bab i pendahuluan 1.1 latar belakang i.pdfundang-undang hukum perdata selanjutnya disebut kuhperdata...
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bisnis merupakan hal yang tidak asing ditelinga masyarakat global pada
era ini. Dengan akses yang mudah membuat lintas bisnis semakin bebas dan tak
mengenal batas. Bisnis terkadang tak bisa lepas dengan kata saham yang dimana
saham merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular.
Saham merupakan salah satu modal dalam berbisnis, yang dimana saham
merupakan suatu investasi modal yang akan memberikan hak atas dividen
perusahaan yang bersangkutan.1 Perdagangan yang bebas dalam dunia bisnis
terkadang tak berjalan sesuai yang telah direncanakan oleh para pengusaha.
Kendala yang dihadapi oleh para pengusaha memicu terjadinya sengketa di dalam
berbisnis baik sengketa yang kecil maupun sengketa yang besar yang tidak dapat
diselesaiakan secara internal dan dirasa perlu campur tangan dari pihak luar.
Adanya sengketa ini dapat berimbas pada pembangunan ekonomi yang tidak
efesien, penurunan produktivitas, kemandulan dunia bisnis dan biaya produksi
yang meningkat.2 Dalam penyelesaian sengketa bisnis dapat diselesaiakn melalui
litigasi maupun non litigasi, kedua cara penyelesian ini disesuaikan dengan
kesepakatan para pihak. Melihat pernyataan yang menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa bisnis haruslah diselesaikan dengan sesegera mungkin
1 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, 2009, Hukum Pasar Modal Di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 18 2 Suyud Margono, 2004, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,
Ghalia Indonesia, Bogor, hlm.12.
![Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/2.jpg)
2
dengan waktu yang lebih cepat, prosedur yang sederhana dan dirasa mampu
mengakomodir rasa keadilan maka penyelesaian secara non litigasi merupakan hal
yang baik untuk ditempuh dalam menyelesaikan sengketa bisnis. Menurut M.
Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono menyebutkan bahwa orang-orang
dalam dunia bisnis cenderung memilih arbitrase yang merupakan salah satu
bentuk penyelesaian sengketa non litigasi dengan alasan sebagai berikut:
1. Pemilihan arbitrase memberikan prediktibilitas serta kepastian dalam
proses penyelesaian sengketa.
2. Selama arbitrasenya seseorang yang memang ahli dalam bidang bisnis
yang sedang disengketakan, maka para pihak yang bersengketa
memiliki kepercayaan terhadap arbiter dalam memahami permasalahan
yang disengketakan.
3. Privasi merupakan faktor penting dalam proses arbitrase dan masing-
masing pihak memperoleh privasi tersebut sepanjang proses masih
merupaka proses yang tertutup bagi umum dan putusan hanya
ditujukan kepada para pihak yang bersengketa.
4. Peranan pengadilan dalam proses arbitrase pada umunya terbatas
sehingga terjamin penyelesaiannya secara final.
5. Secara ekonomis proses arbitrase dianggap telah cepat dan lebih murah
dibandingkan proses berpekara di pengadilan.3
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa selanjutnya disebut UU
AAPS arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berdasarkan rumusan pengertian dari
arbitrase maka dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase
didasarkan pada perjanjian. Jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1233 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan
3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi Usman,
2013, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Cetakan ke III, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 142.
![Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/3.jpg)
3
adanya dua perikatan, maka arbitase ini merupakan perikatan yang lahir dari
perjanjian. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa
perjanjian arbitase harus dibuat secara tertulis. Sebagai salah satu bentuk
perjanjian, sah tidaknya perjanjian arbitrase juga digantungkan pada syarat-syarat
sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPer yang menyatakan:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Menurut Yahya Harahap perjanjian arbitrase ini dibuat dengan maksud
menetukan cara dan pranata hukum dalam menyelesaikan sengketa atau
perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pokok. Perjanjian arbitrase
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU AAPS menyatakan bahwa
kesepakatan para pihak dalam menyelesaiakn sengketanya melalui lembaga
arbitrase dalam bentuk klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian
arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Klausula
arbitrase dalam suatu kontrak bisnis menurut Huala Adolf, dijelaskannya sebagai
berikut:
“penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan
pembuatan suatu submission clause, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu
sengketa yang lahir. Alternatif lainnya, atau melalui pembuatan suatu klausul
![Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/4.jpg)
4
arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (klausul arbitrase
atau arbitration clause)”.4
Berdasarkan pendapat Huala Adolf, maka klausul arbitrase dimaksud ialah suatu
ketentuan yang tercantum dalam kontrak yang berisikan ketentuan tentang cara
bagaimana penyelesaian suatu persengketaan atau perselisihan jika di kemudian
hari timbul persengketaan di antara para pihak yang membuat kontrak bisnis
tersebut. Bertolak pada rumusan mengenai perjanjian arbitrase tersebut dapat
disimpulkan bahwa perjanjian arbitrase timbul karena adanya kesepakatan berupa:
1. Klausula arbutrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang
dibuat para pihak sebelum timbulnya sengketa (pactum de
compromittendo)
2. Suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah
timbul sengketa (akta kompromis).
Kedua bentuk perjanjian arbitrase diatas, baik berbentuk pactum de
compromittendo maupun akta kompromis pada dasarnya memiliki tujuan serta
konsekuensi hukum yang sama. Artinya, perjanjian arbitrase akan melahirkan
kompetensi absolut atau kewenangan mutlak lembaga arbitrase untuk memeriksa
sengketa para pihak. Perjanjian arbitrase tidak melekat menjadi satu kesatuan
dengan materi pokok perjanjian. Klausula arbitrase merupakan tambahan yang
diletakkan pada perjanjian pokok, meskipun keberadannya hanya sebagai
tambahan pada perjanjian pokok klausula arbitrase maupun perjanjian arbitrase
tidak bersifat accesoir oleh karena itu pelaksanaanya sama sekali tidak
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keabsahan maupun pelaksanaan pemenuhan
4 Huala Adolf, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, cet. I, Rajawali Pers, Jakarta,
Hal. 208.
![Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/5.jpg)
5
perjanjian pokok. Hal ini senada dengan pendapat dari Harrifin A Tumpa, mantan
ketua Mahkamah Agung yang menyatakan:
”suatu perjanjian yang didalamnya ada kalusula arbitrase tidak bisa dilihat
klausula arbitrase itu bersifat accesoir karena di dalam suatu perjanjian
yang didalamnya kalusula arbitrase memuat dua substansi perjanjian yaitu
perjanjian yang menyangkut hukum materiil dan menyangkut hukum
hukum prosedural (acara), keduanya sederajat, sehingga batalnya salah
satu perjanjian tersebut tidak dengan sendirinya membatalkan isi
perjanjian lainnya”.5
Berhubungan dengan pendapat dari Harrifin A Tumpa maka dalam klausula
arbitrase terkandung asas separabilitas, yaitu batalnya perjanjian pokok tidak
menyebabkan perjanjian arbitrasenya batal dengan adanya hal ini yang termuat
dalam ketentuan Pasal 10 huruf h dan f UU AAPS. Adanya ketentuan Pasal 10
UU AAPS mencegah timbulnya itikad buruk dari salah satu pihak yang
bermaksud membatalkan klausula arbitrase dengan membatalkan perjanjian
induknya (perjanjian pokok). Adanya pendapat dari Harifin A Tumpa dan adanya
ketentuan Pasal 10 UU AAPS mengenai perjanjian arbitrase maka dirasa perlu
adanya pembahasan yang signifikan mengenai kekuatan mengikat dari klausula
arbitrase yang memuat kewenagan absolut lembaga arbitrase dalam memutus
sengketa bisnis yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase.
Dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman
selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman pada ketentuan Pasal 25 ayat (1)
menyebutkan mengenai pembagian lingkup peradilan di bawah Mahkamah
Agung, yang memiliki pembagian bahwa peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
5 Andi Julia Cakrawala, 2015, Penerapan Konsep Hukum Arbitrase Online di Indonesia,
Rangkang Education, Yogyakarta, Hal.76.
![Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/6.jpg)
6
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Dalam
ketentuan Pasal 25 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman badan peradilan tersebut
memiliki kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan
perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sengketa bisnis
merupakan salah satu perkara perdata yang diputus Peradilan Umum khusunya
Peradilan Perdata, namun dengan adanya ketentuan Pasal 3 UU AAPS secara
yuridis telah mencabut kewenangan absolut dari Pengadilan Negeri dalam
memutus sengketa bisnis tersebut. Dalam praktiknya suatu sengketa yang telah
terikat akan kalusula arbitrase tidak bisa secara mudah diselesaikan melalui
lembaga arbitrase, banyak pihak yang berusaha mencari celah agar klausula
arbitrase tidak berlaku dalam sengketa yang sedang dihadapi. Salah satu bentuk
pengabaian klausula arbitrase yang kerap terjadi dalam segketa bisnis adalah
dengan mengajukan sengketa bisnis ke Pengadilan Negeri secara sepihak yang
dimana sengketa tersebut sebenarnya sudah terikat perjanjian atau klausula
arbitrase. Salah satu contoh sengketa yang mengabaikan klausula arbitrase oleh
para pihak yaitu sengketa antara Hari Tanusoedibjo dengan Siti Hardijanti
Rukmana pada sengketa kepemilikan saham PT. Televisi Pendidikan Indonesia
(disingkat PT. TPI), dimana bahwa sengketa ini telah terikat dengan perjanjian
arbitrase yang dibuat dalam bentuk pactum de compromittendo dalam investment
agreement, namun dalam penyelesaian sengketa tersebut diajukan ke Pengadilan
Negeri dan telah diputus dengan Putusan Nomor 10/Pdt.G/2010/PN Jkt.Pst.6
Dalam kasus ini pula terjadi kejanggalan yaitu dengan dikeluarkannya putusan
6 Lihat lebih lanjut Putusan Peninjauan Kembali, Nomor Putusan 238 PK/Pdt/2014.
![Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/7.jpg)
7
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung dengan Nomor 238 PK/Pdt/2014 yang
dimana putusan Peninjauan Kembali tersebut menyatakan secara tidak langsung
bahwa Pengadilan Negeri berhak untuk mengadili sengketa yang telah terikat
perjanjian atau klausula arbitrase. Kasus antara Hari Tanusoedibjo dengan Siti
Hardijanti Rukmana merupakan cerminan nyata kegagalan pemahaman para pihak
akan kekuatan mengikat klalusula arbitrase dalam suatu sengketa bisnis ditambah
lagi sikap Pengadilan Negeri yang secara terang membenarkan kewenanagnnya
dalam memutus sengketa yang telah terikat akan klausula arbitrase. Maka dari itu
perlu dirasa adanya suatu pengaturan yang bisa memberikan suatu akibat hukum
diabaikannya klausula arbitrase oleh Pengadila Negeri sebagai bentuk kepastian
hukum yang berfungsi untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dalam
mengadili suatu sengketa bisnis. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,
maka penulis tertarik untuk hal tersebut dengan mengidentifikasi instrumen
hukum mengenai kekuatan mengikat dari klausula arbitrase dan merumuskan
akibat hukum diabaikannya klausula arbitrase dalam sengketa yang telah terikat
perjanjian arbitrase.
Dari uaraian latar belakang di atas, maka permasalahan ini menjadi sangat
menarik dan relevan jika dianalisa serta dibahas secara komperhensif dalam
pembahasan penulis skripsi yang berjudul “KEKUATAN MENGIKAT
KLAUSULA ARBITRASE DALAM SENGKETA BISNIS”.
![Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/8.jpg)
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa
permasalahan akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kekuatan mengikat dari klausula arbitrase ditinjau dari
penyelesaian sengketa bisnis?
2. Bagaimanakah akibat hukum diabaikannya klausula arbitrase dalam
sengketa bisnis?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah, perlu ditegaskan
mengenaimateri yang diatur didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari menyimpangnya pembahasan materi dari pokok permasalahan
yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat diuraikan secara
sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah
sebagai berikut :
1. Dalam permasalahan pertama, ruang lingkup permasalahannya
meliputi pembahasan mengenai kekuatan mengikat dari klausula
arbitrase yang termuat dalam ketentuan UU AAPS. dalam
penyelesaian sengketa bisnis yang diatur dalam UU AAPS dikaitkan
pula dengan pengaturan perjanjian dalam KUHPer.
2. Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup permasalahannya meliputi
pembahasan dan perumusan mengenai akibat hukum pengabaian
klausula arbitrase oleh Pengadilan Negeri. Dalam hal ini akan lebih
![Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/9.jpg)
9
banyak beriorentasi terhadap akibat hukum terhadap putusan yang
dikeluarkan oleh para pihak dan Pengadilan Negeri yang belum diatur
dalam UU AAPS.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di
Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana maka penelitian
dengan judul Kekuatan Mengikat Klausula Arbitrase Dalam
Menyelesaikan Sengketa Bisnis, belum pernah ada yang melakukan
penelitian sebelumnya. Namun pada Universitas lain ditemukan penelitian
sejenis yang terkait dengan kekuatan mengikat kalusula arbitrase dan
akibat hukum diabaikannya klausula arbitrase, telah dilakukan penelusuran
diantaranya sebagai berikut:
1. Menemukan jurnal di Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi Utara,
pada Tahun 2015, atas nama Daru Tyas Wibawa “Klausul Arbitrase Dan
Penerapannya Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis” dengan latar
belakang sebagai berikut: “Perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase
mempunyai fungsi penting dalam penyelesaian sengketa bisnis yang pada
hakikatnya merupakan bagian pengamanan dari kegiatan bisnis itu sendiri.
Melalui pencantuman perjanjian arbitrase, ada suatu landasan hukum atau
dasar hukum yang memberikan perlindungan hukum dalam kegiatan bisnis
serta memberikan rasa aman dari kemungkinan timbulnya pelanggaran
terhadap isi perjanjian (kontrak) tersebut. Perjanjian dan perjanjian
arbitrase adalah perbuatan hukum mengikatkan diri di antara para pihak
![Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/10.jpg)
10
yang menimbulkan konsekuensi hukum, sehingga dipenuhinya persyaratan
yang ditentukan, maka keabsahan dan kekuatan mengikatnya menjadi
bagian penting dari keabsahan perbuatan hukum mengikatkan diri tersebut.
Pengaturan perjanjian arbitrase pada perjanjian induk atau pokok
memberikan keabsahan dan kekuatan mengikat untuk digunakan lebih
lanjut perjanjian arbitrase tersebut di kemudian hari. Akan tetapi manakala
hubungan bisnis berlangsung lancar dan memuaskan para pihak, tentunya
perjanjian arbitrase (klausul arbitrase) tidak perlu digunakan lebih lanjut.
Dari latar belakang tersebut dibuat rumusan masalah sebagai berikut:7
1. Bagaimana pengaturan penyelesaian sengketa bisnis melalui
arbitrase?
2. Bagaimana kekuatan mengikat klausul arbitrase?
3. Sejauhmana akibat hukum pelanggaran klausul arbitrase?
2. Menemukan skripsi di Universitas Sebelas Maret, pada Tahun
2009, atas nama Novi Kusuma Wardhani “Tinjauan Yuridis
Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Menyelesaikan Perkara
Kepailitan Dengan Adanya Akta Arbitrase (Studi Putusan Kasus
PT.Environmental Network Indonesia dan Kelompok Tani Tambak
FSSP Maserrocinnae melawan PT. Putra Putri Fortuna Windu dan
PPF International Corporation)” dengan latar belakang sebagai
berikut:“Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dipaparkan bahwa
akta arbitrase merupakan akta yang dibuat seseorang atau suatu
7 Daru Tyas Wibawa, 2015, Klausul Arbitrase Dan Penerapannya Dalam Penyelesaian
Sengketa Bisnis, Sulawesi Utara: Universitas Sam Ratulangi.
![Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/11.jpg)
11
badan usaha dalam melakukan suatu hubungan dengan mitra
usahanya yang mengatur mengenai cara penyelesaiannya bila
timbul masalah atau sengketa di kemudian hari berkaitan dengan isi
perjanjian tersebut. Akta arbitrase dapat berbentuk akta
compromise, yaitu akta perjanjian yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa maupun berbentuk pactum de compromittendo
yang dibuat sebelum terjadinya sengketa. Akta arbitrase memiliki
kekuatan mengikat apabila akta arbitrase sesuai dengan asas
kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1338 KUH Perdata, selain itu juga
memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum. Pengadilan Niaga
berwenang memutus perkara kepailitan walaupun para pihak telah
membuat akta arbitrase, karena arbitrase merupakan suatu prosedur
penyelesaian sengketa utang piutang biasa yang dimintakan ganti
rugi, namun apabila sengketa utang piutang tersebut diajukan
permohonan pernyataan pailit, maka menjadi kewenangan
Pengadilan Niaga sepenuhnya dan arbitrase tidak boleh
menyelesaikannya. Hal tersebut juga diperjelas dengan adanya
ketentuan dalam Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
![Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/12.jpg)
12
Dari latar belakang tersebut ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:8
1. Bagaimanakah kekuatan mengikat akta arbitrase?
2. Bagaimanakah kewenangan pengadilan niaga dalam
menyelesaikan perkara kepailitan dengan adanya akta
arbitrase?
Dengan melihat beberapa judul dan pembahasan yang ada dalam dua judul
tersebut maka menurut penulis tidak ada kesamaan yang signifikan, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa dalam rumusan masalah pertama yang
membahasa mengenai kekuatan mengikat klausula arbitrase memiliki
kesamaan hanya saja yang membedakan arah dari pembahasaan setiap
judul memiliki perbedaan. Dengan hal tersebutmaka judul penelitian ini
berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini dapat dijamin
keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi isinya.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu :
8 Novi Kusuma Wardhani, 2009, Tinjauan Yuridis Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam
Menyelesaikan Perkara Kepailitan Dengan Adanya Akta Arbitrase (Studi Putusan Kasus
PT.Environmental Network Indonesia dan Kelompok Tani Tambak FSSP Maserrocinnae melawan
PT. Putra Putri Fortuna Windu dan PPF International Corporation)”, Jawa Tengah: Universitas
Sebelas Maret.
![Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/13.jpg)
13
Adapun tujuan umum dari penulisan ini tidak lain untuk lebih
memperdalam pemahaman mengenai penyelesesaian sengketa bisnis
melalui lembaga Arbitrase.
1.5.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Untuk mempertegas dan memberikan pemahaman mengenai
kekuatan mengikat dari klausula arbitrase dalam perjanjian
arbitrase sesuai dengan UU AAPS.
2. Untuk mengetahui dan membentuk suatu rumusan akibat hukum
ketika diabakannya klausula arbitrase oleh Pengadilan Negeri
dalam menyelesaikan sengketa bisnis yang dimana akibat hukum
tersebut belum diatur dalam UU AAPS.
1.6 Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :
1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk
acuan ataupun pengembangan Ilmu Hukum secara umum, khususnya di
Bidang Peradilan mengenai pemecahan permasalahan sengketa bisnis yang
telah terikat dengan kaluasula arbitrase.
1.6.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh pihak dan
Badan Peradilan dalam upayanya dalam menindak lanjuti suatu sengketa
hukum yang dimana sudah terikat akan klausula Arbitrase. Penelitian ini
![Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/14.jpg)
14
dalam implementasinya dapat berguna dalam pengekan keadilan dengan
menghormati dan menaati proses penyelesaian sengketa yang dimana
sengketa tersebut sudah terikat dengan perjanjian/klausula arbitrase.
1.7 Landasan Teoritis
Pengkajian mengenai Kekuatan Mengikat Klausula Arbitrase Dalam
Menyelesaikan Sengketa Bisnis, ada beberapa konsep atau teori yang nanti
digunakan sebagai landasan teoritis dalam mengkaji dan menganalisis
masalah ini.
1.7.1 Asas-Asas Umum Perjanjian
Di dalam buku ke III KUHPerdata dikenal lima macam asas
hukum, yaiut asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta
sunt servanda (asas kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas
kepribadian. Dari kelima asas hukum itu, yang mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan perancangan kontrak adalah asas kebebasan berkontrak
dan asas pacta sunt servanda.
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan “Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Maksud dari asas kebebasan berkontrak adalah bahwa
para pihak bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan
![Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/15.jpg)
15
perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaanya,
persyaratannya dan menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau
lisan. Kebebasan ini sudah barang tentu tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan dan
lain-lain persyaratan yang ditetapkan oleh masing-masing sistem
hukum.9
b. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau perjanjian berlaku sebagai undang-
undang, asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Merupakan
konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, yang
menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang
maupun perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber dari perikatan,
sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak
secara sukarela maka segala sesuatu yang telah disepakati dan disetujui
oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah
dikehendaki oleh mereka. Dalam hal perjanjian berlaku sebagai
undang-undang, maka perjanjian ini harus dilaksanakan dengan adanya
itikad baik.10
9 Huala Adolf, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 15. 10
Ibid, h.16.
![Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/16.jpg)
16
1.7.2 Asas Separabilitas
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah “perjanjian
menerbitkan perikatan”, perjanjian adalah salah satu sumber perikatan di
samping sumber-sumber lain. Menurut KUHPer dalam Pasal 1313 yang
menyatakan: “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
Dari rumusan yang diberikan tersebut bahwa dari perjanjian
dilahirkan perikatan, yaitu kewajiban untuk melakukan sesuatu,
menyerahkan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu. Pada praktiknya,
sebagaimana juga dapat dilihat dari macam-macam perjanjian bernama
yang diatur secara khusus dalam KUHPerdata, suatu perjanjian dapat
melahirkan lebih dari satu perikatan. Misalnya dalam jual beli, penjual
memiliki kewajiban untuk tidak hanya menyerahkan barang yang dijual,
melainkan untuk memberikan penanggungan terhadap barang yang dijual,
melainkan untuk memberikan penanggungan terhadap barang yang dijual,
yaitu bahwa benda yang dijual adalah benar miliknya dan lepas dari cacat-
cacat tersembunyi. Bahkan lebih jauh lagi dimungkinkan terjadinya
penggabungan berbagai macam kesepakatan dalam suatu perjanjian utuh.
Perjanjian yang demikian dinamakan dengan “severable contract”,
“severable contract” yang memuat lebih dari 1 (satu) kesepakatan dalam 1
(satu) perjanjian, praktik juga menunjukkan dikenalnya istilah “severbal
clause” menurut Black’s Law Dicitonary, Severbal Clause ini adalah:
![Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/17.jpg)
17
“a provision that keeps the remaining provision of a contract is any
portion of that contract is judicially declare void”.11
Dimana dalam hal ini
berarti di dalam suatu perjanjian dapat terdiri dari dua atau lebih perikatan.
Apabila salah satu dari perikatan dalam perjanjian itu batal, maka bukan
berarti perikatan yang lain menjadi batal tetapi perikatan yang lain harus
tetap dilaksanakan. Dengan melihat pada penjelasan tersebut, maka jelas
jika suatu perjanjian pun dapat terdapat severbal clause (asas
separabilitas).12
1.7.4 Teori Perjanjian
a. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah hukum berdasarkan
kata sepakat untuk memberikan akibat hukum. dari definisi ini telah
tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum
(timbul/lenyapnya hak dan kewajiban).13
b. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.. Ada tiga
tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru :
1. Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan
2. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak
11
Gunawan Widjaja, 2008, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis “Arbitrase vs Pengadilan
Persoalan Kompetensi (Abolut) yang Tidak Pernah Selesai”, Kencana Pranada Media Group,
Jakarta, hal.27.
12Ibid.
13Salim, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 161.
![Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/18.jpg)
18
3. Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.14
1.7.5 Doktrin Klausula Arbitrase
1. Klausula arbitrase dalam suatu kontrak bisnis menurut Huala Adolf,
dijelaskannya sebagai berikut:“Penyerahan suatu sengketa kepada
arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu submission clause,
yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang lahir. Alternatif
lainnya, atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu
perjanjian sebelu sengketanya lahir (klausul arbitrase atau arbitration
clause)”.15
Berdasarkan pendapat Huala Adolf, maka klausul arbitrase
dimaksud ialah suatu ketentuan yang tercantum dalam kontrak yang
berisikan ketentuan tentang cara bagaimana penyelesaian suatu
persengketaan atau perselisihan jika di kemudian hari timbul
persengketaan di antara para pihak yang membuat kontrak bisnis
tersebut.
1.7.6 Doktrin Mengenai Arbitrase
1. Subekti menyebutkan, bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seseorang hakim atau para hakim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau
menaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim
yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.16
2. Abdulkadir Muhammad memberi batasan yang lebih perinci
bahwa arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar lingkungan
14
Ibid. 15
Huala Adolf, loc.cit 16
Subekti, 1992, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung,, Hlm.1.
![Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/19.jpg)
19
peradilan umum, yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan.
Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri
secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara merupakan
kehendak bebas para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan
dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah
terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam
hukum perdata.17
3. Frank Elkoury dan Edna Elkoury dalam bukunya How
Arbitratiom Works disebutkan, bahwa arbitrase adalah suatu
proses yang mudah atau simpel yang dipilih oleh para pihak
secara sukarela yang iingin agar perkaranya diputus oleh juru
pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka dimana keputusan
mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak
setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secar final
dan mengikat.18
1.8 Metode Penelitian
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran
adalah dengan penelitian secara ilmiah, hal tersebut berarti suatu metode yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa permasalahan dengan jalan
menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam untuk
17
Abdulkadir Muhammad, 1993, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 276. 18
Rachmadi Usman, op.cit, hal 138.
![Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/20.jpg)
20
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang timbul.19
Untuk dapat dinyatakan sebagai skripsi, maka diperlukan suatu metodologi yang
tentunya bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang
bersahaja. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1.8.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian
yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.20
Penelitian yuridis normatif dipilih penulis karena penulis akan
menganalisis mengenai kekuatan mengikat kalusula arbitrase dalam UU
AAPS.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan,
antara lain :
1. Pendekatan kasus (the case approach),
2. Pendekatan perundang-undangan (the statutory approach),
3. Pendekatan Fakta (the fact approach),
4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and
conceptual approach),
19.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. h. 74. 20
Johny Ibrahim, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, h. 295.
![Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/21.jpg)
21
5. Pendekatan Frasa (word and phrase approach),
6. Pendekatan Sejarah (historical approach),
7. Pendekatan Perbandingan (comparative approach).
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statutory Approach)
Penulis menelaah segala undang-undang maupun dan regulasi terkait
isu hukum yang sedang diteliti. Pendekatan ini peneleiti dapat melihat
konsistensi anatara regulasi satu dengan yang lainnya. Peraturan yang
dimaksud dalam skripsi ini adalah dari aspek instrumen hukum
nasional, yakni Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang No.
48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Herziene Indonesisch
Reglement (HIR), Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBG)
dan Reglement op de Bergelijke Rechtsvordering (Rv).
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual penulis mengkaji pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, khusunya
bidang Hukum Peradilan. Dengan mempelajari pandangan-pandangan
dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum seorang peneliti akan
menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep-konsep hukum, asas-asas hukum yang relevan dengan isu
hukum yang dihadapi. Pandangan akan doktrin tersebut dapat
![Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/22.jpg)
22
digunakan sebagai dasar bagi peneliti dalam membangun suatu
argumentasi hukum dalam isu hukum yang dihadapi.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum dalam suatu penelitian yang bersifat normatif,
haruslah berdasar pada studi bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.21
Adapun bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi, yaitu :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang digunakan
sifatnya mengikat terutama berpusat pada peraturan perundang-
undangan. Bahan hukum primer ini bersifat otoritatif, artinya
mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.22
Bahan
hukum primer yang digunakan, yaitu :
a. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
b. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
c. Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
d. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBG) dan
e. Reglement op de Bergelijke Rechtsvordering (Rv).
21
Hadin Muhjad, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Genta Publishing,
Jogjakarta. h. 51. 22
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h.
144.
![Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/23.jpg)
23
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer.23
Bahan hukum sekunder
yang digunakan berasal dari buku literatur, majalah, makalah dan
internet yang ada hubungannya dengan kekuatan mengikat klausula
arbitrase dan akibat hukum diabaikannya klausula arbitrase.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Metode pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam
kajian ini menggunakan metode bola salju (snow ball), yaitu bahan
hukum dilacak berdasarkan sumber pustaka yang digunakan dari pustaka
yang satu ke pustaka yang lain, dengan harapan peneliti menemukan
sumber pustaka atau pendapat dari pustaka pertama. Metode kepustakaan
sistematis, khususnya untuk undang-undang dilacak sumber yang berupa
himpunan peraturan perundang-undangan yang ada.24
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu:25
- Teknik Deskripsi, analisa bahan hukum ini dilakukan dengan
menguiraikan suatu kondisi hukum maupun non-hukum, dimana
dalam hal ini penulis menguraikan mengenai kondisi hukum yang
terjadi di Indonesia. Adapun urain tersebut adalah mengenai
23.
Ibid. 24
Philipus M. Hadjon, 1997, Pengkajian Ilmu Hukum, Bahan Penelitian Hukum
Normatif, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Lembaga Penelitian UNAIR dan FH
UNAIR, Surabaya,h. 14.
25. Fakultas Hukum Universitas Udayana, Op.cit. h. 75.
![Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.pdfUndang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata menetukan 3 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono dikutip dalam buku Rachmadi](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022060818/6097a1c45a8731573842430a/html5/thumbnails/24.jpg)
24
mengenai kondisi hukum terkait penyelesaian sengketa bisnis
melalai lembaga Arbitrase. Dimana penulis menguraikan terlebih
dahulu mengenai kekuatan mengikat dari klausula arbitrase
kemudian menguraikan mengenai akibat hukum diabaikannya
kalusula arbitrase oleh para pihak dan Pengadilan Negeri.
- Teknik Evaluasi, berupa penilaian tepat tidak atau tepat, setuju
atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah terhadap
suatu pandangan. Dimana dalam hal ini penulis memberikan
penilaian sah tidak sah suatu perjanjian yang memuat klausula
arbitrase dalam penyelesaian sengketa bisnis yang dimana hal ini
berpengaruh terhadap terhadap kekuatan mengikat klausula
arrbitrase. Dalam hal ini penulis juga memberikan penilaian salah
atau benar maupun sah atau tidak sah putusan Pengadilan Negeri
mengenai penerimaan sengketa yang telah terikat klausula
arbitrase yang nantinya akan berimplikasi terhadap akibat hukum
dari putusan tersebut.
- Teknik Konstruksi, berupa pembentukan konstruksi yuridis
dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi, dimana
dalam hal ini penulis mencoba melakukan analogi terhadap Pasal
yang memberikan arahan mengenai akibat hukum ataupun
pertanggung jawaban perdata yang terdapat dalam KUHPerdata
ataupun peraturan perundag-undangan terkait diabaikannya
klausula arbitrase oleh Pengadilan Negeri.