bab 2 tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kentang
2.1.1 Definisi Kentang
Sektor pertanian merupakan sektor penunjang perekonomian di
Indonesia. Melimpahnya sumberdaya manusia dan alam menjadikan
pertanian memiliki potensi yang besar sebagi sektor unggulan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hortikultura merupakan sub
sektor pertanian yang memiliki potensi dilakukan pengembangan,
mengingat komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Salah satu produk hortikultura adalah kentang. (Samadi,2007)
Kentang adalah tumbuhan yang bagian akar biasanya dimakan
sebagai sayuran. Kentang juga digunakan sebagai pengobatan. Masyarakat
menggunakan jus kentang mentah untuk sakit perut dan bengkak. Dan
kebanyakan orang menaruh kentang mentah pada area yang berefek untuk
infeksi, luka bakar dan mata ikan. (Umadevi et al, 2013).
(Umadevi et al., 2013)
Gambar 2.1 Kentang (Solanum Tuberosum L.)
6
2.1.2 Taksonomi Kentang
Menurut Umadevi et al 2013. Dalam dunia tumbuhan, kentang
diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Species : Solanum Tuberosum L.
Binomial name: Solanum Tuberosum
2.1.3 Morfologi Kentang
Kentang (Solanum Tuberosum L.) merupakan tanaman semak dan
bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya biasa
mencapai 50-120 cm, tidak berkayu dan tidak keras. Batang dan daun
berwarna hijau kemerahan atau keungu-unguan. Buahnya berbentuk buni,
dimana kulit/dindingnya berdaging dan mempunyai dua ruang. Di dalam
buah berisi banyak calon biji yang jumlah bisa mencapai 500 biji. Akar
Tanaman kentang tumbuh menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan
sangat halus. Akar ini berwarna keputih-putihan. Daya tembusnya biasa
mencapai 45 cm ,namun biasanya akar ini banyak yang mengumpul
dikedalaman 20 cm. Umbi kentang berasal dari cabang akar samping yang
masuk ke dalam tanah dan merupakan tempat menyimpan karbohidrat
7
sehingga membengkak dan bisa dimakan.Umbi bisa mengeluarkan tunas
dan nantinya akan membentuk cabang-cabang baru.( Samadi,2007)
2.1.4 Kandungan dan Manfaat Kentang
Kentang biasa digunakan untuk pengobatan dalam dan luar tubuh.
Indikasi penggunaan kentang untuk dalam tubuh adalah untuk kesehatan,
obesitas (mengambil potassium dari kentang), Diabetes (dipanggang
didalam oven), Gastritis (jus kentang mentah), konstipasi ( jus kentang
mentah). Indikasi penggunaan kentang mentah untuk luar tubuh adalah
luka bakar, luka kaki terbuka, retak. (Umadevi et al, 2013)
Kentang telah ditemukan untuk menjadi sayuran yang bergizi. Zat
tepung merupakan komponen utama dari kentang tetapi kentang juga
mengandung protein dan basa garam. Kentang juga kaya akan vitamin C,
B kompleks, dan terkandung zat besi, kalsium, mangan, magnesium dan
fosfor. Banyak dari nutrisi dalam kentang ditemukan pada kulit sehingga
lebih banyak manfaatnya dibandingkan kentang tersebut dikupas. Kentang
memiliki banyak unsur diantaranya flavonoid dan glycoalkaloid (Umadevi
et al, 2013).
Menurut Umadevi (2013), Keuntungan menggunakan kentang
adalah:
• Sebagai Anti Aging
• Obat untuk Luka bakar
• Untuk sakit kepala
• Untuk mata lelah
• Menghilangkan lem di tangan
8
• Sebagai pemoles sepatu
• Sebagai obat tidur
2.1.5 Kulit Kentang
Kulit kentang merupakan bagian utama dari pengolahan limbah
dan merupakan masalah yang besar bagi kulit kentang yang basah karena
rentang terhadap pembusukan mikroba yang cepat. Disisi lain,kulit
kentang mengandung sejumlah nutrisi dan farmakologi yang menarik.
Glycoalkaloids dan dinding sel polisakarida yang dapat digunakan
sebagai antioksidan alami,prekursor hormon steroid dan serat
makanan.(Schieber,2009). Antioksidan dalam kulit kentang adalah asam
klorogenat. Asam klorogenat mempunyai aktivitas antioksidan mencegah
terjadinya radikal bebas. Kandungan total fenolat dalam ekstrak ditetapkan
dengan sfektrofotometri UV-Sinar tampak menggunakan metode Folin
ciocalcu dan dihitung setara dengan asam galat. (Mohammad D,2015)
2.1.6 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit
sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan
tanaman.Flavonoid termasuk golongan senyawa phenolik dengan struktur
kimia C6-C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A,
satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang
mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar
pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Sistem penomoran
digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya.
9
Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid
sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal,
sayur-sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan
sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau
melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang
disebut aglikon.
(Redha, 2010)
Gambar 2.2 Struktur Flavonoid
Fakta menunjukkan bahwa hampir semua komponen nutrisi yang
diidentifikasi berperan sebagai agen protektif terhadap penyakit-penyakit
tertentu dalam survei/penelitian mengenai diet, sejauh ini mempunyai
beberapa sifat antioksidatif. Pada uraian sebelumnya, telah dipaparkan
bahwa beberapa senyawa flavonoid seperti quercetin, kaempferol,
myricetin, apigenin, luteolin, vitexin dan isovitexin terdapat pada sereal,
sayuran, buah dan produk olahannya dengan kandungan yang bervariasi
serta sebagian besar memiliki sifat sebagai antioksidan. Hal ini telah
10
memperkuat dugaan bahwa flavonoid memiliki efek biologis tertentu
berkaitan dengan sifat antioksidatifnya tersebut.
Flavonoid terdapat pada sereal, sayuran dan buah-buahan
bervariasi dalam jenis, kandungan dan aktivitas antioksidannya.
Kontribusi dari penelitian mengenai jenis, kandungan, dan aktivitas
antioksidan flavonoid dapat dijadikan dasar bagi studi epidemiologis
lanjut dalam mengevaluasi peranan biologis flavonoid pada sel-sel hidup,
khususnya sel manusia, terutama efek kardioprotektif dan aktivitas
antiproliferatifnya
2.1.7 Glycoalkaloid
Glycoalkaloid pada kentang antara lain α-solanin dan α-chaconine
yang bersama-sama berkonstitusi sekitar 95% yang terdapat di kentang.
Tingkat Glycoalkaloid bervariasi antara jaringan, kultivar, dan kondisi
pertumbuhan. Glycoalkaloid dapat ditemukan di jaringan dari tanaman
tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan transport dari glycoalkaloid
antara tanaman berbeda (katabolisme, biosintesis yang diatur di jaringan
atau organ). Level tertinggi glycoalkaloid yang telah terbukti dilaporkan
ada pada jaringan tanaman kentang. Didalam kentang (Solanum
Tuberosum L), level tertinggi terdeteksi di 1.5 mm dari jaringan di bawah
kulit. (Arif,2013)
Struktur utama alkaloid pada Solanum Tuberosum L. yaitu steroid
alkamines, yang memiliki satu C27 kerangka steroid dari kolestan.
Struktur utama lain yang dimiliki kentang yaitu α -solanine dan α -
11
chaconine yang keduanya berasal dari aglikon yang sama tetapi mereka
memiliki struktur karbohidrat yang berbeda.
(Arif, 2013)
Gambar 2.3 Struktur Glycoalkaloid
Aglikon memiliki karateristik polar dan non polar; grup hidroksida
di posisi C-membuat struktur polar, sedangkan steroid skeleton C-27
adalah non polar. Sakarida yang melekat 3-hydroxy aglikon dapat
ditemukan di kombinasi berbeda. Sakarida yang dimaksud adalah D-
glukosa, D-galactosa, D-xylose, dan L-rhamnose di berbagai kombinasi.
Di kentang, satu (γ-form), dua (β-form) atau tiga (α-form) molekul gula
yang melekat 3-hydroxy solanidine. D-glukosa, D-galaktosa, dan R-
rhamnosa adalah tiga molekul gula yang melekat membentuk solanine,
sementara satu D-glukosa dan dua R-rhamnosa molekul gula membentuk
α-chaconine. Kombinasi dari sakarida ini dikenal sebagai solatriosa dan
chacotriosa masing-masing untuk α -solanine dan α -chaconine. Terdapat
level dari aglikon dengan di atau monosakarida.
Kentang merupakan tanaman penting dari sudut pandang
agronomi, tetapi masih sedikit yang mengetahui tentang biosintesis
glycoalkaloid pada kentang. Biosintesis glycoalkaloid umumnya dianggap
berasal dari sterol. Akhir produksi dari sterol termasuk kolesterol,
12
kampesterol, dan sitosterol yang memiliki fungsi penting dalam regulasi
cairan dan permeabilitas membran.Beberapa dari obat yang sering dipakai
mengandung alkaloid alami dan alkaloid memiliki banyak aktivitas
farmakologik sebagai agen anti kanker. Alkaloid juga sering digunakan
sebagai antibiotik bahkan juga digunakan untuk antiseptik bagi tenaga
medis.
2.1.8 Sediaan Obat Topikal
Sediaan topikal yang sering digunakan masyarakat Indonesia adalah Gel,
Krim dan Salep.
1. Salep
Salep adalah sediaan semisolid berbahan dasar lemak
ditujukan untuk kulit dan mukosa. (Yanhendri et al,2012)
• Indikasi salep :
Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan
tebal (proses kronik), termasuk likenifikasi, hiperkeratosis.
Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah
bersih.
• Kontraindikasi salep :
Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama
dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada
daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan
perlekatan.
2. Krim
13
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. (Yanhendri et al,2012)
• Indikasi krim
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi
pada rambut, daerah intertriginosa
3. Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel organik dan anorganik.(
Yanhendri et al,2012). Gel segera mencair jika berkontak
dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit
lebih baik daripada krim. Gel juga baik dipakai pada lesi di
kulit yang berambut.
Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki
keistimewaan:
a. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
b. Sangat baik dipakai untuk area berambut.
c. Disukai secara kosmetika
2.2 Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Kulit menutupi permukaan
eksternal seluruh tubuh manusia dan merupakan situs utama dari interaksi
dunia dengan sekitarnya. Kulit berfungsi sebagai pelindung yang mencegah
jaringan internal dari paparan trauma,ultraviolet(UV),radiasi,suhu
14
ekstrem,racun,dan bakteri. Fungsi penting lainnya termasuk persepsi sensorik
pengawasan imunologi, termoregulasi dan pengendalian kehilangan cairan.
(Amirlak,2015)
2.2.1 Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari
lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):
1. Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat
pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak
pada kulit tipis
3. Stratum Granulosum Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal
gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula
basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang
mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4. Stratum Spinosum Terdapat berkas-berkas filament yang
dinamakan tonofibril, dianggap filament filamen tersebut
memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel
15
dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat
yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai
stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) Terdapat aktifitas
mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan
sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28
hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung
melanosit.
Fungsi Epidermis: Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin
D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).(Maceo
V.Alice,2002)
2.2.2 Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan:
• Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
16
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang
dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam
jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya
derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis: struktur penunjang,
mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon
inflamasi (Maceo V.Alice,2007)
2.2.3 Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis: melekat ke struktur dasar, isolasi
panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock
absorber.(W.D.James,2006)
17
Perdanakusuma,2007 Gambar2.4 Anatomi Kulit
2.2.4 Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu
cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis.(charkoudian,2003)
2.2.5 Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barrier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit
adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi
telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon
rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir,
puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
18
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh
hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan
melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah
kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari
kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran
darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan
vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan
panas.(Chu.D.H,2008)
2.3 Luka Bakar
2.3.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau
tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia
dan radiasi. (Nugroho, 2012)
2.3.2 Epidemiologi
Menurut the National Institutes of General Medical Sciences 2012,
sekitar 1,1 juta luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap
tahun di Amerika Serikat. Di antara mereka terluka, sekitar 50.000
memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500 meninggal setiap tahun dari luka
bakar. Ketahanan hidup setelah cedera luka bakar telah meningkat pesat
selama abad kedua puluh.
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2008) prevalensi
luka bakar di Indonesia 2.2 %. Menurut tim Pusbankes 118 Persi DIY
19
(2012) angka kematian akibat luka bakar di RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39% pertahun sedangkan di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu
pertahun.
Usia rata-rata penderita luka bakar yang memerlukan perawatan di RS
adalah 6.8 tahun dan umumnya pria (74,7%). (Nugroho, 2012)
2.3.3 Etiologi
Menurut Moenajat,2003.Penyebab luka bakar dapat digolongkan
dalam beberapa jenis:
1. Flame : Kobaran api di tubuh
2. Flash : Jilatan api ke tubuh
3. Scald : Terkena air panas
4. Kontak panas : Tersentuh benda panas
5. Akibat sengatan listrik
6. Akibat bahan kimia
7. Sun burn : Sengatan matahari
Sengatan matahari bagi kita tidaklah merupakan masalah besar dan
jarang terjadi. Luka bakar akibat kobaran api dan jilatan api sering terjadi
pada dewasa sedangkan bayi dan anak-anak lebih sering tersiram air
panas. Kecelakaan akibat kompor/petromak yang meledak, drum, karbit
meledak, kobaran api pada tangan yang dicuci dengan bensin dan lain lain
sering terjadi.
20
2.3.4 Klasifikasi Luka Bakar
Penderita luka bakar dapat digolongkan berdasarkan dalamnya
jaringan yang terbakar. Klasifikasi ini selalu dikaitkan dengan luas
permukaan tubuh yang terbakar dan kita kenal sebagai derajat luka bakar.
Derajat luka bakar ditentukan oleh kedalaman jaringan tubuh yang rusak
oleh trauma panas dan tergantung oleh 2 faktor berikut:
1. Intensitas dan lamanya panas mengenai tubuh
2. Rambatan panas pada jaringan(dipengaruhi oleh sifat lokal
jaringan.
1. Jaringan yang tidak mampu merambatkan panas akan
menderita kerusakan hebat (nekrosis), sebaliknya jaringan yang
dapat meneruskan panas ke jaringan sekitarnya yang cukup
mengandung air akan cepat menurunkan suhu sehingga
kerusakan bisa lebih ringan.
(Nugroho, 2012)
Gambar 2.5 Klasifikasi Luka Bakar
21
Tabel 2.1 Klasifikasi Luka Bakar
Sumber : Grunwald.TB (2008
2.3.5 Perubahan Anatomi Patologi pada Kulit
1. Perubahan anatomi patologik pada kulit
Pada luka bakar terjadi perubahan mikrosirkulasi kulit dan
terbentuk edema. Trauma panas menghasilkan perubahan karateristik
padadaerah yang terbakar, yaitu zona dengan sel-sel mati sehingga
sifatnya
irreversible (zona koagulasi) dan daerah paling luar yang
memperlihatkan hiperemia dimana kerusakan sel sangat minim dan paling
dini menunjukkan perbaikan (zona hiperemia). Diantara keduanya terdapat
zona statis dengan gangguan pada sel dan sirkulasi darah yang bersifat
sementara. Tetapi zona statis ini sangat potensial untuk menjadi luka yang
lebih luas dan dalam sehingga mengenai seluruh tebal kulit karena kondisi
Klasifikasi Jaringan yang rusak
Klinis Tes jarum “Pin prick”
Waktu sembuh Hasil
I Epidermis Sakit,Merah,Kering
Hiperalgesi 7 hari Normal
II Dangkal Sebagian dermis,folikel,rambut dan kelenjar keringat utuh
Sakit merah/kuning,Basah,Bula
Hiperalgesi atau Normal
7-14 hari Normal, pucat, berbintik
II Dalam Hanya kelenjar keringat yang utuh
Sakit merah/kuning,Basah,Bula
Hipoalgesi 14-31 hari Pucat, Depigmentasi Rata Mengkilat, Rambut(-) Cicatrix, Hipertropi
III Dermis seluruhnya
Tidak sakit,putih,coklat hitam,kering
Analgesi 21 hari persekundam
Cicatrix, hipertropi
22
sel-selnya sangat peka terhadap infeksi dan kekeringan yang menimbulkan
kematian sel.
Dengan penanganan luka bakar yang adekuat akan memberikan
kesempatan kepada pembuluh darah unuk menghilangkan sludging
(pengendapan partikel padat dari cairan) dan hipoksia jaringan tidak
berlarut-larut.
(Hettiaratchy S,2004)
Gambar 2.6 Perubahan Anatomi Patologik pada kulit
2.3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan (assessment) dan penanganan awal luka bakar berjalan
simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari
Komite Trauma American College of Surgeons. Pada survey primer
dinilai dan ditangani A, B, C, dan D penderita.
• A-(airway): Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas
(larynx dan pharynx) akibat cedera inhalasi yang
ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang
berbunyi (stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila
ditemukan oedem mukosa mulut dan jalan nafas,
ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung atau
mulut dan luka bakar mengenai muka atau leher.
23
Cedera ini harus segera ditangani karena angka
kematiannya sangat tinggi.
• B-(Breathing): kemampuan bernafas,ekspansi
rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau
eschar melingkar di dada
• C-(Circulation): Status volume pembuluh darah.
Keluarnya cairan dari pembuluh darah (jarak antara
sel endotel dinding pembulu darah). Bila disertai
syok (suplai darah ke jaringan kurang),tindakannya
adalah atasi syok lalu lanjutkan resusitasi cairan
• D-(Disability): Status neurologis pasien
(Diklat PMI Yogyakarta, 2012) Gambar 2.7 Penanganan Luka Bakar
2.3.7 Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Menurut Hettiarachy,2004, Beberapa faktor yang mempengaruhi berat
- ringannya injuri luka bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas luka
bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia.
Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut di atas:
24
a. Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke
dalam 5 kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang
rusak, meliputi :
1. Superfisial (derajat 1)
2. Superfisial – Kedalaman Partial (Partial Thickness)
3. Dalam – Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness)
4. Kedalaman Penuh (Full Thickness)
5. Subdermal
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka
bakar meliputi:
1. rule of nine
2. Lundand Browder,
3. Hand palm.
Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan
salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka
bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode
yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar. Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak
tahun 1940-an sebagai suatu alat pengkajian yang cepat untuk
menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian
anatomi, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah
25
genitalia 1 %( lihat gambar 2.8)
(Hettiaratchy,2004) Gambar 2.8 Metode Rule of nine
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari
persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan
perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar (lihat gambar 2.9)
(Hettiarachy,2004) Gambar 2.9 Metode Lund and Browder
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara
lainnya yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara
menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak
tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang
mengalami luka bakar.
26
c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi
luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada
seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar
yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea.
Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali.
Membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat
menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan
atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka
bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh
urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah
torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding
dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.
d. Mekanisme injuri
Mekanisme injuri merupakan faktor lain yang digunakan
untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum
luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan
perhatian khusus. Pada luka bakar elektrik, panas yang
dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan
internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan
tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad
lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi.
Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting
27
untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi
morbiditi. Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada
direct current (DC). Ini seringkali berhubungan dengan
terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,
kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang
panjang atau vertebra. Pada luka bakar karena zat kimia
keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.
e. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar.
Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak
yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia
0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 tahun. Tingginya
statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena
luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai
gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan
dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu
juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena
kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-
bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan
memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.
28
2.3.8 KLASIFIKASI LUKA
Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler,
penekanan dan keganasan. Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :
1. Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik
bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka
baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu
yang diperkirakan Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk,
crush injury. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut
yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting.
2. Luka kronik: luka yang berlangsung lama atau sering timbul
kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah
multifaktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh
pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap
terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh: Ulkus
dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.
2.3.9 Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses
penyembuhan luka adalah kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah
sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen. Fisiologi
penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase Tseperti
dibawah ini:
29
a. Fase inflamasi
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera
setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami
konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi
trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Komponen
hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang
meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor
(IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya
kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas.
Keadaan ini disebut fase inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi
vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN).
Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi
Transforming Growth Factor beta 1 (TGF 1) yang juga dikeluarkan
oleh makrofag. Adanya TGF 1 akan mengaktivasi fibroblas untuk
mensintesis kolagen
b. Fase proliferasi atau fibroplasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat
menonjol perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis
kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan
untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi,
kontraksi luka dan epitelialisasi
c. Fase remodeling atau maturasi
30
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling
kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan
degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung
mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini
didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80%
dari kulit normal.
2.3.10 Manajemen penyembuhan Luka
Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan
luka yang lembab. Manajemen perawatan luka yang lama atau disebut
metode konvensional hanya membersihkan luka dengan normal salin atau
ditambahkan iodin povidine, kemudian ditutup dengan kasa kerng. Tujuan
manajemen luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi. Ketika
akan merawat luka di hari berikutnya, kasa tersebut menempel pada luka
dan menyebabkan rasa sakit pada klien, disamping itu juga sel-sel yang
baru tumbuh pada luka juga rusak. (Rohmayanti, 2015)
Manajemen luka yang dilakukakn tidak hanya melakukan aplikasi
sebuah balutan atau dressing tetapi bagaimana melakukan perawatan total
pada klien dengan luka. Manajemen luka ditentukan dari pengkajian klien,
luka klien dengan lingkungannya serta bagaimana kolaborasi klien dengan
Tim kesehatan. Tujuan dari manajemen luka, yaitu: Mencapai hemostasis,
mendukung pengendalian infeksi, membersihkan (debride) devaskularisasi
atau material infeksi, membuang benda asing, mempersiapkan dasar luka
untuk graft atau konstruksi flap, mempertahankan sinus terbuka untuk
31
memfasilitasi drainase, mempertahankan keseimbangan kelembapan,
melindungi kulit di sekitar luka, mendorong kesembuhan luka dengan
penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder.
Manajemen luka yang lama diganti dengan manajemen luka
terbaru yang memiliki tujuan salah satunya menciptakan lingkungan luka
yang lembab untuk mempercepat proses penyembuhan luka (moist wound
healing).
Moist Wound Healing merupakan suatu metode yang
mempertahankan lingkungan luka tetap lembab untuk memfasilitasi proses
penyembuhan luka. Lingkungan luka yang lembab diciptakan dengan
occlusive dressing/ semi occlusive dressing. Dengan perawatan luka
tertutup (occlusive dressing) maka keadaan yang lembab dapat tercapai
dan hal tersebut telah diterima secara universal sebagai standar baku untuk
berbagai tipe luka. Alasan rasional teori perawatan luka dengan
lingkungan luka yang lembab adalah:
1. Fibrinolisis; fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dengan cepat dihilangkan (fibrinolotik) oleh neutrophil dan sel
endotel dalam suasana lembab
2. Angiogenesis; Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan
lebih merangsang lebih cepat angiogenesis dan mutu pembuluh
kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya
heparin dan tumor nekrosis faktor- alpha (TNF-alpha)
3. Kejadian infeksi lebih rendah dibandingkan dengan perawatan
kering (2.6% vs 7.1%)
32
4. Pembentukan growth factor yang berperan pada proses
penyembuhan dipercepat pada suasana lembab. Epidermal
Groeth Factor (EGF), Fibroblast Growth Factor (FGF), dan
Interleukin 1/Inter-1 adalah angiogenesis dan pembentukan
stratum korneum. Platelet Derived Growth Factor(PDGF) dan
Transforming Growth Factor- beta (TGF-beta) yang dibentuk
oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblast.
5. Percepatan pembentukan sel aktif; invasi neutrofil yang diikuti
oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi
lebih dini.
Keuntungan lainnya menggunakan Moist Wound Healing juga
akan mengurangi biaya perawatan klien dan mengefektifkan jam
perawatan perawat di rumah sakit.