bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakang - lontar.ui.ac.id drama... · membuat naskah drama anak tidak...
TRANSCRIPT
1 Univeritas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan anak secara kognitif dan emosional dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah hal-hal
yang muncul dari dalam diri anak, seperti sifat-sifat genetis yang diturunkan oleh
orang tuanya. Sebaliknya, faktor ekstern adalah hal-hal yang muncul dari luar diri
anak, seperti pola didik orang tua dan pengaruh lingkungan. Salah satu hal dalam
lingkungan yang mempengaruhi kognitif dan emosional anak adalah bacaan.
Piaget dalam Norton mengatakan ”books and related literature experiences are
frequently mentioned as a means of stimulating cognitive development.”1 Norton
juga mendukung hal tersebut melalui pendapatnya “literature can play a dramatic
role in developing self concept and feelings of self-worth.” 2
Bacaan dapat membantu anak dalam membangun konsep diri dan perasaan
karena bacaan yang baik mengandung gagasan berupa nilai-nilai positif yang
penting dalam masa perkembangan anak. Nilai-nilai ini di antaranya adalah sikap
menghargai perbedaan, sopan santun, semangat berjuang, dll. Karakter-karakter
yang terdapat di dalam bacaan memberi contoh langsung pada pembaca tentang
hal-hal yang baik dan tidak baik. Melalui alur cerita yang diperankan tokoh-tokoh,
anak diajak untuk bersikap peka pada lingkungan sekitarnya. Misalnya, ada
sebuah cerita dengan tokoh seorang anak. Ia senang sekali menggambar sehingga
tembok rumahnya penuh dengan coretan. Suatu hari ia melihat ayahnya kelelahan
karena harus mengecat seluruh tembok rumah yang kotor karena coretan tersebut.
Anak itu kemudian merasa bersalah dan memutuskan untuk tidak lagi
menggambar di tempat-tempat yang tidak semestinya. Cerita sederhana semacam
ini dapat menyentuh perasaan anak karena saat membaca anak akan
memposisikan diri mereka sebagai tokoh di dalam cerita tersebut. Melalui proses
ini anak sebagai pembaca belajar untuk memahami perasaan orang lain sekaligus
1 Donna E. Norton, Through the Eyes of a Child: An Introduction to Children’s
Literature. hlm.8. 2 Ibid., hlm. 19.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
2
Univeritas Indonesia
membentuk konsep nilai dalam pemikiran mereka tentang hal yang baik dan tidak
baik untuk dilakukan.
Dari bacaan yang baik, seorang anak akan memperoleh pengetahuan
tentang dirinya dan dunia sekitarnya, memperkaya perbendaharaan kata-kata, dan
meningkatkan kemampuan diri dalam menggunakan sarana bahasa tersebut untuk
tujuan lisan maupun tulisan.3
Bacaan bermanfaat sebagai alat pendidikan, alat
pembentuk watak, alat identifikasi diri, alat untuk mengembangkan minat, dan
alat rekreasi. Melalui manfaat-manfaat yang terkandung di dalamnya, bacaan
sebagai salah satu media informasi memiliki peranan penting dalam
perkembangan anak. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Norton.
Book take children into imaginative worlds that stimulate additional creative experiences as they tell or write their own stories and interact with each other during creative drama…. Because children can learn from literature how other people handle their problems, vicarious experiences with the characters in books can help them deal with similar problems. These experiences can also help children understand other people’s feelings.4
Setelah mengetahui manfaat-manfaat bacaan anak, lantas bagaimana
pengertian bacaan anak itu sendiri? Batasan-batasan apa yang mampu
mengklasifikasikan sebuah bacaan masuk ke dalam kategori bacaan anak? Ada
beberapa pendapat yang menjelaskan hal ini. Liotohe mengatakan bahwa “cerita
anak-anak itu bukanlah semata-mata cerita tentang anak-anak, melainkan cerita
untuk anak-anak yang diolah sedemikian rupa sehingga jelas, hidup, berkesan, dan
sanggup menyentuh lubuk jiwa seorang anak.”5 Sementara itu ada juga pendapat
lain dari Sarumpaet yang mengatakan “bacaan anak adalah bacaan yang
dikonsumsi anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan orang dewasa dan
penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa.”6
Menurut jenisnya bacaan anak dapat dibagi menjadi bacaan fiksi dan
nonfiksi. Bacaan fiksi merupakan bacaan yang berisi cerita rekaan, khayalan, dan
3 Wimanjaya K. Liotohe, Petunjuk Praktis Mengarang Cerita Anak-Anak (Balai Pustaka,
1991) hlm.19. 4 Norton, Op. Cit., hlm.5. 5 Liotohe, Op. Cit., hlm.14. 6 Riris K. Sarumpaet, Bacaan Anak-Anak, Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke dalam
Hakekat, Sifat, dan Corak Bacaan Anak-Anak serta Minat Anak pada Bacaannya (Pustaka Jaya, 1976) hlm.23.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
3
Univeritas Indonesia
tidak berdasarkan kenyataan. Dilihat dari bentuknya, jenis bacaan ini terbagi
menjadi prosa, puisi, dan naskah drama. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa naskah drama anak sebagai salah satu jenis bacaan anak
adalah karya drama yang dikonsumsi anak-anak dengan bimbingan dan
pengarahan orang dewasa dan penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa.
Membuat naskah drama anak tidak sama dengan membuat naskah drama
untuk orang dewasa. Mereka yang sudah banyak menulis naskah drama untuk
orang dewasa belum tentu mampu menulis naskah drama untuk anak-anak.
Mengarang cerita anak-anak lebih sulit daripada mengarang cerita untuk orang
dewasa karena cerita anak-anak terikat macam-macam keterbatasan. Maksudnya
adalah keterbatasan dalam faktor bahasa, ruang lingkup, dan daya tanggap anak-
anak.7
N. Riantiarno menulis lebih dari 200 naskah lakon dan 30 skenario film, skenario sinetron, cerpen, dan puisi karyanya sudah tak terhitung. Novel ada dua. Namun dari jumlah itu, ternyata hanya ada satu naskah sandiwara untuk anak.Judulnya Jujur itu..., yang menang dalam Lomba Penulisan Drama P&K (1978). Ternyata menulis naskah lakon untuk anak-anak sangat sulit.
Jadi, orang dewasa yang ingin menulis cerita anak harus mengolah ide
cerita dalam pikirannya menjadi sebuah rangkaian cerita dari sudut pandang anak-
anak. Kutipan berikut dapat memberi gambaran tentang sulitnya menulis naskah
drama anak:
8
Tahun 1976 sampai tahun 1981 Dewan Kesenian Jakarta mengadakan
sayembara penulisan naskah drama anak-anak secara rutin. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Kesenian Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan serta Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sejak tahun
1977-1994. Hal ini menyebabkan meningkatnya minat penulis naskah drama
anak-anak. Judul-judul naskah drama anak pemenang dua sayembara tersebut
terdapat dalam lampiran 1 dan 2.
Sebagian karya itu terdapat di Pusat Dokumentasi Sastra H.B.Jassin.
Sayang, hanya beberapa yang diterbitkan sehingga karya-karya tersebut tidak
dapat dinikmati secara luas oleh masyarakat. Ada 19 naskah drama anak yang
7 Liotohe, Op.Cit., hlm.14. 8 Nano Riantiarno, Menyentuh Teater – Tanya jawab Seputar Teater Kita (MU:3 Books,
2003) hlm.39.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
4
Univeritas Indonesia
sudah diterbitkan dalam 9 buku yang 5 di antaranya berupa antologi.9
Muhammad Bilal juga memiliki dua antologi, yaitu Hati yang Damai dan
Buku Jendela Dunia. Hati yang Damai (1981) terdiri dari dua naskah, yaitu “Hati
yang Damai” dan “Bintang-Bintang” sedangkan Buku Jendela Dunia (1981)
terdiri dari dua naskah, yaitu “Buku Jendela Dunia” dan “Petualangan si Piti.”
Antologi berikutnya adalah Tiga Kumpulan Sandiwara Anak-anak (1981) karya
Tuty Tri Murty. Buku ini terdiri dari tiga naskah, yaitu “Mencari Buah
Kemunting,” “Bedo Anak Berani,” dan “Jamilah.” Mansur Sarmin juga memiliki
sebuah antologi berjudul Warna dan Kasih Sayang (1982) yang terdiri dari dua
naskah, yaitu “Warna” dan “Kasih Sayang.” Terakhir adalah sebuah antologi
karya Daly Soeswandy Kumpulan Sandiwara Anak-Anak (1985). Karya ini terdiri
dari enam naskah, yaitu “Di jalan Raya,” “Terang Bulan,” “Kera yang Nakal,” ‘Di
Hutan,” “Di Kebun Bunga,” dan “Saling Memaafkan.”
Buku yang
tidak berupa antologi adalah Kalung Ajaib (1982) karya Sudibyanto, Kungkung si
Katak Kecil (1983) karya Dharnoto, Gua (1983) dan Ayo (1986) karya
Mohammad Bilal.
Berbeda dengan tahun 1970-an, saat ini sulit untuk menentukan nama-
nama penulis yang produktif menghasilkan naskah drama anak karena kedua
ajang tersebut sudah tidak diselenggarakan lagi. Sekarang hanya ada Festival
Teater Anak (FTA) yang salah satu kategori lombanya adalah naskah terbaik.
FTA diadakan sejak tahun 199910
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan memilih naskah pemenang
dalam lomba yang diadakan Depdikbud karena ruang lingkup
dan hingga saat ini sudah menghasilkan lima
naskah drama terbaik yang belum dibukukan. Naskah-naskah tersebut adalah
“Kucing-Kucing Sampah” (1999) karya Exsan Zein, “Kado dari Ibu” (2001)
karya Djaelani Manock, “Dongeng Koboi Konyol” (2004) karya Andi Bersama,
“Si Mamat Berjanji” (2006) karya Djaelani Manock, dan “Gadis Kecil Penjentik
Jemari” (2008) karya Manahan Hutauruk.
9 Salim Djundam, “Penemaan 19 Drama Anak-anak Tahun 1980-an” (Skripsi Sarjana
FSUI, Jakarta, 1996), hlm. 12. 10 Festival Teater Anak (FTA) pertama kali diadakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)
pada tahun 1978. Pelaksanaan kedua sampai kelima berturut-turut terjadi dari tahun 1980-1983. Setelah itu FTA vakum dan kembali diselenggarakan tahun 1999 dengan Lembaga Teater Anak Indonesia (Letaki) sebagai pelaksananya. Sejak itu FTA diselenggarakan tiap dua tahun sekali.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
5
Univeritas Indonesia
penyelenggaraannya dianggap paling luas. Dari kurun waktu penyelenggaraan
1977-1994 sudah terkumpul 906 naskah dari seluruh pelosok Indonesia. Dari
naskah-naskah juara 1 dipilihlah empat naskah terbaik yang kemudian dibukukan
dalam Bunga Rampai Kumpulan Naskah Drama Pemenang Sayembara Naskah
Sandiwara untuk Anak-Anak. Empat naskah yang terdapat dalam buku tersebut
adalah “Mencari Taman” (pemenang tahun 1977) karya Noorca M. Massardi,
“Kerajaan Burung” (pemenang tahun 1980) karya Saini K. M, “Neng-Nong”
(pemenang tahun 1993) karya M. Udaya Syamsuddin, dan “Dalang dan Wayang”
(pemenang tahun 1994) karya Cucu S. Sondarie.
Buku ini kemudian disebarluaskan ke sanggar-sanggar/sekolah-sekolah di
Indonesia sebagai upaya Depdikbud saat untuk memajukan khazanah drama anak
Indonesia dan membantu mengembangkan kegiatan seni teater anak di Indonesia.
Dalam uraian kata pengantarnya, dijelaskan bahwa buku ini merupakan usaha
untuk memenuhi permintaan masyarakat. Direktorat Nilai Estetika Depdiknas
sebagai instansi pemerintah yang berkaitan dengan pembinaan, pengembangan,
dan pelestarian kesenian di Indonesia sering mendapat permintaan naskah drama
anak dari daerah. Oleh karena itu, buku ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tersebut.
Empat naskah yang terdapat dalam Bunga Rampai Kumpulan Naskah
Drama Pemenang Sayembara Naskah Sandiwara untuk Anak-Anak merupakan
naskah-naskah pilihan dari naskah-naskah pemenang sayembara tersebut. Dalam
keempat naskah ini penulis berusaha mengemukakan sejumlah gagasan, antara
lain kasih sayang antara anak dan orang tua, indahnya persahabatan, menariknya
hidup sederhana, dan betapa pentingnya menjaga lingkungan. Hal-hal tersebut
merupakan hal yang dekat dengan keseharian anak-anak.
Setelah membaca keempat naskah dalam buku ini, ternyata ada satu
naskah yang mengemukakan gagasan yang juga terdapat dalam naskah lainnya.
Naskah tersebut adalah “Mencari Taman” karya Noorca M. Massardi. Cerita
dalam naskah ini berisi hal-hal yang berkaitan dengan hak anak untuk
mendapatkan lingkungan yang sesuai dalam masa pertumbuhannya. Dalam hal ini
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam yang sehat, bersih, dan aman.
Gagasan tersebut dikemas dalam penokohan, latar, dan alur yang universal.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
6
Univeritas Indonesia
Maksudnya adalah ketiga unsur intrinsik ini tidak dijelaskan detail, melainkan
berupa tanda-tanda saja. Hal ini membuat naskah tersebut tidak diidentikkan
dengan masa atau masyarakat tertentu. Gagasan yang diangkat pun sangat umum,
namun tetap aktual hingga sekarang. Misalnya gagasan tentang kerusakan
lingkungan yang terdapat dalam “Mencari Taman” sangat sesuai dengan isu
global warming yang sedang banyak dibahas saat ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gagasan adalah ‘hasil
pemikiran/ide.’ Gagasan ini berupa nilai-nilai kehidupan yang ingin diangkat
pengarang sebagai hal penting yang harus mendapatkan perhatian pembacanya.
Gagasan dapat disampaikan melalui berbagai tanda budaya dan gaya bahasa.
Gaya bahasa misalnya adalah penggunaan tanda-tanda berkonotasi. Tanda-tanda
beronotasi ini kemudian digunakan Noorca secara fungsional sebagai alat untuk
meyampaikan gagasannya.
Dalam menyampaikan isi cerita, Noorca menggunakan tanda berupa tokoh
yang dekat dengan keseharian anak-anak,seperti gadis kecil, boneka, bulan,
matahari, dan tokoh fiktif lainnya. Tokoh-tokoh tersebut ternyata merupakan
sebuah tanda yang memberi makna dalam alur cerita. Latar yang digunakan pun
merupakan tanda-tanda atas banyak makna yang dapat ditafsirkan. Penandaan
seperti ini dapat dianalisis menggunakan pendekatan semiotika.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Noorca sebagai seorang penulis ingin menyampaikan gagasannya tentang
dunia anak-anak yang mulai terganggu akibat ulah orang-orang dewasa. Gagasan
ini memunculkan berbagai masalah yang kemudian terjalin dalam alur cerita.
Sebagai naskah yang beralur spiral, “Mencari Taman” seolah ingin menunjukkan
bahwa permasalahan yang diangkat di dalamnya merupakan hal-hal yang terus
terjadi secara berulang. Dalam menyampaikan gagasannya, pengarang
menggunakan tanda-tanda yang dikemas melalui beberapa unsur intrinsik
dominan, yaitu penokohan, latar, dan alur. Tanda-tanda ini kemudian digunakan
secara fungsional untuk membantu pembaca dalam memahami gagasan ada dalam
naskah “Mencari Taman.” Berdasarkan uraian di atas, rumusan permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
7
Univeritas Indonesia
a. Apa saja tanda yang digunakan Noorca dalam menyampaikan
gagasannya pada naskah “Mencari Taman”?
b. Bagaimana tanda-tanda tersebut secara fungsional dapat membantu
penyampaian gagasan Noorca pada naskah “Mencari Taman”?
1.3 Tujuan Penelitian
Ada banyak cara yang digunakan pengarang dalam menyampaikan gagasan
pada karya yang ditulisnya, salah satunya adalah melalui unsur-unsur intrinsik.
Noorca menggunakan penokohan, alur, dan latar dalam “Mencari Taman” sebagai
tanda-tanda yang secara fungsional membantunya dalam menyampaikan gagasan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tanda-
tanda dalam naskah “Mencari Taman” dalam peranannya sebagai alat bantu
pengarang saat menyampaikan gagasannya. Tanda-tanda tersebut akan dianalisis
dengan pendekatan semiotika.
1.4 Landasan Teori
Naskah drama anak “Mencari Taman” merupakan sebuah teks dengan
tanda-tanda di dalamnya. Pengarangnya menggunakan tanda-tanda ini sebagai
sarana untuk menyampaikan gagasan teks tersebut. Suatu teks dapat dianggap
sebagai suatu tanda dan dibentuk oleh sejumlah tanda-tanda lain. Tanda-tanda ini
kemudian berperan penting dalam proses penafsiran. “Proses penafsiran dapat
terjadi karena tanda yang bersangkutan merujuk pada suatu kenyataan
(denotatum). Setelah itu terjadi pembentukan tanda baru dalam pikiran si
penafsir.”11 Rujukan kenyataan (denotatum) dapat juga berupa bagian dari teks
lain. Sebuah penelitian pada umumnya beranjak dari sebuah teks tertentu. Teks itu
kemudian ditelaah, dirumuskan masalahnya, baru kemudian dianalisis. Sebuah
teks harus memenuhi kriteria tekstualitas,12
1. Kohesi : di antara unsur-unsurnya terdapat kaitan semantis
yaitu:
yang ditandai secara formal.
11 Aart van Zoest, Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik (Intermasa, 1991) hlm.3. 12 R de Beaugrande, Text, Discourse, and Process (Norwood, N.J.: Ablex, 1980), hlm.19-
20, dikutip oleh Benny H. Hoed, “Bahasa dan Sastra dalam Tinjauan Semiotik dan Hermeneutik,” Semiotika Budaya (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm.57.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
8
Univeritas Indonesia
2. Koherensi : segi isinya dapat berterima karena memenuhi
logika tekstual.
3. Intensionalitas : teks diproduksi dengan maksud tertentu.
4. Keberterimaan : berterima bagi masyarakat pembaca.
5. Intertekstualitas : mempunyai kaitan semantis dengan teks lain.
6. Informativitas : mempunyai informasi/ pesan tertentu.
Naskah “Mencari Taman” memenuhi hampir semua kriteria di atas. Teks
ini merupakan wujud kreativitas Noorca. Melalui gagasan-gagasan di dalamnya
penulis ingin mendeskripsikan hal-hal penting yang membutuhkan perhatian
pembaca. Berkaitan dengan kriteria pertama, teks “Mencari Taman” memiliki
kaitan semantis yang ditandai secara formal antar unsur-unsurnya. Misalnya
penggunaan tanda baca dalam teks tersebut. Isi teks “Mencari Taman” juga
berterima dari segi isi karena terdapat hubungan-hubungan yang logis antar unsur
di dalamnya. Jalinan alur berjalan sesuai sebab akibat dan beberapa tanda di
dalamnya memiliki makna konotasi yang membantu penyampaian gagasan cerita.
Hal ini sesuai dengan kriteria kedua. Berkaitan dengan kriteria ketiga, naskah ini
diproduksi untuk menyampaikan gagasan pengarang. Naskah ini kemudian
diikutsertakan dalam sayembara dan menjadi pemenang. Selanjutnya naskah ini
dipentaskan oleh beberapa grup teater anak. Kriteria keempat, yaitu
keberterimaan, tidak dapat dibahas dalam konteks penelitian ini. Hal ini karena
kriteria keberterimaan berkaitan dengan resepsi pembacanya sehingga dibutuhkan
penelitian yang berbeda untuk mengetahuinya.
Kriteria kelima dan keenam telah dipenuhi oleh teks “Mencari Taman.”
Dalam penceritaannya Noorca menggunakan tokoh-tokoh yang memiliki
hubungan dengan teks lain, seperti tokoh raksasa dari cerita rakyat dan tokoh
Sukrasana dari cerita wayang. Secara keseluruhan cerita ini juga memberikan
informasi/pesan kepada pembacanya. Berkaitan dengan kriteria ke-5 dan ke-6,
sebuah teks baru dapat dikatakan memiliki kaitan semantis dengan teks lain dan
memiliki pesan tertentu jika pembacanya menemukan tanda dalam teks tersebut
yang dapat dijadikan sebagai indikator. Tanda adalah sesuatu yang dapat
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
9
Univeritas Indonesia
mewakili yang lain dalam batas-batas tertentu.13
Semiotika adalah suatu cara pemahaman mengenai realitas sedangkan
fenomena semiotika (semiosis) adalah realitas itu sendiri. Semiotika adalah studi
tentang tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.
Ilmu yang mempelajari tanda
disebut semiotika. Semiotika berasal dari kata semion dalam bahasa Yunani yang
artinya adalah ‘tanda.’ Hal ini berkaitan dengan istilah semainon (penanda) dan
semainomenon (petanda).
14 Selain pendapat di atas,
ada juga yang mengatakan bahwa semiotika adalah ilmu yang dipersembahkan
khusus ke studi produksi makna dalam masyarakat. Semiotika juga berkaitan
dengan proses-proses ‘signifikasi’ (penandaan) dan proses-proses ‘komunikasi’,
yakni sebuah alat/media tempat makna-makna ditetapkan/dipertukarkan. Objek-
objek semiotika merupakan kode-kode dan sistem tanda yang beroperasi di
masyarakat, pesan-pesan aktual, dan teks-teks yang diproduksi dengan cara
demikian.15
Ada dua tokoh yang dianggap sebagai pelopor ilmu semiotika. Mereka
adalah Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1834-
1914). Dua orang ini menjadi pencetus teori-teori dasar semiotika yang nantinya
akan dikembangkan oleh banyak orang, salah satunya Roland Barthes. Barthes
adalah tokoh semiotika yang mengembangkan pemikiran Saussure. Menurut
Barthes semiotik dapat digunakan untuk memahami kebudayaan. Hal ini bertolak
dari teori Saussure yang melihat semua gejala dalam kebudayaan sebagai tanda
yang terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Signifiant adalah
gejala yang tercerap oleh manusia sebagai “citra akustik” sedangkan signifie
adalah makna atau konsep yang ditangkap dari signifiant tersebut. Proses ini
hanya menghasilkan makna dalam tataran denotasi (makna leksikal). Barthes
Jadi, dapat disimpulkan semiotika merupakan ilmu yang mempelajari
segala hal yang berkaitan dengan tanda dan pemaknaan atas tanda itu sendiri.
13 Umberto Eco, A Story Semiotics (Bloomington: Indiana University Press, 1976), hlm. 15
dikutip oleh Nur Sahid, Semiotika Teater (Yogyakarta: Lembaga Penelitian ISI, 2004), hlm. 5. 14 Aart van Zoest, Serba-Serbi Semiotika, (Gramedia Pustaka Utama, 1992) hlm. 5
15 Keir Elam, The Semiotics Theatre and Drama, (London: Routledge, 1991), hlm.1 dikutip oleh Nur Sahid, Semiotika Teater ( Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 2004) hlm. 2.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
10
Univeritas Indonesia
menyebut signifiant sebagai expression (E) atau ekspresi/ pengungkapan dan
signifie sebagai contenu (C) atau isi/konsep.
Barthes kemudian mengembangkan teori ini. Baginya hubungan (relasi
atau R) antara E dan C terjadi lebih dari satu tahap. Tahap pertama adalah dasar
(disebut sistem primer) yang terjadi pada saat tanda ditafsirkan untuk pertama
kalinya, yakni adanya R1 antara E1 dan C1. Proses itu akan dilanjutkan dengan
pengembangannya dalam sistem sekunder, yakni R2 antara E2 dan C2. Sistem
sekunder adalah suatu proses lanjutan yang mengembangkan segi E atau C. Proses
pengembangan dari sistem primer itu mengikuti dua jalur.16
E
Jalur pertama adalah
pengembangan pada segi E dan jalur kedua adalah pengembangan pada segi C.
Suatu tanda yang memiliki lebih dari satu E untuk C yang sama disebut proses
metabahasa (sinonim). Misalnya pengertian ‘panggilan anak kepada perempuan
yang melahirkannya/ dianggap sebagai orang tuanya’ diberi nama (ekspresi) Ibu.
Hal ini dapat juga diberi ekspresi lain seperti Mama, Mami, Umi, dan Bunda.
R1
1 C1
E R2
2 C2
Metabahasa Sebaliknya, tanda yang memiliki lebih dari satu C untuk E yang sama
disebut konotasi. Semiotika konotasi merupakan salah satu perkembangan
pemikiran Saussure selain semiotika komunikasi dan semiotika ekspansif.
Semiotika konotasi inilah yang kemudian dikembangkan oleh Barthes. Dalam
semiotika konotasi, sebuah tanda dapat diberi arti kedua. Konotasi ini dapat
diberikan dengan sengaja oleh pengirim, dapat juga diberikan sepihak oleh si
penerima tanpa meski hal itu tidak sama dengan maksud si pengirim. Misalnya,
dalam naskah “Mencari Taman” ada kata penjara. Kata ini merupakan sebuah
ekspresi yang memiliki makna dalam sistem primer (content) ‘bangunan tempat
mengurung orang hukuman; bui; lembaga pemasyarakatan.’ Tempat seperti ini
merupakan tempat dengan banyak keterbatasan dan aturan. Orang yang berada di
dalamnya tidak dapat berlaku bebas dan terpisah dari teman dan keluarga. Dalam 16 S.T. Sunardi, Semiotika Negativa (Buku Baik, 2004), hlm.73.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
11
Univeritas Indonesia
sistem sekunder hal ini bisa berarti ‘batasan’, ‘ketakutan’, atau ‘kesepian’.
Perluasan C inilah yang disebut konotasi. Melalui pemaknaan di sistem sekunder,
dapat ditentukan makna tambahan yang dikandung dalam naskah “Mencari
Taman.”
1. Denotatif Penanda
(E1) (R1)
2. Denotatif Petanda
(C1) 1.Tanda Denotatif/ sign/ meaning
1. Penanda Konotatif (E2) FORM (R2)
2. Petanda Konotatif
(C2) CONCEPT 2. Tanda Konotatif (E3)
SIGNIFICATION Dalam analisis semiotik ada tiga hal yang saling berkaitan satu sama
lain17
Level
, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis merupakan studi tentang
tanda dan kombinasinya sedangkan semantik adalah studi tentang relasi
antartanda dan signifikasi/ proses pemaknannya. Kemudian relasi antartanda dan
penggunanya ditelaah dalam studi pragmatik. Studi pragmatik juga membahas
penggunaan tanda dalam berbagai peristiwa dan efeknya terhadap pengguna. Ia
juga menjelaskan bahwa tiga studi di atas memiliki sifat dan elemen sendiri. Hal
itu dapat dilihat dalam tabel berikut.
Sintaksis Semantik Pragmatik
Sifat Penelitian tentang
struktur tanda.
Penelitian tentang
makna tanda.
Penelitian tentang
efek tanda.
Elemen
Penanda/petanda
Sintagma/sistem
Konotasi/denotasi
Metafora/metonimi
Struktural
Kontekstual
Denotasi
Konotasi
Ideologi/mitos
Penerimaan
Pertukaran
Wacana
Efek (psikologi,
ekonomi, sosial,
gaya hidup)
Berdasarkan tabel ini dapat dilihat bahwa konotasi merupakan elemen dari
sintaksis dan semantik. Seperti yang telah diungkapkan di atas, konotasi adalah
17 Winfried Noth, Hand Book of Semiotics (USA: Indiana University Press, 1995), hlm.50 dikutip oleh Yasraf Amir Piliang, “Semiotika sebagai Metode dalam Penelitian Desain,” Semiotika Budaya (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia: 2004), hlm.89.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
12
Univeritas Indonesia
tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang
di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti
(artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Proses pemaknaan ini
bergantung pada berbagai aspek seperti psikologi dan perasaan.18
“Connotations are not purely personal meanings—they are determinined by the codes to which the interpreter has access. The term ‘connotation’ is used to refer to the socio-cultural and ‘personal’ associations (ideological, emotional, etc) of the sign. These are typiccally related to the interpreter’s class, age, gender, ethnicity and so on.”19
Naskah drama anak “Mencari Taman” karya Noorca M. Massardi adalah
sebuah teks yang memiliki tanda-tanda di dalamnya. Tanda-tanda tersebut
digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasan cerita. Jika kita kaitkan
dengan konteks cerita “Mencari Taman”, tanda berkonotasi dapat dilihat saat
Kasih dan teman-temannya ke luar lewat jendela (E2). Hal ini merupakan tanda
untuk menjelaskan hal lain, yaitu ‘kepergian secara diam-diam dan tidak ingin
diketahui orang lain’ (C2). Dalam proses signifikasi ini ada usaha
mengasosiasikan/ menghubungkan antara E2 da C2
Selain latar dan alur, unsur tokoh dalam cerita juga memiliki peranan
penting sebagai salah satu daya tarik. “Peristiwa tak akan terasa penting lagi bagi
anak bila tokoh-tokoh yang digambarkan di dalamnya tidak mereka gandrungi.
Bagaimana mereka digambarkan dan bagaimana mereka berkembang dalam cerita
sangat penting bagi anak.”
. Jendela merupakan celah
yang berfungsi sebagai tempat sirkulasi udara dari satu ruangan ke ruangan lain
(umumnya antara ruang tertutup dan ruang terbuka). Tujuan dibuatnya jendela
bukanlah sebagai alat/celah untuk ke luar ruangan, namun bukan berarti jendela
tidak bisa dilewati oleh manusia. Oleh karena itu, adegan saat Kasih dan teman-
temannya ke luar rumah melalui jendela dapat disignifikasi dalam tahap konotasi
sebagai tindakan yang tidak ingin diketahui orang lain berdasarkan alasan-alasan
tertentu.
20
18 Ibid., hlm. 94
Salah satu cara menampilkan tokoh yang menarik
adalah melalui tanda-tanda berkonotasi yang dekat dengan keseharian mereka
sendiri. Anak dapat tertarik pada sebuah objek dan melakukan identifikasi
terhadap objek tersebut. Identifikasi adalah peniruan yang berhubungan dengan
19 Daniel Chandler, The Basics Semiotic 2nd edition (Routledge, 2007) hlm.138-139. 20 Sarumpaet, loc. cit., hlm.114.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
13
Univeritas Indonesia
sifat-sifat essensial dari hal yang dialami atau usaha anak untuk menempatkan diri
dalam perasaan, tingkah laku, dan sifat sebuah objek.21
Saat mereka sudah mulai
tertarik, ada tahap identifikasi diri. Misalnya saat membaca naskah “Mencari
Taman” seorang anak tertarik pada tokoh pesawat terbang karena syair-syair lagu
yang dinyanyikan tokoh itu menarik menurut anak tersebut. Dalam tahap
identifikasi, anak akan mulai mencerna peranan tokoh tersebut, apakah ini adalah
tokoh yang menyenangkan atau tidak, patut diteladani atau tidak, dan lain-lain.
Di sinilah peranan orang dewasa dalam memberi bimbingan kepada anak saat
membaca cerita. Penjelasan/bimbingan ini akan sangat membantu mereka utuk
memahami gagasan dari sebuah cerita yang dibacanya
1.5 Metodologi Penelitian
Metodologi adalah cara dalam penelitian untuk memperoleh pengetahuan
dan pemahaman dari objek yang kita teliti serta bagaimana pengetahuan dan
pemahaman itu memenuhi tujuan penelitian kita. Penelitian ini akan
menggunakan metode analisis deskriptif. “Metode analisis deskriptif adalah
metode pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek
penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.”22
Metode ini digunakan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada di dalam
karya sastra kemudian fakta tersebut dianalisis dengan beberapa teori untuk
menjawab pertanyaan pada permasalahan.
“Metode penelitian ilmiah bertumpu pada metodologi sedangkan teori bertumpu pada pandangan dunia (worldview). Teori-teori semiotik bertolak dari pandangan yang menyatakan bahwa dibalik apa yang tertangkap oleh pancaindera ada sesuatu yang lain yang dapat diserap oleh kognisi dan perasaan kita dan dapat dikembangkan dalam suatu pengkajian.”23
Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan gagasan-gagasan yang
terdapat dalam naskah “Mencari Taman.” Gagasan-gagasan tersebut ditentukan
dengan cara membaca karya ini secara utuh dan mendalam. Karena alur cerita
berpusat pada tokoh Kasih, pencarian gagasan dilakukan dengan cara melihat
konflik-konflik yang dialami Kasih sebagai bentuk interaksi Kasih dengan 21 Abubakar Baradja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspek-aspeknya dari 0 Tahun Sampai
Akhil Baliq (Studia Press, 2005) hlm.103. 22 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Gadjah Mada University Press, 2003) hlm.63. 23 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (FIBUI, 2007) hlm.6.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
14
Univeritas Indonesia
lingkungan atau dengan tokoh lainnya. Setelah mengumpulkan gagasan-gagasan
dalam “Mencari Taman,” tahapan berikutnya adalah menemukan tanda-tanda
yang membantu pengarang dalam upaya penyampaian gagasan itu. Tanda-tanda
yang dikumpulkan adalah tanda-tanda berkonotasi. Hal ini dapat berupa nama
tokoh, latar, dan alur. Tanda-tanda tersebut kemudian dianalisis. Melalui hasil
analisis dapat diketahui bagaimana tanda-tanda tersebut secara fungsional
membantu pengarang dalam menyampaikan gagasan. Tanda-tanda ini adalah
tanda-tanda di sistem primer (E1). Tanda ini kemudian disignifikasi melalui
proses penafsiran (R1) dengan cara mencari makna leksikalnya dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jika makna leksikalnya tidak ditemukan
dalam kamus, E1
Hasil dari signifikasi ini adalah C
dapat ditafsirkan melalui pengertian yang sudah umum diketahui
masyarakat atau berdasarkan teks lain yang relevan.
1. Setelah itu signifikasi dilanjutkan pada
tahap sekunder. C1 dalam tahap primer menjadi tanda baru atau E2 yang akan
disignifikasi.Signifikasi dalam tahap kedua (R2) dilakukan dengan cara mencari
hubungan atau kesamaan sifat namun tetap bertumpu pada konteks cerita dalam
teks. Hasil penafsiran ini disebut dengan C2
. Hal ini kemudian akan diperkuat
dengan kutipan dalam naskah. Penemuan makna-makna baru melalui tanda
berkonotasi ini kemudian dikumpulkan dan disimpulkan. Berdasarkan gagasan
yang telah ditentukan kemudian dicarilah tanda-tanda apa saja yang secara
fungsional digunakan Noorca untuk mewujudkan tiap-tiap gagasan tersebut.
1.6 Penelitian-penelitian Terdahulu
Penelitian naskah drama anak masih sangat sedikit jumlahnya. Di Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya UI hanya ada dua skripsi mengenai naskah drama anak,
yaitu “Pembahasan Khusus atas Struktur dan Tekstur Drama Anak-anak
Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Anak-anak DKJ” karya W.
Sulistyo (1991) dan “Penemaan 19 Drama Anak-Anak tahun 1980-an” yang
ditulis oleh Salim Djundam (1996). Penelitian tentang naskah drama anak tidak
ditemukan dalam karya tulis mahasiswa S2 maupun S3 di Fakultas Ilmu
Pengetahan Budaya UI.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
15
Univeritas Indonesia
Jika uraian di atas merupakan penelitian yang memiliki kesamaan objek
dengan penelitian ini (naskah drama anak), berikut akan diuraikan pula beberapa
penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan pendekatan dengan penelitian ini
(semiotik). Berbeda dengan penelitian tentang naskah drama anak, penelitian
dengan menggunakan pendekatan semiotik yang terdapat di Perpustakaan FIBUI
lebih beragam, yaitu berupa skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian. Selain
itu ada pula berupa pidato pengukuhan guru besar.
Ada beberapa penelitian yang menggunakan semiotik sebagai
pendekatannya. Objek penelitian ini juga beragam, seperti novel, puisi, naskah
drama, dan iklan. Gadis Arivia Effendi (1990) menganalisis sebuah novel
menggunakan analisis semiotik. Skripsinya berjudul ”Name of the Rose Karya
Umberto Eco Ditinjau dari Segi Semiotik dan Filsafat.” Karya puisi juga pernah
dianalisis menggunakan pendekatan ini dalam skripsi berjudul “Analisis
Struktural-Semiotik Tiga Puisi Mikhail Nu’aimah” karya Sitta Muftiya (2007).
Selain novel dan puisi, pendekatan semiotika juga pernah digunakan sebagai
pendekatan dalam menganalisis karya sastra genre lainnya, yaitu naskah drama.
Daniel Hariman Jacob (2001) menganalisis sebuah naskah drama dengan dua
pendekatan sekaligus, yaitu semiotika dan interteks. Skripsinya berjudul “Tanda
dan Makna Drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noor: Tinjauan Semiotik dan
Interteks.” Selain digunakan dalam menganalisis karya sastra, semiotika juga
pernah digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis iklan. Ana
Rosdianahangka (2004) membuat penelitian berjudul “Tanda dalam Rangkaian
Versi Iklan Rokok Sampoerna A Mild Tema ‘Bukan Basa Basi’ Tahun 2001-
2002: Sebuah Analisis Semiotik” (2004).
Selanjutnya pada tahun 2007 ada penelitian berupa tesis yang berjudul
“Analisis Konotasi, Citra Produk, dan Merk Enam Iklan Honda dan Yamaha di
Televisi: Sebuah Studi Semotik tentang Teks Iklan” karya Adrionus Robinhut.
Penelitian berupa disertasi yang menggunakan pendekatan semiotik hanya ada
dua, yaitu dan “Parodi Mitos Tradisional sebagai Satire atas Zaman dalam Drama
Modern Indonesia: Kajian Semiotik atas Lakon Konglomerat Buriswara Karya N.
Riantiarno” karya Renny Widjajanti Soedjono Azwar (2002) dan “Komunitas
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
16
Univeritas Indonesia
Kristen di Batavia Masa VOC Dilihat dari Batu Nisannya: Suatu Kajian Sejarah
Melalui Semiotik & Analisis Teks” karya Lilie Suratminto (2006)
Selain karya-karya tulis berupa skripsi, disertasi, dan tesis seperti yang
telah disebutkan di atas, terdapat pula karya tulis berupa laporan penelitian dan
pidato pengukuhan guru besar. Pada tahun 1999, Okke K.R Zaimar menulis
sebuah laporan penelitian berjudul “Argumentasi dalam Cucu Wisnusarman
Karya Parakitri: Suatu Kajian Semiotik” dan di tahun yang sama Benny Hoedoro
Hoed menulis sebuah pidato berjudul “Linguistik, Semiotik, dan Kebudayaan
Kita” dalam rangka pengukuhannya sebagai guru besar Universitas Indonesia
1.7 Kemaknawian Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat pada dasarnya masih sedikit
penelitian mengenai naskah drama anak. Penelitian naskah drama dengan
pendekatan semiotik juga jumlahnya masih terbatas, itu pun bukan naskah drama
anak. Seperti yang telah diuraikan di subbab latar belakang, dalam kaitannya
sebagai bacaan, naskah drama memiliki peranan penting dalam perkembangan
anak. Oleh karena itu, gagasan yang terdapat di dalamnya harus dapat dipahami
anak secara efektif. Salah satunya adalah dengan penggunaan tanda-tanda yang
dapat diterima anak dan berperan secara fungsional dalam penyampaian tiap
gagasan. Penelitian ini berusaha menganalisis hal tersebut. Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba memberikan deskripsi tentang peranan tanda-tanda dalam
sebuah bacaan anak dalam kaitannya sebagai alat penyampaian gagasan yang
efektif. Deskripsi tersebut diharapkan membantu memberi masukan dan
memperkaya perkembangan kesusasteraan Indonesia, khususnya karya sastra
anak.
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan terbagi dalam empat bab. Bab pertama merupakan
pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan & pembatasan
masalah, tujuan penelitian, landasan teori, metodologi penelitian, penelitian-
penelitian terdahulu, kemaknawian penelitian, dan sistematika penyajian.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009
17
Univeritas Indonesia
Selanjutnya, dalam bab kedua akan dijelaskan sekilas tentang Noorca M.
Massardi sebagai pengarang “Mencari Taman.” Bab ini akan memaparkan
perjalanan karir Noorca dan beberapa karyanya. Karya-karya yang akan
dipaparkan adalah tiga buah naskah drama berjudul “Kuda-Kuda”, “Growong”,
dan “Tinton.”
Bab ketiga merupakan bab yang berisi analisis. Naskah drama anak
“Mencari Taman” akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
semiotik sesuai dengan uraian teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Terakhir, hasil analisis dalam bab tiga itu akan disimpulkan dalam bab empat.
Naskah drama..., Liesta Febrita Sari, FIB UI, 2009