bab 3 - red4life | “ngeli ning ojo keli” · web viewitu berarti suatu argumen hanya dapat...

41
BAB II LOGIKA Pada Bab ini akan dikaji tentang pengertian dan jenis logika. Logika sangat terkait dengan pengalaman kebahasaan seseorang, baik dilakukan secara lisan maupun tulisan. Merumuskan sesuatu dengan tepat dan benar diuraikan dalam bagian Definisi. Dibahas juga proposisi dan bentuk proposisi disertai dengan proses penalaran baik secara langsung maupun tidak langsung, dan hukum silogisme. Proses penalaran manusia sering mengalami “kesesatan berpikir” karena adanya pelanggaran terhadap hukum silogisme, karena faktor bahasa, dan karena tidak adanya relevansi antara premis dan kesimpulannya. 2.1 DEFINISI LOGIKA Istilah logika, dari segi etimologis, berasal dari kata Yunani logos yang digunakan dalam beberapa arti, seperti: ‘ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu’ (Poespoprodjo, 1985: 2). Dari situ kemudian diturunkan kata sifat logis yang sudah sangat sering terdengar dalam percakapan kita sehari-hari. Orang berbicara tentang perilaku yang logis sebagai lawan terhadap perilaku yang tidak logis, tentang tata cara yang logis, tentang penjelasan yang logis, tentang jalan pikiran yang logis, dan sejenisnya. Dalam semua kasus itu, kata logis digunakan dalam arti yang kurang lebih sama dengan ‘masuk akal’; singkatnya, segala sesuatu yang sesuai dengan dan dapat diterima oleh akal sehat. Dengan hanya berdasar kepada arti etimologis itu, apa sebetulnya logika masih belum dapat diketahui. Agar dapat memahami dengan sungguh-sungguh hakekat logika, sudah barang tentu orang harus mempelajarinya. Untuk maksud itu, kiranya tepat kalau, sebagai suatu perkenalan awal, terlebih dahulu dikemukakan di sini sebuah definisi mengenai istilah logika itu. Dalam bukunya, Introduction to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika sebagai suatu studi tentang metode- metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan 9

Upload: vanliem

Post on 17-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

BAB IILOGIKA

Pada Bab ini akan dikaji tentang pengertian dan jenis logika. Logika sangat terkait dengan pengalaman kebahasaan seseorang, baik dilakukan secara lisan maupun tulisan. Merumuskan sesuatu dengan tepat dan benar diuraikan dalam bagian Definisi. Dibahas juga proposisi dan bentuk proposisi disertai dengan proses penalaran baik secara langsung maupun tidak langsung, dan hukum silogisme. Proses penalaran manusia sering mengalami “kesesatan berpikir” karena adanya pelanggaran terhadap hukum silogisme, karena faktor bahasa, dan karena tidak adanya relevansi antara premis dan kesimpulannya.

2.1 DEFINISI LOGIKA

Istilah logika, dari segi etimologis, berasal dari kata Yunani logos yang digunakan dalam beberapa arti, seperti: ‘ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu’ (Poespoprodjo, 1985: 2). Dari situ kemudian diturunkan kata sifat logis yang sudah sangat sering terdengar dalam percakapan kita sehari-hari. Orang berbicara tentang perilaku yang logis sebagai lawan terhadap perilaku yang tidak logis, tentang tata cara yang logis, tentang penjelasan yang logis, tentang jalan pikiran yang logis, dan sejenisnya. Dalam semua kasus itu, kata logis digunakan dalam arti yang kurang lebih sama dengan ‘masuk akal’; singkatnya, segala sesuatu yang sesuai dengan dan dapat diterima oleh akal sehat.

Dengan hanya berdasar kepada arti etimologis itu, apa sebetulnya logika masih belum dapat diketahui. Agar dapat memahami dengan sungguh-sungguh hakekat logika, sudah barang tentu orang harus mempelajarinya. Untuk maksud itu, kiranya tepat kalau, sebagai suatu perkenalan awal, terlebih dahulu dikemukakan di sini sebuah definisi mengenai istilah logika itu.

Dalam bukunya, Introduction to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika sebagai suatu studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. (Copi, Irving M. 1976: 3). Dengan menekankan pengetahuan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip, definisi ini mau menggarisbawahi pengertian logika semata-mata sebagai ilmu. Tetapi definisi ini pun tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa seseorang dengan sendirinya mampu menalar atau berpikir secara tepat hanya jika ia mempelajari logika. Namun, di lain pihak, harus juga diakui bahwa orang yang telah mempelajari logika – jadi sudah memiliki pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir – mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berpikir secara tepat ketimbang orang yang sama sekali tidak pernah berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan penalaran. Dengan ini hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat tentang logika tidak hanya memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir tepat, melainkan juga membuat orang yang bersangkutan mampu berpikir sendiri secara tepat dan kemudian mampu untuk membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Ini semua menunjukkan bahwa logika tidak hanya merupakan suatu ilmu (science), tetapi juga suatu seni (art). Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut soal pengetahuan, melainkan juga soal kemampuan atau ketrampilan. Kedua aspek ini berkaitan erat satu dengan yang lain. Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir

9

Page 2: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

harus dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir, dan sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan ketrampilannya dalam berpikir bila ia sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir.

Namun, seperti sudah dikatakan, pengetahuan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir tidak dengan sendirinya memberikan jaminan bagi seseorang agar dapat trampil dalam berpikir. Ketrampilan berpikir itu harus terus-menerus dilatih dan dikembangkan dan untuk itu. mempelajari logika secara akademis, khususnya logika formal sambil tetap menekuni latihan-latihan secara serius, merupakan jalan paling tepat untuk mengasah dan mempertajam akal budi. Dengan cara ini, seseorang lambat-laun diharapkan mampu berpikir sendiri secara tepat dan bersamaan dengan itu mampu pula untuk mengenali setiap bentuk kesesatan berpikir termasuk kesesatan berpikir yang dilakukannya sendiri.

2.2 JENIS LOGIKA

Logika dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek atau sudut pandang. Di antaranya ialah berdasarkan: sumber darimana pengetahuan logika diperoleh, sejarah perkembangan, bentuk dan isi argumen, dan proses atau tata cara penyimpulan.

2.2.1 Sumber

Berdasarkan aspek ini kita mengenal adanya dua macam logika, yakni logika alamiah dan logika ilmiah.

a). Logika Alamiah

Dari nama istilah itu sudah tampak apa maksudnya. Setiap manusia, dari kodratnya, memiliki jenis logika ini justru karena ia adalah makhluk rasional. Sebagai makhluk rasional, ia dapat berpikir. Hukum-hukum logika yang dibawa sejak lahir ini memungkinkan manusia dapat bekerja dan bertindak baik secara spontan maupun disengaja. Dengan perkataan lain, dengan mendasarkan diri pada akal sehat saja, manusia mampu berpikir dan bertindak. Tetapi, hukum-hukum logika ini hanya dapat membantu manusia dalam menghadapi hal-hal keseharian yang bersifat rutin dan sepele. Bila manusia mulai dihadapkan kepada masalah-masalah yang sulit dan kompleks, maka logika alamiah dengan hukum-hukum akal sehatnya sudah tidak dapat diandalkan. Dalam menghadapi masalah-masalah semacam itu manusia dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hukum-hukum, cara-cara, metode-metode bagaimana seharusnya bernalar, sehingga dengan demikian baik proses atau prosedur penalaran maupun kesimpulan yang dihasilkannya, betul-betul terjamin kepastiannya. Untuk maksud itulah manusia membutuhkan logika ilmiah.

b). Logika Ilmiah

Uraian di atas memperlihatkan bahwa kelemahan-kelemahan logika alamiah akan dapat diatasi bila manusia memiliki logika ilmiah. Jenis logika kedua ini mampu membekali manusia dengan prinsip-prinsip, norma-norma, teknik-teknik tertentu, yang apabila dipatuhi secara sungguh-sungguh, maka ketepatan proses penalaran beserta keabsahan kesimpulan dapatlah dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian, berbeda dengan logika alamiah yang didapat secara kodrati, logika ilmiah justru harus diperoleh dengan mempelajari dan menguasai hukum-hukum penalaran sebagaimana mestinya, kemudian dengan menerapkan hukum-hukum tersebut secara terus-menerus agar setiap bentuk kekeliruan penalaran dapat dihindari.

10

Page 3: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

2.2.2 Sejarah Perkembangan

Ditinjau dari segi pertumbuhan dan perkembangannya, logika biasanya dikenal dalam dua jenis, yakni: logika klasik dan logika modern

a). Logika Klasik

Jenis logika ini merupakan ciptaan Aristoteles (384 - 322 seb. M), salah seorang filsuf besar yang hidup di zaman Yunani kuno. Dia adalah orang pertama yang melakukan pemikiran sistematis tentang logika. Karena alasan itu, logika ciptaannya itu disebut juga logika Aristoteles atau logika tradisional. Namun demikian, ia sendiri tidak menggunakan istilah logika, melainkan istilah analitika dan dialektika. Dengan analitika dimaksudkan penyelidikan terhadap argumen-argumen yang bertolak dari putusan-putusan yang benar; sedangkan dialektika adalah penyelidikan terhadap argumen-argumen yang bertolak dari putusan-putusan yang masih diragukan kebenarannya.

Bagi Aristoteles logika bukanlah suatu ilmu di antara ilmu-ilmu lain. Hal ini tampak dari organon – yang berarti ‘alat’ – judul yang ia berikan kepada kumpulan karangannya tentang logika. Menurut dia, logika merupakan alat untuk mempraktekkan ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain, baginya logika adalah persiapan yang mendahului ilmu-ilmu. Baru kemudian, pada permulaan abad III Masehi, Alexander Aphrodisias mulai menggunakan istilah logika dengan arti seperti yang dikenal sekarang. (Bertens, K. 1979: 135 - 6).

Sampai pertengahan abad ke-19 pembicaraan mengenai logika tetap tidak bergeser dari apa yang sudah ditetapkan Aristoteles dalam logika klasik dan tidak mengalami perubahan sedikit pun.

b). Logika Modern

Suatu perkembangan baru dalam logika mulai tampak ketika beberapa ahli matematika Inggris, seperti A. de Morgan (1806 – 1871) dan George Boole (1815 – 1864), mencoba menerapkan prinsip matematika ke dalam logika klasik. Dengan menggunakan lambang-lambang non bahasa atau lambang-lambang matematis, mereka berhasil merintis lahirnya suatu jenis logika lain, yakni logika modern, yang disebut juga logika simbolis atau logika matematis, yang sejak pertengahan Abad ke-19 dibedakan dari logika klasik.

2.2.3 Bentuk dan Isi Argumen

Dengan bertolak dari segi bentuk dan isi argumen, logika dapat dibedakan atas logika formal dan logika material. Logika formal membahas masalah bentuk argumen, sedangkan logika material memusatkan perhatiannya pada masalah isi argumen.

a). Logika Formal

Persoalan mengenai bentuk penalaran yang menjadi pusat penyelidikan dalam logika formal, tidak lain merupakan persoalan yang menyangkut proses penalaran. Dalam hal ini yang dipertanyakan adalah: apakah proses penalaran (dari premis-premis ke kesimpulan) dalam suatu argumen tertentu tepat atau tidak, lurus atau tidak? Bila ternyata proses penalarannya tepat, maka kesimpulan yang dihasilkan pasti tepat juga. Dalam logika formal, argumen seperti itu disebut argumen yang sahih (valid). Jadi, suatu argumen hanya dapat dikatakan sahih dari segi bentuk, bila kesimpulan penalaran tersebut memang diturunkan secara tepat atau lurus dari premis-premisnya atau, dengan perkataan lain, bila kesimpulan yang ditarik itu sungguh-sungguh merupakan implikasi logis dari premis-premisnya. Selain dari itu, bentuk argumen dikatakan tidak sahih. Jelaslah, bahwa yang memainkan peranan kunci bagi sahih atau tidak sahihnya bentuk suatu penalaran adalah premis-premis, yang berfungsi sebagai landasan atau dasar

11

Page 4: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

penyimpulan. Dengan demikian, penataan premis-premis yang keliru dengan sendirinya akan berakibat pada kesimpulan yang keliru pula.

b). Logika Material

Bila logika formal berbicara tentang tepat tidaknya proses penalaran, maka logika material berurusan dengan benar tidaknya proposisi-proposisi yang membentuk suatu argumen. Itu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan) benar, dan itu artinya, bila semua proposisinya itu sesuai dengan kenyataan. Jadi, jika satu saja dari proposisi-proposisi dalam suatu argumen tidak benar, maka argumen tersebut, sebagai satu kesatuan, dari segi isi, dikatakan tidak benar.

Dengan demikian, dalam suatu argumen ada dua persoalan yang harus dibedakan secara tegas: kesahihan bentuk dan kebenaran isi. Pemahaman kita mengenai kedua aspek tersebut kiranya dapat dibantu dengan memperhatikan tabel berikut:

Tabel 1

LOGIKA FORMAL (Bentuk)

ARGUMENLOGIKA

MATERIAL(Isi)

Tidak sahih(1) Semua binatang adalah mahluk hidup.

Semua kucing adalah mahluk hidup.

Jadi, semua kucing adalah binatang.

Benar

Sahih(2) Semua binatang mempunyai sayap.

Semua mobil adalah binatang.

Jadi, semua mobil mempunyai sayap.

Tidak benar

Tidak sahih(3) Semua binatang mempunyai sayap.

Semua mobil mempunyai sayap.

Jadi, semua mobil adalah binatang.

Tidak benar

Sahih(4) Semua binatang adalah mahluk hidup.

Semua kucing adalah binatang.

Jadi, semua kucing adalah mahluk hidup.

Benar

Argumen (1) di atas dari segi isi benar karena semua proposisinya sesuai dengan kenyataan. Tetapi dari segi bentuk, argumen tersebut tidak sahih. Hal itu disebabkan karena kesimpulan "Semua kucing adalah binatang" bukan merupakan implikasi logis dari premis-premisnya. Dengan perkataan lain, kesimpulan "Semua kucing adalah binatang" tidak dapat ditarik berdasarkan fakta bahwa "Semua binatang adalah makhluk hidup" dan bahwa "Semua kucing adalah makhluk hidup".

Sebaliknya, argumen (2) dari segi isi tidak benar karena semua proposisinya tidak sesuai dengan kenyataan. Namun,argumen tersebut, dari segi bentuk, sungguh-sungguh sahih. Atau dapat dikatakan bahwa proses penalaran yang tampak dari argumen (2) itu betul-betul tepat dan lurus. Mengapa? Karena, kalau saja premis-premisnya ("Semua binatang mempunyai sayap" dan "Semua mobil adalah binatang") benar, maka kesimpulan "Semua mobil mempunyai sayap" pasti benar juga. Jadi, proses

12

Page 5: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

penarikan kesimpulan dalam argumen itu tepat sekali; kesimpulan sungguh-sungguh merupakan implikasi logis dari premis-premisnya.

Dari argumen (3) dapat kita lihat bahwa, di samping isinya tidak benar (semua proposisinya tidak sesuai dengan kenyataan), juga bentuknya tidak sahih. Karena atas dasar premis-premis "Semua binatang mempunyai sayap" dan "Semua mobil mempunyai sayap" tidak dapat kita simpulkan "Semua mobil adalah binatang".

Argumen (4) merupakan contoh argumen yang mengandung baik kebenaran isi maupun kesahihan bentuk. Selain proposisi-proposisinya sesuai dengan kenyataan, juga proses penalaran yang tercermin dari argumen tersebut sungguh-sungguh tepat.

Perlu pula ditekankan di sini, bahwa dalam konteks ilmu pengetahuan, setiap argumen yang dibangun harus selalu memperhatikan kedua aspek itu bersama-sama. Setiap argumen ilmiah harus tetap memperlihatkan kesahihan bentuk dan kebenaran isi.

2.2.4 Proses Penyimpulan

Penyimpulan atau penalaran pada dasarnya merupakan suatu proses. Dalam proses itu akal budi kita bergerak dari suatu pengetahuan lama yang sudah dimiliki, menuju pengetahuan baru, yang sebelumnya memang masih samar-samar.

Proses penyimpulan itu dapat menempuh - dua jalan, yakni deduksi dan induksi. Jenis-jenis logika yang berbicara mengenai kedua proses penalaran tersebut, berturut-turut disebut logika deduktif dan logika induktif.

a). Logika Deduktif

Logika deduktif secara khusus memperhatikan penalaran deduktif. Dalam penalaran ini, akal budi bertolak dari pengetahuan lama yang bersifat umum, dan atas dasar itu menyimpulkan suatu pengetahuan baru yang bersifat khusus. Penalaran deduktif ini biasanya terwujud dalam suatu bentuk logis yang disebut silogisme. Silogisme adalah argumen yang terdiri dari tiga proposisi atau pernyataan: proposisi pertama dan kedua (premis-premis) merupakan titik tolak atau landasan penalaran, sedangkan proposisi ketiga (kesimpulan) merupakan tujuan penalaran, yang dihasilkan berdasarkan hubungan yang terjalin antara premis-premisnya. Hubungan antara premis-premis dan kesimpulan, dengan demikian merupakan hubungan yang tak terpisahkan satu dari yang lain. Tepat tidaknya sifat hubungan tersebut menjadi pusat pengamatan logika deduktif. Itu berarti, setiap argumen deduktif atau sahih atau tidak sahih, dan tugas logika deduktif adalah untuk menjelaskan sifat dari hubungan antara premis-premis dan kesimpulan dalam argumen yang sahih, sehingga dengan itu kita dapat membedakan argumen-argumen yang sahih dari argumen-argumen yang tidak sahih.

Dari premis-premis :"Semua manusia berakal budi" dan "Cecep adalah manusia"

kita dapat menyimpulkan bahwa "Cecep berakal budi". Kesimpulan itu kita turunkan hanya lewat suatu analisa terhadap premis-premisnya tanpa bersandar pada pengamatan inderawi atau observasi empiris mengenai diri Cecep: jadi, apriori sifatnya. Selain itu, lewat analisa juga, kita menemukan bahwa kesimpulan "Cecep berakal budi" merupakan konsekuensi yang sudah langsung terkandung di dalam premis-premisnya; artinya, premis-premis "Semua manusia berakal budi" dan "Cecep adalah manusia" terhubungkan sedemikian rupa sehingga "Cecep berakal budi" sungguh-sungguh sudah tersirat di dalamnya. Dengan demikian, setiap argumen deduktif senantiasa memiliki tiga ciri khas, yakni: pertama, analitis artinya kesimpulan ditarik hanya dengan menganalisa proposisi-proposisi atau premis-premis yang sudah ada; kedua, tautologis

13

Page 6: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

artinya kesimpulan yang ditarik sesungguhnya secara tersirat (implisit) sudah terkandung dalam premis-premisnya, ketiga, apriori artinya kesimpulan ditarik tanpa berdasarkan pengamatan inderawi atau observasi empiris.

Ciri-ciri tersebut memungkinkan setiap argumen deduktif selalu dapat dinilai sahih atau tidak sahih. Oleh karena itu, suatu argumen deduktif yang sahih dengan sendirinya juga menghasilkan kesimpulan yang mengandung nilai kepastian mutlak.

b). Logika Induktif

Jenis logika ini berurusan dengan penalaran induktif. Tidak seperti dalam penalaran deduktif, dalam penalaran induktif, akal budi justru beranjak dari pengetahuan lama mengenai sejumlah kasus sejenis yang bersifat khusus, individual, dan konkret yang ditemukan dalam pengalaman inderawi, dan atas dasar itu menyimpulkan pengetahuan baru yang bersifat umum. Misalnya. observasi empiris terhadap sejumlah orang Jawa dari berbagai profesi dan latar belakang pendidikan, ternyata berturut-turut memperlihatkan hasil yang sama pula, yakni suka minum jamu. Bila hasil observasi itu dituangkan dalam argumen induktif, maka bentuknya akan tampak seperti dalam tabel berikut ini:

Tabel 2

ARGUMEN INDUKTIF

(A) (B)

Fauzi (pengusaha Jawa) suka minum jamu. Fauzi (pengusaha Jawa) suka minum jamu.

Sutrisno (anggota DPR Jawa) suka minum jamu. Sutrisno (anggota DPR Jawa) suka minum jamu.

Shinta (penyiarTV Jawa) suka minum jamu. Shinta (penyiarTV Jawa) suka minum jamu.

Jadi, Semua orang Jawa suka minum jamu Bachtiar (pesulap Jawa) suka minum jamu.

Fadillah (tukang baso Jawa) suka minum jamu

Dewi (pedangdut Jawa) suka minum jamu

Jadi, semua orang Jawa suka minum jamu

Dari kedua contoh argumen induktif di atas tampaklah bahwa kesimpulan-kesimpulannya merupakan generalisasi karena kesimpulan-kesimpulan tersebut menyebutkan kasus yang lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan jumlah kasus yang disebutkan dalam premis-premisnya. Dalam hal ini selalu ada bahaya bahwa orang melakukan generalisasi tergesa-gesa; artinya, terlalu cepat menarik kesimpulan yang berlaku umum, sedangkan jumlah kasus yang digunakan sebagai landasan dalam premis-peremis, tidak atau kurang memadai. Untuk itu orang harus mempelajari ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam suatu penelitian ilmiah agar kesimpulan yang berupa generalisasi tersebut dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.

Kedua contoh argumen di atas juga memperlihatkan bahwa kesimpulan-kesimpulannya berbentuk sintesis atau penggabungan dari kasus-kasus yang digunakan sebagai titik tolak penalaran. Karena itu, penalaran induktif sering disebut juga penalaran sintetis.

Selain itu, karena kasus-kasus yang menjadi titik tolak argumen induktif

14

Page 7: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

merupakan hasil pengamatan inderawi, maka argumen induktif selalu bersifat a posteriori.

Atas dasar itu, setiap argumen induktif selalu memiliki tiga ciri khas, yakni: pertama, sintetis, artinya kesimpulan ditarik dengan jalan menyintesakan atau menggabungkan kasus-kasus yang terdapat dalam premis-premis; kedua, general artinya kesimpulan yang ditarik selalu meliputi jumlah kasus yang lebih banyak atau yang lebih umum sifatnya ketimbang jumlah kasus yang terhimpun dalam premis-premis; ketiga, aposteriori artinya kasus-kasus konkret yang dijadikan landasan atau titik tolak argumen, selalu merupakan buah hasil pengamatan inderawi. Ciri-ciri yang demikian itu menyebabkan setiap argumen induktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, dan kerena itu kesimpulannya pun tidak mungkin mengandung nilai kepastian mutlak.

Suatu argumen induktif hanya dapat dinilai lebih baik atau kurang baik, tergantung seberapa besar (tinggi) derajat probabilitas (kebolehjadian) yang diberikan premis-premis kepada kesimpulannya. Itu berarti, semakin banyak kasus sejenis yang dijadikan landasan argumen (alasannya memadai), semakin besar (tinggi) probabilitas kesimpulannya. Dan, semakin besar (tinggi) probabilitas kesimpulan suatu argumen induktif, semakin baik argumen yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin sedikit (kurang) kasus sejenis yang digunakan sebagai titik tolak argumen (alasannya kurang memadai), semakin kecil (rendah) probabilitas kesimpulannya. Dan, semakin kecil (rendah) probabilitas kesimpulan suatu argumen induktif, semakin kurang baik argumen induktif yang bersangkutan.

Dengan demikian, mengenai kedua contoh argumen induktif di atas, harus dikatakan bahwa argumen (A) kurang baik jika dibandingkan dengan argumen (B), atau sebaliknya, argumen (B) lebih baik daripada argumen (A).

Dari uraian di atas jelaslah bahwa hanya dalam logika deduktif formal diperhatikan tepat tidaknya sifat hubungan antara premis-premis dan kesimpulan dan dengan demikian hanya dalam lingkup logika deduktif formal, suatu penalaran atau argumen dapat dikatakan sahih atau tidak sahih. Dengan kata lain, perbincangan tentang tepat tidaknya atau logis tidaknya suatu penalaran hanya bisa dilakukan dalam konteks logika deduktif formal.

Atas dasar itu, bila dalam pembahasan selanjutnya dalam buku ajar ini diuraikan tentang kaidah-kaidah berpikir tepat dan logis, maka yang dimaksudkan adalah penalaran deduktif formal sedangkan penalaran induktif tidak akan dibicarakan

2.3 KAIDAH-KAIDAH BERPIKIR TEPAT DAN LOGIS

Berpikir sebagai kegiatan akal budi pada inti pokoknya mengandung 3 (tiga) unsur yang harus dipelajari satu demi satu. Dengan kata lain, keseluruhan kegiatan akal budi dapat dibedakan dalam tiga tahap yang masing-masingnya memiliki prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah tersendiri namun tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain.

Ketiga unsur pemikiran atau ketiga tahap kegiatan akal budi tersebut dapat disimak dalam tabel berikut Ini.

Tabel 3Unsur-unsur Penalaran

( Tahap-tahap Kegiatan Akal Budi )

15

Page 8: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

Aspek Mental Aspek Ekspresi Verbal

(1) Pengertian (1) Term

(Concept) (Term)

(2) Putusan (2) Proposisi

(Judgment) (Proposition)

(3) Penyimpulan (3) Silogisme

(Reasoning) (Syllogism)

2.3.1 Term

a). Term dan Kata

Dari tabel 3 tentang unsur-unsur penalaran di atas terlihat bahwa term selalu merupakan ungkapan lahiriah dari suatu pengertian. Sebagai ungkapan lahiriah dari pengertian, term dapat terdiri dari satu kata atau lebih. Jadi, dengan term dimaksudkan kata atau kelompok kata yang merupakan ungkapan lahiriah dari pengertian. Kata-kata seperti: meja, kursi, buku, mahasiswa, dan jembatan layang, masing-masingnya disebut term karena merupakan ekspresi verbal dari pengertian-pengertian: ‘meja’, ‘kursi’, ‘buku’, ‘mahasiswa’, dan ‘jembatan layang’.

Sebagai ekspresi verbal dari suatu pengertian tertentu, apabila term itu kemudian diletakkan dalam proposisi, maka akan berfungsi sebagai subjek atau predikat. Dengan demikian dalam konteks proposisi, term dapat didefinisikan sebagai bagian dari proposisi (satu kata atau lebih) yang berfungsi sebagai subjek atau predikat. Kata manusia adalah sebuah term karena mewakili pengertian ‘manusia’ dan kata makhluk hidup adalah juga sebuah term karena mewakili pengertian ‘makhluk hidup’. Apabila kata-kata itu dihubungkan satu sama lain dalam proposisi menjadi “Manusia adalah makhluk hidup”, maka manusia berfungsi sebagai term subjek, sedangkan makhluk hidup berfungsi sebagai term predikat. Sebagai bagian dari proposisi, baik term subjek maupun term predikat dapat saja terdiri dari sejumlah kata. Namun keseluruhan kata itu tetap membentuk satu pengertian saja.

Karena itu dalam proposisi “Pria berkebangsaan Lybia yang menjadi otak pembajakan pesawat Boeing 727 milik Maskapai Penerbangan Hongkong itu bermaksud memaksa pilot untuk menerbangkan pesawat menuju Kuwait “, term subjeknya adalah “pria berkebangsaan Lybia yang menjadi otak pembajakan pesawat Boeing 727 milik Maskapai Pener-bangan Hongkong itu“, sedangkan “bermaksud memaksa pilot untuk menerbangkan pesawat menuju Kuwait” adalah term predikat.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa setiap proposisi, betapa pun sederhananya, harus selalu terdiri dari dua bagian, yaitu term subjek dan term predikat, dan tidak pernah dikenal adanya keterangan subjek, keterangan predikat, objek, atau pun keterangan-keterangan lainnya sebagaimana lazimnya ditemukan dalam tata bahasa. Kesatuan antara term subjek dan term predikat merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya proposisi karena hanya dengan itulah bisa tampak unsur pengakuan atau pengingkarannya, dan dengan demikian bisa ditentukan pula benar atau salah.

b). Klasifikasi Term

Dalam logika term dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa aspek, yaitu: berdasarkan jumlah kata, luas, sifat, dan penggunaan arti.

16

Page 9: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

1) Berdasarkan jumlah kata

Ditinjau dari segi jumlah kata, term dapat dikelompokkan atas dua macam. Yaitu term tunggal dan term majemuk.

(a) Term tunggal adalah term yang terdiri dan satu kata saja, misalnya: manusia, binatang, rumah, gunung. Pohon, dan sebagainya.

(b) Term majemuk adalah term yang terdiri dan dua kata atau lebih (beberapa kata), misalnya: kantor pos, rumah makan, jalan raya, arena balap sepeda, toko serba ada, dan sebagainya.

2) Berdasarkan luas

Dari segi luas, term dapat dikenal dalam tiga jenis, yaitu term singular, term partikular, dan term universal.

(a) Term singular adalah term yang menunjukkan dengan tegas satu benda, satu individu, atau satu realitas tertentu, misalnya: Pak Amir, Jawa, gunung Merapi, gadis tercantik di desa ini, danau itu, dan sebagainya.

(b) Term partikular adalah term yang menunjukkan hanya sebagian dari seluruh luasnya; sekurang-kurangnya satu, dan yang satu itu tidak tertentu. Misalnya: bebe-rapa gedung, banyak pengunjung, tidak semua peserta, seorang pelajar, sebuah mangga, dan sebagainya.

(c) Term universal adalah term yang menunjukkan seluruh luasnya tanpa ada yang dikecualikan, misalnya: semua dokter, tak seekor pun, tak ada orang Jawa, dan sebagainya.

3) Berdasarkan sifat

Menurut sifatnya, term dapat dibedakan atas dua macam, yaitu term distributif dan term kolektif.

(a) Term distributif

Suatu term disebut term distributif apabila pengertian yang terkandung dalam term tersebut dapat dikenakan kepada semua anggota atau individu yang tercakup di dalamnya, satu demi satu tanpa kecuali. Term manusia, misalnya. bersifat distributif sejauh pengertian ‘manusia’ itu terkena pada setiap individu atau siapa saja (Anton, Clara, Peter, Suzy, Lina, Basuki, dan seterusnya) yang berada dalam lingkup pengertian ‘manusia’. Begitu juga term binatang. Term ini bersifat distributif karena mengandung pengertian yang dapat diterapkan pada setiap individu atau apa saja (kambing, kuda, sapi, bebek, ular, buaya, dan seterusnya) yang bernaung dalam lingkup pengertian ‘binatang’.

Bila term distributif itu menduduki posisi sebagai term subjek dalam proposisi, maka untuk menentukan luasnya, perlu diingat pedoman sebagai berikut: term subjek yang bersifat distributif, sejauh berdiri sendiri dan tidak didahului atau diikuti kata-kata yang menunjuk pada kuantitas, luasnya bisa universal dan juga bisa partikular Jadi, tergantung konteks). Perhatikanlah contoh di bawah ini:

(1) Manusia dapat khilaf(2) Ikan hidup di air.(3) Ular itu binatang melata.

Ketiga proposisi di atas (1 - 3), secara berturut-turut memiliki term subjek yang bersifat distributif (manusia. ikan, ular), yang masing-masingnya dalam konteksnya harus dipahami dalam luas universal. Amati pula contoh lain di

17

Page 10: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

bawah ini:

(4) Orang Batak pandai menyanyi(5) Wanita Solo senang memakai kebaya.(6) Petani Jawa ulet dalam bekerja.

Ketiga proposisi di atas (4 - 6) secara berturut-turut rnemiliki term subjek yang bersifat distributif (orang Batak, wanita Solo, petani Jawa), yang masing-masingnya dalarn konteksnya tidak dapat dipahami dalam luas universal, melainkan partikular.

(b). Term kolektif

Suatu term disebut term kolektif apabila pengertian yang terkandung dalam term tersebut tidak dapat dikenakan kepada anggota-anggota atau individu-individu yang tercakup di dalamnya satu demi satu, melainkan kepada kelompok sebagai suatu keseluruhan. Term keluarga, misalnya, bersifat kolektif karena pengertian ‘keluarga’ tidak menunjuk pada anggota-anggota atau individu-individu yang berada dalam lingkup pengertian ‘keluarga’, melainkan pada keluarga itu sendiri sebagai satu kesatuan kelompok atau komponen. Jadi, yang dikenai pengertian 'keluarga' bukanlah individu-individu dalam keluarga itu, melainkan komponennya. Selain term keluarga, masih terdapat lagi sejumlah term lain yang bersifat kolektif, seperti: bangsa, warga, masyarakat, divisi, korps, rombongan, orkes, pasukan, armada, tim, partai, suku, kesebelasan, dan sebagainya.

Selanjutnya, apabila term kolektif itu menempati posisi sebagai term subjek dalam suatu proposisi, maka untuk menentukan luasnya, perlu digunakan pedoman berikut ini:

(1) Bila term subjek terdiri dari satu term kolektif yang berdiri sendiri tanpa didahului atau diikuti kata-kata yang menunjuk pada kuantitas, maka luasnya selalu universal. Contoh:

a) Kesebelasan adalah nama regu dalam olahraga sepakbola.(dikenakan kepada semua kesebelasan).

b) Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan generasi muda.(dikenakan kepada semua keluarga).

c) Orkes sangat membutuhkan kekompakan.(dikenakan kepada semua orkes).

(2) Bila term subjek yang bersifat kolektif itu secara tegas menunjuk pada satu kelompok atau satu komponen tertentu, maka luasnya adalah singular. Contoh:

a) Keluarga Pak Lukman sedang berlibur ke luar negeri.(menunjuk pada satu keluarga tertentu).

b) Tim terkuat dalam turnamen basket kali ini adalah tim "Garuda".(menunjuk pada satu tim tertentu).

c) Pasukan itu berhasil menghalau para pengacau.(menunjuk pada satu pasukan tertentu)

4) Berdasarkan penggunaan arti

Suatu term atau kata dapat digunakan dalam tiga macam arti, yaitu dalam arti:

18

Page 11: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

univok, ekuivok, dan analog.

(a) Univok

Suatu kata digunakan dalam arti univok bila kata tersebut digunakan untuk dua hal (realitas) atau lebih dalam satu arti yang sama, Perhatikanlah bahwa pasangan kata yang digarisbawahi dalam masing-masing contoh kalimat di bawah ini memiliki satu arti yang sama.

1) Buku pelajaran lebih mahal harganya daripada buku novel.2) Wajah puteri itu mirip benar dengan wajah ibunya.3) Ditinjau dan segi martabatnya sebagai manusia, orang kota tidak berbeda

dengan orang desa.

(b) Ekuivok

Suatu kata digunakan dalam arti ekuivok bila dengan kata tersebut dimaksudkan dua hal (realitas) yang sama sekali berbeda atau berlainan. Amatilah contoh berikut ini:

1) Kata orang, bisa ular kobra bisa diramu sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit reumatik.

2) Informasi yang saya peroleh memang masih kabur tetapi tampaknya narapidana kelas kakap itu sudah berhasil kabur dari penjara.

3) Menurut hemat saya, cara hidup hemat merupakan cara hidup yang paling cocok dalam situasi krisis moneter dewasa ini.

(c) Analog

Suatu kata digunakan dalam arti analog bila kata tersebut digunakan untuk dua hal (realitas) dalam arti yang sama tetapi sekaligus berbeda. Kata-kata dalam arti analog ini biasanya digunakan bila orang ingin memperlihatkan kemiripan antara dua hal (analogi berarti relasi kemiripan antara dua hal) dan itu terjadi bila orang ingin membuat perbandingan antara satu hal dengan hal lainnya. Analogi itu bisa dilakukan kearah bawah (analogi - ke arah - bawah) yaitu dari manusia ke taraf bawah manusiawi atau ke arah atas (analogi-ke arah-atas) yaitu dari manusia ke taraf Tuhan (K. Bertens, 1987: 128 - 131). Sering kali analogi atau perbandingan ini ditampilkan dalam bentuk kiasan (metafor). Perhatikanlah bahwa pasangan kata yang digarisbawahi dalam masing-masing contoh kalimat berikut ini digunakan dalam arti analog.

(1) Getaran dawai dan alat musik yang dimainkan penyanyi itu benar-benar mencerminkan getaran jiwanya sendiri.

(2) Kobaran api yang menghanguskan benteng pertahanan mereka membuat kobaran semangat para gerilyawan untuk terus berjuang semakin menjadi-jadi.

(3) Senyuman bulan itu mirip benar dengan senyuman gadis desa.

Setelah memperoleh pemahaman yang baik tentang term, langkah berikut yang harus dilakukan seseorang pada taraf awal dalam menekuni logika adalah menyusun definisi agar dapat terhindar dari kekacauan pemahaman mengenai arti sebuah term. Langkah ini pun hanya bisa dilalui secara mulus apabila yang bersangkutan menguasai sungguh-sungguh isi dan luas pengertian dari term yang hendak didefinisikan dengan terlebih dahulu mempelajari secara mendalam sub-tema seputar klasifikasi, baik menyangkut jenis maupun hukum-hukum yang melandasinya (Hayon, Y.P. 2005: 40-

19

Page 12: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

46)

2.3.2 Definisi

a). Pengertian Definisi

Kata definisi berasal dan bahasa Latin definire yang berarti ‘membatasi atau mengurung dalam batas-batas tertentu’. Dalam rangka kegiatan ilmiah definisi selalu dihubungkan dengan suatu konsep atau suatu istilah tertentu yang hendak dijelaskan artinya. Jadi, definisi secara sederhana dimengerti sebagai penentuan batas pengertian bagi sebuah istilah. Penentuan batas itu sedapat mungkin dilakukan secara singkat, tepat, jelas, padat, dan lengkap sehingga konsep atau term yang hendak dirumuskan itu dapat dimengerti secara jelas pula. Dengan demikian, definisi berarti penentuan batas pengertian sebuah istilah atau konsep secara singkat, tepat,jelas, padat, dan lengkap sehingga istilah yang hendak dirumuskan itu dapat dimengerti secara jelas dan dapat dibedakan dari istilah-istilah yang lain.

Dari definisi tentang definisi di atas terungkap bahwa, di satu pihak, suatu definisi yang baik haruslah berupa rumusan yang singkat, tepat, jelas, padat, dan lengkap yang mencakup semua elemen yang terkandung dalam konsep yang didefinisikan dan, di lain pihak, definisi tersebut harus juga mampu memperlihatkan perbedaan antara konsep yang hendak dijelaskan itu dengan konsep lainnya. Pendefinisian secara singkat, tepat, jelas, padat, dan lengkap ini sangat penting artinya dalam kegiatan ilmiah karena dengan itu kemungkinan akan terjadinya kesimpangsiuran pandangan serta kesalahpahaman mengenai sebuah konsep dapat dihindari. Kerancuan pemahaman akan sangat sulit diatasi bila sejak awal suatu pembicaraan atau tulisan ilmiah tidak terlebih dahulu dikemukakan apa yang dimaksud dengan sebuah konsep.

Dalam sebuah definisi selalu terkandung dua unsur, yaitu hal atau simbol yang didefinisikan atau lazim disebut definiendum, dan hal atau (kumpulan) simbol yang digunakan untuk menjelaskan arti definiendum atau lazim disebut definiens. Dengan rumusan lain, definiendum adalah istilah yang hendak dijelaskan artinya, sedangkan definiens adalah perumusan atau penjelasan yang diberikan.

b). Aturan Definisi

Penyusunan definisi yang benar sudah tentu harus mengikuti sejumlah aturan. Dalam tradisi ditetapkan lima aturan yang harus diperhatikan dalam membentuk definisi yang benar. Satu per satu aturan-aturan tersebut akan diuraikan di bawah ini:

1) Definiens harus dapat dibolak-balikkan dengan definiendum.Aturan ini mengandaikan bahwa luas definiens dan definiendum harus sama besar. Perbedaan dalam luas mengakibatkan kedua unsur itu tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Karena itu, mendefinisikan sepatu sebagai ‘sesuatu yang digunakan sebagai alas kaki’ tentu saja tidak tepat sebab luas pengertian ‘sesuatu yang digunakan sebagai alas kaki’ (definiens) lebih besar daripada luas pengertian sepatu (definiendum). Pembalikan tempat definiens dan definiendum ini merupakan cara pengujian yang sangat efektif untuk meneliti tepat-tidaknya sebuah definisi.

2) Definiendum tidak boleh masuk ke dalam definiens.Aturan ini mengingatkan kita kembali bahwa definisi pada hakekatnya merupakan pembatasan pengertian terhadap suatu istilah atau term yang dilakukan dengan tujuan agar istilah tersebut dapat dipahami artinya secara jelas dan dapat dibedakan dari istilah-istilah lain. Karena itu masuknya definiendum ke dalam definiens, entah secara eksplisit atau implisit, sebetulnya hanya akan membuat definisi bergerak

20

Page 13: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

melingkar (sirkular) atau berputar-putar untuk akhirnya kembali lagi pada titik persoalan semula, dan dengan demikian definisi tersebut tidak menjelaskan apa-apa. Ambillah contoh, bila seseorang mendefinisikan logika sebagai 'ilmu yang mempelajari aturan-aturan logika' atau ‘ilmu yang mengkaji aturan-aturan agar dapat berpikir logis’, maka bagi mereka yang ingin mengetahui apa sebetulnya "logika" itu, definisi tersebut tidak memberikan manfaat sedikit pun karena persoalan mengenai logika tetap tak terjawab.

3) Definiens harus sungguh-sungguh menjelaskan.Aturan ini pun menegaskan bahwa setiap definisi yang baik harus selalu berusaha agar istilah atau term yang didefinisikan betul-betul dipahami secara jelas. Untuk maksud itu penggunaan kata-kata dalam definiens yang bersifat ambigu, tidak jelas atau mengandung kiasan sedapat mungkin dihindari karena penggunaan kata-kata semacam itu akan berakibat pada timbulnya kerancuan atau salah pengertian terhadap definiendum-nya. Jadi, mendefinisikan advokat sebagai ‘orang yang membela penjahat-penjahat’ sudah tentu akan menimbulkan salah pengertian.Selain itu, dengan hanya menyebutkan contoh pun sesuatu definiens belum terumuskan secara jelas, meskipun dari segi tertentu pemberian contoh memang bermanfaat untuk membantu pemahaman yang lebih baik mengenai suatu istilah. Sebagai contoh, janganlah mendefinisikan alat tulis adalah ‘misalnya bolpoin, pen, kapur tulis, spidol, atau kertas.’

4) Definiens harus bersifat paralel dengan definiendum.Maksud aturan ini ialah bahwa definiens harus mengan-dung perumusan yang tepat tentang definiendum. Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa definiens harus diawali dengan kata atau term yang sama strukturnya dengan definiendum. Jadi janganlah kiranya, misalnya, definiens dimulai dengan sebuah kata yang strukturnya adalah kata benda, padahal definiendum-nya berstruktur kata sifat, atau pun sebaliknya.Ambillah contoh, jujur adalah ‘orang yang bertutur atau bertindak sesuai dengan suara hatinya’. Kiranya tak ada yang menyangkal bahwa jujur merupakan sifat yang terdapat pada manusia (orang) dan hanya manusia (orang) memiliki sifat jujur, tetapi definisi di atas ini tidak dapat dibenarkan karena jujur bukanlah orang dan orang bukanlah jujur. Kedua kata atau term itu berbeda strukturnya. Yang satu (jujur) dalam definiendum ber- struktur kata sifat, sedangkan yang lain (orang) dalam definiens berstruktur kata benda.

5) Definiens tidak boleh berbentuk negatif, sejauh masih dapat dirumuskan secara afirmatif.Penetapan aturan kelima ini berdasarkan alasan bahwa suatu definisi disebut definisi yang benar bila definiens-nya mampu mengungkapkan apa sebenarnya makna dari definiendum-nya. Dengan kata lain, tujuan setiap definisi yang benar hanya mungkin dapat tercapai bila apa yang merupakan hakekat definiendum terungkap dalam definiens-nya. Dalam definisi di mana definiens-nya berbentuk negatif, tujuan tersebut tidak tercapai karena hakekat definiendum tidak terungkap. Jadi, orang yang mendefinisikan sepak bola, misalnya, sebagai ‘sejenis olahraga yang tidak dimainkan dengan menggunakan tangan’, tidak menerangkan apa-apa mengenai sepak bola.Namun demikian, ada istilah-istilah atau term-term tertentu yang mau tak mau dirumuskan secara negatif karena tidak ada kemungkinan merumuskannya secara afirmatif. Hal ini berlaku antara lain pada realitas-realitas yang sebenarnya bukanlah merupakan realitas-realitas yang positif. Sebagai contoh, "lumpuh adalah tidak dapat berjalan", Definisi ini benar meskipun definiens-nya berbentuk negatif.

21

Page 14: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

Alasannya ialah karena "tidak dapat berjalan" (definiens) sudah mengungkapkan apa sebenarnya makna dari lumpuh (definiendum). Dengan kata lain, "tidak dapat berjalan" sesungguhnya merupakan hakekat dari lumpuh.

2.3.3 Proposisi

a). Apa Itu Proposisi

Bila term merupakan ekspresi verbal dari pengertian, maka proposisi merupakan ungkapan lahiriah dari putusan. Sebagai ungkapan lahiriah dari putusan proposisi itu selalu terdiri dari rangkaian term-term yang berfungsi sebagai subjek atau predikat. Hubungan antara term subjek dan term predikat ini senantiasa berbentuk pengakuan atau pengingkaran semata tentang sesuatu yang lain. Maka, proposisi dapat dirumuskan sebagai pernyataan yang di dalamnya manusia mengakui atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu yang lain.

b). Unsur-unsur proposisi

1) Term subjek: sesuatu yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan.2) Term predikat: sesuatu yang diakui atau diingkari tentang term subjek.3) Kopula: penghubung antara term subjek dan term predikat, yang sekaligus memberi

bentuk (pengakuan atau penging-karan) pada hubungan tersebut.

Perlu kita ketahui bahwa ketiga unsur tersebut hanya terdapat di dalam proposisi kategoris standar. Adapun sebuah proposisi disebut proposisi kategoris jika apa yang menjadi term predikat diakui atau diingkari secara mutlak (tanpa syarat) tentang apa yang menjadi term subjek. Proposisi “Ayah membaca surat kabar” merupakan proposisi kategoris karena membaca surat kabar (term predikat) diakui tanpa syarat tentang ayah (term subjek). Begitu pula proposisi “Emilia tidak lulus ujian” tergolong proposisi kategoris karena lulus ujian (term predikat) diingkari secara mutlak tentang Emilia (term subjek). Sementara itu sebuah proposisi kategoris hanya dapat disebut standar jika proposisi kategoris tersebut memenuhi dua syarat: pertama, ketiga unsurnya (term subjek, term predikat, dan kopula) dinyatakan secara eksplisit dan kedua, term subjek dan term predikat sama-sama berstruktur kata benda. Oleh karena itu "Lydia cantik" bukanlah sebuah proposisi kategoris standar; tegasnya, sebuah proposisi kategoris non-standar karena disamping kopulanya tidak dinyatakan secara eksplisit, juga term subjek dan term predikat dari proposisi tersebut berbeda strukturnya: Lydia (term subjek) berstruktur kata benda, sedangkan cantik (term predikat) berstruktur kata sifat. Jika proposisi kategoris ini dijadikan standar, maka bentuknya harus menjadi :"Lydia adalah wanita yang cantik".

Dengan demikian proposisi kategoris (standar atau non-standar) ini, dalam bahasa, selalu berbentuk kalimat berita sehingga mudah dimengerti mengapa setiap proposisi (kategoris) selalu berupa kalimat, tetapi tidak setiap kalimat disebut proposisi.

Dalam logika sebuah kalimat hanya dapat disebut proposisi bila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Mengandung term subjek dan term predikat yang dihubungkan dalam sebuah pernyataan;

(2) Mengandung sifat pengakuan atau pengingkaran;(3) Mengandung nilai benar atau salah

Ciri pertama merupakan ciri pokok. Jika sebuah kalimat sudah memenuhi ciri pertama, maka secara otomatis juga akan memenuhi kedua ciri berikutnya. Ambillah

22

Page 15: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

contoh kalimat: ”Kampus Universitas Indonesia terletak di wilayah Depok”. Ini adalah proposisi karena memiliki term subjek “Kampus Universitas Indonesia” dan term predikat “terletak di wilayah Depok”(ciri pertama); memiliki sifat pengakuan (ciri kedua) karena “terletak di wilayah Depok” diakui tentang ”Kampus Universitas Indonesia”, dan akhirnya dapat ditentukan bahwa memang benarlah demikian (ciri ketiga). Jadi, sebuah proposisi, bagaimanapun sederhananya, harus memiliki dua unsur pokok, yakni term subjek dan term predikat. Perlu diperhatikan bahwa dalam logika tidak pernah dikenal adanya objek, keterangan subjek, keterangan predikat atau keterangan-keterangan lainnya sebagaimana lazimnya ditemukan dalam bahasa

Dengan berpegang pada kaidah-kaidah tersebut, maka jenis kalimat non-berita, seperti kalimat seru, kalimat perintah, dan kalimat tanya, tidak dapat disebut proposisi. Kita angkat beberapa contoh:(1) “Oh, Tuhan! Mengapa bencana ini hanya terjadi pada keluarga saya?”(2) “Segera tinggalkan tempat ini!”(3) “Di mana ayahmu bekerja?” “Selamat Hari Ulang Tahun, Adi. Semoga

panjang umur”.

Kecuali itu, dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar atau membaca kalimat-kalimat yang meskipun mengandung berita atau pernyataan yang dipahami maknanya, namun tidak memiliki term subjek dan karena itu dikategorikan sebagai proposisi yang tidak logis. Di bawah ini diangkat beberapa contoh:

(1) Di sini menerima jahitan pakaian pria dan wanita(2) Dari pihak keluarga korban mengharapkan agar kepolisian segera mengungkap

kasus pembunuhan ini(3) Untuk tiga orang pemenang masing-masing akan mendapatkan hadiah Rp

500.000,-(4) Bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah MPKT harap berkumpul di Aula(5) Dengan dinaikkannya tunjangan transport diharapkan akan meningkatkan

semangat kerja para karyawan

Di samping itu, dalam logika, masih ada jenis proposisi lain di mana term predikat diakui atau diingkari tentang term subjek dengan suatu syarat (tidak secara mutlak). Jenis proposisi ini disebut proposisi hipotetis dan tidak dibahas di sini. Yang dibicarakan dalam buku ajar ini hanyalah proposisi kategoris.

c). Klasifikasi Proposisi Kategoris

Proposisi kategoris dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa aspek, yakni: aspek kuantitas, kualitas serta kuantitas dan kualitas.

1). Kuantitas proposisi

Kuantitas sebuah proposisi kategoris ditentukan oleh luas term subjeknya. Karena luas suatu pengertian dapat berupa singular, partikular, dan universal, maka proposisi kategoris, berdasarkan kuantitasnya, dapat dibedakan atas proposisi singular, proposisi partikular, dan proposisi universal.

(a) Proposisi singular adalah proposisi yang luas term subjeknya singular. Artinya pengertian term subjek itu menunjuk hanya pada satu hal, benda, atau individu ter- tentu. Misalnya, “Gedung baru itu berlantai dua belas”.

(b) Proposisi partikular adalah proposisi yang luas term subjeknya partikular. Artinya

23

Page 16: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

pengertian term subjek itu tidak menunjuk pada keseluruhan luasnya, melainkan hanya sebagian atau paling kurang satu, namun yang satu itu tidak tentu yang mana. Misalnya, “Tidak semua binatang dapat dijinakkan”.

(c) Proposisi universal adalah proposisi yang luas term subjeknya universal. Artinya pengertian term subjek itu meliputi semua hal, benda, atau individu, yang terdapat di dalamnya tanpa kecuali. Misalnya: "Semua manusia dapat mati".

2). Kualitas Proposisi

Ciri khas sebuah proposisi kategoris adalah bahwa di dalamnya selalu terkandung unsur pengakuan (afirmasi) atau pengingkaran (negasi), dan karena itu hanya tentang proposisi kategoris dapat dikatakan benar atau salah. Itu berarti kualitas sebuah proposisi kategoris ditentukan oleh bentuk kopula yang digunakan. Atas dasar itu, menurut kualitasnya, proposisi kategoris dapat dibedakan atas dua macam, yakni: proposisi afirmatif dan proposisi negatif.

(a) Proposisi afirmatifSuatu proposisi dikatakan afirmatif apabila apa yang menjadi term predikat diakui tentang apa yang menjadi term subjek. Proposisi "Karim adalah pedagang buah apel", misalnya, berkualitas afirmatif, karena "pedagang buah apel" (term predikat) dalam proposisi tersebut diakui tentang "Karim" (term subjek).

(b) Proposisi negatifSuatu proposisi dikatakan negatif apabila apa yang menjadi term predikat diingkari tentang apa yang menjadi term subjek. Proposisi "Dina bukan peragawati", misalnya, berkualitas negatif, karena "peragawati" (term predikat) dalam proposisi tersebut diingkari tentang "Dina" (term subjek).

(c) Kuantitas dan kualitas proposisiPengklasifikasian proposisi kategoris menurut kuantitas dan kualitas secara teoritis akan menghasilkan enam macam proposisi, yakni: Proposisi universal afirmatif Proposisi partikular afirmatif Proposisi singular afirmatif Proposisi universal negatif Proposisi partikular negatif, dan Proposisi singular negatif

Jika ditarik suatu garis perbandingan antara proposisi singular di satu pihak dengan proposisi universal dan proposisi partikular di lain pihak, maka akan ternyata bahwa dalam arti tertentu sifat proposisi singular lebih mempunyai persamaan dengan proposisi universal ketimbang dengan proposisi partikular. Dalam proposisi singular afirmatif "Irwan gemar bermain di pantai", sesungguhnya "gemar bermain di pantai" diakui tentang seluruh (bukan sebagian) term subjek proposisi yang bersangkutan, yang kebetulan adalah satu individu dan tertentu. Demikian pula dalam proposisi singular negatif "Lindawati bukan mahasiswi Fakultas Psikologi UI" sesungguhnya "mahasiswi Fakultas Psikologi UI" diingkari tentang seluruh (bukan sebagian) term subjek proposisi yang bersangkutan, yang kebetulan adalah satu individu dan tertentu. Karena alasan itulah, maka para ahli logika tidak membedakan lambang yang digunakan, baik untuk proposisi universal afirmatif dan proposisi singular afirmatif, maupun untuk proposisi universal negatif dan proposisi singular negatif. Dengan demikian, di kalangan para ahli logika digunakan hanya empat lambang saja untuk

24

Page 17: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

mewakili keenam macam proposisi di atas. Lambang-lambang yang dimaksud itu ialah A, E, I, dan O. Tabelnya dapat di lihat di bawah ini:

Tabel 4

Menurut kualitas

Menurut kuantitas

Afirmatif Negatif

Universal / singular A E

Partikular I O

Proposisi A: Proposisi universal/singular afirmatif Contoh :

"Semua penumpang selamat.""Bandung terletak di wilayah Jawa Barat. "

Proposisi E: Proposisi universal/singular negatif Contoh :

"Semua jalan di sini tidak beraspal.""Hasan bukan peternak ayam."

Proposisi I: Proposisi partikular afirmatifContoh :

"Beberapa mahasiswa pandai menyanyi.""Ada karyawan yang bergelar sarjana. "

Proposisi O: Proposisi partikular negatifContoh :

"Sebagian mahasiswa tidak dapat melanjutkan studi" "Tidak semua binatang dapat berenang"

Dari penjelasan tentang keempat macam proposisi di atas, kiranya tampak jelas bahwa dalam proposisi universal (A dan E) term subjeknya berdistribusi, sedangkan dalam proposisi partikular (I dan O) term subjeknya tidak berdistribusi. Suatu term disebut distributif apabila penggunaan term itu meliputi semua anggotanya secara individual, satu demi satu, jadi tidak sebagai kelompok. Term yang berdistribusi itu disebut term universal. Term yang tidak berdistribusi hanya meliputi sebagian dari semua anggotanya, yaitu satu atau lebih. Term yang hanya meliputi satu anggotanya saja atau lebih, akan tetapi tidak semuanya, disebut term partikular.

d). Luas Term Predikat

Jika luas term subjek menentukan kuantitas suatu proposisi, maka kualitas suatu proposisi menentukan luas term predikatnya. Dalam hubungan dengan kualitas proposisi, masalah pokok tentang luas term predikat adalah: apakah term predikat suatu proposisi meliputi semua anggotanya secara individual (universal/berdistribusi) atau hanya sebagian anggotanya (partikular/tidak berdistribusi)? Untuk menjawab

25

Page 18: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

pertanyaan tersebut, kiranya perlu dicamkan hukum pokok mengenai luas term predikat, baik dalam proposisi yang berkualitas afirmatif maupun dalam proposisi yang berkualitas negatif.

1) Luas term predikat dalam proposisi afirmatif

Hukum pokok berbunyi: Dalam proposisi afirmatif, luas term predikat selalu partikular. Jika kita perhatikan sebuah proposisi A seperti "Semua kucing adalah binatang", luas term "binatang" (predikat) bukan universal, melainkan partikular. Dalam proposisi itu tidak dikatakan bahwa "Semua kucing" adalah "Semua binatang", melainkan dikatakan bahwa "Semua kucing" adalah "sebagian binatang". Itu berarti luas term predikatnya adalah partikular, yaitu hanya mewakili sebagian saja dari anggotanya (tidak berdistribusi).

Selanjutnya, apabila kita perhatikan sebuah proposisi I, seperti "Sebagian pejabat adalah koruptor", luas term koruptor (predikat) adalah juga partikular. Dalam proposisi itu tidak dikatakan bahwa "Sebagian pejabat" adalah "semua koruptor", melainkan dikatakan bahwa "sebagian pejabat" adalah "sebagian (dari) koruptor". Kalau begitu term predikatnya meliputi hanya sebagian saja dari anggotanya; jadi tidak berdistribusi.

Pengecualian terhadap hukum ini hanya berlaku bagi proposisi A yang memiliki corak tertentu. Pertama, hukum ini tidak berlaku pada proposisi A yang term subjek dan term predikatnya sama-sama mempunyai luas universal. Corak proposisi semacam ini hanya terdapat dalam definisi. Seperti sudah dipelajari, salah satu hukum definisi mengatakan "Definens dan definendum harus dapat di bolak-balik". Untuk itu, luas dari kedua bagian itu harus sama besarnya, yaitu sama-sama universal. Amatilah contoh berikut ini.

(1) "Manusia adalah hewan yang berakal budi."(2) "Janda adalah wanita yang pernah bersuami."(3) "Dosen adalah orang yang mengajar di perguruan tinggi."

Ketiga pernyataan di atas tidak sekedar berupa proposisi, tetapi proposisi yang berbentuk definisi; tegasnya definisi hakiki. Karena itu luas term predikat dari masing-masingnya bukan partikular, melainkan universal.

Kedua, hukum ini juga tidak berlaku pada proposisi A yang term subjek dan term predikatnya sama-sama mempunyai luas singular. Seperti diketahui, term singular adalah term yang pengertiannya menunjuk pada satu hal atau satu individu tertentu. Perhatikanlah bahwa luas term predikat dari masing-masing proposisi berikut ini bukan partikular, melainkan singular.

(4) "Tommy adalah putera sulung Tuan Jamal. "(5) "Sungai ini adalah sungai terpanjang di daerah ini. "(6) "Asri adalah wanita pertama yang menyaksikan kejadian itu."

2) Luas term predikat dalam proposisi negatif

Hukum pokok berbunyi: "Dalam proposisi negatif, luas term predikat selalu universal." Dalam suatu proposisi E, seperti "Semua kelinci bukan gajah", term gajah (predikat) sama sekali terpisah dari term kelinci (subjek); begitu juga sebaliknya. Itu berarti gajah yang dimaksud dalam proposisi itu bukan hanya sebagian gajah, melainkan semua (yang disebut) gajah. Dengan demikian, term gajah dalam proposisi tersebut meliputi semua anggotanya; jadi berdistribusi.

26

Page 19: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

Demikian pula halnya dengan proposisi O, seperti "Sebagian bintang film bukan penyanyi". Dalam proposisi tersebut term bintang film yang dimaksud (sebagian saja) sama sekali terpisah dari term penyanyi; begitu juga sebaliknya. Itu berarti penyanyi yang dimaksud dalam proposisi itu bukan hanya sebagian penyanyi, melainkan semua penyanyi; dan karena itu term penyanyi dalam proposisi itu berlaku untuk semua anggotanya; jadi berdistribusi.

Satu-satunya pengecualian terhadap hukum ini terdapat pada proposisi E yang luas term subjek beserta predikatnya sama-sama singular. Perhatikan ketiga proposisi berikut ini.

(1) "Semarang bukan kota terbesar di lndonesia. "(2) "Ingrid bukan puteri bungsu Nyonya Farida."(3) "Menara ini bukan menara yang paling tinggi di kota ini."

Term predikat dari masing-masing proposisi di atas ini dengan jelas menunjuk pada satu hal tertentu, dan karena itu luasnya bukan universal, melainkan singular.

2.3.4 Penyimpulan Deduktif dan Silogisme

a). Apa itu penyimpulan deduktif dan silogisme?

Sebagaimana telah diketahui, deduksi adalah proses pemikiran yang dengan berpijak pada pengetahuan yang lebih umum, membuahkan kesimpulan yang lebih khusus. Dalam penyimpulan (penalaran) deduktif itu, meskipun kesimpulan yang diturunkan merupakan sesuatu yang baru, namun pada hakekatnya kesimpulan tersebut sudah tersirat dalam premis-premisnya.

Ditinjau dari segi cara menurunkan kesimpulan, penyimpulan (penalaran) itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu penyimpulan langsung dan penyimpulan tidak langsung. Penalaran langsung adalah penalaran yang hanya bertolak dari sebuah premis, dan, atas dasar itu, langsung menurunkan kesimpulan. Sebaliknya, sebuah penalaran disebut penalaran tidak langsung jika proses penalaran tersebut bergerak dari proposisi pertama (premis mayor) dan, dengan melalui pro-posisi kedua (premis minor), menghasilkan kesimpulan. Penalaran tidak langsung inilah yang nantinya terwujud dalam suatu bentuk (struktur) logis yang disebut silogisme.

1) Penalaran langsung

Salah satu prosedur yang lazim digunakan dalam mempraktekkan penalaran langsung adalah dengan melakukan konversi. Yang dimaksud dengan konversi adalah pengung-kapan kembali makna yang terkandung dalam sebuah proposisi dengan cara menukarkan tempat term subjek dengan term predikatnya tanpa mengubah kualitas proposisi tersebut. Itu berarti, bila dalam suatu proposisi terdapat suatu hubungan tertentu antara term subjek dan term predikatnya, maka atas dasar itu dapat pula disimpulkan mengenai hubungan antara term predikat dan term subjeknya. Jadi, jika memang ternyata "S – P", maka dapat disimpulkan bahwa "P - S".

Agar kesimpulan dari sebuah penalaran langsung melalui proses konversi dapat mempunyai makna yang sama (ekuivalen) dengan premisnya, maka perlu diperhatikan hukum pokoknya yang berbunyi: luas term predikat pada proposisi asal (premis) harus sama besar dengan luas term tersebut pada proposisi baru (kesimpulan). Akan tetapi, konversi yang menghasilkan kesimpulan yang benar-benar ekuivalen atau semakna – dan karena itu juga senilai – dengan premisnya, hanya bisa dilakukan untuk proposisi E dan proposisi I. Hal ini disebabkan karena baik proposisi E maupun proposisi I masing-

27

Page 20: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

masing memiliki term subjek dan term predikat dengan luas yang sama besar.

Pada proposisi E, term subjek dan term predikat sama-sama mempunyai luas universal. Dengan demikian proposisi E, jika dikonversi, tetap menjadi proposisi E. Amatilah contoh berikut ini.

Premis : "Semua becak bukan mobil" (proposisi E).Kesimpulan : "Semua mobil bukan becak" (proposisi E).Premis dan kesimpulan dalam penalaran langsung di atas ini ekuivalen atau semakna

Demikian pula halnya dengan proposisi I. Term subjek dan term predikat pada proposisi I keduanya mempunyai luas partikular. Dengan demikian proposisi I, jika dikonversi, tetap menjadi proposisi I. Perhatikan contoh di bawah ini.

Premis : "Beberapa mahasiswa adalah penyanyi"(proposisi I).

Kesimpulan : "Beberapa penyanyi adalah mahasiswa"(proposisi I).

Premis dan kesimpulan dalam penalaran langsung di atas ini pun ekuivalen atau semakna.

Karena prosedur konversi untuk proposisi E dan proposisi I itu hanya berupa penukaran tempat term subjek dan term predikat. maka disebut konversi sederhana. Namun, prosedur konversi sederhana tersebut tidak dapat dilakukan terhadap proposisi A. Hal ini disebabkan karena dalam proposisi A (ingat: kualitasnya afirmatif), luas term predikatnya adalah partikular. Jika dikonversi secara sederhana begitu saja, maka term predikat yang dalam premis mempunyai luas partikular, akan memperoleh luas universal dalam kesimpulan. Amatilah contoh di bawah ini:

Premis : "Semua emas adalah logam" (proposisi A). Kesimpulan : "Semua logam adalah emas" (proposisi A).

Jelaslah bahwa kesimpulan di atas salah. Karena itu, untuk mendapat konversi yang tepat terhadap proposisi premisnya, maka term predikat (logam) pada premis tersebut harus dibatasi luasnya dalam kesimpulan menjadi partikular. Kalau begitu, konversi terhadap premis dalam penalaran langsung di atas seharusnya demikian.

Kesimpulan: "Sebagian logam adalah emas" (proposisi I).

Jadi, proposisi A hanya dapat dikonversi menjadi proposisi I. Itulah sebabnya untuk proposisi A hanya berlaku konversi terbatas.

Pengecualian hanya bisa terjadi apabila proposisi A itu memang merupakan sebuah definisi karena kedua unsur dalam definisi, yakni definiens dan definendum, dituntut harus sama-sama mempunyai luas universal agar dapat dipertukarkan tempatnya. Kalau begitu, kesimpulan dalam penalaran langsung berikut ini benar sekaligus ekuivalen dengan premisnya.

Premis : "(Semua) manusia adalah hewan yang berakal budi" (proposisi A).Kesimpulan : "Semua hewan yang berakal budi adalah manusia" (proposisi A).

Mengenai proposisi O harus dikatakan bahwa proposisi O tidak dapat dikonversi. Hal ini disebabkan karena dalam proposisi O luas term predikatnya adalah universal. Itu berarti, sejalan dengan hukum pokok di atas, term predikat itu harus diturunkan ke dalam kesimpulan dengan luas universal pula, dan kalau begitu kesimpulannya selalu berupa proposisi E. Dengan demikian kesimpulan yang ditarik, bukan hanya tidak ekuivalen dengan premisnya, tetapi juga selalu salah. Amatilah contoh berikut ini.

28

Page 21: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

Premis : "Sebagian bintang film bukan penyanyi"(proposisi O).

Kesimpulan : “Semua penyanyi bukan bintang film” (proposisi E)

Atau

Premis : “Sebagian manusia bukan dokter”(proposisi O)

Kesimpulan : “Semua dokter bukan manusia”(proposisi E)

Secara keseluruhan, prosedur konversi untuk semua jenis proposisi di atas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5

Jenis Proposisi Proposisi asal Konversi

E Semua becak bukan mobil Semua mobil bukan becak (konversi sederhana)

I Beberapa mahasiswa adalah penyanyi Beberapa penyanyi adalah mahasiswa (konversi sederhana)

A Semua emas adalah logam Sebagian logam adalah emas (konversi terbatas)

O Sebagian bintang film bukan penyanyi (tidak ada konversi)

2) Penalaran tidak langsung

Seperti dikatakan di atas, penalaran tidak langsung diwujudkan dalam satu bentuk logis yang disebut silogisme. Karena, menurut sifat pengakuan dan pengingkaran term predikat tentang term subjek, kita mengenal dua macam proposisi, yaitu proposisi kategoris dan proposisi hipotetis, maka dalam pembicaraan tentang silogisme, kita juga mengenal silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Pembicaraan dalam buku ajar ini nantinya akan menyinggung kedua jenis silogisme tersebut.

(a) Silogisme Kategoris Standar

Silogisme kategoris (atau dengan singkat silogisme) adalah suatu bentuk logis argumen deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan, yang semuanya merupakan proposisi-proposisi kategoris. Sementara itu suatu silogisme kategoris hanya dapat disebut standar jika semua proposisi yang terkandung di dalamnya (premis-premis dan kesimpulan) merupakan proposisi-proposisi kategoris standar. Kecuali itu, suatu silogisme kategoris standar selalu berisikan tiga term atau tiga kelas, yang masing-masingnya hanya boleh muncul dalam dua proposisi silogisme.

Kesimpulan dari silogisme kategoris standar yang berupa proposisi kategoris standar itu mengandung dua dari tiga term silogisme: yakni term subjek (S) dan term predikat (P). Term predikat dari kesimpulan disebut “term mayor” silogisme, sedangkan term subjek dari kesimpulan disebut “term minor” silogisme. Jadi, dalam bentuk silogisme kategoris standar, seperti:

29

Page 22: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

Semua pahlawan adalah orang dewasaBeberapa prajurit adalah pahlawanJadi. Beberapa prajurit adalah orang berjasa.

Term prqjurit adalah term minor dan term orang berjasa adalah term mayor. Term ketiga dari silogisme, yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tetapi yang hanya termuat dalam kedua premis, disebut “term menengah” (M singkatan dari: terminus medius). Dalam contoh di atas, term pahlawan adalah term menengah.

Term mayor dan term minor dari sebuah silogisme kategoris standar masing-masingnya terkandung dalam salah satu dari kedua premis silogisme. Premis yang mengandung term mayor disebut “premis mayor”, sedangkan premis yang mengandung term minor disebut “premis minor”. Dalam silogisme di atas, premis mayor adalah “Semua pahlawan adalah orang berjasa”, sedangkan premis minor adalah “Beberapa prqjurit adalah pahlawan”.

Dalam silogisme standar, premis mayor selalu ditempatkan sebagai proposisi pertama pada baris pertama, sedangkan premis minor selalu ditempatkan sebagai proposisi kedua pada baris kedua. Premis mayor dan premis minor ini berfungsi sebagai pangkal tolak seluruh penalaran. Kesimpulan penalaran diturunkan dengan memperhatikan hubungan antara premis mayor dan premis minor tersebut atau, dalam contoh di atas, antara term menengah (M) dengan term predikat (P) dalam premis mayor, dan antara term subjek (S) dengan term menengah (M) dalam premis minor. Itu berarti, kalau memang ternyata bahwa M sama dengan P, sedangkan S sama dengan M, maka S mesti sama juga dcngan P:

M=P

S=M

... S = P

Penalaran yang menggunakan term menengah (M) untuk menarik kesimpulan itu, dalam sistem Aristoteles, disebut penalaran tidak langsung.

(b) Sifat Formal Argumen Silogistis

Dari segi tinjauan logika, bentuk argumen merupakan aspek yang paling penting. Masalah kesahihan atau ketidaksahihan silogisme kategoris tergantung semata-mata pada bentuk (forma)-nya dan sama sekali tidak tergantung pada isi (materi)-nya. Dan, seperti sudah disinggung, pembicaraan tentang isi suatu silogisme kategoris adalah pembicaraan tentang benar tidaknya proposisi-proposisinya (premis-premis dan kesimpulan). Jadi istilah sahih dan tidak sahih hanya dapat dikenakan pada (bentuk) argumen, sedangkan istilah-istilah benar dan tidak benar hanya dapat dikenakan pada proposisi-proposisi.

Silogisme dengan bentuk, seperti:

Semua M adalah PSemua M adalah PJadi, semua S adalah P

adalah suatu argumen yang sahih tanpa memperhatikan isi-nya. Itu artinya, term-term apapun yang digunakan untuk menggantikan lambang-lambang "S", "P", dan "M" argumen yang dilahirkan akan tetap sahih. Jika kita menggantikan lambang-lambang tersebut dengan term-term mahasiswa-mahasiswa UI, hewan berakal budi, dan

30

Page 23: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

manusia, maka kita akan memperoleh argumen yang sahih:

Semua manusia adalah hewan berakal budiSemua mahasiswa UI adalah manusiaJadi, semua mahasiswa UI adalah hewan berakal budi

Dan apabila, dalam bentuk yang sama, kita menggantikan lambang-lambang tersebut dengan term-term lele, binatang yang hidup dalam air, dan ikan, maka:

Semua ikan adalah binatang yang hidup dalam air.Semua lele adalah ikan.Jadi, semua lele adalah binatang yang hidup dalam air.

adalah juga argumen yang sahih.

Suatu silogisme kategoris yang sahih adalah argumen yang sahih secara formal, sahih berdasarkan bentuknya saja. Ini menunjukkan bahwa silogisme lain, asal menggunakan bentuk yang sama, juga tetap disebut sahih. Sebaliknya, jika suatu silogisme tertentu ternyata tidak sahih, maka silogisme lain mana pun, sejauh menggunakan bentuk yang sama, tetap juga tidak sahih. Perhatikanlah kedua contoh berikut ini:

(1) Semua penyanyi adalah orang yang bersuara bagus. Beberapa mahasiswa UI adalah orang yang bersuara bagusJadi, beberapa mahasiswa UI adalah penyanyi.

(2) Semua kelinci adalah binatang berkaki empat. Semua kuda adalah binatang berkaki empat. Jadi, semua kuda adalah kelinci.

Dari contoh (1) kita melihat bahwa premis-premis dan kesimpulan, dari segi isi (menurut kenyataan), adalah benar. Namun dari segi bentuk, argumen itu tidak sahih. Dalam contoh (2) kita melihat bahwa, dari segi isi, premis-premisnya benar sedangkan kesimpulannya salah. Hal ini disebabkan justru karena jalan pikirannya tidak lurus; dengan kata lain, argumen tersebut, menurut bentuknya, tidak sahih. Persoalan mengenai bentuk argumen ini akan dengan lebih mudah dipahami bila kita mendalami sungguh-sungguh semua seluk beluk yang berkaitan dengan hukum-hukum silogisme.

b) Hukum Silogisme Kategoris

Dalam silogisme kategoris terdapat 8 (delapan) hukum, yang terdiri dari atas dua bagian: bagian pertama menyangkut term dan bagian kedua menyangkut proposisi.

Untuk membangun suatu bentuk argumen silogistik yang sungguh-sungguh logis, kita harus mematuhi kaidah-kaidah penyimpulan yang semuanya berjumlah 8 (delapan) hukum. Dari kedelapan hukum ini, empat diantaranya tentang term, dan empat lainnya tentang proposisi (Hayon, Y. P. 2005: 140-149)

c) Silogisme Hipotetis

Silogisme hipotetis adalah model argumentasi yang premis mayornya berupa sebuah proposisi kondisional. Premis mayor ini terdiri dari dua bagian: bagian pertama mengandung syarat (sebab) yang dimulai dengan “Jika…….”; lazimnya disebut antesedens, dan bagian kedua mengandung apa yang disyaratkan (akibat) yang dimulai

31

Page 24: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

dengan “Maka……”; lazimnya disebut konsekuens. Dalam logika, premis mayor dari argumentasi ini biasanya tersusun dalam empat pola, yakni:

(a) “Jika A, maka B”(b) “Jika A, maka bukan B”(c) “Jika bukan A, maka B”(d) :Jika bukan A, maka bukan B”

Argumentasi kondisional dengan premis mayor yang tersusun dalam empat pola itu, dikenal dalam dua jenis, yakni argumentasi kondisional dalam arti luas dan argumentasi kondi-sional dalam arti sempit.

(1) Silogisme kondisional dalam arti luas

Jenis argumentasi ini secara keseluruhan memiliki empat bentuk, namun hanya ada dua bentuk yang sahih, sedangkan dua bentuk lainnya tidak sahih.

(a). Bentuk Sahih

Agar bentuk argumentasi kondisional dalam arti luas ini dapat sahih, kita harus berpegang pada dua hukum: Pertama, proses penyimpulan harus bergerak dari pem-benaran terhadap syarat (sebab) dalam antesedens (premis minor) kepada pembenaran terhadap apa yang disyaratkan (akibat) yang termuat dalam konsekuens (kesimpulan). Proses penyimpulan dengan tata aturan seperti ini disebut modus ponens. Kita ambil sebuah contoh dengan mengikuti pola pertama sebagai berikut:

Jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak nafas.

Ternyata Jones Ginting terserang flu burung,Jadi, ia mengalami sesak nafas.

Jalan pikiran ini logis.

Hukum kedua; proses penyimpulan harus bergerak dari pengingkaran terhadap apa yang disyaratkan (akibat) yang termuat dalam konsekuens (premis minor) kepada pengingkaran terhadap syarat (sebab) yang termuat dalam antesedens (kesimpulan). Tata aturan penyimpulan seperti ini disebut modus tollens. Dengan mengambil contoh dari pola yang sama, bentuk argumentasi itu menjadi demikian:

Jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak napas

Ternyata Jones Ginting tidak mengalami sesak napas. Jadi, ia tidak terserang flu burung.

Jalan pikiran ini pun logis

(b) Bentuk yang tidak sahih

Ada dua bentuk tidak sahih yang diperoleh dari argumentasi konsidional ini. Bentuk yang satu mirip dengan modus ponens di atas. Amatilah contoh di bawah ini:

Jika Jones Ginting terserang flu burung,maka ia mengalami sesak napas

Ternyata Jones Ginting mengalami sesak napas.Jadi, ia terserang flu burung.

Jalan pikiran seperti ini tidak logis karena proses penyimpulan tersebut masih membuka peluang bagi adanya kemungkinan lain. Dari adanya kenyataan bahwa:

32

Page 25: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

“Jones Ginting mengalami sesak napas” (akibat) tidak dapat secara pasti disimpulkan bahwa “Jones Ginting terserang flu burung”. Mungkin karena ada penyebab lain.

Bentuk lain yang juga tidak sahih, mirip dengan modus tollens di atas. Perhatikan contoh berikut:

Jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak napas

Ternyata Jones Ginting tidak terserang flu burung. Jadi, ia tidak mengalami sesak napas

Jalan pikiran ini pun tidak logis karena masih terdapat kemungkinan lain. Dari adanya kenyataan bahwa “Jones Ginting tidak terserang flu burung”(sebab) tidak dapat secara pasti disimpulkan bahwa “Jones Ginting tidak mengalami sesak napas”(akibat). Bisa saja Jones Ginting tetap mengalami sesak napas tetapi penyebabnya bukan karena terserang flu burung.

(2) Silogisme Kondisional dalam arti sempit

Berbeda dengan argumentasi kondisional dalam arti luas, argumentasi kondisional dalam arti sempit memiliki empat bentuk yang kesemuanya sahih. Hal ini disebabkan karena argumentasi kondisional dalam arti sempit ini tidak membuka peluang bagi adanya kemungkinan lain; jadi eksklusif sifatnya. Tetapi agar keempat bentuk itu dapat sahih semuanya, maka hanya ada satu aturan yang harus dipatuhi, yakni “syarat (sebab) yang terkandung dalam antesedens harus merupakan satu-satunya syarat (sebab). Untuk itu frase “Jika…, maka….” Harus diubah menjadi “Jika dan hanya jika…., maka….”. Dengan memakai rumusan ini, kita dapat menghasilkan empat bentuk argumentasi kondisional yang sahih. Dengan menggunakan contoh yang sama, keempat bentuk sahih tersebut menjadi demikian:

(a) Jika dan hanya jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak napas

Ternyata Jones Ginting terserang flu burung.

Jadi, ia mengalami sesak nafas.

(b) Jika dan hanya jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak napasTernyata Jones Ginting tidak mengalami sesak napas. Jadi ia tidak terserang flu burung.

(c) Jika dan hanya jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak napasTernyata Jones Ginting mengalami sesak napas.Jadi, ia terserang flu burung.

(d) Jika dan hanya jika Jones Ginting terserang flu burung, maka ia mengalami sesak napasTernyata Jones Ginting tidak terserang flu burung.Jadi, ia tidak mengalami sesak napas.

33

Page 26: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

2.4 KESESATAN BERPIKIR

Secara sederhana kesesatan berpikir (atau disingkat kesesatan) dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material. Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap hukum-hukum silogisme. Sebaliknya, kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) dan juga karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi).

2.4.1 Kesesatan Bahasa

Salah satu model kesesatan bahasa yang sering dilakukan orang adalah kesesatan amfiboli. Kesesatan ini terjadi karena kekeliruan penempatan suatu kata atau term dalam sebuah ungkapan (kalimat) sehingga makna ungkapan (kalimat) itu menjadi bercabang. Akibatnya, timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, di mana hanya salah satunya saja yang benar, sedangkan yang lain pasti salah. Amatilah contoh berikut :

Putera pengusaha yang gemar bermain golf itu mengalami kecelakaan

Kalimat di atas mengandung ambiguitas atau percabangan arti. Hal ini bersumber pada letak term “yang gemar bermain golf”. Yang dipersoalkan dalam konteks kalimat di atas ialah term tersebut menerangkan yang mana: Putera dari pengusaha atau pengusaha itu sendiri ? Kesesatan yang sama terlihat dalam kedua contoh berikut ini:

(1) Kami mengharapkan kehadiran saudara pada acara pelantikan Dekan Fakultas Psikologi yang baru.

(2) “Selamat Hari Ulang Tahun Golkar ke-41”

2.4.2 Kesesatan Relevansi

Kesesatan relevansi timbul apabila seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak merupakan implikasi dari premisnya. Penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan sama sekali hubungan logis antara premis dan kesimpulannya. Di bawah ini disebutkan beberapa jenis kesesatan relevansi yang umum dilakukan.

a) Argumentum Ad Hominem

Ad Hominem secara harafiah berarti ‘mengacu pada orangnya’. Kesesatan argumentum ad hominem terjadi bila seseorang berusaha untuk menerima atau menolak suatu gagasan (ide) bukan berdasarkan faktor penalaran yang terkandung dalam gagasan tersebut, melainkan berdasarkan alasan yang berhubungan dengan pribadi dari orang yang melontarkan gagasan. Singkatnya, yang disoroti bukan penalarannya, melainkan orangnya. Bila orangnya disenangi pandangannya diterima tetapi bila orangnya tidak disenangi, pandangannya ditolak.

Contoh :Dalam suatu rapat umum yang dipimpin oleh kepala desa, semua warga desa yang hadir dimintai pandangannya mengenai cara-cara memelihara lingkungan desa agar dapat terhindar dari bahaya demam berdarah. Marzuki, salah seorang warga desa, juga ikut hadir dan memberikan pendapatnya. Tetapi pendapatnya langsung ditolak oleh sebagian warga desa yang hadir. Alasannya ialah karena Marzuki itu di desanya dikenal sebagai orang yang suka mabuk-mabukan.

34

Page 27: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

b) Argumentum Ad Populum

Argumentum ad populum (latin: populus artinya ‘rakyat’ atau ‘massa’) adalah penalaran yang diajukan untuk meyakinkan para pendengar dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat atau orang banyak. Di sini pembuktian logis tidak diperlukan. Yang dipentingkan ialah menggugah perasaan massa pende- ngar, membangkitkan semangat dan membakar emosi orang banyak agar menerima suatu pernyataan tertentu. Argumentum ad populum kerap dijumpai dalam kampanye politik, pidato-pidato, dan propaganda-propaganda seperti yang terdapat dalam dunia iklan. Simaklah contoh berikut ini yang diangkat dari pidato dalam sebuah kampanye menjelang Pemilu.

“... Sejak awal tekad Golkar hanya satu, yakni memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat. Golkar memahami aspirasi rakyat, Golkar merasakan penderitaan rakyat, Golkar tidak pernah meninggalkan rakyat, Golkar selalu menyatu dengan rakyat, Golkar merupakan hati nurani rakyat. Karena itu siapa pun yang menentang program Golkar, dia menentang perjuangan rakyat dan yang menentang perjuangan rakyat, dia adalah musuh rakyat ...”

c) Argumentum Ad Verecundiam

Jenis kesesatan relevansi ini disebut juga argumentum auctoritatis (Latin: auctoritas artinya ‘kewibawaan’) yang memang sangat mirip dengan argumentum ad hominem. Bila dalam argumentum ad hominem yang menjadi acuan adalah pribadi orang yang menyampaikan gagasan (disenangi atau tidak disenangi), maka dalam argumentum ad verecundiam atau argumentum auctoritatis ini, nilai suatu penalaran terutama ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Jadi, suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal karena keahliannya.

Contoh :

“Apa yang dikatakan oleh Prof. Dr. Solichin itu pasti benar karena beliau adalah seorang psikolog ulung dan namanya sudah tidak asing lagi dalam dunia pendidikan”.

d) Ignoratio Elenchi

Kesesatan ignoratio elenchi ini terjadi bila seseorang menarik kesimpulan yang sebenarnya tidak memiliki relevansi dengan premisnya. Dengan demikian ketiga jenis kesesatan yang sudah disebutkan terdahulu (argumentum ad hominem, argumentum ad populum, dan argumentum ad verecundiam) dapat dikategorikan sebagai bagian dari kesesatan ignoratio elenchi ini.

Ignoratio elenchi memperlihatkan loncatan sembarangan dari premis ke kesimpulan yang sama sekali tidak ada kaitan dengan premis tadi. Kerena itu hubungan antara premis dan kesimpulan hanya suatu hubungan yang semu, bukan hubungan yang sesungguhnya. Dalam kesesatan ini biasanya prasangka, kepercayaan mistis, emosi, dan perasaan subjektif merupakan faktor-faktor yang memainkan peranan utama. Selidikilah kedua contoh di bawah ini :

(1) Fitri itu puteri bungsu, pasti dia keras kepala.

(2) Saat melihat seekor kupu-kupu hinggap pada jendela rumah, sang ibu rumah tangga berkata kepada suaminya: “Pak, hari ini kita akan kedatangan tamu”.

e) Kesesatan karena Generalisasi Tergesa-gesa

Jenis kesesatan ini sebetulnya merupakan akibat dari induksi yang keliru karena

35

Page 28: BAB 3 - RED4LIFE | “NGELI NING OJO KELI” · Web viewItu berarti suatu argumen hanya dapat dikatakan benar dari segi isi, bila semua proposisinya (premis-premis dan kesimpulan)

bertumpu pada hal-hal khusus yang tidak mencukupi. Orang yang melakukan kesesatan ini biasanya tergopoh-gopoh menarik kesimpulan yang berlaku umum (general), sementara sample yang dijadikan titik tolak kurang atau bahkan tidak memadai. Perhatikan ketiga contoh di bawah ini :

(1) Remaja-remaja masa kini sulit diajak berdialog.(2) Supir-supir kendaraan umum di Jakarta lebih mengutamakan uang setoran

daripada keselamatan penumpang.(3) Aksi-aksi unjuk rasa yang terjadi akhir-akhir ini berlatar belakang politik.

f) Kesesatan karena Komposisi

Kesesatan karena komposisi dilakukan bila seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi satu atau beberapa individu dari suatu kelompok tertentu, pasti juga benar (berlaku) bagi seluruh kelompok secara kolektif. Dengan kata lain, kesesatan karena komposisi terjadi karena suatu predikat yang seharusnya hanya dikenakan kepada satu atau beberapa individu dalam suatu kesatuan, oleh seseorang justru dikenakan kepada kesatuan tersebut secara keseluruhan.

Contoh :

(1) Dari pernyataan “Polo itu seorang ayah pengedar shabu-shabu”, seseorang menarik kesimpulan “Keluarga Polo itu juga pasti pengedar shabu-shabu.”

(2) Beberapa pemain depan kesebelasan Belanda, dalam pertandingan melawan kesebelasan Brasil baru-baru ini, bermain sangat cermerlang. Minggu depan kesebelasan Belanda itu akan berhadapan dengan kesebelasan Argentina. Pasti tim Belanda itu akan tetap bermain bagus.

Dengan berbekalkan kemampuan berpikir logis yang kuat, seseorang dapat memasuki bidang ilmu pengetahuan yang akan dibahas dalam bab berikut di bawah judul Filsafat Ilmu. Karena setiap pernyataan yang bersifat ilmiah haruslah memenuhi tuntutan logis, kritis, dan rasional.

36