bab 1 pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2015-2019 pembangunan adalah upaya sistematis dan terencana oleh masing-
masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan
menjadi keadaan yang lebih baik dengan tujuan akhir untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan. Bagi bangsa
Indonesia, secara khusus tujuan pembangunan nasional Indonesia telah
termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam tujuan nasional
tersebut, tampak bahwa amanat yang diberikan oleh negara kepada pemangku
kebijakan salah satunya yaitu memuliakan kehidupan manusia dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Senada dengan hal tersebut, Mubyarto
(1988 : 227) menyatakan apabila ketiga tujuan pembangunan nasional
tersebut dipadukan akan tampak pembangunan yang seimbang, serasi, dan
selaras dalam segala bidang.
Mirza (2012) menjelaskan pembangunan merupakan alat untuk
mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan
2
salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan. Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi adalah sasaran utama bagi negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Menurut Kuznet dalam Widodo, dkk (2015) pertumbuhan
ekonomi merupakan kemampuan sebuah negara dalam jangka penjang
menyediakan barang-barang kebutuhan untuk perekonomian. Menurut
Jhingan dalam Widodo, dkk (2015 : 2) komponen pertumbuhan ekonomi
dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain dilihat dari meningkatnya
persediaan barang, kemajuan teknologi, dan penggunaan teknologi secara
efisien.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu syarat mutlak bagi
kelangsungan suatu bangsa karena dalam pembangunan ekonomi berarti
bahwa peningkatan pendapatan per kapita diikuti dengan perubahan struktur
ekonomi. Menurut Todaro dan Smith dalam Widodo,dkk (2015 : 1),
keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu
perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,
meningkatnya rasa harga diri, dan meningkatnya kemampuan untuk memilih.
Dalam Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 dinyatakan bahwa
pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kedaulatan sebagai negara
merdeka merupakan upaya membanguan kemandirian. Kemandirian suatu
bangsa salah satunya tercermin pada ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan
pembangunannya.
3
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 yang dilaksanakan dalam empat tahapan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) bahwa pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015-
2019) diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh
dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia
berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat.
Menurut UNDP dalam Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016
(BPS, 2016), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian
pembangunan manusia barbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup.
Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui tiga dimensi dasar
yang mencakup kesehatan, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Selain
sebagai ukuran pencapaian pembangunan manusia di suatu negara, IPM juga
dapat digunakan sebagai alat perbandingan pencapaian pembangunan
manusia dengan negara-negara lain.
Berdasarkan ringkasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 menyatakan bahwa baseline sasaran makro
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2014 sebesar 73,83 dengan target
tahun 2019 sebesar 76,30 sedangkan pencapaian Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Indonesia tahun 2014 berdasarkan data dari BPS baru
mencapai 68,90. Lebih lanjut, perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
4
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Tahun 2011-2015 (dalam persen)
Tahun IPM
2011 67,09
2012 67,70
2013 68,31
2014 68,90
2015 69,55
Sumber : BPS, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan nilai
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia terus mengalami kenaikan
namun pencapaian di tahun 2014 masih berada dibawah baseline sasaran
makro Indeks Pembangunan Manusia dalam RPJMN 2015-2019. Lebih
lanjut, berdasarkan data (BPS, 2016) menunjukkan bahwa nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) 33 Provinsi di Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun 2011-2015 hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015
(dalam persen)
No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
1 Aceh 67,45 67,81 68,30 68,81 69,45
2 Sumatera Utara 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51
3 Sumatera Barat 67,81 68,36 68,91 69,36 69,98
4 Riau 68,90 69,15 69,91 70,33 70,84
5 Jambi 66,14 66,94 67,76 68,24 68,89
6 Sumatera Selatan 65,12 65,79 66,16 66,75 67,46
7 Bengkulu 65,96 66,61 67,50 68,06 68,59
8 Lampung 64,20 64,87 65,73 66,42 66,95
9 Kep. Bangka Belitung 66,59 67,21 67,92 68,27 69,05
10 Kep. Riau 71,61 72,36 73,02 73,40 73,75
11 DKI Jakarta 76,98 77,53 78,08 78,39 78,99
12 Jawa Barat 66,67 67,32 68,25 68,80 69,50
5
13 Jawa Tengah 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49
14 DIY 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59
15 Jawa Timur 66,06 66,74 67,55 68,14 68,95
16 Banten 68,22 68,92 69,47 69,89 70,27
17 Bali 70,87 71,62 72,09 72,48 73,27
18 NTB 62,14 62,98 63,76 64,31 65,19
19 NTT 60,24 60,81 61,68 62,26 62,67
20 Kalimantan Barat 62,35 63,41 64,30 64,89 65,59
21 Kalimantan Tengah 66,38 66,66 67,41 67,77 68,53
22 Kalimantan Selatan 65,89 66,68 67,17 67,63 68,38
23 Kalimantan Timur 72,02 72,62 73,21 73,82 74,17
24 Sulawesi Utara 68,31 69,04 69,49 69,96 70,39
25 Sulawesi Tengah 64,27 65,00 65,79 66,43 66,76
26 Sulawesi Selatan 66,65 67,26 67,92 68,49 69,15
27 Sulawesi Tenggara 66,52 67,07 67,55 68,07 68,75
28 Gorontalo 63,48 64,16 64,70 65,17 65,86
29 Sulawesi Barat 60,63 61,01 61,53 62,24 62,96
30 Maluku 64,75 65,43 66,09 66,74 67,05
31 Maluku Utara 63,19 63,93 64,78 65,18 65,91
32 Papua Barat 59,90 60,30 60,91 61,28 61,73
33 Papua 55,01 55,55 56,25 56,75 57,25
Sumber : BPS, 2016
Berdasarkan tabel di atas, jika dicermati lebih lanjut terlihat bahwa
masing-masing provinsi selama tahun 2011-2015 mengalami kenaikan nilai
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) namun masih terdapat kesenjangan IPM
antarprovinsi di Indonesia. Di samping itu, nilai IPM Indonesia masih berada
di bawah rata-rata dunia yaitu sebesar 71,05 persen, karena manusia sebagai
modal dasar pembangunan nasional maka diperlukan upaya-upaya
pemerintah untuk meningkatkan modal sumber daya manusia yang
berkualitas. Pencapaian nilai IPM Indonesia pada tabel di atas jika dikaitkan
dengan baseline sasaran makro Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun
2014 dalam RPJMN 2015-2019 hanya Provinsi DKI Jakarta dan DIY saja
6
yang berhasil dalam pencapaiannya sedangkan provinsi lain masih berada
dibawah baseline yang ditetapkan. Sementara itu, jika pemerintah
menargetkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2019 sebesar
76,30 sedangkan hingga tahun 2016 nilai IPM Indonesia baru mencapai 70,18
maka diperlukan komponen seluruh bangsa untuk bersinergi dan
berkolaborasi untuk meningkatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia. Sejalan dengan ini berdasarkan berita dari UNDP menyatakan
bahwa :
“ Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk tahun 2015 adalah
0,689. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia
menengah dan peringkat 113 dari 188 negara. Nilai IPM meningkat 30,5
persen dari nilai pada tahun 1990. Hal ini mencerminkan kemajuan yang telah
dicapai Indonesia dalam hal harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun
bersekolah, harapan lama bersekolah dan Pendapatan Nasional Bruto (PNB)
selama periode tersebut. Namun demikian, IPM Indonesia menurun tajam ke
0,563 (turun 18,2 persen) bila kesenjangan diperhitungkan. Kesenjangan
pendidikan dan harapan hidup saat lahir di Indonesia lebih tinggi dari rata-
rata di Asia Timur dan Pasifik ”
Meskipun kesenjangan telah menjadi komitmen bagi pemerintah,
Indonesia harus terus berupaya meningkatkan level IPM dari kelompok
menengah ke kelompok tinggi. Berdasarkan laporan Human Development
Report (HDR) 2015 dalam Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016
(BPS, 2016), IPM Indonesia berada di level sedang dengan capaian IPM
sebesar 68,38 atau berada di peringkat 110 dari 188 negara dan berada di
bawah rata-rata dunia sebesar 71,05. Dibandingkan dengan negara-negara
yang tergabung dalam ASEAN, Indonesia menempati peringkat kelima dari
7
sepuluh negara. Jika dibandingkan dengan negara yang berpenduduk besar
seperti China, India, dan Jepang, IPM Indonesia (0,684) masih berada di
bawah Jepang (0,891) dan China (0,727) namun lebih tinggi dari India
(0,609). Oleh karena itu, diperlukan suatu formula dan strategi kebijakan agar
pemerintah dan seluruh komponen bangsa dapat bersinergi dan berkolaborasi
untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
Meskipun secara umum Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia
meningkat, namun kesenjangan masih menjadi persoalan bagi Indonesia
terutama mengenai kesenjangan IPM antara Kawasan Indonesia Timur (KIT)
dan Kawasan Indonesia Barat (KIB) hal ini ditandai dengan adanya 31
provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia yang masih berada di bawah
baseline sasaran makro Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam RPJMN
2015-2019.
Lanjouw dalam Ginting, et al (2008) menyatakan pembangunan
manusia di Indonesia identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di
bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin
dibandingkan dengan penduduk yang tidak miskin. Tersedianya fasilitas
pendidikan dan kesehatan yang murah akan sangat membantu untuk
meningkatkan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan. Dengan demikian, pembangunan manusia belum bisa dikatakan
optimal jika hanya berfokus pada pengurangan kemiskinan.
Perkembangan tingkat persentase penduduk miskin di 33 Provinsi di
Indonesia dari tahun 2011-2015 berfluktuatif sehingga diperlukan sebuah
8
formula dan kebijakan strategi dalam pengentasan kemiskinan sehingga IPM
Indonesia diharapkan akan stabil. Kemiskinan dapat memberikan dampak
yang sangat serius terhadap Indeks Pembangunan Kemiskinan (IPM) karena
pada dasarnya menurut Widodo, dkk ( 2015 : 19) kemiskinan adalah suatu
kondisi dimana seseorang tidak dapat memiliki kesempatan untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Ketika kebutuhan dasar manusia seperti pendidikan dan
kesehatan terabaikan maka akan terjadi hambatan dalam meningkatkan nilai
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia karena pendidikan dan
kesehatan merupakan dimensi atau indikator dalam pembangunan manusia.
Adapun perkembangan fluktuasi persentase penduduk miskin di 33 provinsi
di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.3 Persentase Penduduk Miskin di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015
No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
1 Aceh 19,48 18,58 17,72 16,98 17,11
2 Sumatera Utara 10,83 10,41 10,39 9,85 10,79
3 Sumatera Barat 8,99 8,00 7,56 6,89 6,71
4 Riau 8,17 8,05 8,42 7,99 8,82
5 Jambi 7,90 8,29 8,42 8,39 9,12
6 Sumatera Selatan 13,95 13,48 14,06 13,62 13,77
7 Bengkulu 17,36 17,52 17,75 17,09 17,16
8 Lampung 16,58 15,65 14,39 14,21 13,53
9 Kep. Bangka Belitung 5,16 5,36 5,25 4,97 4,83
10 Kep. Riau 6,79 6,83 6,35 6,40 5,78
11 DKI Jakarta 3,64 3,70 3,72 4,09 3,61
12 Jawa Barat 10,57 9,88 9,61 9,18 9,57
13 Jawa Tengah 16,21 14,98 14,44 13,58 13,32
14 DIY 16,14 15,88 15,03 14,55 13,16
15 Jawa Timur 13,88 13,08 12,73 12,28 12,28
16 Banten 6,26 5,71 5,89 5,51 5,75
17 Bali 4,59 3,95 4,49 4,76 5,25
18 NTB 19,67 18,02 17,25 17,05 16,54
9
19 NTT 20,48 20,41 20,24 19,60 22,58
20 Kalimantan Barat 8,48 7,97 8,74 8,07 8,44
21 Kalimantan Tengah 6,64 6,19 6,23 6,07 5,91
22 Kalimantan Selatan 5,35 5,02 4,76 4,81 4,72
23 Kalimantan Timur 6,63 6,38 6,38 6,31 6,10
24 Sulawesi Utara 8,46 7,63 8,50 8,26 8,98
25 Sulawesi Tengah 16,04 14,94 14,32 13,61 14,07
26 Sulawesi Selatan 10,27 9,82 10,32 9,54 10,12
27 Sulawesi Tenggara 14,61 13,06 13,73 12,77 13,74
28 Gorontalo 18,02 17,21 18,01 17,41 1,16
29 Sulawesi Barat 13,64 13,00 12,23 12,05 11,90
30 Maluku 22,45 20,76 19,27 18,44 19,36
31 Maluku Utara 10,00 8,05 7,64 7,41 6,22
32 Papua Barat 28,53 27,04 27,14 26,27 25,73
33 Papua 31,25 30,66 31,53 27,80 28,40
Sumber : BPS, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase penduduk
miskin di 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2011-2015 cenderung
berfluktuatif. Namun demikian, secara nasional persentase penduduk miskin
di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2011-2015. Adapun data
penurunan persentase penduduk miskin di Indonesia dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 1.4 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2011-2015
Tahun Persentase Penduduk Miskin
2011 12,94
2012 12,29
2013 12,20
2014 11,69
2015 11,35
Sumber : BPS, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa selama kurun waktu
tahun 2011-2015 persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami
10
penurunan hingga 1,59 persen yaitu 12,94 persen pada tahun 2011 menjadi
11,35 persen pada tahun 2015. Meskipun menunjukkan trend yang menurun,
kesenjangan kemsikinan antara perdesaan dan perkotaan masih perlu
mendapat perhatian lebih untuk ditanggulangi. Upaya pemerintah dalam
menanggulangi masalah kemiskinan salah satunya dengan membentuk Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melalui program
peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi, penguatan kelembagaan sosial
dan ekonomi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dan akselerasi
pembanguna di daerah tertinggal (Widodo dkk, 2015). Upaya yang dilakukan
oleh TNP2K tersebut diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat
sehingga terjadi peningkatan etos kerja yang produktif untuk dapat keluar dari
masalah mendasar yaitu kemiskinan.
Selain masalah kemiskinan, kondisi sosial ekonomi masyarakat
seperti pengangguran juga dapat mempengaruhi nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Indonesia. Baeti (2012) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pengangguran menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat
menjadi tidak maksimal sedangkan tujuan akhir dari pembangunan yaitu
untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
senada dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang sudah jelas tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu menciptakan
kesejahteraan umum bagi masyarakat. Jika tingkat pengangguran suatu
daerah tinggi maka akan berdampak pada pencapaian pembangunan manusia
yang rendah dan rendahnya kinerja perekonomian akibat pengangguran akan
11
berakibat pada rendahnya pendapatan masyarakat sehingga kemampuan daya
beli masyarakat juga akan turun yang pada akhirnya kebutuhan dasar manusia
seperti kesehatan dan pendidikan tidak akan terpenuhi, Ketika kebutuhan
dasar masyarakat tidak terpenuhi maka bangsa Indonesia tidak akan mencapai
tujuan pembangunan seperti yang telah dicita-citakan yaitu mencapai
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, jelas
bahwa pengangguran mempengaruhi pembangunan manusia. Hal ini juga
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Baeti (2012) bahwa
pembangunan sektor ketenagakerjaan merupakan bagian dari upaya
pembangunan sumber daya manusia. Adapun data mengenai tingkat
pengangguran terbuka di 33 Provinsi di Indonesia dalah sebagai berikut :
Tabel 1.5 Tingkat Pengangguran Terbuka 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015
No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
1 Aceh 17,62 17,00 18,46 15,77 17,66
2 Sumatera Utara 15,65 12,71 12,55 12,18 13,10
3 Sumatera Barat 15,53 13,14 13,41 12,83 12,88
4 Riau 13,60 9,66 9,67 11,55 14,55
5 Jambi 8,61 6,89 7,65 7,58 7,07
6 Sumatera Selatan 12,90 11,26 10,25 8,80 11,11
7 Bengkulu 6,92 5,80 6,71 5,09 8,12
8 Lampung 11,90 10,41 10,76 9,87 8,57
9
Kep. Bangka
Belitung 7,17 6,25 6,87 7,81 9,64
10 Kep. Riau 12,58 10,79 11,68 11,95 15,25
11 DKI Jakarta 22,55 20,26 18,27 18,31 15,59
12 Jawa Barat 19,98 18,92 18,04 17,11 17,12
13 Jawa Tengah 13,25 11,51 11,55 11,13 10,30
14 DIY 9,93 7,88 7,00 5,50 8,14
15 Jawa Timur 9,62 8,27 8,27 8,20 8,78
16 Banten 27,35 20,62 19,31 18,94 18,13
17 Bali 5,95 4,32 3,76 3,27 3,36
18 NTB 10,71 10,46 10,58 11,05 10,67
12
19 NTT 5,88 5,57 5,37 5,23 6,95
20 Kalimantan Barat 9,83 6,96 7,13 6,57 9,92
21 Kalimantan Tengah 7,37 5,86 4,81 5,95 7,68
22 Kalimantan Selatan 12,03 9,54 7,54 7,83 9,75
23 Kalimantan Timur 22,33 18,50 16,89 16,27 14,68
24 Sulawesi Utara 19,84 16,53 14,29 14,81 17,72
25 Sulawesi Tengah 11,09 7,70 6,86 6,60 7,09
26 Sulawesi Selatan 15,02 12,57 10,99 10,87 11,77
27 Sulawesi Tenggara 9,14 7,34 7,82 6,56 9,17
28 Gorontalo 11,69 9,40 8,66 6,62 7,71
29 Sulawesi Barat 6,12 4,26 4,37 3,68 5,15
30 Maluku 18,99 15,30 16,88 17,10 16,65
31 Maluku Utara 11,14 10,32 9,31 10,94 11,60
32 Papua Barat 13,54 11,99 8,76 8,71 12,69
33 Papua 8,86 6,73 6,06 6,93 7,71
Sumber : BPS, 2016
Berdasarkan data di atas, Tingkat Pengangguran Terbuka
antarprovinsi dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa masalah pengangguran terjadi karena jumlah tenaga
kerja yang membutuhkan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah lapangan
kerja yang disediakan. Meskipun masalah ketenagakerjaan telah menjadi
komitmen pemerintah, namun jika tidak segera diatasi oleh pemerintah
maupun kerjasama pemerintah dengan dunia usaha swasta nasional maka
akan berdampak serius kepada perekonomian suatu negara mengingat
pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang meningkat pesat. Masalah
yang kemudian timbul sebagai akibat dari tingginya angka pengangguran
salah satunya adalah kesenjangan pendapatan.
Berdasarkan BPS (Statistik Indonesia, 2016), Indonesia memiliki laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,38 persen per tahun. Dengan demikian,
13
Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang siap diberdayakan
terlebih pada saat ini Indonesia mengalami bonus demografi, dimana jumlah
penduduk usia produktif akan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia non produktif. Bonus demografi yang diperoleh negara
Indonesia akan sangat tergantung dengan kualitas sumber daya manusia dan
kemampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Sumber
daya manusia yang berkualitas akan mudah terserap oleh pasar tenaga kerja
sehingga pada gilirannya akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi melalui inovasi produk dan teknologi yang diciptakan sehingga akan
tercipta adanya produktifitas yang tinggi yang pada akhirnya akan memicu
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Peluang Indonesia dalam bonus demografi jika dibarengi dengan
kualitas sumber daya manusia yang baik akan menjadi berkah bagi negara
Indonesia sendiri karena di samping memiliki penduduk usia produktif yang
berkualitas juga memiliki kesempatan dalam mengakses pekerjaan yang lebih
baik pula. Ketika hal ini terjadi, maka pertumbuhan ekonomi akan bergerak
mengikuti trend sebagaimana pesatnya perkembangan pertumbuhan
penduduk yang berkualitas dalam memperluas jangkauan kegiatan
ekonominya. Adapun perkembangan pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju
pertumbuhan PDRB adalah sebagai berikut :
Tabel 1.6 Laju Pertumbuhan PDRB 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2013
No. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
1 Aceh 3,28 3,85 2,61 1,55 -0,72
2 Sumatera Utara 6,66 6,45 6,07 5,23 5,10
14
3 Sumatera Barat 6,34 6,31 6,08 5,86 5,41
4 Riau 5,57 3,76 2,48 2,70 0,22
5 Jambi 7,86 7,03 6,84 7,35 4,21
6 Sumatera Selatan 6,36 6,83 5,31 4,70 4,50
7 Bengkulu 6,85 6,83 6,07 5,48 5,14
8 Lampung 6,56 6,44 5,77 5,08 5,13
9 Kep. Bangka Belitung 6,90 5,50 5,20 4,67 4,08
10 Kep. Riau 6,96 7,63 7,21 6,62 6,02
11 DKI Jakarta 6,73 6,53 6,07 5,91 5,88
12 Jawa Barat 6,50 6,50 6,33 5,09 5,03
13 Jawa Tengah 5,30 5,34 5,11 5,28 5,44
14 DIY 5,21 5,37 5,47 5,16 4,94
15 Jawa Timur 6,44 6,64 6,08 5,86 5,44
16 Banten 7,03 6,83 6,67 5,47 5,37
17 Bali 6,66 6,96 6,69 6,73 6,04
18 NTB -3,91 -1,54 5,16 5,06 21,24
19 NTT 5,67 5,46 5,41 5,05 5,02
20 Kalimantan Barat 5,50 5,91 6,05 5,03 4,81
21 Kalimantan Tengah 7,01 6,87 7,37 6,21 7,01
22 Kalimantan Selatan 6,97 5,97 5,33 4,85 3,84
23 Kalimantan Timur 6,47 5,48 2,76 1,57 -1,28
24 Sulawesi Utara 6,17 6,86 6,38 6,31 6,12
25 Sulawesi Tengah 9,82 9,53 9,59 5,07 15,56
26 Sulawesi Selatan 8,13 8,87 7,62 7,54 7,15
27 Sulawesi Tenggara 10,63 11,65 7,50 6,26 6,88
28 Gorontalo 7,71 7,91 7,67 7,27 6,23
29 Sulawesi Barat 10,73 9,25 6,93 8,88 7,37
30 Maluku 6,34 7,16 5,24 6,61 5,44
31 Maluku Utara 6,80 6,98 6,36 5,48 6,10
32 Papua Barat 3,64 3,63 7,36 5,44 4,10
33 Papua -4,28 1,72 8,55 3,81 7,71
Sumber : BPS, 2016
Berdasarkan pada tabel di atas, tampak bahwa nilai laju pertumbuhan
ekonomi di 33 Provinsi mengalami fluktuasi sekaligus ketimpangan
antarprovinsi terutama di Kawasan Indonesia Timur (KIT). Lebih lanjut,
pertumbuhan ekonomi dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
selama kurun waktu 2011-2015 mengalami penurunan sebesar 1,29 persen
15
dari 6,17 persen pada tahun 2011 menjadi 4,88 persen pada tahun 2015
sebagaimana data pada tabel berikut :
Tabel 1.7 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 2011-2015
Tahun PDB Indonesia
2011 6,17
2012 6,03
2013 5,56
2014 5,01
2015 4,88
Sumber : BPS, 2016
Jadi, berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat memutus lingkaran setan
kemiskinan terlebih modal manusia yang berkualitas merupakan salah satu
faktor penting dalam pembangunan ekonomi sehingga dengan modal manusia
yang berkualitas diharapkan dapat menurunkan tingkat pengangguran, tingkat
kemiskinan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Mirza (2012) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan belanja modal terhadap indeks
pembangunan manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009 hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi secara positif dan
signifikan oleh pembangunan manusia karena pada dasarnya pembangunan
adalah pembangunan manusia.
Berpijak dari fenomena tersebut, maka fokus utama penelitian ini
adalah menganalisis Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka,
16
dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33
Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015.
1.2. Rumusan Masalah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi di Indonesia
pada tahun 2011-2015 jika dibandingkan dengan baseline tahun 2014 yang
ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 hanya terdapat 2 provinsi yang berhasil
mencapai baseline tersebut yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) selama kurun waktu 2011-2015. Hal ini menunjukkan
bahwa masih rendahnya Indeks pembangunan Manusia (IPM) di 33 Provinsi
di Indonesia tahun 2011-2015.
1.3. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini
untuk menganalisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran
Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33
Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015.
1.4. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Bagi Universitas
Sebagai referensi penyusunan tugas akhir dengan topik yang sama
yaitu terkait Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka,
dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 33
Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015.
17
b. Manfaat Bagi Pengambil Kebijakan
Sebagai alternatif solusi dalam pertimbangan evaluasi dan memberikan
informasi yang berguna di dalam memahami faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga
dapat diketahui faktor yang perlu dipicu untuk meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
c. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu ekonomi terutama
ekonomi pembangunan yakni dapat melengkapi studi terdahulu terkait
penelitian mengenai Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran
Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015.
d. Manfaat Bagi Penulis
Sebagai wujud kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
terkait dengan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran
Terbuka, dan Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015
18
1.5. Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Latar Belakang : Pembangunan merupakan
upaya yang terencana dengan tujuan akhir
meningkatkan kualitas hidup manusia. IPM
Indonesia di tingkat ASEAN menduduki
peringkat kelima dan menduduki peringkat
110 dari 180 negara namun masih dibawah
nilai rata-rata IPM dunia sebesar 71,05.
Rumusan Masalah : IPM Indonesia tahun
2011-2015 terus mengalami peningkatan
namun selama kurun waktu 2011-2015 jika
dibandingkan dengan baseline tahun 2014
dalam RPJMN 2015-2019 hanya 2 provinsi
yang telah mencapai baseline tersebut dan 31
provinsi lainnya masih di bawah baseline.
Metode Analisis : Analisis
Regresi Data Panel
Data : Data yang
digunakan adalah data
sekunder dari Badan
Pusat Statistik Nasional
tahun 2011-2015. Data
sekunder dengan data
panel, data cross section
pada penelitian ini adalah
Pertumbuhan Ekonomi,
TPT, Kemiskinan, dan
IPM 33 Provinsi di
Indonesia, sedangkan
data times series adalah
data Pertumbuhan
Ekonomi, TPT,
Kemiskinan, dan IPM
tahun 2011-2015.
Tujuan : Menganalisis pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, TPT, dan
Kemiskinan terhadap IPM di 33 Provinsi di
Indonesia tahun 2011-2015.