bab i pendahuluan 1.1 latar...

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas lautan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30 jika dibandingkan luas daratan, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia yang memiliki potensi kelautan untuk memajukan perekonomianya melalui sektor perikanan. Seiring perkembangan lingkungan strategis peran laut menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu Negara. Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Perubahan iklim berdampak pada berbagai bidang tak terkecuali sektor kelautan. Di sektor kelautan, perubahan iklim mengakibatkan kenaikan suhu permukaan air laut; peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim; perubahan pola sirkulasi laut dan naiknya permukaan air laut. Di tengah kondisi iklim yang tidak menentu seperti saat ini, nelayan tradisional dihadapkan pada kesulitan-kesulitan untuk beradaptasi. Sebagai contoh, ratusan nelayan yang tinggal di sekitaran pesisir teluk Jakarta misalnya tak berani melaut disebabkan cuaca ekstrem yang tidak bisa

Upload: ngonguyet

Post on 30-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas lautan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30 jika

dibandingkan luas daratan, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara

di dunia yang memiliki potensi kelautan untuk memajukan perekonomianya melalui

sektor perikanan. Seiring perkembangan lingkungan strategis peran laut menjadi

signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu Negara. Indonesia secara

geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih

besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir

setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati

urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di

dunia.

Perubahan iklim berdampak pada berbagai bidang tak terkecuali sektor

kelautan. Di sektor kelautan, perubahan iklim mengakibatkan kenaikan suhu

permukaan air laut; peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim; perubahan

pola sirkulasi laut dan naiknya permukaan air laut. Di tengah kondisi iklim yang tidak

menentu seperti saat ini, nelayan tradisional dihadapkan pada kesulitan-kesulitan

untuk beradaptasi. Sebagai contoh, ratusan nelayan yang tinggal di sekitaran pesisir

teluk Jakarta misalnya tak berani melaut disebabkan cuaca ekstrem yang tidak bisa

2

ditebak. Beberapa nelayan sebelah Utara Jakarta beralih mata pencaharian menjadi

pemungut kerang di daerah pesisir1.

Perairan Indonesia merupakan habitat penyimpanan sumber hayati laut terbesar

di dunia dan mempunyai beberapa ikan yang paling penting di dunia. Hampir 20%

terumbu karang dunia terdapat di perairan Indonesia, ini membuatnya menjadi pusat

Segitiga Karang. Komitmen pemerintah Indonesia untuk mempertahankan terumbu

karang di wilayah Coral Triangle. Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral

Triangle) ialah istilah geografis untuk perairan di Indonesia, Malaysia, Papua Nugini,

Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste yang kaya akan terumbu karang.

Fenomena perubahan iklim turut mempengaruhi keberlanjutan kenelayanan

tradisional. Salah satu pulau wilayah NKRI yang dekat dengan lokasi ini adalah

Kabupaten Rote Ndao provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kemajuan teknologi pada masa sekarang sudah cukup canggih, bahkan para

nelayan yang memiliki modal besar mampu berinvestasi menjadi nelayan modern.

Hal ini sangat membantu para nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapnya. Namun

tidak semua nelayan di Indonesia mampu mengakses teknologi ini karena tidak

memiliki modal. Nelayan besar terkadang memiliki wilayah tangkap ikan yang sama

dengan nelayan tradisional. Masyarakat nelayan tradisional akan cukup sulit bersaing

dengan nelayan modern dalam perikanan tangkap. Peralatan tangkap modern yang

dipakai oleh para nelayan besar semakin mempersempit kesempatan nelayan

tradisional untuk mendekati kesejahteraan hidup. Kebanyakan nelayan di Kabupaten

1http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio /perubahan-iklim-berdampak-pada-kehidupan-nelayan/1232252. Diakses 2 Februari 2014

3

Rote Ndao adalah nelayan tradisional yang tidak menggunakan mesin serta hanya

menggunakan alat tangkap sederhana. Kondisi seperti itu merupakan tantangan berat

bagi para nelayan tradisional selain harus beradaptasi dengan perubahan iklim,

mereka juga harus bersaing dengan para nelayan modern dengan alat tangkap yang

berteknologi canggih dan bermodal besar.

Nelayan tradisional belum dilindungi eksistensinya melalui Undang-undang.

Peraturan di Negara Indonesia masih berpihak kepada nelayan besar dan modern.

Kondisi ini membuat nelayan tradisional harus berpikir sendiri dan menghadapi

semua tantangan bersama komunitasnya.

Pulau Rote adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

Indonesia yang merupakan daerah kepulauan yang memiliki potensi kelautan dan

perikanan yang besar. Ia merupakan kabupaten paling selatan di Republik Indonesia

dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur

berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002. Kabupaten ini mempunyai luas

wilayah 1.280,10 km2 yang terdiri dari 96 pulau dimana 6 pulau berpenghuni (P. Rote

dengan luas 97.854 Ha, P. Usu dengan luas 1.940 Ha, P. Nuse dengan luas 566 Ha, P.

Ndao dengan luas 863 Ha, P. Landu dengan luas 643 Ha dan P. Do'o dengan luas 192

Ha dan 90 pulau lainnya tidak dihuni manusia)2. Keseluruhan wilayah kabupaten

Rote Ndao, merupakan lokasi yang menarik untuk diteliti. Salah satunya, dusun

Papela berada di tenggara Rote Ndao dan lebih dari 80% pendududuknya hidup

sebagai nelayan. Mereka masuk kriteria sebagai nelayan tradisional, baik kapal dan

alat tangkapnya. Selain itu, kenyataan bahwa area MoU Box dalam AFZ 1979 tidak

2http://www.rotendaokab.go.id/ profil_wilayah. Diakses 1 Februari 2014

4

mencakup semua daerah nelayan tradisional Pepela terdahulu, membuat mereka

terus-menerus mencari ikan di daerah ini. Dengan demikian mereka sering dianggap

melanggar hukum Australia.

Pada 1990-an, nelayan di wilayah tersebut meningkat ketika sejumlah besar

orang Bajo Laut bermigrasi dari Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara dan

menetap di Tanjung Pasir, di pinggiran Pepela. Terutama nelayan hiu, orang-orang ini

mengajarkan warga lokal Rote bagaimana menangkap ikan hiu. Peningkatan dramatis

dalam harga sirip hiu di pertengahan 1990-an kemudian menyebabkan intensifikasi

baik legal dan ilegal fishing di perairan Australia. Terhadap ini, pemerintahan PM

Howard memberi izin angkatan laut Australia untuk menembak kapal Indonesia yang

melanggar perairan Australia. Kapal yang ditangkap ditarik ke daratan dan nelayan,

beberapa di antaranya adalah remaja, melewatkan waktu yang panjang dalam tahanan

sebelum dimasukkan melalui pengadilan Australia3.

Secara keseluruhan para nelayan tradisional di Rote dengan berbagai

komponennya seperti misalnya pemilik kapal, anak buah kapal dan tengkulak,

senantiasa berusaha mempertahankan keberlanjutan (sustainability) kenelayanan

yang telah jadi mata pencaharian utama mereka sejak nenek moyang. Kini, dengan

berbagai terpaan, mereka tentu akan mengaktualisasikan diri mereka dengan

memberlakukan strategi-strategi agar kenelayanan mereka tetap efektif dan efisien,

serta bisa menjawab kebutuhan mereka.

3 http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/perubahan-iklim-berdampak-pada-kehidupan-nelayan/. Diakses 2 Februari 2014

5

Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perihal bagaimana strategi

mempertahankan keberlanjutan kenelayanan di Kabupaten Rote, sehingga apabila

peneliti menemukan hal-hal di dalam maupun di luar strategi para nelayan tradisional

yang malah menghambat atau mempersulit, maka hal tersebut akan menjadi saran

yang dihasilkan dari penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat bagaimana para

nelayan Papela melakukan strategi bertahan hidup di tengah kehidupan kenelayanan

mereka. Transformasi nelayan Papela dalam hal wawasan, kegiatan dan jenis usaha,

cara mereka mengorganisasikan diri atau menata hubungan juragan-buruh dalam

kegiatannya, serta menghadapi tengkulak ketika mereka memasarkan hasil tangkapan

menjadi hal yang ingin peneliti jabarkan dalam penelitian ini. Permasalahan utama

penelitian ini adalah “Bagaimana Nelayan Rote menciptakan strategi untuk

menjaga keberlanjutan kegiatan kenelayanan tradisional ?”

Permasalahan utama ini, akan dijawab dengan berbagai pertanyaan yang akan

dituangkan dalam beberapa bab, pertanyaan tersebut antara lain;

1. Bagaimana pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan serta

dinamika hubungan sosial dalam keberlanjutan kenelayanan tradisional ?

2. Bagaimana sistem bagi hasil antar aktor dan kontribusi eksistensi institusi

dalam kenelayanan tradisional ?

3. Bagaimana strategi resistensi dalam kegiatan kenelayanan tradisional ?

6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah peneliti berusaha

mengetahui bagaimana strategi keberlanjutan kenelayanan masyarakat nelayan Rote

Ndao, khususnya desa Papela yang dihadapkan pada kondisi yang sangat sulit. Di

tengah kondisi dan tantangan yang menghimpit mereka, menjadi menarik untuk

meneliti bagaimana mereka melakukan strategi-strategi untuk dapat bertahan hidup.

Secara akademis sumbangan yang diberikan oleh penelitian ini terletak pada adanya

pengembangan wacana teoritis secara lebih komprehensif untuk memahami

bagaimana nelayan tradisional di Rote Ndao melakukan strategi-strategi bertahan

hidup. Berkaitan dengan itu, secara khusus hasil penelitian ini diharpkan dapat

memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai realitas kemiskinan nelayan

tradisional di daerah Rote Ndao.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara akademis kegunaan penelitian ini adalah pada pengembangan wacana

teoretis terhadap bagaimana strategi hidup nelayan. Secara khusus, penelitian ini

menyorot pada lokasi kajian nelayan di Kabupaten Rote Ndao dimana ia adalah

masyarakat nelayan yang banyak dihadapkan pada masalah-masalah yang bisa

mengancam keberlanjutan kerja kenelayanan. Diharapkan penelitian ini dapat

menyumbang khasanah pengetahuan keberlanjutan kenelayanan di masyarakat

pinggir pantai yang masih terbatas jumlahnya.

Secara pragmatis, hasil studi diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada

pemangku kebijakan terhadap kehidupan nelayan perairan Rote Ndao bagi

7

penyusunan kebijakan perikanan laut yang mempertimbangkan guna merumuskan

kebijakan yang dapat memihak pada para nelayan. Sehingga kebijakan yang disusun

dapat membantu masyarakat pinggir pantai mempertahankan keberlanjutan

kenelayanan mereka bagi kehidupan nelayan perairan Rote Ndao.

1.5 Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian akademis yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini,

penelitian pertama adalah penelitian dari Andryan (2015) yang berjudul Perlindungan

Negara Indonesia terhadap Nelayan Tradisional dalam Pemenuhan Hak Perikanan

Tradisional berdasaran Hukum Internasional. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengkaji kesesuaian antara peraturan hukum internasional dengan hokum nasional

Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada nelayan tradisional serta mengkaji

faktor yang berkontribusi terhadap kesesuaian atau ketidaksesuaian antara hukum

internasional dengan hukum nasional Indonesia dalam memberikan perlindungan

terhadap nelayan tradisional. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hukum

nasional Indonesia kurang memberikan perlindungan pemenuhan hak perikanan

tradisional yang disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu beragamnya kondisi sosio

ekonomi nelayan di dunia, tumpang tindih regulasi nasional serta belum adanya

undang-undang khusus yang melindungi nelayan. Penelitian andryan ini jelas berbeda

dengan penelitian saya, karena andryan lebih fokus dalam aturan hukum terkait

perlindungan nelayan, sedangkan penelitian saya lebih kepada strategi keberlanjutan

8

nelayan tradisional dalam menghadapi tekanan-tekanan baik yang timbul dari dalam

komunitas maupun dari luar komunitasnya.

Penelitian Pojo semedi dalam bukunya (2003) yang berjudul Close to the stone

far from the Throne, secara garis besar Pujo melihat sejarah dari komunitas nelayan

di Jawa periode 1820-1990, khususnya di wilayah Wonokerto kulon dan Pekalongan.

Penelitian ini merupakan studi antropologi. Di dalam salah satu babnya, Pujo

menjelaskan pada era 90-an Negara sudah menerapkan sistem pajak dalam

kenelayanan, hal ini merupakan pengaruh dari produk rezim kolonial. Di Wonokerto

kulon, para nelayan sering bertukar perahu dan rekan kerja. Hal ini berarti nelayan

memiliki kebebasan secara individual. Struktur nelayan yang dulu ada di era 90-an

saat ini sudah tidak ditemukan pada saat ini. Hilangnya struktur nelayan mungkin

dikarenakan modernisasi dan komersialisasi. Sedangkan di Pekalongan studi Pujo

mengungkapkan bahwa seiring pertumbuhan jumlah nelayan dan perkembangan

pembangunan telah merusak sumber daya alam, karena pada era tersebut nelayan

sebagai pekerjaan utama. Bagi masyarakat Pekalongan, sebagai nelayan bukan hanya

jalan mencari uang namun sudah di klaim sebagai jalan hidup. Penelitian Pujo ini

berbeda dengan penelitian saya, karena Pujo lebih fokus di Pulau Jawa dan saya di

luar pulau jawa yang dari sisi geografis letaknya sangat lebih jauh lagi dari pusat

pemerintahan dan Rote adalah benar-benar pulau batu karang dan merupakan pulau

terluar NKRI dekat daerah perbatasan Negara. Selain itu periode data penelitian Pujo

di beberapa era pemerintahan, sedangkan yang saya teliti adalah kondisi nelayan pada

masa sekarang.

9

Sedangkan penelitian Brooke Nolan (2011) yang berjudul Ekonomi Politik

Masyarakat Nelayan Skala Kecil: Sebuah Studi Perbandingan Masyarakat

Pendatang di Rote Ndao dan Jawa Timur. Penelitian tersebut merupakan studi

antropologi, yang dipusatkan dalam kebudayaan, perkembangan masyarakat dan pola

kerja di kedua tempat penelitiannya. Ia mengambil fokus pada pengertian

pembangunan, peranan perempuan dan hubungan antara masyarakat dan lembaga

negara. Pola pekerjaan dan tingkat kesejahteraan nelayan di kedua tempat

penelitiannya yakni Pepela dan Sendang Biru sangat dipengaruhi oleh adanya

hubungan patron – client (gusti – kawula). Hubungan patron – client tersebut

bercirikan ketergantungan client terhadap patron yang lebih berkuasa secara sosial

ekonomi. Dalam hubungan tersebut, client berharap menerima perlindungan dan

bantuan ekonomi dari patron selama masa kesulitan.

Nolan menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan yang dipikul masyarakat

Sendang Biru sama sekali tidak seberat tingkat kemiskinan yang ada di Pepela. Di

Pepela, kemiskinan nelayan biasanya disebabkan oleh hutang yang sangat tinggi. Hal

ini berarti, nelayan Pepela yang baru mulai berlayar seringkali punya jumlah hutang

yang kecil (di bawah Rp.1.000.000). Akan tetapi, nelayan Pepela yang sudah

bertahun-tahun menangkap ikan sehingga telah menjadi nakhoda punya hutang paling

besar (Rp. 50.000.000-Rp. 100.000.000). Hal ini terjadi karena nelayan yang lebih

dari 10 tahun berlayar biasanya beberapa kali dipenjarakan di Australia.

Kemungkinan besar, sebelum dipenjarakan, perahunya dibakar oleh pihak keamanan

Australia sehingga pada saat dikirimkan kembali ke Papela, perahu yang harus

10

diganti dengan yang baru menyebabkan hutang nelayan (terutama nahkoda)

bertambah terus.

Studi yang dilakukan Nolan merupakan studi Antropologi. Hal ini jelas berbeda

dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh saya saat ini yang melakukan

penelitian dengan menggunakan studi sosiologi. Pendekatan antropologi

menggunakan studi etnografi dalam banyak penelitiannya. Dalam studi etnografi,

peneliti cenderung akan lebih subjektif, karena kedekatannya dengan subjek

penelitiannya. Studi yang dilakukan juga merupakan studi perbandingan antara

masyarakat pendatang di Rote Ndao dan Jawa Timur. Subjek penelitian Nolan juga

mereka yang merupakan warga pendatang, sedangkan yang saya saya teliti ialah

nelayan tradisional yang merupakan warga asli Rote Ndao. Saya juga meneliti

bagaimana para nelayan tradisional di Rote Ndao harus memiliki strategi-strategi jika

ingin bertahan hidup. Ini yang tidak dilakukan Nolan dalam penelitiannya di atas.

Selain itu saya juga melihat perubahan iklim dan dampaknya terhadap kehidupan

nelayan tradisional yang ada di Rote Ndao.

Penelitian Bailey (1988) adalah contoh yang bagus bagi penelitian kebijakan

pemerintah Indonesia di bidang perikanan terhadap kehidupan nelayan tradisional di

Indonesia. Ia mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia yang lebih

bertujuan pada peningkatan produksi, membawa konsekuensi terhadap terjadinya

overfishing. Hal ini telah memberikan dampak yang negatif terhadap berkurangnya

sumber mata pencaharian nelayan tradisional di Indonesia. Artinya, kebijakan

pemerintah di bidang perikanan kadang tidak tepat bagi kehidupan nelayan. Bailey

menyimpulkan bahwa nelayan di Indonesia adalah yang termiskin dari golongan

11

miskin di Indonesia. Selanjutnya adalah studi yang dilakukan Emerson (1979) di

pantai utara Jawa Tengah. Ia melakukan studinya khususnya di daerah Pati, Jepara,

Rembang dan Demak mengenai penerapan modernisasi dalam kegiatan nelayan.

Emerson mengungkapkan bahwa tidak ada perubahan nasib yang signifikan dalam

nasib kehidupan nelayan tradisional semenjak adanya modernisasi kegiatan nelayan.

Ia kemudian menambahkan bahwa dalam penelitiannya terdahulu pada 1977 di

Muncar, Jawa Timur, program modernisasi dalam kegiatan penangkapan ikan tidak

saja berefek pada kehidupan nelayan, tetapi juga menimbulkan ketegangan di antara

para nelayan tradisional.

Masih terdapat celah yang bisa diisi di penelitian Bailey. Meski sama-sama

meneliti kehidupan nelayan, namun lokasi penelitian antara yang dilakukan Bailey

dan saya jelas berbeda. Bailey melakukan penelitiannya pada nelayan-nelayan di

beberapa wilayah di pulau Jawa, sedang saya melakukannya di Nusa Tenggara Timur

yaitu pulau Rote Ndao. Strategi merupakan kata kunci yang menjadi pembeda antara

penelitian yang saya lakukan dan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya di atas.

Bagaimana nelayan-nelayan yang masuk dalam golongan warga miskin di Rote Ndao

melakukan strategi-strategi untuk dapat bertahan hidup di tengah banyak

permasalahan yang menghimpit mereka baik dalam kehidupan sebagai nelayan,

maupun dalam kehidupan rumah tangga sebagai kepala keluarga yang

bertanggungjawab menafkahi keluarganya.

12

1.6 Kerangka Teori

Penelitian ini bermaksud untuk melihat berbagai strategi yang dilakukan oleh

para nelayan tradisional khususnya nelayan yang ada di Pulau Rote dalam menjalani

profesinya sebagai nelayan. Menjadi menarik karena berbagai tantangan harus

mereka lalui dalam kesehariannya, diantaranya perubahan iklim yang secara langsung

berdampak pada hasil tangkapan yang mereka peroleh setiap harinya. Belum lagi

hasil tangkapan mereka yang akhirnya berkurang dan tidak mampu mencukupi

kebutuhan mereka sehari-hari membuat mereka akhirnya terlilit hutang yang cukup

banyak. Kajian mengenai strategi menjadi penting dalam hal ini sebagai pisau analisis

dalam penelitian ini.

Indonesia memiliki sumber daya kelautan yang melimpah. Makhluk hidup yang

ada di laut merupakan sumberdata alam yang terbuka (open access). Artinya laut dan

sesisinya merupakan sumberdaya milik bersama. Lebih lanjut lagi secara terbuka

orang dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut dengan caranya masing-masing.4

Sebagai sumberdaya milik bersama, menurut Gordon sumberdaya laut cenderung

tangkap lebih (over fishing).5 Hal tersebut didasari dua hal, pertama dalam upaya

memaksimalkan banyaknya hasil tangkap, tidak bisa dibatasi seperti halnya

sumberdaya milik pribadi atau perseorangan. Hal ini yang akhirnya memunculkan

aroma persaingan diantara nelayan itu sendiri. Faktor kedua ialah tidak ada batasan

seberapa jumlah nelayan yang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di laut.

4 Hardin, G.1968. The Tragedy of Commons, Science-162 No. 3855, hal. 1243-12485 H.S, Gordon. 1954. The Fishery, Journal of Political Economy. The EconomicTheory of Common Resource. Jilid 62, No 2, hal 124-142

13

Selama sumberdaya tersebut mengandung nilai ekonomis, maka selama itu juga

jumlah nelayannya akan terus bertambah.

Sumberdaya perikanan atau sumberdaya laut lainnya pada dasarnya dapat

dimanfaatan secara berkelanjutan. Namun intensitas pemanfaatannya dapat

dikendalikan dengan memahami ketersediannya stok. Keseimbangan ketersediaan

akan terganggu bila pemanfaatan atau penangkapannya melampaui batas

pertumbuhan makhluk hidup itu sendiri.6

1.6.1 Strategi Bertahan Hidup

Era globalisasi merupakan era keterbukaan ekonomi antar negara, sehingga

gejolak ekonomi dalam sebuah negara bisa berdampak terhadap negara yang lain dan

mempengaruhi stabilitas ekonomi global dalam sebuah kawasan. Krisis global

tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk miskin dan yang

memprihatinkan adalah krisis tersebut membawa negara-negara berkembang pada

situasi yang beresiko seperti halnya negara Indonesia. Di negara-negara maju,

pemerintah menyediakan fasilitas seperti pemberian pensiun, bantuan pada

penyandang cacat, asuransi kesehatan, keselamatan, dan asuransi bagi pengangguran.

Namun pada umumnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dana yang

dimiliki pemerintah belum mampu untuk mengimplementasikan program sosial

seperti halnya yang sudah dilakukan oleh negara-negara maju. Dana yang dimiliki

lebih difokuskan untuk membiayai pendidikan dasar, kesehatan, dan pembangunan

6 C, Mitchell. 1979. Bioeconomics of Commercial Fisheries Management. Journal ofthe Fisheries Research Board of Canada. hal 699-704.

14

infrastruktur. Di Indonesia, dalam kondisi krisis pada umumnya rakyat menggantikan

peran negara dalam hal memberikan jaminan asuransi sosial. Seperti yang biasa kita

lihat di sekitar kita bahwa salah satu bagian keluarga akan menanggung beban

keluarganya sendiri. Sehingga menjadi suatu hal yang wajar jika semua manusia

berusaha menemukan jalan keluar dan melakukan pilihan-pilihan untuk bertindak

demi eksistensi kehidupannya, apalagi mereka yang termasuk kategori hidup dalam

kemiskinan, termasuk komunitas nelayan tradisional. Pilihan-pilihan itu merupakan

strategi survival dalam mempertahankan hidupnya.

Konsep strategi menurut Strickland dalam bukunya Winardi, strategi

merupakan bauran yang terdiri atas tindakan-tindakan yang dilakukan secara sadar

yang ditujukan ke arah sasaran-sasaran tertentu dan tindakan-tindakan yang

diperlukan guna menghadapi perkembangan-perkembangan yang tidak diantisipasi

dan dikarekan tekanan-tekanan kompetitif yang dilancarkan.7

Bryson secara sederhana mendefinisikan strategi sebagai a plan to archieve the

mission and meet the mandates. Suatu rencana untuk meraih misi dan melaksanakan

mandate.8

Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa strategi survival adalah sebuah

ide atau pemikiran yang dilaksanakan sebagai aksi atau perbuatan sebagai bentuk

perlawanan dari ketidakberdayaan dengan tujuan mampu mempertahankan

eksistensinya baik dalam pekerjaan ataupun kehidupannya.

7 Winardi, J., Enterpreneur dan Enterpreneurship. Jakarta Prenada Media Group, 2003. Hal:1078 John Bryson, strategic Planing for Public and Profit Organization: A Guide Strengthening andSustaining Organizational Achievement. San Francisco. Hal.131

15

Dalam hal ini kondisi sulit bisa terdiri dari berbagai macam hal, namun yang

paling dominan ialah permasalahan ekonomi. Kebutuhan ekonomi merupakan

kebutuhan dasar manusia, khususnya mereka yang sudah berumah tangga. Hal ini

karena akan berpengaruh terhadap akses-akses yang dapat diraih seseorang, misalnya

akses kesehatan, akses pendidikan dan yang terpenting ialah keterbatasan akses

rumah tangga pada sumberdaya di bumi yang akan berpengaruh pada ketahanan

pangan mereka. Karena hal inilah masyarakat melakukan strategi-strategi untuk dapat

mendapatkan akses-akses tersebut.

Dalam konteks penelitian ini, strategi keberlanjutan pekerjaan kenelayanan

akan mencakup bagaimana nelayan tradisional menciptakan strategi keberlanjutan

dalam kenelayanan tradisional di Rote. Ekonomi seperti yang dijabarkan di atas

adalah variabel terpenting, kemudian akan menopang konteks yang akan menghiasi

pilihan-pilihan mereka dalam melakukan strategi.

1.6.2 Nelayan Tradisional

Unsur-unsur aktivitas yang terkait di dalam kegiatan nelayan sangat kompleks

dan berresiko tinggi. Laut menjadi sangat penting bagi nelayan, sehingga apabila

kebijakan penanganan yang ditempuh tidak tepat, ia malah menambah kemiskinan

nelayan.

Lebih jauh Firth mengungkapkan ciri-ciri khas pekerjaan nelayan sebagai

berikut; 1) hasil usaha nelayan bersifat daily increments, sehingga nelayan tidak

mampu untuk merencanakan penggunaan pendapatannya untuk keperluan produksi;

2) teknologi pasca panennya relatif mahal dan lebih rumit sehingga biasanya tidak

16

dapat dijangkau oleh para nelayan kecil; 3) produk nelayan tidak berhubungan

dengan makanan pokok sehingga nelayan lebih banyak terlihat dalam ekonomi tukar

menukar; 4) dalam proses produksi, seluruh anggota keluarga nelayan tidak ikut

terlibat dalam proses produksi; 5) investasi bagi nelayan mengandung resiko lebih

besar karena alat tangkap mudah rusak dan penyusutannya tinggi sehingga nelayan

lebih sering dikategorikan sebagai kelompok yang miskin.9

Selanjutnya dalam tata sosial nelayan, dengan adanya modernisasi peralatan

penangkapan ikan, telah tercipta stratifikasi masyarakat nelayan dengan penguasaan

modal dan alat produksi yang dimiliki sebagaimana dikemukakan Bailey. Masyarakat

nelayan terbagi menjadi tiga kelas. Pertama, nelayan skala besar (large scale sub-

sector) adalah nelayan-nelayan yang dalam pengoperasiannya menggunakan jenis

peralatan penangkapan ikan yang serba modern. Alat-alat penangkapan dan kapal

ikan yang digunakan rata-rata memiliki kekuatan mesin 50 GT atau lebih. Nelayan

skala besar umumnya dikelola badan usaha nasional milik pemerintah atau swasta

dan tidak jarang bekerja sama dengan investor asing. Kegiatan penangkapan ikan

biasanya lebih ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan ekspor. Ia lebih menjadi

perhatian utama pemerintah, baik dari segi kebijakan permodalan, regulasi maupun

bantuan teknis lainnya.

Kedua, nelayan skala menengah (medium scale subsector) yang pada umumnya

adalah nelayan yang menggunakan peralatan penangkapan ikan yang relatif cukup

modern, baik dilihat dari jenis armada maupun alat-alat penangkapan ikan yang

9Firth Raymond.1966. Malay Fishermen; They Peasant Economy. New York; WW Norton andCompany Inc. Hal 2-3

17

dipergunakan dalam menangkap ikan. Jenis armada yang digunakan nelayan skala

menengah berupa perahu bermesin dalam (inboard engine) dengan ukuran 5 GT

sampai dengan 30 GT. Demikin juga alat-alat penangkapan ikan yang digunakan,

terdiri dari Huhate, pukat cincin dan jaring insang.

Ketiga, nelayan kecil (small scale subsector) yang biasanya terdiri dari nelayan

tradisional miskin yang setiap harinya hanya menggunakan alat-alat sederhana serta

tidak menggunakan alat penangkap ikan yang bermesin. Umumnya jenis perahu yang

digunakan nelayan skala kecil adalah jukung. Termasuk kategori nelayan kecil adalah

nelayan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, nelayan yang

menggunakan jaring ikan di tepi pantai, jaring lempar dan lain-lain.10 Dengan

demikian, menurut Bailey ada posisi yang berbeda antar kelompok masyarakat

nelayan dalam struktur masyarakat nelayan. Perbedaan posisi tersebut selain

ditentukan oleh modal dan peralatan teknologi penangkapan ikan yang dimiliki, juga

ditentukan oleh skala usaha yang dikelola para nelayan.

1.6.3 Keberlanjutan Kenelayanan

Merujuk pada Brundland Commision UN, Istilah keberanjutan popular dan

melekat dengan istilah pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang

mempertemukan kebutuhan sekarang dengan mengkompromikan kemampuan dari

generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.11

10Bailey C et all. 1987. Indonesia Marine Capture Fisheries. Jakarta; Directorate General of Fisheries,Ministry of Agriculture. Hal 66-8311 Brundtland Commision, UN. 1987. UN Documen gathering a body of Global Agreements. Internethttp://www.un-documents.net/ocf-02.htm. Diakses pada 16 Maret 2014.

18

Dobson menerapkan prinsip keberlanjutan ke dalam system-sistem social

berarti bahwa system-sistem tersebut harus dievaluasi bukan sekedar dalam peranan

dan fungsi jangka pendeknya, tetapi juga dalam hal kelangsungan jangka panjangnya,

dampaknya terhadap system-sistem lain, energy yang ekstraknya dari lingkungan dan

keluarannya.12

Sedangkan dari perspektif lingkungan, menurut Odum dalam bukunya

Bartelmus, Sustainability is originally an ecological concept, reflecting ‘prudent

behaviour’ by a predator that avoids over exploiting its prey to ensure an optimum

sustained yield. Bahwa keberlanjutan merupakan suatu gagasan ekologis yang

mencerminkan sikap kehati-hatian pemangsa yang menghindari eksploitasi berlebih

terhadap mangsanya untuk memastikan suatu hasil maksimal yang berkelanjutan.13

Konsep keberlanjutan merupakan tindakan bersama yang berkesinambungan

yang merupakan hasil dari proses belajar social berupa peningkatan kapasitas, baik

itu di tingkat individu maupun di tingkat komunitas masyarakat untuk melaksanakan

pembangunan dan pengelolaan sumber daya di lingkungannya secara mandiri.

Tindakan bersama yang berkesinambungan tersebut, dimungkinkan karena dalam

masyarakat yang bersangkutan telah terjadi proses institusionalisasi, yaitu

terintegrasinya aktivitas membangun dan mengelola sumber daya secara mandiri ke

12 Ife, Jim. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal: 17813 Bartelmus, Peter. 1994. Environment, growth and development: The Concepts and strategies ofsustainability, Routledge, London and New York. Hal: 61.

19

dalam pola aktivitas bersama dalam komunitas, sehingga aktivitas membangun akan

tetap berlangsung baik ada atau tidak adanya rangsangan dari luar.14

Penelitian ini akan melingkupi dua aspek utama, yaitu aspek ekonomi sebagai

pondasi utama kenapa masyarakat harus mempertahankan keberlanjutan kenelayanan

mereka, dan aspek sosiologis di mana relasi-relasi sosial dan perubahan-

perubahannya akan dibahas seiring penerapan-penerapan strategi yang dilakukan oleh

nelayan-nelayan Papela dalam mempertahankan keberlanjutan kenelayanan

tradisional.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus. Metode studi kasus

merupakan kategori penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif meliputi

pengamatan, analisis dokumen dan wawancara (wawancara mendalam dan diskusi

kelompok terarah (Focus Group Discussion)). Pendekatan ini digunakan untuk

mengungkapkan dan memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum

diketahui sehingga akan dapat memberi rincian yang kompleks tentang sebuah

fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. Dokumen kebijakan dan

peraturan perundangan adalah sumber data yang penting juga. Metode pendekatan

kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi aspek kelembagaan

pengelolaan perikanan. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga nelayan,

dimana informannya meliputi tengkulak, kelompok nelayan, pemimpin masyarakat,

pemerintah lokal (Disparbud Kab. Rote Ndao, DKP Kab. Rote Ndao, Bappeda Kab.

14 Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal:419-420.

20

Rote Ndao, dan DPRD Kab. Rote Ndao), BKKP Kupang serta LSM (lokal maupun

internasional).

Penelitian yang dilakukan adalah Kualitatif Deskriptif. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan atau menjelaskan “apa adanya”

yang mencoba memberikan interpretasi secara mendalam terhadap temuan-temuan

lapangan berdasarkan fakta-fakta sosial yang sebenarnya. Bog dan Taylor dalam

bukunya Moleong mengartikan teknik penelitian kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati.15

Peneliti berusaha menggali sedapat mungkin fenomena sosial yang

dipermasalahkan dalam penelitian ini, yakni strategi keberlanjutan kenelayanan

tradisional di Papela Kabupaten Rote Ndao, sehingga terdeskripsikan dengan baik,

sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai kaidah-kaidah dalam metode

penelitian.

1.7.1 Jenis dan Sumber Data

Data penelitian ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang

berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang khusus

dirancang sesuai dengan tujuannya. Data sekunder diperoleh dari sumber tidak

langsung, biasanya berupa data-data dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat

15Moleong.Lexy.J. 2002.Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal: 3.

21

mendukung data dalam penelitian. Untuk melindungi sumber data maka nama

informan akan disamarkan.

Sumber data penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung dan

wawancara mendalam yang bersifat terbuka (in depth interview). Wawancara

dilakukan langsung dengan obyek dan melalui informan yaitu orang-orang yang

mengenal obyek penelitian secara dekat. Dokumen atau catatan harian, refleksi

pribadi obyek penelitian (dokumen personal), evaluasi dari orang yang mengenal

obyek penelitian (catatan resmi lain), serta rekaman penelitian.

1.7.2 Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini adalah individu (nelayan). Setelah informasi

yang didapatkan cukup peneliti mulai meminta referensi beberapa orang yang masuk

dalam klasifikasi penelitian untuk dapat diwawancarai. Kemudian penentuan

informan selanjutnya diarahkan berdasarkan informasi yang didapat.

1.7.3 Metode Analisis Data

Untuk menganalisis penelitian ini, dilakukan dengan langkah sebagai berikut;

1. Pengumpulan informasi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara.

Tingkat analisisnya adalah individu.

2. Reduksi. Setelah mendapatkan berbagai sumber data, langkah berikutnya memilih

informasi yang sesuai dengan masalah penelitian yaitu strategi keberlanjutan

kenelayanan tradisional.

22

3. Penyajian. Data hasil penelitian dan berbagai informasi yang berkaitan dipilih dan

disusun menjadi laporan hasil penelitian, bisa dalam bentuk tabel ataupun uraian

penjelasan.

4. Tahap akhir. Menarik kesimpulan dan melakukan triangulasi data guna mengecek

kebenaran informasi untuk menjaga validitas data.

Metode yang konkrit dilakukan dalam penelitian ini adalah diawali dengan survey

lokasi untuk menentukan wilayah survey yang peneliti gali melalui kuesioner, setelah

diketahui peta aktor dan komunitasnya baru dilanjutkan dengan FGD. Selanjutnya

peneliti melakukan wawancara mendalam untuk menggali data lebih jauh.

Metode penelitian yang konkrit dilakukan di lapangan adalah membagi komunitas

dalam dua tingkat, yaitu:

1. Komunitas:

a. Nelayan komunitas

b. Tokoh lokal

c. Pemerintah desa, beserta kepala desa dan perangkatnya

d. Pengusaha wisata

2. Supra-komunitas: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Teknik pengambilan datanya adalah menggunakan metode Survey, Kuisioner,

diskusi kelompok terarah (FGD), dan wawancara mendalam.

Sedangkan topik-topik yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Kondisi sosial dan ekonomi; interaksi dengan pemangku kepentingan lain; isu

permasalahan tata kelola berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan

kelautan; dan pengetahuan lokal

23

2. Timeline atau sejarah mengenai perdesaan, aturan lokal, sistem dan pola

perikanan tangkap lokal.

3. Pembangunan sosial dan ekonomi dalam wilayah penelitian; beberapa

krieteria alasan aturan lokal.

4. Interaksi dengan pemangku kepentingan lain, isu permasalahan tata kelola

berkaitan dengan ekosistem terumbu karang, proses dalam merencanakan

aturan kedepan.

5. Isu permasalahan pengelolaan sumberdaya pesisir.

Dalam survei ekonomi rumah tangga, melibatkan 180 rumah tangga nelayan.

Sampel diambil dengan menggunakan stratifiedrandom sampling berdasarkan atas

kondisi dan strata nelayan (nelayan tangkap dan budidaya), status kepemilikan dan

kepemilikan jenis alat tangkap. Jumlah sampel di setiap desa akan ditentukan secara

proporsional sesuai dengan populasi yang ada. Berdasar data dalam angka Kabupaten

Rote Ndao 2012 dan Profile Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rote Ndao

2013, maka diambil desa dari 10 kecamatan yang dinilai dari segi banyaknya jumlah

nelayan, banyaknya petani budidaya rumput laut dan armada perahu/kapal serta alat

tangkap yang dimiliki, maka kelima kecamatan tersebut adalah: Kecamtan Rote Barat

Daya, Kecamatan Rote Barat, Kecamatan Rote Barat Laut, Kecamatan Lobalain dan

Kecamatan Rote Timur.

Pengambilan data mengenai pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya

pesisir dan perikanan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu

menggunakan wawancara mendalam. Untuk mengetahui pola pemanfaatan dan

24

pengelolaan pesisir dan perikanan terlebih dahulu memetakan karakteristik dan

tipologi nelayan berdasarkan alat tangkap, jenis komoditas/spesies target dan area

fishing ground nya serta musim penangkapan.

Pendekatan penelitian yang digunakan untuk mengetahui kondisi sosial dan

ekonomi nelayan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan

kualitatif menggunakan metodologi wawancara mendalam dan FGD, sedangkan

untuk pendekatan kuanititatif menggunakan kuisioner untuk mengetahui kondisi

ekonomi dengan mengkaji pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dari hasil mata

pencaharian sehari-hari.

Dalam proses melakukan survey, para nelayan tradisional cukup responsive

dan sangat kooperatif, walaupun di awal kurang peduli karena mereka sudah cukup

sering ditanya oleh petugas dinas pemerintah namun setelah itu mereka tidak pernah

kembali lagi sehingga mereka berpikir hal ini tidak akan ada manfaatnya buat mereka

dan keluarga. Setelah banyak bercerita akhirnya mereka mau sangat kooperatif.

Setelah peneliti mendapat data dari hasil survey ini akhirnya mencoba lebih focus

untuk berbicara kepada masing-masing komunitas melalui FGD.

Kegiatan FGD pada awalnya terkesan kaku dan berpikir bahwa ini adalah

untuk kegiatan pemerintah. Para nelayan tradisional di Rote memang kurang dekat

dengan pemerintah daerah. Namun setelah peneliti mencairkan suasana dengan

guyonan-guyonan yang biasa diterapkan oleh LSM dalam melakukan pendekatan

kepada masyarakat terutama saat FGD, mereka akhirnya saling tertawa dan membuat

kami merasa lebih dekat. Dan akhirnya suara-suara lantang mereka menceritakan

semua hal tentang kegiatan kenelayanan di Rote sampai tentang ekonomi dan rumah

25

tangga mereka. Pada saat FGD, suara didominasi oleh tokoh-tokohnya saja. Sehingga

peneliti merasa harus melakukan wawancara mendalam dengan menemui satu persatu

nara sumber yang menurut peneliti mereka mempunyai peran penting dalam

kenelayanan tradisional.

Ketika melakukan wawancara mendalam inilah, banyak informasi yang

peneliti dapatkan bahkan mereka mampu menceritakan hal-hal yang bersifat rahasia

yang bahkan tidak mungkin dibicarakan di kalangan mereka sendiri.