bab i pendahuluanmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090092_1_6259.pdf · klas crustacea,...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan
data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan
menempati urutan ke empat dalam volume dan nilai ekspor perikanan Indonesia
setelah tuna, udang dan ikan lainnya. Selama tahun 2000-2005 nilai ekspor
rajungan mengalami peningkatan rata-rata 8,79% per tahun. Pada tahun 2005
perbandingan nilai ekspor kepiting (70% rajungan) terhadap total nilai ekspor
komoditas perikanan mengalami peningkatan sebesar 3,2% per tahun. Pada tahun
2010 produksi rajungan di Kabupaten Cirebon mencapai 4.756,30 ton (52,85%
terhadap total produksi ekspor rajungan di Indonesia).
Aktivitas penangkapan rajungan oleh nelayan tradisional banyak dilakukan
di wilayah perairan Pantai Utara Jawa yaitu di Perairan Gebang Mekar,
Kabupaten Cirebon dan Losari, Kabupaten Brebes. Penangkapan rajungan di
kedua wilayah tersebut menggunakan berbagai macam alat tangkap, salah satunya
yaitu menggunakan alat tangkap garok.
Alat tangkap garok rajungan ini pada awalnya merupakan alat tangkap
sejenis trawl yang telah mengalami modifikasi. Garok mempunyai garpu di
sepanjang bukaan mulut jaring dan bekerja dengan cara mengikis, menggaruk dan
menyaring substrat bagian dasar perairan. Menurut Jennings dan Kaiser (1989)
bahwa alat tangkap sejenis trawl atau dredge dimaksudkan untuk menangkap
spesies yang hidup di dasar atau mencari makan di dasar perairan. Alat tangkap
ini dirancang untuk memaksimalkan jumlah tangkapan. Sehingga jumlah
tangkapannya lebih banyak dibandingkan dengan alat tangkap lainnya baik hasil
tangkapan utama maupun hasil tangkapan sampingannya (by catch).
Kegiatan penangkapan rajungan dengan menggunakan alat tangkap garok
dilakukan secara one day fishing. Pengoperasian alat tangkap garok yang
dilakukan setiap hari tentunya akan merusak kondisi dasar perairan yang
2
merupakan habitat rajungan dan berbagai jenis biota laut lainnya yang
berpengaruh terhadap karakteristik biota baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kajian Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Menurut Klasifikasi
Statistik Internasional Standar FAO pada trawl yaitu Selektifitasnya rendah, hal
ini disebabkan dapat menangkap ikan juvenil sampai yang dewasa; by-catchnya
rendah, menangkap tidak saja pada target spesies tetapi juga terkadang banyak
menangkap ikan non target spesies; dampak pada biodiversity tinggi, sering juga
tertangkap biota yang dilindungi seperti penyu,dll; dan kadang menimbulkan
konflik sosial, terutama dengan nelayan bubu.
Berdasarkan survey pendahuluan bahwa hasil tangkapan sampingan garok
rajungan di perairan Gebang Mekar yaitu udang cakrek, gastropoda, bivalve,
sotong, kepiting laba-laba dan lain sebagainya. Sedangkan di perairan Losari yaitu
teripang, rajungan angin, kepiting, udang cakrek, udang windu, bulu babi,
gastropoda, bivalve dan lain sebagainya. Rahardian (2009) menyatakan bahwa
dalam sekali hauling diperkirakan terdapat 5% rajungan dan 95% hasil tangkap
sampingannya.
Mengingat cukup tingginya proporsi hasil sampingan alat tangkap garok
ini baik jenis maupun jumlahnya, maka penelitian mengenai karakteristik hasil
tangkap sampingannya perlu dilakukan agar diperoleh data dan informasi yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam rencana pengelolaan perikanan tangkap
yang bertanggung jawab (responsible fisheries).
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana karakteristik hasil tangkapan sampingan (by catch) alat
tangkap garok secara kuantitatif dan kualitatif di perairan Gebang Mekar,
Kabupaten Cirebon dan Losari, Kabupaten Brebes.
2. Sejauh mana kondisi perairan di perairan Gebang Mekar, kabupaten
Cirebon dan Losari, Kabupaten Brebes mempengaruhi hasil tangkapan
sampingan garok rajungan.
3
1.3 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik hasil tangkapan sampingan alat tangkap garok
secara kuantitatif dan kualitatif pada masing-masing daerah penangkapan.
2. Mengevaluasi keterkaitan antara karakteristik hasil sampingan alat tangkap
garok dengan kondisi lingkungan perairan Gebang Mekar, Kabupaten
Cirebon dan Losari, Kabupaten Brebes.
1.4 Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang
dapat bermanfaat bagi masyarakat nelayan dan pihak-pihak terkait, mengenai
hasil tangkapan alat tangkap garok yang meliputi karakteristik hasil tangkap
sampingan garok secara kualitatif dan kuantitatif. Hal ini penting sebagai dasar
pemikiran untuk pengelolaan perikanan tangkap yang bertanggung jawab
(responsible fisheries).
1.5 Pendekatan Masalah
Garok merupakan alat tangkap sejenis trawl yang telah mengalami
modifikasi. Modifikasi yang dilakukan yaitu dengan menambah gigi-gigi (garuk)
pada kerangka (beam) mulut jaring. Menurut Brandt (1984) alat tangkap garok
dapat dimasukkan ke dalam kelas dredge gear, yaitu sejenis alat tangkap yang
cara pengoperasiannya ditarik secara aktif menyusuri suatu area perairan tertentu.
Operasional garok yang dilakukan secara aktif menyusuri, mengikis dan
menggaruk dasar perairan tidak hanya menangkap rajungan sebagai target
utamanya namun juga menangkap biota non target (by catch). Hall (1999)
menyebutkan bahwa by catch terdiri dari discarded catch yaitu biota hasil
tangkapan sampingan yang dibuang kembali ke laut dan incidental catch yaitu
biota yang kebetulan tertangkap. Selain itu, pengoperasian garok dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang dilaluinya. Alat
tangkap garok akan memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan jika
dioperasikan secara terus menerus (Farmelia 2007). Kerusakan yang terjadi pada
4
biota laut antara lain kelimpahan spesies akan berkurang setelah terjadi
pengerukan (Loekkerborg 2005).
Berdasarkan survey pendahuluan pengoperasian garok di perairan Gebang
Mekar dan Losari dilakukan setiap hari mulai dari pukul 5 pagi sampai pukul 12
siang dengan daerah operasi yang relatif dekat pantai yaitu sekitar 1-4 mil. Namun
apabila gelombang sedang besar nelayan garok tidak melaut karena alat garok
tidak dapat berfungsi sehingga hasil tangkapan yang diperoleh rendah.
Hasil survey awal di perairan Gebang mekar menunjukkan bahwa dalam
sekali hauling diperkirakan terdapat 40% gastropoda, 25% kerang, 20% kepiting
dan 10% lainnya. Hasil penelitian Rahardian (2009) menyatakan bahwa jumlah
dan jenis hasil tangkap sampingan (by catch) alat tangkap garok rajungan di
perairan Losari, kabupaten Brebes menunjukkan proporsi yang cukup tinggi yaitu
dalam satu kali hauling diperkirakan terdapat 15% kepiting, 25% kerang, 50%
teripang dan 5% lainnya.
Biota hasil tangkapan sampingan alat tangkap garok merupakan biota yang
hidup di dasar perairan (bentik) dengan substrat lumpur, pasir dan lumpur berpasir
yang merupakan sumber makanan bagi ikan demersal dan rajungan. Menurut
Nybakken (1988) kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna
didasar lunak terbagi dalam empat kelompok taksonomi yaitu klas Polychaeta,
klas Crustacea, filum Echinodermata dan filum Mollusca.
Perairan Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon dan Losari, Kabupaten
Brebes cenderung memiliki kondisi perairan yang berbeda. Kedalaman perairan
Gebang Mekar berkisar antara 0 – 20 m dengan dasar perairan lumpur dan lumpur
berpasir (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2010) dan suhu
permukaan berkisar antara 31-33°C. Sedangkan kedalaman perairan Losari
berkisar antara 0-12 m dengan dasar perairan yang bervariasi antara lempung,
pasir dan liat (Sunarto 2011) dan suhu permukaan berkisar antara 28-31°C.
Berdasarkan hasil tangkapan sampingan yang diperoleh di kedua tempat
tersebut menunjukkan adanya beberapa jenis biota yang berbeda. Menurut Pegaria
(1999) hasil Tangkapan yang diperoleh dipengaruhi oleh tingkah laku ikan (fish
behaviour), daerah penangkapan ikan (fishing ground), alat dan kapal penangkap
5
ikan, keahlian atau keterampilan nelayan, alat bantu penangkapan ikan dan faktor
oseanografik (fisika, kimia dan biologi) perairan.
Faktor oseanografi yang berpengaruh secara umum yaitu suhu, kedalaman,
salinitas, substrat dasar perairan, pH dan oksigen terlarut. Aspek lingkungan
perairan sebagai habitat berbagai biota laut mengalami dinamika yang cukup
tinggi dan sulit untuk dikontrol, bahkan perubahan pada salah satu parameter
lingkungan akan mempengaruhi parameter lainnya sehingga akan sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku, penyebaran, kelimpahan dan sumber daya
ikan (Simbolon 2009).
Secara umum kondisi perairan Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon dan
Losari, Kabupaten Brebes merupakan habitat yang ideal untuk kelangsungan
hidup biota bentik namun karena adanya perbedaan parameter perairan maka
diduga terdapat perbedaan karakteristik biota hasil tangkapan sampingan alat
tangkap garok pada kedua daerah tersebut yang meliputi jenis, ukuran dan bobot.
6