bab 2 landasan teorilibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2008-1-00450-tisi-bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC atau sering juga disebut sebagai analisis ABC merupakan
klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya
penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan volume
penggunaan dari material itu selama periode waktu tertentu). Periode waktu yang umum
digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria
lain – bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya – tergantung pada faktor-faktor
penting apa yang menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam
pengendalian inventori material pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang
jadi, inventori obat-obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko,
inventori produk pada supermarket atau toko serba ada (toserba), dan lain-lain
(Gaspersz, 2000, p273).
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu
material yaitu:
1. Nilai total uang dari material.
2. Biaya per unit dari material.
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk
membuat material itu.
18
5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan
material itu pertama kali sampai kedatangannya.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.
7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.
8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.
9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto di mana sekitar
80% dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh 20% material
inventori (Gaspersz, 2000, p273).
Untuk menentukan nilai uang tahunan dari volume dalam analisis ABC dilakukan
pengukuran permintaan tahunan dari setiap butir persediaan dikalikan dengan biaya
perunit. Butir persediaan kelas A adalah persediaan-persediaan yang jumlah nilai uang
pertahunnya tinggi. Butir-butir persediaan semacam ini mungkin hanya mewakili sekitar
15% dari butir-butir persediaan total, tetapi mewakili 70% sampai 80% dari total biaya
persediaan. Butir persediaan kelas B adalah butir-butir persediaan yang volume
tahunannya (dalam nilai uang) sedang. Butir-butir persediaan ini mungkin hanya
mewakili 30% dari keseluruhan persediaan dan 15% sampai 25% dari nilainya. Butir-
butir persediaan yang volume tahunannya kecil, dinamakan kelas C, yang mewakili
hanya 5% dari keseluruhan volume tahunan tetapi sekitar 55% dari keseluruhan
persediaan (Render dan Heizer, 2001, p316).
19
Butir Persediaan A
Butir Persediaan B
Butir Persediaan C
Persentase dari keseluruhan butir persediaan
Pers
enta
se p
emak
aian
tahu
nan
dala
m d
olar
80706050403020100
10 20 30 40 50 60 8070 90 100
Sumber : Render dan Heizer (2001, p316)
Gambar 2.1 Penggambaran Grafik Analisis ABC
Menurut Render dan Heizer (2001, p317) bahwa peramalan yang lebih baik,
pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok pengaman dapat
dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam klasifikasi ABC.
2.2 Peramalan
Setiap hari para manajer membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan
terjadi di masa depan. Persediaan dipesan tanpa kepastian berapa jumlah penjualannya;
peralatan baru dibeli padahal tidak ada kepastian permintaan terhadap produk; dan
investasi dilakukan tanpa pengetahuan berapa laba yang akan diperoleh. Dalam
menghadapi ketidakpastian para manajer selalu berusaha membuat estimasi yang lebih
baik tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Membuat estimasi yang baik adalah
tujuan utama peramalan (Render dan Heizer, 2001, p46).
20
Dalam suplemen ini kita mengkaji berbagai jenis peramalan, dan model-model
peramalan seperti rata-rata bergerak, penghalusan eksponensial, dan regresi linear.
Tujuannya adalah untuk menunjukan pada manajer bahwa ada banyak cara memprediksi
masa depan. Disajikan pula tinjauan tentang subjek peramalan penjualan perusahaan dan
menjelaskan bagaimana menyiapkan, memantau, dan menilai keakuratan peramalan.
Peramalan yang baik adalah bagian penting dari operasi jasa dan manufaktur yang
efisiensi; dan juga merupakan sarana pembentukan model yang penting untuk
pengambilan keputusan.
2.2.1 Pengertian Peramalan
Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa
masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikannya
ke masa depan dengan beberapa bentuk model matematis. Bisa jadi berupa prediksi
subjektif atau intuitif tentang masa depan. Atau peramalan bisa mencakup kombinasi
model matematis yang disesuaikan dengan penilaian yang baik oleh manajer (Render
dan Heizer, 2001, p46).
Menurut Sumayang (2003, p23), peramalan penting artinya karena dengan
peramalan yang tepat guna diharapkan akan meningkatkan efisiensi produksi.
Sesungguhnya terdapat perbedaan antara peramalan dengan Perkiraan. Peramalan adalah
perhitungan yang objektif dan dengan menggunakan data-data masa lalu, untuk
menentukan sesuatu di masa yang akan datang sedangkan perkiraan dengan cara
subjektif dan atau tidak dari data-data masa lalu, memperkirakan sesuatu di masa yang
akan datang.
21
Dengan demikian, peramalan selalu memerlukan data-data dari masa lalu dan
apabila tidak ada data masa lalu maka penentuan sesuatu di masa yang akan datang
dapat dilakukan dengan cara perkiraan. Untuk melakukan perkiraan diperlukan keahlian,
pengalaman, dan pertimbangan seorang manajer operasi. Sedangkan untuk melakukan
peramalan diperlukan ilmu pengetahuan statistik dan teknologi (Sumayang, 2003, p24).
Meramalkan Horison Waktu
Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan yang
mendasarinya (Render dan Heizer, 2001, p46). Tiga kategori yang bermanfaat bagi
manajer operasi adalah:
1. Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi
umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk
merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan,
dan tingkat produksi.
2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya berjangka
tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam
perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran
kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih;
digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas,
atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.
22
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri yang
membedakan keduanya dari peramalan jangka pendek. Peramalan jangka menengah dan
jangka panjang berhubungan dengan isu yang lebih kompetentif dan mendukung
keputusan manajemen berkaitan dengan perencanaan dan produk, pabrik, dan proses.
Kedua, peramalan jangka pendek biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari
pada peramalan yang lebih panjang waktunya. Teknik-teknik matematis seperti rata-rata
bergerak (moving averages), penghalusan eksponensial (exponential smoothing), dan
ekstrapolasi trend adalah biasa untuk proyeksi jangka pendek. Dan ketiga, peramalan
jangka pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka yang lebih panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga ketika
horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang. Dengan
demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur untuk mempertahankan
nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan harus dikaji kembali dan diperbaiki
(Render dan Heizer, 2001, p47).
2.2.2 Jenis-Jenis Peramalan
Menurut Render dan Heizer (2001, p47), organisasi menggunakan tiga jenis
peramalan ketika merencanakan masa depan operasinya, yaitu:
1. Ramalan ekonomi membahas siklus bisnis dengan memprediksi tingkat inflasi,
suplai uang permulaan perumahan, dan indikator-indikator perencanaan lain.
2. Ramalan teknologi berkaitan dengan tingkat kemajuan teknologi, yang akan
melahirkan produk-produk baru yang mengesankan, membutuhkan pabrik, dan
peralatan baru.
23
3. Ramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa
perusahaan. Ramalan ini, disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan
produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak sebagai
masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, keuangan, dan personalia.
2.2.3 Metode Peramalan
Situasi peramalan sangat beragam dalam horison waktu peramalan, faktor yang
menentukan hasil yang sebenarnya, tipe pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk
menghadapi penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan.
Teknik tersebut dibagi dalam dua kategori utama, yaitu metode peramalan kuantitatif
dan metode peramalan kualitatif (Makridakis, 1999, p19-24).
2.2.3.1 Metode Peramalan Kuantitatif
Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan
dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu. Metode
kuantitatif formal didasarkan atas prinsip-prinsip statistik yang memiliki ketepatan tinggi
atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih sistematis, dan lebih populer dalam
penggunaannya.
Untuk menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus
dipenuhi, yaitu :
1 Tersedia informasi tentang masa lalu.
2 Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
3 Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di
masa mendatang.
24
Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu :
a. Model deret berkala (time series)
Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu
dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Model deret berkala menggunakan
riwayat permintaan masa lalu dalam membuat ramalan untuk masa depan. Tujuan
metode peramalan deret berkala ini adalah menemukan pola dalam deret berkala
historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.
Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series (Baroto, 2002,
p31) adalah sebagai berikut:
1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan data secara
grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau
random.
2. Mencoba beberapa metode time series – yang sesuai dengan pola permintaan
tersebut – untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak
semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan pula peramalan dengan
parameter yang berbeda.
3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba.
Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MAD, MSE, MAPE, atau lainnya.
Sebaiknya nilai tingkat kesalahan ini ditentukan dulu. Tidak ada ketentuan
mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan.
4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba. Metode
terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan yang telah ditetapkan.
5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah dipilih.
25
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat
adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling
tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi :
1. Pola Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-
rata yang konstan (deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai rata-
ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama
waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula suatu pengendalian kualitas
yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu proses produksi berkelanjutan
yang secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.
Sumber: Makridakis (1999, p23) Gambar 2.2 Pola Data Horisontal
Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan stationer
mencakup metode yang naif, rata-rata sederhana, moving averages, dan
autoregressive moving average (ARMA) model (metode Box-Jenskins). (Hanke,
2005, p75).
2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman
(misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).
Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas
ruangan, menunjukkan jenis pola ini.
26
Sumber: Makridakis (1999, p23) Gambar 2.3 Pola Data Musiman
Teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan seasonal mencakup
dekomposisi clasical, census x-12, winter’s exponensial smoothing, multiple
regression dan ARIMA models (metode Box-Jenkins). (Hanke, 2005, p76).
3. Pola Siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk
seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola data ini.
Sumber: Makridakis (1999, p23) Gambar 2.4 Pola Data Siklis
Teknik yang harus dipertimbangkan pada peramalan seri cyclical mencakup
dekomposisi clasical, economic indicator, model-model econometric, multiple
regression, dan model-model ARIMA (metode Box-jenkins) (Hanke, 2005, p76).
27
4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka
panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP)
dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti pola trend selama
perubahannya sepanjang waktu.
Sumber: Makridakis (1999, p23) Gambar 2.5 Pola Data Trend
Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan trend mencakup
moving averages, holt’s exponential smoothing, regresi sederhana, growth
curves, model-model exponential, dan autoregressive integrated moving average
(ARIMA) model (metode Box-Jenkins). (Hanke, 2005, p76).
b. Model kausal
Model kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan
suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Maksud dari
model kausal adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya
untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas. Setelah hubungan ini
ditemukan, nilai-nilai masa mendatang dapat diramalkan cukup dengan memasukkan
nilai-nilai yang sesuai untuk varibel-variabel independen.
28
2.2.3.2 Metode Peramalan Kualitatif dan Teknologi
Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti metode
peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan
biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan pengetahuan yang telah
didapat. Pendekatan teknologis seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang
terlatih. Metode kualitatif mengandalkan opini pakar atau manajer dalam membuat
prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas peramalan jangka panjang.
Penggunaan pertimbangan dalam peramalan, tampaknya tidak ilmiah dan bersifat
sementara. Tetapi bila data masa lalu tidak ada atau tidak mencerminkan masa
mendatang, tidak banyak alternatif selain menggunakan opini dari orang-orang yang
berpengetahuan. Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk,
untuk membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk
memberikan suatu ramalan numerik tertentu.
Metode kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Metode eksploratoris
Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan penelitian
morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan
bergerak kearah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua
kemungkinan yang ada.
b. Metode normatif.
Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi, dan analisis
sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian
bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai, berdasarkan kendala,
sumber daya, dan teknologi yang tersedia.
29
2.2.4 Metode Peramalan Asosiatif (Linear Regresion)
Model asosiatif bergantung kepada pengenalan variabel yang dapat dikaitkan dan
dapat digunakan untuk meramalkan nilai variabel yang menjadi perhatian kita. Metode
utama yang dikenal dan digunakan secara luas dalam metode ini adalah regresi.
Berikut ini rumus – rumus regresi linear sederhana (Makridakis, 1999, p209-218)
adalah:
( )tbya
ttn
yttynb
bay tt
−=
−
−=
+=
∑ ∑∑ ∑ ∑
22
Dimana: y = nilai peramalan
a = konstanta y
b = nilai kemiringan
n = jumlah data
t =indeks penunjuk waktu (dimulai dari 0 dan terus berlanjut
untuk periode yang diramalkan).
2.2.5 Metode Peramalan Double Exponential Smoothing dari Brown
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linear dari Brown adalah kedua
nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana
terdapat unsur trend. Perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat
ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend. Metode
pemulusan ini menambahkan parameter α dalam modelnya untuk mengurangi faktor
kerandoman.
30
Perumusan dasar untuk metode DES (Makridakis, 1999, p111-115) adalah:
( )
mbaF
SSb
SSa
SSS
SXS
ttmt
ttt
ttt
ttt
ttt
+=
−−
=
−=
−+=
−+=
+
−
−
)(1
2
)1(.
1.
'''
'''
'')1(
'''
)1('
αα
αα
αα
Dimana: tX = Data penerimaan pada periode t
a = Faktor atau konstanta pemulusan
mtF + = Perkiraan untuk periode t
Pada saat nilai t=1, nilai S’t-1 dan S”t-1 tidak tersedia. Jadi, nilai-nilai itu harus
ditentukan pada awal periode. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan nilai S’t dan
S”t sama dengan Xt atau dengan menggunakan suatu nilai rata-rata dari beberapa nilai
pertama sebagai titik awal.
2.2.6 Metode Peramalan Triple Exponential Smoothing dari Winter
Pada umumnya, metode rata-rata bergerak dan pemulusan eksponensial dapat
digunakan untuk hampir segala jenis data stasioner atau non stasioner sepanjang data
tersebut tidak mengandung faktor musiman. Tetapi bilamana terdapat faktor musiman,
metode-metode tersebut akan menghasilkan peramalan yang buruk. Untuk data
stasioner, digunakan metode rata-rata bergerak atau pemulusan eksponensial. Jika
datanya menunjukkan suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt
dapat diterapkan. Tetapi jika datanya musiman, metode tersebut tidak bisa mengatasinya
dengan baik. Walaupun demikian, metode Winter dapat menangani faktor musiman
secara langsung.
31
Metode Winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur
stasioner, satu untuk trend dan satu untuk musiman. Hal ini serupa dengan metode Holt,
dengan satu pemulusan tambahan untuk mengatasi musiman. Perumusan dasar untuk
metode Winter (Makridakis, 1999, p121-127) adalah sebagai berikut :
Pemulusan Keseluruhan : ))(1( )1()1( −−−
+−+= ttLt
tt bS
IX
S αα
Pemulusan Trend : )1()1( )1()( −− −+−= tttt bSSb γγ
Pemulusan Musiman : )()1( Ltt
tt I
SX
I −−+= ββ
Peramalan : )()( )*( mLtttmt ImbSF +−+ +=
Dimana : L = Panjang musiman
b = Komponen trend
I = Faktor penyesuaian musiman
Ft+m = Peramalan untuk m periode ke depan
Salah satu masalah dalam menggunakan metode Winter adalah menentukan
nilai-nilai untuk ,, βα dan γ tersebut yang akan berpengaruh dalam perhitungan nilai-
nilai error seperti MAE atau MAPE. Pendekatan untuk menentukan nilai ini biasanya
secara trial and error, walaupun mungkin juga digunakan algoritma optimasi non-linear
untuk mendapatkan nilai parameter optimal. Karena kedua pendekatan tersebut
memakan banyak waktu dan mahal, maka metode ini jarang digunakan. Metode ini baru
dipakai jika banyak himpunan data yang harus ditangani.
Untuk menginisialisasi metode peramalan Winter yang diterangkan di atas, kita
perlu menggunakan paling sedikit satu data musiman lengkap (yaitu L periode) untuk
menentukan estimasi awal dari indeks musiman, Lt-1, dan kita perlu menaksir faktor
trend dari satu periode ke periode selanjutnya.
32
Adapun rumus yang digunakan untuk inisialisasi awal yaitu :
XXI
SX
Lt
LL
=
= ++ 11
2.2.7 Metode Dekomposisi
Metode Dekomposisi mendasarkan penganalisaan untuk mengidentifikasi tiga
faktor utama yang terdapat dalam suatu deret waktu, yaitu faktor trend, faktor siklus, dan
faktor musiman. Di dalam beberapa hal, peramal hanya mendasarkan penyusunannya
pada dua faktor yang penting yaitu trend dan musiman. Faktor trend menggambarkan
perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat, menurun atau tidak berubah.
Pengukuran perkembangan faktor trend dilakukan untuk periode waktu yang panjang
dengan menghilangkan variasi musim dan variasi siklus. Faktor siklus menggambarkan
baik turunnya ekonomi atau industri tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan
fluktuasi periodik dengan panjang konstan. Perbedaan antara musiman dan siklus adalah
bahwa musiman berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti tahun atau
bulan, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih lama dan lamanya
berbeda dari satu siklus ke siklus yang lainnya.
Ada beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret waktu,
dengan tujuan untuk mengisolasikan masing-masing komponen dari deret itu setepat
mungkin. Konsep dasar dari dekomposisi ini adalah data empiris di mana yang pertama
adalah pergeseran musim, kemudian trend dan terakhir adalah siklus. Residu yang ada
dianggap unsur acak yang walaupun tidak dapat ditaksir, tetapi dapat diidentifikasi
(Makridakis, 1999, p150-156).
33
Langkah-langkah dekomposisi :
1. Pada deret data yang sebenarnya (Xt) hitung rata-rata bergerak yang panjangnya
(N) sama dengan panjang musiman. Maksud dari rata-rata bergerak adalah
menghilangkan unsur musiman dan keacakan. Meratakan sejumlah periode yang
sama dengan panjang pola musiman akan menghilangkan unsur musiman dengan
membuat rata-rata dari periode yang musimannya tinggi dan periode yang
musimannya rendah. Karena galat acak tidak mempunyai pola yang sistematis,
maka perata-rataan ini juga mengurangi keacakan.
2. Pisahkan rata-rata bergerak N periode (langkah satu) dari deret data semula
untuk memperoleh unsur trend dan siklus.
3. Pisahkan faktor musiman dengan menghitung rata-rata untuk tiap periode yang
menyusun panjang musiman secara lengkap.
4. Identifikasi bentuk trend yang tepat (linear, eksponensial, kurva-S, dan lain-lain)
dan hitung nilainya untuk setiap periode (Tt).
5. Pisahkan hasil langkah empat dari hasil langkah dua (nilai gabungan dari unsur
trend dan siklus) untuk memperoleh faktor siklus.
6. Pisahkan musiman, trend dan siklus dari data asli untuk mendapatkan unsur acak
yang ada, Et.
Metode dekomposisi dapat berasumsi pada model aditif atau multiplikatif dan
bentuknya dapat bervariasi. Model aditif berbentuk :
Xt = It + Tt + Ct + Et
Model multiplikatif berbentuk :
Xt = It x Tt x Ct x Et
34
Rumus Perhitungan Seasonal:
nTotal MovingMonth 12 = 12654321 yyyyyyy +++++++ Κ
nTotal MovingYear 2 = 1nn Total MovingMonth 12Total MovingMonth 12 ++
24Total MovingYear 2
enteredC nn =
n
nn Centered
)y(emandDIndexSeasonal =
Index = Xbulan Jumlah
Xbulan Index Seasonal TotalJumlah
Multiplier = IndexSum
12
MultiplierIndexIndex Adjusted n ×=
Rumus Perhitungan Trend :
DemandPeriodexy ×=
∑ ∑∑ ∑ ∑
−
−= 22 )x(xn
yxxynb
xbya −=
bxa(T) Trend n +=
nnn IndexAdjustedTrendFt ×=
35
2.2.8 Statistik Ketepatan Peramalan
2.2.8.1 Ukuran Statistik Standar
Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan ramalan (atau
nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan
sebagai :
ttt FXe −=
Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan
terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut dapat didefinisikan :
• Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
∑==
n
tet
nMAE
1
1
2.2.8.2 Ukuran-Ukuran Relatif
Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan,
maka muncul usulan alternatif – alternatif lain yang diantaranya menyangkut galat
persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis, 1999, p61-62) adalah :
• Galat Persentase (Percentage Error)
100*⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
t
tt
XFX
PE
• Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)
tn
tPE
nMAPE ∑ =
=1
1
36
2.3 Peta Proses Operasi
Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-
langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan
pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai
komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih
lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau mesin
yang dipakai. Jadi dalam suatu peta proses operasi, dicatat hanya kegiatan-kegiatan
operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang
penyimpanan (Sutalaksana, 1979,p21). Dalam peta proses operasi pekerjaan dibagi
menjadi elemen-elemen operasi secara detail. Disini, tahapan proses operasi kerja harus
diuraikan secara logis dan sistematis.
Dengan demikian, keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal (raw
material) sampai menjadi produk akhir (finished good product) sehingga analisa
perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual maupun urut-urutannya
secara keseluruhan akan dapat dilakukan (Wignjosoebroto, 2000, p131).
Untuk bisa menggambarkan peta proses operasi dengan baik, ada beberapa
prinsip yang perlu diikuti, sebagai berikut:
1. Pertama-tama, pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses
Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti nama objek, nama pembuat
peta, tanggal dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor
gambar.
2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
37
3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai
dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau
sesuai dengan proses yang terjadi.
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan
prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
2.4 Pengukuran Waktu
Berdasarkan pendapat Sutalaksana (1979,p131) pengukuran waktu adalah
pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus
dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan.
Teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Secara langsung berarti pengukuran dilaksanakan secara langsung yaitu
di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Cara yang termasuk secara
langsung, yaitu metode cara jam henti. Sedangkan cara tidak langsung melakukan
perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-
tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen
pekerjaan atau gerakan. Untuk pengukuran waktu penulis memakai metode secara
langsung.
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
38
2.4.1 Pengukuran Pendahuluan
Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Tujuan
melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus
dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Istilah pengukuran
pendahuluan terus digunakan selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan belum
mencukupi. Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran adalah:
1. Hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup dan hitung rata-rata
dari tiap subgrup:
nx
x i∑=−
Dimana: n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup
k = jumlah subgrup yang terbentuk
xi = data pengamatan
2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari rata-rata subgrup:
k
xx
g
ii∑
== 1
3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:
( )1n
xxs
n
1i
2
i
−
−=∑=
dimana : n = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup:
Nss
x=
39
2.4.2 Pengujian Keseragaman Data
Pengukuran keseragaman data perlu dilakukan terlebih dulu sebelum kita
menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar, dengan tujuan untuk
mengetahui apakah hasil pengukuran waktu cukup seragam. Suatu data dikatakan
seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada di antara
kedua batas kendali. Perumusan batas kendali tersebut adalah sebagai berikut:
BKA = XZX σ+
BKB = XZX σ−
Z = 2
11 β−−
Dimana: BKA = Batas kendali atas
BKB = Batas kendali bawah
Z = Nilai konversi pada distribusi normal sesuai tingkat keyakinan (β)
2.4.3 Pengujian Kecukupan Data
Menurut Sutalaksana (1974, p134), uji kecukupan data dilakukan untuk
mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan penelitian.
Uji kecukupan data ini digunakan pada proses sampling, apabila variabilitas data yang
dianalisis semakin kecil, maka jumlah sampel yang dibutuhkan akan semakin kecil,
sedangkan apabila variabilitas pengumpulan data semakin besar, maka jumlah data yang
dikumpulkan akan semakin besar pula. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:
N’ = ( )
222
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛ −
∑∑ ∑
xj
xjxjnsk
40
Dimana : N’ = jumlah data yang seharusnya dilakukan pengamatan
N = jumlah data yang aktual
Dengan kesimpulan:
Apabila N’ ≤ N, maka jumlah data sudah cukup
Apabila N’ ≥ N, maka jumlah data belum cukup
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari
data pengukuran sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen, sedangkan
tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang
diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.
Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak
karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur setelah
memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari
waktu penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen dari waktu
penyelesaian sebenarnya yang harus dicari. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan
besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian
tadi.
2.4.4 Penyesuaian
Penyesuaian bertujuan untuk menormalkan waktu proses operasi jika pengukur
berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, agar waktu
penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu panjang.
41
Terdapat tiga batasan dalam penyesuaian (Sutalaksana, 1979,p138) yaitu:
1. p > 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu cepat (diatas
normal)
2. p = 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja normal.
3. p < 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu lambat
(dibawah normal)
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian adalah
metode Westinghouse (Sutalaksana,1979,p140-146). Cara Westinghouse mengarahkan
penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam
bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi
kedalam enam kelas, yaitu perfect, excellent, good, average, fair dan poor dengan
nilainya masing-masing.
2.4.5 Kelonggaran
Kelonggaran (Sutalaksana, 1979,p149-154) adalah waktu yang dibutuhkan
pekerja yang terlatih, agar dapat mencapai performance kerja sesungguhnya, jika ia
bekerja secara normal. Seorang pekerja tidak mungkin bekerja sepanjang waktu tanpa
adanya beberapa interupsi untuk kebutuhan tertentu yang sifatnya manusiawi, seperti
kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan gangguan-gangguan yang mungkin
terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan
dalam persen dari waktu normal.
42
Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal yaitu:
a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum
untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk
menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas
terlihat sebagai sesuatu yang mutlak yang harus diberikan kepada pekerja karena
merupakan tuntutan fisiologis dan psikologis yang wajar.
b. Kelonggaran untuk rasa fatique
Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas maupun
kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan melakukan
pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil
produksi menurun.
c. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari hambatan. Adapun
beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah:
- menerima petunjuk kepada pengawas
- melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin
- memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong
yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya
- mengasah peralatan potong
- mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
43
2.4.6 Perhitungan Waktu Baku
Apabila semua data yang diperoleh telah seragam, dan jumlahnya telah
memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Selanjutnya adalah
mengolah data untuk menghitung waktu baku yang diperoleh dengan langkah-langkah:
1. Menghitung waktu rata-rata
Wr = N
Xi∑
Dimana: Xi = data yang termasuk dalam batas kendali
2. Menghitung waktu normal
Wn = Wr x p
Dimana : p = faktor penyesuaian
3. Menghitung waktu baku
Wb = Wn (1+a)
Dimana: a = kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya disamping waktu normal.
2.5 Konsep Penjadwalan
2.5.1 Definisi Penjadwalan
Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan penting dalam
perusahaan. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan dalam
mengalokasikan tenaga operator, mesin, dan peralatan produksi, urutan proses, jenis
produk, pembelian material dan sebagainya. Terlepas dari jenis perusahaannya, setiap
perusahaan perlu untuk melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar memperoleh
utilisasi maksimum dari sumber daya produksi dan aset lain yang dimiliki.
44
Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi. Penjadwalan
mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun tenaga kerja bagi suatu
kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan keputusan, penjadwalan merupakan
langkah terakhir sebelum dimulainya operasi.
Teori penjadwalan berhubungan terutama dengan model-model matematika yang
berhubungan dengan proses penjadwalan (Baker, 2001, p1.3). Pengembangan dari
model-model yang berguna, yang menuju kepada teknik-teknik solusi dan pandangan-
pandangan praktikal, telah menjadi interface yang terus-menerus antara teori dan
praktek. Perspektif teorikal juga merupakan pendekatan kuantitatif yang besar, satu yang
mengusahakan menggambarkan struktur permasalahan dalam bentuk perhitungan
matematika. Secara khusus, pendekatan kuantitatif ini dimulai dari deskripsi sumber
dan tugas-tugas dan dengan translasi akan tujuan-tujuan pengambilan keputusan ke
dalam fungsi objektif yang eksplisit.
Idealnya, fungsi objektif harus berisikan semua biaya-biaya dalam sistem yang
tergantung pada keputusan-keputusan penjadwalan. Di dalam praktek, meskipun begitu,
biaya-biaya seperti itu sering sulit untuk dihitung, atau bahkan diidentifikasi seluruhnya.
Sebagai fakta, biaya operasi utama - dan yang paling sering diidentifikasikan -
ditentukan oleh fungsi perencanaan, dimana biaya-biaya yang berhubungan dengan
penjadwalan sulit untuk diisolasi dan sering muncul telah fixed. Meskipun begitu, 3 tipe
dari tujuan–tujuan pengambilan keputusan terlihat biasa di dalam penjadwalan;
turnaround, timeliness, dan throughput. Turnaround menghitung waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah kegiatan. Timeliness menghitung konformansi
dari penyelesaian tugas-tugas tertentu pada deadline yang diberikan. Throughput
menghitung jumlah dari kerja yang diselesaikan sewaktu waktu yang telah ditentukan.
45
Kedua tujuan-tujuan ini nantinya akan membutuhkan elaborasi lebih lanjut,
karena meskipun kita dapat membicarakan turnaround atau timeliness untuk tugas yang
diberikan, permasalahan-permasalahan penjadwalan membutuhan kita mengembangkan
fungsi-fungsi objektif untuk keseluruhan kegiatan di dalam penjadwalan. Throughput,
yang kontras sudah merupakan sebuah perhitungan yang diaplikasikan ke dalam
keseluruhan set.
Baker (2001, p1.3) mengkategorikan model-model penjadwalan utama dengan
menspesifikasikan konfigurasi sumber dan sifat dari kegiatan. Sebagai contoh, sebuah
model mungkin berisikan satu mesin atau beberapa mesin. Jika hanya berisikan satu
mesin, pekerjaan-pekerjaan akan berada pada single stage, dimana model banyak mesin
biasanya mencakup pekerjaan-pekerjaan dengan multiple stages.
2.5.2 Tujuan Penjadwalan
Pentingnya penjadwalan (Render dan Heizer, 2001, p467) :
1. Dengan penjadwalan secara efektif, perusahaan menggunakan asetnya dengan
efektif dan menghasilkan kapasitas keuntungan yang dihasilkan menjadi lebih
besar, yang sebaliknya akan mengurangi biaya.
2. Penjadwalan menambah kapasitas dan fleksibilitas yang terkait memberikan
waktu pengiriman yang lebih cepat dan dengan demikian pelayanan kepada
pelanggan menjadi lebih baik.
3. Keuntungan yang ketiga dari penjadwalan yang baik adalah keunggulan
kompetitif dengan pengiriman yang bisa diandalkan.
46
2.5.3 Penjadwalan Kriteria Proses
Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pesanan, ciri operasi,
dan keseluruhan kompleksitas pekerjaan, sekaligus pentingnya tempat pada masing-
masing dari empat kriteria (Render dan Heizer, 2001, p467). Empat kriteria itu adalah :
1. Meminimalkan waktu penyelesaian. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata
waktu penyelesaian.
2. Memaksimalkan utilitas. Ini dinilai dengan menentukan persentase waktu
fasilitas itu digunakan.
3. Meminimalkan persediaan barang dalam proses. Ini dinilai dengan menentukan
rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara jumlah pekerjaan
dalam sistem dan persediaan barang dalam proses adalah tinggi. Dengan
demikian semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada dalam sistem, maka akan
semakin kecil persediaannya.
4. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata
jumlah keterlambatan.
Empat kriteria ini digunakan dalam industri untuk mengevaluasi kinerja
penjadwalan. Sebagai tambahan, pendekatan penjadwalan yang baik haruslah sederhana,
jelas, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, fleksibel, dan realistik. Diberikan
pertimbangan ini, sasaran dari penjadwalan adalah untuk mengoptimalkan penggunaan
sumber daya sehingga tujuan produksi bisa tercapai.
2.6 Penjadwalan Produksi
Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam sistem produksi,
aktivitas-aktivitas fungsi tersebut adalah sebagai berikut (Baroto, 2002, p167) :
47
1. Loading (pembebanan). Bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan yang
diminta dengan kapasitas yang ada. Loading ini untuk menentukan fasilitas,
operator, dan peralatan.
2. Sequencing (penentuan urutan). Bertujuan membuat prioritas pengerjaan dalam
pemrosesan order-order yang masuk.
3. Dispatching. Pemberian perintah-perintah kerja ke tiap mesin atau fasilitas
lainnya.
4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dengan cara:
a. monitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua sektor
b. merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan atau prioritas utama baru
5. Updating schedules. Pelaksanaan jadwal biasanya selalu ada masalah baru yang
berbeda dari saat pembuatan jadwal, maka jadwal harus segera di-update bila ada
permasalahan baru yang memang perlu diakomodasi.
Kompleksitas aktivitas penjadwalan produksi tersebut dapat ditangani secara
sistematik dengan berbagai macam metode-metode khusus untuk penjadwalan produksi.
2.6.1 Pembebanan (Loading)
Pembebanan berarti penugasan pekerjaan untuk dilaksanakan atau pusat
pengolahan/pusat pemrosesan. Manajer operasi menugaskan pekerjaan untuk
dilaksanakan sehingga biaya, waktu menganggur atau waktu penyelesaian harus dijaga
agar tetap minimum. Pusat pembebanan pekerjaan terbagi menjadi dua bentuk. Satu
diorientasikan terhadap kapasitas, yang kedua dikaitkan ke penugasan tugas tertentu ke
pusat pekerjaan. Dua pendekatan yang digunakan untuk membebankan yaitu : diagram
Gantt dan metode penugasan linear (Render dan Heizer, 2001, p469).
48
(1) Diagram Gantt
Diagram Gantt merupakan alat bantu visual yang sangat berguna dalam
pembebanan dan penjadwalan. Diagram ini membantu melukiskan penggunaan
sumber daya, seperti pusat pekerjaan dan lembur.
Pada saat digunakan dalam pembebanan, diagram Gantt menunjukkan waktu
pembebanan dan waktu menganggur dari beberapa departemen seperti mesin-mesin
atau fasilitas. Diagram ini menampilkan beban kerja relatif di dalam sistem sehingga
para manajer bisa tahu penyesuaian seperti apa yang tepat. Sebagai contoh, pada saat
satu pusat pekerjaan kelebihan pusat kerja, karyawan dari pusat beban yang rendah
bisa dipindahkan secara temporer untuk menambah jumlah karyawan. Atau jika
pekerjaan yang sedang menunggu bisa diproses pada pusat pekerjaan yang berbeda,
beberapa pekerjaan pada pusat beban tinggi bisa dipindahkan ke yang rendah.
Peralatan serba guna bisa juga dipindahkan di antara pusat-pusat itu.
Diagram beban Gantt memiliki batasan-batasan utama. Salah satunya,
diagram ini tidak bisa diandalkan untuk variabilitas produksi seperti kerusakan yang
tidak diharapkan atau kesalahan manusia yang mensyaratkan pekerjaan itu dilakukan
lagi. Diagram itu harus diperbaharui secara teratur untuk melakukan pekerjaan baru
dan merevisi perkiraan waktu.
Diagram jadwal Gantt digunakan untuk memonitor kemajuan pekerjaan. Ini
menunjukkan pekerjaan mana yang berada pada jadwal dan yang mana yang berada
didepan atau dibelakang skedul/jadwal. Dalam bentuk dasarnya diagram Gantt
menunjukan alokasi sumber berdasarkan waktu, dengan sumber-sumber spesifik
yang ditunjukan sepanjang garis vertikal dan skala waktu yang ditunjukan sepanjang
garis horizontal, seperti pada gambar 2.6.
49
Sumber: Baker (2001, p1.3)
Gambar 2.6 Diagram Gantt
Sebuah diagram seperti pada gambar 2.6 membantu kita untuk memvisualkan
elemen-elemen detail dari sebuah permasalahan penjadwalan karena sumber-sumber
dan kegiatan-kegiatan ditunjukan dengan jelas. Dengan sebuah diagram Gantt kita
dapat menganalisa hubungan-hubungan geometrik untuk mendapatkan informasi
tentang fitur dari jadwal yang diberikan. Sebagai tambahan, kita dapat membahas
diagram tersebut dan mengatur kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan informasi
pembanding mengenai penjadwalan lainnya.
(2) Metode Penugasan
Metode penugasan melibatkan penugasan suatu pekerjaan atau sumber daya.
Sebagai contoh adalah penugasan pekerjaan ke mesin, kontrak kerja pada penawar,
dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi total biaya atau waktu yang
diminta untuk melakukan tugas yang sedang dijalankannya.
50
2.6.2 Pengurutan (Sequencing)
Pengurutan pengerjaan merupakan problem yang cukup penting dalam analisis
produksi. Masalah yang dihadapi karena adanya banyaknya job dan ketersediaan mesin
yang terbatas. Job sequencing bertujuan untuk mencapai kriteria performance tertentu
yang optimal. Beberapa kriteria yang sering dipakai dalam pengurutan job antara lain
sebagai berikut (Baroto, 2002, p170) :
1. Mean flow time (MFT) atau rata-rata waktu job berada dalam mesin
2. Idle time atau waktu menganggur dari mesin
3. Mean lateness atau rata-rata keterlambatan
4. Mean number job in the system (WIP) atau rata-rata jumlah job dalam mesin
5. Make-span atau total waktu penyelesaian seluruh job
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan (pengerjaan) suatu job
diantaranya (Baroto, 2002, p170) :
1. jumlah job yang harus dijadwalkan.
2. jumlah mesin yang tersedia.
3. tipe manufaktur (flow shop atau job shop).
4. pola kedatangan job (statik atau dinamis).
2.7 Sistem Informasi
2.7.1 Pengertian Sistem
Pengertian sistem menurut McLeod (2001, p11) adalah sekelompok elemen-
elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu
organisasi seperti perusahaan atau suatu area bisnis cocok dengan definisi ini.
51
Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya dan sumber daya tersebut bekerja
menuju tercapainya suatu tujuan tertentu yang ditentukan oleh pemilik atau manajemen.
Dan menurut Mathiassen (2000, p9), Sistem adalah kumpulan dari komponen yang
mengimplementasikan persyaratan model, function dan interface.
2.7.2 Pengertian Informasi
Pengertian informasi menurut McLeod (2001, p15) adalah data yang telah
diproses, atau data yang memiliki arti. Perubahan data menjadi informasi dilakukan oleh
pengolah informasi (information processor). Pengolah informasi dapat meliputi elemen-
elemen komputer, elemen-elemen non-komputer, atau kombinasi keduanya.
2.7.3 Pengertian Sistem Informasi
Menurut McLeod (2001, p4), sistem informasi adalah suatu kombinasi yang
terorganisasi dari manusia, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komunikasi, dan
sumber daya data yang mengumpulkan, mentransformasikan, serta menyebarkan
informasi dalam sebuah organisasi. Sedangkan menurut Alter sistem informasi adalah
suatu sistem kerja yang menggunakan teknologi informasi untuk mengumpulkan,
meneruskan, menyimpan, mendapatkan kembali, memanipulasi, ataupun menampilkan
informasi, sehingga mendukung satu atau lebih sistem kerja. Sedangkan sistem kerja
adalah sistem dimana manusia berpartisipasi untuk melakukan proses bisnis dengan
menggunakan teknologi informasi dan sumber daya yang lain untuk menghasilkan suatu
produk bagi pihak internal maupun eksternal.
52
2.8 System Object Oriented Analysis and Design
2.8.1 Analisis Sistem
Analisis sistem adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk
merancang sistem yang baru atau diperbaiki (Mcleod, 2001, p234). Jadi dapat
disimpulkan bahwa analisis sistem adalah penelitian sistem yang ada dengan tujuan
penyempurnaan sistem yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna sistem.
2.8.2 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen (2000, p5), Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
mendeskripsikan dua permasalahan yang berbeda, yakni di dalam sistem dan di luar
sistem. Analisis objek mendeskripsikan fenomena di luar sistem, seperti orang dan
barang, yang dapat berdiri sendiri. Perancangan objek mendeskripsikan fenomena di
dalam sistem yang dapat diawasi. Kita dapat mendeskripsikan behavior mereka sebagai
operasi untuk komputer yang menyelesaikannya.
2.8.3 Tahapan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
2.8.3.1 System Definition
Menurut Mathiassen (2000, p24), System Definition (Definisi Sistem) adalah
deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang ditampilkan dalam bahasa
sehari – hari. Sebuah system definition menunjukan properties fundamental untuk
pengembangan dan kegunaan sistem. Menjelaskan sistem dalam konteks, informasi yang
harus ada, fungsi yang harus disediakan, dimana akan digunakan, dan kondisi
pengembangan mana yang diaplikasikan.
53
Tujuan dari definisi ini untuk menjelaskan interpretasi dan kemungkinan-
kemungkinan yang berbeda. System definition membantu anda untuk menjaga overview
dari pilihan yang berbeda, dan anda bisa menggunakannya untuk membandingkan
alternative-alternatif. System definition yang akhirnya dipilih harus menyediakan fondasi
yang penting untuk analisis lanjut dan aktivitas desain.
Sebuah system definition harus singkat dan tepat, dan mengandung sebagian
besar keputusan-keputusan fundamental mengenai system. Menciptakan formulasi yang
singkat dan tepat menyediakan sebuah overview dan membuatnya mudah untuk
membandingkan alternatif.
Sumber : Mathiassen (2000, p25)
Gambar 2.7 Subactivities in choosing a system
Setiap system definition merepresentasikan persepsi spesifik dari kenyataan yang
disaring melalui ide-ide, konsep, pendidikan, dan latar belakang dari orang-orang yang
terkait. System definition akan menjelaskan pengembangan yang memfokuskan pada
property system dibandingkan detail property yang berorientasi pada komponen.
The FACTOR criterion (Mathiassen, 2000, p40) berisikan akan 6 elemen:
• Functionality: fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas application domain.
• Application domain: bagian dari organsasi yang mengadministrasi, memonitor, atau
mengatur sebuah problem domain.
54
• Condition: kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
• Technology: kedua teknologi digunakan baik untuk sistem yang dikembangkan dan
juga sistem yang sedang berjalan.
• Objects: objek utama di dalam problem domain.
• Responsibility: keseluruhan tanggung jawab sistem di dalam hubungannya dengan
context.
2.8.3.2 Rich Picture
Sebuah rich picture adalah gambar tidak formal yang menunjukan pengertian
illustrator mengenai situasi yang ada. Sebuah rich picture memfokuskan pada aspek
penting dari situasi, yang ditentukan oleh illustrator. Meskipun begitu, rich picture harus
memberikan penjelasan yang luas akan situasi yang memungkinkan beberapa intepretasi
alternatif (Mathiassen, 2000, p26).
Sumber : Mathiassen (2000, p26)
Gambar 2.8 Contoh Rich Picture
55
2.8.3.3 Aktifitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, pp14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam
analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam gambar 2.9 berikut.
Sumber : Mathiassen (2000, p15)
Gambar 2.9 Main activitities in Object Oriented Design
2.8.3.3.1 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen (2000, p45), Problem Domain Analysis merupakan bagian
dari sebuah konteks yang diadministrasi, dimonitor dan dikontrol oleh sebuah sistem.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memodelkan sebuah problem domain.
Sumber : Mathiassen (2000, p46)
Gambar 2.10 Activities in Problem Domain
56
Menurut Mathiassen (2000, p46), Problem Domain Modelling mempunyai 3
aktivitas :
a. Classes
Object adalah suatu entitas dengan identity (identitas), state (pernyataan) dan
behavior (perilaku). Sedangkan Event adalah kejadian terus – menerus yang
melibatkan satu atau dua objek. (Mathiassen, 2000, p51).
Menurut Mathiassen (2000, p53), Class adalah suatu deskripsi dari sekumpulan
objek yang mempunyai structure, behavioral pattern dan attributes.
Aktivitas class akan menghasilkan event table. Baris yang horizontal berisikan
class-class yang terpilih. Kolom vertikal berisikan event-event yang terpilih. Sebuah
tanda cek menandakan bahwa objek dari class terhubung dengan event tertentu.
Sumber : Mathiassen (2000, p70)
Gambar 2.11 Contoh Class Diagram
57
Menurut Mathiassen (2000, p55) ada 3 sub aktivitas dalam memilih Class dan
Event, yaitu :
1. Menemukan kandidat untuk classes
Pemilihan class merupakan kunci utama dalam membuat problem domain. Pada
umumnya yang dilakukan adalah mencari semua kata benda sebanyak mungkin
yang terdapat pada system definition.
Menurut Mathiassen (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya :
- Sederhana dan mudah dimengerti
- Sesuai dengan problem domain
- Menunjukkan satu kejadian
Sumber : Mathiassen (2000, p55)
Gambar 2.12 Memilih Class dan Event
2. Menemukan kandidat untuk event
Selain class, event juga merupakan bagian penting dalam problem domain. Cara
untuk mencarinya adalah dengan mencari kata kerja pada system definition
sebanyak mungkin.
3. Mengevaluasi dan memilih secara sistematik
58
Jika daftar class dan event telah lengkap, maka mereka dievaluasi secara
sistematik. Kriteria umum untuk mengevaluasi adalah :
- class dan event ada dalam system definition
- class dan event relevan untuk problem domain
b. Structure
Menurut Mathiassen (2000, p69), tujuan structure adalah untuk mendeskripsikan
hubungan struktural antara classes dan objects dalam problem domain.
Menurut Mathiassen (2000, p72), konsep structure dibedakan atas :
1. Class structure
Menggambarkan hubungan konseptual yang statis antar class. Terdiri atas :
- Generalization Structure :
Merupakan suatu hubungan antara satu atau lebih subclass dengan satu atau
lebih superclass.
- Cluster Structure
Merupakan kumpulan dari classes yang saling berhubungan.
2. Object structure
Menggambarkan hubungan yang dinamis antara objects yang ada dalam problem
domain. Terdiri atas :
- Agregation structure
Mendefinisilkan hubungan antara 2 buah objects atau lebih. Menurut
Mathiassen (2000, p79), ada 3 tipe aplikasi dari aggregation structure :
1. Whole part
Object superior adalah jumlah dari object inferior, jika menambah atau
mengurangi maka akan mengubah pokok object superior.
59
2. Container content
Object superior adalah container bagi object inferior, jika menambah
atau mengurangi object inferior maka tidak akan mengubah object
superior.
3. Union member
Object superior adalah object inferior yang terorganisasi. Tidak akan
terjadi perubahan pada object superior apabila melakukan penambahan
atau pengurangan pada object inferior namun tetap memiliki batasan –
batasan.
Sumber : Mathiassen (2000, p76)
Gambar 2.13 Aggregation Structure
- Association structure
Merupakan relasi antara 2 atau lebih objek. Digambarkan sebagai
sebuah garis sederhana antara class yang berhubungan. Association
multiplicity diuraikan dengan cara yang sama seperti menguraikan
aggregation.
Sumber : Mathiassen (2000, p77)
Gambar 2.14 Association Structure
60
Perbedaan antara association structure dan aggregation structure
adalah hubungan antar class pada aggregation mempunyai pertalian yang
kuat sedangkan pada association tidak kuat. Dan dalam aggregation
dilukiskan hubungan yang definitive serta fundamental sedangkan dalam
association dilukiskan hubungan yang tidak tetap.
c. Behavior
Menurut Mathiassen (2000, p89), tujuan behavior adalah untuk memodelkan
problem domain yang dinamis. Dan 3 konsep yang terkandung dalam behavior
adalah :
• Event Trace: Merupakan urutan dari events yang melibatkan objek secara
spesifik.
• Behavioral Pattern: Suatu deskripsi dari kemungkinan events traces untuk
semua object dalam class.
• Attribute: Suatu deskripsi dari class atau event.
Sumber : Mathiassen (2000, p90)
Gambar 2.15 Contoh State Chart
61
2.8.3.3.2 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen (2000, p115), Application Domain Analysis adalah
organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau mengontrol sebuah problem domain.
Tujuannya adalah untuk menetapkan system usage requirements. Aktivitas dari
Application Domain Analysis adalah : Usage, Functions dan Interfaces.
Sumber : Mathiassen (2000, p117)
Gambar 2.16 Application Domain Analysis
a. Usage
Menurut Mathiassen (2000, p119), usage untuk menetapkan bagaimana actor
berinteraksi dengan sistem. Konsepnya adalah :
- Actor : sebuah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan
target system.
- Use case : urutan kejadian – kejadian antara system dan actor dalam application
domain.
62
Sumber : Mathiassen (2000, p122)
Gambar 2.17 Contoh Use Case
b. Functions
Menurut Mathiassen (2000, p137), functions merupakan fasilitas untuk
membuat sebuah model berguna bagi actor. Tujuannya adalah untuk menetapkan
kemampuan berproses sistem informasi.
Secara tradisional, sebuah function dianggap sebagai perhitungan, dimana input
data diubah menjadi output data. Sebuah function diaktivasikan, dijalankan, dan
menyediakan sebuah hasil. Dijalankannya sebuah function dapat mengubah model
component state atau menciptakan reaksi di dalam application domain atau problem
domain. Sebuah function adalah kebutuhan; merupakan property abstract dari
sebuah sistem.
63
Sumber : Mathiassen (2000, p139)
Gambar 2.18 Function Analysis
Tipe – tipe functions adalah :
- Update functions
Diaktifkan dengan problem domain event dan hasilnya didalam perubahan model
state.
- Signal functions
Diaktifkan dengan merubah model state dan hasilnya pada reaksi di konteks.
Reaksi ini mungkin menampilkan actor pada application domain atau intervensi
langsung di problem domain.
- Read functions
Diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi di lembar kerja actor dan hasilnya
tampilan sistem yang relevan dari model.
- Compute functions
Diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi di lembar kerja actor melibatkan
informasi yang disediakan actor atau model. Hasilnya adalah tampilan dari
kegiatan compute tersebut.
64
c. Interfaces
Menurut Mathiassen (2000, p151), interfaces adalah fasilitas yang membuat system
model dan functions dapat digunakan oleh actor. Tujuannya adalah untuk
menetapkan system interfaces. Hasil dari interfaces adalah:
- User interfaces
Tipe dialog dan form presentasi, daftar lengkap dari elemen user interface,
window diagram dan navigation diagram.
- System interfaces
Class diagram untuk peralatan luar dan protokol - protokol untuk berinteraksi
dengan sistem lain.
Sumber : Mathiassen (2000, p153)
Gambar 2.19 Interfaces Analysis
2.8.3.3.3 Architectural Design
Menurut Mathiassen (2000, p173), tujuan dari architectural design adalah untuk
menstruktur sistem yang terkomputerisasi.
65
Sumber : Mathiassen (2000, p176)
Gambar 2.20 Activities in Architectural Design
Menurut Mathiassen (2000, p173), 3 aktivitas yang terdapat pada Architectural
Design adalah:
a. Criteria
Menurut Mathiassen (2000, p177), tujuan dari criteria adalah untuk mengatur
prioritas perancangan. Konsepnya adalah :
- Criterion : Properti dari architecture
- Conditions : kesempatan dan batas technical, organizational dan human yang
telibat dalam suatu tugas.
Menurut Mathiassen (2000, p178) terdapat 12 jenis kriteria software :
1. Usable: kemampuan sistem untuk beradapatasi dengan situasi organisasi, tugas
dan hal – hal teknis.
2. Secure: kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap akses yang tidak
berwenang.
3. Efficient : penggunaan secara ekonomis terhadap fasilitas technical platform.
4. Correct: sesuai dengan kebutuhan.
5. Reliable: ketepatan dalam melakukan suatu fungsi.
66
6. Maintainable: kemampuan untuk perbaikan sistem yang rusak.
7. Testable: penempatan biaya untuk memastikan sistem bekerja sesuai dengan
yang diinginkan.
8. Flexible: kemampuan untuk modifikasi sistem yang berjalan.
9. Comprehensible: usaha yang diperlukan untuk memperoleh pengertian akan
suatu sistem.
10. Reusable: potensi untuk menggunakan sistem pada bagian sistem lain yang
saling berhubungan.
11. Portable: kemampuan sistem untuk dapat dipindahkan ke technical platform
yang lain.
12. Interoperable: kemampuan untuk merangkai sistem ke dalam sistem yang lain.
Selain kriteria – kriteria diatas, menurut Mathiassen (2000, p184), terdapat pula
kondisi – kondisi yang harus diperhitungkan :
• Technical
Adalah perangkat keras yang tersedia, perangkat lunak dasar dan sistem;
menggunakan kembali bahan – bahan dan komponen – komponen yang telah
ada; menggunakan komponen standar yang dapat dibeli.
• Organizational
Adalah perjanjian kontrak; rencana pengembangan dan pembagian kerja antara
pengembang.
• Human
Adalah kemampuan untuk mendesain; pengalaman dengan sistem yang serupa;
pengalaman dengan technical platform.
67
b. Component
Sebuah component architecture adalah pandangan sistem structural yang
membedakan sistem concern. Sebuah component architecture yang baik membuat
sebuah sistem lebih mudah untuk dimengerti, mengatur desain kerja dan
merefleksikan stabilitas dari konteks sistem. Juga mengubah design task ke dalam
beberapa task yang lebih mudah.
Menurut Mathiassen (2000, p189), Component architecture adalah sebuah
struktur sistem dari components yang saling berhubungan untuk menentukan
keseluruhan struktur system.
Bagian program yang menyusun classes disebut component-kumpulan dari
bagian sistem yang membentuk keseluruhan dan memiliki tanggung jawab yang
jelas. Tujuan utama dari component architecture adalah agar kedua hal tersebut
lengkap dan fleksibel.
Berikut beberapa pattern umum yang dapat digunakan secara kreatif mendesain
sebuah component architecture:
• the layered architecture pattern
• the generic architecture pattern
• the client-server architecture pattern
68
Sumber : Mathiassen (2000, p201)
Gambar 2.21 Contoh Component Architecture
c. Process
Menurut Mathiassen (2000, p209), tujuan process adalah untuk mendefinisikan
struktur program secara fisik. Process activity dibuat berdasarkan 2 level abstraksi.
Yang pertama, level kseluruhan dimana kita mendefinisikan distibusi program
component dari prosesor sistem yang ada. Kedua level yang berhubungan dengan
proses yang membangun kolaborasi diantara objek yang ada ketika dijalankan.
Process activity akan cepat selesai apabila kita membuat system administrative yang
berdiri sendiri. Meskipun begitu, kerumitan dari process architecture meningkat
secara signifikan untuk memonitor dan mengontrol sistem, sistem dengan interaksi
yang dekat dengan sistem yang lain.
Process activity menghasilkan deployment diagram yang menjelaskan
distribusi dan kolaborasi program component dan active objects pada prosesor.
Sebagai tambahan anda mungkin memiliki spesifikasi yang lebih detail untuk
mengkoordinasikan resource sharing.
69
Sumber : Mathiassen (2000, p216)
Gambar 2.22 Contoh Deployment Diagram
Menurut Mathiassen (2000, p215-218) terdapat 3 distribution pattern, yaitu:
• The centralize pattern, solusi termudah untuk permasalahan distribusi adalah
untuk mendistribusikan sedikit mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menjaga
semua data pada satu central server dan memiliki client hanya untuk mengatur
user interface. Beberapa keuntungan untuk proses arsitektur ini, yaitu dapat
mengimplementasikannya dengan client dengan cukup terjangkau. Semua data
konsisten karena berada di satu tempat, struktur berbentuk simple untuk
dimengerti dan diimplementasikan, dan network traffic moderate. Kerugiannya
adalah low level robustness. Access time akan tinggi karena mengaktivasikan
setiap client function mencakup pertukaran dengan server. Data hanya ada di
satu tempat, sehingga design tidak memfasilitasi backup.
70
• The distribute pattern, design yang berlawanan dengan centralized pattern.
Disini, semua didstribusikan ke client dan server hanya untuk mem-broadcast
model update diantara client. Keuntungan dari architecture ini adalah
rendahnya waktu akses; robustness dapat dimaksimalkan, banyak backup.
Kelemahannya adalah jumlah dari data yang sama dan yang lebih bermasalah-
potensial ketidak-konsistenan data dari client yang berbeda. Kebutuhan
teknikal client yang tinggi dan architecture yang lebih rumit dan sulit
dimengerti dan diimplementasikan.
• The decentralize pattern, berada di antara kedua pattern di atas. Idenya adalah
agar client memiliki data mereka sendiri, sehingga hanya data umum yang ada
pada client di luar server. Structural design dari client dan server sama.
Isinya yang berbeda. Keuntungannya adalah konsistensi network load rendah,
access time low. Kerugiannya adalah semua prosesor harus mampu untuk
menjalankan function yang rumit dan menjaga model yang besar, peningkatan
biaya hardware, tidak adanya fasilitas build-in backup.
2.8.3.3.4 Component Design
Menurut Mathiassen (2000, p231), tujuan component design adalah untuk
menetapkan sebuah implementasi pada sebuah architectural framework.
Aktivitas pada component design adalah :
1. Model component
Menurut Mathiassen (2000, p235), model component adalah bagian dari sistem yang
mengimplementasikan problem domain model.
71
2. Function component
Tujuan function component menurut Mathiassen (2000, p252) adalah untuk
menetapkan functions implementation. Function implementation adalah bagian dari
sistem yang mengimplementasikan persyaratan functions.
3. Connecting component
Tujuan dari connecting components menurut Mathiassen (2000, p271) adalah untuk
menggabungkan system components.
2.9 Keuntungan dan Kelemahan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi
objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Selain keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan OOAD seperti yang telah
disebutkan di atas, ternyata juga terdapat beberapa kelemahan yang berhasil
diidentifikasi oleh Raymond McLeod, Jr (2001, p615) yaitu:
1 Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2 Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
3 Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.