
berbeda dengan Kurniawati et al (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan, yang
artinya kenaikan kepemilikan institusional akan diikuti dengan kenaikan kebijakan
dividen perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Kardianah (2013) yang menyatakan bahwa variabel kepemilikan
institusional mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
4. Hubungan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen
Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan perusahaan yang
dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan seperti dewan komisaris atau direktur.
Kepemilikan manajerial dipandang dapat mengurangi agency cost apabila
porsinya dalam struktur kepemilikan di perusahaan ditingkatkan. Pemberian
kesempatan manajer untuk terlibat dalam kepemilikan saham bertujuan untuk
menyetarakan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Keterlibatan
manajer tersebut mendorong manajer untuk bertindak secara hati-hati karena
mereka akan turut menanggung konsekuensi atas keputusan yang diambilnya.
Dalam penelitian Nuringsih (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
45
berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen dikarenakan diversifikasi yang
tidak optimal sehingga mendorong manajemen untuk mendapat dividen yang
besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pujiati (2015)
yang menyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap Kebijakan Dividen. Hasil ini berlawanan dengan penelitian
Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif terhadap kebijakan dividen dikarenakan apabila tingkat kepemilikan
manajerial tinggi maka perusahaan canderung mengalokasikan laba pada laba
ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal yang
lebih efisien.
Gambar II.1
Kerangka Teoretik
Sumber: Data diolah oleh peneliti (2017)
Investment Opportunity Set
Ukuran Perusahaan
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Manajerial
Kebijakan Dividen
46
D. Perumusan Hipotesis
Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, serta berdasarkan
kerangka teoritik yang telah diuraikan, maka penelitian ini merumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
H3: Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
H4: Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan
Dividen
2. Mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen
3. Mengetahui pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan
Dividen
3. Mengetahui pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen
47
B. Objek dan Ruang Lingkup Peneliitian
Objek dalam peneltian ini adalah laporan keuangan dan laporan tahunan
(annual report) perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang telah
listing/go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Peneliti menggunakan sampel
perusahaan manufaktur yang telah go public dikarenakan perusahaan tersebut
berarti telah memberikan keterbukaan kepada publik mengenai keadaan perusahaan
baik dalam hal tata kelola perusahaan maupun pengungkapan mengenai hal-hal
yang tidak terkait dengan bisnis utama seperti pengungkapan jumlah dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan tiap tahunnya. Adapun ruang lingkup penelitian
difokuskan pada perusahaan manufaktur yang menyampaikan informasi mengenai
perusahaan seperti menyampaikan informasi tentang modal saham perusahaan yang
memiliki porsi kepemilikan oleh institusional maupun manajerial, kemudian juga
memiliki data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dengan pendekatan regresi linier berganda. Metode penelitian kuantitatif
merupakan metode penelitian yang menggunakan angka, mulai dari
mengumpulkan data, mengolah, menganalisis data dengan teknik statistik, dan
mengambil kesimpulan secara generalisasi untuk membuktikan adanya pengaruh
investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. Data yang digunakan dalam
48
penelitian ini adalah sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah disiapkan
oleh suatu sumber untuk di analisis lebih lanjut.
D. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:72). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
telah listing/go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2013 sampai 2016
dan menerbitkan laporan keuangan tiap tahunnya. Berdasarkan keterangan tersebut,
diketahui jumlah populasi perusahaan manufaktur ada 140 perusahaan. Penelitian
ini dilakukan berdasarkan kurun waktu 4 tahun sehingga jumlah populasi penelitian
560 perusahaan.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010:73). Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan variabel yang diteliti (Sugiyono,
2008). Kriteria perusahaan yang akan dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan yang telah mempublikasikan laporan keuangan dan laporan
tahunan secara konsisten dari tahun 2013-2016
b. Perusahaan tidak mengalami delisting selama periode penelitian
c. Perusahaan yang mengungkapkan besaran nilai dividen yang dibagikan
kepada pemegang saham
d. Perusahaan yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh institusi
49
e. Perusahaan yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak
manajerial/direksi perusahaan
f. Menyediakan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian secara lengkap
Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan, didapatkan jumlah perusahaan
yang diperoleh sebayak 22 perusahaan. Sehingga jumlah sampel yang menjadi
objek penelitian ini sebanyak 88 sampel. Rincian sampel penelitian sebagai berikut:
Tabel III.1
Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah
1 Perusahaan sektor industri barang konsumsi
yang terdaftar di BEI periode tahun 2013-
2016
140
2 Perusahaan yang tidak mempublikasikan
laporan keuangan selama periode penelitian
(19)
3 Perusahaan yang tidak membagikan dividen
pada tahun periode penelitian
(72)
4 Perusahaan yang mengalami delisting -
5 Perusahaan yang tidak memiliki nilai
kepemilikan institusional
(2)
6
Perusahaan yang tidak memiliki nilai
kepemilikan manajerial
(25)
Jumlah sampel perusahaan yang diteliti 22
Jumlah observasi selama 4 tahun (2013-2016) 88
Sumber: Data diolah oleh peneliti, 2017.
50
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Sesuai judul dari penelitian ini yaitu βPengaruh Investment Opportunity Set,
Ukuran Perusahaan, dan Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Manajerial
Terhadap Kebijakan Dividen pada perusahaan manufaktur tahun 2013 β 2016β,
penelitian ini memiliki empat variabel independen yaitu IOS, ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial; dan satu variabel dependen
yaitu kebijakan dividen.
1. Variabel Dependen
a. Kebijakan Dividen
i. Definisi Konseptual
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kebijakan dividen sebagai
variabel dependen atau terikat. kebijakan dividen adalah keputusan atas
keuntungan yang didapat oleh perusahaan dari kegiatan operasionalnya.
Keputusan ini dapat berupa pembagian dividen kepada para pemegang
saham atau diperuganak kembali untuk kegiatan operasinal perusahaan.
ii. Definisi Operasional
Penelitian ini mengguanan rasio pembayaran dividen atau Dividen
Payout Ratio (DPR) sebagai tolak ukur dalam penguuran dividen. DPR
51
adalah proporsi laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam
bentuk tunai dalam satu tahun. Perhitungan DPR dapat dirumusan
sebagai berikut:
π·ππ =π·ππ£ππππ πππ πβπππ
πΈππππππ πππ πβπππ
2. Variabel Independen
a. Investment Opportunity Set
i. Definisi Konseptual
Investment Opportunity Set merupakan sebuah opsi investasi masa depan
yang digunakan sebagai prediktor dalam pertumbuhan perusahaan
bedasarkan nilai saat ini. Nilai suatu perusahaan dilihat dari dua sudut,
ada pihak yang menyatakan bahwa nilai perusahaan dilihat dari neraca
perusahaan yang berisikan informasi masa lalu, sedangkan ada pihak
yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan dilihat dari aktiva yang
menunjukkan informasi saat ini, bahkan ada pihak yang menyatakan
bahwa nilai perusahann tercermin dari nilai investasi yang akan
dikeluarkan di masa mendatang.
ii. Definisi Operasional
Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan proksi berbasis harga
dengan menggunakan jenis perhitungan Market to Book Value of Equity
Ratio (MVEBVE).Variabel IOS dapat dirumuskan sebagai berikut:
52
πππΈπ΅ππΈ =πΏπππππ ππβππ π΅ππππππ π₯ π»ππππ ππππ’π‘π’πππ ππβππ
πππ‘ππ πΈππ’ππ‘ππ
b. Ukuran Perusahaan
i. Definisi Konseptual
Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasikannya
perusahaan menurut besar kecilnya. Ukuran perusahaan
menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan
dengan total aktiva atau total penjualan bersih. Perusahaan yang memiliki
total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan lebih dewasa dan
stabil dibandingkan perusahaan dengan total aset kecil.
ii. Definisi Operasional
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan besar kecilnya suatu
perusahaan dinilai dari total aktiva perusahaan. Variabel ukuran
perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
πΉπππ πππ§π = ln πππ‘ππ ππ ππ‘
c. Kepemilikan Institusional
i. Definisi Konseptual
Kepemilikian institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang
dimiliki institusional pada akhri tahun yang diukur dalam presentase
salam yang dimilki oleh investor institusional suatu perusahaan.
53
Kepemilikan institusional ini dipergunakan untuk melakukan monitoring
terhadap kinerja manajemen perusahaan agar pihak manajemen
perusahaan tidak melakukan hal yang akan merugikan pihak pemegang
saham.
ii. Definisi Operasional
Kepemilikan institusional dalam penelitian ini merupakan porsi
kepemilikan perusahaan oleh institusional yang dinyatakan dalam bentuk
rasio. Kepemilikan institusional dirumuskkan sebagai berikut:
πΌπππ =π½π’πππβ π πβππ π¦πππ ππππππππ πππ π‘ππ‘π’π π
ππ’πππβ π πβππ πππππππ
d. Kepemilikan Manajerial
i. Definisi Konseptual
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham dari pihak
manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan. Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di
manajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai
direktur disebut kepemilikan manajerial (managerial ownership).
Kepemilikan oleh manajerial ini dimaksudkan agar tingkat kepentingan
antara pihak manajemen dan pemegang saham dapat lebih disetarakan
sehingga tidak terjadi kesenjangan informasi antara kedua pihak.
ii. Definisi Operasional
54
Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini merupakan porsi
kepemilikan perusahaan oleh manajemen yang dinyatakan dalam bentuk
rasio. Variabel kepemilikan manajerial dirumuskan sebagai berikut.
ππππ =π½π’πππβ π πβππ π¦πππ ππππππππ πππππππππ
ππ’πππβ π πβππ πππππππ
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan
perhitungan statistik. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan
menggunakan bantuan teknologi Komputer yaitu program pengolah data statistik
yang dikenal dengan SPSS (Statistical Package Sosial Sciences). Penelitian ini
menggunakan metode analisis regresi linier berganda dan uji asumsi klasik (uji
normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi).
1. Statistic Deskriptif
Statistik Deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin
memdeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang
berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Pengukuran tendensi pusat
mengukur nilai-nilai pusat dari distribusi data meliputi rat-rata (mean),
median, mode. Pengukuran dispersi meliputi standar deviasi, varian, dan
55
range. Pengukuran bentuk adalah Skewness dan Kurtosis (Nachrowi &
Usman, 2002:142-143).
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi
yang digunakan dalam penelitian ini layak atau tidak untuk digunakan atau
dengan kata lain apakah data sudah berdistribusi dengan normal, dan tidak
adanya masalah normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi. Berikut empat asumsi klasik yang harus dipenuhi diantaranya:
2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data
normal atau mendekati normal dengan bentuk lonceng (bell shaped) yang
berarti data tersebut tidak menceng kekanan maupun kekiri (Ghozali, 2011:
160). Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov (K-S). Dasar pengembalian keputusan dalam uji K-S adalah
sebagai berikut:
i. Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 atau 5 persen
maka data terdistribusi secara normal.
ii. Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 atau 5 persen
maka data tidak terdistribusi normal.
56
2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada
korelasi antarvariabel independen (IV) pada model regresi (Nisfiannoor,
2009:92). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model
regresi dapat dilihat dari tolerance value dan variance inflation factor
(VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah
yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF yang tinggi. Nilai cutoff yang umum adalah:
i. Jika nilai tolerance > 10 persen dari nilai VIF < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi.
ii. Jika nilai tolerance < 10 persen, dan nilai VIF > 10, maka dapat
disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen
dalam model regresi.
2.3 Uji Autokorelasi
Menurut Sarjono dan Julianita (2011) uji autokorelasi bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu pada
periose sebelumnya (t-1). Autokorelasi sangat jarang terjadi sehingga uji
autokorelasi tidak wajib dilakukan pada penelitian yang menggunakan
57
kuesioner. Uji autokorelasi dapat dengan Durbin-Watson (DW), untuk
memutuskan ada tidaknya autokorelasi, sebagai berikut:
1) Bila dU < DW < (4-dU), koefisien korelasi sama dengan nol, maka
tidak terjadi autokorelasi.
2) Bila DW < dL, koefisien korelasi lebh dari nol, maka terjadi
autokorelasi positif.
3) Bila DW > (4-dL), koefisien korelasi lebih kecil dari nol, maka
terjasi autokorelasi negatif.
4) Bila (40dU) < DW < (4-dL), maka tidak dapat ditarik kesimpulan
mengenai ada tidaknya autokorelasi.
2.4 Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui bahwa varians
variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Model regresi yang baik
adalah homokedastisitas, yakti varians dari residual satu pengamtan ke
pengamatan lain tetap atau tidak terjadi homokedastisitas (Sarjono dan
Julianita, 2011).
Ada dua cara pendeteksian ada tidaknya homokedastisitas, yaitu
dengan metode grafik dan metode statistik. Metode grafik biasanya dengan
melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan nilai
residualnya. Sedangkan metode statistik dalam penelitian ini
menggunakan uji glejser. Apabila nilai probabilitas signifikansinya di atas
tingkat kepercayaan, yaitu 5% (0,05), maka dapat disimpulkan model
regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Sebaliknya, apabila
58
nilai probabilitas signifikasinya di bawah tingkat kepercayaan, yaitu 5%
(0,05), maka dapat disimpulkan model regresi mengandung adanya
heteroskedastisitas.
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis regresi linier berganda. Teknik analisis regresi linier berganda
digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen
terhadap satu variabel dependen (Ghozali, 2011). Adapun model regresi linier
berganda dalam penelitian ini sebagai berikut:
DPR = Ξ± + Ξ²1IOS + Ξ²2SIZE + Ξ²3INST + Ξ²4MOWN + e
Keterangan :
DPR = Dividend Payout Ratio
IOS = Investment Opportunity Set
SIZE = Ukuran Perusahaan
INST = Kepemilikan Institusional
MOWN = Kepemilikan Manajerial
Ξ± = konstanta (tetap)
e = Variabel ganguan (error)
4. Uji Hipotesis
4.1 Uji Signifikan Parsial (Uji Statistik t)
Menurut (Ghozali, 2011), uji statistic t digunakan untuk
menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau variabel
59
independen secara individual dalam menerangkan variansi variabel
dependen. Hipotesis yang diuji adalah:
1) Ha: b1 β 0, artinya variabel independen memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen.
2) Ha: b1 = 0, artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen.
Untuk menguji hipotesis secara parsial dapat dilakukan
berdasarkan perbandingan nilai t hitung dengan nilai t tabel dengan tingkat
signifikansi 5% (0,05). Kriteria yang digunakan dalam menentukan
hipotesis diterima atau tidak diterima adalah apabila:
1) t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (0,05) maka,
Ha diterima dan Ho tidak diterima, variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2) t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (0,05) maka,
Ha tidak diterima dan Ho diterima, variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi
secara keseluruhan dan pengaruh variabel independen secara bersama-
sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Dasar analisis uji
statistic F sebaga berikut:
60
1) Apabila F hitung < F tabel, maka Ha ditolak dan Ho diterima, berarti
ada pengaruh dan tidak signifikan antara variabel independen secara
simultan terhadap variabel dependen.
2) Apabila F hitung > F tabel , maka Ha diterima dan Ho ditolak, berarti
ada pengaruh dan signifikan antara variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependen. Pengaruh antara variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen.
4.3 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini bertujuan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan
satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variansi variabel dependen amat tebatas.
Nilai R2 yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen
memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Hasil Pemilihan Sampel
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Investment
Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan
Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan keuangan dan
laporan tahunan perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI dalam
rentang tahun 2013-2016. Data tersebut diperoleh dari situs resmi Bursa Efek
62
Indonesia yaitu www.idx.co.id. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang mengeluarkan laporan keuangan dan laporan
tahunan dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013-2016.
Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
populasi yang dijadikan sampel merupakan populasi yang memenuhi kriteria
tertentu, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai
dengan kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan kriteria yang telah
ditetapkan pada awal penelitian, maka keterangan mengenai sampel dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel IV.1.
Tabel IV.1
Populasi dan Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah
1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode tahun 2013-2016
140
2 Perusahaan yang tidak mempublikasikan
laporan keuangan selama periode penelitian
(19)
3 Perusahaan yang tidak membagikan dividen
pada tahun periode penelitian
(72)
4 Perusahaan yang mengalami delisting -
63
5 Perusahaan yang tidak memiliki nilai
kepemilikan institusional
(2)
6
Perusahaan yang tidak memiliki nilai
kepemilikan manajerial
(25)
Jumlah sampel perusahaan yang diteliti 22
Jumlah observasi selama 4 tahun (2013-2016) 88
Data penelitian yang harus outlier 20
Jumlah sampel pada penelitian 68
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017
Dari penjelasan atas pengumpulan sampel yang telah diuraikan di atas,
sampel penelitian perusahaan yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 22
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama setahun masa
pengamatan 2013-2016. Sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini
berjumlah 88. Daftar perusahaan yang diobservasi dalam penelitian dapat
dilihat pada lampiran 1.
2. Analisis Statistik Deskriptif
Deskriptif statistik memberikan gambaran awal variabel penelitian yang
digunakan dalam penelitian. Hasil statistik deskriptif dalam penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan regresi terhadap data penelitian yang sudah
mengalami seleksi data yang outlier. Hasil statistik deskriptif yang belum
mengalami seleksi outlier dapat dilihat pada lampiran 2.
Penelitian ini memiliki 5 (lima) variabel. Variabel dependennya adalah
kebijakan dividen. Sedangkan variabel independennya yaitu investment
64
opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan kepemilikan
manajerial. Gambaran atau deskriptif suatu data tersebut dapat dilihat dari nilai
rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi dari setiap variabel
yang digunakan dalam penelitian ini (Ghozali, 2003). Berikut ini adalah hasil
uji statistik deskriptif dari 68 observasi yang digunakan dalam penelitian:
Tabel IV.2
Tabel Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Y 68 .00001 .87676 .3211525 .19271489
X1 68 .48280 8.73763 2.2147581 1.85296676
X2 68 25.61948 33.19881 28.9883375 2.12118186
X3 68 .22480 .99500 .6711094 .20430433
X4 68 .00002 .47520 .0573976 .12269940
Valid N (listwise) 68
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017
Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.2. tersebut,
didapat informasi mengenai nilai minimum, maximum, mean dan standar
deviasi dari masing-masing variabel dependen dan independen yang diuji
dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai analisis stastistik deskriptif atas
variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
Variabel Dependen
2.1 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen diukur dengan menggunakan Dividend Payout
Ratio (DPR) yaitu dengan dividen per saham dibagi dengan laba per saham.
Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel IV.2 diatas,
Nilai minimum dari variabel kebijakan dividen sebesar 0,00001 terdapat pada
65
perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat pembagian
dividen yang terendah dibandingkan perusahaan lainnya. Rendahnya tingkat
pembagian dividen perusahaan tersebut disebabkan karena perusahaan PT
Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk memiliki perbandingan
tingkat dividen per saham dengan laba per saham yang cukup rendah
dibandingkan dengan rata-rata nilai dividen yang lebih tinggi pada tahun
tersebut, sehingga biaya hutang perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry &
Trading Company Tbk lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan
manufaktur lainnya. . Nilai dividen per saham pada laporan keuangan
perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk pada tahun
2016 sebesar Rp 0,002 dengan laba per saham sebesar Rp 18.
Sedangkan nilai maksimum dari kebijakan dividen terdapat pada
perusahaan PT Astra Otoparts Tbk dengan nilai 0,87676. Artinya, perusahaan
tersebut memiliki perbandingan tingkat dividen per saham dengan laba per
saham yang paling tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
perbandingan tingkat dividen per saham dengan laba per saham tersebut
disebabkan karena perusahaan PT Astra Otoparts Tbk memiliki dividen per
saham yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata perusahaan yang
lebih rendah pada tahun tersebut, sehingga perusahaan PT Astra Otoparts Tbk
mampu melakukan pembayaran dividen lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan manufaktur lainnya. Nilai dividen per saham pada laporan
66
keuangan perusahaan PT Astra Otoparts Tbk pada tahun 2015 sebesar Rp
57,866 dengan laba per saham sebesar Rp 66.
Berdasarkan data statistik deskriptif diatas, kebijakan dividen
memiliki rata-rata sebesar 0,3211525 dengan standar deviasi sebesar
0,19271489. Nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata yang
menunjukkan bahwa simpangan data terkait informasi mengenai kebijakan
dividen relatif baik dengan penyebaran yang variatif.
Tabel IV.3
Distribusi Frekuensi DPR
DPR Sampel Observasi
0 - 0.09 8
0,1 - 0,29 24
0.3 - 0.49 27
0.5 - 0.69 5
0.7 - 0.89 4
Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017
Variabel Independen
2.2 Investment Opportunity Set
Investment Opportunity Set diukur dengan menggunakan Market to
Book Value of Equity (MVBVE) yaitu dengan mengalikan lembar saham
beredar dengan harga penutupan saham lalu dibagi dengan total ekuitas.
Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel IV.2 diatas,
Nilai minimum dari variabel investment opportunity set terdapat pada
perusahaan PT Lionmesh Prima Tbk dengan nilai investment opportunity set
sebesar 0,48280 yang mencerminkan tingkat kesempatan investasi yang
rendah. Rendahnya tingkat kesempatan investasi tersebut disebabkan karena
67
perusahaan PT Lionmesh Prima Tbk memiliki nilai ekuitas yang tinggi jika
dibandingkan dengan lebar saham yang beredar sehingga perusahaan dinilai
terlalu menahan aset yang menyebabkan nilai investasi pada perusahaan
rendah di mata para pemegang saham. Jumlah ekuitas pada laporan keuangan
perusahaan PT Lionmesh Prima Tbk pada tahun 2016 sebesar Rp
117.316.169.122 dengan jumlah saham beredar 96.000.000 lembar saham
dan harga penutupan saham Rp. 590.
Nilai maksimum terdapat pada perusahaan PT Kalbe Farma Tbk
dengan nilai investment opportunity set sebesar 8,73763 yang mencerminkan
tingkat kesempatan investasi yang tinggi. Tingginya tingkat kesempatan
investasi tersebut disebabkan karena perusahaan PT Kalbe Farma Tbk
memiliki nilai ekuitas yang wajar jika dibandingkan dengan lembar saham
yang beredar sehingga perusahaan ditambah dengan nilai penutupan harga
saham yang tinggi sehingga nilai investasi pada perusahaan menarik di mata
para pemegang saham. Jumlah ekuitas pada laporan keuangan perusahaan PT
Kalbe Farma Tbk pada tahun 2014 sebesar Rp 9.817.475.678.466 dengan
jumlah saham beredar 46.875.122.110 lembar saham dan harga penutupan
saham Rp 1.830.
Berdasarkan data statistik deskriptif, nilai investment opportunity set
memiliki rata-rata sebesar 2,2147581 dengan standar deviasi sebesar
1,85296676. Nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata yang
menunjukkan bahwa simpangan data terkait informasi mengenai investment
opportunity set relatif baik dengan penyebaran yang variatif.
68
Tabel IV.4
Distribusi Frekuensi IOS
IOS Sampel Observasi
0.0 - 1.99 44
2.0 - 3.99 14
4.0 - 5.99 6
6.0 - 7.99 2
8.0 - 9.99 2
Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017
Gambar IV.1
Histogram IOS terhadap DPR
Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017
2.3 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log natural (ln) dari
total aset. Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel
IV.2 diatas, Nilai minimum dari ukuran perusahaan terdapat pada perusahaan
PT Lionmesh Prima Tbk sebesar 25,61948. Rendahnya nilai ukuran
perusahaan tersebut disebabkan karena nilai total aset perusahaan PT
Lionmesh Prima Tbk tahun 2015 sebesar Rp 133.782.751.041. Sedangkan,
nilai maksimum sebesar 33,19881 terdapat pada perusahaan PT Astra
69
International Tbk dengan nilai total aset perusahaan tahun 2016 sebesar Rp
261.855.000.000.000.
Variabel ukuran perusahaan memiliki rata rata 28,9883375 dengan
standar deviasinya sebesar 2,12118186. Nilai standar deviasi lebih rendah
daripada nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa simpangan data terkait
informasi mengenai ukuran perusahaan relatif baik dan cenderung variatif.
Tabel IV.5
Distribusi Frekuensi SIZE
SIZE Sampel Observasi
25.0 - 26.99 16
27.0 - 28.99 21
29.0 - 30.99 18
31.0 - 32.99 10
33.0 - 34.99 3
Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017
70
Gambar IV.2
Histogram SIZE terhadap DPR
Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017
2.4 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional diukur dengan menjumlahkan saham yang
dimiliki oleh institusi lalu dibagi total jumlah saham beredar. Berdasarkan
data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel IV.2 diatas, Nilai
minimum dari kepemilikan institusional terdapat pada perusahaan yaitu PT
Wismilak Inti Makmur Tbk sebesar 0,22480. Rendahnya tingkat kepemilikan
institusional tersebut disebabkan karena persentase kepemilikan saham
perusahaan oleh pihak institusi pada perusahaan PT Wismilak Inti Makmur
Tbk lebih rendah dibanding rata-rata kepemilikan institusional perusahaan
lain. Persentase nilai kepemilikan perusahaan oleh pihak institusional pada
perusahaan PT Wismilak Inti Makmur Tbk tahun 2013 & 2014 hanya 13,97%
dari 2.099.873.760 lembar saham yang beredar. Sedangkan nilai kepemilikan
instituisonal perusahaan tertinggi dimiliki oleh perusahaan PT Chitose
International Tbk tahun 2013 sebesar 99,5% dari 1.000.000.000 lembar
saham yang beredar.
Variabel kepemilikan institusional memiliki rata rata 0,6711094
dengan standar deviasinya sebesar 0,20430433. Nilai standar deviasi lebih
rendah daripada nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa simpangan data
terkait informasi mengenai manajemen laba relatif baik dan cenderung
variatif.
71
Tabel IV.6
Distribusi Frekuensi INST
INST Sampel Observasi
0,1 - 0,29 4
0.3 - 0.49 5
0.5 - 0.69 26
0.7 - 0.89 21
0.9 - 1 12
Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017
Gambar IV.3
Histogram INST terhadap DPR
Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017
2.5 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial diukur dengan menjumlahkan saham yang
dimiliki oleh pihak manajerial dan direksi perusahaan lalu dibagi total jumlah
saham beredar. Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada
tabel IV.2 diatas, Nilai minimum dari ukuran perusahaan terdapat pada
perusahaan yaitu PT Kimia Farma (Persero) Tbk pada tiap tahun penelitian
sebesar 0,00002 atau 0,002% dari 5.554.000.000 lembar saham yang beredar.
Sedangkan, nilai maksimum terdapat pada perusahaan PT Wismilak Inti
72
Makmur Tbk tahun 2013 & 2014 sebesar 0,4752 atau 47,52% dari
2.099.873.760 lembar saham yang beredar.
Variabel kepemilikan manajerial memiliki rata rata 0,0573976 dengan
standar deviasinya sebesar 0,12269940. Nilai standar deviasi lebih tinggi
daripada nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa simpangan data terkait
informasi mengenai manajemen laba relatif kurang baik dan cenderung
kurang variatif.
Tabel IV.7
Distribusi Frekuensi MOWN
MOWN Sampel Observasi
0 - 0.09 57
0.1 - 0.19 1
0.2 - 0.29 6
0.3 - 0.39 0
0.4 - 0.49 4
Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017
Gambar IV.4
Histogram MOWN terhadap DPR
73
Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017
B. Pengujian Hipotesis
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan layak untuk dianalisis, karena tidak semua data dapat dianalisis
dengan regresi. Dalam penelitian ini menggunakan 4 uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
Berikut hasil dari pengujian yang dilakukan:
1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi, variabel
pengganggu dan residual berdistribusi normal atau tidak, karena data yang
baik adalah data yang berdistribusi normal. Menurut Ghozali (2006) ada dua
cara untuk menguji distribusi data, yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data pada
sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram residualnya.
Jumlah observasi dalam penelitian ini berjumlah 88. Namun, setelah
dilakukannya regresi hasilnya menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi
secara normal. Rincian data yang memiliki masalah normalitas dapat dilihat
di lampiran 6. Oleh karena itu, peneliti menggunakan Casewise Diagnostic
dalam aplikasi SPSS 24 untuk menyeleksi data yang terdeteksi outlier. Setelah
dilakukannya seleksi data outliers, terdapat sebanyak 20 data yang terdeteksi
outlier sehingga tersisa 68 observasi yang akan diuji dalam penelitian ini.
74
Rincian data yang terdeteksi outlier dapat dilihat dalam lampiran 3, sedangkan
rincian perusahaan yang terdeteksi outlier dapat dilihat pada lampiran 4.
Peneliti menggunakan uji Normal P-Plot dengan kriteria apabila
sebaran titik-titik mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal), maka
dikatakan bahwa data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas dengan
menggunakan alat uji Normal P-Plot dapat dilihat pada gambar IV.1. berikut:
Gambar IV.5
Hasil Uji Normal Probability Plot
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebaran titik-titik mendekati
garis lurus (diagonal). Maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi
secara normal.
Peneliti juga menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria
pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikansi > 0,05 maka data
berdistribusi normal, dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka data berdistribusi
75
tidak normal.Adapun hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov ditunjukkan pada
tabel IV.3. sebagai berikut:
Tabel IV.8
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 68
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .16907822
Most Extreme Differences Absolute .089
Positive .072
Negative -.089
Test Statistic .089
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan tabel hasil uji kolmogorov-smirnov diatas, dapat dilihat
bahwa nilai signifikansinya sebesar 0,200. Angka tersebut lebih besar dari
0,05 maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal.
76
1.2 Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen
(Ghozali, 2013:103). Alat uji multikolinearitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah matriks korelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolonieritas di dalam model regresi adalah dengan melihat nilai tolerance
dan variance inflation faktor (VIF). Nilai yang umumnya digunakan untuk
menunjukkan multikolinieritas adalah nilai tolerance β₯ 0,10 atau sama dengan
nilai VIF β€ 10. Adapun hasil pengujian multikolonieritas ditunjukkan pada tabel
IV.4. sebagai berikut:
Tabel IV.9
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
IOS .884 1.131
SIZE .755 1.324
INST .648 1.544
MOWN .529 1.889
a. Dependent Variable: DPR
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan tabel hasil pengujian multikolonieritas diatas dapat dilihat
bahwa nilai VIF dari seluruh variabel independen yaitu Investment
Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan
Kepemilikan Manajerial kurang dari 10 dan nilai tolerance nya lebih besar
77
dari 0,10. Maka, dapat disimpulkan bahwa data yang diteliti tidak mengalami
masalah dalam multikolonieritas.
1.3 Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul pada regresi yang menggunakan data berskala
atau time series. Salah satu pengujian yang umum digunakan untuk
mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik
Durbin-Watson (DW-test), dengan kriteria jika Du < Dw < 4 β DU, maka
tidak terdapat autokorelasi. Adapun hasil pengujian autokorelasi ditunjukkan
pada tabel IV.5. sebagai berikut:
Tabel IV.10
Hasil Pengujian Autokorelasi
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien Durbin-
Watson sebesar 1,866. Angka ini akan dibandingkan dengan kriteria
penerimaan atau penolakan dengan melihat nilai dL dan dU yang terdapat pada
tabel Durbin-Watson, berdasarkan jumlah variabel bebas (k) yaitu 4 dan
jumlah sampel (n) yaitu 68. Pada tabel Durbin-Watson nilai dL sebesar 1,4853
dan dU sebesar 1,7335. Nilai koefisien Durbin-Watson sebesar 1,866 berada
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .480a .230 .181 .17436318 1.866
a. Predictors: (Constant), MOWN, IOS, SIZE, INST
b. Dependent Variable: DPR
78
dalam rentang dU 1,7335 dan 4-dU 2,2665. Maka dapat disimpulkan bahwa
data dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi.
1.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2013:134).
Ada beberapa cara untuk menguji heteroskedastisitas dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan uji statistik yaitu uji scatterplot dan uji glejser.
1. Hasil Uji scatterplot
Gambar IV.6
Hasil Uji scatterplot
Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017
Berdasarkan gambar IV.2 diatas yang merupakan hasil uji grafik
scatterplot, memperlihatkan bahwa titik-titik tesebut tersebar secara acak,
79
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada
model regresi.
2. Hasil Uji Glesjer
Tabel IV.11
Hasil Uji Glejser
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. 11.
Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017
Dalam uji glejser, apabila signifikasinya lebih dari 5% maka tidak
terdapat gejala heterokedastisitas. Begitupun sebaliknya apabila
signifikansinya kurang dari 5% maka terdapat indikasi terjadinya
heterokedastisitas.
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Setelah semua variabel telah dilakukan uji asumsi klasik dan dipastikan
bahwa data yang digunakan terdistribusi secara normal, dan tidak memiliki
Coefficientsa
Model
t Sig.
B
1 (Constant) .028 .141
IOS -.005 -.725
SIZE .004 .694
INST -.008 -.116
MOWN -.012 -.094
a. Dependent Variable: ABS_RES1
80
masalah multikolonieritas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Tahap
selanjutnya ialah melakukan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi
linier berganda dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh investment
opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajerial terhadap kebijakan dividen. Adapun hasil regresi linier berganda
dapat dilihat pada tabel IV.7. sebagai berikut:
Tabel IV.12
Analisis Regresi Linier Berganda
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda diatas maka dapat
diketahui rumus dari analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat
dituliskan sebagai berikut:
π«π·πΉ = βπ, πππ β π, ππππ°πΆπΊ + π, ππππΊπ°ππ¬ β π, ππππ°π΅πΊπ» β π, ππππ΄πΆπΎπ΅
+ πΊ
Keterangan:
DPR= Dividend Payout Ratio.
IOS= Investment Opportunity Set.
SIZE= Ukuran Perusahaan.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.161 .366
IOS -.019 .012 -.179
SIZE .027 .012 .295
INST -.334 .130 -.355
MOWN -.514 .239 -.328
a. Dependent Variable: DPR
81
INST= Kepemilikan Institusional.
MOWN= Kepemilikan Manajerial.
β= Error.
Berdasarkan persamaan regresi linear berganda yang digunakan
dalam penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai konstanta sebesar -0,161 yang menunjukkan jika semua variabel
independen yaitu investment opportunity set, ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial konstan atau
tetap maka kebijakan dividen akan bernilai -0,161.
2. Nilai koefisien regresi variabel investment opportunity set (ios) sebesar
-0,019 yang menunjukkan bahwa ios berpengaruh negatif terhadap
kebijakan dividen. Jika variabel independen lain bernilai konstan dan
variabel investment opportunity set mengalami kenaikan satu satuan
maka variabel kebijakan dividen (DPR) akan mengalami penurunan
sebesar -0,019.
3. Nilai koefisien regresi variabel ukuran perusahaan (SIZE) sebesar
0,027 yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen. Jika variabel independen lain
bernilai konstan dan variabel ukuran perusahaan mengalami kenaikan
satu satuan maka variabel kebijakan dividen (DPR) akan mengalami
kenaikan sebesar 0,027.
4. Nilai koefisien regresi variabel kepemilikan institusional (INST)
sebesar -0,334 yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
82
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Jika variabel
independen lain bernilai konstan dan variabel kepemilikan institusional
mengalami kenaikan satu satuan maka variabel kebijakan dividen
(DPR) akan mengalami penurunan sebesar -0,334.
5. Nilai koefisien regresi variabel kepemilikan manajerial (MOWN)
sebesar -0,514 yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Jika variabel
independen lain bernilai konstan dan variabel kepemilikan manajerial
mengalami kenaikan satu satuan maka variabel kebijakan dividen
(DPR) akan mengalami penurunan sebesar -0,514.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
uji statistik t, uji koefisien determinasi (R2) dan uji F.
3.1 Uji parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen
secara parsial atau individual berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Pengujian uji t dilakukan dengan menggunakan kriteria
berdasarkan perbandingan nilai thitung ng dari masing-masing koefisien
variabel independen terhadap nilai ttabel dan juga berdasarkan probabilitas.
Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen, dengan menggunakan kriteria
pengujian apabila (thitung > ttabel) atau (p-value < 0,05) maka variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan
83
68 sampel (n) dan 4 variabel bebas (k) maka nilai degree of freedom nya (df)
sebesar 64 (df = n-k). Dengan nilai df 64 dan signifikansi 0,05, maka nilai t
tabel adalah 1.99773. Untuk itu dibentuklah hipotesis sebagai berikut:
1) Ha : b1β 0, artinya variabel independen memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen.
2) H0 : b1= 0, artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen.
Kriteria yang digunakan dalam menentukan hipotesis yaitu apabila
thitung > ttabel, maka Ha diterima dan H0 tidak diterima. Sebaliknya apabila thitung
< ttabel, maka, Ha tidak diterima dan H0 diterima. Berikut hasil uji secara parsial
(t) :
Adapun hasil uji t dapat dilihat pada tabel IV.8. sebagai berikut:
Tabel IV.13
Hasil Uji Parsial (t)
Coefficientsa
Model T Sig.
1 (Constant) -.440 .662
IOS -1.519 .134
SIZE 2.320 .024
INST -2.581 .012
MOWN -2.156 .035
a. Dependent Variable: DPR
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada tabel IV.8. diatas,
dapat dijelaskan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
84
variabel dependen. Penjelasan dari pengaruh masing-masing variabel
independen tersebut adalah:
3.1.1 Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah H1:
investment opportunity set (X1) berpengaruh terhadap kebijakan dividen
(Y).
Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel investment opportunity set
diperoleh nilai thitung sebesar -1,519 ke arah negatif dan ttabel sebesar 1,99773.
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih kecil dan bernilai negatif
dari nilai ttabel (-1,519 < 1,99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi
sebesar 0,134, dimana nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (0,134 >
0,05). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa investment
opportunity set tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen, Artinya
hipotesis pertama ditolak.
3.1.2 Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah H2:
ukuran perusahaan (X2) berpengaruh terhadap kebijakan dividen(Y).
Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel ukuran perusahaan diperoleh
nilai thitung sebesar 2,320 kearah positif dan ttabel sebesar 1,99773. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (2,320
> 1.99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,024, dimana nilai
signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,024 < 0,05). Dari hasil tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
kebijakan dividen, sehingga hipotesis kedua diterima.
85
3.1.3 Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah H3:
kepemilikan institusional (X3) berpengaruh terhadap kebijakan dividen (Y).
Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel kepemilikan institusional
diperoleh nilai thitung sebesar -2,581 kearah negatif dan ttabel sebesar 1,99773.
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-
2,581 > 1.99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,012, dimana
nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,012 < 0,05). Dari hasil tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
negatif secara signifikan terhadap kebijakan dividen sehingga hipotesis
ketiga diterima.
3.1.4 Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah H4:
kepemilikan manajerial (X4) berpengaruh terhadap kebijakan dividen (Y).
Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel kepemilikan manajerial
diperoleh nilai thitung sebesar -2,156 kearah negatif dan ttabel sebesar 1,99773..
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-
2,156 > 1.99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, dimana
nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,035 < 0,05). Dari hasil tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen sehingga hipotesis
keempat diterima.
86
3.2 Uji Simultan (Uji f)
Uji F digunakan untuk mengidentifikasi model regresi yang di
estimasi layak atau tidak layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan kriteria
apabila nilai probabilitas fhitung lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka model
regresi yang diestimasi layak. Sedangkan apabila nilai probabilitas fhitung lebih
besar dari 0,05 atau 5%, maka model regresi yang diestimasi tidak layak
(lemah). Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel IV.9. sebagai berikut:
Tabel IV.14
Hasil Uji Simultan (f)
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan tabel hasil uji F diatas, maka dapat diketahui bahwa
nilai F memiliki signifikansi 0,002 dan lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak untuk menjelaskan pengaruh
investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen.
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .573 4 .143 4.711 .002b
Residual 1.915 63 .030
Total 2.488 67
a. Dependent Variable: DPR
b. Predictors: (Constant), MOWN, IOS, SIZE, INST
87
3.3 Uji Koefisien Determinasi (RΒ²)
Uji koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa
jauh kemampuan variabel independen untuk menjelaskan variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Jika besarnya koefisien
determinasi mendekati satu, maka variabel independen berpengaruh terhadap
variabel dependen. Maka apabila nilai RΒ² mendekati 1 akan semakin bagus.
Adapun hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel IV.10. sebagai
berikut:
Tabel IV.15
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .480a .230 .181 .17436318 1.866
a. Predictors: (Constant), MOWN, IOS, SIZE, INST
b. Dependent Variable: DPR
Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.
Berdasarkan tabel hasil uji koefisien determinasi diatas, maka dapat
diketahui bahwa hasil Adjusted R Square sebesar 0,181 atau 18,1% . Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebesar 18,1% dari variabel kebijakan dividen
perusahaan dipengaruhi oleh investment opportunity set, ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
88
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen
Pengujian hipotesis pertama yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh
dari variabel investment opportunity set terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan
hasil uji parsial (t), variabel investment opportunity set memiliki nilai thitung lebih
kecil dan bernilai negatif dari nilai ttabel (-1,519 < 1,99773) dengan nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05 (0,134 > 0,05). Dari hasil tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa investment opportunity set tidak berpengaruh terhadap
kebijakan dividen.
Perusahaan yang memiliki tingkat nilai investment opportunity set yang
tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melihat nilai perusahaan guna
mendapat peluang investasi yang baik dimasa depan, hal ini menandakan
perusahaan mampu menambah investor bedasarkan nilai net present value (NPV)
sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan yang akan mempengaruhi aspek
lainnya termasuk kebijakan dividen yang diambil oleh perusahaan dan
sebaliknya. Teori sinyal menyatakan bahwa sinyal merupakan suatu tindakan
tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberi petunjuk
kepada investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap prospek
perusahaan (Brigham & Houston, 2006:40). Investor memerlukan informasi yang
akurat, relevan, dan tepat waktu sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. Ketika investor mendapatkan informasi akan menganalisis informasi
tersebut sebagai sinyal baik atau sinyal buruk. Sinyal ini akan direspon oleh pasar
dalam bentuk kenaikan atau penurunan permintaan saham yang nantinya akan
89
berpengaruh terhadap kestabilan perusahaan dalam mendapatkan modal guna
kegiatan operasionalnya.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa investment opportunity set
tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukan bahwa jika
nilai investment opportunity set yang akan menciptakan ketersediaaan terhadap
alternatif investasi dimasa mendatang bagi perusahaan tidak akan mempengaruhi
nilai kebijakan dividen perusahaan. Hal ini disebabkan oleh proksi investment
opportunity set yang sulit untuk diobservasi. Apabila kondisi perusahaan sangat
baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru
daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan
sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian
investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah
underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat
cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah
overinvestment. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori, investment
opportunity set yang diproksikan dengan MVBVE tidak mampu mempengaruhi
kebijakan dividen yang diproksikan dengan DPR tercermin dari hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa investment opportunity set tidak berpengaruh terhadap
kebijakan dividen.
Hasil penelitian ini diperkuat pula oleh data yang ada, dimana nilai
investment opporunity set yang pada penelitian ini diproksikan dengan market to
book value of equity tidak sejalan dengan nilai kebijakan dividen yang
diproksikan dengan dividen payout ratio. Tingkat nilai yang tidak sejalan ini
90
memperkuat tidak adanya pengaruh investment opportunity set terhadap
kebijakan dividen, yang mengindikasikan bahwa pembagian dividen perusahaan
ke para pemegang saham dapat terjadi tanpa harus melihat nilai investment
opportunity set itu sendiri.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Haryetti & Ekayanti (2012) menyatakan bahwa investment opportunity set tidak
berpengaruh terhadap kebijakan Dividen. Investment Opportunity Set
menunjukkan luasnya kesempatan atau peluang investasi yang tersedia bagi
perusahaan. Semakin tinggi earnings after tax yang tersedia disertai dengan juga
tersedianya peluang investasi yang menguntungkan bagi perusahaan, maka
perusahaan akan lebih memilih investasi yang baru dibanding membayarkan
dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen
kepada para pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang
menguntungkan. Namun nilai Investment Opportunity Set tidak memiliki
pengaruh terhadap kebijakan dividen yang artinya bahwa perusahaan yang
memiliki nilai Investment Opportunity Set yang tinggi tidak selalu
mendistribusikan nilai dividen.
Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan dilakukan oleh Pujiati
(2015) yang menyatakan bahwa bahwa Kesempatan Investasi tidak semata-mata
hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh riset dan
pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam
mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntunggan dibandingkan dengan
perusahaan lain yang setara dalam satu kelompok industri. Perusahaan yang
91
memiliki Kesempatan Investasi yang tinggi akan membutuhkan dana yang besar
pula. Kebutuhan dana tersebut dapat diperoleh dari sumber dana internal dan
eksternal. Pemenuhan kebutuhan dana investasi yang dibiayai dari sumber
internal perusahaan akan berdampak pada Kebijakan Dividen. Hasil penelitian
yang bertentangan dengan hasil yang penulis dapatkan juga terdapat pada jurnal
yang dibuat oleh Arie Purnami & Sri Artini (2016) yang menyatakan bahwa
kesempatan investasi yang dilihat dari kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan dan mengelola modal berpengaruh terhadap kebijakan dividen
perusahaan namun tidak signifikan.
2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen
Pengujian hipotesis kedua yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh
dari variabel ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (2,320 > 1.99773).
Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,024, dimana nilai signifikansinya
lebih kecil dari 0,05 (0,024 < 0,05). Hasil pengujian pada penelitian ini
menemukan adanya pengaruh dari variabel ukuran perusahaan terhadap
kebijakan dividen perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besar atau kecilnya suatu
perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam mengambil
keputusan mengenai laba yang didapat termasuk keputusan dalam membagikan
dividen ke para pemegang saham. Perusahaan dengan ukuran besar biasanya akan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam pembagian dividen guna menjaga
reputasi perusahaan dimata investornya, namun berbeda dengan perusahaan
92
dengan ukuran lebih kecil yang biasanya cenderung lebih memilih untuk
menahan laba guna menambah aset perusahaan sehingga perusahaan cenderung
membagikan dividen yang kecil.
Jika suatu perusahaan memiliki nilai yang besar, maka perusahaan akan
menunjukkan kemampuannya dalam menyejahterakan investornya, salah satunya
melalui dividen. Hal ini berhubungan dengan teori sinyal yang menyatakan
bahwa kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa depan.
Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan
normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan menghadapi
masa sulit di waktu mendatang (Sawir,A., 2004: 147).
Dalam penelitian ini nilai ukuran perusahaan bernilai positif dan
signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar
ukuran suatu perusahaan maka akan menyebabkan pembayaran dividen akan
semakin meningkat. Perusahaan besar biasanya mampu menghasilkan nilai laba
yang lebih stabil dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih
kecil, sehingga alokasi dividen atas laba akan lebih besar. Hasil ini di dukung
dengan adanya bukti data yang memperlihatkan nilai aset perusahaan yang
mengalami kenaikan tiap tahunnya. Kenaikan nilai aset perusahaan sejalan
dengan kenaikan nilai dividend payout ratio perusahaan, namun ada juga
perusahaan yang pertumbuhan nilai asetnya tidak memiliki tingkat kenaikan yang
sama dalam hal tingkat pembagian dividennya, namun masih dalam nilai wajar.
Hal ini dikarenakan perusahaan selain diharapkan memberikan nilai dividen yang
93
tinggi bagi pemegang saham, juga harus menyiapkan jumlah dana yang cukup
guna kelangsungan perusahaan itu sendiri sebagai modal yang dalam laporan
keuangan perusahaan dialokasikan sebagai dana cadangan umum perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kardianah (2013) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap kebijakan dividen. Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan
dilakukan oleh Nuringsih (2005) yang manyatakan bahwa perusahaan beraset
besar apabila melakukan ekspansi akan didanai dengan menambah utang atau
saham, sehingga untuk menjaga reputasi, perusahaan cenderung menahan
pembayaran dividen. Hal ini dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan tidak
terlalu mempertimbangkan total asetnya. Selain itu, Nurhayati (2013)
menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan
Dividen. Hal ini dikarenakan perusahaan ingin menjaga kekayaannya agar tidak
terjadi suatu hal yang tidak diingikan di masa depan sehingga perusahaan tetap
stabil dalam pendanaan internalnya.
3. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Dividen
Pengujian hipotesis ketiga yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh
dari variabel ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-2,581 > 1.99773).
Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,012, dimana nilai signifikansinya
lebih kecil dari 0,05 (0,012 < 0,05). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif secara signifikan terhadap
kebijakan dividen perusahaan.
94
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan
oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi, dan kepemilikan institusi lainnya. Kepemilikan institusional dapat
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal sehingga keberadaanya
memiliki arti penting bagi pemonitoran manajemen. Dengan adanya monitoring
tersebut maka pemegang saham akan semakin terjamin kemakmurannya,
pengaruh kepemilikan institusional yang berperan sebagai agen pengawas
ditekan oleh investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.
Dalam penelitian ini nilai kepemilikan institusional berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham institusional akan berdampak
pada penurunan pembagian dividen ke para pemegang saham atau sebaliknya.
Hal tersebut dapat disebabkan karna semakin besar tingkat kepemilikan
perusahaan oleh pihak institusional maka akan menyebabkan semakin kuatnya
kontrol eksternal perusahaan terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi
biaya keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang
rendah ke para pemegang saham (Dewi, 2008). Pembagian dividen yang rendah
ini dikarenakan jumlah proporsi kepemilikan perusahaan oleh pihak institusional
yang tidak mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan di tiap tahunnya.
Dengan tingkat kepemilikan yang sama maka pihak institusional secara tidak
langsung juga memahami kondisi perusahaan yang ada. Kondisi perusahaan
secara tidak langsung memaksa pihak institusional untuk tidak memaksakan
kehendak sendiri dalam mendapatkan keuntungan material seperti dividen. Pihak
95
institusional akan lebih memilih untuk mengalokasikan dana perusahaan untuk
dana cadangan guna menjaga stabilitas dan tingkat going concern perusahaan
kedepannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
negatif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
apabila semakin tinggi kepemilikan institusional makan akan semakin kuat
kontrol eksternal terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya
keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang rendah.
Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan dilakukan oleh Kurniawati
et al (2015) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif
terhadap kebijakan Dividen, dimana tingkat kepemilikan institusional perusahaan
searah dengan tingkat pembayaran dividen. Hasil penelitian Pujiati (2015) juga
menambahkan bahwa dengan kepemilikan institusional yang besar, fungsi
monitoring terhadap manajemen perusahaan akan lebih efektif. Fungsi
monitoring tersebut bertujuan agar manajemen bertindak dengan tujuan
mementingkan kemakmuran para pemegang saham, bukan mengutamakan
kepentingannya dan bertindak oportunistik. Kepemilikan institusional yang besar
mampu mendorong manajerial perusahaan untuk bertindak selaras dengan
kepentingan pemegang saham yakni dengan pembagian dividen yang besar pula.
4. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen
Pengujian hipotesis keempat yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh
dari variabel kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. menunjukkan
96
bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-2,156 > 1.99773). Selain itu,
dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, dimana nilai signifikansinya lebih kecil
dari 0,05 (0,035 < 0,05). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen.
Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan perusahaan yang
dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan seperti dewan komisaris atau direktur.
Kepemilikan manajerial dipandang dapat mengurangi agency cost apabila
porsinya dalam struktur kepemilikan di perusahaan ditingkatkan. Pemberian
kesempatan manajer untuk terlibat dalam kepemilikan saham bertujuan untuk
menyetarakan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Keterlibatan
manajer tersebut mendorong manajer untuk bertindak secara hati-hati karena
mereka akan turut menanggung konsekuensi atas keputusan yang diambilnya.
Dalam penelitian ini nilai kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukan bahwa semakin
besar tingkat kepemilikan perusahaan oleh pihak manajerial maka perusahaan
akan cenderung mengalokasikan laba perusahaan untuk ditahan dibandingkan
dengan melakukan pendistribusian dividen atas laba ke pemegang saham dengan
alasan sumber dana internal yang lebih efisien. Hal ini sesuai dengan teori
keagenan yang menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi
pengelolaan dengan fungsi kepemilikan memiliki konsekuensi rentan terhadap
konflik kepentingan. Pengalokasian dana oleh pihak manajerial disebabkan
karena dengan keterlibatan pihak manajer perusahaan akan mendorong manajer
97
untuk bertindak secara hati-hati karena mereka akan menanggung konsekuensi
atas keputusan yang diambil atas laba perusahaan (Fransiska et al, 2015). Tingkat
kepemilikan perusahaan oleh manajemen yang rendah dan tidak mengalami
perubahan yang signifikan pada tiap tahunnya ini yang mempengaruhi nilai
pembagian dividen itu sendiri. Hal ini terbukti dalam data penelitian, karena
tingkat proprorsi kepemilikan yang rendah, maka pihak manajemen akan lebih
diawasi oleh pihak eksternal perusahaan yaitu pemegang saham. Selain itu,
pembagian dividen rendah apabila tingkat kepemilikan perusahaan oleh
manajemen bertambah dikarenakan pihak manajemen yang memiliki saham
dalam perusahaan akan lebih memikirkan lagi nasib dirinya dan perusahaan itu
sendiri, karena apabila terjadi sesuatu yang merugikan perusahaan di masa
mendatang maka nilai atas laba yang ditahan sebelumnya dapat dipergunakan
sebagai dana cadangan karena dana cadangan umum yang besar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif terhadap kebijakan dividen. Dalam penelitian ini, disebutkan apabila
tingkat kepemilikan manajerial tinggi maka perusahaan cenderung
mengalokasikan laba pada laba ditahan daripada membayar dividen dengan
alasan sumber dana internal lebih efisien dibandingkan sumber dana eksternal.
Sedangkan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang rendah, perusahaan akan
melakukan pembagian dividen yang besar untuk memberikan sinyal yang bagus
tentang kinerja di masa yang akan datang sehingga meningkatkan reputasi
perusahaan di hadapan investor.
98
Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan dilakukan oleh Nuringsih
(2005) & Pujiati (2015) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
positif terhadap kebijakan Dividen. Dalam penelitian disebutkan bahwa semakin
besar keterlibatan manajer dalam kepemilikan perusahaan menyebabkan aset
yang dimiliki tidak terdiversifikasi sehingga pemegang saham menginginkan
return atas opportunity cost yang besar yaitu dengan pembagian dividen yang
lebih besar.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
99
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Investment Opportunity
Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan Manajerial
Terhadap Kebijakan Dividen. objek dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menerbitkan laporan
keuangan selama periode tahun 2013-2016. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
dan mengacu pada perumusan masalah serta tujuan penelitian, maka kesimpulan
yang dapat diambil dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Investment Opportunity Set tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Perusahaan dengan kondisi yang baik akan cenderung lebih memilih
investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi.
2. Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Perusahaan besar biasanya mampu menghasilkan nilai laba yang lebih stabil
dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil sehingga
alokasi dividen atas laba akan lebih besar.
3. kepemilikan institusional bernilai negatif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen. Semakin kuatnya kontrol eksternal perusahaan terhadap
perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya keagenan dan perusahaan
akan cenderung memberikan dividen yang rendah ke para pemegang saham
4. kepemilikan manajerial bernilai negatif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen. Semakin besar tingkat kepemilikan perusahaan oleh pihak
manajerial maka perusahaan akan cenderung mengalokasikan laba
perusahaan untuk ditahan dibandingkan dengan melakukan pendistribusian
100
dividen atas laba ke pemegang saham dengan alasan sumber dana internal
yang lebih efisien.
5. Koefisien Determinasi (R2) diperoleh hasil 00,181 atau 18,1%. Hal ini
menjelaskan bahwa variabel independen yaitu Investment Opportunity Set,
Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan
Manajerial mampu menjelaskan variabel dependen Kebijakan Dividen
sebesar 18,1% sedangkan sisanya 81,9% dijelaskan oleh variabel-variabel
lainnya.
B. Implikasi
Implikasi Teoritis
Kebijakan dividen merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pengalokasian laba perusahaan. Selain itu, pentingnya
mempertimbangkan kebijakan dividen dalam pengalokasian laba sebagai
dasar dalam menyejahterakan tiap pihak yang terkait baik pihak internal
maupun pihak eksternal. Kebijakan dividen akan mengurangi segala
kesenjangan informasi yang ada di dalam perusahaan. Hal ini sesuai dengan
Signalling Theory yang menyebutkan dividen akan mengurangi
ketimpangan informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan
menyiratkan informasi privat tentang prospek masa depan perusahaan,
kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa
depan. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah
kenaikan normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan
101
menghadapi masa sulit di waktu mendatang. Teori lain yang sesuai yaitu
Agency Theory yang menyatakan bahwa dividen membantu mengurangi
biaya keagenan terkait dengan pemisahan kepemilikan dan kendali atas
perusahaan.
Implikasi Praktis
Bagi investor, mereka dapat melihat kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya dan juga pengalokasian laba yang dimiliki oleh
suatu perusahaan melalui kebijakan dividen. Karena pertimbangan dalam
pengalokasian laba yang tepat dapat menciptakan dividen optimal yang
apabila kebijakan dividen mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat
ini dan pertumbuhan dimasa mendatang sehingga dapat meningkatkan nilai
perusahaan dimata investor.
Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini menambah literatur yang
bisa dipertimbangkan dalam pengembangan ilmu khususnya dalam
akuntansi keuangan mengenai kebijakan dividen.
C. Saran
Dalam penelitian ini tidak tertutup kemungkinan terjadinya kekliruan atau
kesalahan yang mengakibatkan hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi dengan
baik, sehingga menjadi keterbatasan pada penelitian ini. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, maka terdapat keterbatasan dan saran untuk mengembangkan
penelitian bagi peneliti selanjutnya, antara lain:
102
1. Populasi dalam penelitian ini hanya pada perusahaan sektor manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bagi para peneliti selanjutnya,
disarankan agar memperluas populasi yang akan diteliti. Hal tersebut agar
hasil penelitian dapat di generalisasikan pada semua perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, karena penelitian ini hanya menggunakan
22 perusahaan manufaktur dengan periode pengambilan sampel selama 4
tahun saja.
2. Penelitian ini hanya menggunakan variabel independen Investment
Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan
Kepemilikan Manajerial yang mendapatkan hasil adjusted R square sebesar
18,1% yang berarti bahwa variabel-variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini kurang mampu sepenuhnya menjelaskan variabel
dependen, yaitu kebijakan dividen. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan
untuk tidak hanya meneliti variabel yang ada pada penelitian ini saja, namun
dapat menambah dan mencari faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi kebijakan dividen, seperti profitabilitas, pertumbuhan
perusahaan, kebijakan hutang dan likuiditas sehingga dapat memperkuat
hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.