bab i pendahuluan 1.1. latar belakang. -...

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Konflik selalu ada dalam dimensi kehidupan manuasia. Hal ini terjadi karena dalam kehidupan manusia selalu ada interkasi, baik secara makro maupun secara mikro. George Simmel merupakan ahli teori klasik terkemuka yang mempelajari proses interaksi di tingkat mikro. Simmel beranggapan, bahwa masyarakat lebih dari sekedar suatu kumpulan individu serta pola perilakunya; namun masyarakat tidak independen dari individu yang membentuknya. Masyarakat tersebut menunjuk pada pola-pola interaksi timbal-balik antar individu. 1 Tanpa pola interaksi tersebut maka masyarakat yang tadi akan hilang. Selanjutnya dalam bahasannya pola interaksi ini juga berpotensi akan terjadinya konflik. Konflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat negatif dan menjurus pada tindak kekerasan, yang tejadi di antaranya adalah kekerasan psikis maupun kekerasan fisik, dimana ada konflik selalu ada korban. Hal ini terjadi karena dengan melihat kenyataan yang ada dalam masyarakat saat ini yang terus menerus mengalami proses perkembangan, maka konflik merupakan hal yang alamiah dari proses perubahan itu.” Dalam perkembangan masyarakat pasti terjadi konflik dan hal itu berdampak pada perubahan dalam masyarakat. 1 George Ritzer Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2003]. Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana, 2008) 44

Upload: vungoc

Post on 18-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Konflik selalu ada dalam dimensi kehidupan manuasia. Hal ini terjadi

karena dalam kehidupan manusia selalu ada interkasi, baik secara makro maupun

secara mikro. George Simmel merupakan ahli teori klasik terkemuka yang

mempelajari proses interaksi di tingkat mikro. Simmel beranggapan, bahwa

masyarakat lebih dari sekedar suatu kumpulan individu serta pola perilakunya;

namun masyarakat tidak independen dari individu yang membentuknya.

Masyarakat tersebut menunjuk pada pola-pola interaksi timbal-balik antar

individu.1 Tanpa pola interaksi tersebut maka masyarakat yang tadi akan hilang.

Selanjutnya dalam bahasannya pola interaksi ini juga berpotensi akan terjadinya

konflik.

Konflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat negatif dan

menjurus pada tindak kekerasan, yang tejadi di antaranya adalah kekerasan psikis

maupun kekerasan fisik, dimana ada konflik selalu ada korban. Hal ini terjadi

karena dengan melihat kenyataan yang ada dalam masyarakat saat ini yang terus

menerus mengalami proses perkembangan, maka konflik merupakan hal yang

alamiah dari proses perubahan itu.” Dalam perkembangan masyarakat pasti terjadi

konflik dan hal itu berdampak pada perubahan dalam masyarakat.

1George Ritzer – Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2003].

Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana, 2008) 44

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

2

Maluku merupakan salah satu daerah di Indonesia yang pernah mengalami

konflik. Konflik sosial yang terjadi di Maluku di mana pada tahun 1999 terjadinya

peristiwa yang dikenal dengan ”Tragedi Kemanusiaan”, yang telah

mengakibatkan korban jiwa dan harta benda yang tak terhitung jumlahnya.

Peristiwa tersebut cenderung menimbulkan berbagai perubahan-perubahan yang

signifikan dalam masyarakat. Itu nampak pada berbagai bidang di antaranya

pendidikan, ekonomi dan budaya dalam masyarakat. Terjadinya konflik

menimbulkan segregasi dalam masyarakat diantaranya pemukiman antar kedua

belah pihak yang bertikai.2 Tuhana Taufik melihat perubahan sosial tersebut

terwujud dalam segregasi sosial berbasis agama. Bahkan terus berlanjut pada

tingkat satuan wilayah yang lebih kecil, seperti pada tingkat kelurahan dan tingkat

desa. Di tingkat desa dan kelurahan dalam suatu Kecamatan yang sama, dapat

ditemukan dengan mudah apa yang disebut ”kampung Islam dan kampung

Kristen”. Pola pemukiman ini disebutnya sebagai Segregated pluralism, lawan

dari Integrated Pluralism3. Warga cenderung bermukim dalam lingkup sosial

sesama umat seagama. Selain pemukiman, terjadinya konflik menimbulkan

pemisahan pasar-pasar, institusi-institusi pemerintahan dan bank-bank baik

pemerintah maupun swasta. Dalam bidang pendidikan terjadinya pemisahan

tempat pendidikan yaitu sekolah, dimana masing-masing kelompok bersekolah di

wilayah mereka masing-masing dengan menciptakan Sekolah Alternatif.

2 Kedua belah pihak yang bertikai dikenal dengan pihak acing (sebutan bagi pihak

muslim), dan Obet (sebutan bagi pihak kristen). Kerusuhan yang terjadi di Maluku cenderung

dikenal dengan konflik anatara agama, yakni pertikaian anatara kelompok-kelompok komunitas

masyarakat Maluku yang menganut agama Islam dan Kristen. 3 Tuhana Taufik A. Konflik Maluku ( Yogyakarta, Gama Gloal Media,2000) 41

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

3

Dalam arti tertentu, masyarakat adalah jumlah keseluruhan dari ide-ide

dan citra-citra yang telah dibentuk oleh anggota-anggotanya. Akan tetapi diantara

ide-ide kolektif ini, beberapa sesuai dengan kenyataan-kenyataan eksternal yang

mempunyai eksistensi objektif, fisikal – bumi, alam, manusia, peralatan dan mesin

angkatan bersenjata, parlemen dan seterusnya.4

Sebutan Salam-Sarane dapatlah dikatakan merupakan sebuah perspektif

baru dalam kehidupan keberagamaan setelah masuknya agama-agama historis di

Maluku. Konsep ini diperkirakan muncul abad ke-18 dan 19.5 Paradigma

kehidupan keberagamaan ini kemudian terpola secara makro maupun mikro dalam

kehidupan orang Maluku. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya Sebutan

Ambon Salam - Ambon Sarane, secara makro terpola dalam kehidupan orang

Maluku, khususnya di pulau Ambon dan Maluku Tengah. Sedangkan secara

mikro, adalah di Sirisori Salam - Sirisori Sarane. Menurut P. Tanamal sesuai hasil

wawancara yang dikutip oleh Takaria, salam-sarane sebagai sebuah konsep

budaya memiliki ikatan-ikatan geneologis dan ikatan sosial, tetapi juga sebagai

sebuah kerangka untuk menguatkan sifat pela yang merupakan dimensi

persekutuan sosial.6 Itu berarti bahwa sekalipun agama-agama historis telah

mengakibatkan paradigma masyarakat Maluku terpola dalam stigma Salam-

Sarane, namun secara budaya, ikatan geneologis dan ikatan sosial yang dikenal

dengan Pela menjadi perekat sosial yang masih bisa dipertahankan hingga saat

4 [Maurice Devurger, 1972. The Study of Politics (Thomas Y. Crowell Company Inc)]

dialihbahasakan oleh Daniel Dhakidae, 2005. Sosiologi Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada)138. 5 Max Takaria, Salam-Sarane (Analisa sosiologis Historis Terhadap Sebuah Lokal Genius

Maluku Tengah Sebagai Dasar Berteologi Kontekstual) (Tesis Program Pasca Sarjana Magister

Sosiologi Agama, UKSW-Salatiga 2001) hal 59 Tesis 6 Ibid. Max Takaria…hal 67.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

4

ini. Dalam realitas sosial, Pela menjadi alat perekat yang dapat diandalkan dalam

membangun dialog dan komunikasi lintas agama.

Selanjutnya realitas pasca konflik hubungan masayarakat Maluku ”Salam-

Sarane” dapat dikatakan cukup baik. Walapun disadari, bahwa bukan berarti

reconsilaiasi dan recovery berjalan mulus. Sebab dalam reaalitas, ada beberapa

persoalan yang perlu diwaspadai dalam rangka menatap masa depan Maluku.

Persoalan-persoalan yang timbul pasca konflik antara lain :

1.1.1. Ketiadaan Penegakkan Hukum.

Karena tidak ada penegakan hukum pasca-konflik, maka yang muncul

dalam memori kolektif masyarakat Maluku adalah perasaan saling tidak

percaya dan saling klaim. Meskipun masyarakat makin sadar tentang

pentingnya membangun perdamaian dan hidup bersama dalam keadaan

damai, tapi kondisi yang ada masih menyisahkan stigma-kolektif serta

stereotipe yang membuat posisi Islam dan Kristen berada dalam posisi yang

vis-à-vis. Ini artinya dengan klaim yang kemudian menjadi legitimasi dalam

klaim pembenaran terhadap “konflik-konflik kecil” yang cenderung terjadi

dalam realitas pasca konflik.

1.1.2. Segregasi Social/Tempat Pemukiman Antara Islam dan Kristen

Tak dapat dinafikan bahwa segregasi pemukiman Muslim dan Kristen

di Maluku sudah ada sejak dulu di mana setiap negeri di Maluku tidak ada

asimilasi agama, sehingga muncul istilah negeri Islam atau negeri Kristen

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

5

(negeri Salam dan negeri Sarane). Tapi kondisi sebelum konflik, walaupun

ada masalah, tetap dapat diterima dengan baik, sebagai suatu model

kerukunan umat beragama, bahkan dalam relasi antar negeri Salam dan negeri

Sarane ini secara cultural terdapat ikatan-ikatan persaudaraan yang begitu

kuat seperti pela-gandong yang berikutnya menjadi modal social-kultural

dalam kehidupan bersama di Maluku. Pada saat konflik, ikatan-ikatan cultural

seperti ini justru sangat efektif digunakan dalam membangun perdamaian di

Maluku. Walaupun pada akhirnya diiringi dengan perubahan zaman yang

berkembang dengan nilai-nilai modernisasinya yaitu pembangunan di segala

bidang di dukung dengan kemajuan teknologi membuat ikatan-ikatan cultural

ini menjadi rapuh. Perubahan-perubahan ini maupun perubahan-perubahan

yang diakibatkan oleh pembangunan tidak hanya meliputi struktur

masyarakat serta struktur-struktur sosial setempat, tetapi juga meliputi

lingkungan hidup, lengkungan kerja, dan keadaan manusia pribadi dimana

patokan-patokan lama yang mengatur tata hidup manusia sering seolah-olah

tidak berlaku lagi atau tidak kena lagi.7

Hal ini berbeda dengan kondisi sosial pasca-konflik ini, selain segregasi

sekarang bukan saja terjadi di negeri-negeri (desa-desa), tapi juga di kota,

segregasi social dewasa ini juga menyimpan stigma kolektif yang amat

dalam. Selain itu komunikasi dan interaksi secara informal menjadi sangat

minim. Dalam segregasi tersebut politisasi agama dan mobilisasi cepat sekali

menimbulkan konflik. Selain itu permasalahan pengungsi juga kemudian

7 Soedjamoko, Etika pembebasan, pilihan Karangan tentang: Agama, Kebudayaan,

Sejarah dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: PT. Pusaka LP3ES Indonesia, anggota IKAPI, 1984) 270.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

6

menjadi masalah serius dimana pasca konflik para pengungsi yang

mengungsi kehilangan hak-hak perdata dan budayanya di tempat asalnya

masing-masing.

1.1.3. Munculnya Gerakan Fundamentalisme Agama

Pasca konflik di Maluku muncul kesadaran untuk kembali menguatkan

identitas dan keyakinan agama dengan mengkonsolidasi mesjid dan gereja

sebagai pusat dakwah/missi. Kasus ini begitu kuat terjadi di Islam, yaitu eks

laskar jihad dari luar Maluku yang sudah menetap di Maluku, karena

perkawinan atau bisnis yang kemudian medidik umat untuk menjadi

konservatif. Ditambah juga dengan timbulnya berbagai aliran konservatif di

kalangan Kristen. Ini menimbulkan terjadinya stigmatisasi terorisme bagi

kaum Muslim dan Separatis bagi kaum Kristen.

Selain itu Terjadinya konflik juga berdampak bagi masyarakat Maluku

diantaranya adalah dengan perimbanagan “politik kekuasaan” 8 menurut hemat

penulis sesungguhnya sistim perimbangan kekuasaan dalam tubuh pemerintahan

ini membawa damapak negative bagi masyarakat dimana profesionalisme dalam

pemerintahan cenderung diabaikan. Dan ini menimbulkan kesenjangan dalam

masyarakat. Dari fenomena ini jika dihubungkan dengan konsep psikologi sosial

Gerge Habert Mead yang adalah menyatakan, bahwa menurut psikologi sosial kita

8 Perimbanagan politik kekuasaan tersebut dapat terlihat dari dinamika pemerintahan di

Maluku di mana kekuasaan dalam pemerintahan harus ada keterwakitan dari pihak muslim dan

pihak Kristen sebagai contoh Jika Gubernurnya Kristen maka Wakilnya harus Islam dan jika

walikota atau Bupattinya muslim maka wakinya haruslah Kristen.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

7

tidak membangun perilaku kelompok dilihat dari perilakau masing-masing

individu yang membentuknya. Namun kita bertolak dari keseluruhan aktivitas

sosial kelompok kompleks terntentu, di mana kita menganalisa perilaku masing-

masing individu yang membentuknya, atau dengan kata lain keseluruhan sosial

mendahului pemikiran individu baik secara logika maupun secara temporer.9

Dalam kerangaka ini konflik sosial yang terjadi di Maluku kemudian membentuk

perilaku inidvidu yang membentuknya.

Dampak dari kerusuhan Maluku masih terasa hingga saat ini. Dampak

tersebut dirasakan khususnya bagi warga kota Ambon. Dampak tersebut terlihat

dari relasi antar umat beragama khususnya warga Kristen dan Islam. Relasi antar

umat beragama telihat dari interaksi dalam kehidupan sehari-hari di mana ada

kecenderungan saling mencurigai antara satu dengan lainnya. Kondisi ini lebih

cenderung terlihat, khususnya di desa-desa yang berada pada wilayah perbatasan10

yang penduduknya beragama Islam dan Kristen. Salah satu desa perbatasan ini

adalah Kampung Mardika, kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

Interaksi yang terbina antar warganya saat ini sangat berpotensi konflik. Pasca

kerusuhan tahun 2002 hingga saat ini sering terjadi perselisihan di desa ini yang

berbasis agama11. Bahkan baru-baru ini - tepatnya pada awal tahun 2011 - terjadi

pertikaian yang membuat panik warga Kota Ambon. Apa lagi mengingat sebagian

9 (Mead,1934/1926:7) dalam [George Ritzer – Douglas J. Goodman, Modern Sociological

Theory, 2003]. Dialihbahasakan oleh Alimandan, Teori Sosiologi moderen, (Jakarta, Kencana,

2008) 271-272 10 Desa yang berada di wilayah perbatasan adalah Desa yang pada saat kerusuhan menjadi

batas pemukiman antara kampong islam dan kampong Kristen. 11 Mardika merupakan salah satu desa perbatasan. Menurut berbagai sumber awal

kerusuhan terjadi pada Tahun 1999, dimuliai di desa ini dimana saat itu pada tanggal 19 januari

1999 terjadinya kerusuhan antara pemuda-pemuda Mardika Dan Batu merah. Dari kerusuhan ini,

maka berimbas pada kerusuhan Maluku.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

8

besar penduduk Mardika adalah orang-orang yang pada saat kerusuhan menjadi

korban, baik korban jiwa, maupun korban material sehingga membuat sebagian

dari mereka berada di tempat-tempat pengungsian, hingga saat kerusuhan mereda

barulah mereka kembali ke tempat masing-masing, namun kesenjangan itu masih

tetap terasa. Secara Psikologi, perubahan sosial yang terjadi sangat berpengaruh

pada intraksi antar umat beragama khusunya masyarakat mardika.

Dalam kerangka demikian, Secara khusus, peneliti merasa tertarik

melakukan penelitian terhadap Interaksi masyarakat Mardika Pasca Konflik yang

kemudian terjadinya perubahan sosial yang terlihat dari bentuk-bentuk Interaksi

sosial masyarakat saat ini. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka judul

penelitian yang dirumuskan adalah :

DAMPAK TRAGEDI KEMANUSIAAN DI AMBON

TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PASCA – KONFLIK

ANTAR KOMUNITAS DI KELURAHAN RIJALI

KOTAMADYA AMBON

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

9

1.2. Masalah Penelitian

Bertolak dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini dapat dituangkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

Bagaimana dampak konflik terhadap interaksi sosial pasca konflik antara

masyarakat di kelurahan Rijali kotamadya Ambon.

1.3. Tujuan penelitian

Mendeskripsikan dampak konflik terhadap interaksi sosial pasca konflik

antara warga (komunita) di Kelurahan Rijali, Kota Ambon.

1.4. Metode Penelitian

1.4.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Deskritif yang diartikan sebagai

suatu proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan /

melukiskan keadaan atau subjek / objek penelitian pada masa lalu dan masa

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.12

Penulis menggunakan penelitian deskritif dalam penulisan guna mendapatkan

data-data tentang dampak perubahan sosial terhadap interkasi sosial masyarakat

Pasca konflik di Kelurahan Rijali kota Ambon

12 Hadari H. Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1990), 63.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

10

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif disebabkan pendekatan

ini menggunakan metode pertemuan secara langsung antara peneliti dengan

responden agar bisa mendapatkan hasil yang lebih nyata karena pendekatan ini

dapat menjelaskan nilai-nilai yang diamati secara mendalam.

1.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dipakai oleh Penyusun adalah :

1.4.2.1. Wawancara (Interview)

Wawacara (Interview) adalah usaha untuk mengumpulkan informasi

dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan

pula serta berfungsi sebagai kontak langsung dengan bertatap muka (Face To

Face Relationship). antara si pencari informasi dengan sumber informasi .

Wawacara Juga berfungsi untuk mendapatkan data dari informan kunci13

Wawancara ini akan dilakukan terhadap orang yang dianggap paling

penting, dan paling banyak tahu tentang situasi yang ada di lapangan, menyangkut

masalah yang menjadi fokus penelitian.

1.4.2.2. Kepustakaan

Selain wawancara, penulis juga menggunakan kepustakaan yang diperoleh

dari buku-buku atau dokumen-dokumen terkait lainnya untuk dapat membantu

dalam proses penganalisaan data dari hasil penelitian lapangan dalam mejawab

persoalan pada rumusan masalah penelitian.

13 J D Engel, Metode Penelitian Sosial Dan Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari Press,

2005),33

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

11

1.4.3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kampung Mardika (RT 02,

RT 03, dan RT 04/ RW 01) Kelurahan Rijali Kota Ambon, Provinsi Maluku.

1.4.4. Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian ditujukan kepada warga Kampung Mardika

Kelurahan Rijali, dan Pemerintah Kota Ambon dalam melihat fenomena dampak

perubahan sosial terhadap interkasi sosial komunitas setempat, pasca Tragedi

Ambon 1999.

1.4.5. Pengolahan Data Penelitian

Pengolahan data penelitian yang di pakai penulis adalah berupa

wawancara, di mana hasil penelitiannya akan dibahas secara naratif. Dengan

wawancara, penulis mengumpulkan data-data atau informasi-informasi yang

diperlukan dari masyarakat dan pemerintah yang dalam hal ini menjadi objek

penelitian. Hasil penelitian kemudian dikaitkan dengan tujuan penelitian yang

ada, menyangkut bagaimana dampaknya membawa pengaruh terhadap dinamika

interaksi masyarakat Maluku kedepan

1.4.6. Pelaksanaan

Penelitian memerlukan waktu kurang lebih 1 Bulan, yaitu dari tanggal 1

Juni 2011 – 25 Juni 2011.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

12

1.5. Defenisi Istilah-istilah

Bakalai : Perkelahian (berkelahi)

BBM : Singkatan atau sebutan bagi para pendatang di Kota

Ambon yang berasal dari daerah Buton, Bugis, dan

Makasar.

Cakbong : (Cakar – bongkar) adalah tempat penjualan pakaian

yang barangnya di jual secara obral.

Gandong : Hubungan persaudaraan antar anak-anak yang lahir

dari satu rahim ibu

Makan Patita : Makan Patita merupakan sebuah acara makan

bersama dalam lingkup kekeluargaan yang hangat

dengan menyuguhkan berbagai makanan dan

masakan tradisional khas daerah mereka.

Masohi : Kerjasama atau gotong-royong

Negeri : Desa, suatu wilayah pemerintahan

Pela : Ikatan persaudaraan lintas agama antar dua negeri

atau lebih

Petuanan : Teritorial / wilayah suatu negeri (desa)

Salam : Umat Muslim

Sarane : Umat Kristiani

Tuan tanah : Penguasa tanah

1.6. Sistimatika Penelitian

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini dipaparkan tentang latar belakang,

perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan garis besar

sistimatika penulisan.

Bab 2 Pendekatan Konseptual. Dalam bab ini akan digunakan pendekatan

teori dari para tokoh yang menulis tentang konsep-konsep terkait psiko-sosial.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12299/1/T1_752009009_BAB I.pdfKonflik sering didefinisikan sebagai sesuatu yang

13

Bab 3 Hasil Penelitian (Pendekatan Lapangan). Dalam bab ini akan

dipaparkan tentang hasil penelitian berdasarkan data yang ditemui di

lapangan, di kelurahan Rijali Kota Ambon.

Bab IV Analisa Hasil Penelitian. Dalam bab ini dibahas kesinambungan

antara kerangka konseptual dengan hasil penelitian yang didapat di lapangan.

Bab V Penutup. Bab ini merupakan akhir dari penulisan dan akan ditutup

dengan kesimpulan yang berisi refleksi teoritis dan praktis, serta saran oleh

penulis.