bab 4 hasil dan pembahasan · 2018-11-09 · fasilitas daur ulang mengirimkan faktur ke produsen...
TRANSCRIPT
54
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, kegiatan yang dilaksanakan pada Tahap I hanya berupa pelaksanaan
survey baik ke industri plastik, kolektor, dan industri recycle plastic, serta meeting internal
untuk membahas data sekunder/studi pustaka. Sedangkan pada Tahap II sudah mulai
masuk ke meeting untuk penyusunan EPR, Roadmap dan desain mini depo meskipun
masih ada beberapa survey yang dilaksanakan.
4.1 Penyusunan Draft EPR
4.1.1 Hasil Studi Literatur dan survey tentang EPR
Menurut Lindhqvist (2000), Extended Producer Responsibility (EPR) adalah:
“a policy principle to promote total life cycle environmental improvements of product
systems by extending the responsibilities of the manufacturer of the product to various
parts ofthe product’s life cycle, and especially to the take-back, recovery and final
disposal of the product”
Berdasarkan pelaksananya, ada dua macam tanggung jawab produsen, yaitu:
1. Tanggung jawab individu jika produsen mengambil tanggung jawab end-of-life
management untuk produk mereka sendiri.
2. Tanggung jawab bersama/kolektif daripada produsen dengan produk yang sama
bersama-sama memenuhi tanggung jawabnya untuk end-of-life management atas
produk mereka apapun merknya.
55
Contoh aplikasi penerapan Tanggung jawab individu
1. Pembedaan ketika mengumpulkan dari konsumen akhir
Tabel 4.1 Contoh tanggung jawab individu (1): pembedaan merk pada konsumen terakhir
Produk (Negara)
Cara pengumpulan dan pembedaan
Penyusunan dengan Fasilitas - fasilitas Recovery
Cara pembayaran oleh konsumen
Mesin – mesin fotokopi (JP)
Diambil kembali oleh produsen atau perusahaan penyedia jasa
Direcovery oleh fasilitas perusahaan sendiri
Biaya internal
Komputer bekas di perkantoran (NL, CH, JP). EEE profesional skala besar (SE)
Diambil kembali oleh produsen / pihak kontraktor
Produsen membuat kontrak langsung dengan pendaur ulang. Dalam kasus CH, pendaur ulang harus mempunyai izin dari lembaga penanggungjawab perusahaan (PRO).
Di Internalisasi dalam harga produk baru (NI, SE), biaya pemberian uangmuka rata-rata yang terlihat (CH), Pengguna terakhir yang membayar (JP)
Peralatan ICT (SE, NO)
Diambil kembali dari kantor oleh perusahaan perantara. Pendirian titik pengumpulan pemisahan untuk rumah tangga oleh perusahaan perantara.
Perusahaan perantara peduli terhadap recovery atas permintaan produsen
Biaya internal
Komputer dari rumah
Dikirim kembali ke produsen melalui
direcovery di fasilitas perusahaan sendiri
Produk lama : pengguna terakhir
56
tangga (JP)
layanan pos yang membayar, Produk baru : biaya uang muka pembuangan rata-rata yang terlihat
Mobil (SE, terjual setelah 1998)
Pengguna terakhir membawa mobil ke pihak bongkarpasang yang dikontrak oleh produsen masing-masing
Produsen membuat kontrak dengan pendaur ulang. Perusahaan asuransi mempunyai kontrak dengan produsen lainnya dan pihak pendaur ulang untuk beberapa importir
Internalisasi di harga untuk produk baru
Peralatan rumah tangga skala besar (JP)
Pengumpulan oleh pengecer. Pengguna terakhir membeli tiket pendaur ulang yang dikeluarkan ulang oleh merk masing-masing
Direcovery oleh fasilitas perusahaan sendiri atau produsen membuat kontrak langsung dengan produsen dan pendaur ulang
Pengguna terakhir yang membayar
Baterai untuk urusan bisnis
Dikumpulkan oleh pengguna di dealer tertentu
Produsen membuat kontrak dengan pendaur ulang
Biaya internalisasi untuk kuantitas besar, Pengguna terakhir yang membayar
*CH = Swiss, JP = Jepang, NL = Belanda, NO = Norwegia, SE = Swedia
57
2. Tabel 4.2 Contoh tanggungjawab individu secara fisik dan pendanaannya (3): pembedaan merk pada pengepul perantara
Produk (negara)
Cara Pembedaan Penyusunan dengan Fasilitas - fasilitas Recovery
Cara pembayaran oleh konsumen
Mesin-mesin kopi (CH)
Dipisahkan dari selain WEEE oleh retailer, disusun oleh lembaga penanggungjawab perusahaan (PRO)
direcovery di fasilitas perusahaan sendiri
Biaya uang muka pembuangan rata-rata yang terlihat
Peralatan ICT (SE, NO)
Penyortiran pada titik pengumpulan pemisahan oleh perusahaan perantara atas permintaan
Perusahaan perantara memberi jaminan recovery atas permintaan produsen
Biaya internal
Peralatan rumah tangga skala besar (JP)
Retailer, pemerintah kotamadya dan lembaga resmi yang ditunjuk membawa produk yang dibuang ke dalam dua regional stasiun pengumpul berdasar merk
direcovery di fasilitas perusahaan sendiri atau produsen membuat kontrak langsung dengan produsen lain dan pendaur ulang
Pengguna terakhir yang membayar
CH = Swiss, JP = Jepang, NO = Norwegia, SE = Swedia
58
3. Tabel 4.3 Contoh tanggungjawab individu secara fisik dan pendanaannya (3): pembedaan merk pada fasilitas recovery
Produk (negara)
Perbedaan cara Penyusunan dengan Fasilitas - fasilitas Recovery
Cara pembayaran oleh konsumen
Peralatan ICT (NL, hingga akhir 2002)
Nama – nama jenis dan berat masing – masing produk didata
PRO membuat pengaturan secara keseluruhan.
Biaya internal
Peralatan rumah tangga skala besar (JP)
Daftar mengenai kandungan yang melekat pada setiap produk yang membedakan nama merk dan model dari masing-masing produk
Fasilitas daur ulang mengirimkan faktur ke produsen masing-masing sesuai dengan jumlah produk yang dibuang yang didaur ulang.
Pengguna terakhir yang membayar
Peralatan ICT (CH)
Sampling secara berkala dilakukan untuk mengetahui jumlah rata-rata produk yang diambil dari merk masing-masing
PRO membuat pengaturan secara keseluruhan. Produsen membayar sebanding dengan jumlah produknya ke PRO.
Biaya uang muka pembuangan rata-rata yang terlihat
CH = Swiss, JP = Jepang, NL = Belanda
Biaya-biaya yang akan muncul untuk end-of-life management:
1. Biaya tenaga kerja pada sector recycle (berapa lama waktu yang diperlukan
untuk membongkar produk)
2. Pendapatan yang diharapkan dari hasil recycle
3. Biaya pembuangan sisa recycle (untuk material yang tidak bisa direcycle/biaya
untuk pemakaian kembali suatu bahan)
59
Hasil Kajian & survey :
! Masyarakat pada umumnya tidak tahu tentang keberadaan PBDEs didalam produk/
barang-barang yang mereka konsumsi
! Pemulung/pengepul limbah plastik belum mengetahui keberadaan PBDEs dalam
limbah kemasan atau produk plastik
! Limbah-limbah plastik yang kemungkinan mengandung PBDEs seperti jenis ABS
dan HIPS (high impact poly styrene) kurang laku dijual (di recycle), sehingga
banyak digunakan sebagai bahan bakar (energy recovery) atau ditimbun (landfill)
! Perusahan-perusahan produsen plastik pada umumnya tidak mengetahui
keberadaan atau penggunaan PBDEs, khusunya Perusahaan yang menggunakan
fire retardant
! Perusahaan-perusahan yang memproduksi plastik atau yang menggunakan plastik
sebagai kemasan atau produknya sangat tidak terbuka pada penggunaan additif,
fire retardant yang mereka gunakan.
! Data sekunder keberdaan PBDEs didalam fire retardant sangat minim.
! Harga jual limbah plastik yang ditengarai mengandung PBDEs seperti ABS dan HI
sangat rendah dibanding dengan jenis plastik yang lain, sehingga jenis plastik ini
kurang begitu laku, dan akhirnya banyak digunakan sebagai bahan bakar pada
pembakaran batu bata dan untuk ditimbun (lanfill).
! Contoh penerapan EPR di berbagai Negara dapat dilihat pada Tabel 4.4.
60
Tabel 4.4. Penerapan EPR di berbagai negara
Negara Tahun kebijakan Output
China 2003 ! Membuat dan mengaplikasikan EPR
secara nasional untuk limbah
elektronik (WEEE)
! Memberikan panduan teknik/SOP
untuk proses pemisahan limbah
elektronik (Technical
demonstration)
! Memberikan contoh proses daur
ulang (Recycle demonstration)
! Menyusun katalog limbah elektronik
apa saja yang harus direcycle
! Meningkatkan kesadaran masyarakat
akan bahaya POPs melalui: website,
pameran, dan surat kabar, serta ke
pelajar
! Adanya subsidi dari pemerintah
terhadap perusahaan yang telah
memenuh kualifikasi untuk
mengolah limbah elektroniknya.
! 5000 ton CRT di recycle setiap
tahunnya.
! Sekitar 300.000 ton plastic/resin
yang mengandung BFR di proses
! Meningkatkan kesadaran public
tentang daur ulang limbah elektronik
yang ramah lingkungan ( e-waste
green recycling)
! 109 perusahaan telah bergabung
untuk melaksanakan EPR terhadap
limbah elektroniknya
! Daur ulang limbah elektronik China
mencapai 28% pada tahun 2015 dan
merupakan urutan kedua di dunia
setelah Eropa.
! Dari 2013-2016 total limbah
elektronik yang didaur ulang
mencapai 10.000 ton
Korea 2003 ! Program daur ulang plastik
! Kebijakan “Extended Producer
Responsibility” (EPR) dari
pemerintah mewajibkan
perusahaan dan importir untuk
mendaur ulang sebagian dari
produk mereka
! prinsip pengotor membayar adalah
prinsip di mana pihak pencemar
membayar dampak akibatnya ke
lingkungan. Sehubungan dengan
pengelolaan limbah, ini umumnya
Lima tahun setelah kebijakan EPR ini
diluncurkan yaitu pada 2003, sebanyak
6,067 juta ton sampah berhasil didaur
ulang dengan manfaat finansial
mencapai lebih dari US $1,6 miliar.
Pada 2008, sebanyak 69.213 ton produk
plastik berhasil didaur ulang, membawa
manfaat ekonomi sebesar US$69 juta.
Selain itu, dalam masa empat tahun
penerapan EPR (2003-2006), sistem ini
berhasil menciptakan 3.200 lapangan
61
merujuk kepada penghasil sampah
untuk membayar sesuai dari
pembuangan
kerja baru .
Manfaat EPR terhadap lingkungan juga
tak kalah besarnya. Dengan mendaur
ulang produk-produk yang ditentukan
oleh EPR, Korea berhasil mengurangi
emisi karbon dioksida rata-rata 412.000
ton per tahun. Sistem EPR juga berhasil
mencegah terciptanya 23.532 ton emisi
gas rumah kaca dari pembuangan dan
pembakaran sampah plastik.
Thailand 2007 Beberapa kebijakan administrative
Thailand terkait EPR:
6. Rencana Nasional Produksi Bersih
dan Teknologi Bersih, bertujuan
untuk meningkatkan produksi
bersih di semua sector termasuk
industri untuk mengurangi limbah
dan pencemaran
7. Rencana Nasional Pengelolaan
Limbah Terpadu, mengarahkan
kepada pengurangan timbulan
sampah termasuk pemilahan dan
pemanfaatan limbah
8. Rencana Strategi Limbah
Elektronik, bertujuan untuk
peningkatan sistem pengumpulan,
pemilahan dan pengelolaan yang
tepat untuk limbah elektronik.
Kebijakan ini juga mengenalkan
prinsip bahwa pihak yang
mencemari yang harus membayar
(Polluter Pays Principle) dan
mencakup tanggung jawab
produser, importir dan konsumen
9. Draft Rencana Strategi Kemasan
dan Pengelolaan Limbah
Faktor Penentu Pelaksanaan EPR di
Thailand adalah:
1.Penghematan operasional. Konsep
EPR dapat menghasilkan penghematan
pada operasional suatu produksi. EPR
dapat meningkatkan efisiensi dan
mengurangi biaya pada tahap produksi
termasuk peningkatan rancangan
produk, penghematan bahan baku,
pengurangan limbah dari proses
produksi dan biaya pengelolaan
lingkungan. Sebagai tambahan,
dampak lingkungan pun dapat
ditangani. Pengambilan keputusan dan
strategi oleh pihak yang berwenang
menjadi hal yang sangat menentukan
dalam pencapaian keberhasilan EPR di
atas. Penerapan EPR yang tepat dapat
meningkatkan produksi bersih yang
dapat memberikan penghematan
operasional bagi suatu perusahaan
juga mampu memberikan daya saing
tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang bergerak di bidang
serupa. Selain itu, juga dapat
mengurangi resiko masalah kesehatan
62
Kemasan, bertujuan untuk
mengurangi sampah dari kemasan
dan mencakup rancangan,
produksi, pemakaian, penanganan
dan pembuangan kemasan
10. Draft Kebijakan Peningkatan
Pengelolaan Limbah Berbahaya
dari Produk Bekas Pakai, bertujuan
untuk mengurangi dampak dari
limbah berbahaya dengan
penerapan sistem penambahan
biaya kepada produsen untuk
produk tertentu, menyusun sistem
pembelian kembali (buy-back
system) dan penetapan biaya yang
diperlukan untuk mengatur seluruh
pendanaan pengelolaan limbah
berbahaya dan barang bekas pakai.
Kebijakan ini ditetapkan bersama
Kementerian Keuangan karena terkait
dengan masalah pendanaan negara
pekerja sebagai benefit tambahan bagi
suatu perusahaan.
2.Persaingan di pasar internasional.
Perhatian terhadap faktor lingkungan
semakin meningkat pada kegiatan
perdagangan terutama di pasar
internasional. Faktor lingkungan harus
dikelola dengan baik karena saat ini
sudah menjadi suatu peraturan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan
dalam perdagangan.
3.Citra produk dan izin operasional.
Fokus pada bisnis tanpa
memperhatikan faktor lingkungan
akan dapat merusak reputasi
perusahaan karena saat ini masyarakat
semakin menyadari pentingnya
tanggung jawab lingkungan. Hal ini
pun semakin menambah kesempatan
suatu produk untuk bersaing dengan
produk lain dan memiliki nilai lebih
dari produk yang lain.
4.Kebijakan dari perusahaan induk.
Penerapan EPR dapat menjadi lebih
luas dengan adanya kebijakan dari
perusahaan induk yang dapat
mempengaruhi dan memaksa
perusahaan di bawah mereka untuk
lebih meningkatkan tanggung jawab
lingkungan
5.Sektor daur ulang informal. Sektor ini
memegang peran yang juga sangat
penting dalam pengelolaan limbah di
Thailand. Para pekerja di sektor ini
menjadi pihak yang menjadi penyedia
bahan pada pasar daur ulang yang ada
63
Uni
Eropa
1994 ! The EU Packaging Waste
Directive of 1994 established
collection and recycling targets for
Member States (94/62/EC)
! The EU adopted Directives
implementing EPR for End-of-Life
Vehicles (2000/53/EC) in 2000
! Waste Electrical and Electronic
Equipment (WEEE) (2002/96/EC)
in 2003 and Batteries in 2006
(2006/66/EC) through a revision to
the original 1991 Batteries
Directive)
! WEEE Directive underwent its
first major Recast in 2012
(2012/19/EU)
Canada 2006 ! Pada bulan Desember 2006,
Environment Canada dan
Kesehatan Kanada menerbitkan
Strategi Manajemen Risiko bagi
PBDEs dengan tujuan mengurangi
konsentrasi PBDEs di lingkungan
Kanada untuk tingkat serendah
mungkin
! Pada bulan Juli 2008, Pemerintah
Kanada menerbitkan bifenil
Diphenyl Ether Peraturan untuk
melindungi lingkungan Kanada
dari risiko yang terkait dengan
difenil eter bifenil (PBDE) dengan
mencegah pembuatan mereka dan
membatasi penggunaannya di
Kanada, sehingga meminimalkan
pembebasan mereka ke
lingkungan.
! Secara khusus, Peraturan melarang
pembuatan PBDEs di Kanada
! Pada bulan Desember 2006,
PBDEs ditambahkan ke "Daftar
Zat Beracun," membuka jalan
bagi federal untuk menindak
melalui peraturan di bawah
Canadian Environmental
Protection Act (CEPA), 1999.
Selanjutnya, Environment
Canada mengidentifikasi tetra-
sampai hexaBDEs telah
memenuhi kriteria hukum
untuk "penghapusan virtual".
! Sebuah peraturan yang
diusulkan di bawah Canadian
Environmental Protection Act
diperkenalkan pada bulan
Desember 2006. Ecojustice
Canada atas nama David
Suzuki Foundation, Asosiasi
Hukum Lingkungan Kanada
dan Pertahanan Lingkungan
64
(tetraBDE, pentaBDE, hexaBDE,
heptaBDE, octaBDE, nonaBDE
dan congener DecaBDE); dan
melarang penggunaan, penjualan,
penawaran penjualan dan impor
mereka PBDEs yang memenuhi
kriteria untuk penghapusan virtual
bawah Undang-Undang Kanada
Perlindungan Lingkungan 1999
(tetraBDE, pentaBDE dan
hexaBDE congener), serta
campuran, polimer dan resin yang
mengandung zat ini .
mengajukan keberatan dengan
peraturan yang diusulkan
karena gagal untuk melarang
campuran PBDE komersial
yang paling umum - DecaBDE.
Selanjutnya semakin banyak
kelompok yang membukti
secara ilmiah bahwa DecaBDE
memenuhi kriteria untuk
penghapusan virtual di bawah
CEPA. Mereka mendukung
regulasi yang diusulkan untuk
direvisi untuk memasukkan
larangan heptaBDE sampai
DecaBDE yang akan memiliki
efek untuk melarang DecaBDE
pada campuran komersial.
! Peraturan akhir dirilis pada
tanggal 9 Juli 2008 dan, seperti
peraturan yang diusulkan,
melarang pembuatan semua
PBDEs dan impor serta
penggunaan tetra sampai
hexaBDE (bahan dengan
campuran komersial Penta dan
Octa dihentikan) tapi gagal
untuk melarang heptaBDE
sampai DecaBDE dan dengan
demikian DecaBDE masih
digunakan campuran komersial.
! Menteri Lingkungan Hidup
tidak menanggapi Notice of
Objection ('NOO') dari
kelompok lingkungan yang
berpendapat bahwa semua
PBDEs memenuhi kriteria
untuk penghapusan virtual dan
65
harus dilarang di bidang
manufaktur dan impor.
Jika dilihat dari Tabel 4.4, maka perlu segera dibuat peraturan tentang pelaksanaan EPR
terhadap penggunaan PBDE di Indonesia.
Penyusunan Draft EPR
• Implementasi yang efektif dari EPR dapat menghasilkan:
1) Peningkatan desain suatu produk
2) Penggunaan yang optimal daripada produk atau material melalui pengumpulan
dan re-use atau daur ulang.
• Berdasarkan pelaksananya, terdapat dua macam tanggung jawab produsen, yaitu:
Tanggung jawab individu dan tanggung jawab bersama.
• Hal – hal yang harus dipersiapkan dalam penyusunan EPR:
1. Standar recycle
2. Nilai sampah
3. Pasar yang kompetitif
4. Desain insentif
5. Perundang-undangan
6. Implementasi yang sederhana
7. Kerangka koordinasi EPR
• Perlu adanya kerjasama yang baik antara stakeholder untuk menyukseskan EPR.
4.1.2 FGD di Surabaya dan Makassar
Pada pelaksanaan FGD di Surabaya, narasumber diambil dari internal Tim satu orang,
yaitu Dr. Sumarno dan dari luar Tim ada Bapak Rachmat Wijaya dari Balai Teknologi
66
Polimer – BPPT, dan Bapak Kurnia Hanifah yang mewakili UNDP.
FGD yang dilaksanakan pada 17 Januari 2017 di Hotel Santika Premiere Gubeng,
Surabaya dihadiri oleh 30 peserta dengan rincian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Setelah pelaksanaan FGD, peserta menjadi tahu apa itu PBDE, produk plastik apa saja
yang mengandung PBDE, dan apa bahaya dari PBDE.
Tabel 4.5. Daftar Peserta FGD di Surabaya
No Instansi Jumlah peserta
1 PT Maspion Unit II, Surabaya 1
2 PT Garuda Top Plasindo 1
3 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Mojokerto 1
4 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jawa Timur 1
5 Akademisi (UNIPRA, UPN, ITN, ITS) 4
6 UNDP 5
7 Tim ITS 16
8 Bu Nurul (Trowulan-Mojokerto, industri recycle) 1
FGD di Makassar dilaksanakan pada 8 September 2017 di Hotel Aryaduta Makassar
dan dihadiri oleh 42 peserta yang berasal dari:
1. Kemenperin
2. UNDP
3. PT KIMA
4. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi – Propinsi Sulawesi Selatan
5. Bank Sampah Kota Makassar
67
6. PT Semen Tonasa
7. Puslibang IHLH, Kemenperin RI
8. UD. Plastindo
9. UD. Limbah Berkah
10. CV. House of Greenva
11. Plastik Daur Ulang
12. APDUPI
13. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup – Propinsi Sulawesi Selatan
14. Komunitas Pemulung Makassar
15. Yapta U
16. UNDP
17. Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan
18. UMI Makassar
19. UNIFA
Sedangkan narasumbernya adalah sebagai berikut:
1. Dr. Soemarno (ITS) , dengan judul :
PBDE (Polybrominated Diphenyl Ethers) Dampak dan Roadmapnya
2. Ibu Amelia Maran (Ketua APDUPI/ Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik
Indonesia Jabotabek), dengan judul :
Peran dan Tantangan APDUPI Dalam Rangka Mengurangi Dampak Negatif Limbah
Plastik Berbahaya
3. Prof. Dr. Mahfud (ITS), dengan judul :
Extended Producer Responsibility (EPR), Konsep EPR Limbah mengandung
PBDEs
68
4. Ibu Lilih Handayaningrum (Kepala Puslitbang Industri Hijau dan Lingkungan Hidup),
dengan judul :
Kebijakan Kementerian Perindustrian Dalam Pengelolaan POPS – Polybrominate
Diphenil Ether (PBDE) Untuk Mendukung Industri Hijau (Ramah Lingkungan)
Dari hasil diskusi dan tanya jawab, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Diperlukan disosialisasikan ke masyarakat guna pemisahan sampah dari rumah,
antara plastik, bahan organik dan anorganik maupun yang termasuk limbah B3.
2. Perlunya pemberian label pada produk-produk yang mengandung PBDE.
3. EPR sebaiknya masuk atau mengacu pada peraturan induknya, PP 101/ 2014
tentang pengolahan limbah B3.
4.1.3 Konsep EPR
1. Definisi
Extended Producer Responsibility adalah strategi perlindungan lingkungan melalui
penurunan dampak keberadaan PBDEs dari sebuah produk, dengan melibatkan pembuat
produk (produsen) bertanggung jawab atas keseluruhan daur hidup produk dan terutama
untuk mengambil kembali, daur ulang dan Pembuangan akhir produk
EPR adalah strategi yang didisain dalam upaya mengintegrasikan biaya-biaya
lingkungan kedalam proses produksi suatu barang sampai produk ini tidak dapat dipakai
lagi sehingga biaya lingkungan menjadi komponen harga pasar produk tersebut.
! Dengan strategi EPR tersebut, para produsen harus bertanggungjawab terhadap
seluruh life cycle produk dan/atau kemasan dari produk yang mereka hasilkan.
! Perusahaan yang menjual dan/atau mengimpor produk dan kemasan yang
potensi menghasilkan sampah wajib bertanggung jawab, baik secara financial maupun
fisik, terhadap produk dan/atau kemasan yang masa pakainya telah usai.
69
2. Batasan (scope)
! Jenis limbah:
" Limbah elektronik yang berasal dari produk atau kemasan bekas, yang
mengandung PBDEs
" Bahan baku plastik yang berasal dari produk atau kemasan bekas, yang
mengandung PBDEs
! Produsen:
" Produsen elektronik yang mengandung PBDE
" Produsen kabel
" Dan produsen produk-produk yang ditengarahi mengandung PBDE
Dalam menentukan produsen apa saja yang harus melaksanakan EPR terdapat
beberapa kendala, seperti:
1. Perusahaan tidak mau terbuka saat mengisi kuisioner bahwa mereka
menggunakan PBDE atau tidak. Sebagian besar menjawab tidak tahu dan tidak,
meskipun dalam literatur mengatakan bahwa produk tersebut menggunakan
PBDE.
2. Belum adanya hasil analisa laboratorium bahwa produk-produk yang
ditengarahi mengandung PBDE memang betul mengandung PBDE. Sejauh ini
baru ada hasil screening bahwa produk-produk tersebut mengandung brom
(Br).
3. UU & PP terkait EPR
Terkait penanganan sampah oleh produsen, dalam Pasal 14 dan 15 UU 18 Tahun
2008 secara tegas mengamanatkan peran dan tanggung jawab produsen dalam
pengelolaan sampah. Kedua pasal tersebut menjadi landasan hukum bagi Pemerintah
70
untuk menuntut peran dan tanggung jawab produsen dalam upaya pengurangan dan
penanganan sampah, karena produsen, melalui produk dan kemasan produk yang
dihasilkan, adalah salah satu sumber penghasil sampah.
! Pasal 14: Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang
berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada
kemasan dan/atau produknya.
! Pasal 15: Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang
diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Pasal 15 UU No. 18 Tahun 2008 adalah landasan hukum diwajibkannya
(mandatory basis) penerapan extended producer responsibility (EPR) untuk produk atau
kemasan yang akan di proses lebih lanjut. Dalam undang-undang ini terlihat bahwa
pemerintah telah menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak hanya menjadi
kewajiban pemerintah saja. Pelaku usaha, sebagai penghasil sampah memiliki tanggung
jawab dalam mengelola sampah. implementasinya, konsumen dapat me-reimburse atau
meminta pembayaran kembali dari pengeluaran dana awal untuk pembelian suatu
produk yang menyisakan barang tidak bermanfaat seperti sampah plastik. Namun,
sampai sekarang tidak terlihat persiapan perangkat untuk implementasinya.
Meski demikian, hingga saat ini kondisi pengelolaan sampah di Indonesia masih
belum memenuhi harapan. Adanya masalah dalam penampungan sampah, kurangnya
kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya, dan kelemahan
pemerintah dalam mengelola dan mengawasi terutama mengawasi para produsen
produk-produk yang sulit terurai oleh alam, sehingga tidak dapat dipungkiri telah
membuat negara ini penuh dengan sampah. Untuk itu, perlu adanya evaluasi dan
langkah-langkah perbaikan dalam menerapkan Undang-Undang ini.
71
4. Pemangku kepentingan (Stakeholders)
a. Produsen : Assosiasi pengusaha plastik atau importir/distributor, yang berfungsi
sebagai perantara dalam memfasilitasi kepatuhan produsen.
b. Pemerintah/Kementrian : mengeluarkan regulasi, melakukan audit dan
monitoring
c. Pemerintah kota : mengatur dan mengawasi pembentukan titik pengumpulan
(depo) dan proses pengumpulan lokal
d. Operator limbah (pengelola TPS/TPA) : merupakan bagian operasional utama
pelaksanaan EPR
e. Disperindag : yang memiliki daftar produsen dan informasi tentang volume
penjualan , informasi tentang pengumpulan limbah, dan menentukan kewajiban
masing-masing produsen.
f. Pengecer (toko) : memberikan informasi volume penjualan
g. Pengusaha Daur ulang Plastik : Pelaksana daur ulang limbah plastik, perlu
mendapatkan arahan apa dab bagaimana proses daur ulang yang sehat
h. Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) : koordinasi, sosialisasi dan
mengumpulkan, membagi financial yang diperlukan
i. LSM Lingkungan dan perlindungan Konsumen : Pengamat, sosialisasi dan
pemberi masukan.
5. Skenario dan Mekanisme
Terdapat 3 skenario untuk implementasi EPR di Indonesia
! Evaluasi dan manajemen ulang pada proses produksi yang diikuti substitusi fire
retardant yang mengandung PBDEs dengan yang tidak mengandung PBDEs
72
! EPR secara individual dari perusahaan yang bersangkutan: melakukan penarikan
kembali produk dan/atau kemasan yang habis masa pakainya dan dikelola
melalui cara reuse dan recycle, atau dimanfaatkan sebagai sumber energy (take
back, trade in)
! EPR secara kolektif yang terintegrasi dengan EPR untuk Ewaste, dengan insentif
khusus untuk Ewaste yang mengandung PBDEs dengan beberapa kemungkinan :
o Perusahaan memberikan insentif kepada pemulung/pengepul sehingga
produknya bisa kembali ke perusahaan atau dimusnahkan secara benar
o mendelegasikan tanggung jawab tersebut ke pihak ketiga/ Assosiasi/NGO
Gambar 4.1 Mekanisme daur ulang plastik saat ini
Gambar hubungan fabrikan-vendor PBDE-manufakturing, distributor plastik
mengandung PBDE-recycling-dan perusahaan penanganan limbah PBDE,dimana peran
masing masing dalam pengurangan atau minimizing effect PBDE di human life. Dalam
konsep EPR ada pemerintah,vendor dan user. Mekanisme daur ulang plastik saat ini
INCENERATION
LANDFIL
VIRGIN
MATERIAL
P.!CASING
(PP)
P.!
ELEKTRONIK
(IMPORTIR!E)
LIMBAH
(EW)
KONSUMEN
(USER)
PERUSAHAAN
DAUR!ULANG
RECYCLE
MATERIAL
IMPORT
73
ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Skenario 1:
! Perusahaan segera mengganti penggunaan fire retardant yang mengandung PBDEs
dengan bahan retardant lain yang tidak mengandung PBDes
! Import barang elektronik dipersyaratkan tidak mengandung PBDEs
Skenario 2:
! Perusahaan bertanggung jawab mengambil kembali bekas produknya dengan
skema trade in atau take back dengan insentif
Gambar 4.2. Gambar mekanisme skenario II
Skenario 3:
! Perusahaan bertanggung jawab terhadap bekas produknya melalui proses daur
ulang limbah palstik seperti yang sudah berjalan saat ini, dengan memperhatikan
limbah plastik yang mengandung PBDEs.
VIRGIN
MATERIAL P.!CASING
(PP)
P.!ELEKTRONIK
(IMPORTIR!E)
LIMBAH
(EW)
KONSUMEN
(USER)
TAKE
BACK
IMPORT
TRADE
IN
74
! Bentuk perhatian / kontribusi perusahaan adalah mendorong pendauran ulang
produk yang mengandung PBDEs dengan cara pemberian insentif sehingga harga
limbah plastik yang mengandung PBDEs didaur ulang dengan prosedur yang benar,
sehingga mengurangi atau menghilangkan limbah plastik yang dibakar atau
dijadikan urukan (landfill)
Gambar 4.3. Gambar mekanisme skenario 3
Dari ketiga skenario di atas, tidak bisa dibilang skenario mana yang lebih baik.
Karena aplikasinya berbeda satu sama lain. Misalnya untuk skenario yang pertama, ini
lebih ke R&D, ini bisa diaplikasikan ke semua industri yang memakai PBDE. Mereka
harus mencari substitsi atau merubah proses produksinya. Sedangkan untuk skenario yang
kedua, ini bisa dilakukan oleh industri yang sudah mempunyai skema daur ulang
produknya baik sendiri maupun bekerjasama dengan pihak ketiga. Misalnya yang sudah
ada di Indonesia adalah system trade in pada produk-produk elektronik tertentu.
Sedangkan skenario yang ketiga, ini bisa diaplikasikan untuk e-waste yang sudah beredar
VIRGIN
MATERIAL
P.!CASING
(PP)
P.!ELEKTRONIK
(IMPORTIR!E)
LIMBAH
(EW)
KONSUMEN
(USER)
PERUSAHAAN
DAUR!ULANG
RECYCLE
MATERIAL
IMPORT
75
di lapangan, kita tidak bisa memilah-milah berdasarkan merknya tetapi kita bisa
kelompokkan berdasarkan jenisnya. Misalnya tabung TV, kita tidak perlu
mengkelompokkan berdasarkan merk tetapi cukup semua jenis tabung TV dijadikan satu.
Maka semua produsen tabung TV secara bersama-sama bertanggung-jawab akan
e-wastenya tersebut. Jadi ketiga scenario tersebut perlu dilakukan bersama-sama dalam
upaya mengurangi penggunaan dan persebaran PBDE di lingkungan.
Dari ketiga konsep EPR di atas, di beberapa Negara di dunia sudah menerapkan
ketiga skenario tersebut. Untuk di Indonesia, skenario pertama agak sulit dilaksanakan
karena harus mencari lagi flame retardant yang lain dan perlu penelitian jika ingin
mengganti prosesnya. Untuk skenario kedua, agar bisa dilaksanakan diperlukan kesadaran
dan rasa tanggung jawab yang tinggi dari produsen/perusahaan yang melaksanakannya.
Skenario ketiga yang paling memungkinkan untuk dilakukan di Indonesia, karena di
Indonesia terdapat banyak pengepul dan beberapa bank sampah serta pengusaha daur
ulang plastik.
Pendanaan
Kebutuhan keuangan dalam implementasi EPR limbah elektronik ini adalah:
! Biaya pemantauan keberadaan limbah elektronik yang mengadung PBDEs
! Insentif untuk mendorong pemulung/pengepul untuk lebih memperhatikan
limbah elektronik yang mengandung PBDEs
! Biaya-biaya lain yang bersifat sosial untuk penyadaran masyarakat tentang
keberadaan PBDEs dalam produk atau kemasan bekas
Biaya-biaya ini seyogyanya bersal dari perusahaan/vendor yang menjual produk
yang mengandung PBDEs. Besarnya biaya untuk insentif bisa ditentukan dari selisih
perbedaan harga diantara berbagai plastik bekas. Pada tabel dibawah ini contoh harga
76
plastik bekas untuk berbagai jenis plastik.
Dari Tabel 4.6 tampak bahwa harga ABS dan HI lebih rendah dari plastik bekas
seperti PE dan PET. Oleh karena itu diperlukan pemberian insentif sehingga harga HI dan
ABS bisa setara dengan PE atau PET, sehingga pemulung/pengepul akan lebih
memperhatikan limbah plastik ABS dan HI untuk diproses atau dikembalikan ke pabrik
terkait. Gambar 4.4 menunjukkan diagram alir material dan financial dari proses daur
ulang limbah plastik dengan konsep EPR.
Tabel 4.6 Perbandingan harga plastik bekas di pengepul limbah plastik
Jenis Plastik Harga beli Rp/kg Harga Jual
Rp/kg
1. PE 5.000 11.000
2. PP 3.000 7.500
3. HDPE 3.000 7.000
4. P
ET
3.000 6.000
5. HI PS 2.000 3.500
6. ABS 1.500 3.000
7. dll
77
Bulk%
Consumer Consumer
Ewaste
Exchange
Collection%Center
Recycler
Producer%
Responsible
Orgarnization%(PRO)%
Producer/OEMs/
Manufacturers%
Service
Centres
Recycled%
Producer%tie%up%with%PRO
Processing%
TSDF%(Disposal) Material%Flow
Financial%Flow
Gambar 4.4. Diagram alir material dan finansial
78
8. Draft Agreement
Draft kesepakatan antara user, vendor, dan pemerintah tentang EPR di Indonesia yang
dapat digunakan sebagai baseline dalam menyusun peraturan tentang penggunaan PBDE
di Indonesia.
! Pertimbangan yang digunakan adalah :
o UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
o UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN
2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON
PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM
TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN)
o PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74
TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA
DAN BERACUN
! Pemerintah akan mengeluarkan peraturan teknis untuk implentasi EPR limbah
plastik, sedangkan khususnya yang mengandung PBDEs diperlukan usulan dari
masyarakat agar bahaya PBDEs bisa dicegah.
! Perusahaan yang saat ini menggunakan fire retardant yang mengandung PBDE
harus merencankan untuk pengurangan atau penghilangan dengan mengganti
dengan fire retardant yang tidak mengandung PBDEs secara bertahap dalam
jangka 5 (lima) tahun.
! Perusahaan/Industri plastik atau yang menggunakan produk plastik dan sejenisnya,
untuk tidak menggunakan fire retardant yang mengandung PBDEs
79
! Perusahaan yang menggunakan fire retardant tidak mengandung PBDEs agar tetap
menjaga untuk tidak beralih pada penggunaan fire retardant yang mengandung
PBDEs
! Perusahaan yang menggunakan PBDEs dalam kemasan atau produknya supaya
berpartisipasi untuk bertanggung jawab terhadap keberadaan produknya melalui :
o Memberikan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya PBDEs melalui
User manual, atau sosialisasi dalam bentuk lain
o Menarik bekas kemasan atau produk bekasnya secara langsung lewat trade
in atau takeback dari produk bekas yang mengandung PBDEs
o Mengalokasikan data, untuk menfasilitasi atau memberikan insentif kepada
para pemulung/pengepul agar limbah produknya bisa direcycle berupa
pembelian kembali dengan harga yang menarik
! Pasal-pasal dalam penetapan pemberlakukan EPR di Indonesia
o Pasal 1 memuat definisi dari stakeholder, mulai dari pemerintah sampai
pengusaha daur ulang plastik
o Pasal 2 memuat hak, tugas, dan kewajiban masing-masing stakeholder
tersebut.
4.2 Studi Roadmap PBDE di Indonesia
4.2.1 Hasil Studi Literatur tentang Studi Roadmap PBDE
Dari hasil studi literatur melalui meeting-meeting internal menunjukkan bahwa
belum ada informasi jumlah produksi, penggunaan, ekspor dan impor penta- dan
okta-BDE komersial yang diperoleh. Estimasi kumulatif kandungan PBDEs yang
dihasilkan dari perhitungan jumlah impor CRTs ditambah produksi lokal dan dikurangi