bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Di era informasi sekarang ini, informasi memiliki peran vital dan
dianggap sebagai aset atau sumber daya perusahaan (Hall, 2011: 4; Azhar
Susanto, 2013: 37; Richardson, et al., 2014: 2). Bahkan informasi juga sudah
dianggap sebagai sumber daya perusahaan yang paling penting (Bodnar &
Hopwood, 2014: 1; Stair & Reynolds, 2016: 5). Oleh karena itu, mengelola
informasi merupakan tantangan besar bagi perusahaan (Chaffey & Wood, 2005:
18).
Perusahaan merupakan sekumpulan unit-unit pengambilan keputusan
yang dibentuk untuk mencapai tujuan (Bodnar & Hopwood, 2014: 1). Dalam
pengambilan keputusan diperlukan informasi (Baltzan, 2014: 7; Bocij, et al.,
2015: 6; Romney & Steinbart, 2015: 31). Informasi dapat mengurangi
ketidakpastian (Gelinas & Dull, 2008: 17; Bocij, et al., 2015: 8; Romney &
Steinbart, 2015: 30; Mallach, 2016: 9). Keputusan yang baik memerlukan
informasi yang berkualitas (Woodall, et al., 2012: 2; Laudon & Laudon, 2014:
490) dan keputusan yang didasarkan pada informasi yang tidak berkualitas dapat
menimbulkan kerugian (Woodall, et al., 2012: 2). Oleh karena itu, informasi yang
berkualitas merupakan hal yang vital dalam pengambilan keputusan (Chaffey &
Wood, 2005: 33).
2
Para ahli mengemukakan pengertian informasi dalam berbagai
perspektif. Namun pada hakekatnya, informasi dapat diartikan sebagai hasil
pengolahan data menjadi suatu bentuk (konteks) yang memiliki makna dan
manfaat bagi pengguna dalam proses pengambilan keputusan (Gelinas & Dull,
2008: 17; McLeod & Schell, 2007: 39; Coronel, et al., 2011: 5; Hall, 2011: 11;
Azhar Susanto, 2013: 38; Marakas & O’Brien, 2013: 32; Baltzan, 2014: 7; Rainer,
et al., 2014: 14; Bocij, et al., 2015: 7; Kroenke, 2015: 35; Romney & Steinbart,
2015: 30; Wallace, 2015: 9; Laudon & Laudon, 2016: 48; Stair & Reynolds,
2016: 5). Informasi merupakan output sistem informasi (Boczko, 2007: 56).
Sementara sistem informasi itu sendiri adalah kumpulan dari sub-sub sistem baik
fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama
secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah data menjadi
informasi yang berguna (Azhar Susanto, 2013: 52).
Sistem informasi sudah merupakan bagian integral pada perusahaan
modern (Bocij, et al., 2015: xv). Ada berbagai tipe sistem informasi dalam
perusahaan (O’Brien & Marakas, 2011: 13; Bodnar & Hopwood, 2014: 3; Rainer,
et al., 2014: 17). Salah satunya adalah sistem informasi akuntansi manajemen
(Riahi-Belkaoui 2002: 8; Hansen & Mowen, 2007: 4; Atrill & McLaney, 2009:
21; Azhar Susanto, 2013: 84; Mowen, et al., 2014: 6). Peran sistem informasi
akuntansi manajemen adalah menghasilkan informasi akuntansi manajemen
(Heidmann, 2008: 44; Atrill & McLaney, 2009: 21). Manajemen menggunakan
informasi akuntansi manajemen untuk membuat berbagai keputusan dalam
menjalankan fungsinya guna mewujudkan tujuan perusahaan secara efektif dan
3
efisien (Balakrishnan, et al, 2008: 13; Bamber, et al., 2008: 29; Crosson &
Needles, 2008: 4; Drury, 2012: 6; Hilton & Platt, 2014: 4; Horngren, et al., 2015:
4). Secara lebih spesifik, informasi akuntansi manajemen digunakan manajemen
dalam pembuatan keputusan, pengalokasian sumber daya, pemonitoran,
pengevaluasian dan penilaian kinerja (Atkinson, et al., 2012: 2).
Sistem informasi akuntansi manajemen memiliki peran strategis dalam
perusahaan. Sistem informasi akuntansi manajemen tidak hanya menyangkut
aspek akuntansi, tetapi juga mencakup aspek-aspek organisasi, pengambilan
keputusan, perilaku dan strategi (Riahi-Belkaoui, 2002: 1). Sistem informasi
akuntansi manajemen yang efektif harus mampu menilai kemajuan perusahaan
terhadap prioritas-prioritas strategis (Hoque, 2004: 26). Dalam konteks ini,
informasi akuntansi manajemen digunakan secara lebih luas yaitu untuk
mengembangkan, mengkomunikasikan, dan mengimplementasikan strategi
disamping untuk mengkoordinasikan keputusan tentang design produk, proses
produksi, dan pemasaran serta pengevaluasian kinerja (Horngren, et al., 2015: 4).
Keputusan yang dibuat manajer dalam perusahaan memiliki cakupan dan
dampak yang luas. Untuk itu informasi akuntansi manajemen yang disediakan
juga harus memiliki cakupan (scope) yang luas (Atrill & McLaney, 2009: 16).
Berdasarkan hasil survey terhadap para manajer tentang peringkat arti penting
informasi akuntansi manajemen dibanding dengan jenis informasi lainnya dalam
pengambilan keputusan, hasilnya menunjukkan bahwa para manajer
menempatkan informasi akuntansi manajemen pada peringkat yang sangat tinggi
(Atrill & McLaney, 2009: 16).
4
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa informasi akuntansi
manajemen dan sistem informasi akuntansi manajemen memiliki peran vital dan
strategis bagi perusahaan. Namun pada kenyataannya, sistem informasi akuntansi
manajemen di berbagai sektor usaha di Indonesia masih banyak mengalami
permasalahan (belum berkualitas), seperti sistem belum terintegrasi (Berry Karlis,
2011; Dedy Rochimat, 2012; Vijay Anand, 2012; Amit Suxena, 2013; Julian
Noor, 2013; Bobby R. Mamahit, 2014; Erik Meijer, 2014; Eko Budiyono, 2015;
Ferdy Novianto, 2015; Erwan Pelawi, 2016; T. Sutaryanto, 2016). Disamping itu
fenomena lain yang terkait dengan kualitas sistem informasi akuntansi manajemen
adalah sistem yang belum fleksibel (Adel Rahadi, 2016; Jasbir Singh, 2016; Jusuf
Kalla, 2016; Hendra Kusumawidjaja; 2016), sistem belum dapat diakses dengan
mudah (Fetter Syahboedih, 2015) serta sistem belum dilengkapi dengan berbagai
media (channel) komunikasi atau pengayaan media (Deborah Intan Nova, 2015).
Eko Budiyono (2015), Ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah
menyatakan bahwa sejauh ini baru 15 dari 26 bank daerah yang memiliki sistem
informasi akuntansi manajemen yang terintegrasi. Belum berkualitasnya sistem
informasi akuntansi manajemen juga terjadi di Pertamina Petra Niaga. Dari 48
Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), baru TBBM Ujung Berung yang
memiliki sistem informasi akuntansi manajemen terintegrasi (Ferdy Novianto,
2015).
Di industri asuransi, sekitar 60 perusahaan asuransi umum atau 80% dari
81 total pemain di industri asuransi umum belum memiliki sistem informasi
akuntansi manajemen yang terintegrasi (Julian Noor, 2013). Sementara itu, di
5
industri penerbangan, sistem informasi akuntansi manajemen maskapai
penerbangan belum dapat dengan cepat dan mudah mengumpulkan serta
menganalisis data pelanggan agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada
pelanggan (Vijay Anand , 2012).
Amit Suxena (2013), Senior Director Asean Technology Oracle
Corporation menyebutkan bahwa masih banyak perusahaan di Indonesia yang
belum memiliki sistem informasi akuntansi manajemen yang terintegrasi sehingga
pengoperasiannya tidak efisien dan memerlukan biaya yang besar. Vivere Group,
perusahaan yang bergerak di industri furniture & fixture juga mengalami masalah
dengan sistem informasi akuntansi manajemen karena sistem antar divisi
perusahaan belum sepenuhnya terintegrasi sehingga berpengaruh terhadap
efektifitas pekerjaan antar divisi (Dedy Rochimat, 2012). Fenomena serupa terjadi
di PT. Avesta Continental Pack, dimana sistem informasi akuntansi manajemen
perusahaan belum terintegrasi sehingga makin banyak waktu yang dibutuhkan
untuk memproses data dan pengambilan keputusan (Berry Karlis, 2011).
Demikian pula di perusahaan-perusahaan badan usaha milik negara
(BUMN) Indonesia. T. Sutaryanto (2016), Direktur PTPN X, menyatakan bahwa
diantara BUMN yang bergerak di sektor perkebunan, baru PTPN X yang
menerapkan sistem informasi akuntansi manajemen yang terintegrasi dengan
aktivitas bisnis lainnya mulai dari keuangan, sumberdaya manusia, pemasaran,
penelitian-pengembangan, pengadaan barang-jasa, hingga pengelolaan aset,
sementara yang lainnya belum terintegrasi. Hal ini dipertegas oleh Erwin Pelawi
(2016), Direktur Korporasi dan Keuangan PTPN (Persero) Holding yang
6
mengatakan selama ini PTPN III Holding belum memiliki sistem informasi
akuntansi manajemen yang terintegrasi yang mampu menyediakan informasi
secara cepat, efektif dan efisien.
Masalah belum berkualitasnya sistem informasi akuntansi manajemen
juga terjadi di PT. Angkasa Pura (I & II). Akibat ketidakmampuan PT. Angkasa
Pura menerapkan sistem informasi akuntansi manajemen yang terintegrasi
menyebabkan PT. Garuda Indonesia rugi Rp. 2,2 miliar per bulan (Erik Meijer,
2014). Sektor jasa logistik di pelabuhan juga belum memiliki sistem informasi
akuntansi manajemen yang berkualitas. Penerapan sistem inaport yang
melibatkan PT. Pelabuhan Indonesia I, II, III & IV terganjal karena belum siapnya
infrastruktur untuk menyatukan sistem tersebut (Bobby R. Mamahit, 2014).
Fenomena lain yang terkait dengan kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen di Indonesia adalah sistem yang tidak fleksibel. Jasbir Singh (2016),
Vice President of Cloud/SCM Oracle Asia Pacific menyatakan bahwa masih
banyak perusahaan manufaktur di Indonesia belum memiliki sistem informasi
akuntansi manajemen yang fleksibel terhadap perubahan lingkungan bisnis yang
sangat cepat. Hal senada dikemukakan Adel Rohadi (2016), CEO PT. Sinergi
Informatika Semen Indonesia yang menyatakan bahwa sebagian besar Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia tidak memiliki sistem informasi
akuntansi manajemen yang fleksibel sehingga sulit disesuaikan dengan perubahan
kebutuhan bisnis. Sedangkan Hendra Kusumawidjaya (2016), Direktur
Pengembangan Bisnis Equine Global menyatakan bahwa sebagian besar penyebab
kegagalan implementasi sistem informasi akuntansi manajemen di Indonesia
7
adalah karena sistem tersebut tidak fleksibel terhadap perubahan kebutuhan bisnis.
Hal ini dipertegas oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (2016) yang menyebutkan
bahwa banyak badan usaha milik negara belum memiliki sistem informasi
akuntansi manajemen yang fleksibel dan mengharapkan agar kedepannya badan
usaha milik negara menyiapkan sistem informasi akuntansi manajemen yang lebih
fleksibel terhadap perubahan kebutuhan bisnis.
Selanjutnya, fenomena kualitas sistem informasi akuntansi manajemen
yang terjadi di Indonesia adalah sistem yang sulit diakses. Hal ini dikemukakan
oleh Fetter Syahboedih (2015) menyebutkan bahwa Pemprov Lampung belum
memiliki sistem informasi akuntansi manajemen yang dapat diakses dengan
mudah. Selain itu, fenomena lainnya yang terkait dengan kualitas sistem informasi
akuntansi manajemen di Indonesia adalah sistem belum menggunakan berbagai
alternatif media (channel) komunikasi (pengayaan media/media richness).
Fenomena ini dikemukakan Deborah Intan Nova (2015), Manajer Sistem
Informasi & Teknologi PT. Coca Cola Amatil Indonesia yang menyebutkan
bahwa masih sedikit sekali perusahaan di Indonesia yang melengkapi sistem
informasi akuntansi manajemennya dengan berbagai media komunikasi seperti
Personal Digital Assistant untuk mengkomunikasikan informasi akuntansi
manajemen ke berbagai level manajemen untuk menunjang pengambilan
keputusan taktis dan strategis.
Fenomena belum berkualitasnya sistem informasi akuntansi manajemen
berdampak pada fenomena kualitas informasi akuntansi manajemen. Cristin
Wulandari (2016), Kepala Divisi Akuntansi PT. Asia Plastik menyatakan bahwa
8
karena belum berkualitasnya sistem informasi akuntansi manajemen di
perusahaannya, berdampak pada penyediaan informasi akuntansi manajemen yang
tidak akurat, relevan dan tepat waktu sehingga manajemen terkendala dalam
melakukan perencanaan dan pengendalian keuangan. Demikian pula dengan
Erwan Pelawi (2016), Direktur Korporasi dan Keuangan PTPN III (Persero)
Holding yang menyatakan bahwa dampak dari sistem informasi akuntansi
manajemen yang belum berkualitas di PTPN III adalah tidak tersedianya
informasi akuntansi manajemen yang relevan, tepat waktu, dan akurat yang dapat
mendukung proses pengambilan keputusan secara cepat dan tepat. Fenomena
informasi akuntansi manajemen lainnya yang ditemukan adalah informasi
akuntansi manajemen yang tidak komprehensif (broadscope). Hal ini
dikemukakan Imam Bustomi (2016), Ketua Umum Forum Teknologi Informasi
Kementerian BUMN yang mengemukakan bahwa banyak badan usaha milik
negara belum memiliki sistem informasi akuntansi manajemen yang berkualitas
sehingga berdampak pada kualitas informasi akuntansi manajemen yang
dihasilkan dimana informasi tersebut tidak komprehensif (broadscope).
Data yang berkualitas merupakan persyaratan dasar bagi sistem informasi
yang baik (Olson, 2003: 3), tanpa data yang berkualitas maka informasi yang
berkualitas tidak dapat diperoleh (Olson, 2003: 14). Disamping itu, informasi
yang berkualitas juga diperoleh dari sistem informasi yang berkualitas (Rainer &
Cegielski, 2011: 10). Kualitas informasi sudah lama menjadi perhatian banyak
pihak (Eppler, 2006: 10). Informasi dikatakan berkualitas jika informasi tersebut
9
sesuai dengan tujuan penggunaannya (fitness for use/purpose) (Woodall, et al.,
2012: 4; Chaffey & Wood, 2005: 23; Atrill & McLaney, 2009: 17).
Informasi yang berkualitas memiliki beberapa atribut atau karakteristik.
Menurut Gelinas & Dull (2008: 20), informasi akuntansi yang berkualitas
memiliki 7 (tujuh) atribut yaitu : effectiveness, efficiency, confidentiality, integrity,
availability, compliance, reliability. Sementara menurut Hall (2011: 13),
karakteristik kualitas informasi akuntansi adalah relevance, timeliness, accuracy,
completeness, dan summarization. Selanjutnya Romney & Steinbart (2015: 30)
mengidentifikasikan 7 (tujuh) karakteristik informasi yang berkualitas, yaitu :
relevant, reliable, complete, timely, understandable, verifiable, accessible.
Sedangkan Richardson, et al., (2014: 5) mengemukakan 2 (dua) atribut informasi
yang berkualitas, yaitu : relevance and reliability.
Demikian pula dalam konteks informasi akuntansi manajemen. ACCA
(2009: 24) menyebutkan bahwa good information should be relevant, complete,
accurate, clear, it should inspire confidence, it should be appropriately
communicated, its volume should be manageable, it should be timely and its cost
should be less than the benefits it provides. Eldenburg, et al., (2011: 10)
mengidentifikasikan 5 (lima) karakteristik informasi akuntansi manajemen, yaitu :
certain, complete, relevant, timely, dan valuable. Selanjutnya, William, et al.,
(2012: 16) mengemukakan 5 (lima) karakteristik informasi akuntansi manajemen,
yaitu : importance of timeliness, identity of decision making, oriented toward the
future, measure of efficiency and effectiveness, management accounting-a mean.
10
Atkinson, et al., (2012: 342) menyebut informasi akuntansi manajemen
yang berkualitas sebagai informasi akuntansi manajemen yang relevan. Relevan
atau tidaknya informasi akuntansi manajemen ditentukan oleh karakteristik :
accurate, timely, consistent, flexible (Atkinson, et al., 2012: 342-343). Sementara
Heidmann (2008: 82-85) dan Heidmann, et al., (2008: 247) mengemukakan 4
(empat) karakteristik informasi akuntansi manajemen yang berkualitas yaitu :
scope, timeliness, format, accuracy.
Informasi akuntansi manajemen yang berkualitas merupakan output dari
sistem informasi akuntansi manajemen yang berkualitas (Heidmann, 2008: 80).
Para ahli mengemukakan pengertian sistem informasi akuntansi manajemen
dalam berbagai perspektif. Namun pada hakekatnya dapat dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan sistem informasi akuntansi manajemen adalah suatu sistem
formal yang terdiri dari sekumpulan komponen/sumber daya/sub sistem yang
terintegrasi secara harmonis untuk menyediakan (mengidentifikasi, mencatat,
mengklasifikasi dan melaporkan) informasi (baik internal maupun eksternal;
keuangan maupun nonkeuangan) kepada manajemen yang memungkinkan mereka
menjalankan fungsinya mulai dari perencanaan hingga pengambilan keputusan
(Kaplan & Atkinson, 1989: 1; Swieringa & Weick, 1992: 309; Horngren, et al.,
1996: 5; Bouwens & Abernethy, 2000: 223; Riahi-Belkaoui, 2002: 9; Hansen &
Mowen, 2007: 4; Bhimani, et al., 2008: 615; Heidmann, 2008: 44; ACCA, 2009:
33; Atrill & McLaney, 2009: 21; Atkinson, et al., 2012: 2; Drury, 2012: xiii;
Azhar Susanto, 2013: 72; Hilton & Platt, 2014: 7).
11
Secara umum, kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produk
atau jasa yang tercermin dari berbagai fitur atau atribut atau karakteristik yang
dimiliki untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pengguna (Hoque, 2004: 90;
Stair & Reynolds, 2010: 57; Horngren, et al., 2015: 735). Berangkat dari
pengertian sistem informasi akuntansi manajemen yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa tujuan sistem informasi akuntansi
manajemen adalah menyediakan informasi kepada manajemen yang
memungkinkan mereka menjalankan fungsinya mulai dari perencanaan hingga
pembuatan keputusan. Jika dikaitkan dengan pengertian kualitas yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
kualitas sistem informasi akuntansi manajemen adalah kemampuan sistem
informasi akuntansi manajemen (melalui fitur atau atribut atau karakteristik yang
dimilikinya) untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan manajemen yang
memungkinkan mereka untuk menjalankan fungsinya mulai dari perencanaan
hingga pembuatan keputusan (Kaplan & Atkinson, 1989: 1; Swieringa & Weick,
1992: 309; Horngren, et al., 1996: 5; Bouwens & Abernethy, 2000: 223; Riahi-
Belkaoui, 2002: 9; Hoque, 2004: 90; Hansen & Mowen, 2007: 4; Heidmann,
2008: 44; ACCA, 2009 : 33; Atrill & McLaney, 2009: 21; Stair & Reynolds,
2010: 57; Atkinson, et al., 2012: 2; Drury, 2012: xiii; Azhar Susanto, 2013: 72;
Hilton & Platt, 2014: 7; Horngren, et al., 2015: 735).
DeLone & McLean (2003) dan Petter, et al., (2008) menggunakan istilah
keberhasilan (success) untuk menunjukkan kualitas sistem informasi. Kualitas
sistem informasi akuntansi manajemen dapat dilihat dari karakteristik timely,
12
efficient, effective (Kaplan & Atkinson, 1989: 1). Menurut Riahi-Belkaoui (2002:
5), properties kualitas sistem informasi akuntansi manajemen adalah relevance,
accuracy, consistency, verifiability, aggregation, flexibility, timelines,
understandability. Sementara menurut Heidmann (2008: 87-90) dan Heidmann,
et al., (2008) dimensi kualitas sistem informasi akuntansi manajemen adalah
integration, flexibility, accessibility, formalization, media richness.
Berdasarkan permasalahan yang muncul di lapangan dan teori yang
digunakan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen yang berdampak pada kualitas informasi
akuntansi manajemen, seperti : ketidakpastian lingkungan (Coombs, et al., 2005:
15; Gowthorpe, 2008: 12; Atrill & McLaney, 2009: 33; Weetman, 2010: 5;
Eldenburg, et al., 2011: 7; Drury, 2012: 4; Stair & Reynolds, 2012: 37; Azhar
Susanto, 2013: 29; Laudon & Laudon, 2016: 118-119, 125), struktur organisasi
(Emmanuel, et al., 1990: 38; Clarke, 2001: 131; Riahi-Belkaoui, 2002: 140;
Bhimani, et al., 2008: 24; Stair & Reynolds, 2010: 48, 74; Weetman, 2010: 411;
Eldenburg, et al., 2011: 7; Kendall & Kendall, 2011: 46; Laudon & Laudon, 2016:
119, 125) dan kompetensi pengguna sistem informasi (Riahi-Belkaoui, 2002: xi;
Ward & Peppard, 2002: 391; O’Brien & Marakas, 2010: 69; Hall, 2011: 10;
Romney & Steinbart, 2015: 36; Laudon & Laudon, 2016: 590).
Lingkungan organisasi pada hakekatnya adalah segala sesuatu yang
berada diluar organisasi yang berpengaruh pada organisasi baik secara parsial
maupun keseluruhan, baik langsung maupun tidak langsung (Daft & Mercic,
2009: 49; Daft, 2010: 140; Wagner & Hollenbeck, 2010: 271; Robbins & Judge,
13
2013: 499). Lingkungan senantiasa berubah (Brooks, et al., 2004: 363). Manajer
di semua tingkatan menggunakan informasi tentang lingkungan untuk
menfasilitasi pembuatan keputusan guna memungkinkan organisasi beroperasi
secara sukses (Brooks, et al., 2004: 17). Namun sayangnya, informasi tentang
lingkungan tidak selalu tersedia, sehingga manajer sering bekerja dalam kondisi
ketidakpastian (Bateman & Snell, 2013: 53). Karena itu dikatakan bahwa
lingkungan menciptakan ketidakpastian bagi manajer (Daft & Mercic, 2009: 59).
Fenomena yang terkait dengan ketidakpastian lingkungan pada
perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dikemukan oleh Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati (2017) yang menyatakan bahwa ketidakpastian
lingkungan merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh BUMN
karena akan berdampak pada pasar atas produk dan jasa yang dihasilkannya.
Tidak hanya itu, pengelolaan BUMN di Indonesia diwarnai dengan ketidakpastian
lingkungan terutama yang terkait dengan aspek regulasi/peraturan (Said Didu,
2013). Untuk itu, perusahaan-perusahaan BUMN harus mampu untuk menghadapi
ketidakpastian lingkungan yang mengancam kegiatan usaha BUMN (Rini
Soewandi, 2016).
Adapun yang dimaksud dengan ketidakpastian lingkungan adalah
ketidakmampuan organisasi melalui para manajernya untuk memahami dan
memprediksi dengan baik pengaruh dari perubahan dan kompleksitas lingkungan
yang disebabkan sulitnya mendapatkan informasi atau tidak tersedianya informasi
yang memadai tentang lingkungan (Milliken, 1987: 134; Hoque, 2004: 39; CIMA,
2005: 97; Hill & McShane, 2008: 43; Daft & Mercic, 2009: 59; Kreitner, 2009:
14
212; Daft, 2010: 145; Wagner & Hollenbeck, 2010: 274; Hitt, et al., 2011: 497;
Gomez-Mejia & Balkin, 2012, 169; Robbins & Coulter, 2012: 49; Wheelen &
Hunger, 2012: 98; Bateman & Snell, 2013: 53; Hatch & Cunlife, 2013: 68; Griffin
& Moorhead, 2014: 468; Robbins, et al., 2014: 43)
Beberapa penelitian terdahulu menyediakan bukti empiris tentang
pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen. Gordon & Narayanan (1984) menemukan bahwa kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen merupakan fungsi dari ketidakpastian lingkungan
pada 34 perusahaan manufaktur di Kansas dan Missouri, USA. Sementara
Ghazemi, et al. (2015) menunjukkan bahwa kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen berubah secara dinamis sesuai dengan perubahan lingkungan pada
120 perusahaan yang terdaftar di Tehran Stock Exchange di Iran.
Chenhall & Morris (1986) menunjukkan adanya pengaruh ketidakpastian
lingkungan terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 36
perusahaan manufaktur di Australia. Pengaruh yang sama juga ditemukan Gul &
Chia (1994) pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di otoritas telekomunikasi
Singapura. Berdasarkan studi kasus di 7 perusahaan Lithuania, Strumickas &
Valanciene (2010) menunjukkan bahwa kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen pada perusahaan tersebut sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian
lingkungan. Pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen juga ditemukan Chiou (2011) pada perusahaan
publik di Taiwan dan Hammad, et al., (2013) pada 50 sakit rumah sakit di Iran
serta Hoque (2014) pada 34 perusahaan manufaktur di Australia.
15
Agbejule (2005) menemukan bahwa ketidakpastian lingkungan
berinteraksi dengan kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 11
perusahaan di Finlandia. Sedangkan Chong & Chong (1997) menunjukkan bahwa
ketidakpastian lingkungan merupakan anteseden penting bagi kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen pada perusahaan manufaktur di Australia.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, disamping ketidakpastian
lingkungan, faktor lain yang mempengaruhi kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen adalah struktur organisasi (Emmanuel, et al., 1990: 38; Clarke, 2001:
131; Riahi-Belkaoui, 2002: 140; Bhimani, et al., 2008: 24; Stair & Reynolds,
2010: 48, 74; Weetman, 2010: 411; Eldenburg, et al., 2011: 7; Kendall & Kendall,
2011: 46; Laudon & Laudon, 2016: 119, 125). Struktur organisasi menyediakan
pedoman (blueprint) tentang hubungan pelaporan, pengendalian, kewenangan dan
pembuatan keputusan dalam organisasi (Hitt, et al., 2012: 160). Untuk
mengkaitkan elemen-elemen dalam organisasi menjadi sesuatu yang koheren
dibutuhkan sistem informasi akuntansi manajemen (Daft, 2010: 127). Struktur
organisasi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai suatu sistem formal yang
mengatur tentang bagaimana pekerjaan, kewenangan dan tanggung jawab dibagi,
dikelompokkan dan dikoordinasikan dalam organisasi sehingga memungkinkan
pencapaian tujuan-tujuan organisasi (Stroh, et al., 2002: 398; Kinicki & William,
2010: 237; McShane & Glinow, 2010: 386; Hitt, et al., 2011: 487; Gomez-Mejia
& Balkin, 2012: 256; Robbins & Coulter, 2012: 265; Colquitt, et al., 2013: 504;
Robbins & Judge, 2013: 481; Griffin & Moorhead, 2014: 430; Robbins, et al.,
2014: 127; Rothaermal, 2014: 346; Jones & George, 2016: 279).
16
Fenomena yang terkait dengan struktur organisasi pada perusahaan-
perusahaan badan usaha milik negara dikemukakan Menteri BUMN Rini
Soemarno (2014) yang mengungkapkan adanya ketidakefisienan pada struktur
organisasi Pertamina. Di BUMN Merpati, lemahnya koordinasi antar direksi dan
penyalahgunaan wewenang menyebabkan Merpati mengalami keterpurukan (Erik
S. Wardhana, 2014). Kelemahan lain pada struktur organisasi BUMN adalah tidak
adanya pemisahan tugas dan fungsi secara memadai dan standard operating
prosedures (SOP) yang jarang ditaati (Ucok Sky Khadafi, 2012).
Pengaruh struktur organisasi terhadap kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen didukung oleh bukti empiris dari beberapa penelitian terdahulu.
Gordon & Narayanan (1984) menemukan adanya korelasi antara struktur
organisasi dengan kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 34
perusahaan manufaktur di Kansas dan Missouri, USA. Sementara Cassia, et al.
(2005) juga menemukan adanya korelasi antara struktur organisasi dengan
kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 501 perusahaan di Itali.
Demikian pula dengan Soobaroyen & Poorundersing (2008) yang menemukan
adanya korelasi antara struktur organisasi dengan kualitas sistem informasi
akuntansi manajemen pada 75 perusahaan di Mauritius.
Chenhall & Morris (1986) menemukan pengaruh struktur organisasi
terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 36 perusahaan
manufaktur di Australia. Sementara Gul & Chia (1994) menemukan pengaruh
struktur organisasi terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di otoritas telekomunikasi Singapura.
17
Selanjutnya Moores & Yuen (2001) menemukan bahwa kualitas sistem informasi
akuntansi manajemen dipengaruhi oleh struktur organisasi pada industri pakaian
dan alas kaki di Australia.
Sementara Strumickas & Valanciene (2010) menunjukkan bahwa
kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 7 perusahaan di Lithuania
sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi. Demikian pula dengan Hammad, et
al., (2013) yang menemukan bahwa struktur organisasi merupakan faktor esensial
bagi kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada 50 rumah sakit di Iran.
Kompetensi pengguna sistem informasi juga merupakan faktor yang
mempengaruhi kualitas sistem informasi akuntansi manajemen (Riahi-Belkaoui,
2002: xi; Ward & Peppard, 2002: 391; O’Brien & Marakas, 2010: 69; Hall, 2011:
10; Romney & Steinbart, 2015: 36; Laudon & Laudon, 2016: 590). Kompetensi
pengguna sistem informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menggunakan sistem informasi
akuntansi manajemen sehingga tujuan sistem informasi akuntansi manajemen
dapat dicapai (Spencer & Spencer, 1993: 9; Marshall, 1998: 29; Dubois, et al.,
2004: 16; Tyson, 2006: 132; Hayes & Ninemeier, 2009: 173; Mahapatro, 2010:
139; McShane & Glinow, 2010: 36; Noe, 2010: 127; Hout, et al., 2011: 2; Rowley
& Jackson, 2011: 22; Stewart & Brown, 2011: 22; Gomez-Mejia, et al., 2012:226;
Dessler, 2014: 296; Robbins, et al., 2014: 209; Mondy & Martocchio, 2016: 122).
Fenomena tentang kompetensi pengguna sistem informasi di perusahaan
badan usaha milik negara diungkapkan M. Kuncoro W (2014) yang menyatakan
kegagalan implementasi sistem informasi di PT. KAI baik dari segi waktu dan
18
biaya disebabkan oleh terbatasnya kompetensi yang dimiliki oleh sumber daya
manusia. Fenomena lain adalah lemahnya kapasitas sumber daya manusia serta
rendahnya kompetensi pegawai (Megananda Daryono, 2015).
Beberapa penelitian terdahulu juga menyediakan bukti empiris tentang
pengaruh kompetensi pengguna sistem informasi terhadap kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen. Ilham Hidayah Napitupulu (2015) menunjukkan
bahwa kompetensi pengguna sistem informasi berpengaruh terhadap kualitas
sistem informasi akuntansi manajemen pada perusahaan manufaktur di Medan,
Indonesia. Selanjutnya Lesi Hertati & Wahyudin Zarkasyi (2015) menunjukkan
bahwa kompetensi pengguna sistem informasi merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kualitas sistem informasi akuntansi manajemen pada perusahaan
BUMN yang beroperasi di Sumatera Selatan, Indonesia. Madapusi & Ortiz (2014)
juga menunjukkan bahwa kualitas sistem informasi akuntansi manajemen
dipengaruhi oleh kompetensi pengguna sistem informasi pada perusahaan-
perusahaan di India. Demikian pula dengan Daoud & Triki (2013) yang
menunjukkan bahwa interaksi kompetensi pengguna sistem informasi dengan
kualitas sistem informasi akuntansi manajemen berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan di Tunisia.
Beydokhti, et al. (2011) menemukan bahwa kompetensi pengguna sistem
informasi merupakan faktor paling berpengaruh terhadap kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen pada perusahaan yang terdaftar di Tehran Stock
Exchange. Selanjutnya Kaasbøll, et al. (2010) menemukan pengaruh kompetensi
pengguna sistem informasi terhadap kualitas sistem informasi akuntansi
19
manajemen pada perusahaan yang bergerak di sektor kesehatan di Malawi.
Sementara Al-Adaileh (2009) menunjukkan bahwa kompetensi pengguna sistem
informasi merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas sistem informasi
akuntansi manajemen pada Jordan Telecom Group.
Berdasarkan fenomena yang terjadi, literatur yang digunakan serta hasil-
hasil penelitian terdahulu, maka penelitian ini mengangkat tema yang diberi judul
: Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan, Struktur Organisasi, dan
Kompetensi Pengguna Sistem Informasi terhadap Kualitas Sistem Informasi
Akuntansi Manajemen serta Implikasinya pada Kualitas Informasi
Akuntansi Manajemen (Survey terhadap Unit-unit Fungsional di Badan
Usaha Milik Negara Indonesia).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah disampaikan di atas,
maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1) Seberapa besar pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen.
2) Seberapa besar pengaruh struktur organisasi terhadap kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen.
3) Seberapa besar pengaruh kompetensi pengguna sistem informasi terhadap
kualitas sistem informasi akuntansi manajemen.
4) Seberapa besar pengaruh kualitas sistem informasi akuntansi manajemen
terhadap kualitas informasi akuntansi manajemen.
20
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh ketidakpastian
lingkungan terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen.
2) Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh struktur organisasi
terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen.
3) Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh kompetensi
pengguna sistem informasi terhadap kualitas sistem informasi akuntansi
manajemen.
4) Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh kualitas sistem
informasi akuntansi manajemen terhadap kualitas informasi akuntansi
manajemen.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang segala sesuatu yang merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita (Jujun S.
Suriasumantri, 2010:104). Sementara ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya
dan terbatas pada lingkup pengalaman kita dimana ilmu mengumpulkan
pengetahuan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang
21
sehari-hari dihadapi manusia, dan untuk digunakan dalam menawarkan berbagai
kemudahan kepadanya (Jujun S. Suriasumantri, 2010:105-106).
Pengembangan ilmu berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan
yang telah ada (Sugiyono, 2013: 5). Sementara menurut Sekaran & Bougie (2013:
7) pengembangan ilmu adalah upaya yang dilakukan untuk menghasilkan
tambahan ilmu dan pemahaman tentang fenomena yang menjadi minat (interest)
serta untuk membangun teori dengan cara mengkomprehensifkan bagaimana
suatu fenomena (masalah) di suatu organisasi dapat dipecahkan. Dengan
demikian, pengembangan ilmu adalah pembuktian secara sistematis dari
pengetahuan yang dimiliki untuk menghasilkan penemuan kebenaran yang
bersifat umum.
Menemukan kebenaran yang bersifat umum dapat diperoleh melalui
penelitian, seperti penelitian yang dilakukan untuk mencari kebenaran “pengaruh
ketidakpastian lingkungan, struktur organisasi dan kompetensi pengguna sistem
informasi terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen serta
implikasinya pada kualitas informasi akuntansi manajemen”.
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi dunia akademis dan bagi peneliti
lainnya dalam pengembangan ilmu.
1) Bagi dunia akademis untuk pengembangan ilmu.
a) Penelitian yang dilakukan memberikan hasil konfirmasi secara empiris
atas teori (pengembangan ilmu) yang digunakan dalam melihat pengaruh
ketidakpastian lingkungan, struktur organisasi dan kompetensi pengguna
sistem informasi terhadap kualitas sistem informasi akuntansi manajemen
22
serta implikasinya pada kualitas informasi akuntansi manajemen. Hal ini
merupakan pengembangan ilmu akuntansi yang dilakukan peneliti.
b) Hasil pembuktian empiris, hasil penelitian sebelumnya dan ilmu yang
telah ada mengenai kualitas sistem informasi akuntansi manajemen dan
kualitas informasi akuntansi manajemen akan semakin berkembang.
2) Bagi peneliti lain.
Hasil penelitian ini dapat menambah referensi dan menjadi dasar bagi peneliti
lain untuk meneliti kembali dalam upaya pengembangan ilmu mengenai
sistem informasi akuntansi manajemen dan informasi akuntansi manajemen
yang digunakan dalam organisasi, baik organisasi nonbisnis maupun
organisasi bisnis dan bahkan pada dunia pendidikan.
1.4.2 Kegunaan Untuk Pemecahan Masalah
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan melalui model kerangka
pemikiran yang diajukan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi baik
pada kualitas sistem informasi akuntansi manajemen maupun pada kualitas
informasi akuntansi manajemen yang digunakan. Organisasi harus memiliki
pemahaman yang baik tentang ketidakpastian lingkungan dimana mereka
beroperasi, menerapkan struktur organisasi yang efektif guna menwujudkan
tujuan-tujuan organisasi dan meningkatkan kompetensi pengguna sistem
informasi. Dengan demikian, sistem informasi akuntansi manajemen yang
berkualitas akan menghasilkan informasi akuntansi manajemen yang berkualitas
23
yang pada gilirannya dapat meningkatkan efektifitas pembuatan keputusan
(dengan kata lain, keputusan yang dibuat akan berkualitas).
Berdasarkan teori yang dibangun dan bukti empiris yang didapat, maka
fenomena yang terjadi akan dapat diperbaiki melalui pemahaman terhadap
ketidakpastian lingkungan, struktur organisasi serta kompetensi pengguna sistem
informasi. Dengan adanya sistem informasi akuntansi manajemen yang
berkualitas, tentu saja diharapkan dapat dihasilkan informasi akuntansi
manajemen yang berkualitas pula.