bab 2 landasan teori - digilib.uns.ac.id... · perkerasan komposit jenis kedua berupa aspal purus....
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Daur ulang perkerasan yaitu pamakaian ulang dari scarified permukaan jalan atau
lapisan jalan yang kasar dengan cara merotavatingnya sampai kedalaman 20 cm
(8 inci) dan mencampurnya dengan bahan pengikat bitumen yang panas atau
dingin, sering kali akan seperti semen. (Scott, 1993)
… Traditional hot mix asphalt (HMA) is produced in either batch or drum plants
at a discharge temperature between 280°F (138°C) and 320°F (160°C). The
amount of fuel consumed is relatively large due to the continuous heating of
aggregate, thus increasing the energy costs and production of greenhouse gasses.
Warm mix asphalt (WMA), a new paving technology that originated in Europe,
appears to allow a reduction in the temperature at which asphalt mixed are
produced and placed. To be practical, WMA production must use existing HMA
plants, specifications, and standards. The current focus is on dense graded mixes
for wearing courses. WMA allows the asphalt mixture to be compacted at a
temperature range of 250°F (121°C) to 275°F (135°C)… ( Goh et al. 2007)
Goals for Warm Mix Asphalt (WMA) include use of existing HMA plants, and
existing standards of the HMA specification, and focus on dense graded mixes for
wearing courses. Europeans are using WMA technologies, which allow
significant reduction in temperatures when asphalt mixes are produced and
placed. A typical compaction temperature range is 121 to 135°C (250 to 275°F).
(Goh dan You, 2008)
Aspal residu atau Petroleum asphalt yaitu aspal yang didapat dari proses
penyulingan Petroleum Oil. Selama proses pengikatan antar agregat berlangsung,
senyawa-senyawa di dalamnya menguap sehingga yang tertinggal adalah aspal
8
dan dapat berlaku sebagai pengikat antar agregat. Aspal residu ini berwarna hitam
kental dan biasa digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan. (Road Techniques,
1983). Residu oli yang digunakan dalam penelitian ini merupakan residu dari
proses pengolahan minyak pelumas bekas, mempunyai viskositas rata-rata per
hari 200 dan specific gravity 0,97. (Wiraswasta Gemilang Indonesia, 2008)
The materials present in old asphalt pavements may have value even when the
pavements themselves have reached the ends of their service lives. Recognizing
the value of those existing aggregate and asphalt resources, states and
contractors have made extensive use of Reclaimed Asphalt Pavements (RAP) in
the past when producing new asphalt pavements. Use of RAP has proven to be
economical and environmentally sound. In addition, mixtures containing RAP
have, for the most part, been found to perform as well as virgin mixtures.
(McDaniel et al. 2000)
Permeabilitas didefinisikan sebagai volume zat alir (fluida) satu satuan viskositas
yang melewati suatu penampang medium poros selama waktu tertentu pada suatu
gradient tekanan, atau merupakan kecepatan mikroskopis sebuah partikel dari satu
satuan viskositas zat alir pada suatu titik dalam medium yang dipengaruhi oleh
gradient tekanan. (Wayckoff,et.al dalam Saputro, 2009)
Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk
meloloskan zat alir (fluida) baik gas maupun cair. Rongga sangat penting dan
memberi pengaruh terhadap permeabilitas di dalam perkerasan yang dapat
mengakibatkan oksidasi dan penguapan pada bahan ikatnya. (Ariwibowo, 2003)
Verhoef (1992) mengenai permeabilitas menyatakan bahwa material yang
permeabel (dapat ditembus) memiliki rongga-rongga yang berhubungan satu
dengan yang lain dan dapat dilalui oleh zat cair.
Kemampuan aliran fluida untuk mengalir melalui media yang poros adalah suatu
sifat teknis yang disebut permeabilitas. Setiap material dengan ruang kosong
9
diantaranya disebut poros, dan apabila ruang kosong itu saling berhubungan maka
ia memiliki sifat permeabilitas itu. Batuan, beton, tanah, dan banyak material lain
kesemuanya merupakan material poros dan permeabel. Material dengan ruang
kosong yang lebih besar biasanya mempunyai angka pori yang lebih besar pula.
(Joseph E Bowles, 1986).
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Pembebanan Pada Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang
telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban di
atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar).
Tujuan utama pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi
tegangan atau tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang
dapat diterima oleh tanah untuk menyokong beban tersebut.
Ketika kendaraan bergerak, timbul tegangan dinamis akibat pergerakan kendaran
ke atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan lain
sebagainya. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi dipermukaan
perkerasan dan terdistribusi dalam bentuk pyramid dalam arah vertical pada
seluruh ketebalan struktur perkerasan. Makin ke bawah makin kecil beban yang
telah terdistribusi, sehingga lapis tanah dasar tidak mengalami distorsi atau rusak.
Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 2.1 di bawah ini.
10
Gambar 2.1. Distribusi beban pada struktur jalan
2.2.2. Struktur Perkerasan Jalan
Konstruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. (Sukirman, 1992)
Fungsi lapisan-lapisan tersebut memiliki fungsi dan sifat-sifat yang berbeda-beda.
Pada umumnya perkerasan lentur terdiri dari empat lapis konstruksi material jalan
yang terdiri seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur Perkerasan lentur
Lapis aus
Tanah dasar
Lapis antara Lapis permukaan
Lapis pondasi bawah
Lapis pondasi atas
Reaksi perlawanaan pada lapis tanah dasar (Subgrade)
Sumber : * Wignall, 2003
Beban lalu lintas tersebar pada perkerasan
Perkerasan jalan
beban lalu lintas
11
1. Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, terdiri
dari lapis aus (wearing course) yang berfungsi :
a. Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat (anti selip)
b. Berfungsi sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang makin lama makin tipis
karena langsung bersentuhan dengan roda-roda kendaraan lalu lintas.
Dan lapis antara (binder course), yang berfungsi :
a. Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk
menguarangi tegangan pada lapisan bawah lapisan jalan.
b. Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga
melindungi stuktur perkerasan jalan dari perubahan cuaca.
c. Menyediakan permukaan jalan yang baik dan rata sehingga nyaman
dilalui.
Selain itu, bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk
lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu, bahan aspal
sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan beban untuk lapis permukaan
perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan
konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak
menggunakkan lapis pondasi bawah, yang berfungsi :
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan
b. Pemikul beban horizontal dan vertikal
c. Lapis perkerasan bagi lapis pondasi bawah
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan bahan untuk digunakan
12
sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyeledikan dan pertimbangan
sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam/ setempat (CBR>50%. PI<4%) dapat
digunakan sebagai lapis pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil pecah yang
distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.
3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar, yang berfungsi :
a. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi
b. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan
c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal
d. Melindungi lapis tanah dasar langsung setelah terkena udara.
Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya
dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat
pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus
segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR≥20%. PI≤10%) yang relatif
lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland,
dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan yang efektif
terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
4. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (Subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah yang setelah dipadatkan dan merupakan
permukaan tanah dasar untuk perletakan gagian-bagian perkerasan lainnya,
13
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar yang di antaranya berfungsi :
a. Pemberi daya dukung terhadap lapisan di atasnya
b. Sebagai tempat perletakan pondasi jalan.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan
menjadi 3 jenis konstruksi perkerasan, yaitu :
1. Konstruksi perkerasan lentur (fleksible pavement), yaitu perkerasan
yang menggunakkan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur”
karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat
beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan
mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigit pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakkan semen (portland cement) sebagi bahan pengikat. Disebut
“kaku” karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan
didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besar-
besaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan
atau tanpa tulangan yang diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu
perkerasan yang mengkombinasikan antara PC dan aspal sebagai bahan
pengikatnya.
Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Perkerasan jenis
pertama merupakan penggabungan secara berlapis antara perkerasan lentur
(menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan perkerasan kaku
(menggunakkan PC sebagai bahan pengikat. Seperti tampak pada Gambar
2.3a. dan 2.3b.
14
Gambar 2.3a. Komposit lentur kaku
Gambar 2.3b. Komposit kaku lentur
Perkerasan komposit jenis kedua berupa aspal purus. Aspal porus merupakan
lapisan awal dari konstruksi perkerasan komposit yang kemudian dilakukan
pengisian semen pada pori-porinya, seperti yang tampak pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Komposit untuk porous asphalt
2.2.3. Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Pemeliharaan jalan didefinisikan sebagai fungsi pelayanan, perbaikan dan
pemulihan jalan dan menjaga jalan dalam kondisi yang aman, nyaman, dan
ekonomis selama pelayanannya. Tidak termasuk dalam pemeliharaan adalah
aktivitas pembangunan kembali (rekonstruksi) dan rehabilitasi yang lebih besar
(major rehabilitation). Meskipun dilaksanakan usaha pemeliharaan yang hati-hati
dan mantab, kemampuan pelayanan (serviceability) jalan akan tetap mengalami
kemunduran, sehingga ada saatnya jalan memerlukan rehabilitasi yang besar.
(Wright dan Pequette, 1979). Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 2.5.
15
MASA PELAYANAN
WAKTU REPETISI L.L
NIL
AI K
ON
ST
RU
KS
IBATAS KEMANTAPAN
PENINGKATAN
PEM. BERKALA
Gambar 2.5. Kurva Performance jalan
Menurut Oglesby dan Hick (1932) pada bukunya Highway Engineering
menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemeliharaan (maintanance) dan
rehabilitasi seperti hal yang telah dikemukakan. Pemeliharaan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu preventive (pencegahan) dan correction (perbaikan), sedangkan
rehabilitasi merupakan tindakan perbaikan bersifat lebih luas terdiri dari :
a. Reconstruction, yaitu penggantian sistem lapis perkerasan yang ada dengan
lapis perkerasan baru.
b. Overlay, yaitu penempatan lapis permukaan di atas sistem lapis perkerasan
yang sudah ada.
c. Recycling, yaitu pengolahan kembali bahan lapis perkerasan yang sudah ada
dan memasang kembali.
Skema klasifikasi diatas dan kemungkinan tindakan yang di perlukan tampak pada
Gambar 2.6.
16
PavementMaintenance and Rehabilition
Maintenance Rehabilition
Surface Subsurface Reconstruction Overlay1. Portland cement concrete2. Asphalt concrete
Combination ofRecycling and overlay
Recycling1. In place2. Central Plan (with or without admixtures)
Preventive- Resealing
Corrective- Patching- Crack filling- Grooving- Survace recycling
Preventive- Drainage
Corrective- Subsealing- Stabilization- Madjacking- Grouting
Gambar 2.6. Tindakan alternatif pada pemeliharaan dan rehabilitasi
Umur pelayanan perkerasan beraspal tergantung pada beberapa faktor antara lain
jumlah dan berat beban lalu lintas, cuaca, kualitas material, kekuatan sub grade,
drainase serta kualitas struktur lapis keras itu sendiri. Pemeliharaan yang tepat
pada waktunya akan dapat memperpanjang umur pelayanan lapis keras. (The
Asphalt Institute, MS-20, 1981)
2.2.4. Reclaimed Asphalt Pavement (RAP)
RAP adalah material yang berasal dari pengerukan lapis permukaan perkerasaan
jalan yang lama lapisan jalan yang kasar dengan cara merotavatingnya sampai
kedalaman 20 cm (8 inci) untuk dimanfaatkan kembali sebagian atau keseluruhan
dalam konstruksi perkerasan yang baru sebagai material pencampur pada
campuran aspal. RAP dapat digunakan kembali karena secara struktur agregat
yang terkandung masih dapat berfungsi sebagai campuran dengan agregat baru.
Selain itu beberapa manfaat penggunaan RAP ialah : menghemat energi, menjaga
keseimbangan lingkungan, mengurangi biaya konstruksi, dan melindungi agregat
dan bahan pengikat pada perkerasan yang lama. Kerusakan berupa retak dapat
diminimalkan pada penggunaan campuran RAP ini. (Aravind dan Animesh,
2006).
Dari pertimbangan-pertimbangan dan pilihan sebagaimana dikemukakan di atas,
tersirat beberapa keuntungan dari daur ulang aspal sebagai berikut:
17
1. Terjadinya peningkatan nilai struktur yang cukup berarti
2. Terjadinya perbaikan (koreksi) lapis permukaan dan pondasi lama yang
kurang sempurna
3. Penyimpangan atau ketidaksempurnaan komposisi campuran terkoreksi
4. Problem yang dihadapi lebih sedikit.
Secara garis besar metode daur ulang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
berdasarkan :
1. Proses
2. Tempat alat yang digunakan
Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.7.berikut.
Sumber *Bituminous in Australia dalam Ayuningtyas (2009)
Gambar 2.7. Skema metode Recycling
Metode daur ulang berdasarkan tempat alat bila ditinjau dari penggunaan
peralatan ada 2 macam yaitu :
1. Metode daur ulang ditempat, In Place Recycling
Pada metode ini digunakan, In Place Recycling Machine. Pemanasan lapis
perkerasan, pembongkaran, penggemburan lapis lama, penambahan bahan
baru (agregat, aspal dan bahan peremaja) pencampuran, serta perataan
dilakukan oleh satu unit peralatan yang terdiri dari :
a. Pemanas lapis permukaan perkerasan ( road preheater )
b. Alat bongkar lapis perkerasan ( hot milling)
18
c. Alat pencampur bahan lama dengan bahan baru (pugmill mixer)
d. Alat penghampar (paver/finisher)
e. Alat perata dan pemadat (compacting screed)
2. Metode daur ulang In Plant Recycling
Pada metode ini, material RAP hasil penggarukan dengan menggunakan alat
penggaruk (milling) diangkut ke Asphalt Mixing Plant (AMP) tipe Bach atau
Continous, yang telah dimodifikasi. Didalam unit pencampur ini material
RAP tersebut dicampur dengan material baru yaitu agregat, aspal dan bahan
peremaja bila diperlukan. Campuran tersebut kemudian diangkut ke lokasi
penghamparan dan dihampar dengan mennggunakan alat penghampar
kemudian dipadatkan. Peralatan yang di perlukan untuk pelaksanaan daur
ulang plant mix antara lain :
a. Alat penggaruk (milling)
b. Unit pencampur aspal (asphalt mixing plant)
c. Dump truck
d. Alat penghampar
e. Alat pemadat
Pada dasarnya perbaikan lapis keras dengan metode daur ulang dapat
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan perkerasan. Dari
pemeriksaan awal ini akan diketahui metode yang sesuai untuk digunakan dalam
teknik daur ulang maupun cara modifikasi yang harus dilakukan untuk
menghasilkan lapis keras daur ulang dengan kualitas dan kuantitas optimal yang
direncanakan.
RAP diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui komposisi material pada
campuran dan mengetahui kualitas dan sifat-sifat yang dimiliki secara garis besar
evaluasi bahan ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Evaluasi campuran perkerasan lama.
Pemeriksaan campuran perkerasan diperlukan untuk mengetahui komposisi
material pada campuran dan untuk mengetahui kualitas campuran perkerasan.
19
Besarnya komposisi material agregat dan aspal dalam campuran diperoleh
dari pengujian ekstraksi, dengan demikian kadar aspal dalam campuran dapat
diketahui.
2. Evaluasi agregat.
Evaluasi agregat dilakukan setelah pemeriksaan ekstraksi. Agregat yang telah
terpisah dari campuran perkerasan diperiksa untuk menentukan gradasinya.
Gradasi agregat ini diperlukan untuk menentukan kombinasi agregat yang
harus ditambahkan kedalam campuran kerja. Agergat berfungsi sebagai
pendukung utama dari beban yang diterima oleh lapis keras, dengan demikian
agregat harus memenuhi persyaratan seperti yang diterapkan dalam
spesifikasi konstruksi (Krebs dan Walter, 1971). Persyaratan pokok yang
harus dipenuhi oleh batuan yang akan dipergunakan sebagai bahan untuk
lapis perkerasan adalah :
a. Tahan terhadap keausan
b. Mempunyai kekerasan tertentu agar dapat bertahan pada saat penggilasan
dan mendukung beban kendaraan.
3. Evaluasi aspal.
Kandungan aspal dalam campuran perkerasan lama yang telah diketahui dari
pemeriksaan sebelumnya perlu diperiksa kembali untuk mengetahui sifat-sifat
fisiknya. Selanjutnya dari sifat-sifat fisiknya, maka kualitas aspal dan
campuran dapat diketahui. Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk evaluasi
aspal ini yaitu pemeriksaan penetrasi, daktalitas dan titik lembek aspal.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sebarapa jauh
perubahan sifat-sifat fisik yang terjadi pada aspal akibat dari pengaruh
lingkungan dan pembebanan. Aspal akan masih bertahan sesuai dengan sifat
aslinya apabila komponen-komponen aslinya masih seimbang, yang artinya
apabila kita uji masih menunjukkan kualitas sesuai dengan spesifikasi.
20
2.2.5. Bahan Penyusun Lapis Asphalt Concrete (AC)
1) Agregat
Agregat adalah bahan penyusun utama dalam perkerasan jalan. Mutu dari agregat
akan sangat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Pengawasan
terhadap mutu agregat dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium.
Agregat didefinisikan sebagai batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi mineral
lainya, baik yang berupa hasil pengolahan (penyaringan, pemecahan) yang
merupakan bahan baku utama konstruksi perkerasan jalan. Pada perkerasan aspal
beton yang dibuat melalui proses pencampuran panas, agregat mengisi 95% berat
campuran atau 75-85% volume campuran. Oleh karena itu perlu diperhatikan
dengan baik kualitas agregat yang akan dipakai, yaitu dengan memperhatikan sifat
– sifat dari agregat tersebut seperti gradasi dan ukuran butir, kebersihan, bentuk
dan tekstur permukaan, kekuatan dan porositas. Diperlukan pemeriksaan
laboratorium mengenai mutu dari agregat itu sendiri.
Menurut proses pengolahannya agregat dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu :
1. Agregat Alam (Natural Aggregate)
Agregat yang dapat diambil langsung oleh alam tanpa proses pengolahan dan
dapat langsung dipakai sebagai bahan perkerasan jalan. Agregat alam yang
banyak digunakan sebagai bahan penyusun perkerasan adalah kerikil dan
pasir.
2. Agregat dengan Pengolahan
Agregat yang berasal dari mesin pemecah batu. Pengolahan ini bertujuan
untuk memperbaiki gradasi agar sesuai dengan ukuran yang diperlukan,
membentuk bentuk yang bersudut dan bertekstur kasar.
3. Agregat Buatan
Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agar mempunyai daya tahan
tinggi dan ringan untuk digunakan pada konstrusi jalan.
21
Menurut ukuran agregat dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Agregat Kasar (Coarse Agregate)
Adalah agregat yang tidak lolos saringan 2,36 mm.
2. Agregat Halus (Fine Agregate)
Adalah agregat yang lolos saringan 2,36 mm dan tertahan saringan No. 200.
3. Filler
Adalah bagian dari agregat yang lolos saringan No. 200 (<75 mm).
Agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 komposisi yaitu dengan
menggunakan Agregat Segar (Fresh Aggregate) dan RAP (Reclaimed Asphalt
Pavement) dengan perbandingan 70% Agregat Segar dan 30% RAP. Komposisi
RAP 30% tersebut di dapat dari nilai paling optimum, yaitu dari penelitian
sebelumnya (Hengki,2008).
Sifat agregat memberikan pengaruh yang penting pada campuran aspal beton.
Sifat agregat tersebut antara lain adalah gradasi. Gradasi adalah pembagian
ukuran agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Gradasi Seragam (Uniform Gradation)
Adalah gradasi dengan ukuran butir yang hampir sama.
2. Gradasi Baik (Well Gradation)
Adalah agregat dengan ukuran butir dari besar ke kecil dengan porsi yang
hampir seimbang.
3. Gradasi Senjang (Gap Gradation)
Adalah gradasi dimana ada bagian tertentu yang dihilangkan sebagian.
Penelitian ini menggunakan tipe gradasi no IV seperti pada tabel 2.1 sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia menurut Dirjen Bina Marga tahun 1989.
22
Tabel 2.1 Gradasi SNI ( Standar Nasional Indonesia ).
No. Campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Gradasi/Tekstur Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat
Tebal Padat 20-40 25-50 20-40 25-50 40-65 50-75 40-50 20-40 40-65 40-65 40-50
Ukuran
Saringan % BERAT LOLOS SARINGAN
1 1/2" (38,1
mm) - - - - - 100 - - - - -
1" (25,4 mm) - - - - 100 90-100 - - 100 100 -
3/4" (19,1 mm) - 100 - 100 80-100 82-100 100 - 85-100 85-100 100
1/2" (12,7 mm) 100 75-100 100 80-100 - 72-90 80-100 100 - - -
3/8" (9,52 mm) 75-100 60-85 80-100 70-90 60-80 - - - 65-85 58-78 74-92
No. 4 (4,76
mm) 35-55 35-55 55-75 50-70 48-65 52-70 54-72 62-80 45-65 36-60 48-70
No. 8 (2,38
mm) 20-35 20-35 35-50 35-50 35-50 40-56 42-58 44-60 34-54 24-74 35-53
No. 30 (0,59
mm) 10-22 10-22 18-29 18-29 19-30 24-36 26-38 28-40 20-35 13-28 15-30
No. 50 (0,279
mm) 6-16 6-16 13-23 13-23 13-23 16-26 18-28 20-30 16-26 9-20 10-20
No. 100 (0,149
mm) 4-12 4-12 8-16 8-16 7-15 10-18 12-20 12-20 10-18 - -
No. 200 (0,074
mm) 2-8 2-8 4-10 4-10 1-8 6-12 6-12 6-12 5-10 4-8 4-9
Catatan : - No. Campuran I,II,IV,VII,VIII,IX,X,XI digunakan untuk lapisan perkerasan
- No. Campuran II digunakan untuk lapisan perkerasan, perata (leveling)dan lapis
perantara (binder)
- No. Campuran V, digunakan untuk lapis permukaan (surface) dan lapis antara
(binder)
- Pada kolom yang di arsir merupakan tipe gradasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini.
Sumber : * Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya, SNI No. 17317-1989-F)
23
2) Bahan Pengikat
a) Aspal
Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk
memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Hidrokarbon
adalah bahan dasar utama dari aspal yang juga disebut bitumen. Secara umum
aspal yang digunakan saat ini berasal dari proses hasil residu dan destilasi minyak
bumi, atau sering disebut aspal semen. Aspal semen bersifat mengikat agregat
pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan
terhadap pengaruh asam, basa serta garam. Hal ini berarti jika mempergunakan
lapisan aspal sebagai pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan
kedap air dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain.
b) Proses Distilasi Minyak Bumi
Aspal merupakan proses lanjutan dari residu hasil destilasi minyak bumi. Seperti
halnya aspal, bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene), solar ( minyak diesel)
merupakan hasil destilasi pada temperatur yang berbeda-beda. Gambar 2.8.
berikut akan menjelaskan proses destilasi minyak bumi.
24
Gambar 2.8. Proses Destilasi Minyak Bumi
Sumber : Sukirman (1995)
Setiap minyak bumi menghasilkan residu yang terdiri dari bahan dasar aspal yang
berbeda. Hal tersebut dapat di kelompokkan sebagai berikut :
1. Bahan dasar aspal (asphaltic base crude oil)
2. Bahan dasar paraffin (paraffin base crude oil)
3. Bahan dasar campuran (mixed base crude oil)
25
Bahan dasar paraffin kurang mengandung bitumen, demikian juga bahan dasar
campuran dimana kandungan kadar aspalnya lebih rendah. Untuk perkerasan jalan
umum sering menggunakan aspal yang diperoleh dari bahan dasar aspal.
c) Jenis Aspal
Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu :
1. Aspal alam, dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Aspal gunung (rock asphalt).
b. Aspal danau (lake asphalt).
2. Aspal buatan, yaitu :
a. Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi.
b. Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara.
Untuk jenis aspal yang berasal dari minyak bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu :
1. Aspal keras (asphalt cement)
Pada suhu ruang berbentuk padat, dan pengelompokannya berdasarkan nilai
penetrasinya.
2. Aspal emulsi (emulsion asphalt)
Merupakan campuran air dengan emulsifier. Yang menentukan sifat aspal
emulsi yaitu emulsifiernya.
3. Aspal cair (cut back asphalt)
Merupakan campuran aspal cair dengan bahan pencair hasil penyulingan
minyak bumi.
d) Komposisi Aspal
Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Aspalthenes
merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam
heptanes. Sedangkan maltenes dapat larut dalam heptanes yang merupakan cairan
26
kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau
coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal yang juga merupakan bagian
yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oils
yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenens dan resins.
Proporsi dari apsphaltens, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak
factor, seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan
lapisan aspal dalam campurannya. Komposisi aspal tersebut dapat dilihat seperti
pada Gambar 2.9. berikut.
Gambar 2.9. Komposisi Aspal
Sumber : Sukirman (1995)
e) Sifat Aspal
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada pada agreat itu sendiri.
Berarti aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.
27
2. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
menghasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Sedangkan kohesi
didefinisikan sebagai kemepuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat di
tempatnya setelah terjadinya pengikatan.
3. Kepekaan Terhadap Temperatur
Aspal merupakan bahan yang bersifat termoplastis. Hal ini akan
mempengaruhi wujud aspal pada kondisi temperature yang berbeda dan juga
menetukan nilai viskositas (kekentalan) aspal tersebut. Jika dalam temperature
panas, maka aspal akan berwujud cair seiring turunya nilai viskositas. Hal
sebaliknya juga berlaku jika aspal dalam temperature rendah akan berwujud
gel yang akan meningkatkan nilai viskositas dari aspal tersebut.
4. Kekakuan
Sifat kekakuan aspal sangat penting, karena aspal yang akan mengikat agregat
akan menerima beban yang cukup besar dan berulang-ulang. Pada proses
pelaksanaan, terjadi proses oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
atau viskositas bertambah tinggi. Peristiwa perapuhan terus terjadi setelah
masa pelaksanaan selesai. Sedangkan selama masa pelayanan, aspal
mengalami proses oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi aspal
yang menyelimuti agregat.
5. Sifat pengerjaan (workability)
Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai workability yang cukup dalam
pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan
penghamparan dan pemadatan untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat.
3) Filler
Filler adalah agregat yang lolos saringan no 200, bersifat non plastis. Filler
bersifat mendukung agregat kasar bersama dengan agregat halus dan binder.
Filler dapat memperluas bidang kontak yang ditimbulkan butiran, sehingga
mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser bertambah.
28
Syarat umum filler adalah :
1. Lolos saringan no. 200 (75 µm)
2. Bersifat non plastis
3. Mempunyai spesifik gravity ≥ 2,75
Menurut Bina Marga tahun 1987 macam dari filler adalah abu batu, abu batu
kapur (limestone dust), abu terbang (fly ash), semen portland, kapur padam dan
bahan non plastis lainnya. Untuk penelitian ini filler yang digunakan adalah abu
batu.
4) Residu Oli Bekas (ROB)
Aspal residu atau petrolium asphalt adalah aspal yang didapatkan dari proses
penyulingan petrolium oil, selama proses pengikatan antar agregat berlangsung
senyawa–senyawa di dalamnya menguap sehingga yang tertinggal adalah aspal
dan dapat berlaku sebagai pengikat antar agregat. Aspal residu ini berwarna hitam
kental dan biasa digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan. Residu yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan residu hasil dari proses pemurnian
minyak pelumas bekas, dalam hal ini residu oli mempunyai nilai viskositas rata–
rata produksi perhari 200 Pa.s dan spesifik grafity 0.97 gr/cm3 dengan suhu
pemanasan 300⁰ C. (Road Technique,1983)
Sebelum digunakan, minyak pelumas bekas terlebih dahulu diolah untuk
diperoleh residu oli yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengikat.
Prosesnya yaitu antara lain:
1. Minyak pelumas bekas (oli bekas) diproses untuk menghilangkan kadar air
yang terkandung dalam oli bekas tersebut. Pada proses ini disebut dengan
dewatering.
29
2. Proses selanjutnya adalah de fuelling yang bertujuan untuk meghilangkan
bahan bakar yang mungkin terkandung didalamnya, (seperti solar, bensin).
a. Dari proses de fuelling, oli olahan dimasukkan dalam distilasi unit dan
hidro finishing unit. Dari proses distilasi unit ini masuk pada proses TFE
(Thin Film Evaporation) yang kemudian diperoleh hasil berupa residu oli
yang berwarna hitam pekat dimana nilai kadar C (carbon) lebih banyak
dibandingkan dengan aspal cair lainya. Dari proses inilah yang nantinya
digunakan peneliti sebagai bahan pengikat pada campuran aspal beton.
b. Dari proses hidro finishing unit yang melalui proses distiler oil terlebih
dahulu yang kemudian dihasilkan oli murni yang natinya akan digunakan
untuk proses selanjutnya yaitu perolehan minyak pelumas yang baru.
3. Distilasi adalah peroses terakhir dari pemurnian oli yang menghasilkan heavy
base oil, medium base oil, low gas oil ynag digunakan sebagai base oil untuk
campuran utama pembuatan oli baru.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.10. di bawah ini:
Gambar 2.10. Diagram Proses Pengolahan Minyak Pelumas Bekas
Sumber : * PT.Wiraswasta Gemilang Indonesia, Bekasi 2008
**Ayuningtyas, 2009
30
Komposisi kandungan residu oli yang didapat terdiri dari 75-80% stok minyak
dasar, 5-10% bahan bakar, 1% kotoran, 10-20% zat adiktiv, 5-10% air. Dari unsur
kandungan tersebut bercampur menjadi satu dan untuk memperoleh base oil harus
dilakukan proses pemurnian oli bekas dengan menambahkan zat adiktif yang
kemudian dari proses pemurnian tersebut dihasilkan sisa daur ulang yang berupa
residu oli yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pengikat pada aspal
beton. (Anonim, tersedia di: http://www.sequoia-global.com/download.htm)
Residu oli yang dicampur dengan aspal penetrasi 60/70 bila dicampur akan
mengisi ruang – ruang antar agregat dan mampu mengikat agregat (interlocking).
Sehingga, diharapkan diperoleh lapisan perkerasan yang kedap air dan mampu
melayani arus lalu lintas selama masa layan.
Residu oli yang digunakan pada penelitian ini bertujuan menurunkan nilai
viskositas aspal untuk mencapai suatu suhu campuran yang lebih hangat.
Hubungan antara residu oli dan aspal dengan suhu dapat ditentukan melalui
pembacaan Bitument Test Data Chart (BTDC) terhadap batasan nilai
viskositasnya. Pembacaan ini berdasarkan pada nilai penetrasi dan titik lembek
(softening point) aspal dengan variasi residu oli.
Untuk mengetahui pola hubungan antara viskositas dan suhu pada campuran
hangat perlu menentukan viskositas untuk tiap variasi residu oli terlebih dahulu.
Cara menentukan nilai viskositas dengan Bitumen Test Data Chart adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan titik potong yang menghubungkan nilai penetrasi aspal dengan
suhu pengujian penetrasi (25°C).
2. Menarik garis tegak lurus dari suhu titik lembek aspal sehingga memotong
garis softening point (ASTM) yang ada pada Bitumen Test Data Chart.
3. Menarik garis linier yang menghubungkan kedua titik potong tersebut.
4. Menentukan nilai viskositas aspal dengan menarik garis tegak lurus dari suhu
hingga memotong garis linear tadi.
31
5. Menarik garis lurus dari perpotongan kedua garis tersebut ke kanan untuk
mendapatkan nilai viskositas.
Gambar 2.11. Bitumen Test Data Chart untuk menentukan suhu
Keterangan : *) viskositas ideal pencampuran = 0,2 – 0,5 Pa.s
**) viskositas ideal pemadatan = 2 – 20 Pa.s
2.2.6. Karakteristik Campuran
1) Stabilitas
Menurut The Asphalt Institute dalam Ayuningtyas (2009), stabilitas adalah
kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja,
tanpa mengalami deformasi permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding
dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil
pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian
Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel
dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi
dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat
32
dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas
terkoreksi dihitung dengan rumus:
S = q × C × k × 0,454…....................………….......……………... ( Rumus 2.1 )
Dimana :
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k = faktor kalibrasi alat
C = angka koreksi ketebalan
0,454 = konversi beban dari lb ke kg
2) Flow
Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang
terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum
sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01
mm. Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis.
Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai
flow juga diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test
sewaktu melakukan pengujian Marshall.
3) Marshall Quotient
Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan
dinyatakan dalam kg/mm.
MQ =FS
……………....................………………………...……........( Rumus 2.2)
Dimana :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F = nilai flow (mm)
33
4) Skid Resistence
Skid resistance menunjukkan kekesatan permukaan perkerasan untuk mengurangi
slip pada kendaraan saat perkerasan dalam keadaan basah. Tahanan geser akan
semakin tinggi jika penggunaan kadar aspal yang tepat, penggunaan agregat kasar
yang cukup dan penggunaan agregat dengan permukaan kasar yang berbentuk
kubus.
5) Densitas
Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat,
kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan
lentur.
Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut :
D = )( WwWs
Wdry-
x γ air…….............................……………………( Rumus 2.3 )
Dimana :
D = densitas ( gr/cm3)
Wdry = berat kering (gram )
Ws = berat jenuh (gram )
Ww = berat dalam air ( gram )
γ air = berat jenis air ( gr/cm3 )
6) Specific Gravity Campuran
Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk seriap volume (dalam
gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap
komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity Campuran
(SGmix) diperoleh dari rumus berikut :
34
SGmix =
SGbWb
SGfWf
SGaghWah
SGagkWak %%%%
100
+++
….........…………...….….( Rumus 2.4)
Dimana:
%Wak : persen berat agregat kasar ( % )
% Wah : persen berat aspal halus ( % )
% Wb : persen berat aspal ( % )
% W f : persen berat filler ( % )
SGagk : Specific Grafity agregat kasar ( gr/cm3 )
SGagh : Specific Grafity agregat halus ( gr/cm3 )
SGb : Specific Grafity aspal ( gr/cm3 )
SGf : Specific Grafity filler ( gr/cm3 )
7) Porositas (Void In Mix)
Porositas (Void In Mix) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran
perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat
mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :
%100*1max
úû
ùêë
é-=
GSD
VIM ……………………….....……………….( Rumus 2.5 )
Dimana :
VIM : Porositas (VIM) spesimen (%)
D : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm3)
8) Durabilitas
Durabilitas yaitu kemampuan lapis perkerasan untuk mencegah keausan karena
pengaruh lalu lintas, pengaruh cuaca dan perubahan suhu selama umur
rencananya. Faktor yang mempengaruhi durabilitas aspal beton adalah :
35
1. Selimut aspal, selimut aspal yang tebal dapat menghasilkan perkerasan yang
berduabilitas tanggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding tinggi.
2. VIM kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran
yang menyebabkan terjadinya oksidasidan aspal menjadi rapuh.
3. VMA besar, sehingga selimut aspal dibuat tebal.
9) Workability
Workability adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan
sehingga memenuhi hasil yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi
kemudahan dalam pelaksanaan adalah gradasi agregat, temperature campuran dan
kandungan bahan pengisi.
10) Fleksibilitas
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti
deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan
perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh deri pengunaan aspal
yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil, penggunaan aspal lunak
dan penggunaan agregat bergradasi senjang sehinnga diperolah VMA yang besar.
Marshall Quotient (MQ) merupakan parameter untuk mengukur tingkat
fleksibilitas campuran. Jika semakin tinggi MQ, campuran lebih kaku berarti
fleksibilitasnya rendah, namun jika MQ semakin kecil, campuran memeliki nilai
fleksibilitas tinggi.
2.3. Permeabilitas Asphalt Concrete (AC)
Permeabilitas merupakan salah satu dari karakteristik campuran aspal.
Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk
meoloskan zat alir (fluida) baik gas maupun cair.
Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Ukuran
permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm2) dan koefisien
36
permebilitas k (cm/detik). Hubungan nilai K dan koefisien k adalah sebagai
berikut :
k = K . g / m atau K = k . g / m……………………………………… (Rumus 2.6.)
Dimana :
k = koefisien permeabilitas (cm/detik)
K = permeabilitas (cm2)
g = berat unit zat alir (gr/cm3)
m = viskositas zat alir (gr.detik/cm2)
Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang
sudah banyak dugunakan dari analisa hidrolika. Menurut formula yang telah
diturunkan dari hokum Darcy dalam Saputro (2009) adalah sebagai berikut :
q = k . i . A ……………………………………………………….(Rumus 2.7.)
Rumus di atas diturunkan menjadi :
k = q / (i . A) …………………………………………...……….(Rumus 2.8.)
k = V . L / (h . A . T) ……………………………………...…….(Rumus 2.9.)
k = V . L . g / (A . P . T) ……………………………………….(Rumus 2.10.)
Dimana :
q = V / T = debit rembesan (cm3/detik)
T = lama waktu rembesan terukur (detik)
k = koefisien permeabilitas (cm/detik)
i = h / L = gradient hidrolik
h = P / gair = selisih tinggi tekanan total (cm)
P = tekanan air pengujian (dyne/cm2)
gair = rair . g = berat unit (980,7 dyne/cm2)
A = luas penampang benda uji yang dilalui q (cm2)
Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran beton dapat diklasifikasikan
menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam Saputro (2009) menetapkan
pembagian aspal berdasarkan permeabilitas seperti pada tabel 2.2. berikut :
37
Tabel 2.2. Klasifikasi campuran aspal berdasarkan angka permeabilitas
k (cm/detik) Permeabilitas
1 . 10-8
1 . 10-6
1 . 10-4
1 . 10-2
1 . 10-1
Impervius
Practically Imprevius
Poor Drainage
Fair Drainage
Good Drainage
Sumber : Mullen (1967) dalam Saputro (2009)
Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk
mendorong air melalui benda uji sehingga memerlukan serangkaian alat untuk
membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh
karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standard permeabilitas AF-
16 yang memanfaatkan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk
mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk
pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji. Sehingga
rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana :
V = volume air yang mengalir melalui benda uji (1000 ml)
L = ketebalan rata-rata benda uji (cm)
gair = berat jenis air (1.10-3 kg/cm3)
A = luas penampang benda uji (cm2)
P = tekanan pada benda uji (kg/cm2)
T = waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air 1000 ml (dtk)
38
2.4. Pengujian Campurn Hangat Asphalt Concrete (AC)
2.4.1. Pengujian Penetrasi dan Titik Lembek (Softening Point)
Penggunaan Reclaimed Aspahalt Pavement (RAP) dan residu oli dimaksudkan
untuk mengurangi biaya operasional karena sumbernya berada tidak jauh terutama
untuk daerah perkotaan. Disamping itu, Reclaimed Aspahalt Pavement (RAP)
masih diselimuti oleh lapisan aspal yang dapat digunakan kembali sebagai bahan
perkerasan. Untuk uji pendahuluan dilakukan pengujian penetrasi dan titik lembek
(softening point). Hasil keduanya kemudian diplotkan pada grafik Bitument Test
Data Chart untuk mendapatkan besar viskositas residu oli serta suhu
pencampuran dan pemadatan campuran.
2.4.2. Pengujian Kelekatan
Pengujian kelekatan dilakukan untuk mengetahui kadar kelekatan kandungan
residu oli bekas dan aspal yang masih melekat baik terhadap agregat.
2.4.3. Pengujian Volumetrik
Pengujian volumetrik adalah pengujian untuk mengetahui besarnya nilai densitas,
specific gravity campuran dan porositas dari masing–masing benda uji. Pengujian
meliputi pengukuran tinggi, diameter, berat SSD, berat di udara, berat dalam air
dari sampel dan berat jenis agregat, filler dan aspal.
2.4.4. Pengujian Marshall
39
Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji campuran panas untuk
menentukan nilai kadar aspal optimum dan karakteristik campuran dengan cara
mengetahui nilai flow, stabilitas, dan Marshall Quotient.
2.4.5. Pengujian Unconfined Compressive Strenght (UCS)
Unconfined Compressive Strenght adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk
menahan beban yang ada secara vertikal, dinyatakan dalam kg atau lb. Besarnya
beban kendaraan yang disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan
yang diterima perkerasan, sedangkan pembebanan tersebut berlangsung pada
berbagai variasi suhu karena adanya perubahan cuaca dan waktu. Perubahan suhu
tersebut akan mempengaruhi viskositas aspal sebagai pengikat sehingga
berpengaruh juga terhadap nilai kuat tekan perkerasan.
2.4.6. Pengujian Indirect Tensile Strenght (ITS)
Indirect Tensile Strength Test adalah suatu metode untuk mengetahui nilai gaya
tarik dari asphalt concrete. Sifat uji ini adalah kegagalan gaya tarik yang berguna
untuk memperkirakan potensial retakan. Campuran lapisan perkerasan yang baik
dapat menahan beban maksimum, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan.
2.4.7. Pengujian Permeabilitas
Pengujian permeabilitas bertujuan untuk mengetahui koefisien permeabilitas suatu
campuran benda uji dengan menggunakan alat uji standard permeabilitas AF-16.
2.5. Analisis Data
2.5.1. Analisis Regresi
40
Analisis regresi adalah analisis data yang mempelajari cara bagaimana variabel-
variabel itu berhubungan dengan tingkat kesalahan yang kecil. Hubungan yang
didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang
menyatakan hubungan fungsional antara variabel – variabel. Dengan analisis
regresi kita bisa memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan
data variabel bebas. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu :
1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh
variabel lain.
2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi
oleh variabel bebas.
Hubungan linear adalah hubungan dimana jika satu variabel mengalami kenaikan
atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika
hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan
membuat kenaikan juga pada variabel terikat. Setelahnya jika variabel bebas
mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika
sifat hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas
mengalami penurunan, maka variabel terikat akan mengalami kenaikan.(Sudjana,
1996)
Untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan anatar variabel pada penelitian ini,
digunakan teknik analisis yang disebut dengan koefisien korelasi yang
disimbolkan dengan tanda r2 (rho) koefisien korelasi. Persamaan garis regresi
mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear. Dalam persamaan itu
dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil.
Beberapa jenis persamaan regresi seperti berikut :
1. Persamaan linear
y = a + b x…………………………………………………….( Rumus 2.12. )
2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua)
y = a + bx + cx2……………………………………………….( Rumus 2.13. )
3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga)
41
y = a + bx + cx2 + dx3………………………………………….( Rumus 2.14. )
Dimana :
y = Nilai variabel terikat, dalam hal ini adalah kuat tekan
x = Nilai variabel bebas, dalam hal ini adalah variasi residu oli
a, b, c, d = Koefisien
Penggunaan garis regresi ini dipilih karena model analisis regresi ini dianggap
sangat kuat dan luwes karena dapat mengkorelasikan sejumlah besar variabel
bebas dengan variabel terikat. Suatu variabel terikat dan variabel bebas terdapat
korelasi yang signifikan yang diuji melalui peluang ralat alpha. Variabel yang
diramalkan disebut kriterium dan variabel yang digunakan untuk meramal disebut
prediktor. Korelasi antara variabel kriterium dan variabel prediktor dapat
dilukiskan dalam suatu garis regresi. Garis regresi yang dianalisa adalah garis
regresi linear yang dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut
persamaan regresi. Tugas pokok analisis regresi adalah
1. Mencari korelasi antara kriterium dan prediktor
2. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak
3. Mencari persamaan garis regresi
4. Menemukan sumbangan relatif antara sesama prediktor jika prediktornya lebih
dari satu (Sutrisno Hadi,1987)
Persamaan garis regresi ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian
disusun menjadi diagram pencar (scater). Dari diagram tersebut dengan bantuan
Microsoft ExcelTM dapat dibuat garis regresi liniernya, kemudian dari garis regresi
itu diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien determinasi.
2.5.2. Analisis Korelasi
Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari
hubungan dua variabel atau lebih secara kuantitatif , untuk menggambarkan
derajat keeratan linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur
42
seberapa tepat garis regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua
pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi)
dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).
Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data
(xi ,yi) berukuran n dapat digunakan rumus :
( ) ( ){ }{ }2222 yynxxn
yxxynr
ii å-åå-å
åå-å= ………………………..( Rumus 2.15. )
Dimana :
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah data
Lima variabel dikatakan berkorelasi, jika terjadi perubahan pada satu variabel
akan mengikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah
yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Koefisien korelasi
digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan
variabel bebas, indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori
keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut:
1. 0 ≤ r ≤ 0,2 korelasi lemah sekali
2. 0,2 ≤ r ≤ 0,4 korelasi lemah
3. 0,4 ≤ r ≤ 0,7 korelasi cukup kuat
4. 0,7 ≤ r ≤ 0,9 korelasi kuat
5. 0,9 ≤ r ≤ 1 korelasi sangat kuat
r2 digunakan untuk menggambarkan ukuran kesesuaian yaitu melihat seberapa
besar proporsi atau presentase dari keragaman x yang diterangkan oleh model
regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman
variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai
variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan.
Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang
terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi
43
berganda (r2) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh
dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian. Rumus koefisien determinasi
berganda :
( ) ( )( )22
22102 .....
rrn
yyxbyxbybnr nni
å-åå-å++å-å
= ………………..( Rumus 2.16 )
Dimana :
r2 = Koefisien determinasi berganda
b0,b1,…bn = Koefisien persamaan regresi
2.6. Kerangka Pikir
Secara garis besar, kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Latar Belakang Masalah
1. Overlay pada perkerasan aspal akan meninggikan elevasi muka jalan.
2. Pengurangan elevasi jalan dengan pengerukan menghasilkan sisa AC
yang banyak.
3. Pengolahan oli menghasilkan oli bekas tak pakai.
4. Perlunya mendaur ulang sisa AC dan oli bekas tersebut.
5. Air dan udara menyebabkan kerusakan perkerasan jalan.
6. Hasil daur ulang AC perlu di ketahui nilai permeabilitasnya.
Masalah
1. Bagaimana pola hubungan antara kadar residu oli terhadap temperatur
pemanasan pada aspal beton campuran hangat dengan campuran agregat baru–
RAP dan aspal–residu oli?
2. Bagaimana pola hubungan antara kadar aspal dengan nilai permeabilitas dan
berapa kadar aspal optimum untuk mendapatkan nilai permeabilitas
maksimum serta mengklasifikasikan ke dalam derajat permeabilitas (Mullen,
1967)?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan residu oli terhadap kebutuhan aspal?
4.
44
Proses Penelitian Labolatorium
a. Perencanaan campuran dan pembuatan benda uji.
b. Uji permeabilitas.
Kesimpulan
Analisa Hasil Penelitian
Analisis Regresi
Tujuan Penelitian
1. Menentukan pola hubungan antara kadar residu oli terhadap temperatur
pemanasan pada aspal beton campuran hangat dengan campuran agregat
baru–RAP dan aspal–residu oli.
2. Menentukan pola hubungan antara kadar aspal dengan nilai permeabilitas dan
berapa kadar aspal optimum untuk mendapatkan nilai permeabilitas
maksimum serta mengklasifikasikan ke dalam derajat permeabilitas (Mullen,
1967).
3. Mengetahui pengaruh penggunaan residu oli terhadap kebutuhan aspal.
A
A
45
Gambar 2.12. Skema Kerangka Pikir Penelitian