bab i - landspatial | direktorat tata ruang dan pertanahan...
TRANSCRIPT
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada Bulan November 2013, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah melaksanakan beberapa
kegiatan utama antara lain, Rapat Pembahasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata
Ruang dan Pertanahan, Rapat Persiapan Kegiatan Seminar Internal Bappenas mengenai Kajian
Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dengan Tenaga Ahli, FGD
Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, serta Penyusunan
TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II).
Selain itu juga telah dilaksanakan beberapa kegiatan pendukung dan eksternal antara lain adalah
Rapat Mingguan dan Bulanan, Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan, Rapat Koordinasi
Eselon III dalam rangka persiapan Rakernas BKPRN 2013, Rapat Kerja Nasional BKPRN 2013,
Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013, Rapat Persiapan Rapat Kerja Direktorat TRP, Rapat
Persiapan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007.
Kegiatan yang telah selesai terlaksana adalah Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) BKPRN 2013 dan
Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013. Sedangkan kegiatan Background Study RPJMN 2015-2019
Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU
No. 27 Tahun 2007, Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan, serta Penyusunan TOR Kegiatan
Lanjutan (SCDRR II) masih dalam tahap proses persiapan sesuai dengan target waktu yang telah
ditetapkan.
Pada laporan ini akan dijelaskan secara mendetail kegiatan-kegiatan utama maupun pendukung
yang telah dilaksanakan pada Bulan November 2013.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 3
BAB II
KEGIATAN INTERNAL
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat pencapaian kinerja atas kegiatan-kegiatan yang
telah dilaksanakan, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan secara rutin melaksanakan evaluasi
kinerja seluruh bagian melalui mekanisme rapat rutin internal yang diselenggarakan setiap minggu
dan setiap bulan.
Evaluasi kinerja dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian
hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana kerja dapat dinilai dan
dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan dimasa yang akan datang. Fokus
utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (output) dari pelaksanaan rencana kerja.
Berikut ini adalah hasil evaluasi kinerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Tata Ruang dan
Pertanahan, yang merupakan gambaran mengenai pencapaian kinerja kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh semua bagian yang dirinci berdasarkan tahapan kegiatan yang telah ditetapkan
sesuai kerangka acuan kerja masing-masing kegiatan.
A. Kegiatan Utama
1. Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Sulawesi Utara
Pelaksanaan kegiatan pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Kantor Bappeda Sulawesi Utara. Beberapa isu bidang tata ruang yang teridentifikasi:
Raperda RTRW Provinsi Sulawesi Utara (sebelumnya adalah Perda 3/1991) sudah memperoleh
Persub BKPRN dan akan dievaluasi di Kemendagri pada tanggal 19 November 2013.
Dari aspek kehutanan, telah diterbitkan SK Menhut untuk kawasan hutan non-DPCLS. Namun
masih terdapat juga kawasan hutan DPCLS, dimana kondisi eksisting sudah berupa
pemukiman. Kawasan DPCLS ditetapkan pada status holding zone.
Daerah mengharapkan agar proses pembahasan rencana detail tidak serumit RTRW. Apabila
memungkinkan diberi bantuan insentif dari pusat. Selain itu daerah juga memerlukan
dukungan untuk sinkronisasi RPJPD, RPJMD, RTRW, karena akan dilaksanakan penyusunan
RPJMD tahap 3.
Pansus di provinsi menyiapkan SKPD bidang penataan ruang. Penataan ruang belum memiliki
posisi yang cukup kuat, mengingat saat ini kelembagaan hanya setingkat bidang eselon 3 di
Dinas PU.
Selain itu, jumlah PPNS yang masih terbatas di tingkat provinsi maupun kab/kota juga
terkadang masih sulit membedakan ranah dari objek yang disidiknya.
Diusulkan Sekda Provinsi sebagai ketua BKPRD harus ditingkatkan pemahaman bidang tata
ruang, karena saat ini banyak yang tidak paham tata ruang.
Dari segi dekonsentrasi, titik beratnya adalah pada percepatan RTRW dan RTH. Persub utk
RDTR juga akan didekonsentrasikan, namun belum ada informasi resmi dari Kementerian PU.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 4
Beberapa isu bidang pertanahan yang teridentifikasi:
Untuk mendukung pembangunan wilayah, BPN Kanwil telah memiliki neraca penatagunaan
tanah. Neraca ini pada dasarnya dapat digunakan sebagai salah satu instrumen pengendali
penataan ruang. Untuk itu, perlu adanya keterkaitan antara rencana pembangunan (RTRW)
dan neraca tata guna tanah.
Belum sinkronnya data luas kawasan pertanian di Provinsi Sulawesi Utara oleh 3 instansi
(Dinas Pertanian, Dinas PU, dan BPN Kanwil) terkait dengan isu ketahanan pangan daerah,
disebabkan oleh belum adanya keterkaitan dengan neraca penatagunaan tanah. Saat ini 3
instansi tersebut telah melakukan beberapa pertemuan untuk memperoleh data akhir,
sehingga selanjutnya BPN dapat melakukan pengendalian pada kawasan pertanian-LP2B
(Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian.
Terdapat sengketa tanah ulayat yang berkepanjangan di Pulau Lembeh (Kecamatan Lembeh
Utara dan Lembeh Selatan). Terjadi kesimpangsiuran pada batasan tanah negara dan ulayat
selama puluhan tahun. Untuk mengantisipasi hal yang lebih buruk, pada tahun 2005 Kepala
Kanwil BPN memutuskan untuk menghentikan segala bentuk pelayanan pertanahan di Pulau
Lembeh.
2. Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Papua Barat
Pelaksanaan kegiatan pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Kantor Bappeda dan Kanwil BPN Provinsi Papua Barat. Beberapa isu bidang tata ruang yang teridentifikasi dalam kegiatan ini adalah:
Perkembangan Penyusunan RTRW Propinsi, Kabupaten, dan Kota
- Evaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) RTRW Papua Barat telah dilakukan di dalam
forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Saat ini, sedang dalam proses
penomoran Perda di daerah. Adapun terkait penyelesaian masalah kawasan hutan yang
menjadi kendala penyelesaian RTRW Propinsi ini, direncanakan akan diselesaikan melalui
mekanisme Holding Zone (HZ), karena luasnya yang tidak terlalu besar (sekitar 3%). Untuk
RTRW Kab/Kota yang telah diperdakan sebelum penetapan Perda RTRW Provinsi, akan
dilakukan penyesuaian.
- Terkait proses perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, Pemprov menyampaikan
kendala pembiayaan. Ini menyebabkan proses tersebut terlambat dan baru sampai di tingkat
Tim Terpadu.
Penguatan peran BKPRD
BKPRD Provinsi secara rutin telah mengadakan pertemuan guna membahas penyelesaian
RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota, juga rencana rincinya. Untuk itu, Pemprov bermaksud
menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan BKPRD secara rutin kepada BKPRN dan
membutuhkan arahan terkait format laporan.
Kualitas dan Kuantitas PPNS di daerah
Saat ini, Provinsi Papua Barat tidak memiliki PPNS sama sekali. Hal ini dikarenakan satu
satunya PPNS yang ada, dipindahkan keluar kota. Namun, dinas PU telah mengupayakan
pencarian calon PPNS yang berminat, untuk segera diusulkan mengikuti pelatihan PPNS.
Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan
Terkait sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, yang di dalam RPJMN
2010-2014 merupakan Prioritas Nasional dan berbentuk dana dekonsentrasi Ditjen Penataan
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 5
Ruang Kementerian PU, diperoleh informasi bahwa tidak ada kegiatan yang dimaksud.
Penggunaan dana dekonsentrasi lebih diarahkan untuk sosialisasi penyelenggaraan penataan
ruang. Pemprov mengusulkan adanya Bimbingan Teknis (Bintek) dan sosialisasi terkait
sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Selain itu, Pemprov juga
mengusulkan agar pemanfaatan dana dekonsentrasi lebih fleksibel dalam rangka
mengakomodir kebutuhan Daerah.
Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang
Prioritas penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang di tahun 2013 adalah RTR Kawasan
Perbatasan (dengan bantuan BNPP) dan RTR KSN Raja Ampat.
Beberapa isu bidang pertanahan yang teridentifikasi:
Pemetaan Tanah Adat/Ulayat
- Provinsi Papua Barat belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur
mengenai pengelolaan tanah ulayat/adat di daerah tersebut.
- Perlu dilakukan penataan batas tanah adat/ulayat yang melibatkan ketua adat di daerah
tersebut kemudian dituangkan dalam peta tanah adat/ulayat.
- Perlu sosialisasi Peraturan Menteri Agraria No. 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan mendorong Pemda agar melakukan
penelitian terkait keberadaan tanah adat/ulayat di daerah tersebut.
- Perlu sosialisasi mengenai pentingnya pemetaan tanah adat/ulayat kepada masyarakat
hukum adat.
Penanganan Kasus Pertanahan
- Kasus pertanahan yang sering muncul di Papua Barat terkait dengan pengelolaan tanah
adat/ulayat selama ini dibawa ke peradilan umum. Namun secara hukum peradilan umum
tidak berwenang menangani kasus adat.
- Berkenaan rencana pembentukan pengadilan khusus pertanahan, perlu mengakomodir
kewenangan penanganan kasus adat/ulayat yang melibatkan tokoh adat setempat.
Pemetaan Kawasan hutan dan non hutan
Perlu mendorong agar dilakukan pemetaan kawasan hutan dan non hutan, karena di lapangan
batas kawasan hutan tidak diketahui dengan jelas sehingga menyulitkan penerbitan sertifikat
tanah.
3. Lokakarya Background Study Buku III RPJMN 2015-2019
Pelaksanaan kegiatan pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Hotel Grand Kemang Jakarta. Pokok-pokok penting dalam diskusi ini disampaikan oleh pemerintah provinsi antara lain:
Komitmen pembangunan perlu diperkuat untuk pembangunan KSN, terutama di daerah
perbatasan.
Perlu penguatan kerangka regulasi, tidak hanya berfokus pada kerangka pendanaan. Perlu
adanya konsolidasi kebijakan 'masa lalu' seperti KAPET dengan 'kebijakan masa kini' seperti
KEK agar tidak membingungkan pemda.
PPP perlu dibatasi untuk KBI, KTI masih harus didukung penuh oleh APBN karena pasar belum
tercipta. Untuk 14 provinsi di KTI perlu penajaman per pulau kemudian per provinsi.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 6
Diperlukan strategi baru, namun bukan BAU untuk memperbaiki berbagai program yang tidak
berjalan saat ini.
4. Rapat Pembahasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 15 November 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan
menyiapkan paparan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan.
Secara umum. disepakati draft paparan Direktur Tata Ruang dan Pertanahan mengenai Background
Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan untuk disampaikan dalam Rapat Kerja
Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.
5. Rapat Persiapan Kegiatan Seminar Internal Bappenas mengenai Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dengan Tenaga Ahli
Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 19 November 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan
menyiapkan bahan paparan dan ringkasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata
Ruang dan Pertanahan untuk seminar internal Bappenas.
Dalam rapat berhasil disepakati draf paparan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata
Ruang dan Pertanahan, berikut ringkasannya.
6. Penyusunan TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II)
Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 26 November 2013 bertempat di Bappenas yang bertujuan
untuk melakukan konsultasi dan memperoleh masukan dari Direktorat TRP terhadap Draft TOR
SCDRR II. Pada saat ini telah dilakukan perbaikan TOR untuk kegiatan tersebut.
7. FGD Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
Pelaksanaan kegiatan FGD pada tanggal 28 November 2013 bertempat di Hotel Cemara Jakarta,
yang bertujuan menyampaikan hasil kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata
Ruang dan Pertanahan kepada unit kerja di Bappenas.
Pada FGD tersebut, telah berhasil disosialisasikan Background Study RPJMN 2015 – 2019 Bidang
Tata Ruang dan Pertanahan dan terjaring masukan dan tanggapan terhadap Background Study
RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Beberapa hal penting yang didiskusikdan
dalam rapat antara lain, sebagai berikut:
Perlu dikaji secara mendalam apakah regulasi bidang tata ruang dan pertanahan sudah
disusun semua dan bagaimana keterkaitan antar regulasi tersebut. Selain itu perlu dipastikan
peraturan perundangan yang disusun tidak saling ‘bertabrakan’;
Peran dan fungsi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah perlu diperkuat untuk mengatasi
permasalahan pemanfaatan ruang di daerah. Selain itu, perlu peran Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) perlu dirumuskan dengan lebih seksama;
Penyusunan RTRW perlu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat miskin dan anggota
masyarakat rentan seperti anak dan lansia;
Komunikasi lintas sektor perlu dibuka untuk kegiatan lintas sektor seperti redistribusi tanah
dan access reform;
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 7
Perlu dilakukan kajian komprehensif untuk perubahan sistem publikasi menjadi sistem
publikasi positif;
Pembentukan pengadilan khusus pertanahan lebih baik menjadi bagian dari peradilan umum
namun sistemnya dibuat bagian khusus atau ‘kamar khusus’ yang hanya diperuntukan
mengadili kasus pertanahan. Implikasinya perlu meningkatkan kemampuan penegak hukum
termasuk polisi, jaksa dan hakim dalam Bidang Pertanahan.
Percepatan penyediaan peta pertanahan secara digital dengan sistem koordinat yang pasti
untuk menyediakan sistem informasi pertanahan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi
konflik pertanahan di dalam kawasan non-hutan maupun antara kawasan hutan dan non-
hutan.
B. Kegiatan Pendukung
1. Rapat Koordinasi Eselon III Dalam Rangka Persiapan Rakernas BKPRN 2013
Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 4 November 2013 bertempat di Hotel Morrissey Jakarta yang
bertujuan untuk persiapan terakhir pelaksanaan Rakernas BKPRN 2013. Rapat Koordinasi Akhir
Penyelenggaraan Rakernas BKPRN 2013 membahas dan melaporkan status perkembangan
terkini mengenai hal-hal sebagai berikut:
Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah selesai melakukan distribusi undangan kepada para
peserta Rakernas BKPRN 2013 dan sampai pada saat rapat berlangsung beberapa Peserta
Rakernas telah mengonfirmasi kehadirannya.
Pimpinan K/L Anggota BKPRN yang terjadwalkan untuk hadir dalam Rakernas BKPRN 2013
yaitu: i) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; ii) Menteri PPN/Kepala Bappenas; iii)
Menteri Pekerjaan Umum; dan iv) Kepala BIG.
Pimpinan K/L Anggota BKPRN yang tidak dapat menghadiri Rakernas BKPRN 2013: i) Menteri
Pertahanan terjadwalkan untuk menerima Wakil Menteri Pertahanan Australia; dan ii)
Menteri Lingkungan Hidup terjadwalkan melakukan Kunjungan Kerja ke Luar Negeri.
Status kehadiran Menteri Dalam Negeri masih diusahakan untuk menghadiri Rakernas 2013
karena pada saat yang bersamaan terjadwal untuk melakukan Pelantikan Gubernur Sumatera
Selatan.
Perwakilan Gubernur yang terjadwalkan untuk hadir dalam Rakernas 2013: i) Gubernur
Provinsi Kalimantan Timur (diwakilkan oleh Wakil Gubernur); ii) Gubernur Provinsi Nusa
Tenggara Timur; iii) Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara; dan iv) Gubernur Provinsi Papua.
Untuk mekanisme pelaksanaan Sidang Komisi 3, Pimpinan Sidang hanya akan memaparkan
kisi-kisi Sidang Komisi yang berisi isu startegis.
Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN telah menyampaikan surat permohonan kepada
Presiden RI (tertanggal 25 Oktober 2013) untuk melakukan penetapan dan pencanangan Hari
Tata Ruang Nasional. Namun hingga saat ini belum ada konfirmasi dari Protokoler Presiden RI
atas kesediaan Presiden RI untuk melakukan Pencanangan Hari Tata Ruang Nasional di Istana
Negara.
Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah terumuskannya Agenda Rakernas 2013. Capaian yang
diperoleh adalah disepakatinya susunan acara Rakernas BKPRN 2013 dan terbentuknya susunan
kepanitiaan Rakernas BKPRN.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 8
2. Rapat Kerja Nasional BKPRN 2013
Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 6 – 8 November 2013 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta
yang bertujuan menyusun dan menyepakati Agenda Kerja BKPRN Tahun 2014 – 2015. Dalam rapat,
berhasil disepakati beberapa hal:
Komisi 1 dengan tema Pelaksanaan Penataan Ruang dengan beberapa isu strategis sebagai
berikut :
- Belum selesainya peraturan perundang-undangan dibidang penataan ruang. Rumusan yang
dihasilkan:
a. Percepatan penyelesaian peraturan presiden tentang RTR KSN melalui penyederhanaan
prosedur;
b. Perlu penguatan peran BKPRN dalam penetapan usulan pemekaran wilayah untuk
memperhatikan RTRW sebagai salah satu syarat utama dalam pemekaran wilayah;
c. Permasalahan pola ruang kehutanan akan dibahas pada sidang pleno tingkat Menteri
BKPRN.
- Konsistensi implementasi rencana tata ruang yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Rumusan yang dihasilkan:
a. Indikasi program dalam RTRW sebagai dasar proses screening dalam penyusunan
program sektoral untuk menjaga konsistensi dengan RTRW;
b. Penyusunan SOP pengendalian pemanfaatan ruang, yang meliputi pelaporan, survei
lapangan, verifikasi pelanggaran, sampai penerbitan surat dari BKPRD untuk
menertibkan pelanggaran yang terjadi;
c. Peningkatan peran PPNS di daerah, baik dari sisi jumlah maupun kualitas dan peran aktif
dalam pengendalian pemanfaatan ruang;
d. Peningkatan peran BKPRD melalui penerbitan SOP tentang tata laksana BKPRD, guna
mendukung implementasi RTRW.
- Percepatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Rumusan yang dihasilkan:
a. Percepatan penyusunan peta oleh masing-masing kabupaten/kota dengan kesiapan
fasilitasi asistensi teknis oleh BIG, sesuai ketentuan peraturan perundangan;
b. Penyusunan KLHS wajib dilakukan untuk setiap RDTR;
c. Perlunya review Permendagri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Perda
yang disesuaikan dengan mekanisme dekonsentrasi persetujuan substansi raperda
RDTR;
d. Untuk mendapatkan kelengkapan persyaratan permohonan persetujuan substansi oleh
gubernur, cukup digunakan surat pengantar yang ditandatangani oleh bupati/walikota
dan DPRD kabupaten/kota (tanpa harus melalui pembahasan pansus);
e. Perlu penetapan target waktu untuk persetujuan substansi (materi teknis dan peta).
- Keberadaan Tanah Ulayat, perlu peningkatan perhatian terhadap tanah ulayat di dalam
Penataan Ruang.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 9
Komisi 2 dengan tema: Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan beberapa isu
strategis sebagai berikut yaitu:
- Masih terbatasnya kapasitas SDM bidang penataan ruang. Rumusan yang dihasilkan sebagai
berikut :
a. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas SDM bidang penataan ruang melalui pelaksanaan
pelatihan dan bimbingan teknis sesuai dengan kebutuhan daerah (substansi perpetaan,
mekanisme penyusunan rencana tata ruang dan sebagainya) secara berkelanjutan;
b. Perlu adanya upaya untuk meningkatkan profesionalisme pelaksanaan tugas aparat
penataan ruang di daerah;
c. Penyusunan mekanisme perekrutan SDM bidang penataan ruang; dan
d. Perlunyakaderisasi SDM yang memiliki latar belakang di bidang penataan ruang untuk
diposisikan sebagai pejabat fungsional perencana.
- Masih lemahnya penegakan hukum di bidang penataan ruang. Rumusan yang dihasilkan :
a. Penguatan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) daerah dalam melakukan
pengawasan penyelenggaraan pemanfaatan ruang melalui dukungan serta komitmen
dari Kepala Daerah sebagai penanggung jawab BKPRD, termasuk dukungan pendanaan
untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya;
b. Untuk mengoptimalkan fungsi BKPRD dalam memfasilitasi penegakan hukum di bidang
penataan ruang, yang ditindaklanjuti dengan penambahan jumlah PPNS yang
dibutuhkan di daerah sesuai dengan kondisi dan dinamika daerah; dan
c. Pengembangan pedoman mekanisme dan tata kerja PPNS dalam penegakan Perda Tata
Ruang.
- Masih terbatasnya ketersediaan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan
rencana tata ruang, khususnya dalam penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang. Rumusan
yang dihasilkan:
a. BKPRD dapat menggunakan peta yang disusun setelah mendapatkan verifikasi oleh
Badan Informasi Geospasial dalam rangka percepatan penyusunan rencana rinci tata
ruang;
b. Perlu dilakukan pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang penataan
ruang (pengembangan e-bkprn dan e - bkprd) melalui sistem online dan terpadu;
c. Perlu adanya tertib pelaporan koordinasi penataan ruang secara hierarkis, dari
Kabupaten/Kota kepada Provinsi dan dari Provinsi kepada Kementerian Dalam Negeri.
- Kinerja BKPRD dalam koordinasi penataan ruang di daerah belum optimal, baik dalam
proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang maupun dalam pemanfaatan dan
pengendaliannya. Rumusan yang dihasilkan:
a. Perlu adanya petujuk teknis tentang Mekanisme dan Tata kerja (Standard Operating
Procedure/SOP) BKPRD dengan berpedoman pada Mekanisme Tata Kerja Sekretariat
BKPRN;
b. Perlunya penguatan peran BKPRD Provinsi untuk memfasilitasi penyelesaian
permasalahan penataan ruang Kabupaten/Kota sebelum dibawa ke tingkat BKPRN;
c. Perlu adanya komitmen Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran guna
membiayai pelaksanaan tugas dan fungsi BKPRD; dan
d. Perlu adanya reward and punishment terhadap pelaksanaan kinerja BKPRD dalam
mendukung penyelenggaraan penataan ruang daerah.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 10
- Masih belum efektifnya peran BKPRD dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Diperlukan
adanya pedoman pengawasan penyelenggaraan penataan ruang.
Komisi 3 dengan tema: Sinergi Kebijakan, Rencana, Dan Program Pembangunan Nasional Dan
Daerah dengan beberapa isu strategis sebagai berikut :
- Kurang sinergisnya berbagai peraturan perundangan sektoral yang mengatur pemanfaatan
ruang. Rumusan yang dihasilkan:
a. Perlu ada penyesuaian kembali UU 41/1999 tentang Kehutanan dengan UU 26/2007
tentang Penataan Ruang;
b. RTRW Provinsi dan Kab/Kota agar mengakomodir materi teknis rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) sehingga dapat ditetapkan menjadi satu Perda,
termasuk di dalamnya rencana pengelolaan pesisir, pulau-pulau kecil dan laut sampai
dengan 12 mil laut;
c. Seluruh peraturan perundangan sektoral yang mengindikasikan penggunaan ruang perlu
mewajibkan pencantuman peta pada peraturan perundangan turunannya (misal: Perda).
UU 41/2009 mengamanatkan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
ke dalam Perda, tapi tidak dicantumkan peta. Sementara itu LP2B harus jelas lokasinya;
d. BKPRN perlu memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam proses penyusunan Perda yang
mengakomodasi hak ulayat.
- Belum terintegrasinya rencana pembangunan dengan rencana tata ruang. Rumusan yang
dihasilkan:
a. Indikasi program dalam RTR seringkali tidak diacu di dalam RPJP dan RPJM. Usulan
solusi: penyusunan pedoman penyerasian antara kedua rencana, sesuai amanat PP
15/2010 pasal 102. Sebagai contoh RPI2JM. Program pembangunan yang sesuai dengan
indikasi program akan memudahkan evaluasi, pengendalian dan pengawasan; b)
penyusunan RPJMD Provinsi dan Kab/Kota harus mengacu kepada RTRW Provinsi dan
Kab/Kota;
b. Perlu penguatan kapasitas kelembagaan BKPRD, terutama dalam rangka proses
persetujuan substansi RDTR yang didekonsentrasikan dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Provinsi;
c. RTRW dengan RPJMN: perlu mekanisme penyerasian keduanya, misalnya melalui forum
BKPRD atau melalui Musrenbang;
d. Perlu dikaitkan antara proses penganggaran dengan penyusunan rencana tata ruang.
Misal: melalui program besar lintas sektor (perkotaan, pedesaan, P3KT, dlsb);
e. Untuk pembangunan Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Nasional
Tertentu, harus ada penganggaran di dalam RPJM Nasional. Demikian juga untuk
pembangunan Kawasan Strategis Provinsi di dalam RPJM Provinsi;
f. Perlu ada percepatan penetapan Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Perda
RZWP3K.
- Isu-isu lainnya, diusulkan batas waktu Holding Zone paling lama 5 (lima) tahun sejak
rencana tata ruang ditetapkan dengan Perda.
Komisi 4 dengan tema Penyelesaian Permasalahan Penataan Ruang dengan beberapa isu
strategis sebagai berikut:
- Penyelesaian konflik penataan ruang di dalam kawasan KSN dan bersifat strategis nasional
dilaksanakan oleh BKPRN, sedangkan penyelesaian konflik penataan ruang di luar KSN dan
di dalam 1 Provinsi diselesaikan pada BKPRD Provinsi;
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 11
- Terkait dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) untuk
mendukung ketahanan pangan:
a. Pada akhir 2013 Kementerian Pertanian akan menerbitkan peta LP2B tingkat nasional
(skala 1:50.000) dan peta tersebut akan dibahas dalam forum BKPRN;
b. BKPRN perlu mempertahankan keberadaan sawah eksisting dan memfasilitasi proses
integrasi LP2B ke dalam RTRW (yang sudah dan belum perda);
c. Integrasi LP2B ke dalam RTRW perlu mempertimbangkan potensi minerba dan migas
bawah tanah.
- Langkah tindak lanjut terkait perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan di Provinsi
(termasuk Kepulauan Riau):
a. Perlu melakukan integrasi kawasan hutan ke dalam pola ruang RTRW;
b. Terhadap kawasan hutan yang belum mendapatkan persetujuan perubahan oleh
Menteri Kehutanan, integrasi kawasan hutan ke dalam pola ruang RTRW menggunakan
mekanisme holding zone (Inpres no. 8 Tahun 2013);
c. Terhadap lokasi yang berkategori Dampak Penting Cakupan Luas dan Strategis (DPCLS)
agar BKPRN mendorong percepatan persetujuan dari DPR RI;
d. Tanpa menunggu persetujuan DPCLS oleh DPR RI, terhadap lokasi yang di luar DPCLS
agar diselesaikan melalui mekanisme tata batas dan perubahan kawasan hutan secara
parsial (tukar menukar, pelepasan kawasan hutan) serta pinjam pakai kawasan hutan;
e. Khusus penyelesaian Perda RTRW Provinsi Kepri, perlu segera disusun langkah tindak
lanjut dan dijadwalkan dalam Rakor tingkat Menteri BKPRN.
- Tindak lanjut terkait dengan penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP3K), maka perlu dilakukan beberapa hal:
a. Percepatan penyusunan RZWP3K pada tingkat Provinsi dan Kabupaten / Kota (workshop
nasional, sosialisasi, bimbingan teknis, dan penyediaan dana dekonsentrasi);
b. BKPRN perlu memfasilitasi percepatan penyusunan RZWP3K.
- Tindak lanjut terkait dengan rencana reklamasi di Teluk Benoa, akan dilakukan:
a. Diperlukan pertemuan untuk memfasilitasi masalah pengembangan Teluk Benoa oleh
BKPRN, Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintah Kota
Denpasar;
b. Segera diselesaikan RZWP3K di Teluk Benoa dan pencadangan/penetapan kawasan
konservasi perairan Teluk Benoa.
- Tindak lanjut pemanfaatan ruang di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL):
a. Diperlukan pertemuan antara Pemerintah Aceh dan BKPRN untuk percepatan
penyelesaian Perpres RTR KSN KEL;
b. Diperlukan kejelasan penafsiran UU no. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh khususnya
mengenai pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser yang berstatus Area Penggunaan Lain
(di luar kawasan hutan).
3. Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan
Rapat ini diadakan pada tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas sebagai salah satu
upaya dalam memberikan kepastian hukum hak atas tanah dengan mendorong pada perubahan
sistem pendaftaran tanah dari negatif menjadi positif. Publikasi batas kawasan hutan yang
dimaksud adalah pemetaan batas kawasan hutan dalam skala kadastral 1:5.000 untuk dapat
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 12
mengurangi konflik baik antarpemerintah, swasta maupun dengan masyarakat. Pokok-pokok
pembahasan dalam rapat ini adalah sebagai berikut:
Dalam pelaksanaan penetapan batas hutan berdasarkan mekanisme penetapan dari
kehutanan didokumentasikan melalui 3 dokumen yaitu berita acara, peta dan buku ukur.
Kementerian kehutanan, BPN serta Bappenas telah setuju dengan pelaksanaan kegiatan
publikasi batas kawasan hutan yang diawali dengan pilot project di 3 lokasi yang sebelumnya
telah di survei yaitu Hutan Yeh Ayah Bali, Hutan Mangkol dan Hutan Pantai Rebo di Bangka
belitung.
Pelaksanaan pilot project akan dilaksanakan padan tahun 2014 dengan pendanaan yang akan
dibicarakan lebih lanjut. Pihak BPN menyampaikan bahwa pendanaan akan diusahakan
melalui alokasi PNBP.
4. Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013
Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 18 – 20 November 2013 bertempat di Denpasar, Bali yang
bertujuan untuk membahas isu konflik penataan ruang sebagai bahan Sidang BKPRN, review hasil
Sidang Komisi Rakernas BKPRN 2013 dan penyusunan Agenda Kerja BKPRN Tahun 2014 – 2015.
Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013 membahas mengenai penyiapan bahan sidang Menteri
BKPRN untuk pembahasan konflik pemanfaatan ruang, review hasil sidang komisi Rakernas
BKPRN 2013 dan penyusunan agenda kerja BKPRN 2014-2015
Pokok-pokok penting pada pembahasan Penyiapan Bahan Sidang Menteri BKPRN untuk
Pembahasan Konflik Pemanfaatan Ruang:
Pembahasan terhadap perbedaan SK Menhut dengan hasil Timdu dan langkah-langkah
penyelesaiannya (kasus Provinsi KEPRI, Provinsi Aceh-KEL).
Finalisasi SEB Holding Zone.
Adanya usulan perubahan substansi dari Menteri Kehutanan dan hasil rakernas BKPRN (jangka
waktu paling lama 5 tahun).
Penyelesaian rencana reklamasi Teluk Benoa.
Penyebutan kawasan konservasi perairan (L3) pada Perpres No. 45 tahun 2011 tentang KSN
Sarbagita yang pada Perpres 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, bahwa kawasan tersebut tidak dapat direklamasi sehingga diperlukan pengaturan
khusus (dengan RZWP3K).
Pembahasan penetapan KP2B dan LP2B ke dalam RTRW dan Rencana Rinci (RDTR).
Penyelesaian Raperpres KSN Borobudur.
Dalam konsinyasi berhasil disepakati inventarisasi isu penataan ruang yang akan dibahas pada
Sidang BKPRN dan terumuskannya agenda kerja BKPRN Tahun 2014-2015.
5. Rapat Persiapan Rapat Kerja Sekretariat BKPRN
Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 27 November 2013 di Bappenas yang bertujuan untuk
membahas evaluasi kegiatan Tahun 2013 dan rencana kerja tahun 2014-2015 Sekretariat BKPRN. Dalam
rapat disepakati rancangan kegiatan Sekretariat BKPRN 2014-2015. Capaian pada Bulan November 2013
adalah mengidentifikasikan kegiatan berdasarkan tupoksi Sekretariat BKPRN.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 13
6. Rapat Persiapan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007
Pelaksanaan rapat pada tanggal 27 November 2013 di Bappenas yang bertujuan mempersiapkan
penyelenggaraan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007.
Secara umum berhasil disepakati skenario dan agenda lokakarya yang tertuang dalam Kerangka
Acuan Kerja Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007.
Tabel Terlaksananya Kegiatan Internal Bulan November 2013
No Kegiatan Terlaksana Tidak
Terlaksana Keterangan
1 Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Sulawesi Utara
√ -
Kegiatan evaluasi dan pemantauan terus berlanjut pada Bulan Desember 2013
2 Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Papua Barat
√ -
Kegiatan evaluasi dan pemantauan terus berlanjut pada Bulan Desember 2013
3 Lokakarya Background Study Buku III RPJMN 2015-2019
√ - Selesai
4 Rapat Pembahasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
√ - Selesai
5 Rapat Persiapan Kegiatan Seminar Internal Bappenas mengenai Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dengan Tenaga Ahli
√ - Selesai
6 Penyusunan TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II)
√ - Berlanjut
7 FGD Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
√ - Berlanjut
8 Rapat Koordinasi Eselon III Dalam Rangka Persiapan Rakernas BKPRN 2013
√ - Selesai
9 Rapat Kerja Nasional BKPRN 2013
√ - Selesai
10 Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan
√ - Berlanjut
11 Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013 √ - Selesai
12 Rapat Persiapan Agenda Kerja Sekretariat BKPRN
√ - Berlanjut
13 Rapat Persiapan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007
√ - Berlanjut
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 14
BAB III
KEGIATAN EKSTERNAL
Di bawah ini adalah ulasan singkat mengenai partisipasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh eksternal Direktorat, baik oleh unit kerja/unit
organisasi di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional ataupun
kementerian/lembaga lain, sampai dengan akhir Bulan November 2013. Kegiatan eksternal ini ada
yang dihadiri langsung oleh Direktur atau didisposisikan ke Kepala Sub Direktorat maupun Staf.
1. Pembahasan Raperda RDTR Kawasan Perkotaan Parigi - Kabupaten Parigi Moutong dalam
rangka Persetujuan Substansi, pada hari Rabu tanggal 6 November 2013 bertempat di
Kementerian PU. Rapat ini diselenggarakan untuk membahas materi Raperda RDTR Kawasan
Perkotaan Parigi. Pembahasan persetujuan substansi RDTR di Provinsi Sulawesi Tengah sendiri
belum didekonsentrasikan oleh Kementerian PU, karena Perda RTRW Provinsi belum ditetapkan.
Beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam rapat ini adalah:
Terdapat perbedaan skala peta minimal RDTR antara PP 8/2013 tentang Tingkat Ketelitian
Peta Rencana Tata Ruang dan Permen PU tentang pedoman penyusunan RDTR. Pada PP
tercantum 1:10.000 dan pada Permen PU adalah 1:5.000.
Lampiran V A tentang zoning text belum memuat kegiatan terkait hankam. Dipandang perlu
alokasi ruang untuk satuan tempur.
Kawasan Perkotaan Parigi belum menetapkan LP2B, namun sebenarnya terdapat kawasan
pertanian. Perlu dijelaskan mengenai ketetapan kawasan perkotaan di dalam LP2B.
2. Evaluasi Pelaksanaan 4 Tahun RPJMN 2010-2014, pada hari Rabu tanggal 6 November 2013
bertempat di Hotel Oasis Amir Jakarta. Workshop bertujuan untuk melakukan
updating/konfirmasi data capaian indikator untuk 14 Prioritas Nasional RPJMN 2010-2014 sampai
dengan Juni 2013; mendiskusikan permasalahan pencapaian target indikator; dan mendiskusikan
tindak lanjut. Dalam rapat ini, seluruh K/L dengan indikator terpilih memaparkan capaian kinerja
sampai dengan saat ini. Termasuk di dalamnya indikasi pencapaian target RPJMN pada akhir
periode pelaksanaannya. Adapun masalah yang diidentifikasi dalam rapat tersebut adalah:
Perubahan cara pengambilan data dan indeksasi sehingga indikator yang ditetapkan tidak lagi
sesuai.
Penambahan jumlah target sehingga prosentase pencapaian tidak meningkat (saran:
perhitungan prosentase tetap menggunakan target yang ada dalam RPJMN, perubahan jumlah
target masuk ke dalam (footnote tabel).
Beberapa K/L menyarankan perubahan indikator yang lebih sesuai dengan sasaran Prioritas
Nasional (PN).
Indikator kegiatan BPN dan Kementerian PU termasuk dalam Prioritas Nasional 6
Infrastruktur. Untuk BPN indikator kegiatan yang disampaikan adalah Inventarisasi
Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T). BPN menyampaikan
capaian pelaksanaan kegiatan IP4T sampai dengan Juni 2013 adalah sebanyak 678.273 bidang
dari total target RPJMN 2010-2014 sebanyak 1.678.325 bidang dan pada tahun 2014
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 15
ditargetkan sebanyak 182.300 bidang. Melihat trend pencapaian yang semakin menurun dan
diperkirakan sampai dengan tahun 2014 target RPJMN tidak akan tercapai.
Menurunnya target IP4T karena pelaksanaan kegiatan tersebut hanya terbatas pada
inventarisasi namun tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah.
3. Seminar Akhir Tahun Kajian Peranan Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata Bahari,
pada hari Kamis tanggal 7 November 2013 bertempat di Bappenas. Tujuan seminar adalah untuk
memahami pola dan bentuk peran serta masyarakat dalam pembangunan pariwisata bahari.
Beberapa inti sari paparan pembicara adalah sebagai berikut:
Pengembangan PNPM Pariwisata melalui kegiatan utama, yaitu Pengembangan kapasitas
masyarakat, fasilitas sarana dan prasarana, serta fasilitas usaha kepariwisataan. Salah satu
contoh keberhasilan adalah model klaster Desa Wisata dengan Desa Terkait di sekitar Desa
Wisata. Contoh yang sudah berhasil di Desa Manding, Bantul DIY. Contoh lain desa-desa
wisata Kabupaten Magelang (dekat dengan Borobudur).
Pariwisata menjadi sektor unggulan negara. Tantangannya adalah bagaimana menangkap
peluang tersebut. Isu utama pengembangan pariwisata adalah data potensi pariwisata,
kesiapan masyarakat (sebagian besar masyarakat di pesisir dikategorikan miskin), fasilitas
infrastruktur (khususnya bandara), koordinasi lintas sektor, keamanan, pembangunan
pariwisata berkelanjutan (isu lingkungan dan perubahan iklim).
Kebijakan pendukung sudah banyak untuk mendukung konsep pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan pariwisata. Namun konsep tersebut masih belum optimal berjalan.
Untuk peran koordinator, diharapkan Bappenas dapat menjadi “wasit”. Pemerintah hanya
berfungsi sebagai regulator dan koordinator. Aktifitas dalam memberdayakan masyarakat
adalah ingin memperkuat peran pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam mengawasi
pembangunan. Bantuan project dari lembaga diharapkan bisa memperkuat lembaga adat.
Diharapkan tidak membentuk lembaga baru. Kedepan perlu memperkuat lembaga lokal
untuk pengembangan pariwisata.
Program Mandiri bersama Bank Mandiri di dua wilayah (Wakatobi dan Desa Bayan Lombok).
Bank Mandiri memiliki kepedulian tentang kualitas usaha dan kualitas pariwisata. Manfaatnya
dipandang belum dirasakan oleh masyarakat. Tujuannya adalah berkontribusi mendorong
ekonomi masyarakat (community economy). Jika berjalan, bisa direplikasi saat ini ada pada
tahapan perencanaan dan pelaksanaan. Seharusnya project berbasis masyarakat perlu
didesain multi years.
Menyepakati pariwisata bahari berbasis masyarakat, berbasis lingkungan (konservasi).
Permasalahan utama pariwisata bahari adalah sumberdaya manusia, terutama dipulau-pulau
kecil dan infrastruktur.
4. Harmonisasi Rancangan Peraturan Presiden Tentang Batas Sempadan Pantai, pada hari Kamis
tanggal 7 November 2013 bertempat di Kementerian Hukum dan HAM. Rapat ini merupakan
kelanjutan rapat sebelumnya pada tanggal 9 Oktober 2013 dan diselenggarakan untuk
membahas masukan Bappenas terkait RPerpres Batas Sempadan Pantai. Hasil dari rapat ini
adalah disepakatinya penetapan Perda tentang Batas Sempadan Pantai tidak harus melalui perda
tersendiri dan dapat diintegrasikan ke dalam Perda RTRW Kab/Kota atau RZWP3K. Adapun terkait
usulan Bappenas agar jenis pemanfaatan ruang sempadan pantai tidak perlu dicantumkan, tidak
diakomodir karena sudah merupakan kesepakatan lintas sektor dalam pembahasan RPerpres.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 16
Namun, disepakati bahwa pemberian izin pemanfaatan ruang di sempadan pantai tetaplah
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
5. Workshop Peningkatan Kapasitas Perencana Pembangunan Nasional Dalam Proses
Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Agenda Pembangunan Nasional, pada hari Jumat tanggal 8
November 2013 bertempat di Hotel Novotel Bogor. Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan perencana pembangunan nasional di tingkat pusat mengenai kebijakan terkait dan
skema REDD+, meningkatkan pemahaman stakeholder mengenai penyusunan Reference
Emissions Level (REL) pada sektor berbasis lahan, dan memperdalam pemahaman tentang
metode penyusunan penurunan emisi (MRV) dan pemantauan kegiatan penurunan emisi
berbasis lahan. Adapun pokok-pokok penting dari workshop ini adalah:
REDD+ merupakan mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan cara
memberikan kompensasi kepada pihak-pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan
degradasi hutan dan melakukan perlindungan hutan.
REDD+ ini bagian dari RAN-GRK (Perpres No.61/2011) yang kemudian akan disusun RAD sektor
kehutanan dan lahan gambut yang akan berkontribusi minimal 22% dari 26% total penurunan
emisi yang ditargetkan pada tahun 2020.
Dalam workshop ini diajarkan mengenai LUWES yaitu perangkat yang membantu pemangku
kebijakan dalam merancang pembangunan agar mampu menurunkan emisi dari sektor lahan,
namun tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
Secara umum, Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Strategi Pembangunan Rendah Emisi
(LUWES) terdiri dari 6 (enam) tahapan, meliputi:
- Membangun unit perencanaan
- Mengenali perubahan penggunaan lahan di masa lampau dan emisi yang ditimbulkan
- Membangun skenario baseline dan Reference Emission Level (REL)
- Penyusunan skenario mitigasi dan simulasi perubahan penggunaan lahan
- Memilih skenario terbaik (trade-off analysis)
- Implementasi dan penyusunan rencana aksi penurunan emisi
6. Konsultasi Triwulanan III Bappenas-Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia, pada hari Rabu tanggal
6 November 2013 bertempat di Bappenas. Pertemuan ini bertujuan untuk menyinergikan
perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah. Agenda pertemuan ini dibagi kedalam 2
(dua) sesi yaitu sesi I dengan agenda pembukaan dan arahan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas,
Pembahasan Panel dan Diskusi. Untuk sesi II dilakukan setelah makan siang dengan agenda
pemaparan SIMREG, pemaparan UKPPD On Line dan Diskusi isu strategis masing-masing provinsi.
Beberapa hal yang penting yang disampaikan dalam pertemuan tersebut antara lain sebagai
berikut:
Menteri PPN/Kepala Bappenas
- Bappenas saat ini sedang menyusun Background Study RPJMN 2015-2019 melalui
pendekatan teknokratik dengan mendasarkan pada hasil evaluasi RPJMN 2010-2014.
- Fokus dalam penyusunan RPJMN 2015-2019 adalah pembangunan yang berkeadilan atau
pertumbuhan yang inklusif.
- Harapan untuk pemerintah provinsi adalah untuk dapat mendukung program dan kegiatan
yang dilakukan pemerintah pusat.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 17
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, Bappenas
- Pagu Indikatif telah dibahas bersama K/L dan pemerintah daerah dalam rangkaian
Pertemuan Tiga Pihak dan Musrenbangnas. Namun, dalam perkembangannya telah
dilakukan pemutakhiran sesuai kesepakatan Musrenbangnas dan sebagai akibat perubahan
asumsi makro.
- Kesepakatan dalam musrenbangnas antara lain adalah perkuatan pembangunan
infrastruktur konektivitas, irigasi, sarana pengendalian banjir, sarana kesehatan,
transmigrasi. Sedangkan perubahan akibat asumsi makro adalah perkuatan belanja K/L
(infrastruktur konektivitas dan listrik, transportasi massal perkotaan, irigasi, pembangunan
Papua – Papua Barat, sarana kesehatan) dan perkuatan transfer daerah (DAU dan DAK)
- Beberapa hal yang diharapkan dari pemerintah daerah adalah mempersiapkan isu strategis
yang memiliki daya ungkit tinggi, fokus dan konkret pada penyelesaian isu, serta jelas
kebutuhan serta tahapan pendanaannya.
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Bappenas
- Fakta saat ini yang ada adalah kesenjangan (disparitas) antara wilayah Jawa dan Luar Jawa
masih tetap tinggi dan tidak banyak berubah. Hal ini dibuktikan dengan angka indeks Gini
yang tinggi.
- Fokus Pengembangan Wilayah dalam penyusunan Buku III ini adalah penguatan daya saing
daerah melalui keunggulan kompetitif. Strategi yang akan dilakukan adalah pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, MP3EI, pengembangan ekonomi kreatif dan
berbasis pengetahuan (knowledge based economy)
- Buku III ini merupakan sinergi dari perencanaan wilayah yang sifatnya lintas sektor. Kerangka
pikir penyusunan Buku III RPJMN 2015-2019 dibagi kedalam 8 (delapan) langkah yaitu
kondisi saat ini, proyeksi, prakiraan 2015-2019, isu strategis, skenario, sasaran 2015-2018,
strategi pengembangan, investasi dan regulasi.
- Beberapa hal yang diharapkan dari pemerintah provinsi adalah koordinasi dalam rancangan
teknokratik dan memberikan masukan atas rancangan Buku III, menjaga kesinambungan
substansi perencanaan dan pentahapan pembangunan dengan rancangan nasional,
memastikan kabupaten/kota menjaga kesinambungan substansi perencanaan dan
pentahapan pembangunan dengan Provinsi dan Nasional.
Sekretaris Menteri PPN/ Sestama Bappenas
- Pemberian dana dekonsentrasi Kementerian PPN/Bappenas bertujuan untuk meningkatkan
sinergi perencanaan pusat dan daerah dalam rangka pencapaian sasaran prioritas
pembangunan nasional.
- Fokus pelaksanaan dana dekonsentrasi Tahun 2013 adalah Fasilitasi Perkuatan Koordinasi
Pelaksanaan MP3EI, MDG’s, RAD Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, RAD Pangan dan Gizi,
serta MP3KI. Untuk Tahun 2014, fokus kegiatan kurang lebih masih sama dengan tahun
2013.
- Jumlah dan alokasi dana dekonsentrasi tahun 2014 sama dengan alokasi tahun 2013 namun,
terdapat tambahan alokasi untuk Provinsi Kalimantan Utara.
- Beberapa hal yang diharapkan dari pemerintah provinsi adalah mempersiapkan dokumen
persiapan pelaksanaan dana dekonsentrasi tersebut seperti pernyataan kesanggupan, dan
penetapan pengelolaan keuangan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 18
Kasubdit Data dan Informasi Kewilayahan, Bappenas
- Saat ini Bappenas (c.q Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah) sedang
menyusun sistem UKPPD on line sampai tingkat kabupaten/kota dan Sistem Informasi dan
Manajemen Data Dasar Regional (SIMREG).
- Sistem UKPPD merupakan sistem yang memuat data dan informasi secara terpadu yang
digunakan untuk menyelaraskan kebutuhan daerah dan pusat dengan cara menyandingkan
Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (UKPPD) dan Rancangan Kerja (Renja)
K/L dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
- Tujuan sistem ini adalah mempermudah dalam melaksanakan pengusulan dan pembahasan
kegiatan dan anggaran dalam Musrenbang dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan
Nasional serta mempermudah dalam melakukan monitoring dan evaluasi.
- Sistem SIMREG dibuat untuk mendukung kebutuhan data dan informasi kewilayahan yang
mudah diakses dan disebarluaskan bagi seluruh unit kerja perencana baik di pusat maupun
di daerah. Diharapkan daerah dapat membantu pengisian data tersebut.
Beberapa hal penting dalam diskusi yang disampaikan oleh peserta rapat adalah:
- Terdapat perbedaan tahun pelaksaan RPJMN dan RPJMD sehingga perlu dipikirkan
bagaimana penyelesaiannya.
- Mekanisme pemberian dana transfer kedaerah (DAU dan DAK) perlu ditinjau ulang tidak
hanya berdasarkan luas wilayah tapi juga jumlah penduduk.
- Perlu ada pemberian insentif bagi pemerintah daerah yang memberikan sumbangan tinggi
bagi pencapaian target nasional.
- Penyusunan Buku III RPJMN 2015-2019 sebaiknya memperhitungkan dampak pemberlakuan
Asian Economic Community (AEC) sehingga bisa diidentifikasi kesiapan wilayah-wilayah
dalam menghadapi AEC tersebut. Selain itu perlu ada keberpihakan pada pembangunan
wilayah tertinggal.
- Perlu dilakukan reviu oleh Bappenas terhadap dokumen RPJMD Provinsi seluruh Indonesia
untuk melihat kesesuaian RPJMD Provinsi dengan RPJMN.
- Sinkronisasi peraturan di pusat yang mengatur proses perencanaan pembangunan di daerah
terutama antara Bappenas dengan Kementerian Dalam Negeri.
7. Ekspose Usulan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam RTRWP NTT, pada
hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Gedung Manggala Wanabhakti. Rapat ini
diselenggarakan dalam rangka dengar pendapat atas usulan Pemerintahan Provinsi NTT terkait
usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. Usulan tersebut disampaikan langsung
oleh Gubernur Provinsi NTT. Kawasan hutan yang diusulkan untuk perubahan peruntukan dan
fungsi menjadi APL yaitu seluas 227.450,53 Ha. Usulan perubahan tersebut telah dilengkapi
dengan data-data di lapangan. Dengan adanya pengurangan kawasan hutan tersebut,
Kementerian Kehutanan mengharapkan Pemprov NTT juga telah
memikirkan replacement dengan adanya pengurangan fungsi tutupan lahan misalnya melalui
penanaman vegetasi lain di kawasan yang diusulkan. Pemprov NTT mengharapkan pada tahun
2014 Kementerian Kehutanan selesai menetapkan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan
hutan tersebut.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 19
8. Diskusi Perencanaan Pembangunan Bidang Transportasi di Kawasan Perbatasan, Daerah
Tertinggal, Papua dan Papua Barat, pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di
Hotel Millenium. Adapun hal-hal penting dalam diskusi ini adalah sebagai berikut:
Kebijakan pembangunan transportasi dalam RPJMN 2015 – 2019 (disusun oleh Direktorat
Transportasi Bappenas) akan mewujudkan sinkronisasi moda dan industri transportasi yang
handal dengan: i) membangun konektivitas nasional, ii) membangun industri transportasi yang
efisien dan berdaya saing tinggi serta iii) dilakukannya integrasi isu strategis sektor dan lintas
sektor.
Kementerian Perhubungan dalam melakukan percepatan pembangunan bidang transportasi di
Provinsi Papua dan Papua Barat mendapatkan anggaran direktif Presiden yaitu pembangunan
3 dermaga dan 3 bandara, namun belum dapat terlaksana dikarenakan permasalahan
koordinasi dengan Komisi V DPR RI. Kementerian Perhubungan menyarankan agar kegiatan
Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (P4B) dialokasikan
penganggarannya melalui BA.022 (anggaran Kementerian Perhubungan) sehingga dapat
terrealisasi dengan efisien.
Peningkatan kualitas SDM bidang transportasi juga diperlukan karena berimplikasi pada
kualitas realisasi termasuk penyerapan anggaran. Termasuk pembinaan SDM yang perlu
disesuaikan dengan kondisi wilayah, seperti Provinsi Papua dan Papua Barat yang perlu
pembinaan intensif.
Diharapkan UP4B tidak memaksakan kebijakan (misalnya usulan lokasi pembangunan
infrasturktur bidang transportasi) dengan alasan kegiatannya merupakan direktif presiden, hal
ini dikarenakan usulan-usulan lokasi pembangunan yang masuk di Kementerian Perhubungan
setelah peninjauan lapangan tidak layak untuk pembangunan
Dalam percepatan pembangunan infrastruktur bidang transportasi, dokumen rencana yang
memiliki keterkaitan substansi variasinya sangat tinggi, misalnya Sistem Logistik Nasional,
MP3EI, RPJMN, RPJMD, RTRW, KLHS. Hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan
pengelompokkan berdasarkan tingkatan prioritasnya untuk mengimplementasikan dokumen
rencana tersebut. Direktorat Transportasi Bappenas juga mengusulkan agar dokumen RPI2JM
menjadi alat untuk mengoordinasikan berbagai dokumen perencanaan yang ada.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) telah mendukung pembangunan
infratruktur bidang transportasi khususnya transportasi laut di wilayah pulau terpencil dan
terluar dengan memberikan bantuan sosial dalam pembangunan banyak dermaga dan
pengadaan kapal-kapal penumpang yang menghubungkan antar pulau dan kabupaten sejak
2012. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) juga melaporkan bahwa hingga saat ini
pos-pos lintas batas sedang dalam proses pembangunan.
9. Diskusi Perencanaan Pembangunan Bidang Energi di Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal,
Papua dan Papua Barat, pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Hotel
Millenium. Pembahasan dalam diskusi ini adalah menjelaskan posisi Indonesia saat ini dalam
kondisi krisis energi karena bukan merupakan negara pengekspor minyak, memiliki populasi
penduduk tinggi, pertumbuhan ekonomi yg sedang berkembang, sedangkan pasokan energi yang
dimiliki Indonesia belum mencukupi. Hal ini memicu kebutuhan energi semakin besar sehingga
energi harus menjadi fokus kedepan. Aksesibilitas dan sistem konektivitas energi di Indonesia
yang sudah cukup memadai yaitu di Pulau Jawa, Pulau Madura dan Pulau Kalimantan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 20
Adapun hambatan utama dari distribusi energi adalah sebagai berikut:
Karakteristik negara Indonesia yang berbentuk kepulauan. Terdapat beberapa daerah yang
sumber energi listriknya besar namun masih sering kekurang pasokan listrik dan sering terjadi
pemadaman listrik.
RPJMN saat ini tidak memiliki kekuatan dalam hal penentuan lokasi rencana Bidang Energi,
sehingga konflik pembangunan Bidang Energi di beberapa daerah tidak dapat dipungkiri
(Kabupaten Demak).
Pembangunan infrastruktur energi yang diarahkan pada lokasi-lokasi belum terjangkau listrik
PLN melalui kegiatan pembangunan PLTMH dan PLTS untuk daerah terpencil dan perbatasan.
Terbatasnya kemampuan di daerah dalam penyiapan program/perencanaan energi
terbarukan serta sulitnya membangun komitmen masyarakat pengelola instalasi EBT.
Potensi energi terbarukan rata-rata berada pada daerah yang sulit aksesibilitas. Disamping
jauh dari beban juga ada kesulitan transportasi barang peralatan, sehingga pekerjaan menjadi
sering terlambat, sehingga perlu koordinasi/keterlibatan dengan K/L terkait dalam rangka
menyelesaikan permasalahan yang timbul di lokasi.
Tidak adanya kebijakan yang terintegrasi antara sektor energi dengan sektor lain.
10. Lokakarya Nasional Penyusunan Model Dinamika Spasial Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Di
Koridor Ekonomi MP3EI Provinsi Bali, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di
Hotel Bidakara Jakarta. Lokakarya ini bertujuan untuk media komunikasi antar stakeholder,
khususnya dengan pihak daerah Provinsi Bali dalam proses penyusunan model, berdiskusi
mengenai hasil simulasi dari berbagai skenario yang mungkin diputuskan oleh pengambil
kebijakan; dan memperoleh masukan, kritik, dan saran terhadap hasil, proses simulasi dan
pengembangan lanjutan. Model ini nantinya ditujukan agar terjadi sinkronisasi kebijakan
implementasi KPI dengan kebijakan spasial (MP3EI), juga dapat mendukung perencanaan dan
evaluasi penerapan kebijakan KPI yang ada untuk pengambil kebijakan baik di pusat maupun
daerah. Dalam model ini variabel ruang menjadi salah satu indikator utama, beberapa diantara
parameter yang digunakannya adalah luas lahan hutan, perumahan, sawah, ladang dan
pariwisata karena sektor pariwisata dan pertanian menjadi sektor utama yang dikembangkan.
Model dapat disimulasikan secara spasial dengan menggunakan tiga skenario (pesimis, moderat
dan optimis) dengan menggunakan indikator investasi MP3EI KPI Bali, pertumbuhan penduduk,
daya dukung lingkungan (proporsi hutan dan rasio supply demand air). Dalam simulasi ini RTRWP
juga dijadikan variabel batas yang kemudian menghasilkan kejadian perubahan guna lahan secara
spasial yang akan terjadi di Bali berdasarkan masing-masing skenario. Hasil ini kemudian
disandingkan dengan nilai PDRB yang akan dicapai.
11. Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif dan Disinsentif Bidang Penatan Ruang, pada hari
Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Amos Cozy Jakarta. Rapat ini membahas
antara lain:
Penetapan indikator dan kriteria merupakan tahapan penting yang perlu dipertimbangkan
pada saat penyusunan bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif di daerah.
Usulan agar substansi terkait bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif untuk
tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dipisahkan, karena untuk tingkat Kabupaten/Kota pasti
lebih rinci dibandingkan untuk tingkat provinsi. Substansi bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan disinsentif seyogyanya diakomodasi dalam peraturan daerah.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 21
Definisi insentif dan disinsentif dalam pedoman ini selain mengikuti UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan PP No 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,
juga mengacu pada peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan insentif dan
disinsentif. Lingkup pedoman perlu dipertajam terutama terkait hal-hal yang perlu diacu oleh
daerah. Kedudukan, fungsi dan manfaat pedoman perlu dicermati kembali. Selain itu
penulisan pedoman perlu diperbaiki kembali agar lebih terarah, lebih rinci dan lebih mudah
diacu/diimplementasikan oleh pengguna pedoman. Pedoman ini diharapkan sudah dapat
dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah, walaupun Pemda belum memiliki perda terkait
insentif dan disinsentif. Terminologi yang tercantum dalam pedoman juga perlu diperbaiki
sesuai dengan ketentuan yang ada.
Usulan agar aturan terkait insentif dan disinsentif tidak berdiri sendiri tapi dapat digabungkan
ke dalam aturan lainnya, misalnya perda tentang rencana rinci tata ruang. Selain mengatur
ruang darat juga dapat memberi masukan pada pengaturan ruang laut terkait bentuk dan tata
cara pemberian insentif dan disinsentif.
12. Workshop dalam rangka Peninjauan Kembali PP No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur), pada
hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Hotel Grand Kemang Jakarta. Kegiatan ini
merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka peninjauan kembali Perpres
No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
Puncak, Cianjur untuk melakukan konfirmasi hasil temuan awal dengan pemangku kepentingan
terkait. Adapun pokok-pokok pembahasan dalam workshop ini adalah sebagai berikut:
Kajian Tim Teknis harus lebih tajam terkait arah pengembangan kawasan Jabodetabekpunjur
dan kedepannya harus mempertahankan kawasan pertanian atau mengorbankan alih fungsi
lahan pertanian menjadi kawasan non-pertanian. Rencana Penataaan Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur kedepannya juga harus bisa menjamin kawasan tersebut akan menjadi
kawasan berkelanjutan.
Pengembangan kawasan Jabodetabekpunjur harus mengatur kewenangan yang terintegrasi
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan peran serta masyarakat. Sehingga
perlunya arahan yang jelas di dalam Perpres Jabodetabekpunjur terkait rencana
pengembangan transportasi secara terintegrasi melalui sinkronisasi dengan kebijakan-
kebijakan baru yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat seperti Permenhub No.54 Tahun
2013 tentang Rencana Sistem Transportasi Jabodetabek (tanpa Punjur) dan MPAs
(Metropolitan Priority Area) tahun 2010. Arahan pengembangan kawasan industri di Kawasan
Jabodetabekpunjur harus diatur secara terpadu.
Hal-hal yang diperlukan dalam peninjauan kembali antara lain: (i) memprekdisikan
kecenderungan perubahan tata ruang 15 tahun ke depan seperti apa terkait perubahan pola
ruang, pertumbuhan pusat-pusat kegiatan, dan perubahan pola interaksi; (ii) sejauh mana
kesesuaian pola dan struktur ruang eksisting terhadap rencana tata ruang Jabodetabekpunjur.
Perlu mempertimbangkan lebih dalam terkait implikasi-implikasi peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan setelah Perpres Jabodetabekpunjur ditetapkan seperti (UU 32
Tahun 2009, UU 41 Tahun 2009 dan sebagainya). Selain itu juga perlu menilai dari hasil
rekomendasi dari tim teknis terkait penambahan luasan wilayah Jabodetabekpunjur hingga
Karawang dalam rangka peninjauan kembali perpres tersebut. Untuk perpres Pulau Jawa-Bali
harus dapat diintegrasikan ke dalam Perpres Jabodetabekpunjur.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 22
Pengaturan mengenai aspek mitigasi bencana dan pengaturan pengelolaan kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil menjadi hal yang penting untuk dimasukkan kedalam Perpres
Jabodetabekpunjur seperti program Giant Sea-Wall dan program lainnya.
13. Rapat Evaluasi Rancangan Perda Tentang RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033, pada hari
Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Kementerian Dalam Negeri. Rapat ini bertujuan
untuk menindaklanjuti surat Gubernur Papua Nomor: 188.3/5688/SET kepada Kementerian
Dalam Negeri perihal Permohonan Evaluasi Raperda RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-
2033.Beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam rapat yaitu:
Terdapat jeda waktu yang cukup lama sejak dikeluarkannya persetujuan substansi teknis dari
kementerian PU pada tahun 2011 dan substansi kehutanan pada tahun 2012.
Peran BKPRD pada bagian pengendalian pemanfaatan ruang perlu ditinjau kembali apakah
sudah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai lembaga ad hoc.
Masih ada elemen-elemen peta yang belum tercantum secara lengkap baik pada peta struktur
ruang maupun pola ruang.
14. FGD Penyusunan Modul Sosialisasi Peraturan Presiden Tentang RTR Pulau dan RTR KSN, pada
hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Amos Cozy Jakarta. Kegiatan ini
merupakan kegiatan penjaringan masukan terhadap modul sosialisasi peraturan presiden tentang
RTR Pulau Papua dan Kepulauan Maluku serta RTR Selat Sunda, Kapet Pare-Pare, dan HOB.
Pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan ini adalah:
Sosialisasi Perpres RTR Pulau/Kepulauan dan RTR KSN sebagai upaya penyebarluasan materi
Perpres Pulau/Kepulauan dan RTR KSN kepada seluruh pihak yang berkepentingan, agar
terdapat pemahaman bersama mengenai Perpres dan mampu menindaklanjutinya.Perangkat
sosialisasi tersebut berupa Buku Popular dan bahan tayang.
Materi dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
- Materi Umum: kebutuhan penyusunan RTR sebagai rencana rinci RTRWN, pemahaman
dasar RTR, materi pendukung sosialisasi.
- Materi Khusus: isu strategis dan kebijakan nasional yang mempengaruhi yang
mempengaruhi penataan ruang di wilayah RTR, materi sosialisasi perpres untuk masing-
masing stakeholders.
15. Diskusi Integrasi Penanggulangan Bencana Dengan Adaptasi Perubahan Iklim dan
Penanggulangan Kemiskinan Dalam Konteks Persiapan Penyusunan RPJMN 2015-2019, pada
hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Hotel Millenium Jakarta. Penyelenggaraan
FGD memiliki tujuan untuk memasukan isu manajemen resiko bencana dan perubahan iklim
kedalam proiritas nasional RPJMN 2015-2019. Garis besar arah kebijakan dan sasaran prioritas
dalam manajemen resiko bencana dan perubahan iklim meliputi :
Fase Pra Bencana
- Pengurangan resiko bencana melalui tindakan mengurangi kerentanan pada daerah rawan
bencana terutama pada penduduk miskin.
- Penegakan RTRW berbasis mitigasi bencana.
- Memantau potensi bencana dengan menggunakan IPTEK. Sasaran prioritas fase pra bencana
adalah PKN, PKW, KSN dengan potensi indeks bencana tinggi baik geologi maupun
perubahan iklim.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 23
Fase Tanggap Darurat
- Koordinasi lintas sektor pelaksanaan operasi kemanusiaan.
- Percepatan mobilisasi satuan reaksi cepat ke daerah pasca bencana.
Fase Pasca Bencana
- Koordinasi lintas sektor dalam pemulihan perumahan, prasaranan, sosial, ekonomi pasca
bencana.
- Revisi dan penegakan RTRW dengan memperhatikan potensi resiko dimasa depan.
Dari segi tata ruang perlu didorong upaya pemetaan KRB dalam skala 1:5000 sehingga
manajemen resiko bencana dapat diterapkan dalam rencana tata ruang yang detail.
Dari segi lingkungan, perlu dilakukan pemetaan secara mendetail mengenai potensi dan
dampak resiko bencana pada setiap kawasan sehingga dapat melengkapi pemetaan yang telah
dilakukan oleh BNPB.
16. Workshop Fasilitasi Kelembagaan Penataan Ruang Provinsi/Kabupaten Pemekaran Wilayah I,
pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Ambhara. Workshop ini bertujuan
untuk memberikan fasilitasi kepada Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pemekaran yaitu
Kabupaten Pesisir Barat dan Kabupaten Pangandaran khususnya dalam rangka pembentukan
kelembagaan penataan ruang. Workshop ini dibagi menjadi 3 sesi yaitu pembahasan mengenai
pembentukan kelembagaan penataan ruang DOB, sosialisasi peraturan perundang-undangan
dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang termasuk untuk penyusunan RTRW Kabupaten
DOB, serta penyusunan kerangka dasar penyusunan RTRW Kabupaten DOB.
Adapun pembahasan dalam workshop ini adalah sebagai berikut:
Kabupaten Pesisir Barat dan Kabupaten Pangandaran memiliki karakteristik geografis yang
sama yaitu terletak pada wilayah pesisir serta potensi pariwisata yang beragam.
Organisasi kelembagaan struktural pada kedua kabupaten tersebut, memiliki permasalahan
yang sama yaitu tingginya frekuensi mutasi pejabat yang mengakibatkan ketidakkondusifan
lingkungan kerja. Selain itu organisasi kelembagaan struktural di Kabupaten DOB walaupun
terkesan minimalis dan dipaksakan tugas dan fungsinya sesuai dengan arahan Kemen PAN dan
Kemendagri tidak menjadi suatu masalah, dikarenakan nantinya dapat dilakukan penyesuaian-
penyesuaian.
Kedua Kabupaten tersebut belum memiliki dokumen RPJPD-RPJMD, lembaga BKPRD, dan
masih dalam tahapan penyusunan RTRW Kabupaten DOB.
17. FGD Pembahasan Kebijakan dan Strategi Kawasan Megapolitan dan Metropolitan, Kota Sedang
dan Keterkaitan Kota-Desa, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas.
FGD diselenggarakan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan pembangunan
perkotaan di masa depan dengan menyusun Naskah Akademis Kebijakan dan Strategi
Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) yang diharapkan akan menjadi acuan strategis dan
antisipatif dalam pembangunan perkotaan di Indonesia khususnya kawasan megapolitan,
metropolitan, kota sedang, kecil dan keterkaitan kota dan desa.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 24
Pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan ini adalah:
Tipologi Kota dalam RTRWN: kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, kawasan
perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan kecil (Tipologi dalam RTRWN
tersebut masih belum mempertimbangkan daerah otonom).
Terdapat perbedaan definisi dan tipologi kota antara RTRWN dengan KSPPN, setelah
melakukan pembahasan dan diskusi dengan melihat berbagai dinamika yang berkembang saat
ini, maka disepakati tipologi kota ada 7 yaitu Kawasan Megapolitan, Kawasan Metropolitan,
Kota Metropolitan, Kota Besar, Kota Sedang, Kota Kecil dan kawasan perkotaan di dalam
Kabupaten.
Kebijakan dan strategi secara umum mengenai perkotaan sudah ada, kedepannya kebijakan
dan strategi harus dibedakan setiap masing-masing tipologi kota untuk diajukan prioritas
dalam RPJMN 2015-2019.
18. Penyelesaian Perda RTRW, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas.
Pertemuan ini dilakukan untuk membahas penyelesaian Perda RTRW Kabupaten Tanjung Jabung
Barat oleh DPRD Kabupaten. Isu-isu yang disampaikan oleh anggota Pansus dalam proses
penyelesaian Perda RTRW tersebut antara lain sebagai berikut:
Perda RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Barat sudah berakhir Tahun 2001 dan saat ini masih
dalam tahap penyelesaian Perda RTRW. Permasalahan yang menghambat dalam penyelesaian
Perda RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah terkait dengan kawasan hutan dimana
sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat masuk kedalam kawasan hutan.
Namun, didalam kawasan hutan itu sendiri banyak izin yang dikeluarkan untuk konsesi
pertambangan, kehutanan, perkebunan besar yang seringkali menjadi konflik dengan
masyarakat setempat.
Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Barat sudah mengusulkan pelepasan kawasan hutan
kepada tim terpadu sebesar 11.000 Ha, namun yang dilepaskan hanya sebanyak 4.000 Ha.
Masih terdapat luasan kawasan hutan yang belum disepakati dan masih menjadi perdebatan
antara pemerintah dan DPRD sebesar 15.000 Ha.
Batas waktu maksimal yang diperbolehkan menurut aturan perundang-undangan bagi
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk segera menyelesaikan Perda RTRW.
Terkait isu-isu tata ruang yang disampaikan oleh Pansus DPRD, Direktur TRP menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut
Mekanisme holding zone yang diatur dalam Inpres No. 8 Tahun 2013 tentang Penyelesaian
Perda RTRW Provinsi Kabupaten/Kota.
Pelepasan kawasan hutan dapat dilakukan melalui mekanisme tim terpadu kehutanan yang
melibatkan semua pihak terkait.
Legislatif dan Eksekutif perlu melakukan pemetaan bersama terhadap semua kawasan
diwilayahnya untuk kemudian diklasifikasi mana wilayah yang sudah jelas (clear) dan mana
wilayah yang masih belum sepakat.
Apabila terdapat konflik dalam penataan ruang, pemerintah daerah dapat berkirim surat
kepada Menteri Perekonomian selaku Kepala BKPRN untuk dibahan dalam forum BKPRN
(Eselon I maupun II).
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 25
19. Seminar Penyempurnaan UUPA Sebagai Peraturan Pokok Agraria (Dalam Rangka Peringatan 53
Tahun UUPA), pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Universitas Brawijaya
Malang. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas gagasan terkait penyempurnaan pasal-pasal
UU No. 5 tahun 1960 serta mencari bentuk, wujud, ide dan konsep penyempurnaan terhadap
ketentuan dalam pasal-pasal UUPA yang sudah tidak sesuai. Narasumber dalam seminar ini
adalah Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH; Dr. Risnarto, MS; Abdon Nababan; dan Dr. Yagus Suryadi, SH,
M.Si. Beberapa hal yang penting yang disampaikan oleh narasumber dalam seminar tersebut
antara lain sebagai berikut:
UUPA merupakan UU yang sifatnya populis yang mengatur mengenai landreform, kedudukan
hukum adat, berbagai hak atas tanah nasional, penggunaan tanah untuk kepentingan umum,
serta penyatuan hukum (unifikasi) tanah dari berbagai lingkaran hukum adat, hak menguasai
negara dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya UUPA tidak pernah diamalkan secara sungguh-
sunguh. Hal ini terlihat dari banyaknya UU sektor yang terbit tidak mendasarkan pada UUPA.
Teridentifikasi masih ada 462 aturan-aturan pertanahan yang disharmonisasi yang perlu
disempurnakan. Akibat yang timbul salah satunya adalah muncul banyak konflik yang terkait
dengan tanah yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan tanah untuk pembangunan,
persoalan konflik masa lalu yang tidak segera diselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut,
persoalan tanah privat dengan tanah publik.
Terkait dengan tanah adat, secara substansif telah diatur dalam UUPA, namun
pelaksanaannya belum optimal dan cenderung meminggirkan hak masyarakat adat.
Teridentifikasi banyak regulasi yang akhirnya justru menyingkirkan masyarakat adat.
Pihak Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menolak kegiatan sertifikasi tanah di
wilayah-wilayah adat karena akan menciptakan komersialisasi terhadap tanah adat karena
akan lebih mudah untuk melepaskan hak tanah jika telah ada sertifikasi. Kemudian AMAN
telah melakukan kegiatan pemetaan batas wilayah adat seluas 2,6 juta Ha dan sudah
diintegrasikan kedalam peta BIG.
Semua narasumber sepakat bahwa UUPA perlu penyempurnaan substansi teknis sejalan
dengan tuntutan masyarakat Indonesia seperti yang terkait dengan hak atas tanah dan hak
menguasai Negara.
Penyempurnaan UUPA perlu diserasikan dengan Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria.
20. FGD Perencanaan Pembangunan Bidang Kesehatan di Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal ,
Papua dan Papua Barat, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Hotel
Millenium Jakarta. Isu penting dalam diskusi ini adalah sebagai berikut:
Permasalahan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan Papua-Papua Barat realitasnya
belum mampu ditangani sendiri secara optimal oleh kementerian Kesehatan, sehingga
memerlukan pemikiran bersama dengan KPDT, BNPP dan UP4B terutama dalam menyusun
strategi mengatasi keterbatasan anggaran, kondisi geografis, birokrasi pusat – daerah (tata
kelola) dan SDM.
Terkait dengan penyediaan SDM tenaga kesehatan di dating, katas, papua-pabar, dalam 10
tahun mendatang kita akan kasalib oleh RDTL dalam pelayanan kesehatan di perbatasan,
karena mereka saat ini sedang menyiapkan para dokter/tenaga kesehatan ke luar negeri
termasuk Indonesia dan Birma, jika kita sendiri kurang segera mencari jalan keluar mencari
solusi dalam memberikan pelayanan kesehatan di perbatasan, dating, Papua.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 26
Memerlukan indikator IPM yang berbeda antara dating dengan daerah non tertinggal,
mengingat jumlah penduduk sedikit dan persebaran penduduk yang jauh.
Aspek kesehatan tidak terfokus hanya dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan dasar saja,
namun dipengaruhi juga oleh pelayanan air bersih dan sanitasi, dan pertanian (gizi). Lima
aspek kesehatan yang ditawarkan untuk lima tahun kedepan adalah sesuai 5 (lima) pilar.
Memerlukan kesepakatan antara Bappenas, Kementerian Keuangan, dengan KPDT, BNPP
dalam hal KPDT dan BNPP dapat melakukan kegiatan fasilitasi sepanjang tidak dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan.
Social cultural salah satu pilar MEA, bagaimana negara tidak boleh lepas tangan/salah
menentukan kebijakan dalam penyedian pelayanan dasar.
21. Diskusi Perencanaan Pembangunan Bidang Pendidikan di Kawasan Perbatasan, Daerah
Tertinggal, Papua dan Papua Barat, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di
Hotel Millenium Jakarta. Diskusi ini diadakan dalam rangka penajaman rancangan RPJMN 2015-
2019, khususnya bidang Pendidikan. Identifikasi isu-isu permasalahan bidang pendidikan
dipandang dari sektor maupun lintas sektoral. Diharapkan dapat menyampaikan masalah-
masalah nasional pendidikan, kebijakan-kebijakan seperti apa untuk 5 tahun kedepan, seperti
yang terdapat dalam buku 3 akan mengakomodir pelayanan pendidikan di kewilayahan.
22. Seminar Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2013, pada hari Kamis tanggal 14
November 2013 bertempat di Hotel Santika Jakarta. Dalam kegiatan ini, Bappenas bekerja sama
dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2010-2014.
Seminar ini bertujuan untuk menyampaikan hasil evaluasi capaian indikator terpilih dari 11 PN
dan 3 prioritas lainnya dengan fokus utama pada analisis capaian kinerja tahun 2010, 2011, 2012,
dan progres pelaksanaan 2013, penentuan isu strategis nasional, penentuan isu strategis provinsi
dan proyeksi target kinerja daerah. Pembahasan dalam seminar ini meliputi:
Secara umum, permasalahan yang muncul ketika melakukan evaluasi di daerah adalah:
- Data yang dibutuhkan tidak tersedia atau berbeda satu sama lain, hal ini salah satunya
disebabkan oleh perbedaan indikator yang dibuat oleh Bappenas dan Kemendagri, juga
perbedaan rentang RPJMD yang digunakan.
- Tidak adanya definisi operasional dari Bappenas terhadap indikator yang ditentukan
sehingga dapat menimbulkan perbedaan interpretasi dan hasil evaluasi antar wilayah.
Untuk melengkapi kegiatan Monev Direktorat TRP, berikut disampaikan hal-hal penting terkait
pencapaian kinerja daerah di beberapa provinsi yang juga menjadi lokasi monev TRP:
- Provinsi Aceh: Pertumbuhan ekonomi Aceh masih cenderung rendah. Belum adanya
kepastian ruang untuk lahan peternakan sehingga pengembangannya masih terbatas (terkait
juga dengan belum diperdakannya RTRWP). Dalam hal infrastruktur, terutama jalan dalam
kondisi baik karena selaludi perbaiki, dan saat ini terdapat banyak pelabuhan yang dibuka
untuk impor.
- Provinsi Bangka Belitung: Kebutuhan Babel yang bergantung pada impor (wilayah lain)
berakibat pada tingginya inflasi. RTRWP dan RTRW Kab/Kota belum diperdakan, namun akan
dibangun bandara dan pelabuhan baru dengan kapasitas 5 kali lebih besar dari kapasitas
pelabuhan yang ada saat ini. Banyaknya timah di provinsi ini menjadi lahan pekerjaan
temporer bagi penduduknya dan perekonomiannya sangat bergantung pada perekomian
dunia.untuk memenuhi kebutuhan listriknya akan dibangun PLTN.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 27
- Provinsi Papua Barat: RTRWP belum diperdakan menjadi kendala dalam pembangunan. Saat
ini pembangunan infrastruktur jalan banyak dilakukan di daerah pemekaran baru.
- Provinsi Bali: Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di Provinsi Bali direspon
cukup pesat yaitu dari 10 persen pada tahun 2009 menjadi 70 persen pada tahun 2012.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Denpasar sudah mencapai 38.5 persen artinya melebihi dari
ketentuan minimal proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota yaitu 30 persen . RTH di
Kota Denpasar kebanyakan merupakan alun-alun, sempadan jalan, taman rekreasi, taman
halaman kantor, hotel dan rumah pribadi, trotoar. Isu strategis pada prioritas IX,
meningkatnya alih fungsi lahan di perkotaan cenderung kurang memperhatikan fungsi
ekologis, arsitektural dan nilai estetika serta kelangsungan kehidupan perkotaan.
- Provinsi Jawa Tengah: terkait dengan PN IX, untuk prioritas lingkungan hidup dan
penanggulangan bencana di Jawa Tengah masih tingginya lahan kritis pada DAS dan kawasan
lindung, masih rendahnya produktivitas sumber daya hutan, masih tingginya potensi
gangguan terhadap hutan, dan belum optimalnya pemberdayaan dan distribusi manfaat bagi
masyarakat sekitar hutan.
23. Rapat Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Sumatera Utara Tahun 2013-2033, pada hari Jumat tanggal 15 November 2013 bertempat di
Kementerian Dalam Negeri. Pelaksanaan evaluasi ini dilaksanaan untuk memastikan bahwa
Raperda Provinsi Sumut tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih
tinggi. Adapun pembahasan dalam rapat tersebut antara lain:
Rencana struktur ruang dalam Raperda RTRW Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 - 2033
telah mengacu pada persetujuan substansi teknis yang telah diterbitkan oleh Menteri PU
Nomor HK.01 03-Mn/247 tanggal 27 Mei 2011. Apabila RTRW Provinsi Sumatera Utara telah
ditetapkan menjadi Perda, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar melakukan
pengintegrasian atas hasil Keputusan Menteri Kehutanan tentang perubahan peruntukan
dan/atau fungsi kawasan hutan ke dalam RTRW melalui Perda Perubahan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam konsideran menimbang perlu ditambahkan: 1)
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; dan
2) dasar hukum yang digunakan dalam menentukan rencana pola ruang kawasan hutan
Raperda RTRWP Sumatera Utara, karena SK Menteri Kehutanan tentang Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara yang belum diterbitkan.
Pada rencana struktur ruang belum ada pengaturan tentang jalur dan ruang evakuasi bencana
yang dibedakan berdasarkan jenis bencana alam yang berpotensi terjadi di Provinsi Sumatera
Utara serta perlu dituangkan dalam peta kawasan rawan bencana.
Perlu disebutkan lokasi-lokasi penyebaran SUTET di seluruh kabupaten/kota Provinsi
Sumatera Utara. Selain itu juga perlu adanya restrukturisasi penetapan kawasan strategis
antara kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi.
Untuk pengenaan sanksi pidana perlu disebutkan secara eksplisit pasal-pasal mana yang
dilanggar serta menyebutkan jenis sanksi pidananya.
24. Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Perkotaan, pada hari Selasa tanggal 19 November 2013
bertempat di Hotel Akmani Jakarta. Rapat ini diselenggarakan untuk menerima masukan dari K/L
berkenaan dengan pelaksanaan RPJMN 2010-2014 Bidang Perkotaan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 28
Pembahasan dalam rapat ini adalah:
Kemendagri, DJPR-PU dan Bappenas sama-sama menyusun indikator penilaian kinerja kota,
dengan kriteria masing-masing. Disarankan untuk digabungkan menjadi satu, mengingat
bahwa indikator tersebut akan menjadi acuan dari Pemerintah. Selain itu, penyusunan
indikator juga perlu mempertimbangkan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP).
Direktorat Perkotaan - PU telah mempersiapkan perluasan program pengembangan kota hijau
(P2KH) dan melaksanakan program sister-city dengan tema Simbio City antara kota Indonesia
dengan kota di Swedia.
Selain itu, disusun RPI2JM di 5 KSN Perkotaan sebagai prioritas: Mebidangro, Sarbagita,
Jabodetabekpunjur, Mamminasata dan Cekungan Bandung.
Perlu diperhatikan kualitas RDTR, mengingat beberapa provinsi telah didelegasikan
kewenangan pemberian persetujuan substansi dari Pusat.
25. Sosialisasi E-Monev Daerah Tahun 2013, pada hari Rabu tanggal 20 November 2013 bertempat
di Hotel Lumiere Jakarta. Sosialisasi ini mencakup antara lain:
Pembangunan e-monev daerah dilatarbelakangi menyediakan media pelaporan secara online
(form A) bagi satker di daerah terutama untuk dekonsentrasi, tugas pembantuan dan tugas
wewenang lainnya. Selain itu juga untuk memberikan bantuan/fasilitasi dalam pengumpulan
laporan satker kepada Kementerian/Lembaga, Bappeda Propinsi/Kabupaten/Kota dan
mendorong berjalannya sistem yang dapat memberikan feedback bagi pelaksanaan pelaporan
PP 39/2006.
Sebagai tindak lanjut untuk menggunakan aplikasi E-monev, Direktorat Sistem dan pelaporan
Evaluasi Kinerja Pembangunan mengadakan sosialisasi aplikasi e-monev ini agar dapat segera
dimanfaatkan oleh seluruh pihak pelaksana yang terkait dengan kegiatan pelaporan,
pemantauan dan evaluasi pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Manfaat dari e-Monev daerah ini adalah :
- Dashboard: Setiap Account memiliki “dashboard” untuk melihat status pelaksanaan
kegiatannya, juga terhadap capaian Bappeda/Satker/SKPD lainnya.
- Notifikasi Warna: untuk menunjukkan status capaian/realisasi anggaran dan kemajuan fisik
suatu kegiatan yang ditentukan berdasarkan rata-rata gap antara target dan realisasi output
pada kegiatan.
- Efektif: Memudahkan pelaporan karena proses entry yang lebih sederhana, dan dapat
langsung dikirim dan diterima oleh penerima laporan (Bappeda dan K/L terkait).
26. Workshop Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Pendanaan Pembangunan, pada hari
Selasa tanggal 19 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere Jakarta. Pokok-pokok penting
dalam workshop ini adalah sebagai berikut:
Kebijakan pendanaan pembangunan nasional 2015-2019 ditujukan untuk mengoptimalkan
sumberdaya yang ada. Penguatan alokasi dilakukan dengan meningkatkan belanja yang lebih
baik, mendorong peran swasta melalui PPP dan meningkatkan investasi pemerintah melalui
lembaga seperti Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
Untuk mendukung arahan RPJPN Periode III, yaitu transformasi ekonomi menuju
industrialisasi, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama. Terobosan yang sedang
dimatangkan adalah creative financing seperti infrastructure bond, penugasan BUMN,
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 29
privatisasi finance incentive, performance based annuity scheme, private infrastructure dan
infrastruktur berbasis masyarakat.
Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah masalah pengadaan tanah untuk kepentingan
umum. PIP dapat menyediakan uang ganti rugi tanah bila APBN dan APBD belum tersedia,
setelah dianggarkan dapat dibayarkan kembali ke PIP.
27. Workshop Integrasi Perencanaan Kawasan Transmigrasi dalam RTRW, pada hari Kamis tanggal
14 November 2013 bertempat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam diskusi
panel diperoleh beberapa hal penting yaitu:
Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang, mengisyaratkan keberadaan dan potensi
kawasan transmigrasi di dalam RTRW, khususnya RTRW Kabupaten dan rencana rincinya.
Perlu adanya kerjasama lintas sektor dalam pengembangan wilayah (termasuk transmigrasi).
Kunci dari pengembangan wilayah transmigrasi adalah bukan tentang pemindahan
penduduknya, namun apakah wilayah tersebut dapat berkembang. Pengembangan wilayah
dilakukan dengan strategi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan
sektor unggulan dan pusat pertumbuhan yang ideal adalah yang mampu menggerakkan
daerah sekitarnya. Meskipun terdapat produksi yang bagus namun akan percuma apabila
tidak ada pasar/demand (berupa permukiman dan prasarananya) karena tidak akan ada yang
belanja (tidak ada pemutaran uang). Banyak contoh daerah menghasilkan devisa besar,
namun masyarakat tetap miskin, karena ada kebocoran (dibelanjakan di luar, tidak di lokal).
Untuk RPJMN 2015-2019, indikator harus mulai bisa diukur, jangan hanya sekedar jumlah
penduduk atau KK. Lebih baik berupa sertifikasi tanah, sarana dan prasarana dasar.
KTM dihimbau oleh Kementerian PU agar ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Kabupaten.
Round Table Discussion III Tahun 2013, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di
Bappenas. Harapan yang ingin di penuhi pada RTD III kali ini adalah: (1) Perguruan Tinggi
Memberikan Sumbang Pemikiran Untuk RPJMN 2015-2019; (2) Pendalaman Fokus Strategi
Kebijakan Pembangunan RPJMN 2015-2019; (3) Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Bappenas
untuk mensosialisasikan draft RPJMN 2015-2019 kepada Tim Sukses Capres dan Cawapres.
Beberapa hal yang disampaikan dalam Round Table Discussion (RTD III) sebagai berikut:
Forum ini sangat diperlukan dalam rangka mendapatkan masukan dalam penyusunan RPJMN
2015-2019 yang dapat dijadikan pembanding eksternal dan menjadi wujud implementasi
inklusifitas penyusunan perencanaan komprehensif.
Hasil konferensi terakhir telah disepakati pembagian peran sebagai berikut: Universitas
Padjadjaran (Pengembangan Daya Saing); Universitas Hasanuddin (Pembangunan Indonesia
Timur); Universitas Brawijaya (Pembangunan IPTEK); Universitas Negeri Surakarta
(Pembangunan IPTEK); Universitas Diponegoro (Reformasi Birokrasi dan Hukum); Universitas
Airlangga (Pembangunan SDM).
UNS menyampaikan hasil diskusi dalam Forum Rektor Indonesia (FRI) dan HIPIIS (Himpunan
Ilmuwan dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial) yang sangat dominan menginginkan adanya
haluan negara seperti yang telah di wujudkan dalam GBHN pada masa Orde Baru.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo memberikan tanggapan bahwa RPJP tidak dijadikan acuan
bagi hampir seluruh kepala daerah. GBHN memiliki haluan yang lebih jelas. Hendaknya konsep
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 30
dibuat dengan bahasa yang sederhana agar seluruh kepala daerah mudah memahami haluan
negara yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Menimbang waktu yang sangat sempit bagi capres/cawapres untuk pada masa kampanye
tahun depan, maka momentum yang paling tepat untuk sosialisasi kepada Capres/cawapres
adalah sebelum Bakal calon menjadi Capres/cawapres.
Kerjasama Bappenas dan Perguruan Tinggi dapat menjadi solusi sistemik untuk meningkatkan
kapasitas penelitian Perguruan TInggi ke tingkat nasional bahkan internasional. Bahkan
keragaman dan kedalaman penelitian dan kajian regional yang dihasilkan oleh Perguruan
Tinggi akan berkontribusi memperkaya pengetahuan holistic pembangunan Indonesia. Dengan
demikian, dalam jangka pendek jejaring Bappenas dan Perguruang Tinggi perlu
mengembangkan karakter budaya lokal, penguatan kekayaan karakteristik bangsa dan politik
atau demokrasi.
Pengembangan spesialisasi Perguruan Tinggi sebagai Center of Excelent, mendapat tanggapan
positif, sehingga perguruan tinggi akan fokus pada spesialisasi bidang tertentu. Dengan
demikian Perguruan Tinggi menjadi kanalisasi pesan terhadap kebutuhan Nasional dalam
perspektif kedalaman kajian yang terspesialisasi. Secara teknis manajerial, pada internal
Bappenas perlu diperjelas mekanisme dan personil dalam mengelola hasil kajian kerjasama
dengan Perguruan Tinggi untuk sampai pada rumusan dalam penyusunan RPJMN.
Kajian dan penelitian Perguruan Tinggi diperlukan dalam penyusunan RPJMN sebagai
perbandingan dan external review terutama sekali terhadap isu-isu yang bersifat lintas bidang.
Salah satu kelemahan Penyusunan Buku RPJMN I-III adalah buku tersebut belum pernah di uji
konsistensi, kelemahan lain adalah secara teknis internal Bappenas kesulitan melakukan
diskusi lintas kedeputian.
Khusus wilayah timur Indonesia, memiliki karakterisitik yang khas sehingga dengan
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik daerah tersebut, pemahaman
perencanaan pembangunan akan lebih efektif dan mudah difahami. Kedalaman pengetahuan
tentang kekhasan daerah akan sangat signifikan memberikan kontribusi penyusunan RPJMN
yang lebih membumi sesuai tingkat kebutuhan masing-masing daerah.
28. FGD Pembahasan Kerangka Regulasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan 2015-2019, pada
hari Rabu tanggal 20 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere Jakarta.Kegiatan ini merupakan
bagian dari rangkaian kegiatan penyusunan Background Study Penanggulangan Kemiskinan serta
keterkaitannya dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia
(MP3KI) 2012-2025.
Tujuan dari kegiatan FGD ini adalah untuk mengidentifikasi regulasi pada bidang teknis yang
berpengaruh besar pada program penanggulangan kemiskinan dalam RPJMN 2015-2019.
Beberapa hal penting yang mengemuka adalah: (a) Ketidaksinkronan antara kerangka regulasi
dan kerangka kebijakan yang salah satunya menyebabkan hambatan dalam kebijakan
penanggulangan kemiskinan. Kebijakan penanggulangan kemiskinan perlu juga memperkuat
mekanisme koordinasi dan sinkronisasi dengan kerangka regulasi dan regulasi-regulasi terkait.
Seringkali kebijakan penanggulangan kemiskinan kurang optimal karena tidak didukung dengan
sinergi antar peraturan perundang-undangan. Kerangka regulasi ini dapat diintegrasikan dalam
tatacara penyusunan RPJMN di internal Bappenas. b) Rencana pengintegrasian kerangka regulasi
dalam RPJMN 2015-2019.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 31
Terkait amandemen undang-undang, jika dipandang perlu dan ada justifikasi urgensinya,
kiranya dapat dicantumkan dalam RPJMN. Setiap sektor di Bappenas, perlu melakukan analisa
peraturan perundang-undangan terkait sektor masing-masing.
Terkait batasan-batasan dalam pengusulan regulasi, Bappenas memang harus mengambil
peran untuk membangun kriteria-kriteria regulasi tersebut, misalnya amandemen,
pencabutan dan sebagainya. Bappenas dapat menganalisa pengusulan regulasi berdasarkan
pada analisa sektor baik dari sisi cost and benefit dan analisa lain sebelum mengusulkan.
Tantangannya adalah bagaimana untuk menyederhanakan cost and benefit analysis agar
sektor dapat dengan cepat dan praktis menerapkan. Dengan mempertimbangkan berbagai
“kerumitan” cost and benefit analysis dan sebagainya, dapat juga menggunakan MAPP
(Metode Analisa Peraturan Perundang-undangan). Sampai dengan saat ini sudah ada draft
Perpres terkait sinergi peran Bappenas dan Kementerian Hukum dan HAM dalam menyaring
usulan-usulan regulasi dari pemerintah, sehingga Kementerian Hukum dan HAM tidak akan
menindaklanjuti usulan tanpa persetujuan Bappenas.
29. Workshop Nasional dan Akselerasi Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, pada hari Kamis tanggal 21 November 2013 bertempat di Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Workshop ini bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya penyusunan rencana
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kepada Daerah agar akselerasi penyusunan bisa
tercapai. Adapun pokok-pokok pembahasan dalam workshop ini sebagai berikut:
Penyusunan RZWP-3-K sangat diperlukan khususnya di wilayah Indonesia daerah perbatasan,
kawasan terluar, dan kawasan terpencil. Proses penyusunan RZWP-3-K akan difasilitasi oleh
KKP dan dibantu dengan BKPRN. Selain itu dokumen RZWP-3-K harus terintegrasi dengan
Dokumen Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut
proses persetujuan substansi RZWP-3-K harus melalui forum BKPRN dan proses penetapan
Perda harus melalui proses evaluasi dari Kemendagri. Adapun sosialisasi substansi RZWP-3-K
disertai dengan sharing pembelajaran (lessons learned) dari daerah yang telah memiliki perda
tentang RZWP-3-K.
Beberapa masukan dari daerah yang harus dipertimbangkan kembali: (i) pendelegasian
penyediaan data spasial yang teknis dan mekanisme melalui MOU yang berlaku di BIG dengan
Daerah; (ii) proses penyusunan RZWP3-K perlakuannya disamakan dengan proses
pendampingan penyusunan dokumen Rencana Tata Ruang dari KemenPU.
30. Sosialisasi dan Peluncuran Software Simulator Informasi Geospasial, pada hari Rabu tanggal 20
November 2013 bertempat di Hotel Red Top Jakarta. Kegiatan ini menyajikan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Dosen Teknik Informatika, Universitas Trisakti dalam rangka untuk
membantu penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan. Adapun pokok-pokok pembahasan
dalam kegiatan ini sebagai berikut:
Simulator ini diharapkan dapat membantu pengguna dalam proses perencanaan,
pemantauan, dan evaluasi kegiatan pembangunan. Teknik yang digunakan dalam pembuatan
simulator ini adalah metode interpolasi dan ekstrapolasi. Metode interpolasi adalah metode
untuk menghasilkan titik-titik data baru dalam suatu jangkauan dari suatu set discrete data
yang diketahui. Sedangkan metode ekstrapolasi adalah metode untuk memperkirakan nilai
suatu variabel melampaui interval pengamatan aslinya berdasarkan hubungannya dengan
variabel lainnya.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 32
Beberapa hal yang dapat dilakukan dengan menggunakan simulator ini adalah (i) simulasi
perubahan penggunaan lahan; dan (ii) pemantauan bahaya rawan kebakaran hutan.
Beberapa masukan yang disampaikan terkait simulator tersebut antara lain adalah:
- Simulator yang dihasilkan tidak mencantumkan posisi koordinat sehingga menyulitkan
mengetahui posisi suatu wilayah. Idealnya simulator informasi geospasial mencatumkan
posisi koordinat.
- Penggunaan datanya harus disesuaikan, seperti untuk perencanaan dapat digunakan data
rencana seperti RTRW yang sudah disahkan.
- Metode yang digunakan perlu disesuaikan, misal penggunaan metode cellular outomata
yang kurang tepat untuk perencanaan kawasan perkotaan.
- Simulator yang dihasilkan sifatnya masih tematik, bila memungkinkan dapat
menggabungkan beberapa tema sehingga untuk proses perencanaan dapat memberikan
hasil yang lebih akurat.
31. Workshop Background Study RPJMN Bidang Pertanahan BPN RI, pada hari Kamis tanggal 21
November 2013 bertempat di Kantor BPN Jakarta. Beberapa isu strategis yang menjadi masukan
BPN dalam penyusunan background study RPJMN Bidang Pertanahan antara lain meliputi:
Perubahan sistem pendaftaran tanah, pengadilan pertanahan, penyediaan bank tanah,
pelaksanaan reforma agraria acces, pemenuhan SDM bidang pertanahan dan peningkatan
layanan di bidang pertanahan.
Diharapkan usulan yang dibuat untuk dimasukan kedalam RPJMN melihat pada capaian pada
RPJMN sebelumnya sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak mengada ada.
32. Diskusi Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim, pada hari Jumat tanggal 22
November 2013 bertempat di Hotel Grand Alia Jakarta. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk
membahas draf TOR seminar akhir serta mendapatkan masukan untuk draft laporan kajian.
Seminar akhir direncanakan berlangsung pada hari Selasa tanggal 10 Desember 2013 dengan
dibuka oleh Ibu Menteri PPN.
33. Diskusi Kelompok Terfokus Pengembangan Kapasitas Kerjasama Lintas Wilayah Lembaga
Pengelola KSN Perkotaan, pada hari Jumat tanggal 22 November 2013 bertempat di Werdhapura
Village Center Bali. Rapat ini merupakan kelanjutan dari diskusi kelompok terfokus sebelumnya
yang membahas KSN Perkotaan di wilayah Barat di Jakarta (Gerbangkertasusila,
Jabodetabekpunjur dan Mebidangro). Adapun pokok-pokok pembahasan antara lain sebagai
berikut:
Rencana pembentukan kelembagaan harus didasarkan pada substansi pokok. Misalnya,
apabila kelembagaan dalam bentuk lembaga kerjasama, maka perlu diperjelas objek yang
akan dikerjasamakan. Dalam Perpres tidak disebutkan secara khusus jenis lembaganya.
Kemendagri lebih memilih jenis lembaga ad-hoc ketimbang permanen.
Menurut Kemenkeu, mengingat nilai strategis KSN, maka perlu dibentuk lembaga baru. Dalam
perspektif pusat, lembaga baru adalah lembaga non struktural yang dibentuk dengan tujuan
mengoordinir rencana pembangunan Pemerintah Pusat di KSN. Kelembagaan tidak akan
mengambil alih fungsi perizinan dari Pemda.
Beberapa permasalahan yang diungkapkan daerah tidak secara langsung berhubungan dengan
kebutuhan lembaga baru. Melainkan, banyak permasalahan daerah yang tidak selesai
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 33
diharapkan dapat diselesaikan oleh lembaga baru. Pembentukan lembaga baru harus dapat
mengoordinir pelaksanaan indikasi program dari RTR KSN Sarbagita. Di kawasan Sarbagita
sudah terbentuk 4 (empat) UPT Daerah. Pembentukan kelembagaan baru perlu
mempertimbangkan UPTD yang ada.
34. Seminar Akhir Kajian Peran serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang Wilayah Pesisir, pada hari
Senin tanggal 25 November 2013 bertempat di Bappenas. Hal-hal penting yang dibahas dalam
seminar akhir tersebut adalah:
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat membantu edukasi masyarakat dalam rangka
pelibatan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang di wilayah pesisir. Di Indonesia
terdapat 47 kota di wilayah pesisir, dimana 5 diantaranya adalah metropolitan. Dari 472
kabupaten dan kota, 300 di antaranya dibangun dekat sumber air.
Derajat partisipasi masyarakat sangat kontekstual. Keterlibatan masyarakat semakin
berkurang pada tingkat makro. Sehingga perlu diferensiasi partisipasi berdasarkan produk
rencana.
Hasil temuan Tim Kajian, tingkat partisipasi masyarakat sebatas pelibatan di tahap akhir.
Selain itu, kendala juga ditemui dalam hal ketersediaan waktu, khususnya bila dikaitkan
dengan sistem keproyekan yang lamanya hanya satu tahun.
35. Project Preparation Grant (PPG) dalam Rangka Program Perencanaan Pembangunan Terpadu
Ekosistem Rimba (Riau, Jambi, Sumatera Barat), pada hari Kamis tanggal 21 November 2013
bertempat di Hotel Cosmo Amarossa Jakarta. Pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan tersebut
antara lain:
Proyek RIMBA merupakan bagian dari rencana aksi penyelamatan ekosistem Sumatera seperti
yang tertera dalam Perpres 13/2012 tentang RTR Pulau Sumatera. Dalam proyek RIMBA
tersebut terbagi kedalam lima koridor, yaitu (i) Koridor Aceh-Sumatera Utara; (ii) Koridor Riau-
Jambi-Sumatera Barat (RIMBA); (iii) Koridor Jambi-Sumatera Selatan; (iv) Koridor Jambi-
Bengkulu-Sumatera Selatan; dan (v) Koridor Bengkulu-Sumatera Selatan-Lampung.
Pengelolaan kawasan koridor RIMBA dikelola dengan pendekatan ekonomi hijau (green
economy) yang menitikberatkan pada keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi
secara proporsional. Pendekatan ekonomi hijau menargetkan restorasi ekosistem hutan yang
terkait dengan ketersediaan air, peningkatan cadangan karbon, ketahanan biodiversitas,
pengelolaan perkebunan, dan hutan lestari.
Untuk mewujudkan pengelolaan dalam kawasan RIMBA tersebut, maka dalam
pelaksanaannya difokuskan pada 3 (tiga) klaster utama sebagai target program GEF yaitu
Simpul Dharmasraya/Kuantan Singingi/Tebo sebagai Klaster I, koridor hutan gambut dataran
rendah di Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi sebagai Klaster II, dan hutan alam pada
dataran tinggi Kerinci dan Merangin sebagai Klaster III.
Kegiatan RIMBA tersebut nantinya akan didanai dari hibah yang mekanisme pembiayaan
hibahnya harus mengacu pada PP No 10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah serta Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No 4/2011
tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan Evaluasi
Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah.
Sebelum hibah kegiatan tersebut diberikan, saat ini sedang dilakukan penyiapan dokumen
perencanaan proyek tersebut yang juga dibiayai dari hibah melalui kegiatan Project
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 34
Preparation Grant (PPG) dalam rangka program perencanaan pembangunan terpadu
ekosistem RIMBA (Riau, Jambi, Sumatera Barat) dengan waktu pelaksanaan selama 9 bulan.
Struktur kelembagaan dari proyek RIMBA ini terdiri dari (i) komite pengarah (pejabat eselon I);
(ii) komite manajemen (pejabat eselon II); dan (iii) sekretariat bersama. Bertindak sebagai
executing agency adalah Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri dan Co-Agency
adalah WWF.
Beberapa masukan yang disampaikan terkait kegiatan penyiapan dokumen hibah ini adalah
sebagai berikut:
- Perlu dilakukan sosialisasi secara masif kepada pihak provinsi, kabupaten, dan juga
masyarakat di lokasi proyek mengenai manfaat yang akan didapat dari kegiatan ini.
- Unsur kelembagaan yang perlu diperluas melibatkan pihak swasta dan pihak legislatif
(DPRD).
- Penggunaan metode dan data sifatnya masih umum dan perlu diperjelas. Selain itu perlu
dipikirkan bagaimana bila dalam suatu daerah terdapat berbagai kebijakan (seperti MP3EI,
RAN GRK, RIMBA).
36. Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, pada hari Senin tanggal 25 November 2013 bertempat di Hotel Grand Sahid
Jaya Jakarta. Tujuan sosialisasi ini adalah memberikan pemahaman kepada seluruh instansi yang
terlibat dalam proses pengadaan tanah mengenai peraturan pengadaan tanah yang terbaru.
Dengan demikian diharapkan proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum dapat berjalan dengan lancar. Adapun hal penting yang dibahas dalam sosialisasi ini
adalah sebagai berikut:
Peraturan perundang-undangan terbaru yang mengatur pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum adalah.
- UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
- Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
- Peraturan Kepala BPN No. 5/2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 13/2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72/2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya
Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Terkait perencanaan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,
beberapa hal penting adalah:
- Pentingnya ketersediaan tanah untuk melaksanakan pembangunan bagi kepentingan umum
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
- Permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam pengadaan tanah selama ini seperti
maraknya spekulasi tanah, adanya penolakan masyarakat karena besaran ganti rugi yang
tidak sesuai, rencana lokasi pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW dan lain-lain.
- Untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dalam pengadaan tanah, dilakukan
terobosan dalam hal peraturan perundang-undangan dengan lahirnya UU 2/2012 dan
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 35
Perpres 71/2012 yang mempunyai prinsip tanah untuk pembangunan kepentingan umum
harus tersedia.
- Pengadaan tanah untuk kepentingan umum pelaksanaannya harus sesuai dengan RTRW,
Rencana pembangunan nasional/daerah, rencana strategis, dan rencana kerja setiap
instansi.
- Tahapan penyelenggaraan pengadaan tanah terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu:
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyeraan hasil. Pada tahap perencanaan, setiap
instansi yang memerlukan tanah harus menyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah
yang sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Terkait penganggaran dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum, beberapa hal yang disampaikan adalah:
- Ruang lingkup biaya operasional dan biaya pendukung dalam pengadaan tanah meliputi
semua tahapan pengadaan tanah (perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan
hasil) termasuk untuk biaya administrasi dan pengelolaan serta biaya sosialisasi. Namun
tidak termasuk biaya ganti kerugian dan biaya jasa penilai. Biaya Operasional dan Biaya
Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum ditentukan berdasarkan perhitungan dimulai dari 4% (empat perseratus) untuk nilai
ganti kerugian tanah sampai dengan atau setara dengan Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar
rupiah) pertama dan selanjutnya dengan prosentase menurun sesuai ketentuan.
- Dalam hal pembentukan tim penyelenggaraan pengadaan tanah, biaya honorarium sudah
diatur dalam PMK No. 13/2012 pada bagian lampiran III dimana satuan biaya yang tertera
merupakan batas tertinggi.
- Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah dan tim
penyelenggara pengadaan tanah adalah berkoordinasi dengan semua stakeholder dan
menyesuaikan dengan satuan biaya yang ditetapkan dalam PMK.
Dalam lingkup perangkat daerah, beberapa hal yang disampaikan adalah:
- Terdapat perbedaan definisi antara mandat dan delegasi, UU 2/2012 menggunakan
konstruksi mandat dan delegasi sedangkan dalam Perpres 71/2012 menggunakan mandat.
- Mandat diperoleh apabila ditugaskan oleh atasan kepada pejabat bawahan atau merupakan
pelaksanaan tugas rutin. Dalam hal ini tanggungjawab tetap pada pemberi mandat.
Sedangkan delegasi apabila diberikan oleh badan/pejabat pemerintahan kepada
badan/pejabat pemerintahan lainnya yang ditetapkan dalam PP, Perpres, Perda dan
merupakan wewenang pelimpahan. Dalam hal ini tanggungjawab beralih kepada penerima
delegasi.
- Contoh kewenangan delegasi ada pada Pasal 19 ayat (5) dan (6); Pasal 21 UU 2/2012 atau
Pasal 47 Perpres 71/2012. Sedangkan contoh kewenangan mandat ada di Pasal 49 dan Pasal
50 Perpres 71/2012.
37. Rapat Pembahasan (Gugus Kerja) Draf Rapermen tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Penyelenggaraan Penataan Ruang (KSNPPR), pada hari Kamis tanggal 14 November 2013
bertempat di Hotel Grand Kemang Jakarta. Beberapa hal penting yang disampaikan dalam rapat
ini adalah:
Ruang Wilayah Indonesia yang multidimensi (UU 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1) memiliki
potensi, masalah, peluang dan tantangan sehingga membutuhkan penyelenggaraan penataan
ruang sebagai acuan bagi pembangunan di tingkat pusat maupun di daerah. Penyelenggaraan
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 36
penataan ruang akan memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap
seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Diperlukan Kebijakan dan strategi
nasional penyelenggaraan penataan ruang yang menjadi acuan untuk seluruh komponen
bangsa Indonesia, sehingga Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Penataan Ruang
(KSNPPR) ini akan menjadi acuan bagi Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
Dokumen ini diharapkan mampu menjadi wadah untuk optimalisasi ruang dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan, sinergi sektor dan pemecahan masalah keruangan serta
mencapai ruang yang lebih terstruktur dan terpola. Selain itu, juga diperlukan
pengelompokkan misi dan Jakstra agar lebih teridentifikasi keterkaitannya.
Mengarahkan penataan ruang sebagai platform pembangunan yang dikaitkan dengan isu
konteks keruangan dan perlu ditambahkan Jakstra pesisir, perut bumi dan dikaitkan dengan
RTR Pulau, serta daya dukung lingkungan, cagar budaya, isu dan kebijakan pertanahan dan
perdesaan, peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas SDM.
38. Workshop Nasional Prakarsa Strategis Pengembangan Sistem UKPPD On Line di Tingkat
Daerah, pada hari Kamis tanggal 28 November 2013 bertempat di Hotel Akmani Jakarta.
Workshop nasional ini diselenggarakan oleh Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi
Daerah, Bappenas bertempat di Hotel Akmani, Jakarta. Tujuan dari workshop nasional ini adalah
untuk mendapatkan masukan atas rancangan akhir sistim UKPPD Online di Tingkat Daerah serta
memperoleh gambaran tentang proses dan sistem yang digunakan oleh Pemerintah Daerah
untuk pengusulan program dan kegiatan yang selama ini digunakan dari Kabupaten/Kota ke
Provinsi dan dari Provinsi ke Pusat. Adapun hal-hal penting dalam kegiatan tersebut adalah:
Sejak tahun 2012, Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan sistem UKPPD yaitu
usulan kegiatan dan pendanaan pemerintah daerah secara on line (web based). Dengan sistem
UKPPD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam hal ini instansi
perencanaan tingkat provinsi dan kabupaten/kota mengalami kemudahan dalam
penyampaian usulan program dan kegiatan untuk selanjutnya dibahas dalam Musrenbang di
tingkat pusat. Dengan demikian, dalam rangka sinergi perencanaan pembangunan pusat dan
daerah dan mendukung pelaksanaan revitalisasi Musrenbang di tingkat daerah, perlu
dilakukan pengembangan UKKPD sampai ketingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan
melakukan pengembangan UKPPD sampai ketingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan
melakukan proyek percontohan (pilot project) di beberapa daerah.
Dengan adanya pengembangan sistem UKPPD on line ini diharapkan pada tahun 2014 akan
dapat dilaksanakan dan diterapkan sistem tersebut pada 33 Provinsi dengan menambahkan
forum tanya diskusi untuk mendapatkan masukan dari daerah sekaligus forum tanya jawab
tentang proses dan sistem perencanaan pembangunan nasional.
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan prakarsa strategis ini adalah (a) memperkuat koordinasi
dan meningkatkan sinergi perencanaan pembangunan dari tingkat daerah ke pusat, (b)
memudahkan penyampaian usulan program, kegiatan dan anggaran, (c) meningkatkan
akselerasi dan akurasi penyampaian usulan program, kegiatan danggaran yang merupakan
hasil pelaksanaan musrenbang kab/kota/propinsi dan pusat. Ruang Lingkup kegiatan meliputi :
(a) Review sistem UKPPD eksisting, (b) Identifikasi daerah percontohan, (c) membangun
sistem UKPPD di Tingkat Daerah, (d) Uji coba sistem UKPPD di tingkat daerah, (e) penyusunan
panduan teknis sistem dan laporan kegiatan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 37
Sebelum dilaksanakankannya workshop nasional ini telah dilakukan Focus Group Discussion
(FGD) di dua tempat yaitu di Bappeda Provinsi Yogyakarta dan Bappeda Kabupaten Bekasi.
Hasil dari FGD tersebut antara lain perlu diperhatikan pengadaan fasilitas penambahan
nomenklatur untuk daerah-daerah yang mempunyai keistimewaan khusus seperti Yogyakarta,
DKI dan Banda Aceh. Fasilitas ini diperlukan untuk menjaga keragaman rencana pembangunan
di setiap daerah.
39. Breakfast Meeting Pembahasan Prosedur Legalisasi Raperpres RTR Kawasan Strategis
Nasional, pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Grand Mahakam.
Beberapa hal yang dibahas dalam rapat tersebut adalah:
Berdasarkan PP No. 26 tahun 2008 terdapat 76 Kawasan Strategis Nasional (KSN). Sampai
dengan tahun 2013 Ditjen Penataan Ruang sudah menyusun 70 materi teknis dan draft RTR
KSN. Kemajuan penyelesaian RTR KSN sampai dengan tahun 2013 antara lain :
- 5 RTR KSN sudah menjadi Perpres
- 3 Raperpres RTR KSN sudah selesai harmonisasi di Kemen. Kumham dan saat ini sedang
dalam finalisasi
- 5 draft Raperpres RTR KSN sedang dalam pembahasan harmonisasi di Kemen. Kumham
- 11 draft Rperpes RTR KSN sudah mendapatkan persetujuan dari Gub/Bupati/Walikota dan
akan dibahas di forum BKPRN eselon I
- 15 sudah dibahas dalam forum BKPRN eselon II dan sudah menjadi draft Raperpres
- 6 dalam penyelesaian materi teknis dan draft Raperpres
Prosedur Penetapan RTR Kawasan Strategis Nasional berdasarkan Perpres No. 68 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden dan kesepakatan BKPRN yang umum dilakukan adalah:
1. Penyusunan Raperpres RTR KSN 2. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Daerah 3. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Forum Eselon II BKPRN 4. Asistensi teknis Raperpres RTR KSN dengan Sektor 5. Kesepakatan Raperpres RTR KSN dengan Gubernur/Bupati/Walikota 6. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Forum Eselon I BKPRN 7. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Forum Harmonisasi Kemenkumham 8. Penyampaian Raperpres RTR KSN kepada presiden untuk dilegalisasi 9. Finalisasi Perpres RTR KSN di Setkab 10. Perpres RTR KSN
Rapat membahas prosedur penetapan RTR KSN agar dapat lebih efisien dalam rangka
akselerasi penyelesaian penetapan Perpres RTR KSN.
Rapat juga membahas mengenai Acara yang bisa menggambarkan momentum pencanangan
Hari Tata Ruang Nasional yang telah ditetapkan melalui Keppres No. 28 Tahun 2013.
40. Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Penganti Peraturan Menteri Negara
PPN/Kepala Bappenas Nomor 1 Tahun 2007, pada hari Jumat tanggal 22 November 2013
bertempat di Bappenas. Kegiatan ini membahas Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas nomor
1 tahun 2007 tentang Mekanisme dan Prosedur di Kementerian PPN/Bappenas dalam Proses
Penyiapan, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar
Negeri, merujuk pada PP 2/2006 dan Permen PPN/Ka Bappenas 5/2006 yang sudah diganti
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 38
dengan PP 10/2011 dan Permen PPN/Ka Bappenas 4/2011. Untuk itu, Permen PPN/Ka Bappenas
No 1/2007 perlu direvisi.
Beberapa perubahan penting terkait rancangan Permen pengganti Permen PPN/Ka Bappenas
1/2007 adalah:
Dokumen jangka menengah dibuat terpisah antara hibah dan pinjaman:
- RKPLN menjadi RPPLN (pinjaman) dan RPH (hibah).
- DRPHLN JM menjadi DRPLN JM (hanya pinjaman tanpa hibah)
Dokumen tahunan berubah dari DRPPHLN menjadi DRPPLN (pinjaman) dan DRKH (hibah). Isi
DRPPLN bisa lebih banyak dari yang tercantum di dalam RKAKL. Bila tidak ada di DRPPLN tidak
bisa dicantumkan di dalam RKAKL dan tidak boleh dilaksanakan negosiasi.
41. Seminar Background Study Pengintegrasian Kerangka Regulasi dalam RPJMN 2015-2019, pada
hari Jumat tanggal 22 November 2013 bertempat di Hotel Aryaduta. Seminar ini membahas
tentang integrasi penyusunan kerangka regulasi yang semakin diperlukan dalam RPJMN
mendatang. Hal ini dikarenakan antara lain:
Performance based budgeting membuat setiap unit berkonsentrasi untuk mencapai
sasarannya sendiri, tanpa mempertimbangkan koordinasi dengan unit lain.
Khusus untuk regulasi, indikator yang digunakan adalah jumlah regulasi yang telah dihasilkan.
Membuat jumlah regulasi meningkat dengan cepat.
Prolegnas yang ditetapkan sepihak oleh Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa dilakukan
tanpa dukungan sektor lain.
Sampai dengan saat ini telah ditetapkan langkah utama integrasi kerangka regulasi yaitu:
Identifikasi oleh masing-masing K/L dan provinsi.
Simplifikasi peraturan perundang-undangan. Perbaikan lebih baik daripada membuat
peraturan baru. Pentingnya amandemen perlu disosialisasikan.
Pembatalan berbagai peraturan yang kontra produktif perlu segera dilakukan.
Harmonisasi tidak saja dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM tetapi juga oleh
seluruh Menko dan Bappenas yang lebih mengerti konten peraturan.
42. Workshop Integrasi Informasi Geospasial Tematik untuk Mendukung Terwujudnya One Map
Policy, pada hari Selasa tanggal 26 November 2013 bertempat di Hotel Sofyan Betawi Jakarta.
Tujuan workshop ini adalah memberikan pemahaman kepada instansi pemerintah pembuat peta
tentang pentingnya data informasi geospasial yang terintegrasi untuk mendukung one map
policy. Dalam rangka mendukung pelaksanaan One Map Policy maka perlu dilakukan upaya
standardisasi data Informasi Geospasial Tematik dengan tujuan untuk menyamakan data dasar
yang digunakan, adanya standar baku informasi geospasial, dan pembuatan satu simpul jaringan
(one gate) yang bisa diakses oleh semua pihak. Adapun hal-hal penting dalam kegiatan tersebut
antara lain sebagai berikut:
Permasalahan yang ada saat ini terkait data informasi geospasial tematik adalah setiap
instansi membuat data spasial untuk kepentingan instansinya namun menggunakan metode
dan klasifikasi yang dibuat masing-masing sehingga untuk satu jenis data hasilnya akan
berbeda-beda. Contoh data spasial untuk lahan gambut yang dikeluarkan oleh Kementerian
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 39
Lingkungan Hidup akan berbeda dengan data lahan gambut yang dikeluarkan Kementerian
Kehutanan.
Untuk dapat mewujudkan one map policy maka perlu ada pemahaman oleh semua pihak
pembuat peta/data spasial mengenai standardisasi struktur basis data geospasial yang terdiri
dari (i) dataset fundamental (FDS); dan (ii) Katalog unsur geografi. Dataset Fundamental (FDS)
terdiri dari peta dasar dan peta tematik dasar sedangkan katalog unsur geografi merupakan
gabungan dari peta dasar, peta tematik dasar, peta tematik, dan peta tematik turunan.
Pengklasifikasian katalog unsur geografi dilakukan berdasarkan kesamaan fungsi dan
penggunaan data spasial, atau kesamaan karakteristik atribut. Misalkan untuk kategori
transportasi, dataset harus menggambarkan sarana dan prasarana transportasi yang terdiri
dari subkategori transportasi darat, laut, dan udara.
Terkait dengan bidang tata ruang, informasi geospasial tematik sangat diperlukan untuk
menyusun peta rencana tata ruang wilayah, dibutuhkan 14 jenis peta tematik untuk
menyusun peta RTRW. Selain itu, informasi tematik juga dapat digunakan untuk pengendalian
rencana tata ruang wilayah.
Beberapa masukan dan pertanyaan yang disampaikan dalam diskusi adalah:
- Terkait update data informasi geospasial tematik, siapa yang berhak melakukan update data
dan seperti apa mekanismenya.
- Untuk update data peta dari skala umum ke skala yang lebih detil perlu dilakukan
inventarisasi masalah yang akan timbul. Misal: update data peta perijinan dari skala
1:250.000 menjadi skala 1:50.000 tentu akan menggeser lokasi perijinan yang telah
dikeluarkan.
- Perlu dilakukan kembali kualitas peta yang dihasilkan oleh setiap K/L.
- Perlu pelatihan dan penambahan alokasi SDM bidang pemetaan bagi setiap K/L yang
membutuhkan untuk dapat menghasilkan peta dengan kualitas yang baik.
43. Sertipikasi Barang Milik Negara (BMN) Berupa Tanah, pada hari Jumat tanggal 29 November
2013 bertempat di Hotel Novotel Jakarta. Tujuan rapat ini adalah mengevaluasi pelaksanaan
sertipikasi BMN berupa tanah Tahun 2013 dan pemantapan persiapan sertipikasi Tahun 2014.
Hal-hal penting dalam rapat tersebut adalah sebagai berikut:
Kegiatan sertipikasi tanah barang milik negara (BMN) berupa tanah sesuai dengan amanat
perundang-undangan yaitu UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP 6/2006 tentang
Pengelolaan BMN/D dan PMK No 96/PMK,06/2007 yang menyebutkan bahwa BMN yang
berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan atas nama Pemerintah
Republik Indonesia c.q K/L yang menguasai.
Kegiatan ini dimulai pada Tahun 2012 dengan target identifikasi untuk 10.000 bidang namun
belum dilakukan sertifikasi hanya balik nama. Untuk Tahun 2013, sesuai kesepakatan target
sertipikasi tanah BMN sebesar 2.000 bidang dan Tahun 2014 sebanyak 5.000 bidang.
Hasil monitoring pelaksanaan sertipikasi tanah BMN Tahun 2013 sampai dengan Triwulan III
adalah dari target sebanyak 2.000 bidang tanah, yang berstatus clean and clear sebanyak
1.639 bidang. Kemudian yang sudah keluar sertipikat sebanyak 492 bidang dan masih dalam
proses pensertipikatan sebanyak 877 bidang. Kegiatan sertipikasi tanah BMN ini dilakukan di
17 Provinsi.
Pada Tahun 2014, target sertipikasi tanah BMN sebanyak 5.000 bidang yang terdiri bidang
tanah dan tanah jalan nasional. Kriteria yang digunakan untuk bidang tanah adalah
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 40
< 25.000 m2 dan > 25.000 sampai 100.00 m2. Sedangkan untuk tanah jalan nasional
digunakan satuan sesuai nomenklatur BPN yaitu bidang dan bukan ruas atau panjang jalan.
Terdapat permasalahan yang akan dihadapi dalam sertipikasi tanah jalan nasional yaitu terkait
dengan kelengkapan berkas dokumen yang dibutuhkan, serta tidak semua tanah jalan
nasional yang akan disertipikatkan sudah memiliki patok (ledger).
Terdapat pergeseran alokasi target yang semula diperuntukkan untuk Provinsi Kepulauan Riau
dipindahkan ke provinsi lain. Hal ini dikarenakan terdapat SK Menteri Kehutanan yang
menyatakan bahwa Provinsi Kepulauan Riau statusnya semua tanah hutan sehingga tidak
dapat dilakukan sertipikasi tanah.
44. FGD terkait Strategi Pembiayaan RPJMN 2015-2019 Bidang Penanggulangan Kemiskinan, pada
hari Selasa tanggal 26 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere. Kegiatan ini dilakukan dalam
rangka penyusunan RPJMN 2015-2019 melalui background study. Rangkaian diskusi yang sudah
dilakukan diantaranya adalah diskusi mengenai kerangka regulasi dan re-definisi kemiskinan.
Pembahasan dalam kegiatan ini mengenai kerangka pembiayaan dan kerangka regulasi
merupakan kerangka yang fundamental dalam program dan kegiatan terkait penanggulangan
kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan diharapkan melibatkan pemerintah, swasta dan BUMN
untuk mencapai pertumbuhan inklusif.
Beberapa hal penting yang mengemuka, yaitu:
Penanggulangan kemiskinan tersebut tidak diperlakukan sebagai program tetapi sebagai
mainstreaming, mengingat tujuan bernegara. Penanggulangan kemiskinan tidak hanya
menjadi sasaran dari suatu program tertentu.
Tahap ketiga RPJP adalah peningkatan daya saing yang salah satunya berbasiskan SDM,
dimana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas adalah melalui penanggulangan kemiskinan
yang membutuhkan biaya besar.
Kerangka regulasi diharapkan dapat mengarahkan sektor swasta untuk ikut berkontribusi
dalam pembangunan.
Status Indonesia sebagai middle income country, menimbulkan konsekuensi bahwa Indonesia
tidak eligible mendapatkan pinjaman dengan bunga murah dan potensi penerimaan hibah luar
negeri semakin terbatas.
Banyak Negara yang terjebak dalam middle income trap karena SDM-nya tidak siap
Potensi sumber pembiayaan program penanggulangan kemiskinan adalah pajak dan non-pajak
baik pusat dan daerah, hibah dalam dan luar negeri, kerjasama pemerintah dan swasta,
maupun BUMN.
KPS sektor sosial dapat dilakukan pada kegiatan pendidikan dan kesehatan.
CSR tidak dapat dikelola oleh pemerintah dalam hal dananya. Telah ada harmonisasi
pelaksanaan CSR dengan program pembangunan nasional (buku dapat diunduh di web
bappenas).
Konsep CSR yang sesungguhnya adalah bukan semata-mata charity, tetapi tanggung jawab
produk dan pelayanan serta membayar pajak, adalah juga bentuk CSR.
Isu-isu yang menarik untuk CSR adalah good corporate governance, lingkungan dan
pengangguran serta infrastruktur.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 41
Kebanyakan perusahaan yang melakukan CSR adalah yang berlokasi di pusat pertumbuhan,
padahal CSR akan bermakna jika melakukan CSR di komunitas sekitar mereka, sehingga
kegiatan CSR sulit dilakukan diluar pusat pertumbuhan.
Penanggulangan kemiskinan bukan hanya tugas sektor dan instansi tertentu. Penanggulangan
kemiskinan tampaknya memang perlu didefinisikan kembali, karena pembangunan disemua
sektor arahnya adalah penanggulangan kemiskinan. Selain itu pemetaan kebijakan
penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan, bidang mana yang terlibat dan pendanaannya,
monev dan publikasi.
Pendekatan kemiskinan dapat juga didasarkan pada pendekatan ekonomi wilayah.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 42
BAB IV
RENCANA KEGIATAN BULAN DESEMBER 2013
Berdasarkan evaluasi atas kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, disepakati beberapa agenda
penting sebagai tindak lanjut yang akan dilaksanakan di Bulan Desember 2013. Agenda tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Lokakarya Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan pada tanggal 6 Desember 2013.
2. Lokakarya Tim Koordinasi RAN pada tanggal 11 Desember 2013.
3. Rapat Kerja Direktorat TRP yang direncanakan pada tanggal 12-14 Desember 2013.
4. Rapat Koordinasi Tingkat Eselon II BKPRN pada tanggal 16 Desember 2013.
5. Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007 pada tanggal 18 Desember 2013.
6. Rapat Persiapan Penyusunan Buku Hasil Kajian dengan SCDRR pada tanggal 19 Desember 2013.
7. Konsinyering Tim Koordinasi RAN pada tanggal 19-20 Desember 2013.
8. Breakfast Meeting Tingkat Eselon I BKPRN pada tanggal 20 Desember 2013.
9. Rapat Lanjutan Persiapan Penyusunan Buku Hasil Kajian dengan SCDRR pada tanggal 23 Desember 2013.
10. Rapat Persiapan Penerbitan Buletin TRP Edisi II pada tanggal 23 Desember 2013.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 43
BAB V
PENUTUP
Secara umum kegiatan Bulan November 2013 di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana pencapaian tahapan-tahapan kegiatan yang telah
ditetapkan.
Untuk menjaga efektifitas pelaksanaan kegiatan di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
perlu tetap dipertahankan pola kerja yang sistematis dan berkelanjutan. Disamping itu,
mengoptimalkan kerjasama dengan instansi/lembaga lain baik internal ataupun eksternal
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam rangka percepatan dan
optimalisasi pencapaian target kinerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan di masa mendatang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan ke depan oleh internal Direktorat Tata
Ruang dan Pertanahan adalah:
1. Disiplin mengikuti mekanisme pemantauan dan evaluasi kegiatan dari setiap bagian yang biasa dilaksanakan secara mingguan dan bulanan;
2. Koordinasi dan kerjasama antar bagian sehubungan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan secara serentak;
3. Pembagian beban kerja yang lebih proporsional sesuai dengan kapasitas perorangan dan penciptaan suasana kerja yang kondusif dalam rangka persiapan menghadapi jadwal kegiatan-kegiatan yang padat;
4. Melanjutkan keberlangsungan hubungan baik dengan mitra kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, termasuk dengan instansi di luar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.