bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas lautan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30 jika
dibandingkan luas daratan, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara
di dunia yang memiliki potensi kelautan untuk memajukan perekonomianya melalui
sektor perikanan. Seiring perkembangan lingkungan strategis peran laut menjadi
signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu Negara. Indonesia secara
geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih
besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir
setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati
urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di
dunia.
Perubahan iklim berdampak pada berbagai bidang tak terkecuali sektor
kelautan. Di sektor kelautan, perubahan iklim mengakibatkan kenaikan suhu
permukaan air laut; peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim; perubahan
pola sirkulasi laut dan naiknya permukaan air laut. Di tengah kondisi iklim yang tidak
menentu seperti saat ini, nelayan tradisional dihadapkan pada kesulitan-kesulitan
untuk beradaptasi. Sebagai contoh, ratusan nelayan yang tinggal di sekitaran pesisir
teluk Jakarta misalnya tak berani melaut disebabkan cuaca ekstrem yang tidak bisa
2
ditebak. Beberapa nelayan sebelah Utara Jakarta beralih mata pencaharian menjadi
pemungut kerang di daerah pesisir1.
Perairan Indonesia merupakan habitat penyimpanan sumber hayati laut terbesar
di dunia dan mempunyai beberapa ikan yang paling penting di dunia. Hampir 20%
terumbu karang dunia terdapat di perairan Indonesia, ini membuatnya menjadi pusat
Segitiga Karang. Komitmen pemerintah Indonesia untuk mempertahankan terumbu
karang di wilayah Coral Triangle. Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral
Triangle) ialah istilah geografis untuk perairan di Indonesia, Malaysia, Papua Nugini,
Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste yang kaya akan terumbu karang.
Fenomena perubahan iklim turut mempengaruhi keberlanjutan kenelayanan
tradisional. Salah satu pulau wilayah NKRI yang dekat dengan lokasi ini adalah
Kabupaten Rote Ndao provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kemajuan teknologi pada masa sekarang sudah cukup canggih, bahkan para
nelayan yang memiliki modal besar mampu berinvestasi menjadi nelayan modern.
Hal ini sangat membantu para nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapnya. Namun
tidak semua nelayan di Indonesia mampu mengakses teknologi ini karena tidak
memiliki modal. Nelayan besar terkadang memiliki wilayah tangkap ikan yang sama
dengan nelayan tradisional. Masyarakat nelayan tradisional akan cukup sulit bersaing
dengan nelayan modern dalam perikanan tangkap. Peralatan tangkap modern yang
dipakai oleh para nelayan besar semakin mempersempit kesempatan nelayan
tradisional untuk mendekati kesejahteraan hidup. Kebanyakan nelayan di Kabupaten
1http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio /perubahan-iklim-berdampak-pada-kehidupan-nelayan/1232252. Diakses 2 Februari 2014
3
Rote Ndao adalah nelayan tradisional yang tidak menggunakan mesin serta hanya
menggunakan alat tangkap sederhana. Kondisi seperti itu merupakan tantangan berat
bagi para nelayan tradisional selain harus beradaptasi dengan perubahan iklim,
mereka juga harus bersaing dengan para nelayan modern dengan alat tangkap yang
berteknologi canggih dan bermodal besar.
Nelayan tradisional belum dilindungi eksistensinya melalui Undang-undang.
Peraturan di Negara Indonesia masih berpihak kepada nelayan besar dan modern.
Kondisi ini membuat nelayan tradisional harus berpikir sendiri dan menghadapi
semua tantangan bersama komunitasnya.
Pulau Rote adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Indonesia yang merupakan daerah kepulauan yang memiliki potensi kelautan dan
perikanan yang besar. Ia merupakan kabupaten paling selatan di Republik Indonesia
dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur
berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002. Kabupaten ini mempunyai luas
wilayah 1.280,10 km2 yang terdiri dari 96 pulau dimana 6 pulau berpenghuni (P. Rote
dengan luas 97.854 Ha, P. Usu dengan luas 1.940 Ha, P. Nuse dengan luas 566 Ha, P.
Ndao dengan luas 863 Ha, P. Landu dengan luas 643 Ha dan P. Do'o dengan luas 192
Ha dan 90 pulau lainnya tidak dihuni manusia)2. Keseluruhan wilayah kabupaten
Rote Ndao, merupakan lokasi yang menarik untuk diteliti. Salah satunya, dusun
Papela berada di tenggara Rote Ndao dan lebih dari 80% pendududuknya hidup
sebagai nelayan. Mereka masuk kriteria sebagai nelayan tradisional, baik kapal dan
alat tangkapnya. Selain itu, kenyataan bahwa area MoU Box dalam AFZ 1979 tidak
2http://www.rotendaokab.go.id/ profil_wilayah. Diakses 1 Februari 2014
4
mencakup semua daerah nelayan tradisional Pepela terdahulu, membuat mereka
terus-menerus mencari ikan di daerah ini. Dengan demikian mereka sering dianggap
melanggar hukum Australia.
Pada 1990-an, nelayan di wilayah tersebut meningkat ketika sejumlah besar
orang Bajo Laut bermigrasi dari Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara dan
menetap di Tanjung Pasir, di pinggiran Pepela. Terutama nelayan hiu, orang-orang ini
mengajarkan warga lokal Rote bagaimana menangkap ikan hiu. Peningkatan dramatis
dalam harga sirip hiu di pertengahan 1990-an kemudian menyebabkan intensifikasi
baik legal dan ilegal fishing di perairan Australia. Terhadap ini, pemerintahan PM
Howard memberi izin angkatan laut Australia untuk menembak kapal Indonesia yang
melanggar perairan Australia. Kapal yang ditangkap ditarik ke daratan dan nelayan,
beberapa di antaranya adalah remaja, melewatkan waktu yang panjang dalam tahanan
sebelum dimasukkan melalui pengadilan Australia3.
Secara keseluruhan para nelayan tradisional di Rote dengan berbagai
komponennya seperti misalnya pemilik kapal, anak buah kapal dan tengkulak,
senantiasa berusaha mempertahankan keberlanjutan (sustainability) kenelayanan
yang telah jadi mata pencaharian utama mereka sejak nenek moyang. Kini, dengan
berbagai terpaan, mereka tentu akan mengaktualisasikan diri mereka dengan
memberlakukan strategi-strategi agar kenelayanan mereka tetap efektif dan efisien,
serta bisa menjawab kebutuhan mereka.
3 http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/perubahan-iklim-berdampak-pada-kehidupan-nelayan/. Diakses 2 Februari 2014
5
Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perihal bagaimana strategi
mempertahankan keberlanjutan kenelayanan di Kabupaten Rote, sehingga apabila
peneliti menemukan hal-hal di dalam maupun di luar strategi para nelayan tradisional
yang malah menghambat atau mempersulit, maka hal tersebut akan menjadi saran
yang dihasilkan dari penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat bagaimana para
nelayan Papela melakukan strategi bertahan hidup di tengah kehidupan kenelayanan
mereka. Transformasi nelayan Papela dalam hal wawasan, kegiatan dan jenis usaha,
cara mereka mengorganisasikan diri atau menata hubungan juragan-buruh dalam
kegiatannya, serta menghadapi tengkulak ketika mereka memasarkan hasil tangkapan
menjadi hal yang ingin peneliti jabarkan dalam penelitian ini. Permasalahan utama
penelitian ini adalah “Bagaimana Nelayan Rote menciptakan strategi untuk
menjaga keberlanjutan kegiatan kenelayanan tradisional ?”
Permasalahan utama ini, akan dijawab dengan berbagai pertanyaan yang akan
dituangkan dalam beberapa bab, pertanyaan tersebut antara lain;
1. Bagaimana pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan serta
dinamika hubungan sosial dalam keberlanjutan kenelayanan tradisional ?
2. Bagaimana sistem bagi hasil antar aktor dan kontribusi eksistensi institusi
dalam kenelayanan tradisional ?
3. Bagaimana strategi resistensi dalam kegiatan kenelayanan tradisional ?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah peneliti berusaha
mengetahui bagaimana strategi keberlanjutan kenelayanan masyarakat nelayan Rote
Ndao, khususnya desa Papela yang dihadapkan pada kondisi yang sangat sulit. Di
tengah kondisi dan tantangan yang menghimpit mereka, menjadi menarik untuk
meneliti bagaimana mereka melakukan strategi-strategi untuk dapat bertahan hidup.
Secara akademis sumbangan yang diberikan oleh penelitian ini terletak pada adanya
pengembangan wacana teoritis secara lebih komprehensif untuk memahami
bagaimana nelayan tradisional di Rote Ndao melakukan strategi-strategi bertahan
hidup. Berkaitan dengan itu, secara khusus hasil penelitian ini diharpkan dapat
memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai realitas kemiskinan nelayan
tradisional di daerah Rote Ndao.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara akademis kegunaan penelitian ini adalah pada pengembangan wacana
teoretis terhadap bagaimana strategi hidup nelayan. Secara khusus, penelitian ini
menyorot pada lokasi kajian nelayan di Kabupaten Rote Ndao dimana ia adalah
masyarakat nelayan yang banyak dihadapkan pada masalah-masalah yang bisa
mengancam keberlanjutan kerja kenelayanan. Diharapkan penelitian ini dapat
menyumbang khasanah pengetahuan keberlanjutan kenelayanan di masyarakat
pinggir pantai yang masih terbatas jumlahnya.
Secara pragmatis, hasil studi diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada
pemangku kebijakan terhadap kehidupan nelayan perairan Rote Ndao bagi
7
penyusunan kebijakan perikanan laut yang mempertimbangkan guna merumuskan
kebijakan yang dapat memihak pada para nelayan. Sehingga kebijakan yang disusun
dapat membantu masyarakat pinggir pantai mempertahankan keberlanjutan
kenelayanan mereka bagi kehidupan nelayan perairan Rote Ndao.
1.5 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian akademis yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini,
penelitian pertama adalah penelitian dari Andryan (2015) yang berjudul Perlindungan
Negara Indonesia terhadap Nelayan Tradisional dalam Pemenuhan Hak Perikanan
Tradisional berdasaran Hukum Internasional. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengkaji kesesuaian antara peraturan hukum internasional dengan hokum nasional
Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada nelayan tradisional serta mengkaji
faktor yang berkontribusi terhadap kesesuaian atau ketidaksesuaian antara hukum
internasional dengan hukum nasional Indonesia dalam memberikan perlindungan
terhadap nelayan tradisional. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hukum
nasional Indonesia kurang memberikan perlindungan pemenuhan hak perikanan
tradisional yang disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu beragamnya kondisi sosio
ekonomi nelayan di dunia, tumpang tindih regulasi nasional serta belum adanya
undang-undang khusus yang melindungi nelayan. Penelitian andryan ini jelas berbeda
dengan penelitian saya, karena andryan lebih fokus dalam aturan hukum terkait
perlindungan nelayan, sedangkan penelitian saya lebih kepada strategi keberlanjutan
8
nelayan tradisional dalam menghadapi tekanan-tekanan baik yang timbul dari dalam
komunitas maupun dari luar komunitasnya.
Penelitian Pojo semedi dalam bukunya (2003) yang berjudul Close to the stone
far from the Throne, secara garis besar Pujo melihat sejarah dari komunitas nelayan
di Jawa periode 1820-1990, khususnya di wilayah Wonokerto kulon dan Pekalongan.
Penelitian ini merupakan studi antropologi. Di dalam salah satu babnya, Pujo
menjelaskan pada era 90-an Negara sudah menerapkan sistem pajak dalam
kenelayanan, hal ini merupakan pengaruh dari produk rezim kolonial. Di Wonokerto
kulon, para nelayan sering bertukar perahu dan rekan kerja. Hal ini berarti nelayan
memiliki kebebasan secara individual. Struktur nelayan yang dulu ada di era 90-an
saat ini sudah tidak ditemukan pada saat ini. Hilangnya struktur nelayan mungkin
dikarenakan modernisasi dan komersialisasi. Sedangkan di Pekalongan studi Pujo
mengungkapkan bahwa seiring pertumbuhan jumlah nelayan dan perkembangan
pembangunan telah merusak sumber daya alam, karena pada era tersebut nelayan
sebagai pekerjaan utama. Bagi masyarakat Pekalongan, sebagai nelayan bukan hanya
jalan mencari uang namun sudah di klaim sebagai jalan hidup. Penelitian Pujo ini
berbeda dengan penelitian saya, karena Pujo lebih fokus di Pulau Jawa dan saya di
luar pulau jawa yang dari sisi geografis letaknya sangat lebih jauh lagi dari pusat
pemerintahan dan Rote adalah benar-benar pulau batu karang dan merupakan pulau
terluar NKRI dekat daerah perbatasan Negara. Selain itu periode data penelitian Pujo
di beberapa era pemerintahan, sedangkan yang saya teliti adalah kondisi nelayan pada
masa sekarang.
9
Sedangkan penelitian Brooke Nolan (2011) yang berjudul Ekonomi Politik
Masyarakat Nelayan Skala Kecil: Sebuah Studi Perbandingan Masyarakat
Pendatang di Rote Ndao dan Jawa Timur. Penelitian tersebut merupakan studi
antropologi, yang dipusatkan dalam kebudayaan, perkembangan masyarakat dan pola
kerja di kedua tempat penelitiannya. Ia mengambil fokus pada pengertian
pembangunan, peranan perempuan dan hubungan antara masyarakat dan lembaga
negara. Pola pekerjaan dan tingkat kesejahteraan nelayan di kedua tempat
penelitiannya yakni Pepela dan Sendang Biru sangat dipengaruhi oleh adanya
hubungan patron – client (gusti – kawula). Hubungan patron – client tersebut
bercirikan ketergantungan client terhadap patron yang lebih berkuasa secara sosial
ekonomi. Dalam hubungan tersebut, client berharap menerima perlindungan dan
bantuan ekonomi dari patron selama masa kesulitan.
Nolan menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan yang dipikul masyarakat
Sendang Biru sama sekali tidak seberat tingkat kemiskinan yang ada di Pepela. Di
Pepela, kemiskinan nelayan biasanya disebabkan oleh hutang yang sangat tinggi. Hal
ini berarti, nelayan Pepela yang baru mulai berlayar seringkali punya jumlah hutang
yang kecil (di bawah Rp.1.000.000). Akan tetapi, nelayan Pepela yang sudah
bertahun-tahun menangkap ikan sehingga telah menjadi nakhoda punya hutang paling
besar (Rp. 50.000.000-Rp. 100.000.000). Hal ini terjadi karena nelayan yang lebih
dari 10 tahun berlayar biasanya beberapa kali dipenjarakan di Australia.
Kemungkinan besar, sebelum dipenjarakan, perahunya dibakar oleh pihak keamanan
Australia sehingga pada saat dikirimkan kembali ke Papela, perahu yang harus
10
diganti dengan yang baru menyebabkan hutang nelayan (terutama nahkoda)
bertambah terus.
Studi yang dilakukan Nolan merupakan studi Antropologi. Hal ini jelas berbeda
dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh saya saat ini yang melakukan
penelitian dengan menggunakan studi sosiologi. Pendekatan antropologi
menggunakan studi etnografi dalam banyak penelitiannya. Dalam studi etnografi,
peneliti cenderung akan lebih subjektif, karena kedekatannya dengan subjek
penelitiannya. Studi yang dilakukan juga merupakan studi perbandingan antara
masyarakat pendatang di Rote Ndao dan Jawa Timur. Subjek penelitian Nolan juga
mereka yang merupakan warga pendatang, sedangkan yang saya saya teliti ialah
nelayan tradisional yang merupakan warga asli Rote Ndao. Saya juga meneliti
bagaimana para nelayan tradisional di Rote Ndao harus memiliki strategi-strategi jika
ingin bertahan hidup. Ini yang tidak dilakukan Nolan dalam penelitiannya di atas.
Selain itu saya juga melihat perubahan iklim dan dampaknya terhadap kehidupan
nelayan tradisional yang ada di Rote Ndao.
Penelitian Bailey (1988) adalah contoh yang bagus bagi penelitian kebijakan
pemerintah Indonesia di bidang perikanan terhadap kehidupan nelayan tradisional di
Indonesia. Ia mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia yang lebih
bertujuan pada peningkatan produksi, membawa konsekuensi terhadap terjadinya
overfishing. Hal ini telah memberikan dampak yang negatif terhadap berkurangnya
sumber mata pencaharian nelayan tradisional di Indonesia. Artinya, kebijakan
pemerintah di bidang perikanan kadang tidak tepat bagi kehidupan nelayan. Bailey
menyimpulkan bahwa nelayan di Indonesia adalah yang termiskin dari golongan
11
miskin di Indonesia. Selanjutnya adalah studi yang dilakukan Emerson (1979) di
pantai utara Jawa Tengah. Ia melakukan studinya khususnya di daerah Pati, Jepara,
Rembang dan Demak mengenai penerapan modernisasi dalam kegiatan nelayan.
Emerson mengungkapkan bahwa tidak ada perubahan nasib yang signifikan dalam
nasib kehidupan nelayan tradisional semenjak adanya modernisasi kegiatan nelayan.
Ia kemudian menambahkan bahwa dalam penelitiannya terdahulu pada 1977 di
Muncar, Jawa Timur, program modernisasi dalam kegiatan penangkapan ikan tidak
saja berefek pada kehidupan nelayan, tetapi juga menimbulkan ketegangan di antara
para nelayan tradisional.
Masih terdapat celah yang bisa diisi di penelitian Bailey. Meski sama-sama
meneliti kehidupan nelayan, namun lokasi penelitian antara yang dilakukan Bailey
dan saya jelas berbeda. Bailey melakukan penelitiannya pada nelayan-nelayan di
beberapa wilayah di pulau Jawa, sedang saya melakukannya di Nusa Tenggara Timur
yaitu pulau Rote Ndao. Strategi merupakan kata kunci yang menjadi pembeda antara
penelitian yang saya lakukan dan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya di atas.
Bagaimana nelayan-nelayan yang masuk dalam golongan warga miskin di Rote Ndao
melakukan strategi-strategi untuk dapat bertahan hidup di tengah banyak
permasalahan yang menghimpit mereka baik dalam kehidupan sebagai nelayan,
maupun dalam kehidupan rumah tangga sebagai kepala keluarga yang
bertanggungjawab menafkahi keluarganya.
12
1.6 Kerangka Teori
Penelitian ini bermaksud untuk melihat berbagai strategi yang dilakukan oleh
para nelayan tradisional khususnya nelayan yang ada di Pulau Rote dalam menjalani
profesinya sebagai nelayan. Menjadi menarik karena berbagai tantangan harus
mereka lalui dalam kesehariannya, diantaranya perubahan iklim yang secara langsung
berdampak pada hasil tangkapan yang mereka peroleh setiap harinya. Belum lagi
hasil tangkapan mereka yang akhirnya berkurang dan tidak mampu mencukupi
kebutuhan mereka sehari-hari membuat mereka akhirnya terlilit hutang yang cukup
banyak. Kajian mengenai strategi menjadi penting dalam hal ini sebagai pisau analisis
dalam penelitian ini.
Indonesia memiliki sumber daya kelautan yang melimpah. Makhluk hidup yang
ada di laut merupakan sumberdata alam yang terbuka (open access). Artinya laut dan
sesisinya merupakan sumberdaya milik bersama. Lebih lanjut lagi secara terbuka
orang dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut dengan caranya masing-masing.4
Sebagai sumberdaya milik bersama, menurut Gordon sumberdaya laut cenderung
tangkap lebih (over fishing).5 Hal tersebut didasari dua hal, pertama dalam upaya
memaksimalkan banyaknya hasil tangkap, tidak bisa dibatasi seperti halnya
sumberdaya milik pribadi atau perseorangan. Hal ini yang akhirnya memunculkan
aroma persaingan diantara nelayan itu sendiri. Faktor kedua ialah tidak ada batasan
seberapa jumlah nelayan yang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di laut.
4 Hardin, G.1968. The Tragedy of Commons, Science-162 No. 3855, hal. 1243-12485 H.S, Gordon. 1954. The Fishery, Journal of Political Economy. The EconomicTheory of Common Resource. Jilid 62, No 2, hal 124-142
13
Selama sumberdaya tersebut mengandung nilai ekonomis, maka selama itu juga
jumlah nelayannya akan terus bertambah.
Sumberdaya perikanan atau sumberdaya laut lainnya pada dasarnya dapat
dimanfaatan secara berkelanjutan. Namun intensitas pemanfaatannya dapat
dikendalikan dengan memahami ketersediannya stok. Keseimbangan ketersediaan
akan terganggu bila pemanfaatan atau penangkapannya melampaui batas
pertumbuhan makhluk hidup itu sendiri.6
1.6.1 Strategi Bertahan Hidup
Era globalisasi merupakan era keterbukaan ekonomi antar negara, sehingga
gejolak ekonomi dalam sebuah negara bisa berdampak terhadap negara yang lain dan
mempengaruhi stabilitas ekonomi global dalam sebuah kawasan. Krisis global
tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk miskin dan yang
memprihatinkan adalah krisis tersebut membawa negara-negara berkembang pada
situasi yang beresiko seperti halnya negara Indonesia. Di negara-negara maju,
pemerintah menyediakan fasilitas seperti pemberian pensiun, bantuan pada
penyandang cacat, asuransi kesehatan, keselamatan, dan asuransi bagi pengangguran.
Namun pada umumnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dana yang
dimiliki pemerintah belum mampu untuk mengimplementasikan program sosial
seperti halnya yang sudah dilakukan oleh negara-negara maju. Dana yang dimiliki
lebih difokuskan untuk membiayai pendidikan dasar, kesehatan, dan pembangunan
6 C, Mitchell. 1979. Bioeconomics of Commercial Fisheries Management. Journal ofthe Fisheries Research Board of Canada. hal 699-704.
14
infrastruktur. Di Indonesia, dalam kondisi krisis pada umumnya rakyat menggantikan
peran negara dalam hal memberikan jaminan asuransi sosial. Seperti yang biasa kita
lihat di sekitar kita bahwa salah satu bagian keluarga akan menanggung beban
keluarganya sendiri. Sehingga menjadi suatu hal yang wajar jika semua manusia
berusaha menemukan jalan keluar dan melakukan pilihan-pilihan untuk bertindak
demi eksistensi kehidupannya, apalagi mereka yang termasuk kategori hidup dalam
kemiskinan, termasuk komunitas nelayan tradisional. Pilihan-pilihan itu merupakan
strategi survival dalam mempertahankan hidupnya.
Konsep strategi menurut Strickland dalam bukunya Winardi, strategi
merupakan bauran yang terdiri atas tindakan-tindakan yang dilakukan secara sadar
yang ditujukan ke arah sasaran-sasaran tertentu dan tindakan-tindakan yang
diperlukan guna menghadapi perkembangan-perkembangan yang tidak diantisipasi
dan dikarekan tekanan-tekanan kompetitif yang dilancarkan.7
Bryson secara sederhana mendefinisikan strategi sebagai a plan to archieve the
mission and meet the mandates. Suatu rencana untuk meraih misi dan melaksanakan
mandate.8
Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa strategi survival adalah sebuah
ide atau pemikiran yang dilaksanakan sebagai aksi atau perbuatan sebagai bentuk
perlawanan dari ketidakberdayaan dengan tujuan mampu mempertahankan
eksistensinya baik dalam pekerjaan ataupun kehidupannya.
7 Winardi, J., Enterpreneur dan Enterpreneurship. Jakarta Prenada Media Group, 2003. Hal:1078 John Bryson, strategic Planing for Public and Profit Organization: A Guide Strengthening andSustaining Organizational Achievement. San Francisco. Hal.131
15
Dalam hal ini kondisi sulit bisa terdiri dari berbagai macam hal, namun yang
paling dominan ialah permasalahan ekonomi. Kebutuhan ekonomi merupakan
kebutuhan dasar manusia, khususnya mereka yang sudah berumah tangga. Hal ini
karena akan berpengaruh terhadap akses-akses yang dapat diraih seseorang, misalnya
akses kesehatan, akses pendidikan dan yang terpenting ialah keterbatasan akses
rumah tangga pada sumberdaya di bumi yang akan berpengaruh pada ketahanan
pangan mereka. Karena hal inilah masyarakat melakukan strategi-strategi untuk dapat
mendapatkan akses-akses tersebut.
Dalam konteks penelitian ini, strategi keberlanjutan pekerjaan kenelayanan
akan mencakup bagaimana nelayan tradisional menciptakan strategi keberlanjutan
dalam kenelayanan tradisional di Rote. Ekonomi seperti yang dijabarkan di atas
adalah variabel terpenting, kemudian akan menopang konteks yang akan menghiasi
pilihan-pilihan mereka dalam melakukan strategi.
1.6.2 Nelayan Tradisional
Unsur-unsur aktivitas yang terkait di dalam kegiatan nelayan sangat kompleks
dan berresiko tinggi. Laut menjadi sangat penting bagi nelayan, sehingga apabila
kebijakan penanganan yang ditempuh tidak tepat, ia malah menambah kemiskinan
nelayan.
Lebih jauh Firth mengungkapkan ciri-ciri khas pekerjaan nelayan sebagai
berikut; 1) hasil usaha nelayan bersifat daily increments, sehingga nelayan tidak
mampu untuk merencanakan penggunaan pendapatannya untuk keperluan produksi;
2) teknologi pasca panennya relatif mahal dan lebih rumit sehingga biasanya tidak
16
dapat dijangkau oleh para nelayan kecil; 3) produk nelayan tidak berhubungan
dengan makanan pokok sehingga nelayan lebih banyak terlihat dalam ekonomi tukar
menukar; 4) dalam proses produksi, seluruh anggota keluarga nelayan tidak ikut
terlibat dalam proses produksi; 5) investasi bagi nelayan mengandung resiko lebih
besar karena alat tangkap mudah rusak dan penyusutannya tinggi sehingga nelayan
lebih sering dikategorikan sebagai kelompok yang miskin.9
Selanjutnya dalam tata sosial nelayan, dengan adanya modernisasi peralatan
penangkapan ikan, telah tercipta stratifikasi masyarakat nelayan dengan penguasaan
modal dan alat produksi yang dimiliki sebagaimana dikemukakan Bailey. Masyarakat
nelayan terbagi menjadi tiga kelas. Pertama, nelayan skala besar (large scale sub-
sector) adalah nelayan-nelayan yang dalam pengoperasiannya menggunakan jenis
peralatan penangkapan ikan yang serba modern. Alat-alat penangkapan dan kapal
ikan yang digunakan rata-rata memiliki kekuatan mesin 50 GT atau lebih. Nelayan
skala besar umumnya dikelola badan usaha nasional milik pemerintah atau swasta
dan tidak jarang bekerja sama dengan investor asing. Kegiatan penangkapan ikan
biasanya lebih ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan ekspor. Ia lebih menjadi
perhatian utama pemerintah, baik dari segi kebijakan permodalan, regulasi maupun
bantuan teknis lainnya.
Kedua, nelayan skala menengah (medium scale subsector) yang pada umumnya
adalah nelayan yang menggunakan peralatan penangkapan ikan yang relatif cukup
modern, baik dilihat dari jenis armada maupun alat-alat penangkapan ikan yang
9Firth Raymond.1966. Malay Fishermen; They Peasant Economy. New York; WW Norton andCompany Inc. Hal 2-3
17
dipergunakan dalam menangkap ikan. Jenis armada yang digunakan nelayan skala
menengah berupa perahu bermesin dalam (inboard engine) dengan ukuran 5 GT
sampai dengan 30 GT. Demikin juga alat-alat penangkapan ikan yang digunakan,
terdiri dari Huhate, pukat cincin dan jaring insang.
Ketiga, nelayan kecil (small scale subsector) yang biasanya terdiri dari nelayan
tradisional miskin yang setiap harinya hanya menggunakan alat-alat sederhana serta
tidak menggunakan alat penangkap ikan yang bermesin. Umumnya jenis perahu yang
digunakan nelayan skala kecil adalah jukung. Termasuk kategori nelayan kecil adalah
nelayan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, nelayan yang
menggunakan jaring ikan di tepi pantai, jaring lempar dan lain-lain.10 Dengan
demikian, menurut Bailey ada posisi yang berbeda antar kelompok masyarakat
nelayan dalam struktur masyarakat nelayan. Perbedaan posisi tersebut selain
ditentukan oleh modal dan peralatan teknologi penangkapan ikan yang dimiliki, juga
ditentukan oleh skala usaha yang dikelola para nelayan.
1.6.3 Keberlanjutan Kenelayanan
Merujuk pada Brundland Commision UN, Istilah keberanjutan popular dan
melekat dengan istilah pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
mempertemukan kebutuhan sekarang dengan mengkompromikan kemampuan dari
generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.11
10Bailey C et all. 1987. Indonesia Marine Capture Fisheries. Jakarta; Directorate General of Fisheries,Ministry of Agriculture. Hal 66-8311 Brundtland Commision, UN. 1987. UN Documen gathering a body of Global Agreements. Internethttp://www.un-documents.net/ocf-02.htm. Diakses pada 16 Maret 2014.
18
Dobson menerapkan prinsip keberlanjutan ke dalam system-sistem social
berarti bahwa system-sistem tersebut harus dievaluasi bukan sekedar dalam peranan
dan fungsi jangka pendeknya, tetapi juga dalam hal kelangsungan jangka panjangnya,
dampaknya terhadap system-sistem lain, energy yang ekstraknya dari lingkungan dan
keluarannya.12
Sedangkan dari perspektif lingkungan, menurut Odum dalam bukunya
Bartelmus, Sustainability is originally an ecological concept, reflecting ‘prudent
behaviour’ by a predator that avoids over exploiting its prey to ensure an optimum
sustained yield. Bahwa keberlanjutan merupakan suatu gagasan ekologis yang
mencerminkan sikap kehati-hatian pemangsa yang menghindari eksploitasi berlebih
terhadap mangsanya untuk memastikan suatu hasil maksimal yang berkelanjutan.13
Konsep keberlanjutan merupakan tindakan bersama yang berkesinambungan
yang merupakan hasil dari proses belajar social berupa peningkatan kapasitas, baik
itu di tingkat individu maupun di tingkat komunitas masyarakat untuk melaksanakan
pembangunan dan pengelolaan sumber daya di lingkungannya secara mandiri.
Tindakan bersama yang berkesinambungan tersebut, dimungkinkan karena dalam
masyarakat yang bersangkutan telah terjadi proses institusionalisasi, yaitu
terintegrasinya aktivitas membangun dan mengelola sumber daya secara mandiri ke
12 Ife, Jim. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal: 17813 Bartelmus, Peter. 1994. Environment, growth and development: The Concepts and strategies ofsustainability, Routledge, London and New York. Hal: 61.
19
dalam pola aktivitas bersama dalam komunitas, sehingga aktivitas membangun akan
tetap berlangsung baik ada atau tidak adanya rangsangan dari luar.14
Penelitian ini akan melingkupi dua aspek utama, yaitu aspek ekonomi sebagai
pondasi utama kenapa masyarakat harus mempertahankan keberlanjutan kenelayanan
mereka, dan aspek sosiologis di mana relasi-relasi sosial dan perubahan-
perubahannya akan dibahas seiring penerapan-penerapan strategi yang dilakukan oleh
nelayan-nelayan Papela dalam mempertahankan keberlanjutan kenelayanan
tradisional.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus. Metode studi kasus
merupakan kategori penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif meliputi
pengamatan, analisis dokumen dan wawancara (wawancara mendalam dan diskusi
kelompok terarah (Focus Group Discussion)). Pendekatan ini digunakan untuk
mengungkapkan dan memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum
diketahui sehingga akan dapat memberi rincian yang kompleks tentang sebuah
fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. Dokumen kebijakan dan
peraturan perundangan adalah sumber data yang penting juga. Metode pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi aspek kelembagaan
pengelolaan perikanan. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga nelayan,
dimana informannya meliputi tengkulak, kelompok nelayan, pemimpin masyarakat,
pemerintah lokal (Disparbud Kab. Rote Ndao, DKP Kab. Rote Ndao, Bappeda Kab.
14 Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal:419-420.
20
Rote Ndao, dan DPRD Kab. Rote Ndao), BKKP Kupang serta LSM (lokal maupun
internasional).
Penelitian yang dilakukan adalah Kualitatif Deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan atau menjelaskan “apa adanya”
yang mencoba memberikan interpretasi secara mendalam terhadap temuan-temuan
lapangan berdasarkan fakta-fakta sosial yang sebenarnya. Bog dan Taylor dalam
bukunya Moleong mengartikan teknik penelitian kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.15
Peneliti berusaha menggali sedapat mungkin fenomena sosial yang
dipermasalahkan dalam penelitian ini, yakni strategi keberlanjutan kenelayanan
tradisional di Papela Kabupaten Rote Ndao, sehingga terdeskripsikan dengan baik,
sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai kaidah-kaidah dalam metode
penelitian.
1.7.1 Jenis dan Sumber Data
Data penelitian ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang
berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang khusus
dirancang sesuai dengan tujuannya. Data sekunder diperoleh dari sumber tidak
langsung, biasanya berupa data-data dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat
15Moleong.Lexy.J. 2002.Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal: 3.
21
mendukung data dalam penelitian. Untuk melindungi sumber data maka nama
informan akan disamarkan.
Sumber data penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung dan
wawancara mendalam yang bersifat terbuka (in depth interview). Wawancara
dilakukan langsung dengan obyek dan melalui informan yaitu orang-orang yang
mengenal obyek penelitian secara dekat. Dokumen atau catatan harian, refleksi
pribadi obyek penelitian (dokumen personal), evaluasi dari orang yang mengenal
obyek penelitian (catatan resmi lain), serta rekaman penelitian.
1.7.2 Unit Analisis
Unit analisis pada penelitian ini adalah individu (nelayan). Setelah informasi
yang didapatkan cukup peneliti mulai meminta referensi beberapa orang yang masuk
dalam klasifikasi penelitian untuk dapat diwawancarai. Kemudian penentuan
informan selanjutnya diarahkan berdasarkan informasi yang didapat.
1.7.3 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis penelitian ini, dilakukan dengan langkah sebagai berikut;
1. Pengumpulan informasi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara.
Tingkat analisisnya adalah individu.
2. Reduksi. Setelah mendapatkan berbagai sumber data, langkah berikutnya memilih
informasi yang sesuai dengan masalah penelitian yaitu strategi keberlanjutan
kenelayanan tradisional.
22
3. Penyajian. Data hasil penelitian dan berbagai informasi yang berkaitan dipilih dan
disusun menjadi laporan hasil penelitian, bisa dalam bentuk tabel ataupun uraian
penjelasan.
4. Tahap akhir. Menarik kesimpulan dan melakukan triangulasi data guna mengecek
kebenaran informasi untuk menjaga validitas data.
Metode yang konkrit dilakukan dalam penelitian ini adalah diawali dengan survey
lokasi untuk menentukan wilayah survey yang peneliti gali melalui kuesioner, setelah
diketahui peta aktor dan komunitasnya baru dilanjutkan dengan FGD. Selanjutnya
peneliti melakukan wawancara mendalam untuk menggali data lebih jauh.
Metode penelitian yang konkrit dilakukan di lapangan adalah membagi komunitas
dalam dua tingkat, yaitu:
1. Komunitas:
a. Nelayan komunitas
b. Tokoh lokal
c. Pemerintah desa, beserta kepala desa dan perangkatnya
d. Pengusaha wisata
2. Supra-komunitas: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Teknik pengambilan datanya adalah menggunakan metode Survey, Kuisioner,
diskusi kelompok terarah (FGD), dan wawancara mendalam.
Sedangkan topik-topik yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Kondisi sosial dan ekonomi; interaksi dengan pemangku kepentingan lain; isu
permasalahan tata kelola berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan
kelautan; dan pengetahuan lokal
23
2. Timeline atau sejarah mengenai perdesaan, aturan lokal, sistem dan pola
perikanan tangkap lokal.
3. Pembangunan sosial dan ekonomi dalam wilayah penelitian; beberapa
krieteria alasan aturan lokal.
4. Interaksi dengan pemangku kepentingan lain, isu permasalahan tata kelola
berkaitan dengan ekosistem terumbu karang, proses dalam merencanakan
aturan kedepan.
5. Isu permasalahan pengelolaan sumberdaya pesisir.
Dalam survei ekonomi rumah tangga, melibatkan 180 rumah tangga nelayan.
Sampel diambil dengan menggunakan stratifiedrandom sampling berdasarkan atas
kondisi dan strata nelayan (nelayan tangkap dan budidaya), status kepemilikan dan
kepemilikan jenis alat tangkap. Jumlah sampel di setiap desa akan ditentukan secara
proporsional sesuai dengan populasi yang ada. Berdasar data dalam angka Kabupaten
Rote Ndao 2012 dan Profile Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rote Ndao
2013, maka diambil desa dari 10 kecamatan yang dinilai dari segi banyaknya jumlah
nelayan, banyaknya petani budidaya rumput laut dan armada perahu/kapal serta alat
tangkap yang dimiliki, maka kelima kecamatan tersebut adalah: Kecamtan Rote Barat
Daya, Kecamatan Rote Barat, Kecamatan Rote Barat Laut, Kecamatan Lobalain dan
Kecamatan Rote Timur.
Pengambilan data mengenai pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
pesisir dan perikanan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
menggunakan wawancara mendalam. Untuk mengetahui pola pemanfaatan dan
24
pengelolaan pesisir dan perikanan terlebih dahulu memetakan karakteristik dan
tipologi nelayan berdasarkan alat tangkap, jenis komoditas/spesies target dan area
fishing ground nya serta musim penangkapan.
Pendekatan penelitian yang digunakan untuk mengetahui kondisi sosial dan
ekonomi nelayan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan
kualitatif menggunakan metodologi wawancara mendalam dan FGD, sedangkan
untuk pendekatan kuanititatif menggunakan kuisioner untuk mengetahui kondisi
ekonomi dengan mengkaji pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dari hasil mata
pencaharian sehari-hari.
Dalam proses melakukan survey, para nelayan tradisional cukup responsive
dan sangat kooperatif, walaupun di awal kurang peduli karena mereka sudah cukup
sering ditanya oleh petugas dinas pemerintah namun setelah itu mereka tidak pernah
kembali lagi sehingga mereka berpikir hal ini tidak akan ada manfaatnya buat mereka
dan keluarga. Setelah banyak bercerita akhirnya mereka mau sangat kooperatif.
Setelah peneliti mendapat data dari hasil survey ini akhirnya mencoba lebih focus
untuk berbicara kepada masing-masing komunitas melalui FGD.
Kegiatan FGD pada awalnya terkesan kaku dan berpikir bahwa ini adalah
untuk kegiatan pemerintah. Para nelayan tradisional di Rote memang kurang dekat
dengan pemerintah daerah. Namun setelah peneliti mencairkan suasana dengan
guyonan-guyonan yang biasa diterapkan oleh LSM dalam melakukan pendekatan
kepada masyarakat terutama saat FGD, mereka akhirnya saling tertawa dan membuat
kami merasa lebih dekat. Dan akhirnya suara-suara lantang mereka menceritakan
semua hal tentang kegiatan kenelayanan di Rote sampai tentang ekonomi dan rumah
25
tangga mereka. Pada saat FGD, suara didominasi oleh tokoh-tokohnya saja. Sehingga
peneliti merasa harus melakukan wawancara mendalam dengan menemui satu persatu
nara sumber yang menurut peneliti mereka mempunyai peran penting dalam
kenelayanan tradisional.
Ketika melakukan wawancara mendalam inilah, banyak informasi yang
peneliti dapatkan bahkan mereka mampu menceritakan hal-hal yang bersifat rahasia
yang bahkan tidak mungkin dibicarakan di kalangan mereka sendiri.