bab 2 pkm
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Pelayanan Puskesmas
Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas (Pusat
pelayanan Masyarakat) kepada masyarakat, mencakup perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan, dan dituangkan dalam suatu
sistem (PERMENKES No. 75, 2015).
Puskesmas merupakan garda depan penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar. Puskesmas yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya. Oleh sebab itu, puskesmas juga harus melaksanakan tugas
administratif, yang diantaranya membuat tugas laporan cakupan kegiatan
pokok Puskesmas setiap tahun, beserta tolak ukur dan indikator yang
digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pelaksanaan kegiatan
pokok (Nasrul E., 2002).
Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan dasar perlu menetapkan
jenis-jenis pelayanan yang disediakan bagi masyarakat sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan permasalahan kesehatan yang ada di wilayah
kerjanya dengan mendapatkan masukan dari masyarakat melalui proses
pemberdayaan masyarakat.
5
![Page 2: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/2.jpg)
Penilaian kebutuhan masyarakat dilakukan dengan melakukan pertemuan
dengan tokoh-tokoh masyarakat dan sektor terkait dan kegiatan survei mawas
diri, serta memerhatikan data surveilans untuk kemudian dilakukan analisis
kesehatan komunitas (community health analysis) yang menjadi bahan untuk
penyusunan rencana Puskesmas (PERMENKES No. 45, 2015).
2.1.2 Sumber Daya Puskesmas
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (PERMENKES No. 75,
2015).
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan
tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non
kesehatan sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan analisis beban kerja,
dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah
penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah
kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud paling sedikit terdiri atas:
a. Dokter atau dokter layanan primer;
b. Dokter gigi;
c. Perawat;
d. Bidan;
e. Tenaga kesehatan masyarakat;
6
![Page 3: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/3.jpg)
f. Tenaga kesehatan lingkungan;
g. Ahli teknologi laboratorium medik;
h. Tenaga gizi; dan
i. Tenaga kefarmasian.
Tenaga non kesehatan yang dimaksud harus dapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan
operasional lain di Puskesmas (PERMENKES No. 75, 2015).
2.2 Kebutuhan dan Kepuasan Pelayanan Kesehatan
2.2.1 Kebutuhan Pelayanan Kesehatan
Kebutuhan pelayanan kesehatan bersifat mendasar yang sesuai dengan
keadaan riil masyarakat. Sedangkan permintaan pelayanan kesehatan terkait
unsur preferensi yang dapat dipengaruhi oleh sosial budaya. Idealnya
kebutuhan dan permintaan adalah sama atau berupa suatu keadaan yang
identik. Permintaan akan tampak kalau masyarakat sakit dan mencari
pengobatan atau informasi dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
tersedia. Permintaan dapat dilihat dari angka kunjungan pasien ke tempat
pelayanan kesehatan (Bennet, 1987).
Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dinyatakan dalam dua kategori
yaitu kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan yang tidak dirasakan. Meski
tidak semuanya, kebutuhan yang dirasakan diterjemahkan sebagai permintaan.
Sebagian besar kebutuhan yang tidak dirasakan dapat menjadi kebutuhan yang
dirasakan. Sebaliknya dapat terjadi permintaan yang sebenarnya tidak
dibutuhkan, dan petugas kesehatan harus mengurangi kategori permintaan
yang tidak dibutuhkan (Bennet, 1987).
7
![Page 4: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/4.jpg)
Cara masyarakat memenuhi kebutuhannya tidak selalu sesuai dengan
langkah memenuhi kebutuhannya. Masyarakat menempatkan pengobatan anak
waktu sakit pada tingkat prioritas tinggi atau sangat dibutuhkan, tetapi mutu
gizi, sanitasi lingkungan dan imunisasi yang justru dapat menjamin kesehatan
anak tidak dianggap sebagai felt needs utama (Andersen, 1984).
Faktor yang mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan
kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam
pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa pelayanan
kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka. Permintaan akan pemeriksaan
dan pengobatan sangat tergantung pada konsep masyarakat tentang proses
penyakit, berat dan prognosisnya. Penyelenggara pelayanan kesehatan harus
memahami konsep–konsep masyarakat tentang kesehatan dan penyakit yang
dapat termasuk kategori sindroma yang dapat diterima secara ilmiah maupun
sindroma tanpa ekuivalen dalam arti ilmiah. Informasi ini dapat diperoleh dari
uraian seseorang tentang gejala penyakitnya atau diskusi dengan penyedia
pelayanan, sehingga diperoleh pemahaman tentang permintaan dan kebutuhan
pelayanan kesehatan yang dirasakan masyarakat (Bennet, 1987).
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan
membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan
konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas
8
![Page 5: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/5.jpg)
pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of
mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Pritchard, 1986).
Menurut Andersen faktor–faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan
kesehatan meliputi:
1. Karakteristik pemungkin (Predisposing Characteristics), yang
menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai
kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda–beda
yang digolongkan atas:
a. Ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan dan
jumlah keluarga.
b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan.
c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik pendukung (Enabling characteristics), yang menjelaskan
bahwa meskipun individu mepunyai predisposisi untuk menggunakan
pelayanan kesehatan, tidak akan bertindak menggunakannya kecuali
mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada
tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Yang
termasuk karakteristik ini adalah :
a. Sumber keluarga (family resources), yang meliputi pendapatan
keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pihak–pihak yang
membiayai individu atau keluarga dalam mengkonsumsi pelayanan
kesehatan.
9
![Page 6: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/6.jpg)
b. Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi
tersedianya pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan dan
sumber – sumber yang ada didalam masyarakat.
3. Karakteristik kebutuhan (need). Faktor predisposisi dan faktor
pendukung dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan,
apabila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan
merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat
dikategorikan menjadi :
a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan
kesehatan yang dirasakan.
b. Evaluate / clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan
sakit didasarkan oleh penilaian petugas. Model pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen pada
tahun 1984, sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan
(life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services
utilization).
Gambar 2.1. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (Engel, 1995)
Berdasarkan pengalaman peneliti terdahulu maka model ini
dikembangkan dengan menambahkan faktor keempat yaitu hubungan
10
UseNeed :IllnesResponse
Enabling :- Family Resources- CommunityResources
Predisposing- Family Composition- Social Structure- Health Beliefs
![Page 7: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/7.jpg)
interpersonal, faktor kelima pemakaian tipe pelayanan jamak dan faktor
keenam yaitu pemanfaatan pelayanan sebelumnya (Pritchard, 1986).
Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh dua
faktor yang berurutan, yaitu (Peter, 2000):
1. Faktor kebutuhan (need) terhadap pelayanan kesehatan yang
ditunjukkan oleh rasa sakit baik secara fisik maupun psikis telah
dirasakan dan memerlukan upaya penyembuhan.
2. Faktor individu terhadap pandangan sehat dan sakit, yang mana hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh variabel penddikan, pekerjaan,
pilihan (preferensi) terhadap pelayanan kesehatan serta kemampuan
finansial untuk membayar pelayanan kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi demand pasien terhadap pelayanan kesehatan
adalah (Bennet, 1987):
1. Insiden penyakit yang menggambarkan kejadian penyakit
2. Karakteristik demografi dan sosial budaya yang meliputi status
perkawinan, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan sistem nilai
budaya yang ada pada keluarga atau masyarakat
3. Faktor ekonomi antara lain pendapatan, harga pelayanan medis dan
nilai waktu yang dipergunakan untuk mencari pengobatan.
Lima faktor utama yang mempengaruhi demand terhadap pelayanan
kesehatan adalah (Abramson, 1991):
1. Persepsi sakit
2. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya,
adat istiadat, agama)
11
![Page 8: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/8.jpg)
3. Kemampuan membayar
4. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan
5. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan)
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
konsumen terhadap pelayanan medis baik dari segi pasien maupun dari
pihak pemberi layanan medis:
1. Faktor yang mempengaruhi permintaan pasien terhadap pelayanan
medis. Pasien merupakan konsumen paling penting dalam jasa
kesehatan dimana pasien ini akan mempengaruhi jumlah permintaan
terhadap pelayanan kesehatan serta menentukan kualitas dari
pelayanan kesehatan bersangkutan.
a) Kejadian sakit (incidence of illness)
Kejadian sakit yang diderita oleh masing–masing individu
berbeda–beda, hal ini dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.
Semakin bertambahnya usia, maka jumlah kejadian sakit dan
kematian akan semakit meningkat dimana penyakit pada setiap
pertambahan usia akan beresiko untuk menderita peyakit kronis
sehingga pelayanan kesehatan akan semakin dibutuhkan. Dari segi
jenis kelamin, terdapat kebutuhan pelayanan kesehatan antara laki-
laki dan perempuan. Kebutuhan perempuan akan pelayanan
kesehatan lebih tinggi dibandingkan laki-laki disebabkan karena
kebutuhan untuk obstetri (persalinan).
b) Karakteristik budaya dan demografi (cultural demographic
characteristics)
12
![Page 9: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/9.jpg)
a. Jenis kelamin
Meskipun pengeluaran untuk pemanfaatan pelayanan
kesehatan yang kurang lebih sama untuk kedua jenis kelamin
pada tahun-tahun awal, ada perbedaan dalam kebutuhan
pelayanan kesehatan antara pria dan wanita. Di kemudian hari,
pengeluaran yang dikeluarkan oleh perempuan melebihi dari
yang dikeluarkan oleh laki-laki terutama karena biaya
kandungan.
b. Usia.
Hubungan antara umur dan penggunaan pelayanan medis,
bagaimanapun tidak linier juga tidak sama untuk setiap jenis
pelayanan kesehatan. Karena semakin bertambah usia akan
semakin membutuhkan pelayanan kesehatan.
c. Status perkawinan dan jumlah anggota keluarga.
Seseorang dengan status belum menikah lebih banyak
menggunakan pelayanan rumah sakit dibandingkan dengan
seseorang yang sudah menikah. Selain status perkawinan,
jumlah orang dalam keluarga juga mempengaruhi permintaan
untuk pelayanan kesehatan. Orang yang belum berkeluarga
umumnya menggunakan perawatan di rumah sakit lebih dari
yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Ketersediaan
orang di rumah untuk merawat seseorang mungkin pengganti
hari tambahan di rumah sakit. Besarnya keluarga juga
mempengaruhi permintaan, sebuah keluarga besar memiliki
13
![Page 10: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/10.jpg)
pendapatan per kapita yang lebih rendah (meskipun tidak
selalu proporsional kurang) daripada sebuah keluarga kecil
dengan pendapatan yang sama.
d. Pendidikan.
Pendidikan juga diyakini dapat mempengaruhi permintaan
pelayanan medis. Sebuah jumlah yang lebih besar dari
pendidikan di rumah tangga dapat memungkinkan keluarga
untuk mengenali gejala awal penyakit, sehingga kesediaan
yang lebih besar untuk mencari pelayanan kesehatan awal.
Tingginya tingkat pendidikan juga dapat menyebabkan
peningkatan efisiensi dalam pembelian keluarga dan
penggunaan pelayanan medis.
e. Preferensi pasien.
Preferensi yang dimiliki pasien bisa didapatkan melalui iklan,
orang sekita dan dokter yang dapat mempengaruhi pelayanan
kesehatan yang diinginkan oleh pasien.
c) Faktor ekonomi ( economic factors ).
1) Pendapatan
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan hubungan antara
pendapatan keluarga dan pengeluaran untuk pelayanan
kesehatan. Ketika studi ini didasarkan pada data survey,
sering ditemukan bahwa keluarga-keluarga dengan
pendapatan yang lebih tinggi memiliki pengeluaran yang
lebih besar untuk pelayanan kesehatan.
14
![Page 11: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/11.jpg)
2) Harga
Hubungan tarif dengan demand terhadap pelayanan
kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka demand
akan menjadi semakin rendah. Sangat penting untuk dicatat
bahwa hubungan negatif ini secara khusus terlihat pada
keadaan pasien yang mempunyai pilihan. Pada pelayanan
rumah sakit, tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh
keputusan dokter. Keputusan dari dokter mempengaruhi
length of stay, jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi,
dan berbagai tindakan medik lainnya. Pada keadaan yang
membutuhkan penanganan medis segera, maka faktor tarif
mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand,
sehingga elastisitas harga bersifat inelastik. Sebagai contoh,
operasi segera akibat kecelakaan lalu lintas. Apabila tidak
ditolong segera, maka korban dapat meninggal atau cacat
seumur hidup.
3) Jaminan atau asuransi kesehatan
Asuransi dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan
demand terhadap pelayanan kesehatan, dengan demikian
hubungan dari asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan
terhadap demand terhadap pelayanan kesehatan adalah
bersifat positif. Pada negara maju, faktor asuransi kesehatan
menjadi penting dalam hal demand pelayanan kesehatan.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat masyarakat tidak
15
![Page 12: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/12.jpg)
membayar langsung ke pelayanan kesehatan, tetapi melalui
sistem asuransi kesehatan. Di samping itu, dikenal pula
program pemerintah dalam bentuk jaminan kesehatan untuk
masyarakat miskin dan orang tua.
4) Nilai waktu bagi pasien
Ketika harga pelayanan kesehatan diminimalkan maka
seseorang akan mempertimbangkan penggunaan waktu
seperti jauh dekatnya dengan tempat pelayanan kesehatan
atau lama waktu tunggu sebelum mendapat pelayanan
kesehatan juga akan mendapat perhatian dari konsumen.
2. Faktor pihak pemberi layanan medis yang mempengaruhi permintaan
konsumen terhadap pelayanan medis.
Dalam melakukan tindakan terhadap pasien, dokter tenaga medis
harus dapat menyesusaikan sumber daya keuangan pasien dan
kebutuhan medis pasien sebelum melakukan tindakan medis. Pasien
memiliki ilmu pengetahuan mengenai medis yang akan digunakan
untuk berdiskusi dengan tenaga medis sehingga dapat mengambil
keputusan perawatan seperti apa yang akan dijalani. Dalam hal ini,
efisiensi dari pelayanan medis dan penawaran harga yang
mempengaruhi permintaan pasien terhadap pelayanan medis.
Adapun rumus untuk demand pada pelayanan kesehatan yaitu sebagai
berikut:
Qdmc= f (insiden penyakit, provider│ karakteristik budaya–demografi, faktor ekonomi, dll)
16
![Page 13: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/13.jpg)
Meningkatnya demand dalam pelayanan kesehatan pada saat ini banyak
dipengaruhi oleh:
a) Kualitas dari pelayanan kesehatan yang diberikan.
b) Pelayanan pasca rawat inap.
c) Performance dari pelayanan kesehatan.
d) Kemudahan dalam penggunaan pelayanan.
e) Sistem pembayaran.
f) Sistem pelayanan secara keseluruhan.
2.2.2 Kepuasan Pelayanan Kesehatan
Secara umum, kepuasan adalah perasaan senang atu kecewa seseorang
yang muncul setelah membandingkan antara kinerja produk dengan hasil yang
diinginkan (Kotler, 2005). Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan
akan puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa amat
puas. Sedangkan menurut Jacobalis (dalam Supraptono, 1998) menyatakan
bahwa kepuasan adalah rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu
terpenuhi. Berdasarkan dua pendapat tersebut, kepuasan dapat diartikan
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan
dengan harapan. Sedangkan kepuasan masyarakat adalah pendapat masyarakat
dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik
dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya (Kepmen PAN
Nomor 25 Tahun 2004).
Pedoman peyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat dimaksudkan sebagai
acuan bagi Unit Pelayanan instansi pemerintah dalam menyusun indeks
kepuasan masyarakat, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit
17
![Page 14: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/14.jpg)
pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan public selanjutnya. Bagi masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang
kinerja pelayanan unit yang bersangkutan. Indeks Kepuasan Masyarakat
adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat
masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara
pelayanan publik dengan membandingkan secara antara harapan dan
kebutuhannya.
2.2.3 Indeks Kepuasan Masyarakat
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam
Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian
dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan “reliable”,
sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks
kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:
Prosedur Pelayanan yaitu kemudahan tahapan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
Persyaratan Pelayanan yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
Kejelasan Petugas Pelayanan yaitu keberadaan dan kepastian
petugas yang memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi
waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
18
![Page 15: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/15.jpg)
Kedisiplinan Petugas Pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja
sesuai ketentuan yang berlaku.
Tanggung Jawab Petugas Pelayanan, yaitu kejelasan wewenang
dan tanggung jawab petugas dalam memberikan/menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat.
Kemampuan Petugas Pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
keterampilan yang dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
Kecepatan Pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan.
Keadilan mendapatkan Pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan
dengan tidak menbedakan golongan/status masyarakat yang
dilayani.
Kesopanan dan Keramahan Petugas, yaitu sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
Kewajaran Biaya Pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
19
![Page 16: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/16.jpg)
Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi saranan dan prasaranan
pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan
lingkungan unit penyelenggara pelayabab ataupun sarana yang
digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap risiko-risiko yang diakibatkan
dari pelaksanaan pelayanan (Keputusan Meteri PAN, 2004).
Model pengukuran kepuasan pelanggan, dapat digunakan untuk mengukur
dan memantau kepuasan konsumen, Tjiptono (2006:148) terdapat empat
metode untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu:
Sistem keluhan dan saran.
Setiap perusahaan yang beriorientasi terhadap konsumen
(customer-oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi para konsumennya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan
keluhan mereka. Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran
yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau
atau sering dilewati konsumen), menyediakan kartu komentar,
menyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines), dan
lainnya.
Survey kepuasan konsumen.
Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari konsumen dan sekaligus
memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh
20
![Page 17: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/17.jpg)
perhatian terhadap konsumen. Pengukurab kepuasan dapat
dilakukan dengan berbagai cara (Tjiptono, 2006):
1. Directly reported satisfication. Pengukuran dilakukan
secara langsung dengan skala pertanyaan sangat tidak puas,
tidak puas, netral, dan sangat puas.
2. Derived dissatisfaction. Pertanyaan yang diajukan
menyangkut dua hal utama, yaitu besarnya harapan
pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya yang
mereka rasakan.
3. Problem analysis. Pelanggan yang dijadikan responden
diminta mengungkan dua hal pokok. Pertama, masalah-
masalah yang mereka hadapi berkaitan denfan penawaran
dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan
perbaikan.
4. Importance performance analysis. Dalam teknik ini,
responden diminta untuk merangkai berbagai elemen
(atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya
setiap elemen tersebut. Selain itu responden juga diminta
untuk merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam
masing-masing elemen.
Ghost Shopping.
Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan orang
(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan
atau pembeli potensial produk perudahaan dan pesaing. Lalu ghost
21
![Page 18: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/18.jpg)
shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing
berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk
tersebut.
Lost Customer Analysis.
Perusahaan berusaha menghubungi pelanggannya yang telah
berhenti membeli atau telah beralih ke pemasok lainnya, yang
ingin diperoleh adalah informasi tentang penyebab terjadinya hal
tersebut. Informasi ini snagat penting berguna bagi perushaaan
untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka
meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.3 Fenomena Puskesmas Campurejo
Puskesmas Campurejo berdiri sebagai puskesmas induk pada tahun
1985.Sebelumnya Puskesmas Campurejo merupakan puskesmas pembantu
dari Puskesmas Mojoroto yang merupakan satu-satunya puskesmas induk di
wilayah Kecamatan Mojoroto. Pada awal berdirinya Puskesmas Campurejo
memiliki wilayah kerja 7 kelurahan, yaitu Campurejo, Tamanan, Banjarmlati,
Bandar Kidul, Bandar Lor, Lirboyo, dan Pojok (Profil Puskesmas Campurejo,
2014).
Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan menyebabkan 2 puskesmas
induk di Kecamatan Mojoroto pada tahun 2006 mengalami pemekaran
menjadi 3 puskesmas induk, yaitu Puskesmas Mrican, Puskesmas Campurejo,
dan Puskesmas Sukorame. Dengan demikian wilayah kerja Puskesmas
22
![Page 19: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/19.jpg)
Campurejo menjadi 5 kelurahan, yaitu Campurejo, Tamanan, Banjarmlati,
Bandar Kidul, dan Lirboyo (Profil Puskesmas Campurejo, 2014).
Untuk lebih mendekatkan masyarakat pada sarana kesehatan, maka
Puskesmas Campurejo memiliki 4 Pustu (Puskesmas Pembantu) yaitu Pustu
Tamanan, Pustu Banjarmlati, Pustu Bandar Kidul, dan Pustu Lirboyo serta 1
Poskeskel Bandar Kidul (Profil Puskesmas Campurejo, 2014).
2.3.1 Pelayanan Kesehatan Puskesmas
Desember 2014, sarana kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Campurejo adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Campurejo Tahun 2014
No Uraian Jumlah1 Puskesmas 1
2 Puskesmas Pembantu 4
3 Posyandu Balita 42
4 - Pratama 0
5 - Madya 1
6 - Purnama 41
7 - Mandiri 0
8 Posyandu Lansia 16
9 Rumah Sakit 2
10 Rumah Bersalin 1
11 Balai Pengobatan 2
12 Dokter Umum Praktek Swasta 20
13 Dokter Spesialis Praktek Swasta 514 Dokter Gigi Praktek Swasta 5
15 Bidan Praktek Swasta 12
(Profil Puskesmas Campurejo, 2014)
Sarana Penunjang Pelayanan: adanya Laboratorium Klinis. Pelayanan
laboratorium di Puskesmas Campurejo meliputi pemeriksaan darah lengkap, 23
![Page 20: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/20.jpg)
urine lengkap, fungsi liver, fungsi ginjal, asam urat, kolesterol, golongan
darah, HIV, widal, albumin, GDA, GDP, dan BTA (Profil Puskesmas
Campurejo, 2014).
Jumlah SDM Puskesmas Campurejo adalah 55 orang dengan perincian
sebagai berikut: a) Dokter Umum: 4orang, b) Dokter Gigi: 2 orang, c) Sarjana
Kesehatan Masyarakat: 5 orang, d) Apoteker: 1 orang, e) Bidan : 16 orang, f)
Perawat: 11 orang, g) Perawat Gigi: 1 orang, h) Asisten Apoteker: 4 orang, i)
Petugas Gizi: 2 orang, j) Petugas Laboratorium: 2 orang, j) Sanitarian : 1
orang, k) Tenaga non medis: 6 orang (Profil Puskesmas Campurejo, 2014).
Berdasarkan Status, terdiri dari: a) PNS: 39 orang, b) PTT: 3 orang, c)
Kontrak: 10 orang, d) Magang: 2 orang, e) Borongan (Cleaning Service): 1
orang (Profil Puskesmas Campurejo, 2014).
Jenis Pelayanan, terdiri dari: Unit Rawat Jalan: (a)Unit Pengobatan
Umum; (b) Unit Pengobatan Gigi; (c) Unit KIA & KB; (d) Pelayanan
Imunisasi; (e) Klinik Reproduksi; (f) Unit Gizi ( Konseling Gizi ) dan Unit
Penunjang: (a) Unit Laboratorium; (b) Unit Obat; (c) Unit Pendaftaran (Profil
Puskesmas Campurejo, 2014).
Program Kegiatan Puskesmas Campurejo: (a) Program Pokok, terdiri
dari: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak,
Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Menular; dan (b) Program Pengembangan, terdiri
dari Upaya Kesehatan USILA, Upaya Kesehatan Mata / Pencegahan Kebutaan,
Upaya Kesehatan Telinga / Pencegahan Gangguan Pendengaran, Upaya
Kesehatan Jiwa, Kesehatan Olah Raga, Pencegahan dan Penanggulangan
24
![Page 21: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/21.jpg)
Penyakit Gigi, Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan MATRA,
Perawatan Kesehatan Masyarakat, Pengobat Tradisional, Bina Kesehatan
Kerja(Profil Puskesmas Campurejo, 2014).
2.4 Pelna Kesehatan di Puskesmas Campurejo
2.3.2 Survei Mawas Diri Puskesmas Campurejo
Survei mawas diri (SMD) adalah suatu survei untuk mengetahui masalah
kesehatan atau yang mengikuti didalamnya dengan memprioritaskan masalah
yang ada dan diselesaikan secara MMK (Musyawarah Masyarakat Kelurahan).
Dalam hal ini Puskesmas dituntut untuk selalu meningkatkan keprofesionalan dari
para pegawainya serta meningkatkan fasilitas atau sarana kesehatannya untuk
memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan sesuai
dengan SMD yang dilakukan tiap awal tahun (Laporan Tahunan Puskesmas
Campurejo, 2014).
Hasil dari survei mawas diri (SMD) yang dilakukan bulan Januari 2016
yang lalu dengan teknik Random Samplingdan diambil dari 20% jumlah KK tiap
kelurahan (berdasarkan peraturan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur), adalah
sebagai berikut (Laporan Tahunan Puskesmas Campurejo, 2014):
a. Kebiasaan berobat di tenaga kesehatan, memilih: (1) Puskesmas
sebanyak 3257 orang (37%); (2) Rumah Sakit sebanyak 2904 orang
(33%); (3) Dokter 1584 orang (18%); dan (4) Lain – lain sebanyak 1058
orang (12%).
25
![Page 22: BAB 2 PKM](https://reader033.vdocuments.site/reader033/viewer/2022051005/577c7c941a28abe0549b2649/html5/thumbnails/22.jpg)
b. Kegiatan Posyandu dengan kunjungan aktif sebanyak 1388 orang
(67%); jarang mengunjungi Posyandu sebanyak 373 orang (18%); dan
yang tidak pernah sebanyak 312 orang (15%).
c. Permasalahan di wilayah kerja Puskesmas Campurejo: Jumlah ibu
hamil dengan resiko tinggi dan Daerah bebas jentik.
26