bab i ilham rahmatullah
DESCRIPTION
Tugas Akhir Teknik Geodesi UGM - S1.Perataan Jaring Kontrol Horizontal pengikatan dengan batimetriTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kepulauan Sangihe merupakan pulau yang terletak pada pertemuan tiga
lempeng besar yaitu Philippine sea plate, Carolin plate dan Pacific plate. Pertemuan
tiga lempeng ini yang menyebabkan kondisi tektoniknya menjadi sangat kompleks
(Sompotan 2012). Wilayah dengan geodinamika aktif, riskan terhadap berbagai
bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, pergerakan
tanah, penurunan tanah (Abidin 2008). Zona batas lempeng dapat dilihat pada
Gambar I.1.
Gambar I.1. Zona batas lempeng (Hall and Smyth 2008)
Mitigasi bencana merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko dari
bencana alam. Dalam konteks mitigasi bencana alam, pemahaman yang baik tentang
dinamika bumi di wilayah Kepulauan Sangihe sangatlah penting. Sudah banyak
metode geodetik yang diterapkan dalam studi dinamika bumi di wilayah Indonesia,
2
diantaranya dengan metode survei GPS (Abidin 2008). Pada prinsipnya studi
geodinamika dengan survei GPS adalah mempelajari karakteristik perbedaan
koordinat dari titik-titik pantau dari waktu ke waktu (Abidin 1998).
Dalam studi geodinamika dengan survei GPS diperlukan koordinat dengan
ketelitian optimal untuk mendapatkan kualitas studi yang baik (Abidin 1999). Dalam
pendefinisian titik pantau, pemilihan jaring GPS dengan strength of figure yang baik
dan memenuhi kriteria kehandalan diperlukan untuk mendapatkan ketelitian posisi
titik yang optimal sebagai langkah awal studi pemantauan geodinamika (Lestari dan
Yulaikhah 2013).
Jaring GPS diolah dengan perangkat lunak ilmiah GAMIT/GLOBK yang
dalam pengolahannya diikatkan ke stasiun aktif IGS (International GNSS Services).
Stasiun aktif IGS yang beroperasi terus menerus memudahkan dalam perolehan data
yang dapat diunduh melalui jaringan internet. Dalam pengolahan diperlukan
pemilihan stasiun IGS yang digunakan sebagai titik ikat dengan memperhatikan
kualitas data, ketersediaan data, dan konfigurasi jaringan yang terbentuk dari stasiun
IGS tersebut. Konfigurasi jaring dengan persebaran titik IGS yang merata dapat
memberikan ketelitian posisi yang optimal pada titik pantau yang didefinisikan
(Muliawan 2012). Selain itu titik-titik dalam jaring GPS harus didesain secara merata
untuk menjaga konsistensi ketelitian titik-titik dalam jaringan (Ma’ruf dan Rahman
2008).
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini membahas pengaruh geometri jaring
(strength of figure) terhadap ketelitian koordinat dan kehandalan jaring titik pantau
geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014. Geometri jaring yang memberikan
ketelitian koordinat optimal digunakan dalam pendefinisian koordinat titik pantau
sebagai langkah awal studi pemantauan geodinamika Kepulauan Sangihe epoch
2014.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian kondisi yang telah dijelaskan pada latar belakang,
permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah “belum diketahui pengaruh
3
geometri jaring IGS terhadap ketelitian koordinat titik pantau geodinamika
Kepulauan Sangihe epoch 2014”. Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Berapa koordinat dan ketelitian titik pantau geodinamika Kepulauan
Sangihe?
2. Bagaimana geometri jaring IGS yang memberikan ketelitian koordinat
optimal?
3. Bagaimana kehandalan dalam dan kehandalan luar geometri jaring IGS yang
memberikan ketelitian koordinat optimal?
I.3. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan terjawab dan penelitian fokus maka diperlukan pembatasan
masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Data primer yang digunakan adalah data hasil pengukuran GNSS dengan
menggunakan receiver dual frequency. Data tersebut adalah SGH1, SGH2
dan SGH3 yang terletak di Desa Mohongsawang Kecamatan Kendahe, Kota
Tahuna dan Desa Pulau Bebalang, Kecamatan Manganitu Selatan pada
tanggal 19 sampai dengan 22 Agustus tahun 2014 (doy 231, 232, 233, dan
234).
2. Data sekunder yang digunakan adalah data stasiun IGS untuk masing-masing
desain jaring pengolahan.
3. Pengolahan data GNSS dilakukan dengan perangkat lunak ilmiah
GAMIT/GLOBK.
4. Perhitungan elips kesalahan absolut digunakan untuk mengetahui akurasi
posisi 2D dari masing-masing koordinat titik pantau.
5. Nilai kehandalan dalam dan kehandalan luar dihitung untuk mengetahui
geometri jaring yang memberikan ketelitian koordinat optimal.
I.4. Tujuan Penelitian
Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh geometri
jaringan IGS terhadap ketelitian koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan
Sangihe. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu:
4
1. Diperoleh nilai koordinat dan ketelitian masing-masing titik pantau
geodinamika.
2. Diketahui geometri jaring IGS yang memberikan ketelitian koordinat
optimal.
3. Diketahui kehandalan dalam dan kehandalan luar geometri jaring IGS
yang memberikan ketelitian koordinat optimal.
I.5. Manfaat Penelitian
Berdasarkan output dari penelitian ini, diperoleh konfigurasi jaring IGS yang
paling sesuai dalam pendefinisian koordinat titik pantau yang dijadikan acuan untuk
studi geodinamika teliti. Selain itu, koordinat titik pantau digunakan untuk studi
pemantauan geodinamika Kepulauan Sangihe berikutnya.
I.6. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelitian Yosafat (2009), penambahan tujuh stasiun IGS dapat
meningkatkan ketelitian posisi dalam fraksi 1/10 mm dan hanya meningkat pada
fraksi 1/100 mm pada penggunaan sembilan titik IGS. Pada komponen Y, ketelitian
posisi semua titik meningkat dalam fraksi 1/10 mm saat titik ikat berjumlah empat
dan meningkat pada fraksi 1/100 mm saat jumlah titik ikat menjadi sembilan.
Muliawan (2012) telah mendefinisikan ulang stasiun aktif GMU1 pada tahun
2011 dengan menggunakan data pengamatan GNSS selama 29 hari yaitu pada bulan
Mei dengan doy 121 sampai dengan doy 149. Pada penelitian tersebut disusun
beberapa project yaitu GMU1a, GMU1b, GMU1c dan GMU1d. Setiap project
memiliki konfigurasi yang berbeda satu sama lain yakni dalam hal distribusi titik
IGS yang digunakan. Hasil penelitian menunjukan pada project GMU1a memiliki
ketelitian paling tinggi karena konfigurasi pada project ini menggunakan 10 buah
stasiun IGS yang terdistribusi secara merata di sekitar stasiun aktif GMU1 dan
menggunakan ITRF 2008.
Pada tahun 2012 pendefinisian GMU1 dilakukan ulang oleh Artini yaitu
menggunakan data pengamatan GNSS selama tujuh hari yaitu tanggal 14 Juli 2012
5
sampai dengan tanggal 20 Juli 2012. Pendefinisian GMU1 dilakukan dengan
pengikatan terhadap kombinasi titik ikat GPS global dan regional yang selanjutnya
disebut project kombinasi. Pengolahan data tersebut menggunakan tujuh titik ikat
stasiun global IGS yaitu DGAR, GUAM, IISC, KARR, KUNM, PIMO dan TOW2.
Perbedaan koordinat pengolahan projct kombinasi dan poject global pada komponen
sumbu X, Y dan Z mempunyai perbedaaan sampai fraksi sentimeter yaitu masing-
masing sebesar 2,464 cm, 2,334 cm, dan 19,024 cm. Hasil uji-t koordinat kartesian
3D menunjukan bahwa secara statistik perbedaan koordinat pada komponen sumbu
X, Y dan Z hasil pengolahan project kombinasi tidak ada perbedaaan secara
signifikan dibandingkan dengan hasil pengolahan project global.
Penelitian yang dilakukan Lestari dan Yulaikhah (2013) tentang optimasi jaring
kontrol horisontal untuk studi geodinamika di patahan sungai Opak, konfigurasi
jaring SGY dan OPK yang direncanakan telah memiliki ketelitian estimasi posisi
titik-titik pada jaring di bawah fraksi 1 mm. Berdasarkan matriks varian kovarian
parameter yang diperoleh menunjukkan bentuk jaring SGY dan OPK ini memiliki
kekuatan geometri yang bagus. Pemilihan jaring GPS dengan strength of figure yang
baik diperlukan untuk mendapatkan ketelitian posisi titik yang optimal sebagai
langkah awal studi pemantauan geodinamika
Perbedaan penelitian yang dilaksanakan dengan penelitian sebelumnya adalah
data yang digunakan merupakan data pengukuran GNSS pada doy 231, 232, 233, dan
234 tahun 2014. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi
Utara. Pada penelitian ini dibuat lima desain pengolahan jaring dengan geometri
jaringan IGS yang berbeda. Analisis hasil perhitungan berdasarkan nilai ketelitian
koordinat dan nilai kehandalan dalam dan kehandalan luar jaring untuk mengetahui
desain jaring yang optimal dalam pendefinisian titik pantau geodinamika Kabupaten
Kepulauan Sangihe.
6
I.7. Landasan Teori
I.7.1. Penentuan Posisi dengan GPS
Metode relatif statik atau diferensial merupakan metode penentuan posisi
dengan menggunakan minimum dua receiver GPS tipe geodetic dengan posisi titik-
titik survey yang tidak bergerak (Abidin 2004). Data ukuran pengamatan yang
digunakan dalam penentuan posisi secara relatif dapat berupa pseudorange maupun
carrier beat phase. Carrier beat phase lebih dipilih untuk digunakan pada
penentuan posisi teliti (Leick 2004).
Penentuan posisi secara diferensial dapat memberikan ketelitian posisi yang
relatif tinggi dengan fraksi sentimeter sampai dengan milimeter. Teknik yang
digunakan pada penentuan posisi secara diferensial adalah teknik difference yaitu
mengurangkan data pengamatan GPS untuk mengeliminasi dan mereduksi efek dari
sebagian kesalahan dan bias yang terjadi pada saat melakukan pengamatan GPS
sehingga data pengamatan hasil pengurangan tersebut menjadi relatif lebih teliti.
Dalam pengolahan data pengamatan GPS dikenal beberapa teknik difference, yaitu
single difference, double difference, dan triple difference (Abidin 1994).
I.7.2. International Terrestrial Reference Frame (ITRF)
International Terrestrial Reference Frame (ITRF) merupakan realisasi dari
International Terestrial Reference System (ITRS). ITRS direalisasikan melalui
koordinat dan keceptan pergeseran sejumlah titik stasiun pengamatan ekstra terestris
di permukaan bumi (fiducial point) yang tergabung dalam jaringan ITRF (Fahrurrazi
2011). ITRS pada pada prinsipnya adalah Conventional Terrestrial System (CTS)
yang didefinisikan, direalisasikan, dikelola dan dipantau oleh International Earth
Orientation System (IERS).
Witchayangkoon (2000) menyatakan bahwa terdapat beberapa produk yang
dihasilkan oleh IERS selain ITRF yaitu realisasi dari International Celestial
Reference System (ICRS) dan penentuan parameter orientasi bumi atau Earth
Orientation Parameter (EOP) yang menghubungkan ITRS dan ICRS. ITRS
direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan dari sejumlah titik yang tersebar di
seluruh permukaan bumi, dengan menggunakan metode-metode pengamatan Very
Long Baseline Interferometry (VLBI), Lunar Laser Ranging (LLR), Global
7
Positiong System (GPS), Satellite Laser Ranging (SLR), dan DORIS. ITRF
mempunyai origin di pusat massa bumi. Kerangka atau jaring titik hasil realisasi ini
dinamakan ITRF.
I.7.3. International GNSS Services (IGS)
Pada tahun 1993 IGS didirikan oleh International Association of Geodesy
(IAG). IGS mulai melakukan operasi formalnya pada tahun 1994. IGS
beranggotakan organisasi dan badan multi nasional yang menyediakan data GPS,
informasi orbit GPS, serta data dan informasi pendukung penelitian geodetik dan
geofisik lainnya (IGS 2008). Data pengamatan stasiun IGS diolah dan dikelola oleh
16 Operational Data Centers, 5 Regional Data Centers dan 3 Global Data Centers.
Data ini selanjutnya diolah oleh 7 Analysis Centers yang kemudian hasilnya
disebarluaskan secara global melalui berbagai media, terutama internet. Data tersebut
dapat diunduh dengan alamat ht t p: // i g s c b.jp l .n a s a . g ov yang dapat diunduh secara
gratis. IGS juga menerbitkan spesifikasi dan standar internasional dari data GPS.
I.7.4. Geometri Jaring GNSS
Geometri jaring yang digunakan dalam survei GNSS dapat dikarakterkan
dengan beberapa parameter, seperti jumlah dan lokasi titik dalam jaringan (termasuk
titik tetap), jumlah baseline dalam jaringan (termasuk common baseline), konfigurasi
baseline dan loop, serta konektivitas titik dalam jaringan (Abidin 2000). Kekuatan
geometri jaring GNSS sangat bergantung pada karakteristik yang diadopsi dari
parameter-parameter tersebut. Untuk jumlah titik ikat dalam jaringan yang sama,
beberapa bentuk konfigurasi jaringan dapat dibuat tergantung pada karakteristik
parameter geometri yang digunakan. Ada beberapa parameter dan kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan konfigurasi jaringan yang paling baik. Salah satunya
didasarkan pada matriks varian kovarian parameter yang menggambarkan tingkat
ketelitian koordinat titik-titik dalam jaringan.
Dengan mengasumsikan faktor varian aposteriori sama dengan satu serta
ketelitian vektor baseline dan vektor koordinat yang homogen dan independen antar
komponennya, suatu bilangan untuk memprediksi kekuatan jaringan dapat ditentukan
dengan persamaan I.1 (Abidin 2000):
8
( ) ……………………………..….(I.1)
Dalam hal ini,( ) : penjumlahan komponen diagonal matriks ( )u : jumlah parameter
Namun untuk vektor baseline dan vektor koordinat yang tidak homogen dan
antar komponennya saling berkorelasi, dipertimbangkan matriks varian kovarian
pengamatan dalam penentuan bilangan faktor kekuatan jaring. Faktor kekuatan jaring
ditentukan dengan persamaan I.2.
( ) ……………………...…….(I.2)
Dalam hal ini,( ) : penjumlahan komponen diagonal matriks ( )u : jumlah parameter
Semakin kecil nilai faktor kekuatan jaringan tersebut, maka semakin baik
konfigurasi jaringan (strength of figure) yang bersangkutan, dan sebaliknya. Namun
kualitas akhir dari survei GNSS pada jaringan-jaringan tersebut tidak hanya
tergantung pada faktor kekuatan jaringan, tetapi juga pada faktor-faktor lainnya,
yaitu: ketelitian data survei GNSS, strategi pengamatan yang digunakn, dan strategi
pengolahan data yang diterapkan. Menurut Abidin (2000) secara geometrik terdapat
beberapa hal yang bias digunakan untuk memperkuat konfigurasi jaringan, yaitu:
a. penambahan jumlah titik tetap,
b. penambahan jumlah ukuran baseline,
c. peningkatan konektivitas titik,
d. pengadaan common baseline,
e. penutupan rangkaian baseline dalam satu loop,
f. penambahan jumlah loop dalam jaringan (pengurangan jumlah baseline
dalam satu loop).
9
I.7.5. Perataan Jaring pada GAMIT/GLOBK
1.7.5.1. P e r a ta a n j a ri n g p a da G A M I T. Dalam perhitungan data pseudorange
dan carrier phase pada perangkat lunak GAMIT diggunakan metode double
difference dan prinsip metode parameter berbobot. Persamaan yang digunakan
adalah persamaan observasi dengan menggunakan data fase untuk melakukan
estimasi posisi dan orbital dari titik pengamatan. Menurut King dan Bock (2002)
pengolahan GAMIT mengacu pada koordinat stasiun observasi, koordinat stasiun
titik ikat dan parameter orbit.
Hasil perataan pada jaring GPS menggunakan perangkat lunak GAMIT
adalah loosely constrained network dengan menggunakan free-network quasi-
observation. Dengan melibatkan matriks varian kovarian sebagai persamaan
hitungan kuadrat terkecil parameter berbobot, pendekatan ini menggunakan perataan
baseline (King dan Bock 2002). Model matematis yang belum mengalami iterasi
ditentukan dengan persamaan I.3.
La = F(Xa)...................................................................................................(I.3)
Sebagai contoh apabila terdapat dua receiver yang terletak pada dua titik
stasiun yaitu A dan B dengan vektor koordinat stasiun A dan B dinyatakan sebagai
( XA, YA, ZA ) dan ( XB, YB, ZB ), maka koordinat titik A dapat ditentukan. Persamaan
double difference dengan pengamatan terhadap dua satelit yaitu p dan q, sehingga
besarnya dan adalah sebagai persamaan I.4 dan I.5.√[ ( ) ] [ ( ) ] [ ( ) ] ……..…...……(I.4)√[ ( ) ] [ ( ) ] [ ( ) ] ……...……….(I.5)
Dengan koordinat pendekatan titik A adalah ( , , ) sebagai persamaan I.6.
XA = + dXA
YA = + dYA ……………………………………………...……………...(I.6)
ZA = + dZA
Selanjutnya dilakukan proses linearisasi persamaan I.2 dan persamaan I.3 dengan
hasilnya seperti persamaan I.7.( ) p(t).dXA + p(t).dYA + p(t).dZA …………..
10
….(I.7)( ) q(t).dXB + q(t).dYB + q(t).dZB
11
Melakukan substitusi terhadap persamaan I.6., diperoleh persamaan I.8. sebagai
berikut:( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) …(I.6)
Sehingga diperoleh solusi dari double difference seperti ditunjukan pada persamaan
I.9. berikut :( ) ( ) ( ) pq (t).dXA pq (t).dYA
pq (t).dZA
- ………………………..………………..………………………….…..(I.9)
Dalam hal ini, ρ merupakan jarak antara satelit ke titik pengamatan dan λ merupakan
panjang gelombang sinyal pembawa.
Selanjutnya penerapan metode parameter berbobot pada persamaan I.3
sehingga menjadi persamaan (I.10) :
L’a = Xa .......................................................................................................(I.10)
Dengan matriks bobot seperti pada persamaan I.11 dan persamaan matriks
residu pada I.12 berikut ini :[ ]………………………….…………………………………
(I.11)
V = A X + L ……………………………………….......…...….......…........(I.12)
Dalam hal ini matriks A, X dan L dapat dilihat dalam persamaan I.13 s.d I.15:
[ ( ) ( ) ( ) ]……………….…..…..
………(I.13)
[ ( ) ( )]……………..………….…………..…..
…..(I.14)
12[ ]……………………………………..…………………...…..
(I.15)
Hasil persamaan observasi I.12 yang dilinierisasi menjadi persamaan I.16
sebagai berikut:
[ ]……………..……………………......…..………………..
(I.16)
13
Dalam hal ini,
L : matriks observasi
A : matriks desain
X : matriks parameter
ρ : jarak geometri antara satelit dengan titik pengamatan
N : ambiguitas fase
p,q : satelit yang teramat
A, B : stasiun pengamatan
(X0,Y0,Z0) : koordinat pendekatan
Menurut King dan Bock (2002), setelah perataan jaringan dengan GAMIT
selesai, dilakukan pendefinisian kerangka referensi dari loosely constrained network
pada pengolahan lanjutan menggunakan GLOBK, dengan hasil titik diberikan
constraint yang sangat besar dan beberapa titik dianggap fixed.
1.7.5.2. Ev a luasi h a sil p e n g ola h a n G A M I T. Evaluasi hasil pengolahan
GAMIT dilakukan dengan menganalisis nilai fract dan postfit nrms sebagai output
dari pengolahan GAMIT. Nilai posfit nrms ditentukan dengan persamaan I.17.
Postfit nrms = √ √ ( ) dan = ………………………………………..…(I.17)
Dalam hal ini,
: varian aposteriori untuk unit bobot
: varian apriori untuk unit bobot
n : jumlah ukuran
u : ukuran minimum
Postfit nrms merupakan perbandingan nilai varian aposteriori dan varian apriori
untuk bobot. Postfit nrms memiliki standar 0,25. Jika nilai postfit nrms lebih
besar dari 0,5 mengindikasikan masih terdapat efek cycle slip yang belum
dihilangkan berkaitan dengan parameter bias ekstra atau terdapat kesalahan dalam
pemodelan (Anonim 2000). Nilai fract merupakan perbandingan antara nilai adjust
dan nilai formal. Nilai fract digunakan untuk menganalisis apakah terdapat nilai
adjust yang janggal dan perlu tidaknya iterasi untuk mendapatkan nilai adjust yang
bebas dari efek nonlinear. Nilai adjust menunjukkan besarnya perataan yang
diberikan pada parameter hitungan. Menurut Herring dkk (2006) nilai formal
menunjukkan ketidakpastian pada pemberian bobot untuk perhitungan kuadrat
terkecil. Kontrol kualitas nilai fract adalah nilai fract tidak boleh lebih dari 10. Nilai
fract ditentukan dengan persamaan I.18.
fract = ………………….……………..….……………..……..…..(I.18)
1.7.5.3. P e r a ta a n ja r i n g p a da G L O B K. Hitungan pada GLOBK merupakan
proses Kalman Filter yang bertujuan untuk mengkombinasikan solusi-solusi hasil
pengolahan data pengamatan. Data input yang dijadikan kunci utama pada Kalman
Filter adalah matriks kovarian dari data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi,
parameter orbit, dan koordinat hasil pengamatan lapangan (Herring, dkk., 2010).
Terdapat tiga program utama dalam perangkat lunak GLOBK, yaitu GLOBK,
GLRED, dan GLORG. Kalman Filter digunakan untuk mengkombinasikan data
pengolahan harian GAMIT dan untuk mendapatkan estimasi posisi rata-rata titik
pengamatan. GLORG melakukan pengikatan titik-titik pengamatan terhadap titik-
titik referensi yang diberikan. GLRED melakukan perhitungan posisi pada masing-
masing hari, sehingga ketelitian posisi yang diperoleh dapat dibandingkan per waktu
tertentu.
1.7.5.4. Ev a luasi h a sil p e n g ola h a n G L O B K. Evaluasi hasil pengolahan
GLOBK dapat dilihat pada log file dan plot time series. Log file menunjukkan
konsistensi data harian secara internal dan plot time series digunakan untuk melihat
data outliers. Plot time series menampilkan nilai weighted root mean square (wrms)
dan normal root mean square (nrms). Log file berisi nilai stastistik termasuk
simpangan baku yang digunakan untuk analisis terhadap nilai koordinat hasil olahan.
Menurut Panuntun (2012) nilai wrms yang baik adalah di bawah 10 mm. Nilai wrms
menunjukan kepresisian nilai koordinat terhadap nilai mean.
I.7.6. Uji Statistik dengan Membandingkan Dua Mean
Uji statistik dengan perbedaan mean dua sampel (uji mean atau uji normal)
digunakan untuk membandingkan nilai mean sampel pertama dan nilai mean
sampel kedua (Supramono 1993). Uji normal dua sisi untuk sampel < 30 dapat
dihitung dengan persamaan I.19 sebagai berikut:
………….……………………………….……………………(I.19)√
Dalam hal ini,
t : harga fungsi normal baku
X1 : mean koordinat sampel project 1
X2 : mean koordinat sampel project 2
: varian koordinat sampel project 1
: varian koordinat sampel project 2
Dengan tingkat kepercayaan 95% hipotesis nol (H0) diterima jika memenuhi
persamaan I.20.
-2,776 ≤ t ≤ 2,776 …………………………………………………………..(I.20)
Penolakan Ho mengindikasikan masing-masing data sampel memiliki
perbedaan nilai mean yang signifikan. Sebaliknya, penerimaan Ho mengindikasikan
mean kedua sampel tidak berbeda secara signifikan pada tingkat kepercayaan
tersebut.
I.7.7. Elips Kesalahan dan Ketelitian Posisi
Pada posisi dua dimensi, standar deviasi σx dan σy merepresentasikan
kepresisian posisi titik pada sumbu X dan Y dalam jaring. Nilai standar deviasi ini
tidak memberikan informasi kepresisian posisi titik pada semua arah melainkan
hanya pada sumbu koordinat (Kuang 1996).
Gambar I.2. Elips kesalahan (Kuang 1996)
Dapat terlihat bahwa koordinat (X,Y) diasumsikan memiliki kesalahan (εx
dan εy) pada sumbu x dan y serta proyeksi (εα) pada azimut α dapat dituliskan
sebagai persamaan I.21.
= …………………………………….…………….(I.21)
Berdasarkan hukum perambatan kesalahan, standar deviasi pada azimut α
dapat diturunkan sebagai persamaan I.22.
= (√ ) …………….........……(I.22)
Nilai maksimum dari σα dicapai bila nilai α = 0 sehingga diperoleh perasamaan
I.23.
= …………………………………...………….…(I.23)
Nilai α adalah azimut dari σmax sedangkan azimut σmin adalah α + 90o. Standar
deviasi maksimum dan minimum dapat dituliskan sebagai persamaan I.24 dan I.25.
= [ + + √( ) ] ……………...……………..
…(I.24)
= [ + - √( ) ] ……………...
…………………(I.25)
σmax dan σmin adalah setengah sumbu panjang dan setengah sumbu pendek
pada elips kesalahan standar. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan adalah
nilai eigen dari matriks varian kovarian dari vektor acak [ ].
I.7.8. Kehandalan Dalam dan Kehandalan Luar
Salah satu kontrol kualitas jaring geodesi ditentukan oleh kehandalan dan
kekuatan geometri. Kehandalan dan kekuatan geometri jaring dapat dipahami
sebagai kemampuan jaringan untuk mendeteksi dan tahan terhadap kesalahan kasar
dalam pengukuran. Kehandalan dapat dibedakan menjadi kehandalan dalam dan
kehandalan luar. Kehandalan dalam mengacu pada kemampuan jaringan untuk
memungkinkan mendeteksi kesalahan dalam pengujian hipotesis, sedangkan
kehandalan luar berkaitan dengan efek dari kesalahan kasar yang terdeteksi pada
estimasi parameter. Oleh karena itu, konsep dari kehandalan luar harus dikaitkan
dengan deteksi dan penolakan terhadap outlier dalam pengamatan (Seemkooei
1998).
Seemkooei (1998) kehandalan jaringan tergantung pada geometri dari
jaringan dan keakuratan pengamatan. Pada tahap desain perlu dibuat jaringan yang
optimal dengan kekuatan geometri dan kehandalan tinggi untuk meminimalkan
besarnya kesalahan kasar yang tidak terdeteksi dalam pengamatan dan akibatnya
meminimalkan efek dari tidak terdeteksinya pada estimasi parameter.
Tabel I.1 Kriteria kehandalan jaring GPS (Yalçinkaya dan Teke 2006)
Fungsi tujuan kehandalan Nilai kritis
Redudansi individu ( )jPj Z = rj > 0.4
Kehandalan dalam | | √ Z = 0j < 6 mj
Kehandalan luar Z = 0j < 6
Pada Tabel I.1 yang mana Qvv adalah matriks kofaktor residu, P adalah matriks
bobot pengamatan, m0 merupakan standar deviasi dari unit bobot dan w0 adalah
standar batas bawah untuk parameter yang nilainya tergantung dari tingkat signifikan
(α0) dan uji kekuatan minimum (1-β0). Uji kekuatan dipilih 80% dengan level
signifikan 0,01% (Kuang 1996).
Matriks kofaktor residu (QVV) ditentukan dengan persamaan I.24.
Qvv = Qii – A Qxx AT ......................................................................................... (I.24)
Qii = invers Pj ...................................................................................................... (I.25)
Qxx = (ATPA)-1……………………………………..…………………………….(I.26)
Tabel I.2. Nilai batas bawah dengan kekuatan uji 1- β0 (Kuang 1996)
α
Derajat kebebasan
2 5 10 20 30 40 50 85
0,05 9,6 13,4 16,5 21,0 25,3 28,5 32,0 40,0
0,01 14,0 18,3 22,7 29,0 34,5 39,0 42,0 50,0
Pada Tabel I.2. dapat dilihat nilai standar batas bawah dengan kekuatan 80%
pada tingkat signifikan 0,05 dan 0,01.
I.8. Hipotesis
Menurut Yosafat (2009) penambahan tujuh stasiun IGS dapat meningkatkan
ketelitian posisi dalam fraksi 1/10 mm dan hanya meningkat pada fraksi 1/100 mm
pada penggunaan sembilan titik IGS. Pada komponen Y, ketelitian semua titik
meningkat dalam fraksi 1/10 mm saat titik ikat berjumlah empat dan meningkat pada
fraksi 1/100 mm saat jumlah titik ikat menjadi sembilan. Menurut Muliawan (2012)
konfigurasi jaringan dengan distribusi stasiun IGS yang merata memberikan
ketelitian optimal dalam pendefinisian ulang stasiun aktif. Pemilihan jaring GPS
dengan strength of figure yang baik dan memenuhi kriteria kehandalan diperlukan
untuk mendapatkan ketelitian posisi titik yang optimal sebagai langkah awal studi
pemantauan geodinamika (Lestari dan Yulaikhah 2013). Berdasarkan hal tersebut,
hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe yang didefinisikan
mempunyai ketelitian fraksi milimeter.
2. Ketelitian koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014
dengan geometri jaring titik stasiun IGS yang menyebar pada empat kuadran
dengan kekuatan jaring yang paling baik diduga berbeda secara signifikan jika
dibandingkan dengan geometri jaring yang tersebar pada tiga dan dua kuadran.
3. Jaring project pengolahan dengan kehandalan dalam dan kehandalan luar yang
paling baik diduga memberikan ketelitian paling optimal pada koordinat titik
pantau geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014.