bab i pendahuluan 1. latar...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang pasti akan mendefinisikan “bahasa” dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang mereka anut. Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional yang berkaitan dengan ciri sistem yang bersifat sistematik dan sistemik. Bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan- ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur dan bersifat sistematik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem (Soeparno, 2002: 1). Manusia tidak dapat lepas dari bahasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Bahasa dalam kehidupan bermasyarakat berfungsi sebagai alat komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan antara penutur satu dengan penutur lainnya. Selain itu, bahasa juga digunakan untuk menyampaikan ide-ide yang ada di dalam pikiran manusia. Dengan demikian, ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat berkomunikasi, saling menyampaikan maksud, tidak hanya dalam bentuk lisan, namun juga dalam bentuk tulisan. Wardaugh (1986: 1) mengatakan a language is what the members of a particular society speak (sebuah bahasa adalah apa yang diujarkan oleh masyarakatnya). Tanpa bahasa manusia tidak dapat menyalurkan ide, gagasan, atau memberikan informasi kepada orang lain. Dalam hal ini, setiap

Upload: trantruc

Post on 26-Apr-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk

berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang pasti akan mendefinisikan “bahasa”

dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang

mereka anut. Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu

sistem tanda arbitrer yang konvensional yang berkaitan dengan ciri sistem yang

bersifat sistematik dan sistemik. Bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan-

ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur dan bersifat sistematik karena bahasa

itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem (Soeparno, 2002: 1).

Manusia tidak dapat lepas dari bahasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan

penggunaan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Bahasa dalam kehidupan

bermasyarakat berfungsi sebagai alat komunikasi yang dipakai untuk

menyampaikan pesan antara penutur satu dengan penutur lainnya. Selain itu,

bahasa juga digunakan untuk menyampaikan ide-ide yang ada di dalam pikiran

manusia. Dengan demikian, ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat

berkomunikasi, saling menyampaikan maksud, tidak hanya dalam bentuk lisan,

namun juga dalam bentuk tulisan. Wardaugh (1986: 1) mengatakan a language is

what the members of a particular society speak (sebuah bahasa adalah apa yang

diujarkan oleh masyarakatnya). Tanpa bahasa manusia tidak dapat menyalurkan

ide, gagasan, atau memberikan informasi kepada orang lain. Dalam hal ini, setiap

2

manusia membutuhkan bahasa untuk bisa berkomunikasi dan berinteraksi dalam

kehidupan bermasyarakat. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan

bermasyarakat, para anggota masyarakat dituntut untuk dapat berkomunikasi lebih

dari hanya satu bahasa saja.

Setiap bangsa di dunia memiliki bahasanya masing-masing untuk

memudahkan komunikasi antar sesama masyarakatnya. Dan bahasa- bahasa

tersebut tentunya memiliki sistem bahasa yang berbeda-beda. Sistem bahasa yang

berbeda itu ditunjukkan dengan adanya tata bahasa atau grammar yang berbeda-

beda dari masing-masing bahasa. Adanya sistem yang berbeda antara bahasa satu

dengan bahasa yang lainnya menunjukkan bahwa bahasa bersifat unik. Bahasa

dikatakan bersifat unik karena setiap bahasa mempunyai ciri khas yang tidak

dimiliki oleh bahasa lainnya (Chaer, 2003: 49).

Ketika hubungan antar bangsa semakin erat, hal tersebut akan menuntut

suatu bahasa menjadi alat komunikasinya. Hubungan antar bangsa yang berbeda

bahasa akan menimbulkan usaha untuk mempelajari bahasa. Pada dasarnya, setiap

manusia akan menggunakan bahasa yang telah mereka pelajari, baik yang

didapatkan dari orang tuanya yang disebut sebagai bahasa pertama atau bahasa

ibu, maupun yang didapatkan dari lembaga pendidikan yang disebut sebagai

bahasa kedua (second language) dan bahasa asing (foreign language). Bahasa

Inggris merupakan salah satu bahasa di dunia yang menjadi bahasa internasional

sekaligus salah satu bahasa asing yang banyak diajarkan pada lembaga-lembaga

pendidikan di Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, para pembelajar

yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua

3

tentu akan mengalami hambatan atau kesulitan. Hal tersebut terjadi karena setiap

bahasa memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaaan dan persamaan tersebut

banyak dijumpai pada tata bahasa atau grammar dari masing-masing bahasa.

Persamaan dalam tata bahasa antara bahasa satu dengan bahasa lainnya

tidak akan menimbulkan kesulitan bagi para pembelajar yang sedang mempelajari

suatu bahasa yang berbeda. Namun, perbedaan tata bahasa biasanya akan

membuat pembelajar mengalami kesulitan yang pada akhirnya akan menimbulkan

kesalahan. Hal tersebut dapat terjadi karena mereka memiliki dua atau lebih

sistem tata bahasa yang berbeda. Karena terdapat perbedaan sistem pada setiap

bahasa terutama pada tata bahasa atau grammar, maka pembelajar atau siswa akan

menggunakan sistem bahasa pertamanya atau bahasa ibunya dalam mempelajari

bahasa kedua atau bahasa asing. Brown (1987: 172) mengatakan bahwa salah satu

yang menjadi penyebab kesalahan yaitu transfer interlingual. Tahap awal

pembelajaran bahasa lazimnya ditandai oleh transfer interlingual, yakni

perpindahan unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua

atau bahasa yang sedang dipelajari siswa. Pada tahap belajar, kekeliruan atau

kesalahan dapat disebabkan oleh interferensi, yaitu kesalahan atau kekeliruan

yang disebabkan oleh kebiasaan penggunaan bentuk-bentuk bahasa pertama

kedalam bahasa kedua atau bahasa asing yang sedang dipelajari.

Setiap kalimat yang digunakan oleh manusia dalam menyampaikan

sesuatu, disesuaikan dengan kondisi yang menyertainya. Terlebih lagi, setiap

kalimat yang digunakan dalam komunikasi berbeda-beda satu sama lain.

Misalnya, kalimat deklaratif merupakan kalimat yang berbentuk pernyataan yang

4

dapat berbentuk narasi, argumentasi, informasi, atau deskripsi. Kalimat interogatif

atau kalimat tanya pada dasarnya dibedakan dari tanda tanya yang menyertai

kalimat tersebut. Sementara itu, kalimat imperatif ditekankan sepenuhnya

terhadap perintah yang titik acuannya lebih kepada objek yang dimaksud. Secara

konstruksional, kalimat imperatif diawali dengan verba dasar yang perannya lebih

bersifat menyuruh seseorang, yang identik dengan aktifitas manusia untuk

bertindak.

Pembelajaran bahasa tentu tidak akan terlepas dari pembelajaran kalimat,

khususnya kalimat imperatif. Konstruksi kalimat imperatif bahasa Inggris tentu

saja memiliki perbedaan dengan konstruksi kalimat imperatif bahasa Indonesia

karena kedua bahasa tersebut memiliki sistem bahasa yang berbeda dan berasal

dari rumpun bahasa yang berbeda pula. Perbedaan itulah yang pada akhirnya

akan menimbulkan kesulitan dan hambatan para pembelajar bahasa Inggris

khususnya dalam menghasilkan kalimat imperatif.

Dalam hal ini, untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam

proses belajar mengajar, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai

bahasa asing atau foreign language diperlukan analisis kontrastif (anakon). Dalam

pengajaran bahasa, anakon dianggap sangat penting. Karena dengan

membandingkan bahasa yang sedang dipelajari (target language) dengan bahasa

yang dimiliki oleh siswa, maka pola-pola yang akan menimbulkan kesulitan bagi

pembelajar dapat diprediksi dan dideskripsikan. Pada proses pengontrasan antar

bahasa, pembanding dapat membandingkan ciri-ciri pengembangan frasa bahasa

pertama( B1) atau bahasa kedua (B2), pola dasar kalimat inti B1 dan B2, ciri-ciri

5

kalimat tanya dan perintah, ciri-ciri penggabungan kalimat, dan semua yang

berhubungan dengan analisis sintaksis secara mikro sebuah bahasa (Parera 1997:

111).

Semua bahasa memiliki “siasat” (Verhaar, 2006: 257) atau strategi untuk

membuat orang yang disapa melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai

dengan isi ujaran yang disampaikan pembicara seperti: Pergi(lah)! dalam bahasa

Indonesia dan Go! dalam bahasa Inggris. Tuturan-tuturan tersebut dikenal sebagai

kalimat imperatif. Kadar tuntutan dalam kalimat imperatif bisa bermacam-macam.

Kalimat imperatif yang menyatakan perintah jelas memiliki kadar tuntutan yang

lebih tinggi, sedangkan kalimat imperatif yang menyatakan permohonan

mempunyai tuntutan yang rendah. Tinggi rendahnya kadar tuntutan pada kalimat

imperatif tersebut ditentukan oleh kewenangan (otoritas) serta keterlibatan kedua

pembicara. Selain itu, tinggi rendahnya tuntutan dalam kalimat imperatif ditandai

pula dengan adanya konstituen-konstituen tambahan yang berfungsi

menghaluskan perintah, seperti adanya penambahan prefiks pada verbal atau

dengan menambahkan frasa ‘lebih baik’ pada kalimat imperatif sebagai contoh

dalam bahasa Indonesia: Lebih baik jangan diangkat! (Verhaar, 2006: 259) atau

dengan memanfaatkan bentuk pasif. Pemakaian bentuk pasif dalam kalimat

imperatif sangat umum dalam bahasa Indonesia (Alwi dkk, 2003: 355). Hal ini

sangatlah berbeda dengan bahasa Inggris yang tidak mengenal bentuk pasif dalam

kalimat imperatifnya. Contoh kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris adalah sebagai berikut:

(1) Masuk! (I1)

6

(2) Tolong ambilkan buku itu! (I2)

(3) Kontrak ini dikirimkan sekarang! (I1)

(4) Jump! (E8)

(5) Do work a little harder! (E9)

(6) Please write with a good pen! (E5)

Adanya bentuk pasif dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia dan tidak

dikenalnya bentuk pasif dalam kalimat imperatif bahasa Inggris tersebut

seharusnya dipahami oleh para pembelajar bahasa Inggris yang ada di Indonesia.

Hal ini berkaitan dengan pemahaman tentang struktur kalimat yang berbeda

diantara kedua bahasa tersebut. Sebagai contoh, bahasa Inggris merupakan bahasa

yang memiliki kata kerja bantu (auxiliary verbs) sedangkan di dalam bahasa

Indonesia tidak mengenal tentang hal itu.

Dengan berbagai “siasat” atau cara dalam memanifestasikan aktivitas

memerintah, membuktikan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Inggris dan

bahasa Indonesia menarik untuk dikaji lebih lanjut. Dipilihnya pengontrasan

kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam penelitian ini karena

kedua bahasa tersebut memiliki struktur bahasa yang berbeda dan sangat menarik

dikaji lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan-perbedaan apa saja yang ada

didalamnya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya persamaan-

persamaan diantara kedua bahasa tersebut.

Menilik dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji

kalimat imperatif menggunakan metode perbandingan atau kontrastif dengan

7

mengambil objek kajian kalimat imperatif bahasa Inggris dan kalimat imperatif

bahasa Indonesia. Oleh karena itu, maka analisis yang akan dilakukan pada

penelitian ini adalah murni analisis kebahasaan dengan hasil analisis berupa

persamaan dan perbedaan melalui metode analisis pengontrasan atau contrastive

study.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa

masalah penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimana pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Indonesia?

b. Bagaimana pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Inggris?

c. Apa saja persamaan dan perbedaan antara kalimat imperatif bahasa Indonesia

dan bahasa Inggris?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Indonesia.

b. Mendeskripsikan pola-pola pembentukkan kalimat imperatif bahasa Inggris.

c. Menjelaskan persamaan dan perbedaan antara kalimat imperatif bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris.

4. Manfaat Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau

manfaat baik bagi pembaca pada umumnya maupun para pembelajar yang

8

mempelajari bahasa Inggris khususnya dalam menggunakan kalimat imperatif.

Manfaat tersebut dapat berupa manfaat secara praktis dan teoritis.

Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk

menambah khasanah kajian dalam bidang perbandingan bahasa khususnya

kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia karena penelitian mengenai

perbandingan antara kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia belum

pernah dilakukan.

Sementara manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menjadi masukan

bagi mereka yang bergerak di bidang pengajaran bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia untuk menyusun materi yang akan diajarkan dan membantu

mempermudah para pembelajar bahasa Inggris dalam mempelajari kalimat

imperatif bahasa Inggris. Para pembelajar dapat membandingkan antara kalimat

imperatif bahasa Inggris dengan kalimat imperatif bahasa Indonesia.

Dengan mengetahui perbedaan-perbedaan tersebut, para pembelajar

bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dapat dengan mudah menggunakan kalimat

imperatif bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, sehingga mereka tidak lagi

membuat kesalahan-kesalahan terutama dalam menulis dan menggunakan kalimat

imperatif bahasa Inggris.

5. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran terhadap karya ilmiah yang telah dilakukan

sebelumnya, khususnya tentang analisis perbandingan bahasa, peneliti belum

pernah menemukan penelitian tentang perbandingan kalimat imperatif bahasa

9

Inggris dan bahasa Indonesia. Namun, terdapat beberapa penelitian yang telah

dilakukan oleh para peneliti sebelumnya tentang kalimat imperatif yang ada

relevansinya dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahardi (1990) dalam disertasinya yang

berjudul “Kalimat Imperatif dalam Bahasa Indonesia: Kajian Pragmatik tentang

Kesantunan Berbahasa” dimaksudkan untuk mengungkap aspek-aspek

kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia. Aspek kesantunan

yang dimaksud berkaitan sangat erat dengan 1) wujud formal dan wujud

pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia, 2) wujud dan peringkat kesantunan

pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia, dan 3) penentu wujud peringkat

kesantuanan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia.

Temuan-temuan penelitian ini dapat disampaikan secara ringkas sebagai

berikut: Pertama, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia memiliki dua macam

perwujudan yakni wujud formal imperatif dan wujud pragmatik imperatif. Kedua,

kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia dibedakan menjadi

dua, yakni kesantunan linguistik dan kesantuan pragmatik. Ketiga, lima variabel

penentu persepsi peringkat kesantunan pemakain tuturan imperatif teridentifikasi

dalam penelitian ini. Kelima variabel tersebut adalah: 1) variabel jenis kelamin, 2)

variabel umur, 3) variabel latar belakang, 4) variabel pekerjaan, dan 5) variabel

daerah asal. Dari penelitian Rahardi ini didapatkan urutan persepsi peringkat

kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif dengan menggunakan tipe-tipe

tuturan imperatif secara berurutan dari bentuk yang paling tinggi tingkat

kesantunannya sampai bentuk yang paling rendah tingkat kesantunannya.

10

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sitanggang (2009) dalam skripsinya

yang berjudul A Contrastive Analysis of Imperative Sentences in English and

Batak Toba Language berusaha untuk menganalisis kalimat imperatif bahasa

Inggris dan bahasa Batak Toba. Dalam skripsi ini dituliskan bahwa kalimat

imperatif adalah kalimat perintah yang berisi perintah (command), permintaan

(request), larangan (prohibition), nasehat (advice), saran (suggestion), peringatan

(warning), dan compulsion. Tipe kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa

Batak Toba adalah sama, yaitu kalimat imperatif positif dan kalimat imperatif

negatif. Fungsi kalimat imperatif bahasa Batak Toba ada tujuh, yaitu: kalimat

perintah yang berisi perintah (command), permintaan (request), larangan

(prohibition), nasehat (advice), saran (suggestion), peringatan (warning), dan

compulsion. Sedangkan fungsi kalimat imperatif bahasa Inggris ada lima, yaitu:

kalimat perintah yang berisi perintah (command), permintaan (request), larangan

(prohibition), nasehat (advice), dan saran (suggestion). Hasil analisis menyatakan

bahwa dari segi tipe, bahasa Inggris dan bahasa Batak Toba memiliki tipe yang

sama, namun pada fungsi dan markernya berbeda, sehingga dapat disimpulkan

bahwa kalimat imperatif bahasa Batak Toba dan bahasa Inggris adalah sebagian

sama atau disebut partly correspondence.

Apa yang menjadi konsep kalimat imperatif, baik yang hanya menyangkut

konsep gramatikal, maupun yang mencakup konsep gramatikal dan konsep

pragmatik, dari beberapa hasil penelitian dalam sajian tinjauan pustaka diatas,

dimanfaatkan oleh penulis sebagai modal kerja dalam rangka penelitian kalimat

imperatif bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ini.

11

Adapun dalam penelitian ini akan mengupas kalimat imperatif dalam

bahasa Indonesia dan kalimat imperatif dalam bahasa Inggris secara gramatikal

yang mencakup konsep sintaktis, dimana di dalamnya terkandung tentang fungsi

dan kategori masing-masing kata atau frase dalam kalimat imperatif tersebut.

Untuk selanjutnya diketahui pola pembentukkan kalimat imperatif dalam bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga dapat dibandingkan diantara keduanya,

kemudian diketahui persamaan dan perbedaan yang terdapat didalamnya. Dengan

mengetahui hal tersebut maka akan mempermudah pembelajaran kalimat

imperatif dalam kedua bahasa tersebut.

6. Landasan Teori

Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori terkait dengan judul penelitian.

Konsep teoritis yang akan dijelaskan adalah: 1) analisis kontrastif, 2) definisi

kalimat, dan 3) kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

6.1 Analisis Kontrastif (Contrastive Analysis)

Carl James (1980) dalam Soedibyo (2004: 47) mendefinisikan analisis

kontrastif (anakon) adalah suatu kajian linguistik yang bertujuan untuk

mengkontraskan dua bahasa dan didasarkan pada asumsi bahwa bahasa dapat

dibandingkan. Sementara itu, menurut Kridalaksana (2008: 15), anakon adalah

metode sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan

perbedaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencapai prinsip yang

dapat diterapkan dalam masalah praktis, seperti pengajaran bahasa dan

terjemahan.

12

Menururt Parera (1997:111) ada dua macam analisis kontrastif, yaitu

analisis kontrastif mikrolinguistik dan analisis kontrastif makrolinguistik. Analisis

kontrastif secara mikrolinguistik disesuaikan dengan subsistem linguistik secara

murni, yakni subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan

subsistem semantik. Butir-butir dari masing-masing subsistem B1 dan B2

dibandingkan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara dua bahasa

terbanding. Untuk dapat membandingkan secara sistematis butir-butir bahasa pada

masing-masing subsistem linguistik, pembanding harus menguasai dengan benar

dan baik dasar-dasar mikrolinguistik.

Berdasarkan definisi di atas, anakon merupakan aktivitas atau kegiatan

yang mencoba membandingkan bahasa untuk mengidentifikasi persamaan dan

perbedaan di antara dua bahasa atau lebih. Lebih lanjut, Lado (1974: 2)

menjelaskan bahwa those elements that are similar to his native language will be

simple for him, and those elements that are different will be difficult (elemen-

elemen bahasa yang mirip dengan bahasa aslinya akan mudah dipelajari, dan

elemen-elemen yang berbeda akan menjadi sulit dipelajari). Kajian terhadap

unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan cara membandingkan dua data

kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan data bahasa kedua (B2).

Kemudian kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis, sehingga hasilnya

akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan kesamaan

dari kedua bahasa tersebut.Setelah itu, persamaan dan perbedaan yang diperoleh

dan dihasilkan melalui anakon tersebut dapat digunakan sebagai landasan dalam

13

meramalkan atau memprediksi kesulitan belajar yang akan dihadapi oleh para

siswa atau mahasiswa.

Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa teori

analisis kontrastif berhubungan dengan bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Pernyataan tentang kontrastif menggambarkan transfer dan interferensi dari B1 ke

B2 dalam proses pemroduksian B2 (Parera, 1997: 114). Pernyataan ini juga

dikuatkan oleh Cook (2000: 11) yang menyatakan bahwa the fundamental

assumption in contrastive analysis is “transfer” (asumsi pokok dalam analisis

kontrastif adalah “transfer”). Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Larsen-

Freeman dan Long (1991: 53) yang menyatakan bahwa where two languages

were similar, positive transfer would occur; where they were different, negative

transfer, or interference, would result (pada saat dua bahasa itu mirip, transfer

positif akan terjadi; pada saat keduanya berbeda, transfer negatif atau interferensi

yang akan dihasilkan).

Dalam setiap pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing, ada dua hal yang

biasa dilakukan oleh siswa. Pertama, siswa sering membuat kesalahan dalam

mempelajari bahasa kedua. Kedua, siswa sering membuat kesalahan berbahasa

dalam proses mempelajari bahasa kedua tersebut. Adapun para ahli

mengungkapkan hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2)

adalah tercampurnya sistem bahasa pertama dengan sistem bahasa kedua

(Pranowo, 1996: 40).

14

Anakon adalah suatu konsep yang berfungsi sebagai sarana

mengefisienkan dan mengefektifkan pengajaran bahasa. Sehingga, dengan analisis

kontrastif diharapkan pengajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA)

menjadi lebih baik. Analisis kontrastif mempunyai langkah-langkah tertentu yang

dikenal dengan istilah metodologi analisis kontrastif. Menurut Ellis (1986: 71),

ada empat langkah yang harus dilakukan dalam Analisis Kontrastif, yaitu:

mendeskripsikan sistem atau unsur-unsur bahasa pertama dan bahasa kedua,

menyeleksi sistem atau unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) yang akan dibandingkan

atau dianalisis, mengontraskan sistem atau unsur-unsur bahasa (B1 dan B2)

dengan cara memetakan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dianalisis, dan

memprediksikan sistem atau unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) untuk keperluan

pengajaran bahasa di sekolah.

Jadi, analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur

kebahasaan untuk keperluan pengajaran bahasa kedua, terutama untuk mengatasi

kesulitan dan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.

6.2 Definisi Kalimat

Kehadiran kalimat sewaktu berlangsungnya komunikasi, pada dasarnya

didorong oleh keinginan antar individu untuk menyampaikan perasaaan dan

pikirannya. Berdasarkan batasan ini, maka kalimat merupakan satuan lingual yang

sangat penting dalam tataran bahasa. Dengan satuan lingual berupa kalimat inilah

maka seseorang dapat berkomunikasi dengan orang yang lain.

15

Kalimat biasa didefinisikan sebagai suatu susunan kata-kata yang teratur

dan berisi pikiran yang lengkap (Chaer, 2003: 240). Definisi seperti ini sama

halnya seperti yang dikatakan oleh Alwi dkk, bahwa kalimat adalah satuan bahasa

terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh

(2003: 311). Mengingat bahwa kalimat memuat pesan yang utuh, maka apa yang

teramanatkan dalam kalimat sewaktu berlangsungnya “peristiwa cakapan” atau

dialog menuntut suatu pernyataan pikiran yang pasti atau tegas. Jadi kepastian

atau ketegasan pikiran akibat dari berlangsungya “peristiwa cakapan” atau dialog

merupakan tujuan yang pokok. Peristiwa semacam ini dapat dikatakan berlaku

pada setiap tipe kalimat. Salah satu diantara sekian tipe kalimat tersebut adalah

kalimat imperatif.

Di sisi lain, Frank (1972: 220-221) dalam bukunya Modern English

menjelaskan bahwa berdasarkan tipe-tipenya, kalimat terbagi menjadi kalimat

deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan kalimat eksklamasi.

Sedangkan berdasarkan jumlah prediksi penuhnya, kalimat terbagi menjadi

kalimat sederhana dan kalimat luas. Tambahan lagi, menurut Ramlan (2005: 26),

berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat dapat digolongkan

menjadi tiga golongan, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh.

Dalam ragam tulis, kalimat sebagian besar ditandai oleh huruf kapital di

pangkalnya dan oleh tanda akhir seperti titik, tanda seru, tanda tanya, atau tidak

ditandai apa-apa (misalnya dalam kalimat tak lengkap). Kalimat memiliki fungsi

sebagai dasar pembentukkan wacana. Sebuah wacana dapat terbentuk dari adanya

beberapa kalimat yang masing-masing memiliki arti sehingga wacana tesebut

16

dapat dipahami. Kalimat merupakan satuan dasar wacana, artinya wacana hanya

akan terbentuk jika ada dua kalimat atau lebih yang letaknya berurutan dan

berdasarkan kaidah kewacanaan. Dengan demikian setiap tuturan berupa kata atau

untaian kata yang memiliki ciri-cri di atas pada suatu wacana berstatus sebagai

kalimat (Alwi dkk, 2003: 311).

Pengertian kalimat dalam bahasa Inggris hampir sama dengan pengertian

kalimat dalam bahasa Indonesia. Leech dan Svartvik (1973: 268) mengatakan

bahwa sentences are units made up of one or more clauses (kalimat merupakan

unit yang terdiri dari satu klausa atau lebih). Leech dan Jan juga menjelaskan

bahwa kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa saja disebut dengan kalimat

sederhana atau simple sentence, sedangkan kalimat yang terdiri dari dua klausa

atau lebih disebut sebagai kalimat luas atau complex sentence. Tambahan lagi,

Downing dan Locke (2006: 35) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa

traditionally, the single independent clause (or simple sentence) is divided into

two main parts, subject and predicate. (Biasanya, suatu klausa independen (atau

kalimat sederhana) dibagi menjadi dua bagian utama, subjek dan predikat).

Kemudian, menurut Frank (1972: 220) kalimat dalam bahasa Inggris dapat

disusun dengan menggunakan simbol seperti SVO (Subject+Verb+Object), N1

VN2 (Noun+Verb+Noun), atau NP+VP (Noun Phrase+Verb Phrase).

6.3 Kalimat Imperatif bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

Kalimat perintah sering juga disebut kalimat imperatif (Markhamah, 2009:

71). Kalimat imperatif merupakan salah satu tipe kalimat yang selalu dapat

17

dijumpai dalam setiap bahasa, sebab keberadaan tipe kalimat ini dapat

dimanfaatkan oleh pihak pembicara untuk merangsang timbulnya persoalan reaksi

dari pihak lawan pembicara. Hal ini sesuai dengan apa yang sudah dituliskan oleh

Markhamah (2009: 71) bahwa kalimat imperatif berisikan perintah kepada

pembaca atau pendengar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Berkaitan dengan kalimat imperatif, dalam bukunya Ramlan (2005: 39-40)

menyebutnya sebagai kalimat suruh dan berdasarkan strukturnya, dibagi menjadi

empat jenis, yaitu: 1) kalimat suruh yang sebenarnya, 2) kalimat persilahan, 3)

kalimat ajakan, dan 4) kalimat larangan. Dengan demikian, persoalan kalimat

imperatif secara konsep dapat dikatakan menyangkut adanya pernyataan yang

tegas dari pihak pembicara dan adanya reaksi atau tanggapan yang pasti dari pihak

lawan pembicara. Tipe kalimat imperatif dapat dikenali berdasarkan penentu

wujudnya, baik yang bersifat morfologis maupun yang bersifat sintaktis, atau

merupakan gabungan antar penentu wujud tersebut.

Lebih lanjut, Ramlan (2005: 39-40) menjelaskan bahwa kalimat imperatif

adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan menurut ciri formalnya,

jenis kalimat imperatif ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola

intonasi kalimat berita dan kalimat tanya yaitu ditandai dengan penggunaan tanda

/!/ pada akhir kalimatnya. Kemudian, Kridalaksana (2008: 104) juga mengatakan

bahwa dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif ini biasanya ditandai oleh

partikel seru –lah atau kata-kata seperti hendaknya, jangan, dsb. Dengan kata lain,

kalimat imperatif dapat didefinisikan sebagai kalimat yang mengandung perintah

18

atau permintaan agar orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang

diinginkan oleh orang yang memerintah.

Kalimat yang mengandung perintah itu meliputi suruhan yang keras

hingga ke permintaan yang halus. Adapun menurut Alwi (2003: 353) kalimat

perintah dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat dirinci menjadi enam

golongan yaitu: perintah atau suruhan biasa, perintah halus, permohonan, ajakan

dan harapan, larangan atau perintah negatif, dan pembiaran. Masih menurut Alwi

(2003: 353-354) bahwa kalimat imperatif memiliki ciri formal seperti berikut:

intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan; pemakaian partikel penegas,

penghalus dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan dan larangan; susunan

inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek, jika

diperlukan; dan pelaku tindakan tidak selalu terungkap.

Pengertian mengenai kalimat imperatif dalam bahasa Inggris juga tidak

jauh berbeda dengan pengertian imperatif dalam bahasa Indonesia seperti yang

sudah tertulis di atas. Dixson (1957: 19) menyatakan bahwa the imperative form

in English is used to express a command or request (bentuk imperatif dalam

bahasa Inggris digunakan untuk mengekspresikan suatu perintah atau

permintaan). Pernyataan ini juga didukung oleh George O. Curme dalam bukunya

berjudul English Grammar (1966: 97) yang menyatakan bahwa we usually employ

simple imperative in commands, admonitions, and requests (kita selalu

menggunakan kalimat imperatif sederhana dalam perintah, peringatan, dan

permintaan). Lebih lanjut, Quirk dan Greenbaum (1973: 200-202) membagi

kalimat imperatif menjadi tiga kelompok, yaitu: commands, negative commands

19

(prohibition), and persuasive imperatives (perintah, perintah negatif (larangan),

dan imperatif persuasif).

Selain definisi-definisi di atas tentang kalimat imperatif bahasa Inggris,

Downing dan Locke (2006: 191) dalam bukunya juga menuliskan bahwa kalimat

imperatif dalam bahasa Inggris merupakan salah satu bentuk kalimat yang khas

dan sangat berbeda dengan bentuk kalimat yang lainnya karena kalimat imperatif

tidak memiliki Subjek. Pernyataan tersebut didukung oleh Quirk dan Greenbaum

(1973: 200) yang menyatakan bahwa ciri umum dari kalimat imperatif bahasa

Inggris yaitu: it has no subject and it has an imperative finite verb (the base form

of the verb, without endings for number of tense) (kalimat imperatif tidak

memiliki subjek dan memiliki sebuah bentuk verba imperatif (bentuk verba dasar,

tanpa diakhiri sejumlah tenses)).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka

pada dasarnya kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris

memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu untuk memberikan perintah kepada

orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

7. Metode Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya bersifat kontrastif dengan menekankan aspek

sintaktisnya. Penelitian ini bersifat kontrastif, yang artinya bahwa penelitian

dilakukan dengan cara mengkomparasikan atau memperbandingkan unsur-unsur

bahasa dari dua bahasa yang berbeda. Penelitian ini memanfaatkan metode

kontrastif yang termasuk dalam tiga cakupan penelitian kualitatif. Jalannya

20

penelitian mengikuti metode linguistik yang dikemukakan oleh Sudaryanto

(1993:5) yang menggolongkan metode penelitian berdasarkan pada tiga tahap

upaya strategis yang berurutan yaitu : 1) cara atau metode pengumpulan data, 2)

cara atau metode analisis data, 3) cara atau metode penyajian hasil analisis data.

7.1 Metode Pengumpulan Data

Sudaryanto (1993:133-136) mengatakan bahwa pengumpulan data dari

sumber tertulis dilakukan dengan metode simak dan dilanjutkan dengan teknik

catat. Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mencari persamaan dan perbedaan

kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, maka sumber data dalam

penelitian ini adalah sumber tertulis yang berasal dari buku-buku tata bahasa.

Tahapan penyediaan data ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data

yang relevan dengan tujuan penelitian.

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode simak, yaitu

metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa secara tertulis yang

dilanjutkan dengan mencatat data-data yang diperlukan. Setelah itu, peneliti

memberikan kode-kode khusus terhadap buku-buku yang dibutuhkan guna

mempermudah pencarian dari buku yang mana data-data penelitian tersebut

berasal. Dalam penelitian ini data yang berupa kalimat imperatif dalam bahasa

Inggris diambil dari buku-buku tata bahasa Inggris seperti: English Grammar

(E1), Test & Drills in English Grammar (E2), English Grammar: A University

Course (E3), Modern English: A Practical Reference Guide (E4), English

Sentence Patterns (E5), A Communicative Grammar of English (E6), Exercise in

21

English Patterns & Usage (E7), Modern English Grammar (E8), A University

Grammar of English (E9), A Practical English Grammar (E10), sedangkan data

yang berupa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia diambil dari buku-buku

tata bahasa Indonesia, antara lain: Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (I1),

Ragam dan Analisis Kalimat Bahasa Indonesia (I2), Ilmu Bahasa Indonesia:

Sintaksis (I3), dan Asas-asas Linguistik Umum (I4). Selain itu, data kalimat

imperatif bahasa Indonesia juga dibuat sendiri oleh peneliti karena peneliti

merupakan penutur asli bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat

Mahsun (2003:102) yang menyatakan bahwa dalam penelitian bahasa terdapat

suatu metode yang disebut dengan metode introspektif yaitu metode penyediaan

data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang

dikuasainya (bahasa ibunya) untuk menyediakan data yang diperlukan bagi

analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya. Data-data yang diambil dari sumber-

sumber tersebut dibatasi sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian ini.

Kemudian peneliti melanjutkan proses pengumpulan data dengan teknik catat

terhadap data bahasa yang telah dipilih dengan lengkap. Sumber data lain yang

dianggap penting demi memperkaya data juga dimanfaatkan yaitu dengan

memanfaatkan skripsi, tesis, disertasi, dan hasil-hasil penelitian yang berbahan

penelitian kalimat imperatif.

7.2 Metode Analisis Data

Setelah data terhimpun dalam kategorinya, langkah selanjutnya adalah

menangani masalah yang terkandung dalam data. Penanganan masalah tersebut

memanfaatkan teknik hubung banding, yaitu teknik analisis data dengan cara

22

membandingkan satuan-satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu

berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan

semua unsur satuan kebahasaan yang ditentukan (Kesuma, 2007: 53).

Lebih lanjut, Verhaar (2006: 162) mengungkapkan bahwa ada tiga cara

untuk menganalisis klausa secara sintaktis. Pertama, ada “Fungsi-Fungsi” di

dalam klausa, kedua ada “Peran-Perannya”, dan ketiga ada “Kategori-

Kategorinya”. Sejalan dengan hal itu, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini

berdasarkan fungsi dan kategori sintaksisnya. Maksudnya yaitu data-data yang

sudah terkumpul kemudian dianalisis berdasarkan konstituen-konstituen

klausanya, entah konstituen itu berupa kata ataupun frasa. Lebih lanjut, untuk

menentukan jenis kategori dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia, peneliti

merujuk pada buku Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia (Harimurti Kridalaksana)

dan Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata (Ramlan). Sedangkan dalam

melakukan analisis kalimat imperatif bahasa Inggrisnya, penulis merujuk pada

buku English Sentence Analysis: An Introductory Course (Marjolijn Verspoor dan

Kim Sauter), English Grammar: A University Course (Angela Downing dan

Philip Locke), A Communicative Grammar of English (Geoffrey Leech dan Jan

Svartvik), serta A University Grammar of English (Randolph Quirk dan Sidney

Greenbaum).

Dalam penelitian ini, data diklasifikasikan dengan menggunakan

pendekatan kontrastif untuk mendapatkan persamaan dan perbedaan antara

kalimat imperatif bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih beserta teknik-tekniknya dan

23

metode padan beserta teknik-tekniknya. Metode agih adalah metode analisis yang

alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti

(Sudaryanto, 1993: 15). Dalam menganalisis data-data yang sudah terkumpul

seluruhnya, pertama-tama penulis menggunakan teknik dasar dalam metode agih

yang disebut teknik bagi unsur langsung (BUL) untuk mengetahui unsur-unsur

apa saja yang terkandung dalam kalimat imperatif itu sendiri dilihat dari segi

Fungsi dan Kategori sintaktisnya. Kemudian, analisis data dilanjutkan dengan

menggunakan teknik-teknik lanjutan dalam metode agih, seperti: teknik permutasi

(teknik balik), teknik subtitusi (teknik ganti), dan teknik delesi (teknik lesap).

Setelah masing-masing kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris tersebut dinalisis dengan metode agih dan teknik-tekniknya,

peneliti kemudian membandingkan antara kalimat imperatif bahasa Indonesia

dengan kalimat imperatif bahasa Inggris dengan metode padan. Metode padan

adalah metode/cara yang digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap

analisis data yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari

bahasa (langue) yang bersangkutan (1993:15). Metode tersebut digunakan untuk

mengetahui persamaan dan perbedaan antara kalimat imperatif bahasa Indonesia

dan bahasa Inggris. Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode padan translasional. Yang dimaksud dengan metode padan translasional

yaitu metode padan yang alat penentunya bahasa lain (Kesuma, 2007: 49). Dalam

penelitian ini, penulis akan berusaha untuk mencari semua persamaan

menggunakan teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS), dan perbedaan

menggunakan teknik Hubung Banding Membedakan (HBB), kemudian semua

24

unsur tersebut digunakan untuk mencari persamaan pokoknya dengan

menggunakan atau dikenal sebagai teknik Hubung Banding Menyamakan Hal

Pokok (HBSP).

7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data terdiri atas dua metode yaitu metode

penyajian informal dan metode penyajian formal. Penyajian hasil analisis data

secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-

kata biasa, sedangkan penyajian hasil analisis data formal yaitu penyediaan data

dengan menggunakan kaidah (Kesuma, 2007:71-71). Adapun hasil penelitian

tentang kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ini akan disajikan

secara informal yaitu dengan mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk

uraian kata-kata biasa.

8. Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab, yaitu bab I berisi

pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian. Bab II membahas pola-pola pembentukkan kalimat

imperatif bahasa Indonesia. Bab III membahas pola-pola pembentukkan kalimat

imperatif bahasa Inggris. Bab IV menyajikan persamaan dan perbedaan kalimat

imperatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bab V merupakan penutup yang

berisi simpulan dan saran.