bab 2
DESCRIPTION
bababaTRANSCRIPT
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembedahan (Operasi)
2.1.1 Pengertian Pembedahan atau Operasi
Menurut Sjamsuhidayat yang dikutip oleh Ferlina pada tahun 2002, Operasi
adalah suatu tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka
atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan pembuatan sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka. Tindakan pembedahan merupakan salah satu
tindakan medis yang akan mendatangkan stressor terhadap integritas seseorang.
Pembedahan akan membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun
psikologis. Salah satu respon psikologis adalah cemas. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa 80% dari pasien yang akan menjalani pembedahan
mengalami kecemasan (Ferlina, 2002).
Menurut Long yang dikutip oleh Rosintan pada tahun 2003, tindakan pembedahan
merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang
dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun fisiologis.
2.1.2 Keperawatan perioperatif
Keperawatan perioperatif adalah istlah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan
pasien. Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase :
7
8
1. Fase praoperatif
Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim kemeja operasi.
Lingkup aktifitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau rumah, menjalani wawancara
praoperasi dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dalam
pembedahan.
2. Fase intraoperatif
Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan
keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktifitas keperawatan dapat meliputi
memasang infus (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantaun
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien.
3. Fase pascaoperatif
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup tentang aktifitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pasca operatif langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agens anestesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
peyuluhan, perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Brunner
& Suddart, 2002).
9
2.1.3 Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparatomi eksplorasi
2. Kuratif : eksisi tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4. Rekonstruksi/Kosmetik : Mammopasty, atau bedah plastik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrotomi yang dipasang untuk mengkompensasi terhadap
ketidakmampuan menelan makanan (Bunner and suddarth, 2002).
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tidakan pembedahan
dapat diklafikasikan menjadi 5 tingkatan (Bunner and suddarth, 2002), yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa.
Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,
obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulamg tengkorak, luka tembak atau
tusuk, luka bakar sangat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24
jam, contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3. Dijadwalkan
Suatu operasi dini namun bukan penyelamatan (misal : pembedahan kanker,
kardiovaskuler), biasanya dikerjakan dalam 1 – 3 minggu.
10
4. Elektif
Operasi pada waktu yang sesuai bagi pasien dan dokter (misal : kolesisteltomi).
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan
estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan dibagi menjadi
(Virginia, 2004) :
1. Minor : Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan
yang minim.
Contoh : insisi dan drainase kandung kemih, sirkumsisi.
2. Mayor : Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.
Contoh : total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.
2.1.4 Beberapa Hal yang Ditemukan Pada Pasien yang Menghadapi
Pembedahan
1. Ketakutan
Pasien praoperatif dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap
anestesia, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan atau
takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat
menyebabkan ketidaktenangan atau anestesia. Perawat dapat melakukan banyak
hal untuk menghilangkan kesalahan konsep diri dan kesalahan informasi dan
untuk memberikan penenangan ketika memungkinkan. Selain ketakutan –
ketakutan di atas, pasien sering mengalami kekhawatian lain, seperti masalah
11
finansial, tanggung jawab terhadap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau
ketakutan – ketakutan akan diagnosa yang buruk atau probabilitas kekacauan di
masa datang. Perawat dapat menggali ketakutan – ketakutan ini bersama pasien
dan mengatur untuk mendapat bantuan dan tenaga kesehatan profesional lainnya
jika dibutuhkan. Jika kekhawatiran berasal dari ketakutan tentang prognosisnya,
maka dokter harus dihubungi (Brunner & Suddart, 2002)..
2. Kepercayaan Spiritual
Tanpa memandang anutan keagamaan pasien, kepercayaan spiritual dapat menjadi
medikasi terapeutik. Segala upaya harus dibuat untuk membatu pasien mendapat
bantuan spiritual yang pasien inginkan. Keyakinan mempunyai kekuatan yang
sangat besar, dengan begitu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap individu pasien
harus dihargai dan didukung (Brunner & Suddart, 2002).
3. Nilai Budaya
Menghormati nilai budaya dan kepercayaan memfasilitasi terciptanya hubungan
saling percaya. Beberapa area pengkajian termasuk etnik yang menjadi bagian
area pengkajian termasuk kelompok etnik menjadi bagian dari pasien dan adat
istiadat serta kepercayaan terhadap penyakit dan tenaga perawatan kesehatan.
(Brunner & Suddart, 2002).
2.1.5 Persiapan Pre Operatif
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologik baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologis (khusus pasien).
12
1. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena : takut akan perasaan sakit, necrosa atau
hasilnya, keadaan sosial ekonomi dari keluarga. Bimbingan berdoa merupakan
fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi kecemasan
pasien.
2. Persiapan Fisiologis
1) Diit
Kecuali pada bedah perut dimana pasien mendapat diit rendah residu, makanan
biasa diberikan 1 hari sebelum operasi, tapi 8 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan makan. Diit harus sesuai dengan kondisi sebelum bedah. Cairan
tidak diperbolehkan 4 jam sebelum operasi. Terdapatnya makanan atau cairan
dalam perut meningkatkan kemungkinan aspirasi isi lambung yang seharusnya
termuntahkan pada saat pasien di anestesi. Aspirasi dapat menjadi pneumonia,
bila diketahui pasien makan atau minum pada saat harus puasa, ahli bedah harus
diberitahu. Karena operasi bisa mengalami penjadwalan ulang. Bila dilaksanakan
anestesi lokal atau spinal, makanan ringan diperbolehkan.
2) Persiapan Perut
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran
pencernaan atau pelvi daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran
pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang
operasi.
13
Maksud dari pemberian lavement antara lain :
a. Mencegah cidera kolon
b. Memungkinan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan di operasi
c. Mencegah konstipasi
d. Mencegah infeksi
3) Persiapan Kulit
Tujuan persiapan kulit sebelum operasi adalah untuk membebaskan sedapat
mungkin daerah operasi dari mikro organisme, dalam bebeapa contoh menyiram
kulit dengan sabun hexa-2 hlorophene yang baik sudah dianggap memadai.
Rambut dibersihkan dari daerah torehan karena mikro organisme menempel pada
rambut. Depilator atau obat pemusnah rambut dapat dipergunakan bila orang tidak
sensitif. Mencukur rambut dipesankan pada malam hari menjelang operasi perlu
diunakan silet yang tajam dikerjakan ditempat yang terang. Cara mencukur harus
ke arah butir rambut agar lebih dekat ke akarnya, kulit jangan tergores atau
melipat karena mikro organisme dapat diam pada permukaan kulit yang pecah.
4) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan lain-lain.
5) Persiapan Operasi atau Informed Consent
Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami/istri, anak tertua, orang tua dan keluarga terdekat. Pada
kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan
operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan
berbagai usaha untuk mendapat kontak denggan anggota keluarga pada sisa waktu
yang masih mungkin.
14
3. Persiapan Akhir Sebelum Operasi di Kamar Operasi (serah terima dengan
perawat OK)
1) Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu dilakukan
hal tersebut di bawah ini :
a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement)
b. Cek gelang identitas atau identifikasi pasien
c. Lepas tusuk konde, wig dan tutup kepala (peci)
d. Lepas perhiasan
e. Bersihkan cat kuku
f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan
g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas
h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang atau ada gannguan
pendengaran
i. Kaos kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap
tromboplebitis
j. Kandung kemih harus sudah kosong
Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi :
a. Catatan tentang persiapan kulit
b. Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TD)
c. Pemberian premedikasi
d. Pengobatan rutin
e. Data antropometri (BB, TB)
f. Informed Consent
15
g. Persiapan laboratorium
2) Pemberian Obat Pramedikasi
Obat-obat pra anastesi diberikan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar
induksi dan untuk pengelolaan anastesi. Sedative biasanya diberikan pada malam
menjelang operasi agar pasien tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.
2.2 Konsep Kecemasan
2.2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan alam sadar (effective) yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau kehawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) masih baik,
kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas-batas normal
(Hanawari, 2006).
Taylor dalam Rochman (2010) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan
suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan
sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak
adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada umumnya tidak
menyenangkan dan menimbulkan perubahan fisiologis seperti gemetar,
berkeringat, detak jantung meningkat dan juga menimbulkan perubahan
psikologis seperti panik, tegang, binggung dan tidak bisa berkonsentrasi.
16
Kecemasan adalah keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons
terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, Lynda J, 2007).
2.2.2 Tingkatan Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan yang di kemukakan Peplau yang tercantum pada
bukunya Sheila L. Videbeck (2008) : ringan, sedang, berat, dan panik. Pada
masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan
kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi cemas.
1. Cemas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkanseseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya,
cemas dapat me-motivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Cemas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Cemas berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang, cenderung untuk
memusatkan pada suatu yang terjadi dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang
hal-hal yang semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
4. Cemas panik
Kecemasan ini berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror, rincian
terpecah dan proporsinya karena kehilangan kendali. Orang yang mengalami
17
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik
melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktifitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Persepsi
yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional sehingga tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan.
2.2.3 Gejala Terhadap Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (2007) respon terhadap kecemasan meliputi respon
somatis, kognitif, dan afektif.
1. Somatis
Mual, mulas, berdebar-debar, deg-degan, berkeringat dingin, tekanan darah naik,
pusing, tidak bisa tidur (insomnia), dll.
2. Kognitif
Bingung, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa berpikir, dll.
3. Afektif
Was-was, khawatir, takut, gelisah, cemas, perasaan tidak menentu, sedih, dll.
2.2.4 Fisiologi Kecemasan / Stres
Stres fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan bagian dari
sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon
emosional yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain.
Respon neurologis dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon
hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF
(corticotropin releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk melepaskan
18
hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropik hormone) ke dalam darah. ACTH
sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol,
suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal. Semakin berat stres, kelenjar
adrenal akan menghasilkan kortisol semakin banyak dan menekan sistem imun
(Smeltzer & Bare 2002).
Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom untuk
merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem otonom sendiri diperlukan
dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem
simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya
stimulasi atau stres. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, nafas
yang cepat, penurunan aktifitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis
membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung,
perlambatan pernapasan, meningkatkan aktifitas gastrointestinal. Perangsangan
yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stres yang
berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan.
Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat penting bagi kesehatan tubuh.
Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau reaksi menghindar
melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf, jangka pendek, dan satu
respon hormonal yang bersifat lebih lama (Guyton, 2007).
19
2.2.5 Sumber Stresor
Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat
mempengaruhi dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial
maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas
seperti air minum, makan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan
psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada
disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan
keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.
Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan
fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan, perawatan di rumah
sakit atau lainnya. Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan
dengan penilaian seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh
terhadap dirinya (Hidayat, A. Aziz alimul, 2004).
2.2.6 Adaptasi Fisiologis
Adaptasi ini merupakan proses penyesuain tubuh secara alamiah atau secara
secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor yang
menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang, contohnya
masuknya kuman penyakit, maka secara fisiologis tubuh berusaha untuk
mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam
tubuh. Adaptasi secara fisiologis dapat dibagi menjadi dua yaitu apabila
kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal, maka disebut dengan LAS (Local
Adaptation Syndroma) seperti ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka
20
akan terjadi daerah sekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas, dan
lain-lain yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena. Akan tetapi
apabila reaksi lokal tidak dapat diatasi dapat menyebabkan gangguan secara
sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian seperti panas seluruh tubuh,
berkeringat dan lain-lain, keadaan ini disebut sebagai GAS (General Adaptation
Syndroma). Pada adaptasi fisiologis, melalui tiga tahap yaitu :
1. Tahap alarm reaction
Tahap ini merupakan tahap awal dari proses adaptasi di mana individu siap untuk
menghadapi stresor yang akan masuk ke dalam tubuh. Tahap ini dapat diawali
dengan kesiagaan (flight or flight), di mana terjadi perubahan fisiologis yaitu
pengeluaran hormon oleh hipotalamus yang dapat menyebabkan kelenjar adrenal
mengeluarkan adrenalis yang dapat meningkatkan denyut jantung dan
menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dangkal, kemudian hipotalamus juga
dapat melepaskan hormon ACTH (adreno kortikotropik hormone) yang dapat
merangsang adrenal untuk mengeluarkan kortikoid yang akan mempengaruhi
berbagai fungsi tubuh, apabila respons tubuh terhadap stressor mengalami
kegagalan, tubuh akan melakukan countershock untuk mengatasinya.
2. Tahap resistensi (stage of resistance)
Merupakan tahap kedua dari fase adaptasi secara umum di mana tubuh akan
melakukan proses penyesuaian dengan mengadakan berbagai perubahan dalam
tubuh yang berusaha untuk mengatasi stresor yang ada, seperti jantung bekerja
lebih keras untuk mendorong darah yang pekat untuk melewati arteri dan vena
yang menyampit.
21
3. Tahap kelelahan (stage of exhaution)
Tahap ini dapat ditandai dengan adanya kelelahan, apabila selama proses adaptasi
tidak mampu mengatasi stresor yang ada, maka dapat menyebar ke seluruh tubuh.
2.2.7 Adaptasi Psikologis
Merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stresor yang ada,
dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat
melindungi atau bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak
menyenangkan. Proses adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk
mempertahankan diri dari berbagai stresor yaitu dengan cara melakukan koping
atau penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang dikenal
dengan problem solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahan diri
(Hidayat, A. Aziz alimul, 2004) :
1. Task Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada tugas)
Reaksi ini merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah dengan
berorientasi pada proses penyelesaian masalah, meliputi afektif (perasaan),
kognitif dan psikomotor. Reaksi ini dapat dilakukan seperti berbicara dengan
orang lain tentang masalah yang dihadapi untuk dicari jalan keluarnya, mencari
tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun
orang ahli, atau juga dapat berhubungan dengan kekuatan supra natural,
melakukan latihan-latihan yang dapat mengurangi stres serta membuat alternatif
pemecahan masalah dengan menggunakan strategi prioritas masalah.
22
2. Ego Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada ego)
Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis agar tidak
menggangu gangguan psikologis yang lebih dalam. Di antara mekanisme
pertahanan diri yang dapat digunakan untuk melakukan proses adaptasi psikologis
antara lain :
1) Rasionalisasi
Merupakan suatu usaha untuk menghindari dari masalah psikologis dengan selalu
memberikan alasan secara rasional, sehingga masalah yang dihadapi dapat
teratasi.
2) Displacement
Merupakan suatu usaha untuk menghindari dari masalah psikologis dengan
melakukan pemindahan tingkah laku kepada objek lain, sebagai contoh
apabila seseorang terganggu akibat situasi yang ramai, maka temannya yang
disalahkan.
3) Kompensasi
Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara mencari kepuasan pada situasi yang
lain seperti seseorang memiliki masalah karena menurunnya daya ingat maka
akan menonjolkan kemampuan yang dimilikinya.
4) Proyeksi
Merupakan mekanisme pertahanan diri dengan menempatkan sifat batin sendiri ke
dalam sifat batin orang lain, seperti dirinya membenci pada orang lain kemudian
mengatakan pada orang bahwa orang lain membencinya.
23
5) Represi
Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara menghilangkan pikiran masa lalu
yang buruk dengan melupakannya atau menahan kepada alam tidak sadar dan
sengaja dilupakan.
6) Supresi
Upaya untuk mengatasi masalah dengan menekan masalah yang tidak diterima
dengan sadar dan individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang
menyenangkan.
7) Denial
Upaya pertahanan diri dengan cara penolakan terhadap masalah yang dihadapi
atau tidak mau menerima kenyataan yang dihadapinya.
2.2.8 Tahap Emosional Pasien
Beberapa kondisi yang mungkin akan dialami ketika seorang pasien sakit, kondisi
tersebut adalah : apakah dia sembuh, penyakitnya menjadi kronis, atau berlanjut
menjadi kondisi yang lebih parah. Untuk penyakit tertentu, ganggren karena
diabetes yang sudah parah misalnya, pasien mungkin terbayang akan kehilangan
sebagian organ karena dilakukan amputasi. Sedangkan kasus-kasus keganasan
yang sudah terjadi bisa membuat pasien terbayang saat-saat kematian.
Klubber dalam Putri (2009) menyatakan melalui penelitiannya bahwa ada tahap-
tahap emosional yang dialami oleh klien, yaitu :
1. Tahap Menyangkal
Ketika pasien mengetahui bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan, pasien
berharap bahwa dokter salah menegakkan diagnosa.
24
2. Tahap Kemarahan
Pada kondisi ini dimana pasien mengetahui bahwa situasi kesehatannya semakin
memburuk, emosinya semakin sulit dikendalikan, marah-marah terhadap
lingkungannya. Tingkah laku yang mungkin bisa ditunjukkan oleh pasien adalah
menolak makan dan minum, sampai dengan menolak program terapi yang
seharusnya bisa dijalankan.
3. Tahap Tawar Menawar
Pada tahap ini pasien mulai merubah perilakunya dimana pasien berharap
kematiannya bisa ditunda sehingga tampak pada perilaku yang mau menuruti
saran dari petugas kesehatan dan melakukan program terapi dari dokter.
4. Tahap Depresi
Pada tahap ini pasien semakin menyadari bahwa kondisi penyakitnya tidak
dapat berkurang, yang membuat kondisi pasien menjadi depresi yang dapat
tercermin dari tingkah laku pasien, antara lain : bersedih, sering menangis, suka
menyendiri dan tidak mau menerima tamu.
5. Tahap Penerimaan
Pada tahap ini ditandai dengan pasien meras tenang, damai, mau menerima
keadaannya walau merasa sakit dan tidak berdaya. Tahapan-tahapan ini selalu
dialami oleh pasien secara berurutan, hanya rentang waktu tahap satu dengan
tahap yang lain mengalami perbedaan.
2.2.9 Faktor Predisposisi Kecemasan
Berbagai teori dikembangkan untuk menjelaskan asal-usul cemas, dilihat dari
beberapa pandangan di antaranya yaitu :
25
1. Dalam Pandangan Psikoanalitik
Cemas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id
dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang.
Sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi mengenai tuntunan dari dua
elemen yang bertentangan, dan fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada
bahaya.
2. Pandangan Interpersonal Kecemasan
Kecemasan ini timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan
penolakan interpesonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan
trauma seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan fisik.
Orang dengan perkembangan harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat.
3. Pandangan Perilaku Kecemasan
Merupakan produk frustasi yaitu segala yang mengganggu kemampuan seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap
kecemasan sabagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari
dalam untuk menghindari kepidahan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang
berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
4. Kajian Keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa di dalam
suatu keluarga. Ada tumpang tindih antara gangguan ansietas dan depresi.
26
5. Kajian Biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepam yang mana reseptor ini
mungkin membantu mengatur ansietas (kecemasan). Penghambat asam
aminobutrik-gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana
dengan hormon endorphin. Selain itu, telah dibuktikan sebagai predisposisi
terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik yang
dapat menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor (Stuart, 2007).
6. Jenis Kelamin
Sunaryo (2004) menulis dalam bukunya bahwa pada umumnya seorang laki-laki
dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap
mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan.
7. Umur
Semakin tua umur seseorang maka semakin baik ia dalam mengendalikan
emosinya di karenakan proses kematangan dalam berpikir dan bertindak.
8. Pendidikan
Tingkat pendidikan adakah pengubahan sikap dari tingkah laku seseorang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi
dengan semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan mereka dapat berpikir
secara rasional dan menahan emosi yang baik.
27
2.2.10 Faktor-faktor Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Barabara C Long (2002) kecemasan yang terjadi akan direspon secara
spesifik dan berbeda oleh setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor
yaitu :
1. Perkembangan Kepribadian (Personality Development)
Perkembangan kepribadian seseorang dimulai sejak usia bayi hingga 18 tahun dan
tergantung dari pendidikan orang tua (psiko-edukatif) di rumah, pendidikan di
sekolah dan pengaruh sosialnya serta pengalaman-pengalaman dalam
kehidupan. Seorang menjadi pencemas terutama akibat proses kata lain “Parental
example” dari pada “Parental genes”.
2. Maturasional
Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi
tingkat kecemasan lebih disebabkan oleh perpisahan, lingkungan atau orang yang
tidak kenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada
kelompok remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada
dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia
kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.
3. Tingkat Pengetahuan
Individu yang tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai koping yang
lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang tingkat pengetahuannya
lebih rendah.
28
4. Karakteristik Stimulus, terdiri dari :
1) Intensitas Stressor
Intensitas stimulus yang semakin besar maka semakin besar pila kemungkinan
respon yang nyata akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih banyak
respon yang nyata dari pada stimulus yang timul secara perlahan-lahan. Stimulus
yang timbulnya perlahan-lahan selalu memberi waktu bagi seseorang untuk
mengembangkan koping.
2) Lama Stressor
Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi seseorang dan akhirnya
akan melemahkan sumber-sumber koping yang ada.
3) Jumlah Stressor
Stressor yang ada akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu dari pada
stimulus yang lebih kecil.
5. Karakteristik Individu, yang terdiri dari :
1) Makna Stressor Bagi Individu
Makna stressor bagi individu merupakan suatu faktor utama yang mempngaruhi
respon stress. Stressor yang dipandang secara negatif mempunyai kemungkina
besar untuk meningkatkan cemas.
2) Sumber yang Dapat Dimanfaatkan dan Respon Koping
Seseorang yang telah mempunyai ketrampilan dalam menggunakan koping dapat
memilih tindakan-tindakan yang akan memudahkan adaptasi stressor-stressor di
masa lampau akan mempunyai ketrampilan koping yang lebih baik dan dapat
menangani secara efektif bila krisis terjadi.
29
3) Status Kesehatan Individu
Jika status kesehatan buruk, energi yang digunakan untuk menangani
stimulus lingkungan kurang, dan dapat mempengaruhi respon terhadap stressor.
Khususnya nutrisi yang kurang, akan menjadikan seseorang mempunyai
resiko yang tinggi berespon secara maladaptif.
2.2.11 Pengukuran Tingkat Kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,
sedang, berat atau berat sekali sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen)
yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur
ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dibagi lagi
dengan gejala-gejala lebih spesifik. Berikut ini merupakan 14 kelompok tanda-
tanda kecemasan :
1. Perasaan cemas, yang meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung dan perasaan tidak nyaman.
2. Ketegangan, yang meliputi rasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah
terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
3. Ketakutan, meliputi ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,
pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang
banyak.
4. Gangguan tidur, yang meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk dan mimpi
menakutkan.
30
5. Gangguan kecerdasan, meliputi sukar konsentrasi, daya ingat menurun dan
sering bingung.
6. Perasaan depresi (murung), meliputi hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari dan perasaan berubah-ubah
sepanjang hari.
7. Gejala somatik/fisik (otot), meliputi sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan
otot, gigi gemerutuk, dan suara tidak stabil.
8. Gejala somatik/fisik (sensorik), meliputi tinitus (telinga berdenging),
penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, dan perasaan
ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), meliputi takikardia
(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras,
lemas seperti mau pingsan, dan detak jantung menghilang (berhenti sekejap).
10. Gejala respiratori (pernafasan), meliputi rasa tertekan atau sempit di dada,
rasa tercekik, sering menarik nafas, dan nafas pendek atau sesak.
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan), meliputi sulit menelan, perut melillit,
gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, mual, muntah,
buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), dan kehilangan
berat badan.
12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), meliputi tidak dapat menahan
kencing, sering buang air kecil, tidak datang bulan, darah haid berlebihan,
menstruasi tidak teratur, ejakulasi dini, dan menjadi dingin (frigid).
13. Gejala autonom, meliputi mulut kering, muka merah, mudah bereringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, dan bulu-bulu berdiri.
31
14. Tingkah laku (sikap) pada wawancara, meliputi gelisah, jari gemetar, kerut
kening, muka tegang, otot tegang, nafas pendek dan cepat, dan muka merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 – 4 yang
artinya :
0 = tidak ada gejala (tidak ada gejala sama sekali)
1 = gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)
2 = gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)
3 = gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 = gejala berat sekali (semua gejala ada)
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang
yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui tekhnik wawancara langsung.
Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang yaitu :
Total nilai (score) :
kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali (panik)
32
2.3 Konsep Terapi Musik
2.3.1 Pengertian Terapi Musik
Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan telinga
kita atau mengkomunikasikan perasaan atau suasana hati. Musik mempunyai
ritme, melodi, dan harmoni yang memberikan kedalaman dan memungkinkan
penggunaan beberapa instrument atau bunyi- bunyian (Oxford Ensiklopedi
Pelajar, 2005).
Menurut Snyder yang dikutip oleh Djohan, Musik yang digunakan dengan tujuan
pengobatan diistilahkan sebagai terapi musik (music therapy). Terapi musik terdiri
dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata “terapi” berkaitan dengan
serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu dan menolong orang. Kata
“musik” dalam “terapi musik” digunakan untuk menjelaskan media yang
digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda dengan berbagai terapi
dalam lingkup psikologi yang justru mendorong klien untuk bercerita tentang
permasalahan-permasalahannya, terapi musik adalah terapi yang bersifat
nonverbal (Djohan, 2006). Terapi musik memanfaatkan kekuatan musik untuk
membantu klien menata dirinya sehingga mereka mampu mencari jalan keluar,
mengalami perubahan dan akhirnya sembuh dari gangguan yang diderita. Karena
itu terapi musik bersifat humanistic (Djohan, 2006).
Dalam rumusan The American Music Therapy Association, terapi musik adalah
suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik
untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspk fisik, psikologis, kognitif dan
33
kebutuhan social individu yang mengalami cacat fisik. Menurut Federasi Terapi
Musik Dunia (WMFT) mengemukakan definisi terapi musik adalah penggunaan
musik dan/atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang
terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok
dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar,
meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau mencapai
berbagai tujuan terapi lainnya (Djohan, 2006).
Terapi musik merupakan sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik
dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik,
emosi, kognitif, dan social bagi individu dari berbagai kalangan usia. Bagi orang
sehat, terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi stress dengan cara
memainkan alat musik seperti drum atau dengan cara mendengarkan musik.
Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik dimana
tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi,
kognitif, dan social bagi individu dari berbagai kalangan usia. Bagi orang sehat,
terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi stress, untuk orang sakit bisa
dengan cara mendengarkan musik (Ratih, 2009).
2.3.2 Patofisiologi
Suara musik yang tenang akan diterima oleh syaraf auditori melalui nervus
vertibulokoklearis dan kemudian akan diteruskan ke korteks serebri yang terdiri
dari dua daerah yang terpisah, yaitu korteks auditorius primer dan korteks
auditorius sekunder (korteks asosiasi auditorius) yang kemudian akan
34
menyelaraskan gelombang otak yang menuju gelombang otak α yang melibatkan
kemampuan emosi menurun menandakan ketenangan / rileks, serta mempengaruhi
proses fisiologis dalam tubuh melalui system HPA-AXIX.
Jalur HPA-AXIS, hipotalamus melepas corticotrophin releasing factors (CRF).
Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk mempengaruhi medulla
adrenal dalam meningkatkan produksi proopiodmelanocortin (POMC) sehingga
produksi encephalin juga meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan
endorphin sebagai neurotransmitter yang dapat mempengaruhi suasana hati
menjadi rileks dan sebagai opiate untuk mengurangi rasa sakit dan bisa
menimbulkan perasaan fly secara alamiah. Pada jalur neuroendokrin yang juga
dikontrol oleh hipotalamus terjadi penurunan stimulasi neuron simpatis kepada
medulla adrenal untuk mensekresi ketokolamin dalam jumlah sedikit. Sedangkan
peningkatan endorphin dan encephalin menyebabkan tubuh menjadi rileks, rasa
nyeri berkurang dan menimbulkan perasaan senang yang menandakan tidak cemas
lagi (Corwin, 2000).
2.3.3 Penggunaan Musik Sebagai Terapi musik diterapkan dalam beberapa
prosedur
1. Guided imaginery and music (GIM)
GIM adalah penggalian kesadaran yang terpusat pada musik. Menurut
penciptanya, Helen Lindquist Bonny mengemukakan bahwa GIM adalah proses
yang terjadi ketika imajinasi ditimbulkan selama mendengarkan musik. Terdiri
dari 40 program musik yang masing-masing berdurasi 30-50 menit. Sepanjang
35
perjalanan musik yang didengar, klien diberi kesempatan menghayati berbagai
aspek kehidupannya melalui perjalanan imajinatif. Klien juga belajar mengenali
kekuatan dan kelemahannya. GIM memberikan peluang pada klien untuk
bercerita dan menceritakan kembali berbagai peristiwa bermakna dalam hidup.
Musik yang berjalan akan membantu klien mendekonstruksi kisah kehidupan
lama dan menstimulasinya dengan hal-hal baru.
2. Terapi musik kreatif
Untuk melakukannya, terapis dank lien perlu sama-sama memposisikan musik
sebagai pusat pengalaman. Dibutuhkan musisi dengan keterampilan tinggi dan
mahir menggunakan alat musik harmonis. Cara kerja dan pendekatan dalam
model ini berdasarkan konsep ‘musik sebagai terapi’ dimana musik menjadi
perantara terapeutik melalui perubahan yang terjadi. Musik hadir sepanjang sesi
dan relasi terapeutik terbentuk di dalam musik.
3. Terapi musik behavioral
Model terapi ini merupakan bentuk dari mosifikasi perilaku kognitif yang
menggunakan analisis perilaku. Konsep dasarnya adalah bahwa musik digunakan
dalam perlakuan sebagai isyarat, struktur waktu dan gerakan tubuh, focus
perhatian, dan kondisioning. Untuk menerapkan TMB, perilaku yang akan diubah
perlu dipahami sampai ke konsep dasarnya, agar dapat diterapkan baik sebagai
variable control maupun sebagai variable yang perlu manipulasi. Didalamnya
termasuk perilaku fisiologis, motoric, psikologis, emosional, kognitif, perseptual,
dan otonom.
36
4. Terapi musik improvisasi
Terapi musik improvisasi lebih menekankan pada kebebasan dalam
mengungkapkan perasaan dan bermain musik. Kebebasan yang menjadi landasan
dalam terapi ini mengandung konsekuensi bahwa setiap klien akan menunjukkan
cara yang berbeda dalam mengungkapkan perasaannya, menunjukkan
hambatannya, atau mungkin melampiaskan perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan. Karena itu, TMI benar-benar dirancang secara individual, dan
terapis musik harus memiliki kemahiran untuk memahami dan menerjemahkan
makna permainan musik kliennya kedalam ungkapan perasaan yang ingin
disampaikan.
5. Terapi musik analitis
Terapi musik analitis mengizinkan klien untuk bertukar informasi sebanyak-
banyaknya dengan terapis. Dialog yang terjadi memungkinkan terapis menggali
perasaan-perasaan bawah sadar klien. Landasan kerja terapi model ini merupakan
gabungan antara konsep-konsep psikoanalitis dengan kebebasan berimprovisasi.
Musik dan pertukaran verbal, baik dalam bentuk kominikasi atau munculnya kata-
kata kunci yang membantu menggali masalah-masalah terdalam klien adalah
pendukung utama keberhasila terapi ini. Musik merupakan sarana untama karena
komunikasi dengan musik dapat diungkapkan lebih terbuka dan tidak ragu-ragu,
serta lebih simultan (papilaya, 2008)
37
2.3.4 Tujuan Terapi Musik
Secara garis besar menurut Ratih (2009), terapi musik bertujuan untuk :
a. Menjaga dan meningkatkan kesehatan.
b. Mengendalikan stress dan kecemasan.
c. Mengurangi rasa sakit.
d. Mengekspresikan perasaan.
e. Meningkatkan memori.
f. Memberikan ketenangan.
g. Meningkatkan kemampuan komunikasi.
h. Mempercepat rehabilitasi fisik.
Musik juga berfungsi sebagai terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengar
musik, gelombang listrik yang ada di otak pendengar dapat diperlambat atau
dipercepat. Kinerja system tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik
mampu mengatur hormone yang mempengaruhi stress dan kecemasan seseorang
(Ratih, 2009).
2.3.5 Manfaat Terapi Musik
Menurut H.A Lingerman dalam bukunya yang berjudul “The Healing of Music”
musik berfungsi untuk :
a. Meningkatkan vitalitas fisik.
b. Menghilangkan kelelahan.
c. Meredakan kecemasan dan ketegangan.
d. Meningkatkan konsentrasi.
e. Merangsang kreatifitas dan kepekaan (Revarius, 2009)
38
Manfaat dari terapi musik adalah :
1. Menyembuhkan sakit punggung kronis
Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian system saraf yang
bertanggung jawab mengontrol darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang
mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut
bereaksi sensitive terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut,
frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan ratusan otot dalam
punggung. Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh relaks secara
fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah sakit
punggung (Ratih, 2009).
2. Menurunkan aktivitas dan mengatur gelombang otak.
Musik menurunkan aktivitas otak penderita epilepsy, Dr. Josep Arezzo seorang
ahli saraf mengibaratkan musik sebagai stimulus (rangsangan) yang ampuh untuk
mendorong pola aktivitas dalam korteks otak (Sondang, 2007).
3. Mengatur stress-related hormone.
Penelitian oleh Sadiardama dilakukan dengan mengukur suhu kulit menggunakan
alat Galvanic Skin Response (GSR). Pada saat subyek penelitian mendengarkan
musik hingar binger, maka suhu kulit lebih rendah dari pada suhu basal (suhu
normal individu tersebut tanpa musik). Sebaliknya, ketika musik lembut
diperdengarkan, suhu kulit meninggi dari biasanya. Hal ini menunjukkan adanya
suatu hormon stress yang dilepaskan oleh otak, yaitu adrenalin, yang dapat
mempengaruhi bekerjanya pembuluh darah di kulit untuk vasokontriksi
(menyempit) atau vasodilatasi (melebar). Pada kondisi stress, adrenalin banyak
39
dikeluarkan dan pembuluh darah menyempit, sehingga suhu kulit menurun
(Sondang, 2007).
4. Meningkatkan level endorphin.
Musik bisa meningkatkan kadar endorphin serta menurunkan kadar kerokolamin
dalam darah sehingga denyut jantung menurun. Endorphin adalah zat yang
dihasilkan tubuh untuk meredakan rasa sakit, mengurangi rasa nyeri sehingga
dapat mengurangi penggunaan obat analgetik dan ikut mengontrol respon tubuh
terhadap stress, mengatur kontraksi dinding usus dan menentukan suasana hati
sehingga dapat meningkatkan fungsi imun (Sondang, 2007).
5. Menurunkan tekanan darah.
Dari suatu penelitian menyatakan bahwa pasien dalam keadaan koma/tidak sadar
kemudian diberi terapi musik, maka denyut jantung akan turun, tekanan darah
turun, kemudian begitu musik distop, maka denyut jantung dan tekanan darah
kembali naik. Untuk penderita hipertensi maka musik dengan tempo pelan akan
menurunkan tekanan darah dan untuk mereka pendiam sebaiknya memakai musik
high pitch dan bagi mereka yang agresif memakai musik low pitch (Sanif, 2007).
6. Meningkatkan kekebalan tubuh.
Mendengarkan musik lembut secara teratur, dapat menurunkan tekanan darah,
merangsang peningkatan hormone endorphin (Natural Pain relieves) dan A-IgA
(Immunoglobin kelenar ludah tipe A, zat kekebalan tubuh yang berfungsi untuk
mempercepat proses penyembuhan) (Batam, 2008).
7. Membantu anak sebelum operasi.
Mendengarkan musik bagi anak yang tengah menunggu operasi dapat membantu
menyembuhkan ketakutan dan gelisah karena musik membantu menenangkan
40
ketegangan otot. Meskipun tidak adak musik khusus, musik-musik yang akrab
bagi anak-anak jelas yang terbaik.
8. Meningkatkan oleh raga.
Para ahli mengatakan bahwa mendengarkan musik selama olah raga dapat
memberikan olah raga yang lebih baik dakam beberapa cara, diantaranya
meningkatkan daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan dari setiap
pengalaman yang tidak nyaman selama olah raga. Jenis musik terbaik untuk olah
raga adalah musik dengan musik tempo tinggi seperti hip hop atau musik dansa
(Ratih, 2009).
9. Mencegah kehilangan daya ingat.
Bagi banyak orang yang mengalami kehilangan daya ingat dimana berbicara
dengan bahasa menjadi tidak berguna. Musik dapat membantu pasien mengingat
nada atau lagu dan berkomunikasi dengan sejarah mereka. Ini karena bagian otak
yang memproses musik terletak setelah memori. Para peneliti menunjukkan
bahwa orang dengan kehilangan daya ingat merespon lebih baik terhadap enis
musik pilihannya (Ratih, 2009).
10. Kesehatan jiwa.
Stress membuat hormone adrenalin dan kortison yang diproduksi tubuh sewaktu
stress dan juga dipergunakan oleh otot-otot kita setiap kali berolah raga terus
beredar dalam peredaran darah. Gejala-gejala yang kemudian muncul beragam,
mulai dari sakit kepala, sakit punggung, ketidakmampuan tubuh mencerna
makanan, dan sebagainya. Daya tahan tubuh pun melemah, dan memunculkan
berbagai penyakit seperti infeksi, kanker, dan jantung. Umumnya, hampir setiap
orang senang mendengarkan musik. Apalagi ketika sedang mengalami stress,
41
musik bisa memberikan ketenangan dan perasaan lega. Karena secara psikis,
musik juga membuat seseorang merasa rileks. Dalam keadaan rileks, metabolism
tubuh bisa bekerja dengan lebih baik, sehingga sistem kekebalan tubuh pun
menjadi lebih baik (Ratih, 2009).
Studi tentang kesehatan jiwa, telah menunjukkan kalau terapi musik sangat efektif
dalam meredakan kegelisahan dan stress, mendorong perasaan rileks serta
meredakan depresi. Terapi musik membantu orang-orang yang memiliki masalah
emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif
dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah, dan memperbaiki konflik.
Sebagai pelengkap dalam perawatan dipanti rehabilitasi, terapi musik sepertinya
memberikan kekuatan komunikasi dan keterampilan fisik, begitu pula perannya
dalam memperbaiki fungsi, baik fisik maupun mental, dari para penderita dengan
gangguan saraf atau gangguan mental (Papilaya, 2008).
11. Meningkatkan intelegensi.
Dalam proyek penelitian di University of Rochester’s Eastman School of Music
sebuah rekaman diperdengarkan kepada beberapa janin dalam kandungan dengan
menggunakan earphone stereo pada perut sang ibu. Delapan bulan setelah
kelahiran diketahui bahwa bayi tersebut bisa menirukan melodi dua sampai tiga
not (Revarius, 2009).
2.3.6 Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kecemasan
Musik terbukti dapat menurunkan denyut jantung. Ini membantu menenangkan
dan merangsang bagian otak tang terkait ke aktivitas emosi dan tidur. Peneliti dari
42
Science University of Tokyo menunjukkan bahwa musik membentu menurunkan
tingkat stress dan gelisah. Penelitian menunjukkan bahwa jenis musik klasik
adalah terbaik dalam mengatasi depresi.
Menurut Dileo, penggunaan terapi musik sudah banyak sekali. Terapi musik dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan pada pasien di rumah sakit yang
menjalani prosedur medic yang sulit. Juga dapat membentu mengurangi nyeri dan
meningkatkan mood. Terapi musik juga dapat membantu pasien depresi
mengekspresikan perasaan mereka. Terapi musik telah digunakan untuk menjaga
pasien Alzheimer tetap kalem dan membantu meningkatkan ingatan mereka di
Institute for Music and Neurologic Function di Beth Abraham family of Healt
Services, New York City (Riza, 2008).
2.3.7 Teknik Mendengarkan Musik
Menurut J. Layman (2005) bahwa seseorang akan merespon musik dengan baik
pada menit ke 30 – 60 setelah musik diperdengarkan. Kontrol volume dengan
hati-hati juga penting. Kerusakan secara permanent disebabkan karena frekuensi
yang tinggi. Volume diatas 90 db (decibel) mengakibatkan ketidaknyamanan.
Stimulasi dengan frekuensi tinggi menyebabkan kelelahan.
2.3.8 Musik (Murotal Qur’an)
1. Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa (etimologi) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-
a (قرأ) yang bermakna Talaa (تال) [keduanya berarti : membaca], atau bermakna
43
jama’ah (mengumpulkan, mengoleksi). Berdasarkan makna pertama (yakni:
Taala) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul,
artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (yakni:
Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya jaami’ (pengumpul,
pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hokum-hukum
(Hikmatun, 2007).
Secara syari’at (terminology) Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada
Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat Al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas (Hikmatun, 2007). Artinys ur’an
menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih
berarti ‘bacaan’, asal kata qara’a. kata Al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti
isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Adapun definisi Al-Qur’an adalah: “Kalam
Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi
Muhammad saw dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta
membacanya adalah ibadah.” (Ismail, 2008).
2. Al-Qur’an dan fakta medis
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar
Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan
bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab
maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai
macam penyakit merupakan merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-
orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak
44
sembarangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik
terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan
ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan,
bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar sehingga 97% dalam melahirkan ketenangan
jiwa dan penyembuhan penyakit. Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh
penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan
sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika
Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Qur’an terbukti mampu mendatangkan
ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad
Salam yang diplubikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5
orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut
sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberitahu bahwa
yang akan dipendengarkannya adalah Al-Qur’an. Penelitian yang dilakukan
sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yankni membacakan Al-Qur’an dengan
tartil dan membaca bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya,
responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan
Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa
Arab yang bukan dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal
tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan
Psikoterapi Islam di Malaysia. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam
yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder
45
menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. Sungguh suatu
kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kits memiliki Al-Qur’an.
Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh
besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik
dapat mempengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ)
seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain mempengaruhi IQ dan EQ,
bacaan Al-Qur’an mempengaruhi kecerdasan spiritual (SQ). Diakui oleh para
pakar saat ini, kesuksesan seseorang pada ini tidak cukup hanya diukur oleh
kemampuan IQ dan EQ-nya. Tapi yang terpenting adalah tingkat kecerdasan
spiritualnya (SQ). Semakin tinggi SQ-nya, semakin sukseslah ia (Aji Hoesodo,
2008).
Selain Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dan rahmat bagi umat muslim, Al-
Qur’an juga berfungsi sebagai penyembuh berbagai penyakit, baik fisik maupun
psikis. Selain karena surah-surahnya yang pendek dan mudah untuk dibaca
maupun dihafalin, juz Amma sudah sangat akrab di telinga kaum muslim, untuk
itulah surah-surah yang biasanya digunakan untuk pengobatan adalah surah-surah
dalam Juz Amma. Dengan hanya mendingarkan lantunan Juz Amma saja sudah
mampu untuk memberi ketenangan karena kita akan merasa bahwa kita selalu
dilindungi Allah SWT (Rohim, 2008).
3. Ayat-ayat Dalam Al-Qur’an yang Mengandung Arti Kesehatan dan
Penyembuh
Sungguh banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang pengobatan. Karena
bagaimanapun juga, selain sebagai pegangan hidup, Al-Qur’an diturunkan sebagai
46
penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Maha Benar Allah yang telah
berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, simaklah dengan baik dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat” (Q.S. Al A’raf :
204). Atau juga, “Dan kami telah menurunkan dari Al-Qur’an, suatu yang
menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang zalim selain
kerugian” (Q.S. Al Isra’ : 82). Atau, “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada
Allah-lah hati tentram” (Q.S. Ar Ra’d : 28). Atau, “Hai manusia, telah datang
kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai obat penyentuh
jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Yunus
: 57) (Fillah Azzam A, 2008).
2.4 Keterkaitan Spiritualitas dengan Kecemasan
Secara umum orang sakit mengalami kecemasan yang luar biasa karena adanya
perasaan takut terhadap bahaya dari penyakitnya ataupun perasaan tidak nyaman
terhadap perubahan lingkungan. Menurut teori Freud suatu gangguan jiwa
(kecemasan) muncul akibat terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang
tidak dapat beradaptasi pada dunia luar. Dalam diri manusia terdapat tiga unsur
psikologik yaitu id, ego dan superego. Menurut Freud, id adalah bagian dari jiwa
seseorang yang berupa dorongan atau nafsu, yang membutuhkan pemenuhan dan
pemuasan segera, unsur id bersifat vital sebagai “badan penyensor” yang memiliki
nilai-nilai moral etika positif, atau disebut juga dengan “hati nurani” manusia.
Sedangkan unsur ego merupakan “badan pelaksana” yang menjalankan kebutuhan
id setelah “disensor” dahulu oleh superego. Dikutip dalam bukunya Rochman
(2010).
47
Menurut sudut pandang agama islam konsep id, ego dan superego dari teori Freud
tersebut di atas sudah ada hanya istilahnya yang berbeda. Manusia adalah
makhluk fitrah (suci), sejak manusia lahir sudah dibekali dengan dorongan-
dorongan atau nafsu, pada pasien yang dirawat di rumah sakit unsur id yaitu
perasaan takut akan bahaya dari penyakitnya maupun perubahan lingkungan yang
tidak nyaman. Kebutuhan id manusia dilaksanakan berbeda dengan makhluk lain
seperti hewan, karena pada diri manusia sudah ada fitrah Ke-Tuhanan yang
berisikan akal (rasio), moral dan etika sehingga manusia dalam istilah Freud
disebut superego, dalam agama (islam) dapat di analogikan dengan iman (tingkat
spiritualitas) yng berfungsi sebagai pengendalian diri (self control). Oleh karena
itu pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan id
atau nafsunya dengan cara berdoa secara yakin bahwa Allah yang akan memberi
kesembuhan dan keselamatan hidup.
Manusia melaksanakan kebutuhan id atau nafsunya berbentuk perbuatan, perilaku
atau amal yang disebut akhlak. Pada konsep Freud akhlak adalah ego, akhlak
seseorang dipengaruhi oleh hasil tarik-menarik antara perasaan takut akan bahaya
dari penyakit dan tingkat spiritualitas, dengan kata lain antara id dan superego.
Hasil tarik-menarik antara id dan superego tadi bagi sebagian orang dapat
menimbulkan konflik emosional yang menyebabkan kecemasan dengan tingkat
yang berbeda yang berfungsi mengingatkan ego bahwa ada bahaya (Hawari,
2002).
48
2.6 Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi.
HPA-AXIS Hipotalamus (CRF)
Pituitari (ACTH)
Adrenal (Medula) POMC ↑
Enkephalin ↑
Rileks, Senang, Fly, Nyeri menurun
Terapi musik tempo lamban (30 beat/menit)Dengan mendengarkan al-qur’an
Syaraf Auditori berespon (Nervus Vestibulokoklearis)
Korteks serebri (Korteks Auditorius primer dan sekunder
Sinkronis gelombang otak frekuensi ritme – α otak ↑
Kecemasan ↓
Perubahan Fisiologis
Nadi ↓
Tekanan Darah ↓
Pernafasan ↓
Respon Psikologis
EORTOR
Koping negatif
Koping positif
Merangsang Hipotalamus
Endorphin ↑ Imunitas ↑
Mempercepat kesembuhan
GAS
Respon Fisiologis
Stadium alarmStadium resisten
Stadium kelelahan
LAS
Respon reflek nyeri
Respon inflamasi
Px pre operasi
InternalTakut akan tindakan operasi, baru pertama
operasi, rasa putus asa
EksternalKondisi lingkungan yang tidak nyaman,
kondisi keuangan, suasana asingKehilangan kendali
Kecemasan (stres) pada pasien pre operasi
Respon Perilaku
Menghambat proses pre operasi
Mengaktivasi Amygdala
Reaksi Hipotalamus
Menstimulasi sistem simpatis
Merangsang sistem otonom
Reaksi fisiologis
Denyut jantung ↑
Pernafasan ↑
Mempengaruhi kemampuan
emosiRelaksasi