bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah 1.pdfmelatarbelakangi timbulnya masalah–masalah...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahkan lingkungan hidup Indonesia yang
wajib dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya agar dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dan mahluk hidup lainnya demi
kelangsungan hidup itu sendiri. Menurut Munadjat Danusaputro yang dikutip oleh
Muhammad Akib, lingkungan atau lingkungan hidup diartikan dengan semua benda dan
daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah-perbuatannya, yang terdapat
dalam ruang di mana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad–jasad hidup lainnya.1 Dalam melestarikan lingkungan
hidup juga tidak luput dari permasalahan–permasalahan yang ada. Merosotnya kuantitas
dan kualitas sumber daya alam, tercemarnya lingkungan fisik, dan timbulnya dampak
negatif pembangunan terhadap lingkungan hidup merupakan cakupan dari permasalahan
lingkungan hidup tersebut.
Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup baik karena terjadinya
pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak
negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost),
dan tergantungnya sistem alami (natural system).2 Terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya masalah–masalah lingkungan hidup. Para sarjana tidak mempunyai
1Muhammad Akib, 2013, Hukum Lingkungan : Perspektif Global dan Nasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 1.
2Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.3.
1
2
pandangan yang sama tentang sebab-sebab timbulnya masalah–masalah lingkungan.
Berdasarkan sudut pandang para sarjana, maka setidak–tidaknya ada lima faktor yang
melatarbelakangi timbulnya masalah–masalah lingkungan, yakni teknologi, penduduk,
ekonomi, politik dan tata nilai yang berlaku.3
Ketersediaan jumlah sumber daya alam bukanlah tak terbatas baik dalam jumlah
maupun kualitasnya dan di sisi lain kebutuhan terhadap sumber daya alam tersebut semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang semakin meningkat dan
kebutuhan yang juga semakin meningkat. Hal seperti demikian dapat menyebabkan
pengurasan terhadap sumber daya alam. Pengurasan sumber daya alam (natural resource
depletion) diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana
sehingga sumber daya alam itu baik kualitasnya maupun kuantitasnya menjadi berkurang
atau menurun dan pada akhirnya akan habis sama sekali.4 Dengan ketersediaan sumber
daya alam yang tidak tak terbatas dan kebutuhan akan sumber daya alam yang semakin
meningkat maka dapat menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi terganggu dan
menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Sumber daya alam yang sangat berguna dan paling potensial dalam kehidupan
manusia serta mahluk hidup lainnya ialah air. Air merupakan kebutuhan utama dalam
kehidupan untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun untuk menunjang pembangunan.
Seluruh aspek kehidupan membutuhkan air bersih. Kebutuhan akan air selalu mengalami
peningkatan sejalan dengan pertumbuhan penduduk untuk memanfaatkannya dalam
berbagai kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan lain-lain.
3Ibid, h. 6. 4Ibid, h. 2.
3
Seiring berjalannya waktu, ketersediaan akan air pun akan berkurang sehingga
menyebabkan terjadinya krisis air bersih. Perilaku masyarakat yang cenderung boros dalam
memanfaatkan air merupakan pemicu terjadinya krisis air bersih. Hal ini disebabkan karena
masyarakat menganggap air adalah milik umum dan tidak terbatas. Kerusakan lingkungan
hidup juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya krisis air bersih disamping
pembangunan di segala bidang.
Dewasa ini, masalah terhadap air juga dirasakan di Provinsi Bali khususnya di
Kabupaten Badung. Badung sebagai daerah pariwisata di Bali, kebutuhan masyarakatnya
akan air sangatlah tinggi, khususnya kebutuhan akan air tanah yang saat ini menjadi sorotan
banyak pihak di Kabupaten Badung. Kebutuhan akan air tanah yang sangat tinggi ini dapat
dilihat dari data yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, terdapat
800 wajib pajak (WP) air tanah di Badung, 420 wajib pajak yang berizin dan 380 wajib
pajak yang tidak berizin.5 Dalam rapat koordinasi mengenai RAPBD Badung 2015 antara
pihak DPRD dengan eksekutif Badung, salah satu yang menjadi pembahasan hangat adalah
penggunaan air tanah secara besar-besaran di Kabupaten Badung, yang belakangan ini sulit
diredam. Saat ini diduga sudah banyak perusahaan khususnya di bidang pariwisata yang
menggunakan air tanah secara ilegal, tetapi kontrol dari pemerintah terkesan lemah.6 Selain
merugikan dari sisi lingkungan, penggunaan air tanah yang tak terkontrol juga
menyebabkan kerugian daerah dari sisi pendapatan. Air yang digunakan oleh masyarakat
ada sebagian berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sumur bor (air
tanah). Dari pantauan Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung, saat ini ada kecenderungan
5“Dispenda Beber Masalah Pajak Air Tanah di Badung Terdata 800 WP Tak Berizin 380”, Denpost, 14 November 2014, h. 3.
6Ibid.
4
air tanah dijadikan sumber air utama sebuah perusahaan. Padahal semestinya air tanah
hanya sebagai cadangan setelah air PDAM. Tak hanya itu, pengusaha juga cenderung
menyembunyikan sumur bornya.7 Berkurangnya persediaan air tanah di Kabupaten Badung
disebabkan oleh pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali.
Salah satu kawasan di Kabupaten Badung yang mendapat permasalahan terhadap
air tanah yaitu Kecamatan Kuta Selatan, seperti yang terjadi di Perumahan Bukit Pratama,
Jimbaran. Urusan pengeboran tanah untuk sumur di kawasan Perumahan Bukit Pratama,
Jimbaran ini bukan perkara mudah. Warga masih memilih membeli air karena bisa
terjangkau. Sementara kalau sumur bor, minimal harus ngebor 80 meter.8 Ini sekitar dua
kali lipat rata-rata kedalaman sumur bor di Denpasar. Sumor bor ini dibuat secara kolektif
oleh beberapa rumah tangga untuk lebih hemat biaya. “Tiap meter, biaya pengeboran Rp 1
juta. Jadi sedikitnya diperlukan Rp 100 juta untuk mendapat air tanah karena harus
membeli mesin pompa, pipa-pipa, dan lainnya”.9
Untuk menjaga agar permasalahan di atas tidak semakin meluas, maka pemerintah
harus mengatur pemanfaatan sumber daya air sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar–
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal tersebut kemudian dijabarkan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3026).
7Ibid. 8Luh De Suriyani, 2014, “Krisis Air di Jantung Pariwisata Bali”, http://www.balebengong.net/kabar-
anyar/2014/10/10/krisis-air-di-jantung-pariwisata-bali. html. diakses tanggal 23 Februari 2015 9Ibid.
5
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 1974 disebutkan “air adalah semua air yang
terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas
maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat
di laut”. Sedangkan untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Badung pengelolaan terhadap
sumber daya air khususnya air tanah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung
Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten
Badung Tahun 2013 Nomor 25, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor
24). Dalam bagian menimbang huruf a Perda ini disebutkan bahwa pengaturan air tanah
dimaksudkan untuk memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup akibat
pengambilan air tanah yang bertujuan agar keberadaan air tanah sebagai sumber daya air
tetap mendukung dan mengantisipasi tuntutan perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan serta berpihak kepada kepentingan rakyat.
Beberapa alasan diterapkannya Perda Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2013 ini
adalah sebagai upaya dalam mengawasi pelaksanaan perizinan terhadap kegiatan
pemanfaatan air tanah, sehingga tidak terjadi kecurangan dan eksploitasi terhadap
penggunaan air tanah di Kabupaten Badung. Hal ini diatur dalam Pasal 46 ayat (1) Perda
No. 25 Tahun 2013 yang menyebutkan “setiap orang yang melakukan kegiatan
pemanfaatan Air Tanah wajib memiliki Izin Pemakaian Air Tanah atau Izin Pengusahaan
Air Tanah”. Selain itu alasan diterapkannya Perda Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2013
ini adalah sebagai dasar dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan air tanah. Pengaturannya terdapat dalam Pasal 66 ayat (1)
Perda Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2013 yang menyebutkan “Bupati melakukan
6
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pengelolaan Air Tanah, terutama
berkaitan dengan ketentuan dalam Izin Pemakaian Air Tanah atau Izin Pengusahaan Air
Tanah”. Berdasarkan hal–hal yang telah dipaparkan dalam uraian latar belakang di atas,
maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian terhadap pelaksanaan dan
pengawasan izin pengelolaan air tanah di Kabupaten Badung khususnya di Kecamatan
Kuta Selatan. Oleh karena itu adapun judul skripsi ini adalah “PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013
TERKAIT PENGAWASAN ATAS IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH DI
KECAMATAN KUTA SELATAN”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1) Bagaimanakah pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan air
tanah di Kecamatan Kuta Selatan?
2) Bagaimanakah pelaksanaan perizinan terhadap penggunaan air tanah di Kecamatan
Kuta Selatan?
3) Bagaimanakah pengawasan Pemerintah Kabupaten Badung terhadap
penyelenggaraan pengelolaan air tanah di Kecamatan Kuta Selatan?
7
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam rangka menghindari terjadinya penyimpangan dalam pembahasan penelitian
ini serta agar pembahasannya lebih sistematis, metodelogis dan tidak terlalu luas, maka
penulisan penelitian ini perlu diberikan batasan ruang lingkupnya. Terhadap permasalahan
pertama akan dibahas mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam
pengelolaan air tanah di Kecamatan Kuta Selatan. Terhadap permasalahan kedua akan
dibahas mengenai pelaksanaan perizinan terhadap penggunaan air tanah di Kecamatan Kuta
Selatan. Terhadap permasalahan ketiga akan dibahas mengenai pengawasan oleh
Pemerintah Kabupaten Badung terhadap penyelenggaraan pengelolaan air tanah di
Kecamatan Kuta Selatan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Sejauh ini penelitian tentang “Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Badung Nomor 25 Tahun 2013 terkait Pengawasan Atas Izin Pengelolaan Air Tanah
di Kecamatan Kuta Selatan” belum pernah dilakukan. Hal ini diperoleh dengan observasi
melalui internet dan beberapa perpustakaan seperti Ruang Koleksi Skripsi Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Udayana. Secara spesifik tidak ada penelitian yang
mengangkat mengenai Pelaksanaan Perda Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2013
terkait Pengawasan Atas Izin Pengelolaan Air Tanah di Kecamatan Kuta Selatan, serta
implementasi Peraturan Daerah oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bad ung dalam upaya
mendorong kesadaran hukum masyarakat. Namun berdasarkan salah satu sistematika
8
penulisan harus menyertakan penelitian yang terkait dengan penelitian ini. Adapun
penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah :
Tabel 1. Penelitian yang Berkaitan
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Rumusan Masalah
1 Ni Luh Putu Arianti
Pelaksanaan Perda Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Bagaimanakah pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Kabupaten Badung No. 26 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan?
Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan Perda Kabupaten Badung No. 26 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan?
2 Ida Bagus Gede Dermawan
Kedudukan dan Wewenang Unit Pelayanan Terpadu dalam Memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan kepada Masyarakat di Kota Denpasar
Bagaimanakah kedudukan dan wewenang unit pelayanan terpadu dalam memberikan izin mendirikan bangunan kepada masyarakat di kota Denpasar?
Adakah kendala-kendala yang menjadi penghambat pelaksanaan pelayanan izin mendirikan bangunan kepada masyarakat di Kota Denpasar?
3 Eko Noris Pelaksanaan Pemberian Izin Pertambangan Batu Bara Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dharmasraya Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan dan Pengusahaan Energi di Kabupaten Dharmasraya
Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Izin Pertambangan Batu Bara berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Dan Pengusahaan Pertambangan dan Energi di Kabupaten Dharmasraya?
Bagaimana kendala dalam Pemberian Izin Pertambangan Batu Bara berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Dan Pengusahaan Pertambangan dan Energi di Kabupaten Dharmasraya dan upaya yang di lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?
9
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu:
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum mendalami permasalahan hukum secara umum yang tersirat dalam
judul penelitian. Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui
pelaksanaan Perda Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2013 di Kecamatan Kuta Selatan.
Adapun objek penelitian dibatasi terhadap pelaksanaan dan pengawasan atas i zin
pengelolaan air tanah di Kecamatan Kuta Selatan.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus mendalami permasalahan hukum secara khusus yang tersirat dalam
rumusan permasalahan penelitian. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini :
1) Untuk mengetahui pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan
air tanah di Kecamatan Kuta Selatan.
2) Untuk mengetahui pelaksanaan perizinan terhadap penggunaan air tanah di
Kecamatan Kuta Selatan.
3) Untuk mengetahui pengawasan oleh Pemerintah Kabupaten Badung terhadap
penyelenggaraan pengelolaan air tanah di Kecamatan Kuta Selatan.
1.6 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian selalu diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak. Melalui penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat berupa:
10
1.6.1 Manfaaat Teoritis
Manfaat teoritis penulisan penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum terutama masalah lingkungan.
Penilitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah informasi bagi pihak -
pihak yang ingin mengetahui bagaimana pengaturan dan pelaksanaan terhadap pengelolaan
air tanah di Kabupaten Badung.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penulisan suatu peneilitian diharapkan dapat memberikan
kontribusi untuk keperluan praktek. Manfaat praktis penulisan ini adalah:
1) Bagi pemerintah, sebagai masukan informasi terkait pelaksanaan izin pengelolaan
air tanah di Kuta Selatan.
2) Bagi masyarakat adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada
masyarakat yang ingin melakukan kegiatan pemanfaatan air tanah di Kabupaten
Badung dan sebagai pedoman bagi para pihak dalam pengurusan izin pemakaian air
tanah atau izin pengusahaan air tanah di Kabupaten Badung.
3) Bagi penulis adalah untuk menambah wawasan penulis berkenaan dengan
pelaksanaan dan pengawasan izin pengelolaan air tanah di Kuta Selatan.
1.7 Landasan Teoritis
1.7.1 Konsep Negara Hukum
Penegasan Indonesia adalah negara hukum dapat dilihat pada alenia keempat
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 1 ayat
11
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan maksud atau
tujuan yang sama, di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon lahir asas
“the Rule of Law state”, Negara berdasarkan kekuasaan hukum. Memang banyak sekali
faedahnya bagi kita untuk mempelajari asas-asas dan praktik-praktik penerapan ajaran the
Rule of Law tersebut di Inggris, Malaysia, Singapura, dan Australia, akan tetapi, oleh
karena negara kita menganut sistem hukum eropa kontinental, maka perlu kita ketahui apa
yang dimaksud dengan negara hukum (rechtsstaat).
Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga
sifatnya revolusioner.10 Konsep rechsstaat ini di Indonesia terdapat dalam Pasal 1 ayat (3)
UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”
merupakan perumusan yang tegas tentang konsep negara hukum yang memiliki arti hukum
adalah panglima dalam suatu negara. Sebaliknya konsep the rule of law berkembang secara
evolusioner. Hal ini tampak dari isi atau kriteria rechsstaat dan kriteria the rule of law.
Konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum continental yang disebut civil law,
sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut common law.
Karakteristik civil law adalah administratif, sedangkan karakteristik common law adalah
judicial. Adapun cirri – ciri rechtsstaat adalah11 :
a) adanya Undang–Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis
tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
b) adanya pembagian kekuasaan negara;
c) diakui dan dilindunginya hak–hak kebebasan rakyat.
10Ni’ Matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, Cet. 5, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 74.
11Ibid.
12
1.7.2 Teori Kewenangan
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal
dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif
administratif.12 Dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Kekuasaan untuk
melakukan sesuatu tindakan hukum publik merupakan pengertian dari wewenang.
Wewenang menandatangani atau menerbitkan surat-surat ijin dari seorang pejabat
pemerintahan merupakan salah satu contoh wewenang.
Mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan dalam
kajian Hukum Administrasi Negara sangatlah penting. Hal ini dikarenakan berkenaan
dengan pertangungjawaban hukum dalam penggunaan wewenanang tesebut. Tidak ada
kewenangan tanpa pertanggungjawaban merupakan salah satu prinsip negara hukum.
Atribusi, delegasi dan mandat merupakan sumber dan cara memperoleh wewenang.
Atribusi merupakan wewenang yang berasal dari peraturan perundang-undangan
atau wewenang yang bersifat asli. Dengan kata lain, organ pemeritahan memperoleh
kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-
undangan. Dalam retribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau
memperluas wewenang yang sudah ada.13
Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun hanya ada pelimpahan
wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak
lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih pada penerima (delegataris).
Sementara itu, pada mandat, penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas
12S Prajudi Atmosudirdjo, 1994, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 78. 13Ridwan HR, 2010, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, h. 105.
13
nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil
mandataris tetap berada pada mandat.14
Wewenang untuk membuat keputusan dan semua wewenang dalam rangka
melaksanakan tugasnya sebagai pembentuk wewenang merupakan ruang lingkup dari
wewenang pemerintah itu sendiri. Dalam negara hukum, undang-undang yang berlaku
merupakan sumber dari wewenang pemerintah tersebut, sehingga organ pemerintah tidak
dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan, melainkan
diberikan oleh undang-undang.
1.7.3 Penerapan Hukum
Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat Indonesia berarti
membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan/atau memaksa warga masyarakat
untuk taat terhadap hukum.15 Penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor–faktor
yang merupakan masalah pokok penegakan hukum itu sendiri. Dampak positif atau negatif
faktor–faktor tersebut terdapat dalam isi faktor–faktor itu sendiri. Sehingga faktor–faktor
tersebut memilik arti yang netral. Faktor-faktor tersebut meliputi: (a) faktor hukumnya
sendiri, (b) faktor penegak hukum, (c) faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum, (d) faktor masyarakat, (e) faktor kebudayaan.16
14Ibid, h. 106. 15H. Zainuddin Ali, 2006, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat H.
Zainuddin Ali I), h.94. 16Soerjono Soekanto, 2014, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, h.8.
14
1.7.4 Konsep Perizinan
Izin merupakan instrumen hukum administrasi yang dapat digunakan oleh peja bat
pemerintah yang berwenang untuk mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya.17
Menurut Kranenburg-Vegting di Negeri Belanda ada aliran yang kuat yang hendak melihat
izin itu sebagai suatu perbuatan hukum yang bersegi satu yang dilakukan oleh
pemerintah.18 Menurut Van Der Pot dalam hal izin tidak mungkin diadakan suatu
perjanjian, oleh karena tidak mungkin diadakan suatu persesuaian kehendak. 19 Dalam
sebuah izin pejabat yang berwenang menuangkan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan
berupa perintah-perintah ataupun larangan-larangan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan.
Dengan demikian, izin merupakan pengaturan hukum tingkat individual atau norma hukum
subjektif karena sudah dikaitkan dengan subjek hukum tertentu. Perizinan memiliki fungsi
preventif dalam arti instrumen untuk pencegahan terjadinya masalah-masalah akibat
kegiatan usaha.20
Selain itu, fungsi izin adalah represif. Izin dapat berfungsi sebagai instrumen untuk
menanggulangi masalah lingkungan disebabkan aktivitas manusia yang melekat dengan
dasar perizinan. Artinya, suatu usaha yang memperoleh izin atas pengelolaan lingkungan,
dibebani kewajiban untuk melakukan penanggulangan pencemaran atau perusakan
lingkungan yang timbul dari aktivitas usahanya.21
Berkaitan dengan pengelolaan lingkugan hidup, Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga sudah mengatur
h. 190.
17Takdir Rahmadi, op.cit, h. 105. 18E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 19Ibid. 20Takdir Rahmadi, op.cit, h.105. 21Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, h. 28.
15
tentang perizinan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Dalam UU-PPLH terdapat 2
(dua) jenis izin, yakni pertama, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasayarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 35). Kedua, izin usaha dan/atau
kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau
kegiatan (Pasal 1 angka 36).22 Selanjutnya mengenai perizinan terhadap penggunaan air
tanah di Kabupaten Badung juga sudah diatur dalam Bab VI Pasal 46 ayat (1) Perda No. 25
Tahun 2013 menyebutkan “setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan Air Tanah
wajib memilik Izin Pemakaian Air Tanah atau Izin Pengusahaan Air Tanah”.
1.7.5 Konsep Pengawasan
Pengawasan adalah proses kegiatan-kegiatan yang membandingkan apa yang
dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,
direncanakan, atau diperintahkan. Hasil pengawasan harus dapat menunjukan sampai di
mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan, dan apakah sebab-sebabnya.23 Pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi
pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah, pengawasan terhadap peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah.24
Dalam pandangan Bagir Manan yang dikutip oleh Mukhlish dan Mustafa Lutfi,
dikemukakan bahwa pengawasan dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dipandang
berdasarkan cara pengawasan yang dilakukan dapat dibedakan ke dalam dua bagian, yaitu :
22Ibid, h. 28. 23S Prajudi Atmosudirdjo, op.cit, h. 84-85. 24Siswanto Sunarno, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 97.
16
pengawasan negatif represif dan negatif preventif dan pengawasan positif.25 Pengawasan
negatif represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan.
Sedangkan pengawasan negatif preventif dan pengawasan positif, yaitu badan
pemerintahan yang lebih tinggi menghalangi terjadinya kelalaian pem erintah yang lebih
rendah.26
Berkaitan dengan pengawasan terhadap penggunaan air tanah, dalam Pasal 1 angka
31 Perda Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2013 dijelaskan pengertian tentang Pengawasan
Air Tanah yaitu “Kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tercapainya pelaksanaan teknis
dan administrasi Pengelolaan Air Tanah”. Selain itu dalam Pasal 65 ayat (1) disebutkan
“Pengawasan Pengelolaan Air Tanah ditujukan untuk menjamin kesesuaian antara
penyelenggaraan Pengelolaan Air Tanah dengan peraturan perundang-undangan terutama
menyangkut ketentuan administratif dan teknis Pengelolaan Air Tanah”. Begitu juga dalam
Pasal 66 ayat (1) Perda Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2013 yang menyebutkan “Bupati
melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pengelolaan Air Tanah,
terutama berkaitan dengan ketentuan dalam Izin Pemakaian Air Tanah atau Izin
Pengusahaan Air Tanah”.
1.7.6 Konsep Air
Pengertian Air dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan yaitu : “Semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber
air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan air tanah, tidak termasuk dalam
25Mukhlish dan Mustafa Lutfi, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer Diskursus Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengembangan Hukum Administrasi di Indonesia, Setara Press, Malang, h. 44.
26Ibid.
17
pengertian ini air yang terdapat di laut”. Dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air juga merumuskan
pengertian air sebagai berikut : “semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah, kecuali air laut dan air fosil.27 Air di bumi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :28
1. Air Tanah
2. Air Permukaan
Pengertian air tanah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah RI No. 43
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859) tentang Air Tanah yaitu “Air tanah
adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah”.
Sedangkan pengertian air permukaan dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 7 Tahun
2004, yaitu “semua air yang terdapat pada permukaan tanah”.
Dalam Bab I angka 1 Penjelasan atas PP No. 43 Tahun 2008 “air tanah mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat Indonesia, karena fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari. Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, tetapi tidak di setiap tempat terdapat air tan ah sesuai dengan kondisi geologi serta curah hujan. Air tanah terdapat di bawah permukaan tanah, letaknya di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah dasar laut mengikuti sebaran serta karakteristik lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air (saturated zone), lapisan tidak jenuh air (unsatured zone), atau rongga-rongga dan saluran-saluran dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batu gamping. Dalam cekungan, air tanah dapat mengisi sungai, waduk atau danau dan sebaliknya air sungai, waduk atau danau dapat megisi akuifer. Oleh karena itu pengelolaan air tanah harus dilakukan secara terpadu dengan pengelolaan air permukaan”.
27Takdir Rahmadi, op.cit, h.136. 28Ronny Triasmara , 2011, “Pengertian dan Jenis Macam Air Permukaan dan Air Tanah”.
https://ronnytriasmara.wordpress.com/2011/09/29/pengertian-dan-jenismacam-air-permukaan-dan-air-tanah- preatis-artesis-darat-laut/. Diakses tanggal 9 Februari 2015.
18
1.8 Metode Penelitian
Penelitian merupakan penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan.
Seorang akan yakin bahwa ada sebab bagi setiap akibat dari setiap gejala yang tampak
dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian bersifat obyektif, karena kesimpulan
yang diperoleh hanya akan ditarik apabila dilandasi dengan bukti-bukti yang meyakinkan
dan dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis dan terkonrol. 29
Metode pada hakikatnya bermakna memberikan pedoman, tentang bagaimana cara
seorang ilmuwan mempelajari, menganalisis dan memahami hukum yang dimaksud.
Setelah ditentukan pedoman yang akan digunakan, maka satu hal lain yang tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana cara mendekati data yang diperlukan dalam penelitian
dimaksud.30 Sehubungan dengan itu, agar kegiatan penelitian bisa berjalan lancar, maka
perlu penentuan langkah-langkah secara sistematis tentang hal-hal yang berkaitan dengan
metode tersebut, di antaranya :
1.8.1 Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian hukum empiris .
Karakteristik penelitian hukum empiris adalah pada sifat empirisnya, sehingga penelitian
lapangan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh peneliti ilmu sosial menjadi rujukan.31
Dalam perspektif empiris, menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, hukum
dipandang berlaku apabila hukum itu bekerja efektif.32 Pelaksanaan Peraturan Daerah
29Bambang Sunggono, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 32. 30Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Penilitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif,
Universitas Trisakti, Jakarta, h. 70-71. 31Ibid. h. 39. 32Ibid. h. 42.
19
Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2013 Terkait Pengawasan Atas Izin Pengelolaan Air
Tanah di Kecamatan Kuta Selatan merupakan orientasi pengkajian penelitian ini.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Terdapat beberapa jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu : pendekatan undang–
undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan
konseptual (conceptual approach),33 dan pendekatan fakta (fact approach). Jenis
pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan perundang–
undangan (statue approach) dan pendekatan fakta (fact approach).
Pendekatan perundang–undangan (statue approach) dilakukan dengan kajian
terhadap perarturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan permasalahan yang ada di
lapangan. Pendekatan fakta (fact approach) dilakukan dengan melihat keadaan nyata di
wilayah penelitian.
1.8.3 Sifat Penelitian
Sifat Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif yang
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat–sifat suatu individu, keadaan, gejala atau
kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dal am
masyarakat. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara
33Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), h. 133.
20
sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat–
sifat; karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.34
1.8.4 Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data
sekunder sebagai berikut:
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber utama di
lapangan, dimana data tersebut berasal dari observasi atau pengamatan secara langsung ke
tempat kejadian dan melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang mengetahui dan terkait
dengan pengelolaan air tanah di Kecamatan Kuta Selatan.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research) yaitu data yang diperoleh dari literatur–literatur dan peraturan
perundang–undangan yang berkaitan dengan Pengelolaan Air Tanah. Mengenai data
sekunder ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
(a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.35 Peraturan perundang-
undangan dalam penelitian ini yaitu:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
34Bambang Sunggono, op.cit, h. 35. 35H. Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat
H. Zainuddin Ali II), h.106.
21
b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3026).
c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587).
e) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161).
f) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4859).
g) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2013 Nomor 25).
(b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan–bahan yang isinya membahas bahan hukum
primer seperti buku–buku hukum, laporan penelitian serta jurnal–jurnal hukum.
(c) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan–bahan yang bersifat sebagai penunjang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus Bahasa Indonesia dan
kamus Hukum.
22
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1) Teknik Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunakan
dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah, wawancara dilakukan bukan
sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan–pertanyaan yang
dirancang untuk memperoleh jawaban–jawaban yang relevan dengan masalah penelitian
kepada responden maupun informan. Agar hasil wawancara nantinya memiliki nilai
validitas dan reabilitas, dalam berwawancara penelitian menggunakan alat berupa pedoman
wawancara atau interview guide. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada
narasumber yang terkait di dalam izin pengelolaan air tanah di Kabupaten Badung, dalam
hal ini pihak Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung, pihak Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPPT) Kabupaten Badung, serta wawancara langsung dengan masyarakat yang
melakukan kegiatan pemanfaatan air tanah di Kuta Selatan.
2) Teknik Studi Dokumen
Selain teknik wawancara teknik yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik studi dokumen. Teknik studi dokumen diperoleh melalui penelitian kepustakaan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi,
publikasi, dan hasil penelitian.36 Dalam penelitian ini studi dokumen dilakukan atas bahan-
bahan Hukum Pemerintahan dan Hukum Lingkungan yang relevan dengan izin pengelolaan
air tanah.
36Ibid, h. 107.
23
1.8.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data dalam penulisan ini dilakukan dengan
menggunakan metode kualitatif yaitu memisahkan atau memilih bahan hukum yang ada
dan yang sesuai dengan pembahasan dalam penulisan ini. Sedangkan penyajiannya
dilakukan dengan metode deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan secara l engkap
sebagaimana tentang aspek–aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas sehingga
dapat diperoleh suatu kebenaran dan suatu kesimpulan.