bab i pendahuluan a. 1....
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. 1. Aktualitas
Perkembangan kehidupan sosial masyarakat telah membawa dampak pada
perubahan pola pikir. Pola pikir masyarakat yang dahulunya bersifat tradisional,
sedikit demi sedikit telah berubah kearah modern. Sehingga segala aspek
kehidupan mengarah pada modernitas, tidak terkecuali dalam bidang pengobatan.
Arus modernitas telah membawa pengobatan modern menjadi pilihan utama dari
masyarakat saat terkena sakit.
Kecanggihan pengobatan modern, ternyata tidak membuat seluruh
masyarakat memilih menggunakan pengobatan modern. Beberapa masyarakat
tetap ada yang menggunakan pengobatan tradisional sebagai sistem pengobatan
yang mereka percaya. Menjadi menarik, karena beberapa tahun belakangan ini
pengobatan tradisional semakin diminati kembali oleh masyarakat. Tingginya
minat masyarakat terhadap pengobatan tradisional dapat dilihat dari semakin
maraknya iklan pengobatan tradisional di televisi ataupun surat kabar. Lebih
menarik lagi, ternyata demam pengobatan tradisional bukan hanya berada di
Indonesia melainkan di seluruh dunia, terbukti dari adanya peningkatan pasien
pengobatan tradisional di beberapa negara. Pengobatan tradisional menjadi
ketertarikan tersendiri bagi para penggunanya. Menjadi sangat menarik untuk
mengatahui alasan mengapa masyarakat masih percaya dengan sistem pengobatan
tradisional di tengah semakin berkembangnya sistem pengobatan modern.
2
Penelitian ini mencoba untuk mencari tahu makna pengobatan tradisional
bagi pasien yang menggunakannya. Tema ini dirasa cukup aktual mengingat saat
ini trend penggunaan pengobatan tradisional mengalami peningkatan minat.
Apakah ketertarikan masyarakat didorong karena adanya ketidak percayaan
terhadap pengobatan modern atau adanya pembaharuan dalam bidang kesehatan
yang memang diminati oleh pasar global. Hal tersebut menjadi sangat menarik
untuk disimak.
2. Orisinalitas
Pengobatan tradisional adalah bagian dari kebudayaan masyarakat
Indonesia. Sudah sejak lama masyarakat menggunakan pengobatan tradisional
sebagai metode dalam penyembuhan penyakit, sehingga tidak heran jika banyak
penelitian yang mengangkat tema tentang pengobatan tradisional. Beberapa
penelitian yang mengangkat tema tentang pengobatan tradisional misalnya saja
dilakukan oleh : Abdul Haris Jauhari, Muhana Sofiati Utami dan Retna Siwi
Padmawati yang berjudul Motivasi dan Kepercayaan Pasien Untuk Berobat ke
Sinse. Penelitan ini berusaha untuk mencari tahu penyebab masyarakat Pontianak
memilih berobat ke Sinshe yang merupakan salah satu jenis pengobat tradisional,
padahal biaya pengobatan modern di Kota Pontianak cukup terjangkau. Penelitian
lain berjudul Belian Sasak di tengah Pengobatan Modern ditulis oleh Mirna Nur
Aulia. Penelitian ini berusaha untuk mencari tahu mengapa Belian Sasak yang
merupakan pengobatan tradisional berasal dari suku sasak masih tetap diminati
oleh masyarakat Lombok Timur. Penelitian lain yang mengangkat tema
3
pengobatan tradisional dilakukan oleh Rusmin Tumanggor sebagai disertasinya.
Penelitian tersebut berjudul Sistem Kepercayaan dan Pengobatan Tradisional :
Studi Penggunaan Ramuan Tradisional dalam Pengobatan Masyarakat Barus Suku
Bangsa Batak Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Penelitian ini berusaha untuk
mengungkap eksistensi pengobatan tradisional di kalangan masyarakat Barus di
tengah tengah era pembangunan kesehatan modern. Penelitian lainnya dilakukan
pula oleh Esron Sirait, dengan judul disertasi Sando dan Dokter Kontestasi
Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Modern di Sulawesi Tengah : Studi Perilaku
Masyarakat Kaili Daa Mencari Pelayanan Kesehatan di Desa Dombu, penelitian
ini bertujuan untuk mengungkap gambaran perilaku masrakat Kaili Da’a mencari
pelayanan kesehatan di Desa Dombu Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian tentang pengobatan tradisional lain
dilakukan pula oleh Rita Rena Pudyastuti dengan judul tesis Cara Komunikasi dan
Pemilihan Berobat Pasien ke Pengobatan Tradisional Gurah di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui alasan-alasan pasien
memilih berobat ke pengobatan gurah dan cara komunikasi yang digunakan
pasien dalam pemilihan pengobatan tradisional gurah. Penelitian tentang obat
tradisional berikutnya dilakukan oleh Heri Kususmawati dengan judul tesis
Intensitas Pemanfaatan Pengobatan Modern di masyarakat Desa : Studi di
Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Purbalinggga. Penelitian ini mencoba untuk
melihat mengapa masyarakat kurang intensif dalam memanfaatkan pengobatan
modern yang ada dengan mengambil lokasi di dua daerah yaitu Desa Karangrejo
dan Desa Jingkang.
4
Aspek orisinalitas terdapat dalam penelitian ini, dimana penelitian-
penelitian yang dilakukan sebelumnya belum ada yang mengangkat tema
perkembangan pengobatan tradisional di Kabupaten Sleman yang sebagian besar
merupakan masyarakat keturunan Jawa. Penelitian ini mencoba untuk mencari
tahu makna pengobatan tradisional bagi masyarakat Kabupaten Sleman. Apakah
ada suatu budaya atau kepercayaan tertentu yang menggerakan masyarakat untuk
menggunakan pengobatan tradisional atau disebabkan karena tingginya harga
pengobatan modern di Kabupaten Sleman atau terdapat alasan lain yang
menggerakan masyarakat Kabupaten Sleman dalam memilih pengobatan
tradisional.
3. Relevansi Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) memiliki 3
konsentrasi/peminatan, yaitu : Kebijakan Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau biasa dikenal dengan CSR (Corporate
Social Responsibility). Fokus utama pembelajaran dalam jurusan PSdK adalah
menangani berbagai macam masalah sosial serta melakukan upaya pembangunan
sosial sehingga harapannya akan tercipta kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia
secara keseluruhan. Aspek sosial merupakan aspek penting dalam kajian
pembangunan di jurusan PSdK.
Penelitian skripsi ini mengangkat tema tentang perkembangan pengobatan
tradisional di Kabupaten Sleman. Berkembangnya pengobatan tradisional di
Indonesia khususnya di Kabupaten Sleman tentu saja merupakan suatu fenomena
5
sosial yang patut untuk dicari tahu alasannya. Selain mencari tahu alasannya,
dampak yang dirasakan oleh masyarakat dari berkembangnya pengobatan
tradisional juga perlu untuk diketahui sebagai suatu bentuk langkah antisipasi.
Alasan serta dampak tersebut dapat digunakan oleh pemerintah untuk menyusun
suatu kebijakan sosial, sehingga harapanya kebijakan yang dibuat sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Penelitian ini juga terkait dengan Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang saat ini baru saja dilaksanakan oleh pemerintah,
dimana dalam penelitian ini juga dilihat kepuasaan masyarakat terhadap sistem
pengobatan modern yang selama ini digunakan oleh pemerintah sebagai metode
pengobatan utama.
B. Latar Belakang
Masyarakat selalu bergerak maju dan terus berkembang. Perkembangan
masyarakat tersebut membawa implikasi terhadap kehidupannya. Setiap hari akan
selalu ada perubahan di dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut wajar karena
individu sebagai bagian dari masyarakat adalah makhluk sosial yang selalu
bergerak dan mengalami perubahan.
Setiap periode kehidupan masyarakat memiliki masanya sendiri-sendiri.
Dan setiap masa kehidupan masyarakat selalu menghasilkan sejarahnya sendiri-
sendiri. Bergeraknya setiap masyarakat untuk selalu berubah dikarenakan adanya
suatu proses sosial. “Proses sosial adalah setiap perubahan subjek tertentu dalam
perjalanan waktu, entah itu perubahan tempatnya dalam ruang, atau modifikasi
6
aspek kuantitatif atau kualitatifnya”.1 Proses sosial tersebut menunjukan adanya
perubahan yang mengacu pada sistem sosial yang sama, terjadi karena adanya
sebab akibat dan perubahan itu selalu mengikuti satu sama lain dalam rentetan
waktu. Adanya proses sosial akahirnya menimbulkan suatu perubahan sosial di
dalam masyarakat.
“Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di
dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara
keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan.”2 Konsep dasar dari
perubahan itu adalah adanya perbedaan pada waktu yang berbeda diantara
keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan itu bisa mencakup hal-hal besar
ataupun kecil. Perubahan bisa terjadi dalam sistem masyarakat dunia yang cukup
luas, dalam sistem partai politik, perusahaan, gerakan keagamaan ataupun dalam
sistem kecil seperti halnya keluarga, komunitas ataupun lingkungan pertemanan.
Setiap perubahan yang ada di masyarakat adalah hal wajar karena individu
sebagai bagian terkecil dari masyarakat adalah makhluk dinamis yang akan selalu
bergerak mengikuti perkembangan dan kebutuhan zamannya. Perubahan bisa saja
menyangkut aspek kecil, namun juga bisa menyangkut aspek yang besar,
memerlukan waktu yang lama, tapi juga bisa dengan waktu yang cepat.
Tergantung dari perubahan itu sendiri.
Salah satu perubahan yang dapat kita amati dalam masyarakat kita, adalah
perubahan pandangan dalam melihat sistem pengobatan. Sebelum mengenal
pengobatan modern seperti saat ini, masyarakat utamanya bangsa Indonesia 1 Pitirim Sorokin dalam Piotr Sztompka. Sosiologi Perubahan Sosial(Alimandan dan Tri Wibowo, B.S, Penerjemah). cetakan ke-5. Jakarta : Prenada. 2010. hal : 6 2 Ibid, hal : 3
7
terlebih dahulu telah mengenal sistem pengobatan tradisional. Masyarakat
Indonesia telah memanfaatkan tanaman obat untuk meningkatkan kesehatan,
mengobati penyakit serta mencegah penyakit sejak berabad-abad lamanya. Pada
masyarakat tanaman obat ini dikenal dengan nama jamu. Salah satu bukti bahwa
jamu sudah digunakan sejak lama oleh masyarakat kita, dapat dilihat dari salah
satu relief Candi Borobudur yang menggambarkan tanaman yang berkhasiat
sebagai obat termasuk proses pengolahannya. “Selain pada relief Candi
Borobudur menurut Notonegoro (1964) bukti lain juga dapat dilihat dari beberapa
kitab/serat kuno Jawa, yaitu Serat Centini (1814) dan Serat Kawruh (1831)”.3
Setelah munculnya masa pencerahan di Eropa, maka era modernitas
semakin berkembang di dunia. Dunia melihat bahwa hal-hal yang berbau modern
adalah yang terbaik. Pandangan tersebut tidak terlepas dari pandangan masyarakat
terhadap pengobatan. Selama berkembangnya masa modernitas, bisa kita rasakan
bahwa pengobatan modern menjadi rujukan utama dalam sistem pengobatan di
dunia. Masyarakat percaya bahwa pengobatan modern adalah cara pengobatan
terbaik untuk bisa menyembuhkan sakit. Pengobatan modern identik dengan
modernitas, karena menggunakan beragam kecanggihan alat, beragam obat
kimiawi yang tentu saja ditemukan berdasarkan penelitian yang logis. Pengobatan
modern sangat menutamakan aspek rasionalitas, ilmu pengetahuan dan teknologi
yang tinggi. Aspek-aspek yang berbau kebiasaan tanpa adanya bukti yang logis
bukan bagian dari pengobatan modern.
3 Notonegoro dalam Zainul Daulay. Pengetahuan Tradisional : Konsep, Dasar Hukum, dan Praktiknya. Jakarta : Rajawali Pers. 2011. hal : 34-35
8
“Krisham Kumar (1988) menyatakan beberapa ciri utama dari modernitas
adalah individualitas, diferensiasi, rasionalitas (berperhitungan), ekonomisme dan
perkembangan.”4 “Modernitas muncul antara abad ke-16 dan ke-18, dimulai di
negara Eropa Barat-Laut, terutama Inggris, Belanda, Perancis Utara, dan Jerman
Utara.”5 Keyakinan terhadap nalar, teknologi, kapitalisme menjadi bukti bahwa
modernitas mendapatkan tempat terbaik dalam periode tersebut.
Suatu hal menarik terjadi ketika masyarakat memberikan respon
sebaliknya terhadap euforia modernitas. Masyarakat yang dahulu memilih sistem
pengobatan modern untuk mengobati penyakitnya, saat ini mulai ada
kecenderungan untuk beralih menggunakan pengobatan tradisional kembali, baik
pengobatan tradisional melalui ramuan/jamu, maupun pengobatan tradisional
dengan ketrampilan. Pemberitaan di media yang semakin ramai dengan iklan obat
tradisional semakin menegaskan bahwa pengobatan tradisional menjadi trend baru
dalam sistem pengobatan di Indonesia. Masyarakat yang dahulunya mempercayai
pengobatan modern, ada yang mulai beralih menggunakan pengobatan tradisional.
Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami
perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara
maju. Kini pengobatan tradisional tidak hanya diminati oleh masyarakat pedesaan,
tetapi juga kalangan menengah ke atas perkotaan. Beberapa negara maju di dunia
telah menggunakan pengobatan tradisional sebagai komplementer pengobatan
4 Krisham Kumar dalam Pitirim Sorokin dalam Piotr Sztompka. Sosiologi Perubahan Sosial(Alimandan dan Tri Wibowo, B.S, Penerjemah). cetakan ke-5. Jakarta : Prenada. 2010. hal 85-86 5 Ibid, hal 82
9
medis mereka. Trend pengobatan di dunia saat ini mulai mengarah pada pola
pengobatan alamiah.
“Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasiaan dan Alat Kesehatan Kemenkes, pada 2006 pasar obat tradisional di
Indonesia mencapai Rp 5 triliun. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan
menjadi Rp 6 triliun, dan pada tahun 2008 naik lagi menjadi Rp 7,2 triliun.
Sedangkan pada tahun 2012 mencapai angka Rp 13 triliun atau sekitar 2% dari
total pasar obat tradisional di dunia.”6 “Berdasarkan pernyataan Kepala Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT)
Tawangmangu, trend penggunaan obat dengan bahan alami, baik untuk
peningkatan kesehatan maupun pengobatan penyakit, cenderung meningkat di
negara berkembang termasuk Indonesia.”7 Trend pemanfaatan bahan-bahan alami
untuk pengobatan tradisional dapat diamati dari banyaknya penjualan pengobatan
herbal yang saat ini marak di masyarakat kita. Misalnya saja produk obat herbal
Mastin ataupun Gracia, yang merupakan ekstrak alami dari sari buah manggis.
Banyak sekali produsen pengobatan herbal yang menjual obatnya melalui media
internet, televisi, majalah, surat kabar, dan media lainnya.
Sebagai salah satu respon perkembangan pengobatan tradisional di
Indonesia, pemerintah melalui Kementeriaan Kesehatan telah mengeluarkan
beberapa peraturan yang dirasa penting untuk mengatur sistem pelaksanaan
6Unoviana Kartika. Pasar Obat Herbal Diharapkan Terus Meningkat dalam http://health.kompas.com/read/2013/08/20/2026487/Pasar.Obat.Herbal.Diharapkan.Terus.Meningkat, diakses tanggal 10 Maret 2014 7Virna.P Setyrini. Tren Pengobatan Herbal Meningkat di Indonesia dalam http://www.antaranews.com/berita/382681/tren-pengobatan-tradisional-meningkat-di-indonesia, diakses tanggal 10 Maret 2014
10
pengobatan tradisional, yaitu : Permenkes Nomor 003/MENKES/PER/I/2010
tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan,
Permenkes Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, serta
Kepmenkes Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional.
WHO (World Health Organization) yang merupakan organisasi kesehatan
memberikan perhatian yang besar terkait dengan pengobatan tradisional. Sejak
tahun 1991, WHO telah mengembangkan dan menerbitkan serangkaian pedoman
teknis untuk penilaian obat-obat herbal, pedoman penelitian untuk mengevaluasi
keamanan dan kemanjuran obat herbal, serta pedoman untuk penelitian klinis
pada akupuntur. WHO membuat Strategi WHO Traditional Medicine 2014-2023
sebagai salah satu respon terhadap resolusi Majelis Kesehatan Dunia pada
pengobatan tradisional. “Strategi ini bertujuan untuk mendukung negara-negara
anggota dalam mengembangkan kebijakan proaktif dan menerapkan rencana aksi
yang akan memperkuat peran memainkan obat tradisional dalam menjaga
populasi sehat”8 Stategi Pengobatan Tradisional periode 2014-2023 lebih
mencurahkan perhatiannya untuk memprioritaskan pelayanan kesehatan dan
sistem, termasuk produk-produk obat tradisional dan komplementer, praktik dan
pratisi.
8 World Health Organization. WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023., diakses melalui http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/92455/1/9789241506090_eng.pdf?ua=1, pada tanggal 25 Februari 2014. hal : 11
11
“Penggunaan obat tradisional secara global diprediksi mencapai 100 miliar
dollar AS pada tahun 2015.”9 “WHO mencatat sebanyak 4 miliar penduduk dunia
menggunakan pengobatan tradisional dalam hidup mereka.”10 Negara-negara di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat tradisional sebagai pelengkap
pengobatan primer yang mereka terapkan. WHO merekomendasikan penggunaan
obat tradisional, dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan
pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis dan penyakit degeneratif.
WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat
dari obat tradisional.
Dr.Margareth Chan, Direktur Jenderal WHO menyatakan :
Pengobatan tradisional adalah salah satu andalan pelayanan kesehatan atau sebagai pelengkap pelayanan kesehatan. Pengobatan tradisional dan pengobatan komplementer ditemukan di hampir setiap negara dan permintaan untuk pelayanannya meningkat. Banyak negara saat ini mengakui kebutuhan untuk mengembangkan pendekatan yang kohesif dan integratif terhadap pelayanan kesehatan yang memungkinkan pemerintah, praktisi kesehatan dan yang paling penting mereka yang menggunakan layanan kesehatan, untuk mengkases pengobatan tradisional dan pengobatan komplementer di tempat yang aman, hemat dan efektif. Beliau juga menyatakan bahwa pengobatan tradisional terbukti memiliki kualitas, keamanan, dan kemanjuran. Bagi jutaan orang di dunia, obat herbal, pengobatan trasional dan praktisi pengobatan tradisional adalah sumber utama dari perawatan kesehatan, dan bahkan adalah satu-satunya.11
9Unoviana Kartika. Pasar Obat Herbal Diharapkan Terus Meningkat dalam http://health.kompas.com/read/2013/08/20/2026487/Pasar.Obat.Herbal.Diharapkan.Terus.Meningkat, diakses tanggal 10 Maret 2014 10 Saleh, Rahmayulis. 2013. Herbal Makin Tren, Masyarakat Kini Pilih Pengobatan Alami http://www.kabar24.com/health/read/20130730/55/197198/tradisional-makin-tren-masyarakat-kini-pilih-pengobatan-alami, diakses tanggal 10 Maret 2014 11 Margareth Chan dalam World Health Organization. WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023., diakses melalui http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/92455/1/9789241506090_eng.pdf?ua=1, pada tanggal 25 Februari 2014, hal : 7
12
Usaha yang dilakukan WHO dengan mengeluarkan berbagai panduan dan
aturan terkait pengobatan tradisional mengindikasikan bahwa organisasi kesehatan
dunia ini peduli terhadap pengobatan tradisional. WHO mengakui keberadaan dari
pengobatan tradisional yang saat ini dianggap penting.
Sampurno dalam tulisannya yang berjudul Obat Herbal Dalam Perspektif
Medis memaparkan data perkembangan pengobatan tradisional di dunia yang
diperolehnya dari lembaga World Health Organization tahun 2002. Berikut tulisan
lengkapnya :
Demikian pula penggunaan obat tradisional di Asia terus meningkat meskipun banyak tersedia dan beredar obat-obat entitas kimia. Di RRC penggunaan TCM mencapai 90% penduduk Di Jepang 60 sampai dengan 70% dokter meresepkan obat tradional ”kampo” untuk pasien mereka. Di Malaysia obat tradisional Melayu, TCM dan obat tradisional India digunakan secara luas oleh masyarakatnya.
Sementara itu Kantor Regional WHO wilayah Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan 71% penduduk Chile dan 40% penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Di negara-negara maju, penggunaan obat tradisional tertentu sangat populer. Beberapa sumber menyebutkan penggunaan obat tradisional oleh penduduk di Perancis mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40% dan Amerika Serikat 42%.12
Berbagai data tersebut menunjukan bahwa ada fenomena baru yang
muncul dalam masyarakat kita (Indonesia) maupun masyarakat dunia. Ada
kecenderungan dari masyarakat kita untuk kembali menggunakan pengobatan
tradisional. Beberapa masyarakat yang dahulu percaya dengan pengobatan
modern saat ini sedikit demi sedikit kembali menggunakan pengobatan
tradisional. Fenomena ini menjadi sangat menarik untuk dicari tahu penyebabya.
12 WHO (2002) dalam Sampurno. Obat Herbal Dalam Prespektif Medik dan Bisnis diakses melalui http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/13OBAT%20HERBAL_Sampurno.pdf, pada 07 November 2014
13
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengobatan tradisional di Kabupaten Sleman
mengalami perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan penuturan dari Kepala
Seksi Registrasi dan Administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, terjadi
kenaikan minat masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional. Saat ini
terdapat banyak klinik pengobatan tradisional dengan berbagai macam jenis
pengobatan tradisional mulai dari pengobatan yang menggunakan ketrampilan,
pengobatan dengan ramuan (obat herbal), pengobatan dengan agama, dan
pengobatan dengan menggunakan energi supranatural. Data terakhir yang
dihimpun oleh peneliti dari Dinas Kesehatan kabupaten Sleman terdapat 24 klinik
pengobatan tradisional di Kabupaten Sleman pada tahun 2013. Menurut penuturan
Kepala Seksi Registrasi dan Administrasi Dinas Kesehatan Sleman jumlah
tersebut bukanlah jumlah sebenarnya, karena diperkirakan terdapat 101 klinik
pengobatan tradidional di Kabupaten Sleman. Banyaknya klinik pengobatan
tradisional di Kabupaten Sleman adalah salah satu indikasi bahwa masyarakat
Kabupaten Sleman memiliki ketertarikan yang besar terhadap pengobatan
tradisional.
Asumsi semakin berkembangnya pengobatan tradisional di Indonesia
khususnya di Kabupaten Sleman juga didukung dari pernyataan para pengobat
tradisional. Para pengobat tradisional merupakan pihak yang notabene mengetahui
perkembangan pengobatan tradisional di Indonesia. Salah satu pengobat
tradisional jenis ramuan mengatakan bahwa perkembangan pengobatan tradisional
di Yogyakarta sangat bagus. Hal tersebut dapat diamati dari banjirnya klinik
14
pengobatan tradisional di Yogyakarta. Pengobat tradisional yang lain juga
menyatakan hal yang sama bahwa pengobatan tradidional semakin meningkat,
dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang berminat mempelajari ilmu
pengobatan tradisional.
Lalu apakah sebenarnya makna dibalik berkembangnya pengobatan
tradisional di Indonesia khususnya di Kabupaten Sleman? Apakah memang ada
kehendak dari pasar global yang menginginkan sistem pengobatan dunia bergeser
ke arah pengobatan tradisional dan pengobatan modern, mengingat semangat
WHO yang begitu besar dalam mendorong perkembangan pengobatan di dunia.
Atau memang ada unsur budaya yang begitu kuat yang mendorong masyarakat
Kabupaten Sleman menggemari pengobatan tradisional. Atau ada suatu bentuk
distrust atau ketidak percayaan masyarakat terhadap sistem pengobatan modern
yang ada sehingga mendorong mereka beralih menggunakan pengobatan
tradisional. Jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut harus dibuktikan dari
adanya penelitian.
C. Rumusan Masalah :
Berangkat dari kegelisahan dan keingintahuan peneliti, pertanyaan utama
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Apakah makna di balik berkembangnya pengobatan tradisional dalam
masyarakat?
Selanjutnya pertanyaan ini dijatuhkan ke dalam pertanyaan empiris sebagai
berikut :
15
a. Bagaimana pengetahuan yang dimiliki pasien terkait pengobatan
tradisional?
b. Apa yang melatarbelakangi pasien memilih metode pengobatan
tradisional?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui makna berkembangnya pengobatan tradisional di Kabupaten
Sleman.
2. Mengetahui pengetahuan dan alasan pasien menggunakan pengobatan
tradisional.
3. Mengetahui mengapa masyarakat memilih pengobatan tradisional.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran terjadinya kecenderungan baru dalam masyarakat
dalam menggunakan pengobatan tradisional.
2. Memberikan gambaran fenomena sosial baru dalam masyarakat, sehingga
dapat diambil langkah antisipasinya.
F. Kerangka Konseptual
1. Teori Fenomenologi Alfred Schutz
Teori fenomenologi merupakan bagian dari paradigma definisi sosial.
Penelitian ini menggunakan pemikiran Alfred Schutz, dimana inti dari pemikiran
Schutz sebenarnya menjelaskan bagaimana kehidupan masyarakat itu dapat
16
terbentuk. Alfred Schutz adalah seorang pengacara, ahli ekonomi, pebisnis dan
juga seorang filsuf. “Bankir di siang hari dan sosiolog di malam hari.” Begitu
ucap Husserl tentang Alfred Schutz. Gagasan Schutz dipengaruhi Edmund
Husserl, Max Weber dan pemikiran Interaksionisme Simbolik yang dirumuskan
oleh W.I Thomas.
George Ritzer memberikan pandangannya terhadap pemikiran Alfred
Schutz :
Schutz mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari subjektivitas yang disebutnya : intersubjektivitas. Konsep intersubjektivitas ini mengacu kepada suatu kenyataan bahwa kelompok-kelompok saling menginterpretasikan tindakannya masing-masing dan pengalaman mereka juga diperoleh melalui cara yang sama seperti yang dialami dalam interaksi secara indidual. Schutz memusatkan perhatiannya kepada struktur kesadaran yang diperlukan untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling memahami antar sesama manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing-masing baik antar individu maupun antar kelompok.13
“Fenomenologi menempatkan peran individu sebagai pemberi makna.
Pemaknaan yang berbuntut pada tindakan ini didasari oleh pengalaman keseharian
yang bersifat intensional. Individu memilih sesuatu yang “harus” dilakukan
berdasarkan makna tentang sesuatu, dan mempertimbangkan pula makna obyektif
(masyarakat) tentang sesuatu tersebut.”14 Proses bagaimana manusia membangun
dunianya melalui proses pemaknaan dijelaskan oleh Alfred Schutz. Proses
tersebut berawal dari adanya pengalaman yang diterima oleh panca indera.
13 George Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2010. Hal : 21-22 14 Zainuddin Maliki. Rekonstruksi Teori Sosial Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2012. hal : 285
17
Berbagai pengalaman yang dimiliki oleh seorang individu sebenarnya tidak
bermakna. Individu memaknai pengalaman yang terjadi dalam dirinya
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Pemaknaan tersebut tersebut akhirnya
mendorong individu untuk melakutan tindakan. Tindakan sosial yang dilakukan
oleh individu menciptakan interaksi dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulkan
bahwa terjadinya tindakan diawali dengan adanya pemaknaan yang dilakukan
oleh individu. Dimana proses pemaknaan itu sendiri membutuhkan adanya
pengetahuan yang dilaterbelakangi adanya pengalaman yang telah dijalaninya
selama ini. Lebih jauh Schutz menegaskan bahwa “kumpulan pengetahuan
selamanya tidak akan pernah lengkap atau dengan kata lain selalu terbuka dengan
perubahan yang ada. Makna itu sendiri merupakan hasil dari penerapan kategori
atau kontrak tertentu pada situasi konkret tertentu.”15 Sehingga bisa dikatakan
bahwa pemaknaan seseorang terhadap suatu hal bisa berubah tergantung pada
situasi dan waktu tertentu.
Fenomenologi sosial Schutz dimaksudkan untuk merumuskan ilmu sosial
yang mampu menafsirkan dan menjelaskan tindakan dan pemikiran manusia
dengan cara menggambarkan struktur-struktur dasar”...realita yang tampak nyata
di mata setiap orang yang berpegang teguh pada sikap alamiah.”16 Sikap alamiah
merupakan unsur penting dalam pendekatan fenomenologi. Dimana Schutz
sendiri menyebut bahwa dunia sehari-hari merupakan dunia yang terpenting bagi
manusia. Dalam dunia sehari-hari yang bersifat alamiah tersebut terciptalah
15 Schutz dan Luckmann (1974) dalam James A Holstein dan Jaber F Gubrium “Fenomenologi, Etnometodologi, dan Praktik Interpretif” dalam Denzim, Norma.K dan Lincoln, Yvonna, S. (eds) Handbook of Qualitative Research. California : Sage Publication. 1997. hal : 336 16 Ibid, hal : 337
18
makna dan bahasa. Dalam dunia sehari-hari tersebut terjadi pula interaksi sosial
diantara masyarakat.
Hal penting yang dikemukakan Schutz dalam gagasannya adalah adanya
stock of knowledge dalam diri setiap orang. Stock of knowledge tersebut menjadi
kerangka acuan untuk menafsirkan berbagai peristiwa yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari. “Stok pengetahuan ini diperoleh individu dari proses
belajar, bukan berasal dari kelahiran. Sebagian isi stok pengetahuan yang dimiliki
individu didapatkannya melalui pengalamannya sendiri, dan sebagian yang lain
didapatkannya dengan mereka yang menjalani kehidupan bersama. Keberadaan
stok pengetahuan ini membuat individu melakukan tipifikasi atas situasi
kehidupan sehari-hari.”17 Secara singkat kata, dapat disimpulkan bahwa stock of
knowledge yang dimiliki oleh masing-masing individu didapatkan dari
pengalaman yang dijalaninya selama ini. Stok pengetahuan ini digunakan sebagai
bahan seorang individu untuk memberikan pemaknaan terhadap tindakan yang
dilakukan oleh orang lain. Adanya interaksi sosial yang terjadi antar individu
maupun antar kelompok diawali adanya suatu proses pemaknaan tindakan
masing-masing individu maupun kelompok. Lebih lanjut lagi Schutz menyatakan
bahwa “setiap individu berinteraksi dengan dunia dengan bekal pengetahuan yang
terdiri atas konstruk-konstruk dan kategori-kategori umum yang pada dasarnya
bersifat sosial. Bekal pengetahuan adalah satu-satunya sumber yang
memungkinkan setiap individu untuk menginterpretasi pengalaman, memahami
maksut dan motivasi individu lain, memperoleh pemahaman intersubjektif, dan
17 Alex Sobur. Filsafat Komunikasi “Tradisi dan Metode Fenomenologi”. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013, hal 53-54
19
pada akhirnya, mengupayakan tindakan.”18 Hal ini jelas, bagi Schutz pengetahuan
adalah modal dasar bagi manusia untuk dapat memahami maksut dan tujuan
manusia lain dengan sebelumnya melakukan pemaknaan. Bekal pengetahun juga
merupakan kerangka acuan bagi seseorang untuk melakukan tindakan.
Terkait dengan makna tindakan, Schutz mempersoalkan ide Weber yang
menyatakan bahwa makna tindakan adalah identik dengan motif tindakan.
Menurut Schutz, seorang sosiolog harus mengendalikan motif aktor ke dalam
kompleksitas makna yang tipikal sebagai dasar yang cukup memadai untuk
bertindak. Berdasarkan pernyataan tersebut, Schutz seakan menjelaskan bahwa
makna dan motif adalah dua hal yang berbeda, seorang sosiolog harus jeli melihat
apa sebenarnya makna tindakan yang dilakukan oleh seseorang.
Berdasarkan teori fenomenologi yang dikemukakan oleh Schutz, dapat
dijelaskan bahwa terjadinya interaksi sosial antara pengobat tradisional dan pasien
disebabkan karena masing-masing pihak memberi makna terhadap tindakan yang
dilakukan. Pengobat tradisional memberikan berbagai tindakan pengobatan dan
pasien memberi makna terhadap tindakan tersebut. Pasien merespon hasil
pemaknaannya dengan cara rutin mengikuti proses pengobatan, sehingga akhirnya
tercipta interaksi sosial antara pengobat tradisional dan pasien. Terjadinya
kegiatan saling interpretasi tersebut menghasilkan dunia kehidupan sehari-hari
atau yang biasa disebut oleh Schutz dengan sebutan life world.
Pilihan seseorang untuk menjalani pengobatan tradisional merupakan
suatu bentuk tindakan sosial yang dilakukannya. Tindakan sosial tersebut
18 Ibid, hal : 336
20
merupakan hasil dari proses pemaknaan yang telah dia lakukan sebelumnya.
Proses pemaknaan tersebut terjadi karena pasien tersebut memiliki stok
pengetahuan/stock of knowledge. Berdasarkan pemikiran dari Schutz pengetahuan
tersebut bukan berasal dari kelahiran, melainkan dari pengalaman yang
didapatkan sehari-hari. Pernyataan Schutz ini mendukung tesis dari penelitian ini,
dimana pengetahuan yang dimiliki seseorang dibentuk dari unsur pengalaman
yang dimilikinya. Pengetahuan tersebut menjadi dasar seseorang melakukan suatu
tindakan sosial.
2. Pengobatan Tradisional (Pemerintah Republik Indonesia)
Pemerintah Indonesia menilai bahwa pengobatan tradisional merupakan
salah satu upaya pengobatan di luar ilmu kedokteran yang banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat, serta menilai bahwa pengobatan tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya perlu terus dibina,
dikembangkan dan diawasi. Pemerintah malaui Kementeriaan Kesehatan
membuat peraturan terkait pengobatan tradisional yaitu Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Dalam pasal 1 Undang-Undang
tersebut dijelaskan arti dari Pengobatan Tradisional yaitu pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang mengacu kepada
pengalaman, ketrampilan turun menurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan obat
tradisional memiliki pengertian bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
21
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Dalam Pasal 12 lebih lanjut dijelaskan bahwa
pengobatan tradisional merupakan satu upaya pengobatan dan/atau perawatan cara
lain diluar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan.Pengobatan tradisional
tersebut dilakukan sebagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit, dan/atau pemulihan kesehatan. Peraturan menteri tersebut
telah mengatur secara detail penyelenggaraan pengobatan tradisional, mulai dari
pengertian, cara pendaftaran pengobat tradisional, perizinan bagi pengobat
tradisional, penyelenggaraan pengobatan tradisional, maupun hal-hal yang
berkaitan dengan pengobat tradisional luar Indonesia.
Orang yang berhak melakukan pengobatan tradisional disebut dengan
pengobat tradisional. Dalam Bab III, pasal 3, Kepmenkes RI Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003, telah diklasifikasikan para pengobat tradisional
dalam 4 jenis, masing-masing yaitu :
a. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat
urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis,
chiropactor dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
b. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan
Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan
pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
c. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat tradisional
dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
22
d. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga
dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Peraturan menteri tersebut juga telah menjelaskan pengertian dari masing-masing
ketrampilan, sehingga dapat digunakan untuk mempermudah pemahaman orang
awam terkait masing-masing cara pengobatan.
Dalam pasal 14 disebutkan bahwa pengobat tradisional yang melakukan
pekerjaan/praktik sebagai pengobat tradisional harus memiliki STPT atau SIPT.
STPT adalah singkatan dari Surat Terdaftar Pengobat Tradisional, merupakan
bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang telah
melaksanakan pendaftaran. Semua pengobat tradisional yang menjalankan
pekerjaan pengobat tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh STPT. Sedangkan SIPT
adalah singkatan dari Surat Izin Pengobat Tradisional, merupakan bukti tertulis
yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti
dan diuji terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan. Pengobat tradisional yang
melakukan praktik sebagai pengobat tradisional harus memiliki STPT/SIPT. Jadi
dapat dipahami bahwa para pengobat tradisional, sama halnya dengan dokter.
Mereka harus mendapatkan surat ijin praktek dari Dinas Kesehatan. Sehingga,
dapat dipercaya bahwa praktek yang mereka lakukan aman dan terstandart.
Selain dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003, peraturan tentang pengobatan tradisional juga
terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
23
tentang Kesehatan. Pasal 1 menjelaskan pengertian pelayanan kesehatan
tradisional, dan pasal 59 menjelaskan pembagian pelayanan kesehatan tradisional
berdasarkan cara pengobatannya, yaitu : pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan ketrampilan, dan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan ramuan.
Selain Pemerintah Republik Indonesia, WHO yang merupakan Organisasi
Kesehatan Dunia juga memberikan pengertian dari pengobatan tradisional. Dalam
WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2013 pengobatan tradisional adalah :
“jumlah total dari pengetahuan, ketrampilan, dan praktek berdasarkan teori,
keyakinan, dan pengalaman masyarakat adat budaya yang berbeda, baik
dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam
pencegahan, diagnosis, perbaikan atau pengobatan penyakit fisik dan mental.”19
Berdasarkan pengertian dari WHO istilah “pengobatan komplementer” atau
“pengobatan alternatif” digunakan secara bergantian dengan pengobatan
tradisional di beberapa negara. Mereka mengacu pada satu set luas praktek
perawatan kesehatan yang bukan bagian dari tradisi negara itu sendiri dan tidak
terintegrasi ke dalam sistem perawatan kesehatan yang dominan.
WHO (World Health Organization) yang merupakan organisasi kesehatan
memberikan perhatian yang besar terkait dengan pengobatan tradisional. Sejak
tahun 1991, WHO telah mengembangkan dan menerbitkan serangkaian pedoman
teknis untuk penilaian obat-obat herbal, pedoman penelitian untuk mengevaluasi
keamanan dan kemanjuran obat herbal, serta pedoman untuk penelitian klinis 19World Health Organization. WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023., diakses melalui http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/92455/1/9789241506090_eng.pdf?ua=1, pada tanggal 25 Februari 2014. hal : 15
24
pada akupuntur. Pedoman terakhir yang dibuat oleh WHO terkait pengobatan
tradisional adalah WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023. Strategi ini
dibangun diatas WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005.
Dalam Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of
Traditional Medicine yang dikeluarkan oleh WHO (2000) disebutkan bahwa
“konsep pencegahan, diagnosis, perbaikan dan perawatan penyakit dalam
pengobatan tradisional secara historis bergantung pada pendekatan holistik
terhadap individu yang sakit dan gangguan diperlakukan pada fisik, emosional,
mental, spiritual dan lingkungan secara bersamaan. Sehinga sistem pengobatan
tradisional dapat menggunakan obat-obatan herbal atau berbasis prosedur terapi
tradisional bersama dengan aturan perilaku tertentu melalui diet sehat dan
kebiasaan. Holisme adalah elemen kunci dari semua sistem pengobatan
tradisional.”20 Pendekatan holistik ini adalah pendekatan yang melihat bahwa
sistem pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya
memperhatikan keluhan penderita, tetapi juga berbagai latar belakang sosial
ekonomi, sosial budaya, sosial psikologi dan lain sebagainya.
3. Pengobatan Modern
Pengobatan modern seringkali diperbandingkan dengan pengobatan
tradisional. Beberapa orang menyatakan bahwa pengobatan tradisional lebih baik,
karna lebih aman, lebih murah dan cara yang digunakan lebih efisien. Di lain
20 World Health Organization. General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva, diakses melalui http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/whozip42e/whozip42e.pdf, pada tanggal 25 Februari 2014 hal : 5
25
pihak ada yang menyatakan bahwa pengobatan tradisional tidak dapat dibuktikan
secara ilmiah, sehingga dirasa kurang aman untuk digunakan. Pengobatan modern
dapat dibuktikan secara ilmiah sehingga sudah tentu aman untuk digunakan.
Perdebatan ini akhirnya berakhir pada suatu kesimpulan bahwa baik pengobatan
modern ataupun pengobatan tradisional kedua-duanya memiliki tujuan untuk
menyembuhkan seseorang yang terkena penyakit, tidak ada yang lebih baik
ataupun lebih buruk. Pengobatan modern maupun pengobatan tradisional
harusnya bisa berjalan berdampingan. Dalam Undang-Undang yang dikeluarkan
oleh Kementeriaan Kesehatan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat. Upaya pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui cara modern maupun
cara tradisional. Asalkan cara tersebut masih sesuai dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
“Pengobatan modern memiliki arti perbuatan atau cara yang dilakukan
manusia dalam upaya penyembuhan, pencegahan, dan pemulihan penyakit dengan
menggunakan produk, alat dan perlengkapan yang canggih dan modern yang
dipercaya memberikan suatu kemudahan, efisisensi dan efektivitas dalam
26
mempermudah pengobatan.”21 Pengobatan modern identik dengan penggunaan
peralatan canggih, penggunaan obat kimia serta operasi sebagai upaya
penyembuhan. Pengobatan modern sangat memperhatikan uji ilmiah sehingga
pengobatan yang diberikan kepada pasien telah didasarkan pada penelitian dan
penjelasan yang logis.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah aspek yang cukup penting dalam menunjang
keberhasilan suatu penelitian, karna metode penelitian menentukan bagaimana
langkah kita agar bisa mendapatkan suatu data yang tepat serta menghasilkan
laporan penelitian yang baik. Di dalam metode penelitian terdapat teknis yang
digunakan selama penelitian meliputi : jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, uji keabsahan data. Berikut penjelasan
lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan penelitian :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif
interpretatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Dalam penelitian
kualitatif peran peneliti sangatlah penting, peneliti terlibat dalam pengalaman
yang berkelanjutan dan terus menerus dengan para partisipan. Karakteristik
penelitian kualitatif adalah : berada dalam setting yang alamiah, berpijak pada
dasar bahwa peneliti adalah instrumen utama pengumpulan data, melibatkan
21 Mirna Nur Alia. Belian Sasak di Tengah Pengobatan Modern dalam http://sosiologi.upi.edu/artikelpdf/beliansasak.pdf, diakses tanggal 27 Maret 2014. hal : 2
27
beberapa metode pengumpulan data, bersifat induktif, didasarkan pada makna
partisipan, seringkali menyertakan. Tujuan penelitian kualitatif adalah memahami
situasi, peristiwa, kelompok, atau interaksi sosial tertentu. Penelitian ini dapat
diartikan sebagai proses investigatif yang didalamnya peneliti secara perlahan-
lahan memaknai suatu fenomena sosial dengan membedakan, membandingkan,
menggandakan, mengatalogkan, dan mengkalisifikasikan objek penelitian.
Penelitian kualitatif merupakan salah satu penelitian interpretif di mana di
dalamnya para peneliti kualitatif membuat suatu interpretasi atas apa yang mereka
lihat, dengar dan pahami. Lebih khususnya lagi isu utama kualitatif interpretatif
adalah “memusatkan pada makna dan pengalaman subjektif sehari-hari, yang
bertujuan untuk menjelaskan bagaimana objek dan pengalaman terciptakan secara
penuh makna dan dikomunikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agenda
utamanya adalah untuk memperlakukan subjektivitas sebagai topik penelitian itu
sendiri, bukan sebagai pantangan metodologis.”22
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi.
“Pendekatan fenomenologi melihat secara detail pengalaman subjek yang diteliti.
Fenomenologi mengkaji lebih dalam mengenai individu-individu yang akan
diteliti.”23 Dalam hal ini artinya bahwa fenomenologi menjadikan subjek/individu
sebagai fokus kajian utama dalam penelitian. “Fenomenologi berangkat dari
pemikiran Edmund Husserl, yang utama dalam pemikiran Husserl adalah bahwa
ilmu pengetahuan selalu berpijak pada yang eksperiensial (yang bersifat
22 James A Holstein dan Jaber F Gubrium “Fenomenologi, Etnometodologi, dan Praktik Interpretif”Handbook of Qualitative Research. California : Sage Publication. 1997. hal : 337 23 Creswell, John W. Research Design:Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Achmad Fawaid, Penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2012
28
pengalaman). Hubungan antara persepsi dengan objek-objeknya tidaklah pasif,
kesadaran manusia secara aktif mengandung objek-objek pengalaman.”24 Alfred
Schultz kemudian melanjutkan pemikiran Husserl. Menurut Agus Salim, “Alfred
Schultz menjadi tokoh kunci yang menjembatani social phenomenology dengan
fenomenologi filsafat dari Husserl. Subjektivitas dipandang sebagai titik kunci
untuk membuat objek menjadi bermakna.” 25
“Schutz (1964) menyatakan bahwa ilmu sosial semestinya memusatkan perhatian pada cara-cara dunia/kehidupan, yakni ‘dunia eksperimen’ yang diterima begitu saja oleh setiap orang. Diciptakan dan dialami oleh anggota-anggotanya : Perspektif subjektif merupakan satu-satunya jaminan yang perlu dipertahankan agar dunia realitas sosial tidak akan pernah digantikan dengan dunia fiktif yang bersifat semu yang diciptakan oleh para peneliti ilmiah. Dalam pandangan ini, subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang tidak boleh dilupakan ketika para peneliti sosial memaknai objek-objek sosial, yang ditekankan adalah bagaimana orang-orang yang berhubungan dengan objek-objek pengalaman memahami dan berinteraksi dengan objek-objek tersebut sebagai ‘benda’ yang terpisah dari sang peneliti.”26
Berdasarkan pandangan Schultz tersebut jelas bahwa unsur subjektifitas
merupakan unsur penting dalam penelitian. Robert Bogdan dalam bukunya yang
berjudul Introduction to Qualitative Research menyatakan “ the phenomenologist
views human behavior-what people say and do-as a product of how people
interpret their world. The task of the phenomenologist, and, for us, the qualitative
24 Op.cit. hal : 336 25 Agus Salim. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana. 2006. hal : 169 26 Schutz dalam James A Holstein dan Jaber F Gubrium “Fenomenologi, Etnometodologi, dan Praktik Interpretif”Handbook of Qualitative Research. California : Sage Publication. 1997. hal : 336
29
methodologists, is to capture this process of interpretation”27. Fenomenologi
memiliki tugas utama yaitu menangkap secara lebih dalam proses interpretasi
seseorang. Setelah mereka mengalami, melihat, mendengar berbagai hal tentang
pengobatan tradisional, bagaimana mereka menginterpretasikan makna
pengobatan tradisional. Hal itulah yang menjadio fokus utama dalam penelitian
ini.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di klinik-klinik pengobatan
tradisional yang ada di Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman adalah salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman
diambil sebagai sample penelitian mengingat di kabupaten ini terdapat banyak
klinik pengobatan tradisional dengan berbagai macam jenis pengobatan
tradisional diantaranya pengobatan dengan menggunakan ketrampilan,
pengobatan dengan ramuan (obat herbal), pengobatan dengan menggunakan
supranatural maupun pengobatan agama. Berdasarkan data yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman terdapat 24 klinik pengobatan tradisional
yang terdaftar di Dinas Kesehatan. Walaupun sebenarnya jumlah klinik yang ada
di kabupaten ini sebanyak kurang lebih 100 klinik. Hal tersebut disampaikan
langsung oleh Kepala Seksi Registrasi dan Akreditasi Dinas Kesehatan Sleman.
Banyaknya tempat pengobatan tradisional yang ada di Kabupaten Sleman
mempermudah peneliti untuk mengambil sample penelitian. Dimana dalam
27 Robert Bogdan and Taylor Steven.J. Introduction to Qualitative Research Methods. USA : A Wiley-Interscience Publication. 1975. hal : 13
30
penelitian ini akan diambil 5 lokasi klinik pengobatan tradisional yang memiliki
karakteristik masing-masing.
Selain alasan banyaknya jumlah klinik pengobatan tradisional, alasan lain
memilih Sleman sebagai lokasi penelitian dikarenakan adanya peningkatan trend
pengobatan tradisional. Berdasarkan data yang diambil dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman, diketahui bahwa jumlah lokasi pengobatan tradisional di
Kabupaten Sleman pada tahun 2012 sebanyak 23 lokasi, jumlah ini mengalami
peningkatan pada tahun 2013 yaitu sebanyak 24 lokasi. Meningkatnya minat
masyarakat terhadap sistem pengobatan tradisional di Kabupaten Sleman juga
diungkapkan oleh para pengobat tradisional yang menjadi informan dalam
penelitian ini. Semua pengobat tradisional tersebut menyatakan bahwa saat ini
terjadi peningkatan jumlah pasien dan peningkatan minat pasien untuk belajar
tentang pengobatan tradisional.
Alasan lain memilih Kabupaten Sleman sebagai lokasi penelitian
dikarenakan Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang mayoritas
penduduknya berasal dari suku Jawa. Menjadi sangat menarik untuk mengetahui
apakah unsur budaya Jawa menjadi salah satu pendodorong masyarakat memilih
sistem pengobatan tradisional. Mengingat masih belum ada penelitian yang
melihat lebih jauh terkait aspek budaya Jawa dalam mendorong seseorang
memilih sistem pengobatan tradisional.
31
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi 2 hal yaitu : data primer serta
data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber pertamanya. Data tersebut didapatkan dari serangkaian proses
observasi, wawancara terhadap informan serta pengambilan foto kegiatan
informan. Selain data primer, terdapat pula data sekunder. Data sekunder adalah
data yang didapat bukan dari informan utama, melainkan data penunjang
penelitian yang didapat dari instasi, atau pihak-pihak yang berhubungan dengan
penelitian.
Selama melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan data primer berupa
hasil wawancara dengan pasien baik melalui metode kuantitatif maupun metode
kualitatif. Data kuantitatif yang dihimpun oleh peneliti menghasilkan data SPSS
yang akan digunakan untuk mendukung data hasil wawancara kualitatif. Selain
melakukan wawancara dengan pasien pengobat tradisional, peneliti juga
melakukan wawancara dengan para pengobat tradisional yang notabene
mengetahui perkembangan pengobatan tradisional. Peneliti juga melakukan
wawancara dengan pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman yang menangani
permasalahan pengobat tradisional di Kabupaten Sleman.
Selain mendapatkan informasi dari proses wawancara, peneliti juga
mengamati/mengobservasi lokasi pengobatan tradisonal dan mengobservasi
tindakan yang dilakukan informan. Seperti halnya peneliti mengamati proses
berdoa yang dilakukan oleh informan, jika mereka khusyu’ mengikuti ritual doa
yang dipimpin oleh pengobat tradisional, itu artinya mereka memiliki kepercayaan
32
besar bahwa pengobatan tradisional melalui sistem doa memiliki pengaruh besar
terhadap kesembuhan mereka. Data primer lain yang dihimpun oleh peneliti
berupa foto kegiatan informan ketika menjalani pengobatan, foto lokasi
pengobatan tradisional, foto pengobat tradisional ketika memberikan pengobatan
kepada pasiennya.
Peneliti juga melakukan pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang
didapat oleh peneliti berupa data jumlah lokasi pengobatan tradisional yang
terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mulai dari tahun 2011, 2012 dan
2013, data dari klinik pengobatan tradisional berupa brosur, buku-buku serta
penelitian sebelumnya yang menunjang penelitian (terdaftar dalam daftar
pustaka). Untuk menunjang pembahasan pada bab 4, peneliti juga mengambil
berbagai informasi dari media on-line (terdaftar dalam daftar pustaka).
Informan utama dalam penelitian ini adalah pasien pengobatan tradisional
atau keluarga pasien pengobat tradisional yang mewakili pasien. Beberapa pasien
yang menderita penyakit kronis, pasien yang masih bayi, pasien gangguan mental,
pasien yang berusia tua, tidak mampu lagi melakukan wawancara, sehingga
peneliti melakukan wawancara dengan keluarga terdekat pasien untuk
mendapatkan informasi penting terkait pengobatan tradisional yang dijalani oleh
pasien. Informan tambahan adalah pengobat tradisional serta pegawai Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman yang menangani permasalahan pengobatan
tradisional.
Penelitian ini menggunakan mix metode pengumpulan data, yaitu metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Data kuantitatif diambil dengan menggunakan
33
kuesioner, sedangkan data kualitatif diambil dengan wawancara mendalam,
observasi serta pengambilan foto kegiatan pasien selama menjalani pengobatan
tradisional. Dari data kuantitatif, peneliti dapat mengetahui gambaran secara luas
alasan pasien menggunakan pengobatan tradisional. Sedangkan dari data
kualitatif, peneliti dapat mengetahui secara lebih mendalam alasan serta latar
belakang pasien memilih menggunakan pengobatan tradisional. Data kuantitatif
(kuesioner) dalam penelitian ini hanya sebagai pendukung data kualitatif,
sehingga data utama yang digunakan tetaplah data kualitatif, yaitu melalui
wawancara serta observasi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode mix pengumpulan data, yaitu metode
pengumpulan data kuantitatif serta metode pengumpulan data kualitatif. Data
kuantitatif dengan menggunakan kuesioner digunakan untuk memperoleh
gambaran secara lebih luas alasan para pasien menggunakan pengobatan
tradisional serta sebagai penguat data kualitatif. Peneliti menggunakan 30
responden sebagai data kuantitatif. Sedangkan data kualitatif dalam penelitian ini
merupakan data utama yang digunakan peneliti dalam membuat laporan
penelitian. Data kualitatif digunakan untuk mengetahui secara mendalam makna
pengobatan tradisional bagi para pasien.
34
1. Pengumpulan Data dengan Metode Kuantitatif
Teknik penganbilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik sampling kuota. “Teknik sampling kuota masuk kedalam
ranah nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang sama bagi setiap anggota populasi. Teknik sampling kuota
adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu
sampai jumlah kuota yang diinginkan.”28 Peneliti akan mengambil 30 responden
yang digunakan sebagai sample. Kepmenkes RI Nomor
1078/MENKES/VII/2003, telah membagi jenis pengobat tradisional menjadi 4,
yaitu : pengobat tradisional ramuan, pengobat tradisional ketrampilan, pengobat
tradisional agama, serta pengobat tradisional supranatural. Melihat kondisi yang
ada di lapangan, peneliti menambah satu jenis pengobat tradisional, yaitu
pengobat tradisional jenis campuran. Pengobat tradisional jenis campuran adalah
pengobat tradisional yang menggunakan metode campuran dalam pengobatannya.
Peneliti akan mengambil sample dari masing-masing jenis klinik pengobatan
tradisional dengan proporsi yang adil sesuai dengan jumlah pasien yang datang
setiap satu harinya.
Peneliti mengambil 5 klinik pengobatan tradisional berbeda jenis yang
digunakan sebagai sample penelitian. Dalam satu harinya masing-masing klinik
menangani jumlah pasien yang berbeda-beda. Jumlah inilah yang digunakan
sebagai dasar pembagian jumlah responden. Proporsi jumlah pasien yang
digunakan sebagai responden di masing-masing klinik adalah sebagai berikut :
28 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2010. hal : 63
35
a. Klinik Pengobat Tradisional Jenis Ramuan (A) yaitu Klinik Pengobatan
Sin She. Dalam satu hari klinik tersebut menangani 1-2 pasien. Peneliti
mengambil 2 responden sebagai sample penelitian.
b. Klinik Pengobat Tradisional Jenis Ketrampilan (B) yaitu Klinik
Pengobatan Terapi Adem panas Agus Suyanto. Dalam satu hari klinik pengobatan
tersebut menangani kurang lebih 15 pasien. Peneliti mengambil 5 responden
sebagai sample penelitian.
c. Klinik Pengobat Tradisional Jenis Agama (C) yaitu Klinik Pengobatan
Mutiara Madani Terapi Warisan Nabi. Dalam satu hari klinik pengobatan tersebut
menangani kurang lebih 10 pasien. Peneliti mengambil 3 responden sebagai
sample penelitian.
d. Klinik Pengobat Tradisional Jenis Suptanatural (D), yaitu Klinik
Pengobatan Waskita Reiki. Dalam satu hari klinik pengobatan tradisional tersebut
menangani 1-3 pasien. Peneliti mengambil 3 responden sebagai sample penelitian.
e. Klinik Pengobat Tradisional Jenis Campuran (E), dalam satu hari klinik
pengobatan tradisional jenis agama menangani minimal 50 pasien. Peneliti
mengambil 17 responden sebagai sample penelitian. Jadi, total responden yang
diambil dalam penelitian ini sebanayak 30 orang.
Untuk mendapatkan data secara kuantitatif, peneliti melakukan wawancara
yang berpedoman pada kuesioner. Peneliti melakukan wawancara dengan pasien
di lokasi pengobatan tradisional. Ada beberapa pasien yang tidak dapat
diwawancarai, karena usianya yang sudah lanjut ataupun masih terlalu kecil.
Untuk mengatasi hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan anak atau orang
36
tua dari pasien, karena secara tidak langsung mereka telah mengikuti
perkembangan kondisi pasien.
2. Pengumpulan Data dengan Metode Kualitatif
Setelah mendapatkan gambaran secara luas trend pengobatan tradisional
yang ada di Kabupaten Sleman, peneliti kemudian melanjutkan dengan
pengumpulan data secara kualitatif. Dari 30 responden, peneliti mengambil 16
informan sebagai sumber data. Informan dalam penelitian ini diambil dari lima
lokasi klinik pengobatan tradisional yang berbeda, sehingga peneliti mendapatkan
data lengkap dan berimbang dari lapangan. Pengambilan data secara kualitatif
diambil dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview),
observasi serta studi dokumentasi.
a. Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan
dalam metode penelitian kualitatif. Menurut Gorden, ”wawancara merupakan
percakapan anatara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan
mendapatkan informasi untuk tujuan tertentu.” 29 Untuk mendapatkan data yang
maksimal dari informan, maka dibutuhkan teknik wawancara yang baik. Hal
utama yang dibutuhkan dalam wawancara, jangan sampai subjek merasa seperti
sedang diinterogasi oleh peneliti, subjek harus dibuat senyaman mungkin dengan
keadaan wawancara. Jika subjek merasa tidak nyaman dengan peneliti, maka
29 Gorden dalam Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. 2012. hal : 118
37
kejujuran dan keterbukaan subjek akan terganggu yang nantinya akan
mempengaruhi validitas data yang diperoleh.
Terdapat tiga jenis wawancara yang sering dikenal, yaitu : wawancara
terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara tidak-terstruktur.
Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur. Estenberg
mengungkapkan “wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang bertujuan
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Pihak yang diajak
wawancara dimintai pendapat serta ide-ide mereka. Sehingga wawancara sendiri
dapat berjalan lebih dinamis dibandingkan dengan wawancara tersruktur.
Wawancara jenis ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview.” 30
Wawancara semi-terstruktur adalah gabungan dari wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur. Peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan
dengan menggunakan panduan pertanyaan, namun pertanyaan dapat meluas sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Herdiansyah memberikan panduan untuk
menjalankan wawancara semi terstruktur, yaitu “pertanyaan terbuka namun ada
batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan wawancara dapat diprediksi,
fleksibel tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban), ada pedoman
wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata,
tujuan dari wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.”31
Peneliti menerapkan wawancara semi terstruktur di lapangan, dimana
peneliti membuat pedoman pertanyaan, namun proses wawancara tetap berjalan
secara dinamis. Peneliti mencoba menggali secara lebih dalam informasi yang 30 Estenberg dalam Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2010 31 Op.cit. hal : 11
38
diberikan oleh informan serta membiarkan informan berpendapat apapun. Peneliti
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan
secara lengkap. Wawancara semi terstruktur sangat tepat diterapkan untuk
penelitian kualitatif. Dengan menggunakan wawancara semi terstruktur peneliti
akan mendapatkan informasi yang cukup banyak serta mendalam, namun tetap
dibatasi dengan tema penelitian.
Setelah melakukan wawancara kuantitatif dengan pasien berpedoman
kuesioner, peneliti menyeleksi 16 narasumber yang bisa dijadikan informan untuk
selanjutnya dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview). Informan yang
dipilih oleh peneliti dilihat dari keterbukannya dalam menceritakan masalah yang
dialami, menceritakan sejarah mereka menjalani pengobatan modern maupun
alternatif. Selama melakukan wawancara mendalam dengan pasien, peneliti
menemukan banyak realita menarik terkait pengobatan tradisional. Peneliti
melakukan wawancara dengan pasien di lokasi pengobatan tradisional.
Selain melakukan wawancara mendalam dengan pasien, peneliti juga
melakukan wawancara mendalam dengan pengobat tradisional di masing-masing
klinik yang dijadikan lokasi penelitian. Peneliti dapat melakukan wawancara
secara langsung dengan pemilik Klinik Pengobatan Tradisional Sin She, Klinik
Pengobatan Tradisional Waskita Reiki. Untuk Klinik Pengobatan Tradisional
H.Ummarul Yahya Al-Faroq peneliti melakukan wawancara dengan santri
sekaligus putra dari Bapak Yahya (pemilik). Sedangkan untuk Klinik Pengobatan
Tradisional Terapi Adem Panas dan Klinik Pengobatan Tradisional Mutiara
Madani peneliti melakukan wawancaea dengan staff/pegawai beliau yang
39
mengetahui banyak terkait metode pengobatan yang dilakukan di masing-masing
klinik. Hasil wawancara dengan pengobat tradisional peneliti gunakan sebagai
data penguat jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan utama (pasien
pengobat tradisional). Jawaban yang diberikan oleh pengobat tradisional juga
digunakan sebagai bahan untuk melakukan triangulasi data.
Wawancara selanjutnya dilakukan dengan Kepala Seksi Registrasi dan
Akreditasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, yaitu Ibu Supiati. Informasi yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, terkait dengan perkembangan
pengobatan tradisional di Kabupaten Sleman hingga tahun 2014. Peneliti juga
mendapatkan data pendukung penelitian, yaitu berupa data Surat Terdaftar
Pengobat Tradisional (STPT) di Kabupaten Sleman dari tahun 2011 hingga tahun
2013.
b. Obeservasi
Teknik pengumpulan data yang selanjutnya digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi. Menurut Cartwright & Cartwright, “observasi didefinisikan
sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta merekam perilaku
secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi adalah suatu kegiatan
mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau
diagnosis. Observasi bukan hanya mengamati tanpa makna, lebih dari itu
observasi merupakan perilaku tampak yang bertujuan.”32 Pengamatan tanpa
adanya tujuan bukanlah suatu observasi. Menurut Herdiansyah, “pada dasarnya
32 Cartwright & Cartwright dalam Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. 2012. hal : 131
40
tujuan dari observasi adalah mendeskripsikan lingkungan yang diamati, aktivitas-
aktivitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan
tersebut beserta aktivitas dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian
berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.” 33
Bungin mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, observasi kelompok. 1) Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.2) Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.3) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.34
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi tidak
terstruktur, dimana peneliti mengamati kehidupan informan tanpa menggunakan
pedoman observasi. Peneliti mengamati perilaku pasien secara mendalam tanpa
menggunakan pedoman observasi. Pengamatan terhadap perilaku pasien
dilakukan sebelum dan setelah melakukan wawancara. Tujuan dari pengamatan
tersebut adalah mengetahui tingkah laku pasien secara normal sebelum dilakukan
wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti membuat catatan
lapangan untuk mencatat hal-hal penting yang dilakukan oleh responden.
Perilaku yang dilakukan oleh pasien secara tidak langsung
menggambarkan pemaknaan mereka terhadap pengobatan tradisional. Jika pasien
mengikuti dengan khusyu’ doa kesembuhan yang dipimpin oleh pengobat 33 Ibid. hal : 132 34 M. Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007
41
tradisional, hal ini menunjukan bahwa kepercayaan pasien terhadap pengobatan
tradisional cukup tinggi. Peneliti juga mengamati kondisi psikologi pasien, apakah
dengan mengikuti pengobatan tradisional kondisi psikologi pasien semakin baik.
Nyatanya memang pengobatan tradisional utamanya dengan metode doa, cukup
mampu memperbaiki kondisi psikologi dari pasien. Selain melakukan observasi
terhadap pasien, peneliti juga melakukan observasi terhadap lokasi pengobatan
tradisional yaitu dengan mengamati jumlah pengunjung yang datang, kebersihan
klinik pengobatan tradisional, metode penyembuhan yang dilakukan pengobat
trhadap pasien, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan lokasi pengobatan
tradisional. Peneliti pernah mengikuti salah satu pengobat tradisional yaitu Bapak
Heri (Pemilik Pengobatan Waskita Reiki) memberikan pengobatan terhadap
pasiennya yang bernama Lintang di daerah Sukoharjo, Ngaglik, Sleman.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik berikutnya yang digunakan dalam
penelitian ini. Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh
subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Dokumen yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumen resmi. Menurut Moleong, “dokumen resmi
terdiri dari 2, yaitu : dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal
dapat berupa catatan, seperti memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu
lembaga, sistem yang diberlakukan, hasil notulensi rapat keputusan pimpinan, dan
lain sebagainya. Dokumen eksternal dapat berupa bahan-bahan informasi yang
42
dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah, koran, buletin, surat
pernyataan, dan lain sebagainya.” 35
Dalam penelitian ini studi dokumentasi didapatkan dengan cara
mengambil secara langsung foto aktifitas pasien selama menjalani pengobatan
tradisional, foto aktifitas pengobatan yang dilakukan oleh pengobat tradisional,
foto lokasi pengobatan tradisional. Selain mengambil gambar/foto peneliti juga
mendapatkan dokumen internal berupa laporan perkembangan pengobatan
tradisional dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, brosur penjelasan
pengobatan tradisional dari klinik-klinik pengobatan tradisional. Data eksternal
peneliti dapatkan dari media internet yaitu berupa tulisan dari media terkait salah
satu lokasi klinik pengobatan tradisional.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu tahap penting dalam suatu penelitian.
Berbagai data yang didapat di lapangan, baik melalui wawancara, observasi atau
studi dokumentasi diproses melaui analisis data agar mendapatkan hasil yang
maksimal. “Inti dari analisis data/interpretasi data, dalam penelitian kualitatif
maupun kuantitatif adalah mengurai dan mengolah data mentah menjadi data yang
dapat ditafsirkan dan dipahami secara lebih spesifik dan diakui dalam suatu
perspesifik ilmiah yang sama, sehingga hasil dari analisis data yang baik adalah
35 Moleong dalam Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. 2012. hal 146
43
data olah yang tepat dan dimaknai sama atau relatif sama dan tidak bias atau
menimbulkan perspektif yang berbeda-beda.”36
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik analisis
data/interpretasi data menurut Miles dan Huberman. “Teknik analisis data yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman terdiri dari 3 tahap, yaitu : reduksi data,
penyajian data, dan menarik kesimpulan.”37
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berjalan secara terus menerus
selama penelitian berlangsung. Proses reduksi data merupakan langkah untuk
memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.
Dalam tahap reduksi data, peneliti telah menggabungkan berbagai data yang
didapatkan dari lapangan, baik menggunakan wawancara, observasi ataupun studi
dokumentasi. Data yang didapat melalui wawancara, observasi maupun studi
dokumentasi telah diubah menjadi bentuk tulisan. Data yang dianggap penting
dikelompokan untuk kemudian dijadikan bahan pembuatan laporan. Data yang
dianggap penting oleh peneliti adalah data-data yang sesuai dengan rumusan
masalah penelitian.
36 Ibid. hal 158 37 MB.Milles dan AM Huberman. Qualitative Data Analysis : A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills : SAGE. 1992
44
b. Penyajian Data
Penyajian data, yaitu proses selanjutnya yang perlu dilakukan untuk
melakukan analisis data. Penyajian data diawali dengan menyusun informasi yang
telah didapatkan, kemudian data disajikan dalam bentuk teks naratif ataupun
dalam bentuk bagan, tabel dan foto. Setelah melakukan reduksi data, dalam tahap
ini peneliti menyajikan data dalam bentuk tulisan, tabel, foto. Peneliti menuliskan
secara deskriptif hasil temuan di lapangan. Penyajian data ini merupakan proses
yang penting dalam penulisan laporan. Hasil dari proses ini dapat dilihat secara
langsung dalam bab pembahasan.
c. Menarik Kesimpulan
Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan. Berdasarkan data yang di
dapatkan dari lapangan, peneliti mencoba untuk memahami secara lebih dalam
permasalahan yang ada, sehingga akhirnya dapat menyimpulkan permasalahan
yang terjadi di lokasi peneltian. Peneliti menuliskan hasil penemuan penting yang
didapatkan dari lapangan dalam tahap ini. Kesimpulan akhir yang telah didapat
oleh peneliti juga perlu untuk dilakukan verifikasi dengan cara memikir ulang
selama melakukan penulisan, tinjauan ulang catatan lapangan, tinjauan kembali
dan tukar pikiran antar peneliti. Verifikasi data perlu dilakukan agar hasil temuan
sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Hasil dari proses ini dapat dilihat
dalam bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
45
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, diperlukan uji keabsahan data, agar hasil
penelitian dapat diterima oleh semua orang dalam waktu yang berbeda. Konsep
validitas dan realibilitas menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif. Neuman mengungkapkan “kata kunci dari realibilitas adalah
kekonsistenan, keajegan, atau ketetapan.”38 Mudahnya jika kita melakukan
pengukuran secara berulang-ulang dengan kondisi yang sama, maka kita akan
mendapatkan hasil yang sama, walaupun dilakukan dalam waktu yang berbeda
atau dengan peneliti yang berbeda. Sedangkan validitas menurut Neuman adalah
kebenaran yang penuh, yaitu jembatan antara sebuah gagasan dan data. Validitas
menurut Herdiansyah dapat diartikan “sebagai kesesuaian antara alat ukur dengan
sesuatu yang hendak diukur, sehingga hasil ukur yang didapat akan mewakili
dimensi ukuran yang sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.”39 Secara
sederhana validitas dapat diartikan sebagai keakuratan data. Untuk menguji
validitas dan realibitas penelitian, maka diperlukan uji keabsahan data. Salah satu
cara yang sering dilakukan dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode
trianggulasi.
Menurut Moleong, “triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding data itu. Triangulasi meliputi empat hal pokok, yaitu
triangulasi data, triangulasi peneliti, dan triangulasi metode serta triangulasi
38 Neuman dalam Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. 2012. hal 185 39 Ibid. hal 190
46
teori.”40 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data dan
triangulasi metode.
a. Triangulasi Data
Triangulasi data yang dilakukan peneliti dilakukan dengan cara
membandingkan data hasil observasi dengan hasil wawancara, membandingkan
data yang didapat dari wawancara dengan data yang didapat dari gambar/foto,
membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Peneliti juga mencoba untuk mentriangulasikan data yang diberikan oleh pasien
satu dengan pasien yang lainnya. Dalam bab pembahasan peneliti banyak
memanfaatkan metode triangulasi data. Dimana dalam membuat suatu pernyataan,
peneliti selalu mengedepankan data di lapangan yang bukan hanya berasal dari
satu sumber, melainkan dari beberapa sumber yang berbeda. Harapannya dengan
adanya triangulasi data, kesimpulan yang didapat selama menjalani penelitian
sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
b. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan mengecek data yang berasal dari
metode yang berbeda. Peneliti membandingkan data yang didapat dari metode
kuantitatif dengan data yang didapat dari metode kualitatif, peneliti juga
membandingkan data yang didapat dari metode wawancara dengan data yang di
dapat dari metode observasi dan dokumentasi. Tujuan peneliti menggunakan mix
40 Lexy.J.Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. 1989
47
metode pengumpulan data adalah mendukung upaya triangulasi metode, sehingga
harapannya data yang didapat dari penelitian kualitatif dapat dibandingkan dengan
data yang didapat dari metode kuantitatif. Harapannya kesimpulan akhir dalam
penelitian ini, sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Sehingga saran
yang diberikan oleh peneliti juga tepat.