bab 4 temuan dan pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4nopass/bab...
TRANSCRIPT
37
BAB 4
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Stakeholder BBS
Berikut ini stakeholder-stakeholder yang terlibat di dalam Binus Business
School(BBS) yakni:
1. Mahasiswa BBS terdiri dari mahasiswa term awal(term 1), mahasiswa term(term
2 dan 3) dan mahasiswa term akhir(term 4)
2. Alumni S1 Binus yang ingin melanjutkan kuliah S2 dan berpeluang masuk ke
BBS
3. Alumni S2 MM Binus
4. Perusahaan
StakeholderBBS
PerusahaanMahasiswa
BBS
AlumniS1 Binus
AlumniS2 MMBinus
38
Gambar 4.1 Stakeholder-Stakeholder BBS
4.2 Temuan Etnography
Dari semua temuan-temuan yang didapat dari hasil etnografi, dan setelah melalui
analisis juga cross check dengan hasil dari multiple method etnografi dihasilkan
critical issue sebagai berikut:
39
Gambar 4.2 Temuan Etnografi
40
4.2.1 Perusahaan
Berikut ini adalah hasil temuan dari in-depth interview yang dilakukan kepada 10
perwakilan perusahaan dan dirangkum pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Temuan Etnografi dari Perusahaan
Hasil temuan pada gambar diatas:
1. Low Awareness
Hampir semua responden perusahaan menyatakan bahwa belum pernah
mendengar BBS. Sebagian kecil pernah mendengar BBS dari web dan radio
Smart FM namun tidak mengetahui apa itu BBS.
- “…gak pernah denger… dan gak cukup waktu untuk ngikutin karena begitu
banyak sekolah-sekolah yang bermunculan”(Robertus, direktur)
- “…kayaknya pernah denger cuman gak tau apaan(Mey, manajer finance)
- “…pernah denger dari Smart FM, waktu itu gua lagi ganti-ganti siaran radio
buat cari informasi jalan”(Herman, manajer IT)
41
- “…yang gua tau S2 Binus itu Joseph Wibowo Center, bener gak sih?”(Santi,
brand manajer)
- “…image gua rasanya kalo mendengar kata BBS bukan seperti S2 tapi institusi
lain yang gua gak tau dapet gelarnya apa”(Santi, brand manajer)
2. Bukan top of mind
Semua responden menyatakan bahwa BBS bukan Top of mind mereka untuk
Business School. Yang muncul dalam top of mind mereka adalah Prasetya Mulya
atau UI.
- “…tapi yang lain-lain sih kebanykan ngambilnya di Prasetya Mulya… di astra
sangat kuat sekali, isinya kalo gak overseas, prasetya mulya”(Herman, manajer
marketing)
- “ Bagi gua yang bagus dan yang gua kepikiran Prasetya Mulya, Binus… after
Pratsmul gua pilih Binus(Santi, brand manajer)
- “…kalo itu si karena saya tahunya binus, ya mau gak mau nerusin binus karena
lebih udah kenal binus itu kayak gimana, cuman kalo pertama kalinya si
inginnya UI, kalau gak IBII”(Verino, IT manajer)
3. Business School = Bisnis TI(Teknologi Informasi)
Salah satu responden menyatakan bahwa setelah mendengar Binus Business
School responden berasumsi bahwa BBS menjalankan bisnis IT nya dalam wadah
BBS, seperti penjualan laptop dan penjualan banwidth internet.
- “BBS bagi saya gak jelas maksudnya business school atau Binus yang berbisnis
IT”(Voni, manajer akuntan)
42
4. Lulusan belum qualified
Hampir semua responden menyatakan bahwa lulusan BBS belum terdengar dan
masih bertanya-tanya tentang kualitas dari lulusan BBS.
- “…mungkin kurangnya dari alumni yang berhasil, soalnya kalau lulusan
prasetya mulya terdengar dimana-mana, lebih kedengaran”(Mey, manajer
finance)”
- “…sekolah bisnis yang bener-bener itu jebolannya itu semua terjun di bidang
bisnis yang berhasil”(Mey, manajer finance)
5. Binus = IT
Hampir semua responden menyatakan bahwa asosiasi mereka tentang Binus
adalah universitas yang berbasiskan teknologi informasi dan komputer. Kalaupun
MM Binus telah menjadi BBS, responden tetap beranggapan bahwa kuliah yang
diajarkan di Binus adalah bisnis yang diperlengkapi dengan teknologi
informasi(IT).
- “…bahwa Binus itu sekolah komputer aja yang asosiasinya ada di kepala
saya…mungkin binus cukup lama dan cukup kuat punya image yang basicnya
computer science”(Robertus, direktur)
6. Bidang tertentu tidak perlu S2
Beberapa responden menyatakan bahwa untuk bidang-bidang pekerjaan tertentu
belum terlalu diperlukan S2. Seperti pada marketing untuk marketing posisi
manajerial bisa diraih apabila dapat menghasilkan sales yang luar biasa. Dan pada
bidang IT selain S2, lebih diperhatikan sertifikasi-sertifikasi seperti CISCO dan
Microsoft.
43
- “Setau saya untuk menjadi seorang manajer sales marketing tidak harus
memiliki jenjang S2 tetapi dengan melihat kinerja mereka dalam memboost
sales, menciptakan ide-ide yang mampu meningkatkan keuntungan perusahaan,
maka mereka pun bisa menjadi seorang manajer”(Sinta, brand manajer)
- “ S2 kurang tau ya kalo kebijakan di perusahaan tempat saya belum nyari S2
untuk TI, tapi untuk divisi lain, dia(perusahaan saya) cari dan harus
berpengalaman”(Verino, IT manajer)
7. Tidak semua perusahaan perlu S2
Beberapa responden menyatakan bahwa tidak semua perusahaan membutuhkan
karyawan dengan kualifikasi S2. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan di
Indonesia yang belum go public atau masih banyak yang bersifat kekeluargaan.
Akan tetapi responden menyatakan bahwa S2 itu penting tergantung kebutuhan
dari masing-masing perusahaan.
- “ Indonesia belum atau sedikit perlu S2 karena perusahaan di Indonesia masih
banyak yang perusahaan keluarga”(Voni, manajer akuntan)
- “…tidak butuh S2 teknik dan tidak butuh master manajemen, karena kita tidak
butuh knowledge, manajemen yang rapi, karena di industri jasa yang kita
hadapin orang-orang berbeda”(Robertus, direktur)
- “…kalau perusahaan asing dituntut pendidikan tinggi, mereka sangat
appreciate dengan sertifikasi, kalau perusahaan-perusahaan lokal tidak
dituntut pengetahuan tinggi”(Robertus,direktur)
- “…tapi kayaknya kalo mau masuk perusahaan yang besar gitu emang kayaknya
S2 lebih diperlukan”(Mey, manajer finance)
44
8. Lulusan S2 luar lebih dilirik
Beberapa responden menyatakan bahwa di perusahaan besar masih melirik
lulusan-lulusan S2 dari luar negeri. Hal ini bisa dilihat dari lebih banyaknya S2
yang berasal dari luar negeri di perusahaan mereka.
- “S2 dari luar negeri kebanyakan di perusahaan yang udah Go public”(Budi,
manajer IT)
9. Pengalaman kerja lebih penting
Hampir semua responden menyatakan bahwa pengalaman kerja seorang lebih
penting dari sekedar lulusan S2 yang belum atau sedikit memiliki pengalaman
kerja. Pengalaman kerja dibutuhkan untuk mengisi posisi-posisi manajerial yang
membuat keputusan-keputusan penting bagi perusahaan.
- “…lebih butuh skill dan pengalaman”(Voni, manajer akuntan)”
- “…kalau mereka harus manage orang, mereka tidak bisa manage kalau mereka
belum pernah dimanage(Robertus, direktur)
- “ …kalo langsung menempati posisi manajerial agak sulit kalo belum ada
pengalaman kerja”(Santi,brand manajer)
- “…menurut gua ya, orang menilai pengalaman kerja no 1 dibandingin
title…jadi gua ngeliat pengalaman kerja tetep lebih penting sih jadi gua milih
kayaknya lagian udah kerja istilahnya udah bisa satu step lebih maju daripada
belajar”(Santi, brand manager)
10. Attitude lulusan penting
Salah satu responden menyatakan bahwa tingkah laku, mental serta sikap dari
seorang karyawan harus excellent.
45
- “…kejujuran itu luar biasa penting, biasa yang masalah dengan angkatan
sekarang adalah kejujuran(Robertus, direktur)
- “…tapi mental kerjanya buruk sekali dan Dia(karyawan) terang-terangan
ngomong sama temen-temennya dikantor; saya kerja sesuai dengan gaji…dikit-
dikit kerja nuntut gaji”(Robertus, direktur)
11. Perlu dosen yang “artis”
Salah satu responden menyarankan bahwa BBS perlu merekrut dosen atau
petinggi BBS yang public figure atau “artis” di dunia bisnis. Dengan merekrut
mereka diyakini akan meningkatkan kesadaran mereka tentang BBS.
- “ (Pengajar)… harus sering-sering nulis di koran…kan kalo gak salah sekarang
mulai pada nulis dikoran kan…yang dibawahnya tulisannya dicantum dari
mana”(Herman, manajer marketing)
- “ …rekrut banyak orang-orang hebat disitu, yang dikenal oleh khalayak umum
ya kayak Tung Desem waringin, Hermawan Kertajaya, Andrie Wongso… kalau
perlu semuanya ditarik aja”(Herman, manajer marketing)
4.2.2 Mahasiswa BBS
Berikut ini adalah hasil temuan etnografi yang dilakukan kepada 51 mahasiswa
dan dirangkum pada gambar 4.4.
46
Gambar 4.4 Temuan Etnografi dari Mahasiswa
Hasil temuan pada gambar diatas:
a) Mahasiswa term 1
1. Lebih Internasional
Salah satu responden menyatakan bahwa dengan nama BBS dirasakan lebih
internasional karena nama BBS mirip dengan universitas-universitas di luar
negeri, seperti Harvard Business School.
- “lebih keren jadi Binus Business School, kek nama-nama sekolah
diluar”(Okto, mahasiswa term 1)
47
2. Lebih Mahal
Beberapa responden mahasiswa term awal menyatakan bahwa kenaikan
uang kuliah di BBS di term mendatang dirasakan mahal dibandingkan
ketika responden pertama kali masuk ke BBS.
- “…kalo gua masuk term depan binus naik nih jadi 45”(Tia, mahasiswa
term 1)
3. Kurikulum tidak spesifik
Salah satu responden juga menyatakan bahwa kurikulum yang diberikan
tidak spesifik. Perbedaan ekspetasi responden setelah melewati term
pertama di program jurusan manajemen sistem informasi yang dianggap
“tidak terlalu sistem informasi” tetapi lebih banyak manajemen. Responden
berharap bahwa di term-term berikutnya lebih kental lagi sistem
informasinya.
- “ gua mau masuknya Binus karena ada ITnya cuman mata kuliahnya yang
IT dikit banget ya… menurut gua kurang mata kuliah ITnya, semoga di
term 2 mata kuliah ITnya lebih banyak”(Anto, mahasiswa term 1)
4. Slogan tidak jelas
Beberapa responden menyatakan bahwa tidak terlalu mengerti arti dari
slogan BBS. Apa yang ingin disampaikan oleh pihak BBS tidak ditangkap
jelas oleh mahasiswa.
- “ slogan binus? Yang where business is real itu kan? Yah gua sih gak tau
artinya ya cuman ya gua kira mungkin kasus-kasusnya bisnis yang
real”(budi, mahasiswa term 1)
48
- “ wah kalo itu gua gak ngerti”(Anton, mahasiswa term 1)
5. Matrikulasi tidak efektif
Salah satu responden menyatakan kekecewaannya terhadap matrikulasi yang
dilakukan oleh BBS. Matrikulasi yang dilakukan dianggap tidak
memberikan informasi yang lebih bahkan menyulitkan mahasiswa untuk
mengerti dari setiap jurusan di BBS.
- “Matrikulasi kelas gua kemaren digabung kelasnya, satu kelas itu cuman
liat video dari kelas sebelah … trus matrikulasinya juga gak jelas untuk
tiap jurusan, cuman ada sekali”(Aji, mahasiswa term 1)
b) Mahasiswa term 2&3
1. Kurikulum ≠ slogan
Salah satu responden mahasiswa term tengah menyatakan bahwa slogan
BBS tidak terimplementasi dengan baik di kurikulum mereka, dilihat dari
kurangnya praktek bisnis didalamnya.
- “Mengenai kurikulum nya thd “where business is real “ sendiri belum
bisa di rasakan karena masih belum mengerti fungsi keseluruhan dari
material kurikulum yg diberikan” (Iming, mahasiswa term 2)
2. Kasus tidak up-to-date
Beberapa responden menyoroti kasus-kasus yang dipakai di BBS
kebanyakan adalah kasus-kasus yang lama, dan sekarang telah terjadi
beberapa perubahan bisnis proses atau lingkungan industri dan juga situasi
perusahaan dari kasus tersebut.
49
- “Lagipula case2 tsb case udah puluhan tahun yg lalu (case tidak
update)”(Iming, mahasiswa term 2)
3. Kasus lokal kurang
Sebagian besar responden mengharapkan BBS lebih banyak memakai
kasus-kasus yang ada di Indonesia dan implementasi dari kasus yang
mereka pelajari dapat diterapkan di dunia bisnis Indonesia.
- “karena case2 yg di dpt semua case luar bukan case Indonesia,… Case
pakai lah case indonesia jgn semua dari luar ”(Iming, mahasiswa term 2)
- “…Casenya terlalu banyak dari luar”(Niko, mahasiswa term 3)
Respon diatas juga muncul pada saat in-depth interview dengan salah satu
responden perusahaan
- “…dan study casenya kalau bisa implementasinya yang ada disini
gitu…beberapa sekolah mengambil study case perusahaan yang besar
diluar apakah bisa diimplementasi di Indonesia?”(Santi, brand manager)
4. Dosen kurang berkualitas
Beberapa responden menyatakan bahwa masih ada beberapa dosen yang
tidak menguasai teori dengan benar dan berharap dosen-dosen yang
berkualitas baik secara teori dan praktek lebih banyak lagi.
- “dosen yang berkualitas lebih di tingkatkan karena mash ada dosen2 yg
tidak menguasai materi dengan baik(Robert, mahasiswa term 3)
- “dosen2 yang sanget berkualitas perlu ditingkatkan(Niko, mahasiswa term
3)
50
5. Kurang berprestasi
Beberapa responden menyoroti prestasi yang dihasilkan oleh BBS, menurut
responden BBS belum dan kurang menghasilkan prestasi-prestasi atau
award-award yang mampu menaikkan nama BBS. Dan salah satu
responden menyoroti perlunya keikutsertaan Binus dalam lomba-lomba
yang berhubungan dengan bisnis.
- “Tunjukkan bahwa BBS selalu mendapatkan achievement dari berbagai
kompetisi : contohnya kompetisi business plan , kompetisi marketing ,
sehingga orang bisa melihat bahwa BBS mempunyai prestasi yang
membanggakan di dunia bisnis”(Iming, mahasiswa term 2)
6. Dosennya sibuk
Salah satu responden menyatakan bahwa penggabungan kelas yang terjadi
selama perkuliahan membuat suasana belajar tidak nyaman dan responden
berasumsi bahwa hal ini terjadi karena kekurangan dosen atau dosen
berhalangan hadir.
- “kelas gua sering digabung sama kelas lain buat gua kalo digabung
suasana belajarnya jadi gak konsen terlalu ribut” (Adi, mahasiswa term
3)
7. Slogan tidak jelas
Sebagian reponden jika ditanya mengenai slogan dari BBS menyatakan
bahwa tidak mengerti apa arti slogan tersebut dan berpendapat bahwa
komunikasi dari slogan tersebut belum tersampaikan dengan baik ke
mahasiswa.
51
- “terus terangg, aku jg dk ngerti apo arti sloganny itu…artinya sloganny
dak tersampaikan, soalny aku dak ngerti”(Carolin, mahasiswa term 2)
- “untuk sekarang masih belum karena orang masih banyak bertanya-
tanya(Robert, mahasiswa term 3)
c) Mahasiswa term 4
1. Kurang berprestasi
Beberapa responden menyatakan bahwa BBS belum menghasilkan banyak
prestasi baik dari segi lulusan dan prestasi lainnya.
- “dan sampe sekarang belum bisa dibuktikan apakah bbs itu udah berhasil
apa belum.. banyak yg sukses sebanyak itu pula yg gagal..”(Paulus,
mahasiswa term 4)
2. Kualitas dosen menurun
Beberapa responden mahasiswa term akhir menyatakan bahwa terjadi
penurunan kualitas dosen di akhir-akhir perkuliahan jika dibandingkan
dengan dosen-dosen di awal term.
- “dosen tambah reseh.. ga seperti dulu..”(Adi, mahasiswa term 4)
- “…Cuma mungkin koordinasinya yang kurang bagus contohnya waktu
kita di ajar sama Mr.T(IMC) tentang Segmentating Targeting
Positioning itu berbeda dengan yang kita dapet waktu sama pa
Mr.N(Bobby, mahasiswa term 4)
- “ …Cuma dosennya yang ga berbobot… iya cuma beberapa dosen aja yg
bs ngajar dgn benar”(Dedi, mahasiswa term 4)
52
3. Dosen sibuk
Hampir semua responden menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap
sering terjadinya penggabungan kelas, pergantian dosen, reschudle jadwal
dosen yang sering terjadi tiba-tiba.
- “…trus jg 1 matkul ada 2 dosen gw rasa gak perlu ky gt de… kan rese
bgt”(Albert, mahasiswa term 4)
- “…udah gitu jadwal suka berubah2 dosen suka main ganti
seenaknya”(Heri, mahasiswa term 4)
4. Hot news buletin bisnis
Salah satu responden memberikan saran bahwa BBS perlu mengeluarkan
buletin yang berisi berita-berita terbaru di dunia bisnis Indonesia sekarang.
Kuliah bidang bisnis lebih lengkap rasanya jika terus meng-update
informasi-informasi bisnis.
- “…jadi binus harus lebih banyak share informasi2 terbaru tentang dunia
bisnis”(Tata, mahasiswa term 4)
5. Slogan tidak jelas
Beberapa responden jika diberikan slogan BBS akan menyatakan
kesulitannya dalam mengerti slogan tersebut akan tetapi setelah diberi waktu
berpikir kemudian menyatakan respon yang hampir sama yaitu “where
business is real” adalah kuliah di BBS tidak hanya mendapat teori tentang
bisnis tetapi ada praktek yang mendukung teori tersebut.
- “…karena "Where business real itu adalah menjelaskan BInus as a place"
not to define the quality of its participant(Lita, mahasiswa term 4)
53
- “dengan motto seperti harusnya mahasiswa udah lebih siap terjun ke
dunia bisnis, ga cuma secara teori tapi juga prakteknya”(Mona,
mahasiswa term 4)
6. Standarisasi pembahasan kasus
Beberapa responden menyatakan bahwa di BBS tidak ada kesamaan cara
dari setiap dosen dalam menganalisa suatu kasus sehingga menyebabkan
kebingungan di mahasiswa. Dan responden tersebut menganggap
pembahasan kasus kurang tajam dan dalam membahas kasus perlu
koordinasi dari dosen.
- “selama empat term gua di binus, gua ngerasa dosen-dosen itu cara bahas
kasusnya beda-beda dan itu bikin gua pusing.. ya gua berharap sama
binus ada satu standarlah dalam membahas kasus biar mahasiswa
enak(Gerry, mahasiswa term 4)”
- “yang masih kurang tajam aja pembahasan kita tentang kasus2”(Xasqie,
mahasiswa term 4)
-“yang kita mesti "adjusting" lagi supaya bisa Fit dgn keadaan di
Indonesia(Bobby, mahasiswa term 4)
- “kalo menurut gua sih itu sudah bagus cuma mesti ditambahin lagi
misalnya setiap selesai presentasi kita si Dosen ngajarin kita untuk materi
presentasi minggu depannya(Allan, mahasiswat term 4)
7. Kurang dukungan entrepreneurship
Beberapa responden menyatakan bahwa BBS kurang memberikan dukungan
kepada entrepreneurship. Menurut responden dengan memberikan
dukungan kepada entrepreneurship adalah salah satu bentuk wujud dari
slogan yang dicanangkan oleh BBS. Bentuk dukungan itu dapat berupa,
54
bimbingan dalam mengikuti perlombaan bisnis plan, konsultasi dalam
pengembangan bisnis, peminjaman modal bisnis.
- “nah khusus untuk entrepreuner, bbs wajib memodalkan mahasiswannya
utk dapat membuka usaha baru tsb dgn tetap di bawah pengawasan
bbs...”(Kiki, mahasiswa term 4)
- “ikut lomba-lombalah masa di warta JWC yg keluar BI terus, kita kan
punya entrepreneur juga”(Gerry,mahasiswa term 4)
8. Muncul peraturan “aneh”
Beberapa responden mahasiswa term akhir menyoroti masalah perubahan
peraturan pemakaian buku asli di lingkungan BBS. Yang menjadi
permasalahan adalah ketidaktepatan waktu dari pengeluaran
- “…banyak peraturan yang munculnya tiba-tiba kek peraturan penggunaan
buku asli, padahal 2 minggu lagi akan ujian. Masa harus beli buku asli
cuma untuk 2 minggu kuliah”(Farhan, mahasiswa term 4)
- “…sucks nya binus itu dibagian2 akhir nya khususnya buku asli”(Michele,
mahasiswa term 4)
9. Tidak ada internship
Salah satu responden menyatakan bahwa BBS perlu melakukan kerja sama
internship dengan perusahaan-perusahaan internasional sebagai bentuk
praktek dari slogan BBS.
- “yah misalkan bbs menggaet client setaraf internasional dan mengadakan
seperti kkn di S1.. sehingga mahasiswa itu sendiri dapat mengerti bahwa
bussines is real..”(Paul, mahasiswa term 4)
55
10. Binus Consulting Group
Beberapa responden menyarankan kepada BBS agar membangun atau
membuka Binus Consulting Group yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah-masalah real yang terjadi di perusahaan-perusahaan. Binus
Consulting Group memiliki konsep yang hamper sama dengan GFP, dapat
beranggotakan mahasiswa-mahasiswa aktif dan untuk kedepannya dapat
berguna bagi kredit nilai mahasiswa tersebut.
- “Binus perlu membuka sebuah perusahaan jasa konsultasi ya semacem
anak-anak mengerjakan GFP, tapi ini lebih teratur dan memberikan
kredit nilai bagi mahasiswa. Selain itu bagi mahasiswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat banyak”(Gerry, mahasiswa term 4)
4.2.3 Alumni S2 MM Binus
Berikut ini adalah hasil temuan etnografi yang dilakukan kepada 7 orang alumni
S2 MM Binus dan dirangkum pada gambar 4.5.
56
Gambar 4.5 Temuan Etnografi dari Alumni S2 MM Binus
Hasil temuan pada gambar diatas:
1. Semakin kuat di bisnis
Setelah mendengar nama dan slogan BBS, responden menyatakan bahwa Binus
semakin kuat di bidang bisnis.
- “…dimana perubahan MM BINUS menjadi BBS, maka semakin kuat di
businessnya”(Fransiskus, Alumni)
Hal ini diperkuat dengan ada tanggapan dari mahasiswa aktif sekarang yang
menyatakan pernyataan yang sama dengan diatas.
- “…dari sekedar kampus S2 jadi lebih business oriented”(Michele, mahasiswa
term 4)
57
2. “Roy Sembel” hilang
Beberapa responden menekankan pada petinggi atau akademis yang tidak lagi
berada di MM Binus. Seperti nama Roy Sembel yang masih muncul dalam
komentar mereka.
- “binus business school tp kok para pengajarnya yg dulu banyak kabur ke univ
lain? dulu ada si roy. skrg dah di UI”(Frans, alumni)
- “…dulu seingetku pas kuliah 3 ato 4 taon yg lalu, masih banyak pengajar yg
namanya ngetop2. sekarang dah berguguran tuh pengajarnya dah pada
ilang”(Frans, alumni)
3. Dosen terlalu sibuk
Beberapa alumni MM Binus menyatakan bahwa dosen-dosen di Binus adalah
orang yang terlalu sibuk. Hal-hal seperti terjadinya penggabungan kelas dan
reschedule jadwal dianggap merupakan dampak dari dosen yang terlalu sibuk
sehingga berhalangan hadir.
- “…, dulu dijanjiin 1 kelas 20 orangan, max 24 (kalo ga salah). eh term terakhir,
dipaksain digabung dari 2 kelas menjadi 1 kelas demi efisiensi katanya (1 kelas
lebih dari 30 orang)”(Frans, alumni)
4. Hanya rebranding
Salah satu responden menyatakan bahwa perubahan MM Binus menjadi BBS
adalah masalah rebranding saja. Dengan tidak adanya perubahan yang berarti
dalam hal kurikulum, proses pengajaran, kualitas dosen, dan gelar.
- “Sebenarnya mungkin ini masalah branding dan juga pengenalan ke
masyarakat ada perubahan entah ini dalam manajemen, kurikulum” (Tan,
alumni).
58
5. Tidak berpengaruh bagi alumni
Beberapa responden menyatakan bahwa dengan perubahan MM Binus menjadi
BBS tidak memberikan kontribusi apapun dan ada satu responden yang malah
menyatakan kebingungannya dengan masalah penulisan nama universitas di CV.
- “…Menurut saya, Binus berubah menjadi BBS tidak berpengaruh bagi karir
saya tuh”(Iwan, alumni)
- “ …sehubungan dengan digantinya nama jadi BBS, apakah alumni yang lulus
seblom ganti nama harus ganti nama kampusnya juga di cv? Selama ini saya tulis
pascasarjana binus”(witar, alumni)
6. Tidak masuk top universitas internasional
Salah satu responden menyatakan bahwa BBS belum sejajar dengan business
school yang ada di Indonesia dan BBS pun perlu mencatatkan diri kedalam
rangking survey universitas-universitas terkenal di Asia untuk bidang bisnis.
- “Tapi mungkin akan butuh waktu untuk Binus Business School sejajar dengan
ITB, UGM ataupun UI Business School mereka”(Tan, Alumni)
- “Jika suatu saat Binus bisa mencatatkan diri di peringkat/ ranking dari survey
institusi pendidikan di Asia, rasanya saat itu Binus akan terangkat namanya
bukan hanya sebagai Computing School yang cukup terkenal di luar dan
dalam negeri” (Tan, Alumni)
4.2.4 Alumni S1
Berikut ini adalah hasil temuan etnografi yang dilakukan kepada 13 alumni S1 dan
dirangkum pada gambar 4.6.
59
Gambar 4.6 Temuan Etnografi dari Alumni S1
Hasil temuan pada gambar diatas:
1. S2=JWC≠BBS
Beberapa responden menyatakan bahwa mereka mengetahui bahwa S2 Binus
adalah MM Binus JWC, dan ada beberapa dari mereka yang juga mengetahui
BBS, akan tetapi mereka tidak tahu bahwa BBS itu adalah MM Binus JWC.
- “yang saya tahu S2 itu namanya Joseph Wibowo Center, kalau BBS saya pernah
denger tapi itu mungkin suatu bagian yang baru di Binus istilahnya kalau
dalam agama itu sekte baru”(Sinta, alumni S1)
2. Kurang advertising
Sebagian responden menyatakan bahwa mereka belum pernah mendengar BBS
sama sekali dan sebagian dari mereka sudah mendengar BBS walau tidak
mengetahui dengan jelas perubahan yang terjadi pada BBS.
60
- “…gue aja lom tau”(Loire, alumni S1)
- “…gue nggak tau sih soal bisnis skul nya kayak apa(Olin, alumni S1)
3. Salah interpersepsi slogan
Setelah mendengar slogan BBS sebagian besar responden menyatakan bahwa arti
dari slogan tersebut adalah tempat dimana Binus mengembangkan bisnisnya
terutama bisnis di bidang IT.
- “…binus is real bisnis before binus get the bisnis skill”(Teddy, alumni S1)
- “…ya yang pasti kalo dia gak ambil sisi bisnis selain education pastinya binus
gak berkembang2 donk karna cuman nungguin dari sponsor molo buktinya
binus bisa cari duit dari mahasiswanya kan”(Teddy, alumni S1)
- “…dia akan dapet banyak uang kalau uni binus dijadikan bisnis”(Yudha,
alumni S1)
- “…hmmm slogan yang aneh I don’t get the point aja…gue gak ngerti maksud
slogannya apa, apa yang mau coba dijelasin sama dia(Olin, alumni S1)
4. Lebih mahal
Beberapa responden menyatakan bahwa terjadi kenaikan harga uang masuk BBS
dan dianggap mahal.
- “kmaren gw mau daftar .. yang proffesional uda 60jt yah ... T__T”(Bush,
alumni S1)
Pernyataan diatas didukung juga oleh salah satu komentar dari mahasiswa BBS
term 2 yang mengatakan uang perkuliahan sekarang menjadi lebih mahal dari
yang dulu
- “ mungkin waktu tuh harganya lebih murah trus aku bandingin sama untar,
untar itu lebih mahal antara 34-36... dulu aku msk binus kena 28,5 dak semahal
sekarang”(Carol, mahasiswa term 2)
61
5. Terjebak tren industri
Salah satu responden berpendapat bahwa MM Binus menjadi BBS dianggap
mengikuti tren pendidikan yang sekarang beralih ke bidang bisnis
- “…sekarang apa2 business driven makanya dia mau beralih ke bisnis school dia
kaya gak punya identitas”(Fahmi, alumni S1)
6. Reputasi “nama” kurang
Beberapa responden menyatakan bahwa BBS belum memiliki prestasi baik para
alumninya, dan juga BBS nya sendiri. Prestasi itu lebih dilihat dari siapa alumni
yang berhasil, penghargaan atau sertifikasi internasional untuk BBS.
- “…tapi apa valuenya binus dibanding dengan IBI dll.. terus dia harus punya
value yang lebih dong dibandingin bizz school yg laen”(Stepen, alumni S1)
7. Tidak berpengaruh bagi alumni
Sama halnya dengan responden alumni S2, bagi responden S1 menyatakan bahwa
dengan perubahan menjadi BBS tidak ada pengaruh bagi alumni dalam artian
responden tetap tidak ada keinginan untuk melanjutkan S2 di BBS.
- “…kaya nya setelah lulus, nggak ada yang dilakukan Binus cuma lepas
aja”(Yudha, alumni S1)
- “ aku? Kalau alumni bener e ndak terlalu pengaruh ya”(Budi, alumni S1)
62
8. Tidak menjadi favorit
Hampir semua responden menyatakan bahwa pilihan universitas jika ingin
melanjutkan S2 maka yang dipilih bukan BBS, tetapi universitas lain, dan yang
paling sering muncul adalah Prasetya Mulya dan UI.
- “ …tadinya pengen UPM(Prasetya Mulya) karena itu paling bagus tuh tapi jauh
niannn mahal jg”(Caroline, alumni S1)
-“…menurut gua lebih kerenan Prasetya Mulya ya, lebih sering disebut-sebut di
perusahaan(Albert, alumni S1)
-“…disini gak ada program MBA sih”(Okto, alumni S1)
4.3 Analisis Data Sekunder
Dengan data-data sekunder yang ada akan dianalisis sehingga dapat memberikan
sebuah informasi yang berguna untuk penelitian kali ini.
4.3.1 BBS Advertising Series
Temuan yang kami dapat dari BBS advertising series:
1. Beberapa nama atau ”icon” yang disebut diatas sudah “meninggalkan”
BBS sehingga tidak lagi dapat dipakai sebagai icon dalam sebuah
advertising.
2. Dari ke 3 seri advertising diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa yang
menjadi “bintang” adalah para dosen. Hal ini sesungguhnya dapat menjadi
pedang bermata dua, dimana BBS sangat memerlukan “sosok besar” dari
seorang dosen, disisi lain sebagian dari dosen tersebut tidak bisa “berlama-
lama” di BBS, yang lebih mengkhawatirkan apabila dosen tersebut merasa
kecewa saat meninggalkan BBS. Hal ini dapat dengan segera meruntuhkan
63
image yang dengan susah payah BBS bangun, karena apa jadinya bila
sosok yang sering disebut-sebut dalam advertising BBS tiba-tiba
mengeluarkan pernyataan di publik yang isinya berkebalikan dengan yang
BBS sampaikan kepada konsumen.
3. Advertising Series ini hanya muncul pada koran Kompas pada bulan Mei
2007 selama 3 kali yakni pada tanggal 10, 17, 24 Mei 2007 , majalah
SWA sembada pada periode 10-23 Mei 2007, dan Billboard pada periode
bulan Mei 2007.
4.3.2 Feasibility Study on New Postgraduate Program
Dari hasil MUC, yang digunakan sebagai salah satu sumber data sekunder, dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Gelar S2 hanya dipakai untuk menunjang karir
2. Gelar S2 tidak dipandang lebih penting dari pengalaman dan keahlian seseorang
pada saat melamar pekerjaan.
3. Diperlukan dosen-dosen yang memiliki reputasi tinggi dan terkenal sebagai
faculty member.
4. Program-program di BBS sudah umum, jadi perlu sesuatu yang special seperti
Dual Degree dan internasional award.
5. IT sebagai trademark Binus harus sebagai penopang untuk program-program
lain, sekaligus dapat sebagai nilai plus bagi BBS.
6. Tes Toefl dianggap oleh user/recruiter sebagai selling point yang cukup baik.
64
4.3.3 Penerimaan Jumlah Mahasiswa tahun 2005-2007
Berikut ini adalah data penerimaan mahasiswa S2 Binus untuk 3 tahun terakhir:
Tabel 4.1 Jumlah Penerimaan Mahasiswa BBS tahun 2005-20072005 2006 2007
Term 1 70 82 76
Term 2 102 98 229
Term 3 44 (20%) 81 (31%) 41 (12%)
Total 216 261 346
Kesimpulan yang bisa diambil adalah:
1. Term 3 itu tidak memberikan hasil yang efektif, karena dilihat dari jumlah
penerimaan mahasiswa yang hanya 10-30% dari total penerimaan mahasiswa
tiap tahunnya. Padahal biaya yang dikeluarkan untuk pengajaran tiap termnya
selalu sama.
2. Selain tidak efisien dalam masalah biaya, mahasiswa sendiri sering dirugikan
karena dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, beberapa peminatan sering
tidak dibuka, bahkan terjadi penggabungan kelas antara Young Professional
dengan Professional.
65
4.3.4 Misinformasi pada web www.binuscareer.com dan brosur penerimaan Binus
Gambar 4.7 Tampilan web www.binuscareer.com
Pada web www.binuscareer.com terlihat bahwa program-program yang ada masih
merupakan program Binus S2 yang lama. Hal ini dapat menyusahkan para pengguna web
tersebut yang sebagian besar merupakan alumni dari Binus sendiri.
Gambar 4.8 Syarat-Syarat Akademis BBS
66
Pada requirement terbaru BBS, terlihat adanya penurunan standar TOEFL dari
semula 500 menjadi 475.
4.4 Analisa Brand Equity
Dengan menggunakan model Keller, analisa Brand Equity terhadap temuan
etnografi BBS adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Analisa Brand EquityNo. Komponen
Brand
Equity
Pertanyaan Hasil
1 Brand
Saliance
Pernah mendengar BBS?
Kalau mau masuk MM
ingat ?
Tahu slogan BBS?
Pendapatmu?
LEMAH(+)
Banyak yang belum pernah
mendengar BBS, sekalipun
pernah mendengar mereka tidak
mengetahui apa itu BBS.
Bukan Top of Mind responden,
yang menjadi ToM adalah MM
UI dan MM UPM
Asosiasi yang melekat di BBS
adalah IT, bukan Bisnis atau
Management.
Banyak yang tidak mengerti dan
salah persepsi slogan BBS.
2 Brand
Performance
Harga yang wajar buat
BBS?
Kualitas pengajaran?
Kurikulum?
Jadwal kuliah?
Pembahasan kasus?
SEDANG(+ +)
Harga BBS wajar, sesuai dengan
hasil MUC, tetapi mengalami
kenaikan yang signifikan.
Fasilitas kampus sudah sangat
memuaskan.
67
Fasilitas?
Dosen?
Praktek bisnis?
Prestasi?
Banyak dosen Binus yang “top”
tidak di Binus lagi.
Dosen sering berhalangan hadir
sehingga terjadi reschedule atau
penggabungan kelas.
Tidak ada koordinasi dalam
penyampaian materi kuliah dan
pembahasan kasus setiap dosen.
Belum adanya praktek bisnis
yang “real” di Binus.
Belum adanya prestasi yang
membanggakan dari alumni,
mahasiswa, dan BBS itu sendiri.
3 Brand
Imagery
Pengalaman di
BBS?(psikologi dan
sosial).
SEDANG(+ +)
Suasana kuliah yang kondusif.
Pelayanan yang kurang
memuaskan. Contoh: penyediaan
kasus terkadang terlambat,
kecerobohan student servis akan
tugas-tugas mahasiswa,
keterlambatan pengumuman
nilai.
Lingkungan kampus bersih dan
aman.
4 Brand
Judgement
Quality
Pendapatmu Tentang
BBS?
Kualitas BBS?
Puas dengan BBS?
Credibility
SEDANG(+ + +)
BBS belum mempunyai kulitas
atau “nama”.
Rata-rata reponden menyatakan
puas akan BBS.
Aspirasi mahasiswa sudah
68
BBS peduli dengan
pendapatmu?
Consideration
Mau
merekomendasikan
BBS?
Favorit jurusan?
Superiority
Seberapa kuat Brand
BBS dibanding merk
lain?
mendapat respon yang baik.
Sebagian besar mau
merekomendasikan BBS kepada
relasinya.
BBS masih termasuk 5 favorit
untuk S2 MM di Jakarta.
5 Brand
Feelings
Apakah brand BBS
memberikan rasa
bangga?
Apakah dengan
menyandang brand
BBS anda menjadi
lebih berharga?
SEDANG(+ + +)
Brand BBS mampu
memberikan rasa bangga untuk
sebagian mahasiswa dan
alumni.
6 Brand
Resonance
Loyalty
Apakah anda setia
terhadap brand BBS?
Attachment
Apakah brand BBS
terasa spesial?
Apakah anda merasa
menjadi bagian dari
BBS?
Community
Apakah anda aktif
dalam milis-milis
SEDANG(+ + +)
Sebagian besar mahasiswa dan
alumni belum aktif dalam
komunitas BBS
Sebagian besar mahasiswa mau
membicarakan BBS kepada
orang lain.
69
BBS?
Apakah anda
menjalin hubungan
baik dengan teman-
teman dari BBS?
Engagement
Apakah anda mau
membicarakan
tentang BBS kepada
orang lain?
Gambar 4.9 Piramida Brand Equity BBS
70
Dalam penilaian brand equity menggunakan tanda (+) dengan skala(+) sampai (+
+ + + +), yang berarti (+) adalah komponen brand equity BBS tersebut lemah dan perlu
diperbaiki, sebaliknya (+ + + + +) adalah komponen brand equity BBS tersebut kuat dan
perlu dipertahankan.
Dari hasi analisa brand equity, diketahui bahwa kelemahan BBS dalam brand
equity adalah pada brand salience dan brand performance. Meskipun brand imagery juga
mendapatkan hasil yang rendah akan tetapi jika brand salience dan brand performance
diperbaiki atau ditingkatkan maka brand imagery pun akan meningkat. Oleh karena itu,
brand imagery tidak difokuskan dalam perbaikan brand equity BBS.
4.4.1 Atribut BBS
Pada grafik ini ini akan diberikan nilai untuk setiap atribut sebuah business school
didasarkan dari temuan dalam proses etnografi, temuan dari data sekunder dan dampak
temuan itu terhadap BBS. Nilai 10 akan menunjukan bahwa temuan tersebut mempunyai
pengaruh atau dampak positf yang besar bagi BBS. Sebaliknya nilai 0 akan menunjukan
bahwa temuan tersebut tidak membawa pengaruh atau dampak negatif bagi BBS.
Atribut-Atribut pada gambar 4.13 mewakili:
Atribut alumni meliputi temuan tidak berpengaruh bagi alumni, pengalaman kerja
lebih penting, lulusan belum qualified, tidak semua perusahaan perlu S2.
Atribut dosen meliputi temuan dosen sibuk, kualitas dosen menurun, perlu dosen
artis, dan “Roy Sembel” hilang.
Atribut kurikulum meliputi temuan kurikulum tidak spesifik
Atribut kasus meliputi temuan standarisasi pembahasan kasus dan kasus lokal
71
Atribut brand image meliputi temuan low awareness, Binus=IT, S2= JWC≠ BBS.
Integrasi bisnis unit meliputi temuan Binus Consulting Group, kurang dukungan
entrepreneurship
Prestasi meliputi temuan kurang berprestasi, tidak termasuk top universitas
internasional.
Matrikulasi meliputi temuan matrikulasi tidak efektif
Fasilitas meliputi keamanan, ketersediaan buku di perpustakaan, ruang kelas,
tempat parker, wi-fi, dan kantin
Industry network meliputi kerja sama dengan perusahaan, internship dengan
perusahaan
72
0123456789
10Alumni
Dosen
Kurikulum
Kasus
Brand Image
Integrasi Bisnis Unit
Prestasi
Matrikulasi
Fasilitas
Industri Network
Gambar 4.10 Atribut BBS
73
4.5 SWOT
Dari temuan etnografi ditentukan Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats
dari BBS yakni :
Strengths :
Fasilitas
Fasilitas kampus nyaman dan lengkap termasuk adanya tempat parkir yang luas,
perpustakaan yang lengkap, ruang kelas yang modern, kantin, hot spot(wi-fi
internet), dan lokasi kampus yang strategis (dekat Sudirman-Thamrin).
Value for Money
Biaya kuliah di BBS yang reasonable dan ringan.
Brand Resonance
Rata-rata alumni BBS menunjukan kepuasannya terhadap servis dan kualitas BBS
dan mau merekomendasikan BBS.
Weaknesses :
Faculty
o Dosen
Dosen-dosen BBS kurang memiliki keahlian dalam proses pengajaran
sehingga banyak pengetahuan dan pengalaman mereka tidak tersalurkan
kepada mahasiswa yang menyebabkan terjadinya perbedaan pengetahuan
yang diterima.
74
o Jadwal Kuliah
Sering terjadi perubahan jadwal kuliah yang menyebabkan ada
penggabungan kelas dan pemberitahuan pembatalan kelas terlalu
mendadak.
o Kurikulum
Untuk pembahasan kasus di tiap mata kuliah tidak terdapat standarisasi
sehingga terdapat perbedaan antara satu dosen dengan yang lainnya
mengenai cara pembahasan dan penilaian.
Brand Awareness
Masih rendahnya tingkat awareness masyarakat terhadap brand BBS dan
slogannya. Bahkan mahasiswa BBS sendiri kurang mengerti slogan dari BBS
sendiri.
Tidak adanya follow-up dari campaign where business is real, sehingga pesan
yang ingin disampaikan kepada konsumen tidak tersampaikan. Pemilihan media
advertising tidak berpengaruh secara signifikan dibandingkan dengan frekuensi
munculnya advertising itu sendiri.
Tingkat penerimaan alumni BBS di industri
Lulusan dari BBS belum tentu langsung diterima di perusahaan dan BBS sendiri
tidak memiliki kerja sama perekrutan karyawan pada suatu perusahan.
Opportunity :
Alumni
Alumni BBS dapat dimanfaatkan sebagai sarana promosi yang efektif karena
alumni merupakan testimoni yang nyata akan pengalaman dan prestasi BBS.
75
Industry Network
BBS memiliki dosen-dosen yang berpengalaman di bidang industri bisnis
sehingga mempunyai jaringan yang luas, yang seharusnya dapat dimanfaatkan
untuk membangun suatu internship dan perekrutan karyawan pada suatu
perusahan.
GFP dan Studi Kasus
BBS telah memiliki GFP dan studi kasus yang nantinya dapat dikembangkan
menjadi suatu bisnis dibidang consulting dan hasil studi kasus dapat dipakai di
media sebagai jurnal bisnis dan semacam “Harvard Business Case” lokal untuk
universitas lokal di Indonesia.
IT association
BBS membawa nama “Binus” yang memiliki asosiasi yang kental di bidang IT,
sehingga banyak pihak yang menginginkan agar BBS tidak menghilangkan aspek
IT dalam konsep business school.
Threats :
Kompetitor
BBS memiliki banyak kompetitor yang menawarkan janji yang sama atau lebih
baik dari BBS tawarkan serta kesempatan untuk mendapatkan dual degree
internasional.
BBS bukan termasuk best cost dari business school yang ada sehingga BBS harus
memiliki value yang lebih dari kompetitornya.
76
Promise Delivered
Janji yang ditawarkan oleh BBS melalui program ”campaign hands on faculty”
sudah tidak relevan lagi dengan tidak ada lagi orang-orang yang disebutkan dalam
iklan tersebut sehingga perlu penyesuaian.