bab 4 hasil penelitian 4.1 penyajian data penelitianthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-2-00417-mc...
TRANSCRIPT
52
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Penyajian Data Penelitian
Nayacom telah menetapkan aktor Didi Petet, sebagai salah Aktor Pendukung
yang mempunyai penokohan yang cukup mendalam dalam perannya, sehingga yang
menjadi data penelitian ini adalah menguji secara Konotatif, Denotatif dan Mitos
dari peran Didi Petet dalam Film ini.
Setelah dipecah, penulis memperoleh 15 Frame dari penokohan Didi Petet
yang dapat diteliti secara Semiotika, khususnya Komunikasi Non-Verbalnya.
Penetapan 15 frame ini penulis lakukan disebabkan oleh kemampuan akting aktor
yang telah dianggap mumpini pada dunia perfilman, menghindari adanya frame yang
seruoa dalam penelitian dan agar fokus kajian penelitian tidak terlalu lebar serta
ditambah lagi untuk menghindari data penelitian yang terlalu banyak atau 15 frame
ini sebagai pembatasan penelitian Adapun peran-peran tersebut antara lain:
Tabel 4.1
Frame Materi Penelitian
Peran Didi
Petet saat
memanggil
Office Boy.
Saat
menunjukkan
kepada
Office Boy
bahwa Ada
“penjahat” di
meja
karyawannya
53
Hendak
Memasuki
lift setelah
memberikan
tugas pada
karyawannya
Terkujut
pada Kecoa
yang
terlepas dari
tangan
Office Boy
Melihat
kepada
Office Boy
setelah
kecoa
tersebut
terjatuh.
Berjalan
menuju meja
karyawan
setelah
ditinggal
Office Boy
Berdiri saat
Office Boy
mengambil
kecoa.
Melihat ke
arah
karyawannya
Melihat
kearah
karyawannya
Berbicara
kepada
karyawannya
Berbicara
kepada
karyawannya
dengan
sedikit
menunduk
Bertepuk
tangan
54
Melihat ke
arah
karyawannya
Menerima
laporan dari
karyawannya
yang lain
Menghadap
ke
karyawannya
sebelum
memasuki
lift
Demikian data penelitian yang penulis berhasil kumpulkan dari scene Didi
Petet pada Film “Lost in Papua”. Peneliti mengunakan beberapa orang Narasumber
dalam penelitian ini untuk memperkuat analisis penulis. Adapun hasil analisa para
Narasumber pada sub pengolahan data yang terkumpul.
4.2 Pengolahan Terhadap Data Yang Terkumpul
Pada tahap Pengolahan terhadap data yang terkumpul ini, penulis akan
menggunakan teknik analisis semiologi Roland Barthes. Teknik analisis tentang
tatanan pertandaan yang akan memuat Denotasi, Konotasi dan Mitos.
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang
memungkinkan akan dihasilkannya makna yang bertingkat, yaitu tingkat Denotasi
dan Konotasi. Dan pada tingkatan Konotasi, Barthes juga melihat makna yang lebih
mendalam dan bersifat konvensional, yaitu makna yang berkaitan dengan
Mitos.(Yasraf Amir Piliang Hal.262)
Tingkatan tanda dan makna Barthes ini dapat digambarkan sebagai berikut:
55
Gambar 4.1
Tingkatan tanda dan makna
Penulis bersama dengan beberapa orang Narasumber dari latar belakang
akademik dan praktis yang berbeda guna memperkuat analisa penulis,
selanjutnya akan penulis jabarkan makna yang terdapat di peran Didi Petet secara
Komunikasi Non-Verbal ini melalui tingkatan tanda dan makna menurut Barthes
seperti di atas. Mulai dari tahap Denotasi, Konotasi hingga pada tahapan Mitos.
Penjabaran makna melalui teknik analisis signifikasi dua tahap Roland Barthes
ini meliputi segala kegiatan non-verbal dari aktor tesebut.
Kehadiran Narasumber dalam Penelitian ini adalah untuk mewujudkan
Metode Penelitian Trianggulasi, dimana penulis guna mencapai tingkat
obyektifitas penelitian atau untuk mendekati tingkat validitas atau minimal
mencapai reliabelitas penelitian, maka penulis membutuhkan beberapa orang
Narasumber untuk ikut meneliti dalam Pnenelitian ini.
4.2.1 Denotasi – Konotasi – Mitos
Denotasi adalah pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda
dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan
makna yang eksplisit, langsung dan pasti. (Yasraf Amiri Piliang, Op.cit, Hal.263)
Makna Denotasi adalah makna yang paling nyata adanya hubungan antara
petanda dengan penanda. Ini merupakan proses pemaknaan yang dijelaskan oleh
Saussure.
56
Penanda adalah aspek material dari konsep mental (petanda). Setelah
menganalisa peran Didi Petet melalui tahapan Denotasi, tahap makna yang
harfiah, penulis akan melakukan pembahasan peran ini melalui tahap selanjutnya,
yaitu tahap Konotasi.
Dalam istilah Barthes, Konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari
tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan
interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi
penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. (John Fiske. Op.,Cit,. Hal 118)
Makna Konotasi adalah makna tambahan dari denotasi, perluasan makna
yang maknanya mengandung nilai-nilai emosional dan mengarah pada makna-
makna kultural.
Pada tahap pembahasan terakhir dari Peran Didi Petet yang dianalisis melalui
teknik analisa semiologi Roland Barthes, penulis akan membahas tampilan
Komunikas Non-Verbal aktor ini dengan pembahasan mengenai Mitos.
Barthes mengartikan Mitos sebagai “cara berpikir kebudayaan tentang
sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami suatu hal. Barthes
menyebut Mitos sebagai rangkaian konsep yang berkaitan” (Alex Sobur, Op.cit,
Hal 224)
Mitos adalah suatu sistem komunikasi, bahwa Mitos adalah suatu pesan.
Mitos tidak mungkin merupakan suatu obyek, konsep, atau gagasan; Mitos
merupakan model pertandaan (a made of signification), suatu bentuk (form). Dan
segalanya dapat menjadi Mitos asal hal itu disampaikan lewat wacana
(discourse).
57
Pada proses signifikansi penelitian ini, makna Denotasi, Konotasi dan Mitos
dari gambar yang mendominasi tampilan akting Didi Petet, yaitu dari gambar
Didi Petet masuk ke ruangan karyawanya hingga keluar ruangan dan masuk lift
dan seterusnya. Penulis mewawancarai Umar Fauzi Bahanan, S.Sos, M.Si. yang
merupakan Narasumber dari disiplin Ilmu Komunikasi yang akan menganalsis
penelitian ini, selanjutnya penulis sebut sebagai Narasumber 1. Sedangkan Irham
Acho Bachtiar dari praktisi perfilman juga berperan sebagai Narasumber 2 dalam
penelitian ini, sedangkan Narasumber 3 dalam penelitian ini yaitu Naynie
Ardiansyah yang merupakan produser film. Berikut paparan para Narasumber
atas komunikasi non-verbal peran Didi Petet.
Penelitian ini penulis susun dengan melakukan pengembangan dari hasil
wawancara para Narasumber., misalnya saja Narasumber 1 yang menilai bahwa
pada frame dibawah ini
Gambar 4.2
Frame 1 Materi Penelitian
Bahwa ini pada konteks Konotatif menjelaskan bahwa “peran Didi
Petet pada bagian ini menunjukkan pemimpin yang dingin, tanpa perlu
58
pergerakan tangan saat memanggil office boy, apalagi memalingkan tubuhnya
ke arah pintu, terkesan kurang sopan memanggil atau hendak berbicara kepada
orang lain tanpa menghadapkan tubuhnya kepada orang yang diajak
berbicara”, ditanggapi berbeda oleh sutradara film ini yang merupakan
Narasumber ke 2 penelitian ini, sedangkan Narasumber 3 penelitian ini juga
memiliki perfektif sendiri terhadapnya.
Narasumber 2 penelitian ini menilai “Didi Petet merupakan pemimpin
yang selalu berusaha menenangkan suasana dikantornya dengan cara yang
tidak kaku namun santai. Ia juga terlihat tegas namun tidak segan untuk
memasuki ruang karyawannya” sedangkan Narasumber 3 penelitian ini
menanggapi frame ini dengan statement “Didi Petet adalah seorang pemimpin
yang terlihat dingin dengan caranya yang memanggil office boy hanya dengan
suara yang diperkeras” Sehingga jelas sekali bahwa penafsiran terhadap citra
dalam sebuah film dapat multy tafisr dimata penonton. Sementara tanggapan utuh
atas frame ini oleh ketiga Narasumber, penulis muat dalam lampiran penelitian
ini, termasuk didalamnya tanggapan atas Denotatif , Konotatif dan Mitos.
Semakin banyak penulis mengajukan pertanyaan atas penelitian ini,
semakin lain tanggapan para Narasumber terhadap frame-frame yang penulis
ajukan kepada para Narasumber. Misalnya saja tanggapan Konotatif menurut
para Narasumber atas frame dibawah ini yang menggambarkan bagaimana Didi
Petet menunjuk dengan tangan kiri.
59
Gambar 4.3
Frame 2 Materi Penelitian
Saat hal tersebut ditanyakan kepada Narasumber 1, penulis mendapat
respon yang sinis. Narasumber 1 menjawab pertanyan penulis dengan keterangan
“Konteks Konotatif maka peran Didi Petet pada bagian ini menunjukkan
pemimpin yang tidak mau tahu, menunjukkan tidak lebih tinggi dari bahunya,
menunjukkan dengan tangan kiri, tidak melihat kepada orang yang
diperintahkan, sombong sekali rasanya melihat pemimpin yang seperti ini”.
Anehnya Narasumber 2 yang merupakan sutradara pada film ini juga mengakui
arogansi aktor, padahal, yang menyutradarai film tersebut adalah Narasumber 2
sendiri, berikut petikan wawancara penulis dengan Narasumber 2, terkait dengan
frame diatas “Konteks Konotatif nya Didi Petet pemimpin yang arogan namun
santai dalam memberi perintah kebawahan. Ia nampak tidak terlalu suka banyak
bicara dan dia sadar betul bahwa dia adalah pemilik perusahaan itu jadi dia
berhak memerintahkan apapun pada bawahannya” Narasumber 3 yang
merupakan produser film ini menilai Konotasi dari frame ini justru dengan
60
paradigma positivisme / kontruktivisme, disaat yang lain menilainya dengan
kritikisme, tanggapan Narasumber 3 adalah sebagai berikut, “peran Didi Petet
menunjukan sebagai pemimpin yang menyerahkan segala urusan kepada
bawahan yang disuruhnya, yang ia ingin tahu hanya pekerjaan tersebut cepat
dikerjakan dan diselesaikan”.
Kondisi semakin runyam katika penulis berusa menggabung-gabungkan
tanggapan ketiga Narasumber yang penulis wawancarai masing-masing dalam
waktu yang berbeda. Penulis menemukan keunikan dari ketiga Narasumber ini
ketika mempertanyakan frame yang dibawah ini.
Gambar 4.4
Frame 3 Materi Penelitian
Kata “jijik”menjadi statement yang sama dalam kacamata para
Narasumber, sebagai buktinya berikut penulis muat patikan wawancara tersebut.
Narasumber 1 mengatakan “Didi Petet pada bagian ini menunjukkan ke”jijik”an
terhadap sesuatu, berusaha menghindar, apalagi dengan dagu yang ditarik
kedalam merapat ke arah dada, dahi yang dikerutkan sedikit sambil melihat
61
kepada sesuatu yang menjijikan itu, menunjukkan sebagai sikap yang takut”.
Keterkejutan penulis saat mengetahui Narasumber 2 juga menilai “Didi Petet
sangat jijik sekali dengan kecoak atau serangga namun ia berusaha
menutupinya dihadapan karyawannnya, untuk menjaga wibawanya meskipun
tetap tak bisa dibohongi dari Ekspresinya”. Sensasi pernelitian ini semakin
menarik ketika Narasumber 3 juga mengatakan “jijik” dalam konteks Denotatif
maupun Konotatif , “konteks Denotatif adalah Didi Petet terlihat terkejut,
sedikit takut dan “jijik” terhadap kecoak yang jatuh tepat dihadapannya
sedangkan konteks Konotatif nya Didi Petet masih berusaha menutupi
ketakutakan dan rasa “jijik”nya di depan bawahannya. Tetapi tetap terlihat
ekspresi takutnya”. Sehingga penulis juga yakin bahwa tafsiran penonton bisa
juga sama dalam menanggapi pesan komunikasi non-verbal aktor dalam film.
Sementara tanggapan utuh atas frame ini oleh ketiga Narasumber, penulis muat
dalam lampiran penelitian ini, termasuk didalamnya tanggapan atas Denotatif ,
Konotatif dan Mitos.
Kata “tidak suka” muncul dalam argumentasi Narasumber 1, dalam
menanggapai frame berikut.
Gambar 4.5
Frame 4 Materi Penelitian
62
Narasumber 2 menggunakan kata “kesal dan ingin memarahi” sedangkan
Narasumber 3 menggunakan kata “marah” ketika frame ini penulis sodorkan
kepada mereka dalam waktu dan tempat yang berbeda.
Gambar 4.6
Frame 5 Materi Penelitian
Biasanya statement-stament negatif penulis temukan saat mewawancari
pada konteks Konotatif , namun untuk frame ini penulis memperoleh statement
yang cenderung negatif pada konteks Denotatif , yang biasanya dala wawancara
sealu ditanggapi dengan paradigma positifisme atau konstruktifisme. Berikut
statement Narasumber 1 “Pada konteks Denotatif peran ini menunjukkan
ketidak sukaan sikap dari seorang pemimpin dari sikap anak buahnya”.
Narasumber 2 “Konteks Denotatif nya Ia sangat kesal dan ingin memarahi OB
nya itu”. Sedangkan Narasumber 3 “Konteks Denotatif nya adalah Didi Petet
sebagai atasan sangat marah dan tidak menyukai perlakuan dari
bawahannya”sehingga penulis yakin sekali bahwa Denotatif tidak selalu
63
bernada positifisme / kontruktifisme, bisa juga bernada negatifisme/ kritikisime /
destrutifisme.
Namun ada juga tanggapan para Narasumber yang berbeda jauh satu
dengan yang lainnya, contohnya ketika penulis mengajukan frame berikut.
Ketiga Narasumber dalam konteks Mitos menafsirkan frame ini dengan
pandangan yang saling bertolak belakang, berikut statement Narasumber 1
“Konteks Mitos maka menyimpulkan peran Didi Petet sebagai pemimpin sudah
mulai acuh dan ingin keluar dari kondisi ini”. Narasumber 2 lain lagi “Konteks
Mitosnya Ia seorang yang ambisius dan sangat mempunyai ego tinggi sehingga
semuanya harus mengikuti keinginan hatinya. Jika lagi serius maka yang lain
pun harus ikut serius. Di lain waktu mungkin saja dia sebenarnya suka bercanda
terlihat dari sikap OB nya yang friedly padanya secara santai. Namun kali ini
dia sedang ingin serius”. Narasumber 3 argumentasinya sebagai berikut
“Konteks Mitos adalah ia ingin segera masalahnya dengan office boy tersebut
cepat selesai dan berharap office boy tersebut cepat pergi sehingga ia bisa
menyelesaikan urusannya yang jauh lebih penting”. Sehingga semakin pasti
bahwa perbedaan tafsir pasti terjadi dalam penilaian orang atas sebuah karya
film. Sementara tanggapan utuh atas frame ini oleh ketiga Narasumber, penulis
muat dalam lampiran penelitian ini, termasuk didalamnya tanggapan atas
Denotatif , Konotatif dan Mitos.
Ada hal yang tidak lazim dalam sebuah hubungan kerja di kantor, dan
ironisnya penilaian ini keluar justru dari mulut sutradara yang merupakan
Narasumber 2 dalam penelitian ini tarkit dengan frame berikut.
64
Gambar 4.7
Frame 6 Materi Penelitian
Narasumber 2 mengatakan “Konteks Mitosnya Didi Petet seorang
pemimpin yang merakyat, ia tak segan segan datang ke ruang karyawannya
untuk menyampaikan sesuatu. Padahal selama ini seorang bos pasti memanggil
karyawannya keruangannya jika ada yang ingin disampaikan” Sedangkan
Narasumber 1 mengatakan “Konteks Mitos maka menyimpulkan peran Didi
Petet sebagai pemimpin penuh permaslahan, banyak kerjaan, dan perlu
bersegera menyelesaikan sesuatu atau menyampaikan ssuatu” Narasumber 3
mengatakan “Konteks Mitosnya didi petet terlihat segera ingin menyelesaikan
masalah yang ingin disampaikannya karena ia merasa masih banyak pekerjaan
lain yang tidak kalah penting sedang menunggunya”. Ironis memang ketika film
dibuat oleh sutradara yang mungkin dinilainya kurang natural, namun
dipaksakan juga, sehingga semakin dalam wawancara penulis terhdap film ini,
semakin ketahuan kualitas filmnya, ini baru wawancara terhadap peran aktor
pembantu pria penulis bisa memperoleh data demikian, bagaimana bila
penelitian ini membongkar komunikasi non verbal aktor utama, sudah barang
65
tentu sangat panjang hasil penelitian ini. Sementara tanggapan utuh atas frame
ini oleh ketiga Narasumber, penulis muat dalam lampiran penelitian ini,
termasuk didalamnya tanggapan atas Denotatif , Konotatif dan Mitos.
Pada frame berikut, bisa terlihat bahwa penonton ada yang memiliki
sensasi yang begitu liar, ada pula yang tidak, buktinya adalah tanggapan
Narasumber 1 pada frame berikut
Gambar 4.8
Frame 7 Materi Penelitian
Tanggapan Narasumber 1 “Konteks Konotatif maka peran Didi Petet
pada bagian ini menunjukkan sikap menggoda, nakal, kepala sedikit
mendengkleng ke kanan terkesan gemas dengan lawan bicaranya, tangan
diletakkan diatas meja sebagai pelampiasan kegemasannya, dan bagian bawah
tubuhnya berbenturan dengan ujung meja sebagai pemicu sensasi
kegemasannya”, bertolak belakang dengan asumsi Narasumber 2 terhadap frame
ini yang mengatakan “Konteks Konotatif nya ada sesuatu yang tidak sesuai
keinginannya dari lawan bicaranya namun ia mencoba memahaminya meskipun
hatinya menolak” dan Narasumber 3 yang mengatakan “Konteks Konotatif
66
adalah mengingat bahwa pesan yang ingin disampaikan adalah bersifat sangat
penting dan serius jadi ia tidak ingin menyampaikannya dengan suasana yang
sangat serius atau cenderung kaku. ia menyampaikannya dengan cara yang
santai bahkan agak sedikit bercanda sehingga pesan yang disampaikannya pun
tidak mengejutkan karyawannya” Sehingga para sineas diharapkan sangat
berhati-hati dalam melakukan eksplorasi naskah film, sebab bisa sangat jauh dari
harapan sutradara tafsiran penontonnya.
Bagian ini menunjukkan frame yang hampir sama satu dengan yang
lainnya, namun para Narasumber menanggapinya berbeda satu dengan yang
lainnya walaupun framenya satu dengan yang lainnya hampir sama, misalnya
saja tanggapan Narasumber 1 atas 3 frame ini
Tabel 4.2
Frame 8-9-10 Materi Penelitian
Narasumber 1 Narasumber 1 Narasumber 1
Pada Konteks Denotatif
peran ini menunjukkan
bahwa aktor sedang berfikir
menyimak apa yang
disampaikan bawahannya,
Pada Konteks Denotatif
peran ini menunjukkan
bahwa aktor sedang
berargumen atas
pandangannya.
Pada Konteks Denotatif
peran ini menunjukkan
bahwa aktor sambil berfikir
menyimak apa yang
disampaikan bawahannya
67
secara seksama dan detail.
Konteks Konotatif maka
peran Didi Petet pada
bagian ini menunjukkan
sikap tidak suka, mencibir,
enggan memahami kendala
atau permasalahan
bawahannya, kepala
dengkleng ke kanan dengan
malas merespon
argumentasi lawan
bicaranya, mata melirik ke
kanan menyimak dengan
keengganan.
Konteks Mitos maka
menyimpulkan peran Didi
Petet menunjukkan ketidak
sukaannya dengan pendapat
yang disampikan oleh
lawan bicaranya.
Konteks Konotatif maka
peran Didi Petet pada
bagian ini menunjukkan
memerintahkan dengan
penuh tekanan, sambil
memicingkan mata, bibir
bawah sedikit ke kiri
dengan kepala dengkleng
ke kanan, belum lagi letak
kaca mata yang sedikit
kebawah
Konteks Mitos maka
menyimpulkan peran Didi
Petet menyampiakan
perintahnya dengan pasti
dan agar dapat diterima
secara jelas dan pasti
sambil berargumen atas
pandangannya
Konteks Konotatif maka
peran Didi Petet pada
bagian ini sedang merespon
argumentasi lawan
bicaranya, dengan penuh
tekanan,sambil
memicingkan mata dengan
kepala semakin dengkleng
ke kanan.
Konteks Mitos maka
menyimpulkan peran Didi
Petet menunjukkan tekanan
kuat atas pendapatnya yang
disampikan kepada lawan
bicaranya dengan perintah
pasti dan agar dapat
diterima secara jelas dan
pasti
Narasumber 2 Narasumber 2 Narasumber 2
K : Konteks Denotatif nya
ia orang yang serius
Konteks Denotatif nya Ia
terlihat meremehkan lawan
Konteks Denotatif nya ia
kurang yakin dengan lawan
68
terhadap lawan bicaranya
Konteks Konotatif nya ada
sesuatu yang tidak sesuai
keinginannya dari lawan
bicaranya namun ia
mencoba memahaminya
meskipun hatinya menolak.
Konteks Mitosnya ia orang
yang menerima argument
karyawannya sebagai
curhat meskipun tetap saja
ia menginginkan
kesimpulannya bahwa
dialah yang paling benar.
bicaranya karena merasa
posisinya lebih berhak
didengar
Konteks Konotatif nya ia
tidak ingin banyak dibantah
dan baginya sebuah
perintah adalah wajib
dilaksanakan. Terlihat
ketegasan dan kengototan
dalam berbicara disini.
Seperti memberi penekanan
yanglebih tegas.
Konteks Mitosnya ia agak
sedikit emosional dalam
menyampaikan sesautu
sekalipun dengan gaya
yang dingin.
bicaranya dan ia sangat
ingin meyakinkannya lagi
Konteks Konotatif nya ia
sedang mencoba
mendalami apa yang
dirasakan lawan biacranya.
Ia merasa ada sesuatu yang
tidak dipahami lawan
biacaranya sehingga perlu
ketegasan untuk
mengakhirinya.
Konteks Mitosnya ia
merasa mengalami
kesulitan komunikasi
sehingga harus berfikir
bagaimana caranya agar
pesannya dapat diterima
lawan bicaranya
Narasumber 3 Narasumber3 Narasumber 3
Konteks Denotatif nya
adalah seorang atasan yang
sedang mencermati dan
mendengarkan
Konteks Denotatif nya
adalah ia sedang berbicara
kepada karyawannya yang
menolak akan tugas yang
Konteks Denotatif nya
adalah ia tidak yakin
dengan dengan alasan yang
diberikan oleh
69
karyawannya yang sedang
berbicar
Konteks Konotatif peran
didi petet pada bagian ini
terlihat tidak suka dan tidak
menerima pernyataan atau
penolakan dari
karyawannya.
Konteks Mitos
menyimpulkan bahwa didi
petet dalam perannya
merasa bahwa ia yang
harusnya paling benar dan
pasti selalu benar.
akan diberikan kepadanya
Konteks Konotatif nya
adalah peran Didi Petet
dalam bagian ini terlihat
bahwa ia tidak mau
dibantah dan baginya
perintah adalah perintah
yang harus dilaksanakan.
Konteks Mitosnya adalah
peran Didi Petet dalam
bagian ini menyampaikan
suatu pesan dengan sangat
pasti agar karywan yang
menerima pesan tersebut
menjadi mengerti dan jelas.
karyawannya sehingga ia
mencoba ingin meyakinkan
lagi.
Konteks Konotatif adalah
Didi Petet dalam perannya
ingin lebih menegaskan
kepada karyawannya yang
dirasa masih kurang paham
akan maksudnya.
Konteks Mitos nya adalah
peran Didi Petet pada
bagian ini memberikan
tekanan yang sangat kuat
sehingga menimbulkan
keharusan untuk
karyawannya agar
menerima apa yang
diperintahkan.
70
Pada adegan ini sepertinya sutradara sebagai Narasumber 2 ingin menyampaikan
konsepnya, yang menurut para Narasumber yang lain ditanggapi berbeda.
Gambar 4.9
Frame 11 Materi Penelitian
Berikut ini penulis paparkan tanggapan Narasumber 2 “Konteks
Denotatif nya ia memberikan gimmick tertentu sebagai pertanda bahwa sesuatu
yang diucapkannya ini adalah hal baru yang beda dari yang biasa diucapkan
selama ini. Konteks Konotatif nya ia ingin menghibur karyawannya yang
ketakutan dengan daerah tersebut sehingga memberikan support secara
emosional. Tepuk tangan adalah symbol sebuah kegembiraan jadi ia mengharap
dengan menyebut papua sambil bertepuk tangan maka karyawannya akan
gembira karena mendapatkan sebuah sensasi baru yang selama ini tak pernah
diberikan padanya. Konteks Mitosnya tepuk tangan bukan berhubungan dengan
kata papua tetapi lebih berhubungan dengan emosional yang terjadi antara Bos
dan karyawan saat itu. Dimana sang karyawan terlihat tidak bersemangat
sedangkan si bos menggebu gebu dengan gayanya yang dingin berusaha
menyemangati. Jadi tepuk tangan dan nama papua dimaksudkan si bos untuk
71
memberikan nilai surprise dan sebuah penghargaan namun karyawannya malah
menolak itu”. Narasumber 1 menyatakan “Pada konteks Denotatif peran ini
menunjukkan aktor pesan yang disampaikan penuh unsur budaya atau latar
belakang religius dari pesan tersebut yang disampikannnya yaitu “papua”.
Konteks Konotatif maka peran Didi Petet pada bagian ini sangat tidak
nyambung dengan pesan yang disampaikannya yaitu “papua”, tidak ada
hubungan yang signifikan antara tepukan tangan dengan papua, sehingga
sangat tidak tepat menggunakan “gimmick” tepuk tangan sebagai komunikasi
non verbal atas budaya papua. Konteks Mitos maka menyimpulkan peran Didi
Petet menunjukkan tidak punya referensi pelambang komunuikasi non verbal
atas budaya papu”. Narasumber 3 argumentasinya “Konteks Denotatif nya
adalah Didi Petet dalam perannya memperlihatkan bahwa ia ingin menghibur
karyawannya dengan gaya bertepuk tangannya yang asik. Konteks Konotatif
nya adalah ia ingin menggambarkan kepada karyawannya bahwa papua adalah
daerah yang sangat asik sesuai dengan gayanya bertepuk tangan, bahwa papua
tidak seseram dan semistik yang karyawannya bayangkan. Konteks Mitos
terlihat bahwa didi petet dalam perannya sangat bersemangat dan menggebu-
gebu”. sehingga menuruut penulis, perlu riset yang mendalam saat menggarap
sebuah film terkait budaya suatu masyarakat.
Penulis mencoba menggabung 2 frame, yang berisikan menanggapi
lawan main sambil berjalan.
72
Tabel 4.3
Frame 12-13 Materi Penelitian
Narasumber 1 Narasumber 1
Pada Konteks Denotatif peran ini
menunjukkan aktor tidak mengerti dengan
apa yang disampaikan oleh lawan
mainnya, dan bingung dengan yang
dilakukan oleh lawan mainnya.
Konteks Konotatif maka peran Didi Petet
pada bagian ini aktor tidak peduli dengan
kesulitan lawan mainnya.
Konteks Mitos maka menyimpulkan
peran Didi Petet menunjukkan tidak
kebingungan atas sikap dan kesulitan
lawan mainnya.
Pada Konteks Denotatif peran ini
menunjukkan aktor memiliki kerjaan yang
cukup banyak dan harus bisa berbagi
konsentrasi antara menerima laporan dan
menyimak argumentasi karyawannya yang
lain.
Konteks Konotatif maka peran Didi Petet
pada bagian ini menilai bahwa tugas yang
diberikan harus segera dilaksanakan dan
tidak peduli apakah karyawannya memiliki
kesulitan
Konteks Mitos maka menyimpulkan
peran Didi Petet menunjukkan tidak peduli
dengan kebingungan atas sikap dan
kesulitan lawan mainnya.
73
Narasumber 2 Narasumber 2
Konteks Denotatif nya Didi Petet tidak
peduli dengan kesulitan yang dihadapi
karyawannya
Konteks Konotatif nya Ia tidak ingin
melanjutkan debat bersama karyawannya
karena itu ia memilih jalan kembali
keruangannya meskipun sang karyawan
terus mengejar. Ia pun tidak ingin
menanggapi panjang lebar lagi namun
singkat saja meremehkan. Bahwa apa yang
telah diperintahkan tidak dapat dicabut
kembali
Konteks Mitosnya Ia orang yang sangat
tegas namun cuek. Jika apa yang
diperintahkan harus segera diturutin
apapun alasannya tidak mau diterimanya.
Konteks Denotatif nya ia adalah orang
yang terbiasa menerima sesautu tanpa
banyak basa basi dan ia juga ingin hal itu
terjadi ke karyawannya.
Konteks Konotatif nya ia adalah orang
super sibuk yang selalu moble dan tak
pernah diam ditempat. Sampai sampai
laporan dll dilakukan selalu bukan
diruangannya tetapi dimana saja. Semua
ini sejalan dengan kebiasaannya yang
mendatangi ruangan karyawan dan bukan
memanggil keruangannya. Sebuah tipikal
karakter yang tergambar dari gerak
geriknya. Yakni tipikal santai dan tidak
kaku sebagai seorang bos pada bawahan
dalam hal birokrasi.
Konteks Mitosnya ia tidak terlalu
mempedulikan lawan bicaranya yang terus
mengejarnya. Sama dengan tidak
mempedulikan karyawan yang lain yang
menyerahkan laporan tersebut. Dalam hal
ini sangat cuek dan santai tidak suka
74
dengan sesuatu yang bersifat formil.
Narasumber 3 Narasumber 3
Konteks Denotatif nya adalah Didi Petet
dalam perannya tidak perduli dengan
kecemasan dan apapun yang sedang
disampaikan oleh karyawannya.
Konteks Konotatif dalam perannya didi
petet terlihat meremehkan dan tidak
perduli dan tetap bersikeras bahwa ia yang
paling benar dan sekali lagi bahwa
perintah adalah perintah yang harus
dijalankan
Konteks Mitosnya adalah karyawannya
tetap harus mengikuti perintahnya dan
tidak mau menerima alasan dari
karyawannya
Konteks Denotatif nya adalah peran Didi
Petet tergambar sebagai atasan yang sangat
sibuk namun tetap mampu bersikap santai
dan tenang.
Konteks Konotatif peran didi petet pada
bagian ini adalah ia ingin karyawannya
cepat menyetujui perintahnya dan tidak
ingin mendengar alasan apapun lagi dari
karyawannya.
Konteks Mitosnya adala Didi Petet dalam
perannnya tidak perduli dengan alasan dan
kecemasan karyawannya.
Pada bagian terakhir ini penulis juga akan menggabungkan 2 frame secara
sekaligus, sebab merupakan gambar dalam frame yang serupa, namun maknanya
berbeda dari para Narasumber.
75
Tabel 4.4
Frame 14 – 15 Materi Penelitian
Narasumber 1 Narasumber 1
Pada Konteks Denotatif peran ini
menunjukkan aktor berbalik badan dan
memberikan penegasan atas tugasnnya .
Konteks Konotatif maka peran Didi Petet
sudah tidak kuat lagi dengan arumentasi
penolakan tugas
Konteks Mitos maka menyimpulkan
peran Didi Petet menunjukkan saatnya
memberikan tekanan atas perintahnya.
Pada Konteks Denotatif peran ini
menunjukkan aktor berusaha menjelaskan
bahwa tugas yang diberikan tidak berat,
bahkan justru sangat mudah .
Konteks Konotatif maka peran Didi Petet
berbaik-baik yang sifatnya mencibir
Konteks Mitos maka menyimpulkan
peran Didi Petet menunjukkan menetralisir
emosi yang mungkin ditafsirkan lawan
mainnya.
Narasumber 2 Narasumber 2
Konteks Denotatif nya ia memberikan
kesempatan terakhir pada lawannya untuk
berbicara sebelum ia masuk lift.
Konteks Konotatif nya ia mulai
Konteks Denotatif nya ia menganggap
enteng dan merasa sebagai hal yang lucu
perkataan lawan bicaranya
Konteks Konotatif nya ia berusaha
76
terganggu dengan sikap karyawannya yang
terus mengejarnya. Jadi ia merasa perlu
untuk menegaskan kembali bahwa tidak
ada alasan lagi untuk menolak tawarannya.
Ia juga menegaskan untuk mendengarkan
keluhan terakhir lawan bicaranya.
Konteks Mitosnya ia memastikan untuk
menghentikan gerakan karyawannya yang
terus mengikutinya agar tidak diikuti terus
setelah masuk lift. Tandanya ia ingin
perdebatan itu selesai disitu.
menenangkan dengan cara menghibur dan
bercanada setelah sebelumnya terlalu
serius terus. Ia berharap dengan begitu apa
yang diinginkannya bisa diterima
lawannya yang sebelumnya menolak.
Konteks Mitosnya memberikan sebuah
senyuman dengan bercanda yang
menggampangkan, setelah sebelumnya
serius adalah hal yang dilakukan untuk
memutus keseriusan lawan biacarnya
dengan cara sarkasme. Dengan begitu si
lawan bicara tidak ingin melanjutkan hal
serius lagi padanya.
Narasumber 3 Narasumber 3
Konteks Denotatif nya terlihat bahwa didi
petet dalam perannya berbalik badan dan
kembali menegaskan kepada karyawannya
tentang tugasnya.
Konteks Konotatif nya adalah ia
menegaskan kembali bahwa tidak ada
alasan untuk menolak perintahnya.
Konteks Mitos peran Didi Petet dalam
perannya ia ingin cepat mengakhiri
Konteks Denotatif peran Didi Petet pada
bagian ini adalah didi petet mennganggap
enteng ketakutan dan kecemasan dari
karyawannya
Konteks Konotatif nya adalah Didi Petet
dalam perannya terlihat melunak dan
bercanda kepada karyawannya tetapi tetap
terlihat bahwa perintahnya harus tetap
dijalankan.
77
semuanya dan menegaskan bahwa
perintahnya harus dijalankan.
Konteks Mitosnya adalah Didi Petet
dalam perannya mampu menetralisir
emosinya yang tadinya serius menjadi
agak sedikit bercanda.
Berdasarkan analisa Para Narasumber yang akan menjadi bahan referensi
atas analisa penulis. Maka dengan ini penulis menyimpulkan pada pembahasan hasil
penelitian dibawah ini.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Bahwa dalam kesimpulan ini, kekuatan komunikasi non verbal aktor dalam
film lost ini papua, khususnya didi petet, lebih dominan unsur Konotatif nya yang
kuat, kurang ekspresif, dan menunjukkan rendahnya kualitas film Lost In Paua ini.
Pada film ini banyak dipengaruhi oleh energi yang berada pada Mitos penggarapan
film-film murahan. Inspirasi yang digunakan Penulis Naskah dan Sutradara saat
menciptakan karya film ini adalah kurang berbobot. Jadi setelah dianalisa maka film
ini mengandung unsur film yang penggarapannya kurang mendalam, dalam
perspektif mitologi dapat disimpulkan kekuatan Mitos yang berada pada film ini
dapat menjadi inspirasi sineas muda lainnya saat pencipta karya lebih baik.
Adapun yang memperkuat argumentasi penulis adalah bahwa penulis
menemukan bukti berdasarkan analisa terhadap frame film diatas yaitu
ditemukannya bahwa penafsiran terhadap citra dalam sebuah film dapat multy tafisr
dimata penonton. Penulis juga menemukan bahwa tafsiran penonton bisa juga sama
dalam menanggapi pesan komunikasi Non-Verbal aktor dalam film.
78
Sementara terkait teori semilogi Roland Bartes penulis menemukan bahwa
Denotatif tidak selalu bernada positifisme / kontruktifisme, bisa juga bernada
negatifisme/ ktikitsime / destrutifisme.
Pengharapan penulis terhadap sutradara agar tidak memunculkan hal yang
ironis, seperti Ironis memang ketika film dibuat oleh sutradara yang mungkin
dinilainya kurang natural, namun dipaksakan juga, sehingga semakin dalam
wawancara penulis terhdap film ini, semakin ketahuan kualitas filmnya, ini baru
wawancara terhadap peran aktor pembantu pria penulis bisa memperoleh data
demikian, bagaimana bila penelitian ini membongkar komunikasi Non-Verbal aktor
utama, sudah barang tentu sangat panjang hasil penelitian ini.
Belum lagi para sineas diharapkan sangat berhati-hati dalam melakukan
eksplorasi naskah film, sebab bisa sangat jauh dari harapan sutradara tafsiran
penontonnya apalagi terkait pentingnya riset yang mendalam saat menggarap sebuah
film terkait budaya suatu masyarakat.