bab 1,2,3

59
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua adalah proses alamiah yang pasti akan terjadi, bahkan hingga substansi kecil dalam tubuh kita yakni sel. Setiap penuaan hampir selalu ditandai dengan penurunan fungsi dari berbagai macam organ. Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, terutama kesehatan, karena dengan bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Salah satu perubahan fungsi organ yang dialami oleh usia lanjut adalah perubahan fungsi saraf, yang manifestasinya adalah penurunan fungsi kognitif. World Health Organization (WHO) mendefinisikan usia lanjut (elderly) dimulai dari usia 60 tahun. Senada dengan batasan usia yang diberikan oleh WHO, pemerintah melalui 1

Upload: tohari-masidi-amin

Post on 15-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

c

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1,2,3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua adalah proses alamiah yang pasti akan terjadi, bahkan hingga

substansi kecil dalam tubuh kita yakni sel. Setiap penuaan hampir selalu ditandai

dengan penurunan fungsi dari berbagai macam organ. Proses penuaan penduduk

tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, terutama

kesehatan, karena dengan bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin

menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Salah satu perubahan

fungsi organ yang dialami oleh usia lanjut adalah perubahan fungsi saraf, yang

manifestasinya adalah penurunan fungsi kognitif.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan usia lanjut (elderly) dimulai

dari usia 60 tahun. Senada dengan batasan usia yang diberikan oleh WHO,

pemerintah melalui Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia pada pasal 1 ayat 2 juga memberikan batasan usia yang sama.

Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

tahun 1998 penduduk usia lanjut adalah penduduk yang mengalami proses penuaan

secara terus menerus, ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan rentan

terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Berdasarkan beberapa pemaparan

tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa usia lanjut adalah seorang individu yang

1

Page 2: BAB 1,2,3

berusia mulai dari 60 tahun yang mengalami penurunan fungsi tubuh dan daya tahan

fisik serta rentan terhadap penyakit yang menimbulkan kematian.

Hingga saat ini di sebelas negara di Asia Tenggara, jumlah penduduk yang

berusia di atas 60 tahun mencapai angka 142 juta jiwa dan diperkirakan akan terus

meningkat. Indonesia sendiri merupakan negara dengan struktur penduduk lanjut

usia (Aging Structured Population) karena menurut laporan sensus penduduk oleh

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk dengan usia lanjut di

Indonesia adalah sebesar 18.043.712 jiwa atau 7.59 % dari total penduduk.

Provinsi Bangka Belitung (Babel), yang pada tahun 2010 tercatat memiliki

jumlah penduduk sebesar 1.223.296 jiwa, tercatat memiliki jumlah lansia 71.268

jiwa atau 5.82 % dari total penduduk. Dengan kata lain, jumlah lansia di Babel relatif

lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi DKI Jakarta yang memiliki jumlah

lansia 496.290 jiwa dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jumlah lansia 448.223

jiwa.

Kognisi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui mengenai benda

atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan

kapasitas intelegensi seseorang. Yang termasuk dalam fungsi kognisi adalah

memori/daya ingat, konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa,

berhitung, visuospasial, fungsi eksekutif, abstraksi, dan taraf intelegensi.3 Fungsi

kognitif tersebut merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang di dapat secara

formal dari pendidikan maupun non-formal dari kehidupan sehari-hari. Gangguan

satu atau lebih fungsi tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsi sosial,

pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari.4 Selain itu adanya gangguan fungsi kognitif

2

Page 3: BAB 1,2,3

yang tampak pada usia lanjut menunjukkan adanya risiko perkembangan penyakit

menjadi demensia, suatu gangguan kognitif yang irreversibel.

Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa penelitian mengenai gambaran

fungsi kognitif pada usia lanjut merupakan suatu hal yang penting dilaksanakan agar

aspek promotif, preventif, dan kuratif terkait gangguan kognitif yang merupakan

faktor risiko demensia pada usia lanjut dapat dikembangkan dengan baik dan

dilakukan sedini mungkin.11,17

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

masalah berupa bagaimana gambaran fungsi kognitif pada lansia di kecamatan Koba,

Provinsi Bangka Belitung tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pada usia

lanjut di Kecamatan Koba, Provinsi Bangka Belitung tahun 2014.

3

Page 4: BAB 1,2,3

2. Tujuan Khusus

Selain itu, adapun tujuan khusus dari dilakukannya penelitian ini adalah :

a. Melakukan screening gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut

b. Mengetahui karakteristik demografi penurunan fungsi kognitif pada

usia lanjut, meliputi usia, jenis kelamin, dan status pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Akademis

Sebagai sumber data mengenai gambaran gangguan kognitif pada kelompok

usia lanjut dan mengetahui metode pemeriksaan fungsi kognitif pada usia lanjut.

2. Manfaat Bagi Peneliti

a. Sebagai sarana pembelajaran dalam melakukan penelitian dan menambah

pengahuan peneliti mengenai gambaran fungsi kognitif pada usia lanjut.

b. Mempelajari penggunaan MMSE dan Mini-Cog sebagai alat screening

untuk gangguan fungsi kognitif.

3. Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat bahwa individu dengan usia

lanjut seringkali telah mengalami penurunan fungsi kognitif sebagai bagian dari

proses penuaan, serta menjadi sarana edukasi bagi masyarakat tentang

4

Page 5: BAB 1,2,3

bagaimana menghadapi perubahan fungsi kognitif pada usia lanjut dan

bagaimana mencegah perkembangannya menjadi demensia.

5

Page 6: BAB 1,2,3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungsi Kognitif

1. Definisi

Kognitif berasal dari bahasa latin cognitio yang berarti berpikir. Proses

kognitif terdiri dari sejumlah fungsi yang kompleks dari berbagai sirkuit di otak

yang meliputi orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang; kemampuan

memusatkan perhatian, memori, bahasa, visuospasial, dan fungsi eksekutif.7

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

a. Usia, Pendidikan, dan Jenis Kelamin

Fungsi kognitif pada lanjut usia bergantung pada tingkat pendidikan dan

umur. (Haninnen, 2002).22,49 Semakin bertambahnya usia dan semakin rendah

tingkat pendidikan maka semakin tinggi kejadian gangguan kognitif. Wanita

lebih berisiko mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan

pria .22

b. Depresi

Depresi adalah masalah umum bagi sebagian besar lanjut usia. Perasaan

tidak menentu karena merasa kesepian adalah salah satu faktor utama.

Depresi berat merupakan faktor risiko independen terjadinya demensia

Alzheimer.22

6

Page 7: BAB 1,2,3

c. Penyakit Susunan Saraf Pusat

Diantara penyakit susunan saraf pusat yang dapat mengakibatkan

gangguan kognitif adalah stroke, infeksi pada otak, tumor otak, cedera kepala

sedang dan berat. Epilepsi juga menyebabkan gangguan kognitif.22,24

d. Obat-Obatan

Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi kognitif antara lain adalah

golongan antikonvulsan, analgetik opioid, antipsikotik, antidepresan,

stimulant susunan saraf pusat, antihistamin, dan dekongestan.22,24

3. Ranah Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir,

mengingat, belajar, dan berbahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan

atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif

seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi.47

a. Atensi

Atensi merupakan kemampuan untuk beraksi atau memperhatikan suatu

stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus internal maupun eksternal

lain yang tidak dibutuhkan. Setelah menentukan kesadaran, pemeriksaan

fungsi atensi harus dilakukan di awal pemeriksaan neurobehavior karena

pemeriksaan modalitas kognitif lainnya sangat dipengaruhi oleh atensi yang

cukup terjaga.47

7

Page 8: BAB 1,2,3

Atensi dan konsentrasi sangat penting untuk mempertahankan fungsi

kognitif, terutama dalam proses belajar. Gangguan atensi dan konsentrasi

akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa, dan fungsi

eksekutif. Gangguan fungsi atensi dapat berupa dua kondisi berbeda,

ketidakmampuan memusatkan perhatian, perhatian yang terpecah, tidak

memiliki perhatian sama sekali, inatensi spesifik unilateral terhadap stimulus

pada sisi tubuh kontralateral lesi otak.47

b. Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar dalam proses komunikasi dan

merupakan modalitas dasar yang membangun fungsi kognitif. Oleh karena

itu, pemeriksaan fungsi bahasa juga perlu dilakukan di awal pemeriksaan

neurobehavior. Jika terdapat gangguang dalam berbahasa, pemeriksaan

fungsi kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami

kesulitan atau bahkan tidak mungkin dilakukan.47

c. Memori

Memori merupakan proses bertingkat di mana informasi pertama kali

direkam dalam area korteks sensorik kemudian diolah melalui sistem limbik

sehingga terjadilah suatu proses pembelajaran. Berdasarkan rentang waktu

individu kehilangan daya ingatnya, dibedakan menjadi:47,9

1) Memori Segera (Immediate Memory)

8

Page 9: BAB 1,2,3

Adalah kemampuan mengingat peristiwa yang baru saja terjadi, yakni

rentang waktu beberapa detik sampai beberapa menit.

2) Memori Baru (Recent Memory)

Adalah ingatan terhadap pengalaman/informasi yang terjadi dalam

beberapa hari terakhir.

3) Memori Jangka Menengah (Recent Past Memory)

Adalah ingatan terhadap peristiwa yang terjadi selama beberapa bulan

yang lalu.

4) Memori Jangka Panjang

Adalah ingatan terhadap peristiwa yang sudah lama terjadi (bertahun-

tahun yang lalu).

d. Visuospasial

Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan

konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar dan

menyusun balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini

tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran yang paling

dominan. Menggambar jam sering digunakan untuk penapisan kemampuan

visuospasial dan fungsi eksekutif di mana berkaitan dengan lobus frontal dan

parietal.

9

Page 10: BAB 1,2,3

4. Bentuk Gangguan Kognitif

Gangguan kognitif yang dimaksud adalah gangguan yang menyerang fungsi-

fungsi kognisi pada seseorang yang telah dipaparkan sebelumnya yakni memori/daya

ingat, konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung,

visuospatial, fungsi eksekutif, abstraksi, dan taraf intelegensi.3

a. Memori / Daya Ingat

Adalah proses pengelolaan informasi, meliputi perekaman—penyimpanan

—pemanggilan kembali. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya ingat,

yaitu :3

1) Amnesia

Adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh

pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik

di otak, misalnya; pada kontusio serebri, namun dapat juga disebabkan

oleh faktor psikologik misalnya pada gangguan stress pascatrauma,

individu dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis.

Berdasarkan waktu kejadian, amnesia dibedakan menjadi :

a) Amnesia Anterograd

Apabila hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi setelah

titik waktu kejadian. Misalnya seorang pengendara motor yang

10

Page 11: BAB 1,2,3

mengalami kecelakaan, tidak mampu mengingat peristiwa yang

terjadi setelah kecelakaan.

b) Amnesia Retrograd

Apabila hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi

sebelum titik waktu kejadian. Misalnya seorang gadis yang terjatuh

dari atap dan mengalami trauma kepala, tidak mampu mengingat

berbagai peristiwa yang terjadi sebelum kecelakaan itu.

c) Paramnesia

Sering disebut sebagai ingatan palsu, yakni terjadinya distorsi

ingatan dari informasi/pengalaman yang sesungguhnya. Dapat

disebabkan oleh faktor organik di otak misalnya pada demensia,

namun dapat juga disebabkan oleh faktor psikologik misalnya pada

gangguan disosiasi. Beberapa jenis paramnesia antara lain :

(1) Konfabulasi

Adalah ingatan palsu yang muncul mengisi kekosongan

memori. Biasa terjadi pada orang dengan demensia.

(2) Déjà vu

11

Page 12: BAB 1,2,3

Adalah suatu ingatan palsu terhadap pengalaman baru.

Individu merasa sangat mengenali suatu situasi baru yang

sesungguhnya belum dikenalinya.

(3) Jamais vu

Adalah kebalikan dari déjà vu yaitu merasa asing terhadap

situasi yang justru pernah dialaminya.

(4) Hiperamnesia

Adalah ingatan yang mendalam dan berlebihan terhadap suatu

pengalaman.

(5) Screen Memory

Adalah secara sadar menutupi ingatan akan pengalaman yang

menyakitkan atau traumatis dengan ingatan yang lebih dapat

ditoleransi.

(6) Letologika

Adalah ketidakmampuan yang bersifat sementara dalam

menemukan kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan

pengalamannya. Lazim terjadi pada proses penuaan atau pada

stadium awal dari demensia.

12

Page 13: BAB 1,2,3

b. Konsentrasi / Perhatian

Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada pengalaman

tertentu. Gangguan perhatian meliputi ketidakmampuan memusatkan perhatian

ataupun mengalihkan perhatian. Pada gangguan kesadaran khususnya pada

delirium ketiga ranah perhatian tersebut terganggu. Terdapat beberapa jenis

gangguan perhatian/konsentrasi, yaitu :9

1) Distraktibilitas

Adalah ketidakmampuan individu untuk memusatkan dan

mempertahankan perhatian. Konsentrasinya sangat mudah teralih oleh

berbagai stimulus yang terjadi di sekitarnya. Lazim ditemui pada

gangguan cemas akut dan keadaan maniakal.

2) Inatensi Selektif

Adalah ketidakmampuan memusatkan perhatian pada objek atau

situasi tertentu, biasanya pada situasi yang membangkitkan kecemasan.

Misalnya seseorang dengan fobia simpleks tidak mampu memusatkan

perhatian pada objek atau situasi yang memicu fobianya.

3) Kewaspadaan Berlebih

Adalah pemusatan perhatian yang berlebihan terhadap stimulus

eksternal dan internal sehingga penderita tampak sangat tegang.

13

Page 14: BAB 1,2,3

c. Orientasi

Adalah kemampuan individu untuk mengenali objek atau situasi

sebagaimana adanya. Dibedakan atas orientasi personal/orang, yaitu

kemampuan untuk mengenali orang yang sudah dikenalnya. Orientasi

ruang/spatial, yaitu kemampuan untuk mengenali tempat di mana ia berada.

Orientasi waktu, yaitu kemampuan individu mengenali secara tepat waktu di

mana individu berada. Sesuai dengan ranah yang terganggu maka dibedakan

gangguan orientasi orang, tempat, dan waktu. Gangguan orientasi sering terjadi

pada kerusakan organik di otak.

B. Gambaran Kognitif pada Usia Lanjut

Penurunan fungsi kognitif telah mendapat banyak perhatian lebih kurang dua

puluh tahun terakhir. Gangguan fungsi saraf kolinergik yang parah pada demensia,

terutama pada penurunan fungsi kognitif karena penuaan dan penyakit Alzheimer

telah terdeteksi. Maka dari itu, kehilangan aktivitas kolinergik mungkin memainkan

peranan utama pada gejala-gejala kognitif meskipun tidak dapat dijelaskan dengan

baik mengenai mekanisme yang berperan.8

Fungsi-fungsi kognitif ini bukan merupakan satu kesatuan, bukti menunjukkan

bahwa beberapa aspek konsentrasi dan memori bertahan dengan baik pada usia

lanjut, sedangkan sebagian yang lain menunjukkan penurunan fungsi yang cukup

signifikan. Persepsi, meskipun dianggap oleh banyak orang sebagai fungsi

prekognitif, juga menunjukkan penurunan yang signifikan disebabkan oleh

14

Page 15: BAB 1,2,3

menurunnya kapasitas sensorik. Defisit pada tahap ini merupakan tanda awal

perubahan fungsi kognitif di kemudian hari.2

Fungsi kognitif yang lebih tinggi seperti kemampuan berbahasa dan pengambilan

keputusan juga dapat dipengaruhi oleh usia. Tugas-tugas ini secara alami lebih

bergantung pada fungsi dasar kognitif dan umumnya akan menunjukkan defisit

sejauh seiring dengan terganggunya fungsi-fungsi dasar. Selain itu, tugas kognitif

yang kompleks mungkin juga tergantung pada satu perangkat fungsi eksekutif, yang

mengelola dan mengkoordinasikan berbagai komponen tugas. Banyak bukti yang

menunjukkan gangguan fungsi eksekutif sebagai kontributor utama pada gangguan

fungsi kognitif pada lansia.2

C. Mekanisme Penuaan dan Pengaruhnya terhadap Fungsi Kognitif

1. Mekanisme Degeneratif

a. Radikal Bebas

Radikal bebas didefinisikan sebagai setiap atom atau senyawa yang dapat

berdiri sendiri dan mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan. Radikal bebas sendiri merupakan produk fisiologi dalam

berbagai kegiatan metabolisme di dalam tubuh. Pada umumnya molekul pada

tubuh merupakan molekul yang bersifat non-radikal, yaitu molekul yang

selalu memiliki elektron berpasangan. Dengan adanya radikal bebas yang

memiliki elektron tidak berpasangan maka molekul non radikal dapat terikat

dengan radikal bebas dan membentuk radikal bebas yang lainnya dengan

jenis berbeda. Radikal bebas memiliki sifat mudah berikatan dengan molekul

15

Page 16: BAB 1,2,3

non-radikal yang memiliki berat jenis besar (makroselular), seperti protein,

karbohidrat, asam nukleat, enzim, dan lipid. Selanjutnya ikatan antara radikal

bebas dengan molekul non-radikal disebut sebagai oksidan yang kemudian

melalui reaksi oksidatif berkelanjutan, merusak berbagai makroselular

sehingga mempengaruhi homeostasis normal di dalam sel mengakibatkan

berbagai proses degeneratif seperti menua, katarak senilis, aterosklerosis, dan

gangguan fungsi kognitif.1,2,22

b. Reaksi Oksidatif

Stres oksidatif merupakan kondisi akibat gangguan keseimbangan antara

oksidan dan antioksidan, di mana adanya produksi oksidan yang berlebih

sehingga melebihi kemampuan antioksidan untuk menetralkan. Kelebihan

oksidan yang tidak dapat dinetralisasi oleh antioksidan akan melakukan

berbagai proses perusakan molekul terutama lipid membran, protein, dan

DNA.22

c. Kaskade Amiloid

Beberapa peneliti berpendapat, perbedaan yang paling mendasar antara

proses penuaan normal dengan MCI adalah pada fase di mana Beta Amiloid

diproduksi secara berlebihan. Stres oksidatif adalah salah satu penyebab beta

amiloid diproduksi secara berlebihan. Amiloid beta dapat membentuk plak

yang tak larut dan bersifat neurotoksik mengakibatkan degenerasi neural

yang berkelanjutan di hipokampus dan korteks enteroginal sehingga fungsi

kognitif, terutama neural, menjadi terganggu.22

16

Page 17: BAB 1,2,3

2. Mekanisme Non-Degeneratif

b. Diabetes Melitus

Melalui mekanisme non-vaskular, hiperglikemia pada DM menyebabkan

inaktivasi protein antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD) sehingga

mengurangi ketahanan antioksidan dan berujung kepada neurotoksikase sel-

sel neuron di susunan saraf pusat, termasuk neuron yang bertanggung jawab

dalam fungsi kognitif. Sedangkan melalui mekanisme vaskular,

hiperglikemia menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Proses ini pada

akhirnya akan menimbulkan gangguan perfusi otak yang berujung pada

gangguan fungsi kognitif.1,22,23

b. Hipertensi dan Hiperlipidemia

Hipertensi esensial sering dihubungkan dengan penurunan fungsi kognitif

di mana hipertensi dapat menyebabkan lesi pada substansia alba. Hipertensi

bersama dengan dyslipidemia juga merupakan faktor risiko aterosklerosis,

baik pada penderita hiperglikemia (DM) maupun non-DM. Hipertensi kronis

menimbulkan aterosklerosis melalui penurunan permeabilitas dinding

vaskular sehingga meningkatkan transport lipoprotein ke dalam dinding arteri

dan meningkatkan proliferasi sel otot polos dan sintesis matriks molekul

ekstrasel sehingga terjadi penebalan dinding arteri. 1,22,23

D. Pemeriksaan Fungsi Kognitif

17

Page 18: BAB 1,2,3

Terdapat beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk menilai fungsi

kognitif pada individu berusia lanjut. Para klinisi telah mengenal The Cognitive

Abilities Screening Instrument (CASI) dan Mini-Mental State Examination (MMSE)

yang merupakan instrumen untuk menilai fungsi kognitif. Namun, baik CASI

maupun MMSE yang merupakan instrumen yang telah dikenal hampir 40 tahun,

membutuhkan kemampuan berbahasa yang baik dari pemeriksa. Selain itu, Solomon

et al telah mengembangkan pula instrumen yang hanya membutuhkan waktu 8 menit

pemeriksaan, namun membutuhkan alat 16 kartu bergambar, pemeriksa yang

terlatih, dan hanya tervalidasi dalam bahasa inggris. Dengan berbagai kekurangan

ini, para peneliti berusaha untuk mengembangkan metode pemeriksaan yang

sederhana dan mudah diterima. Borson et al pada tahun 2000 kemudian

mengembangkan metode The Mini-Cog Test sebagai instrument penilaian fungsi

kognitif pada usia lanjut.26

Pada sebuah studi komparasi antara MMSE dan Mini-Cog, Borson et al

menjelaskan bahwa Mini-Cog adalah metode yang sederhana dan hanya

membutuhkan waktu separuh dari yang diperlukan untuk melakukan MMSE. Hasil

Mini-Cog juga tidak bias berdasarkan tingkat pendidikan dan bahasa dibandingkan

dengan MMSE.26 Namun, meskipun cukup sederhana dan hanya memerlukan waktu

yang cukup singkat untuk pemeriksaan, MMSE telah lebih dahulu digunakan dalam

banyak penelitian. Oleh karena itu, peneliti akan membahas MMSE dan Mini-Cog

dalam pembahasan ini.27—45

1. Mini-Mental State Examination

a. Tujuan

18

Page 19: BAB 1,2,3

Mini-Mental State Examination (MMSE) adalah instrumen sederhana untuk

menilai fungsi kognitif, menilai orientasi, daya ingat, kalkulasi, kemampuan

membaca dan menulis, kemampuan visuospasial, dan berbahasa.5

Folstein et. al. (1975) pertama kali mempublikasikan MMSE sebagai

penilaian kuantitatif ringkas untuk fungsi kognitif. Sejak saat itu, MMSE

kemudian diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan banyak digunakan menjadi

pemeriksaan kognisi di klinik maupun digunakan untuk penelitian.18

Penilaian fungsi kognitif sangatlah penting dalam ketepatan penegakan

diagnosis dan penanganan neurologis pada umumnya. Penilaian terperinci oleh

seorang ahli neurologi membutuhkan kemampuan yang baik dan sangat

memakan waktu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memiliki pedoman

pemeriksaan yang terstandar, sederhana, dan cepat untuk menilai fungsi kognitif

yang dapat digunakan sehari-hari oleh tenaga medis. MMSE dirancang untuk

mendeteksi pasien dengan gangguan kognitif di antara pasien psikiatri.19

MMSE adalah tes yang paling sering digunakan untuk menilai orientasi,

perhatian, kalkulasi, daya ingat segera dan jangka pendek, bahasa dan

kemampuan mengikuti perintah sederhana MMSE digunakan untuk mendeteksi

gangguan, mengikuti perjalanan penyakit, dan mengevaluasi respons pasien

terhadap terapi.6

MMSE adalah pemeriksaan yang tujuannya adalah untuk menapis adanya

gangguan kognitif, menilai keparahan gangguan, dan memonitor perubahan

melalui serangkaian pemeriksaan.19 MMSE terdiri dari bagian yang meliputi

orientasi waktu dan tempat, pengulangan, kemampuan mengingat kembali,

19

Page 20: BAB 1,2,3

perhatian, berhitung, dan konstruksi visual. Nilai total MMSE maksimum adalah

30 (normal) dan minimum 0 (terganggu). Pemeriksaan bisa diselesaikan dalam

lima sampai sepuluh menit. Usia dan tingkat pendidikan mempengaruhi hasil

pemeriksaan MMSE.6,17,19

b. Pelaksanaan

Dibutuhkan beberapa hal dalam melaksanakan pemeriksaan dengan MMSE

diantaranya adalah :19

a) Ruangan yang tenang, pencahayaan cukup, dan menjamin privasi

pasien

b) Pena atau pensil, arloji, dan kertas kosong

c) Pasien sadar dan waspada

d) Pasien memiliki kemampuan berbahasa sesuai dengan bahasa yang

digunakan pada MMSE dan kooperatif

e) Memiliki pendengaran, penglihatan, artikulasi kata yang baik. Boleh

menggunakan alat bantu dengar dan penglihatan jika diperlukan

f) Konsistensi pemeriksa dalam memeriksa dan memberikan skor untuk

meminimalisir variabilitas

Penguji perlu menciptakan suasana yang nyaman dan bersimpati dengan

subjek untuk memudahkannya dalam menjalani pemeriksaan dan berkoordinasi.

Penjelasan sederhana mengenai tujuan dan struktur dari pemeriksaan perlu

dilakukan sebelumnya. Subjek pemeriksaan diminta untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan dengan kemampuan terbaik dan menebak jawaban

20

Page 21: BAB 1,2,3

apabila merasa tidak yakin. Jika ada keluarga atau kerabat subjek yang

menyertai, penting untuk meminta mereka membantu subjek, termasuk bantuan

penerjemahan bila diperlukan. Pemeriksaan tidak diberikan batas waktu, tetapi

apabila subjek tidak dapat menjawab dalam waktu 10 sampai 20 detik, maka

dapat diberi nilai nol. Sedapat mungkin, ingatlah respon pasien dan mengapa

subjek tidak dapat menjawab atau melaksanakan tugas.19

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil MMSE

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut ini adalah beberapa faktor

yang mempengaruhi hasil MMSE :

1) Umur

Skor MMSE cenderung merosot dengan meningkatnya umur, terutama pada

usia di atas 65 tahun. Selain itu, rentang nilai cenderung melebar berbanding

lurus dengan bertambahnya usia (Crum et al. 1993) Meskipun ketidakmampuan

melaksanakan MMSE mungkin menunjukan proses penuaan yang normal, ini

tidak ada hubungannya dengan semakin bertambah usia seseorang maka

semakin tinggi pula risiko demensia 49. Suatu penelitian yang mengukur kognitif

pada lansia menunjukkan skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16%

pada kelompok umur 65-69, 21% pada 70-74, 30% pada 75-79, dan 44% pada

umur 80 dan lebih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan

positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif (Scanlan et al, 2007) 46.

21

Page 22: BAB 1,2,3

2) Pendidikan

Meningkatnya level pendidikan, skor MMSE cenderung meningkat11,49 dan

rentang nilai akan semakin menyempit (Crum et al. 1993). Maka, pendidikan

juga merupakan faktor yang membiaskan hasil pemeriksaan MMSE menjadi

positif palsu pada diagnosis demensia pada subjek dengan pendidikan yang

rendah. Sebaliknya, pendidikan yang lebih tinggi mungkin akan menyamarkan

gangguan kognitif dan menunjukkan hasil diagnosis negatif palsu. Pendidikan

tidak mempengaruhi perubahan nilai skor MMSE pada subjek yang normal

secara kognitif atau demensia, maka pengulangan pemeriksaan MMSE tidak

jarang terjadi.11 Pada peneliian lainnya, Kelompok dengan pendidikan rendah

tidak pernah lebih baik dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi

(Scanlan, 2007).46,49

3) Jenis Kelamin

Menurut Yaffe dkk (dalam Myers, 2008)46, wanita lebih berisiko untuk

mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level

hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Estradiol diperkirakan

bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif

serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien

Alzheimer. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan

penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal.46

4) Status Sosioekonomi

22

Page 23: BAB 1,2,3

Subjek yang berasal dari kelas sosioekonomi cenderung memiliki skor

MMSE yang rendah (Brayne & Calloway 1990; O’Connor et al. 1989). Hal ini

mungkin berhubungan dengan minimnya pendidikan. Penjelasan yang lainnya

mungkin karena terhambatnya perkembangan kognitif yang sering dialami pada

kelas sosioekonomi rendah. Atau sebaliknya, individu dengan status

sosioekonomi yang rendah memiliki risiko yang tinggi untuk terkena

demensia.14

5) Budaya, Bahasa, dan Etnis

Beberapa gagasan menyatakan bahwa skor MMSE ada hubungannya dengan

ras dan suku. MMSE dilaporkan lebih rendah pada lansia berkulit hitam dan

beberapa suku minoritas. (Parker & Philip 2004; Espino et al. 2001). Meskipun

demikian, perbedaan yang paling banyak yang perlu dipikirkan adalah

rendahnya tingkat pendidikan, status sosioekonomi, bentuk lingkungan, dan

kurangnya kemampuan berbahasa.14

6) Tempat Pemeriksaan

Subjek cenderung menunjukkan hasil yang lebih baik jika MMSE dilakukan

di rumah dibandingkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penting untuk

mempertahankan konsistensi lokasi pada pengulangan tes untuk mengurangi

variabilitas pada pemeriksaan MMSE.14

7) Pengulangan Tes

23

Page 24: BAB 1,2,3

Pada subjek non-demensia biasanya membaik pada pemeriksaan yang

dilakukan dalam interval dua bulan. Meskipun demikian, efek ini tidak begitu

bermakna pada pasien demensia. Pengulangan tes dalam interval yang pendek

meningkatkan akurasi hasil MMSE sebagai alat deteksi dini demensia (Helkala

et al. 2002).14

d. Subtes dalam MMSE

Berikut ini adalah beberapa hal yang dilakukan dalam MMSE : 14

1) Orientasi Waktu

Minta subjek untuk menjawab tanggal, musim, bulan, tanggal, dan hari

saat ini. Berikan poin satu untuk tiap jawaban benar.

2) Orientasi Tempat

Minta subjek untuk menjawab negara, provinsi, kota

administrasi/kabupaten, nama jalan, dan tempat di mana dia berada saat ini.

Berikan poin satu untuk tiap jawaban benar.

3) Repetisi

Minta subjek untuk menyimak dengan baik karena Anda akan meminta

subjek untuk mengulang tiga kata yang Anda ucapkan. Berbicaralah dengan

jelas dank eras dan berilah jeda sekitar satu detik setiap satu huruf. Biasanya

digunakan tiga kata yang tidak saling berhubungan. Berikan poin satu untuk

tiap kata yang benar.

24

Page 25: BAB 1,2,3

4) Perhatian dan Berhitung

Mintalah subjek untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7

5) Mengingat Kembali

Mintalah subjek untuk mengulang tiga kata yang telah dikatakan pada

pemeriksaan sebelumnya tanpa memberikan petunjuk. Berikan poin satu

untuk tiap kata yang benar.

6) Penamaan

Tunjuklah sebuah pena atau pensil dan arloji dan mintalah subjek untuk

menyebutkan nama dari benda-benda tersebut. Berikan poin satu untuk setiap

kata yang benar.

7) Repetisi

Mintalah subjek untuk menyimak dengan baik apa yang akan Anda

katakan. Katakan dengan keras dan jelas, “Ambillah kertas ini dengan tangan

kanan Anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai.”. Jangan ingatkan

subjek apabila subjek lupa atau tidak mengerti apa yang harus dilakukan.

Berikan poin satu untuk setiap perintah yang dilakukan dengan benar.

25

Page 26: BAB 1,2,3

8) Komprehensi

Tunjukkanlah pada subjek selembar kertas kosong dengan tulisan,

“Pejamkan mata Anda”. Mintalah subjek membaca dan melakukan sesuai

apa yang tertulis di kertas tersebut. Pastikan pencahayaan cukup dan subjek

menggunakan alat bantu penglihatan apabila diperlukan. Berikan poin satu

apabila subjek menutup matanya.

9) Menulis

Mintalah subjek untuk menulis sebuah kalimat di selembar kertas kosong.

Pastikan pencahayaan cukup dan subjek menggunakan alat bantu penglihatan

apabila diperlukan. Apabila subjek tidak merespon perintah, mintalah subjek

untuk menulis sesuatu mengenai cuaca hari ini atau hewan kesayangannya.

Berikanlah poin satu untuk setiap kalimat yang ditulis apabila mengandung

komponen subjek dan kata kerja.

10) Menggambar

Tunjukkanlah kepada subjek dua gambar segilima yang saling

berpotongan pada satu sisinya sekitar 2 cm. Mintalah subjek untuk

menggambar ulang gambar yang serupa di selembar kertas kosong.

e. Interpretasi Nilai MMSE

Sensitivitas dan spesifisitas MMSE dalam membedakan demensia dan

normal bergantung pada batas skor, pola gangguan kognitif yang dialami,

26

Page 27: BAB 1,2,3

keparahan penyakit, dan karakteristik subjek seperti umur, pendidikan, pengaruh

budaya, kemampuan berbahasa, dan lokasi pemeriksaan. Dengan batas nilai di

bawah 24, MMSE menjadi 87% sensitif dan 82% spesifik dalam mendeteksi

demensia dan delirium diantara pasien di bangsal umum rumah sakit (Anthony et

al. 1982). Batas nilai yang tinggi meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi

demensia ringan, terutama pada individu muda yang berpendidikan, tapi

mengurangi spesifisitas dan meningkatkan diagnosis positif palsu pada diagnosis

demensia pada individu lansia yang berpendidikan lebih rendah dan individu

yang berasal dari suku minoritas. MMSE lebih spesifik dan sensitif dalam

mendeteksi penurunan fungsi kognitif yang berhubungan dengan bahasa dan

memori.22

Telah banyak gagasan mengenai modifikasi MMSE untuk meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas hasil serta mengurangi segala kekurangan yang ada.

Namun, hal ini akan membuat pemeriksaan MMSE menjadi semakin lama dan

tidak sepopuler MMSE aslinya.22

Pasien dengan penyakit Alzheimer cenderung melakukan kesalahan pada saat

pemeriksaan mengingat kembali tiga kata dan memiliki orientasi waktu yang

buruk (Galasko et al. 1990; Jefferson et al. 2002). Sedangkan pasien dengan

demensia vascular, penyakit Parkinson, dan demensia lewy bodies cenderung

buruk pada perhatian, melakukan perintah, menulis kalimat, dan menggambar

segi lima yang saling berpotongan. (Jefferson et al. 2002; Ala et al. 2002).

Pasien dengan demensia fronto-temporal cenderung memiliki skor MMSE yang

tinggi dibandingkan dengan pasien Alzheimer saat pemeriksaan awal dan

27

Page 28: BAB 1,2,3

menunjukkan penurunan perlahan setiap tahunnya. Berdasarkan fakta ini, MMSE

lebih tepat digunakan untuk mendeteksi gangguan orientasi, memori dan bahasa,

dibandingkan disfungsi lain pada demensia fronto-temporal.22

Tabel II.1 Interpretasi Skor MMSE

Skor MMSE Interpretasi

24—30 Normal

18—23 Gangguan Kognitif Ringan

0—17 Gangguan Kognitif Berat

Sumber (25)

Tabel II.2 Interpretasi Skor MMSE berdasarkan risiko Demensia

Skor MMSE Interpretasi

< 21 Kemungkinan Demensia

Besar

> 25 Kemungkinan Demensia

Lebih Kecil

Sumber (25)

2. Mini-Cog Test

a. Tujuan

Mini-Cog test adalah seperangkat instrumen penilaian untuk gangguan

kognitif yang merupakan kombinasi 3 item tes recall dan Clock-Drawing Test

28

Page 29: BAB 1,2,3

(CDT). Tes Mini-Cog dapat dilakukan dalam waktu 3 menit tanpa

menggunakan alat-alat khusus dan tidak terpengaruh oleh tingkat pendidikan

dan ragam bahasa. Tes Mini-Cog dapat menapis gangguan kognitif berupa

gangguan memori dan fungsi eksekutif. Jika digunakan untuk mendeteksi

demensia pada usia lanjut, sensitivitas Mini-Cog mencapai 99% dan spesifitas

mencapai 93%.26

b. Pelaksanaan

1) Mintalah subjek untuk mendengar baik-baik dan mengingat tiga kata

yang tidak saling berhubungan.

2) Mintalah subjek untuk menuliskan angka seperti pada jam dinding pada

selembar kertas yang sudah terdapat gambar lingkaran. Setelah subjek

selesai menggambar, mintalah subjek untuk menggambar jarum jam

yang menunjukkan angka 11.10. Tes ini disebut sebagai CDT.

3) Mintalah subjek untuk mengulang tiga kata pada poin pertama

c. Interpretasi Hasil

1) Berilah poin 1 pada tiap kata yang berhasil diingat kembali setelah

melakukan CDT. Jika ketiga kata berhasil diulang dengan benar, maka

nilai maksimum tes adalah 3 dan nilai minimum nya adalah 0.

2) Sedangkan untuk CDT, berilah poin 2 bila benar dan poin 0 bila salah.

Pemeriksaan CDT dikatakan benar apabila semua angka yang ditulis

subjek benar dan jarum jam juga menunjukkan waktu yang diminta oleh

pemeriksa.

29

Page 30: BAB 1,2,3

Tabel III.3 Interpretasi Skor Mini-Cog

Skor Mini-Cog Interpretasi

0 recall

Demensia1—2 recall dgn

CDT abnormal

1—2 recall dgn

CDT normal Non-Demensia

3 recall

Sumber (26)

E. Kerangka Teori

30

DM

Inaktivasi SOD

Ketahanan

Antioksidan

Berkurang

Hiperglikemia

Neurotoksikasi

Kerusakan Sel

Saraf di SSP

Aterosklerosis

Gangguan Perfusi

Dislipidemia

Hipertensi

Lingkungan

Eksternal

Radikal Bebas

Mengikat Molekul

non-Radikal

Stres Oksidatif

Metabolisme

Produksi Beta

Amiloid Berlebih

Membentuk Plak

Tak Larut

Page 31: BAB 1,2,3

F. Kerangka Konsep

: Diteliti

: Tidak Diteliti

31

Penurunan

Fungsi Kognitif

Lesi Substantia AlbaPenyakit SSP

Obat-Obatan

Antikonvulsan

Opioid

Antipsikotik

Antidepresan

Stimulan SSP

Antihistamin

Dekongestan

Fungsi Kognitif

Usia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Penyakit SSP

DM

Obat-Obatan

Hipertensi

Dislipidemia

Page 32: BAB 1,2,3

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan desain cross-sectional yakni

penelitian yang mengamati subjek pada satu waktu untuk mengetahui gambaran

kognitif pada usia lanjut di Kecamatan Koba. Penelitian deskriptif adalah penelitian

yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik

berupa faktor risiko maupun efek atau hasil.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Koba, Provinsi Bangka Belitung.

32

Page 33: BAB 1,2,3

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai November tahun 2014.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian adalah orang yang berusia ≥ 60 tahun yang ada di

Kecamatan Koba, Provinsi Bangka Belitung.

2. Sampel

Sampel diambil secara consecutive sampling, yaitu pemilihan subjek secara

berurutan, pada kelompok lanjut usia yang memenuhi kriteria inklusi.

D. Estimasi Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus :

n =

33

n = jumlah sampel minimal

α = tingkat kemaknaan = 0.05 Zα = 1.96 ~ 2

P = 0.5 (besar proporsi tidak diketahui)

Q = 1-P

d = tingkat kemelesetan yang dapat ditoleransi = 10% = 0.1

Page 34: BAB 1,2,3

n =

n = 100 orang

E. Kriteria Inklusi

1. Berusia ≥ 60 tahun

2. Bersedia menjadi subjek penelitian

3. Skala Koma Glasgow (GCS) = 15

F. Kriteria Eksklusi

1. Sedang atau memilik riwayat penyakit SSP yang menyebabkan gangguan

kognitif (stroke, trauma kepala, infeksi otak, tumor kepala, epilepsi, psikiatri)

dalam 6 bulan terakhir yang dibuktikan dengan anamnesis dan pemeriksaan

fisik.

2. Pernah atau sedang dalam pengobatan / memakai obat-obatan / minuman

(alkohol, psikotropika, antidepresan) yang memiliki efek deteriorasi kognitif

lebih dari dua tahun yang dibuktikan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

G. Definisi Operasional

1. Usia lanjut adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang sudah

menginjak usia 60 tahun.

34

Page 35: BAB 1,2,3

2. Yang tergolong elderly adalah yang berusia 60—74 tahun, old adalah

yang berusia 75—90 tahun, dan very old adalah yang berusia di atas 90

tahun.

3. MMSE adalah instrumen penilaian fungsi kognitif yang digunakan pada

lansia dengan riwayat pendidikan ≥ 6 tahun, terdiri dari penilaian

orientasi, daya ingat, kalkulasi, kemampuan membaca dan menulis,

kemampuan visuospasial, dan berbahasa dengan nilai maksimal 30.

4. Tes Mini-Cog adalah instrument penilaian fungsi kognitif yang

digunakan pada lansia dengan riwayat pendidikan < 6 tahun, terdiri dari 2

komponen tes yang terdiri dari tes recall dan CDT, dengan nilai

maksimal 3.

5. Gambaran kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah deskripsi

ada atau tidaknya gangguan kognitif pada seorang individu usia lanjut

yang diukur dengan menggunakan MMSE bagi yang memiliki riwayat

pendidikan ≥ 6 tahun, atau dengan Mini-Cog bagi yang memiliki riwayat

pendidikan < 6 tahun.

6. Gambaran kognitif diperoleh berdasarkan skor dan interpretasi dari tiap

metode pengukuran yang digunakan.

7. Fungsi kognitif terganggu ringan apabila skor MMSE 18—23 dan

terganggu berat 0—17, atau apabila skor Tes Mini-Cog 0 recall atau 1—2

recall dengan CDT abnormal.

8. Fungsi kognitif tidak terganggu apabila skor MMSE 24—30 atau skor

Tes Mini-Cog 1—2 recall dengan CDT normal atau nilai 3 recall.

35

Page 36: BAB 1,2,3

H. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melakukan wawancara untuk mengetahui gambaran

fungsi kognitif pada lansia. Wawancara dilakukan oleh peneliti setelah melakukan

informed consent dengan subjek penelitian. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian adalah MMSE untuk yang berpendidikan ≥ 6 tahun dan pemeriksaan

Mini-Cog untuk yang berpendidikan < 6 tahun. Subjek akan diminta untuk

melakukan instruksi sesuai dengan yang instrument penilaian. Setelah itu, peneliti

akan memberikan skor pada tiap item yang dinilai dan akan dijumlahkan untuk

mendapatkan skor total.

I. Validitas Instrument

Mini-Mental State Examination (MMSE) merupakan instrumen untuk memeriksa

fungsi kognitif yang pertama kali digunakan oleh Folstein (1973) dan telah

tervalidasi. Mini-Mental State Examination (MMSE) versi Indonesia telah digunakan

pada penelitian sebelumnya oleh dr. Sidhi Purnama, Sp.S dari Departemen

Neurologi FKUI-RSCM tahun 2006, sehingga instrument tersebut telah teruji

validitas dan reliabilitasnya, maka peneliti tidak perlu melakukan uji validitas

kembali.

Tes Mini-Cog merupakan instrumen untuk memeriksa fungsi kognitif yang

pertama kali digunakan oleh Borson (2000) dan telah tervalidasi. Tes Mini-Cog versi

Indonesia telah digunakan pada penelitian sebelumnya oleh Rinnelya Agustin dari

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, sehingga instrument tersebut

36

Page 37: BAB 1,2,3

telah teruji validitas dan reliabilitasnya, maka peneliti tidak perlu melakukan uji

validitas kembali.

J. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data primer yang diperoleh melalui

wawancara terkumpul. Tahap pertama yang akan dilakukan adalah memeriksa

kembali jumlah data telah sesuai dengan estimasi besar sampel yang telah dihitung

dengan rumus. Kemudian peneliti akan memeriksa kelengkapan data berupa nama,

usia, pendidikan, dan jenis kelamin. Setelah itu peneliti akan memeriksa apakah

semua data hasil wawancara sudah diberi skor sesuai dengan jenis pemeriksaan dan

item yang diperiksa. Setelah semua selesai diperiksa, peneliti akan melakukan

pengolahan data dengan aplikasi Statistical Package for Social Sciences (SPSS)

versi 14.0 dengan memastikan terlebih dahulu bahwa semua data telah dimasukkan

dengan benar. Untuk mendeskripsikan data demografi, gambaran kognitif pada

lansia dilakukan dengan perhitungan frekuensi dan presentase. Hasil penelitian ini

akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

K. Kerangka Operasional

37

Usia ≥ 60 tahun

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Anamnesis

Pendidikan

< 6 tahun

Pendidikan

≥ 6 tahunTes Mini-Cog MMSESkoringPenilaian Fungsi KognitifPengolahan Data Penyajian Data

Page 38: BAB 1,2,3

L. Etika Penelitian

1. Sebelum penelitian dimulai, usulan penelitian telah mendapatkan persetujuan

dari Bagian Akademik Program Studi Pendidikan Dokter dan pihak Fakultas

Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

2. Calon subyek penelitian diberikan penjelasan mengenai tujuan dan prosedur

penelitian yang akan dilakukan

3. Setelah memahami penjelasan yang akan diberikan, calon subjek penelitian

berhak untuk menyetujui ataupun menolak menjadi subyek (peserta)

penelitian

4. Identitas dan hasil pemeriksaan subyek penelitian dirahasiakan

38

Page 39: BAB 1,2,3

39