bab 1 dan 2

34
Penerapan Model Pembelajaran Interactive Demonstration Berbantu Simulasi Komputer untuk Meningkatkan Motivasi dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa kelas XI IA 2 SMAN 1 Tumpang pada Materi Karakteristik Gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, prinsip pembelajaran yang digunakan seperti; 1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu. 2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. 3. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Untuk memenuhi standar proses dari kurikulum 2013 yang lebih menekankan aktivitas siswa menemukan suatu konsep sendiri, seperti prinsip pembelajaran yang pertama. Digunakan teori belajar oleh Jerome S.Bruner. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetauan secara

Upload: rinanda-dwi-agustin

Post on 28-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1 dan 2

Penerapan Model Pembelajaran Interactive Demonstration Berbantu

Simulasi Komputer untuk Meningkatkan Motivasi dan Pemahaman Konsep

Fisika Siswa kelas XI IA 2 SMAN 1 Tumpang pada Materi Karakteristik

Gelombang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar

dan menengah, prinsip pembelajaran yang digunakan seperti;

1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu.

2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis

aneka sumber belajar.

3. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

Untuk memenuhi standar proses dari kurikulum 2013 yang lebih

menekankan aktivitas siswa menemukan suatu konsep sendiri, seperti

prinsip pembelajaran yang pertama. Digunakan teori belajar oleh Jerome

S.Bruner. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan

pencarian pengetauan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya

memberikan hasil yang paling baik. Berusaha untuk mencari pemecahan

masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan

yang benar-benar bermakna. Belajar bermakna dengan arti seperti

diberikan diatas, merupakan satu-satunya macam belajar yang mendapat

perhatian Bruner. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan

dapat bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar

penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara

bebas, dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan

dan memecahkan masalah (Ratna,1988:125).

Page 2: bab 1 dan 2

Berdasarkan prinsip pembelajaran yang digunakan pada kurikulum

2013, belajar penemuan yang cocok adalah belajar penemuan dengan

menggunakan atau memanfaatkan teknologi komputer. Sehingga ada

keanekaan sumber belajar selain guru sebagai sumber belajar. Selain itu,

belajar penemuan ditujukan untuk melatih kemampuan siswa untuk

memecahkan masalah agar prinsip pembelajaran butir satu terlaksana

dengan baik.

Kenyataan yang terjadi di lapangan berdasarkan hasil wawancara

pada guru yang dilakukan pada salah satu sekolah di wilayah Kabupaten

Malang menyatakan bahwa pembelajaran fisika di kelas masih sering

menggunakan metode ceramah yang membuat siswa pasif. Siswa tidak

dilatih untuk menemukan sendiri suatu konsep fisika. Siswa hanya

mendapatkan informasi mengenai suatu materi tanpa melihat atau

mengalami langsung fenomena yang berkaitan dengan materi tersebut.

Karena siswa cenderung pasif dan hanya menerima informasi hasilnya

pemahaman konsep siswa masih kurang. Hal ini ditunjukkan pada nilai

hasil ujian akhir semeter yang masih banyak siswa dibawah KKM.

Berangkat dari kenyataan yang seperti itu salah satu pendekatan

pembelajaran yang dipandang mampu membentuk pemahaman konsep

fisika siswa adalah dengan pendekatan inquiry (Rosa,2013). Pembelajaran

berbasis inquiry dipandang sesuai untuk proses pembelajaran berbasis

kurikulum 2013. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses

pendidikan dasar dan menengah untuk memperkuat pendekatan ilmiah

(scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik

(dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis

penyingkapan/penelitian (discovery/inqury learning).

Inquiry merupakan proses bertahap, bertingkat dan

berkesinambungan yang dalam pembelajarannya harus disesuaikan dengan

kemampuan siswa. Wenning (Wenning, 2005) menyatakan “Terdapat lima

model pembelajaran bertingkat dalam kegiatan pembelajaran sains

berorientasi inquiry dan discovery learning, interactive demonsration,

Page 3: bab 1 dan 2

inquiry lesson, inquiry lab (guided inquiry lab, bounded inquiry lab, dan

free inquiry lab) ,dan hypothetical inquiry (pure hypothetical inquiry dan

applied hypothetical inquiry).”

Secara umum, semua tingkatan pembelajaran inquiry di atas

mampu meningkatkan pemahaman konsep. Model inquiry yang paling

cocok dengan siswa SMA adalah model interactive demonstration

(Rosa,2013). Dengan model ini proses pembelajaran menggunakan

eksperimen yang dilakukan oleh guru melalui kegiatan demonstrasi.

Kemudian siswa memprediksi fenomena yang mungkin akan terjadi dan

penjelasan penyebab munculnya fenomena dengan bimbingan pertayaan

arahan dari guru. Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran interactive demonsration dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa (Khumaedah:2013).

Demonstrasi yang dilakukan oleh guru dapat juga dilakukan

dengan bantuan simulasi komputer. Pemberian simulasi komputer ini

mendukung pelaksanaan kurikulum 2013 yang mengharuskan

pembelajaran berbasis IT untuk semua mata pelajaran. Seperti yang telah

diungkapkan Gunawan dan Liliasari (2012) Sejumlah bentuk interaksi

dapat dimunculkan melalui media komputer, seperti penyajian praktik dan

latihan, tutorial, permainan, simulasi, penemuan, dan pemecahan masalah.

Menurut Gundogdu,dkk (2011) melalui media komputer, materi

pelajaran dapat lebih cepat diterima siswa secara utuh serta menarik minat

mereka untuk belajar lebih lanjut. Penggunaan media komputer dalam

pembelajaran, guru memainkan peran penting sebagai fasilitator untuk

meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran (Kutluca,

2010).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian

untuk meningkatkan motivasi dan pemahaman konsep fisika. Penelitian

dilaksanakan di SMA Negeri, 1 Tumpang dengan judul “Penerapan

Model Pembelajaran Interactive Demonstration Berbantu Simulasi

Komputer untuk Meningkatkan Motivasi dan Pemahaman Konsep

Fisika Siswa kelas XI IA 2 SMAN 1 Tumpang pada Materi

Page 4: bab 1 dan 2

Karakteristik Gelombang”. Pemilihan materi karakteristik gelombang

dikarenakan pada materi ini mengandung banyak sekali hal yang perlu di

demonstrasikan serta pemilihan materi yang tepat dengan waktu

penelitian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keterlaksanaan penerapan model pembelajaran interactive

demonstration berbasis simulasi komputer untuk meningkatkan

motivasi dan pemahaman konsep fisika siswa kelas XI IA 2 SMAN 1

Tumpang pada materi karakteristik gelombang?

2. Bagaimana penerapan model pembelajaran interactive demonstration

berbantu simulasi komputer untuk meningkatkan motivasi siswa kelas

XI IA 2 SMAN 1 Tumpang pada materi karakteristik gelombang?

3. Bagaimana penerapan model pembelajaran interactive demonstration

berbantu simulasi komputer untuk meningkatkan pemahaman konsep

fisika siswa kelas XI IA 2 SMAN 1 Tumpang pada materi karakteristik

gelombang?

4. Bagaimana hubungan minat siswa kelas XI IA 2 SMAN 1 Tumpang

terhadap model pembelajaran interactive demonstration berbantu

simulasi komputer untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika dan

motivasi? Lebih baik diganti variable yang diukur dari aktivitas siswa

C. Hipotesis Tindakan

1. Jika model pembelajaran interactive demonstration berbantu simulasi

komputer diterapkan maka pemahaman konsep siswa akan meningkat.

2. Jika pembelajaran model pembelajaran interactive demonstration

berbantu simulasi komputer diterapkan maka motivasi siswa terhadap

kegiatan pembelajaran akan meningkat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti

Proses penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk mengetahui

peningkatan pemahaman konsep dan motivasi siswa dalam

pembelajaran fisika dengan model pembelajaran interactive

Page 5: bab 1 dan 2

demonstration berbantu simulasi komputer. Serta penelitian ini juga

bermanfaat untuk memberi pengalaman pada peneliti dalam

melakukan penelitian.

2. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep

pada siswa mengenai konsep fisika. Selain itu juga dapat memotivasi

siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Dan meningkatkan minat siswa

untuk lebih tertarik ke pelajaran fisika.

3. Bagi guru

Penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk memberikan referensi model

pengajaran yang baru dan sesuai dengan kurikulum 2013. Dan sebagai

pertimbangan untuk menerapkan model yang lain.

4. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan memberikan solusi model pembelajaran bagi

sekolah yang menerapkan kurikulum 2013.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IA 2 SMAN 1 Tumpang

dengan jumlah siswa 40. Terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 21 siswa

perempuan.

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran

interactive demonstration berbantu simulasi komputer.

3. Penelitian dilakukan terbatas pada mata pelajaran fisika kelas XI pada

pokok bahasan karakteristik gelombang.

4. Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi siwa

pada kegiatan pembelajaran.

5. Pemahaman konsep dalam penelitian ini mencakup dalam pemahaman

aspek kognitif siswa.

F. Definisi Istilah atau Definisi Operasional

1. Interactive Demonstration

Interactive Demonstration secara umum merupakan demonstrasi guru

mengenai sebuah percobaan sains (merupakan sebuah peragaan

mengenai peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari)

Page 6: bab 1 dan 2

yang kemudian berlangsung interaktif dengan siswa karena adanya

prediksi siswa mengenai bagaimana sesuatu (percobaan tersebut) dapat

terjadi. Hal ini dijelaskan oleh Wenning bahwa “Interactive

demonstrations are designed to see if students can predict or expl ain

(as well as to determine if they hold alternative conceptions, etc.)

(Wenning, 2005).

2. Simulasi Komputer

Simulasi Komputer yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

sebagai media demonstrasi suatu fenomena. Simulasi komputer bisa

berupa simulasi PhET ataupun simulasi gejala fisika dalam bentuk

flash player. Pemilihan simulasi PhET didasari pertimbangan bahwa

simulasi PhET merupakan model pembelajaran interaktif yang dapat

menyediakan kesempatan bagi siswa/mahasiswa untuk mempelajari

materi setiap saat, dapat diulang-ulang sampai memahami konsep,

memandu dan menggugah untuk mengalami proses belajar secara

mandiri, memahami gejala-gejala alam melalui kegiatan ilmiah, dan

meniru cara kerja ilmuan dalam menemukan fakta, konsep, hukum

atau prinsip-prinsip fisika yang bersifat invisible.(Mursalin:2012)

3. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep di dalam penelitian ini adalah hasil kognitif dari

siswa yang menjadi objek penelitian. Hasil kognitif materi tertentu

siswa mencerminkan seberapa tingkat pemahaman siswa pada materi

tersebut.

4. Motivasi

Motivasi dalam pengertian ini adalah motivasi siswa terhadap kegiatan

pembelajaran dan model diukur dengan angket yang diberikan pada

siswa seusai pembelajaran serta wawancara pada perwakilan siswa

oleh peneliti.

5. Minat

Minat adala ketertarikan seseorang terhadap suatu hal. Dalam hal ini

adalah pembelajaran fisika. Minat bisa diukur dari afektif para siswa

terhadap kegiatan pembelajaran. Dilihat oleh observer dari kegiatan

Page 7: bab 1 dan 2

siswa selama pembelajaran berlangsung dan dicatat pada lembar

observasi serta angket minat yang diberikan kepada siswa setelah

pembelajaran.

Page 8: bab 1 dan 2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Jerome Bruner: Belajar Penemuan

Diambil dari buku “Teori-Teori Belajar” (Ratna:1988)

1. Bruner dan Teorinya

Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi

perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Bruner tidak

mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis yang

penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih,

mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif,

dan inilah menurut Bruner inti dari belajar.

2. Belajar Penemuan

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat

berpengaruh ialah, model dari Jerome Bruner (1966) yang

dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).

Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan

pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan

sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha untuk

mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang

menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna. Belajar bermakna dengan arti seperti diberikan di

atas, merupakan satu-satunya macam belajar yang mendapat

perhatian Bruner.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar

melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip. Hal ini agar mereka memperoleh pengalaman,

dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan

mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan

menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu

Page 9: bab 1 dan 2

bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah

diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari

dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan

mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar

lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-

prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah

diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh

belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan

kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar

penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa

untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa

pertolongan orang lain.

Selanjutnya dikemukakan, bahwa belajar penemuan

membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk

bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Selain itu

pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan

memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan

meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi

informasi, tidak hanya menerima saja.

Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan yang murni

memerlukan waktu, karena itu dalam bukunya “The Relevance

of Education” (1971), ia menyarankan agar penggunaan

belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas

tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang

studi.

Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-

konsep dasar dan prinsip-prinsip dari bidang studi itu. Bila

seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang

sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain

dalam bidang studi yang sama, dan ia akan lebih mudah ingat

akan bahan baru. Hal ini disebabkan karena ia telah

memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang

Page 10: bab 1 dan 2

dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang

esensial dalam bidang studi itu, dan dengan demikian dapat

memahami hal-hal yang mendetail.

Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah

memahami bidang studi itu demikian rupa, hingga dapat

menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara

bermakna. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa mempelajari

struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan.

B. Interactive Demonstration

1. Pengertian Interactive Demonstration

Metode ini merupakan salah satu metode Inquiry yang

dikembangkan oleh Wenning. Wenning (2005) menyebutkan

bahwa terdapat delapan tahapan dalam hirarki Inquiry yang dapat

dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran yaitu discovery learning,

interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan

hypothetical inquiry. Pada penelitian ini, interactive demonstration

dijadikan variabel penelitian.

Metode Interactive Demonstration dibahas secara

pedagogik dari sisi hirarkinya sebagai bagian dari inkuiri oleh

Wenning dalam “Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical

Practices and Inquiry Process”. Interactive Demonstration secara

umum merupakan demonstrasi guru mengenai sebuah percobaan

sains. Biasanya merupakan sebuah peragaan mengenai peristiwa

yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian

berlangsung interaktif dengan siswa karena adanya prediksi siswa

mengenai bagaimana sesuatu (percobaan tersebut) dapat terjadi.

Hal ini dijelaskan oleh Wenning bahwa “Interactive

demonstrations are designed to see if students can predict or expl

ain (as well as to determine if they hold alternative conceptions,

etc.) (Wenning, 2005).

Page 11: bab 1 dan 2

Interactive demonstration adalah suatu model pembelajaran

menggunakan pendekatan inkuiri yang sudah banyak dilakukan

dalam pembelajaran sains untuk mengatasi keterbatasan alat dan

bahan serta keterbatasan waktu pembelajaran. Ciri dari model

pembelajaran interactive demonstration yaitu:

a) beberapa contoh kasus atau fenomena yang dipilih sebagai

konteks pembelajaran didemonstrasikan oleh guru atau salah

satu kelompok siswa

b) fenomena/kasus yang telah didemonstrasikan selanjutnya

dielaborasi dalam diskusi kelas

c) memberikan penekanan pada gagasan awal siswa sebagai titik

tolak pembelajaran.

Sintaks atau tahapan dalam model pembelajaran demonstrasi

interaktif terdiri dari Predict, Experience dan Reflect.

1. Fase Predict adalah fase saat guru menjelaskan tentang suatu

kasus atau fenomena laboratorium atau melalui penayangan

multimedia interaktif dan siswa menyimak dengan seksama.

Guru memberikan beberapa pertanyaan deskriptif (what

happen ....If question) dan pertanyaan sebab akibat (why)

tentang fenomena atau kasus yang diberikan dan siswa

mengajukan dugaan (hipotesis) terhadap pertanyaan deskriptif

dan kausal yang diberikan.

2. Pada fase experience dilakukan kegiatan demonstrasi yang bisa

berupa simulasi atau penayangan multimedia interaktif untuk

membuktikan hipótesis yang diajukan pada fase Predict.

Setelah membuktikan hipótesis, siswa mengidentifikasi

perbedaan antara hipótesis dan hasil pengamatan dan

memberikan alternatif penjelasan terhadap hasil pengamatan

mereka.

3. Pada fase Reflect, siswa menyajikan temuannya dan

memberikan penjelasan terhadap kasus yang diamati. Pada fase

ini, siswa mengajukan pertanyaan, memberikan atau

Page 12: bab 1 dan 2

menyanggah pendapat serta mempertahankan argumen

(gagasan). Peran guru dalam fase ini adalah mengajak siswa

merefleksikan pemahaman mereka dan mengaitkan apa yang

dipahami sebelumnya dan mengidentifikasi secara spesifik apa

yang telah berubah dari pemahaman mereka.

Beberapa keunggulan dari penerapan model interactive

demonstration adalah:

a. mudah dilaksanakan dan tidak banyak membutuhkan alat dan

bahan

b. menghindari verbalisme,

c. pembelajaran berangkat dari gagasan awal siswa

d. membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik

e. siswa bisa membandingkan secara langsung antara teori dan

kenyataan.

2. Demonstrasi sebagai Inquiry

Demonstrasi tidak hanya dijadikan sebagai kegiatan

laboratorium saja, akan tetapi dapat dijadikan sebagai bagian dari

proses Inquiry. National Science Education Standards (NSES,

1995) menjelaskan bahwa kegiatan Inquiry itu terdiri dari sebuah

percobaan dan pengumpulan data. Untuk itu, Gross (2002)

memperkenalkan pelaksanaan demonstrasi menjadi sebuah

kegiatan berbasis Inquiry yang pada saat ini dikembangkan oleh

Carl J. Wenning. Demonstrasi ini diperkenalkan sebagai kegiatan

yang memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih aktif tapi

mampu menjadi media hiburan bagi siswa.

Proses Inquiry itu terdiri atas Fundamental Abilities dan

Fundamental Understandings (Gross, 2002). Dijelaskan pula

mengenai hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan

kegiatan Inquiry (Interactive Demonstration) di dalam

Fundamental Abilities dan Fundamental Understandings tersebut,

dimana kedua faktor tersebut harus dapat berkembang.

Page 13: bab 1 dan 2

a. Fundamental Abilities

1) Identify questions and concepts that guide scientific

investigations

Penjelasan: Demonstrasi dapat membantu siswa untuk

menggambarkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan

konsep Fisika. Dengan kata lain hal tersebut dapat

mengurangi miskonsepsi siswa.

2) Design and conduct scientific investigations

Penjelasan: Demonstrasi dapat menunjukkan pada siswa

bagaimana macam-macam alat dalam bidang Fisika.

Sehingga ketika terdapat suatu fenomena yang tidak bisa

dipecahkan secara teori, siswa mampu menyelidiki

bagaimana alat-alat tersebut dapat dimanfaatkan untuk

menjelaskan fenomena tersebut.

3) Use of technology and mathematics to improve

investigations and communications

Penjelasan: Demonstrasi dapat menambah pengetahuan

siswa dalam bidang teknologi. Selain itu, siswa

mengembangkan kemampuan siswa dalam

mengkorelasikan setiap variabel yang diukur/diamati yang

kemudian dapat menggambarkan fenomena apa yang

terjadi.

4) Formulate and revise scientific explanations and mo dels

using logic and evidence. Recognize and analyze alternative

explanations and models. Communicate and defend a

scientific argument.

Penjelasan: Siswa selain mengalami secara langsung

fenomena fisik, merekapun mendapatkan pengalaman untuk

mampu menjelaskan apa yang telah dipelajari di kelas

melalui pengalaman langsung sehingga dapat

mengungkapkan argumen-argumen Fisika yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya setelah demonstrasi

Page 14: bab 1 dan 2

di depan kelas pada saat pembelajaran.

b. Fundamental Understandings

1) Scientists usually inquire about how physical, living, or

designed systems function.

Penjelasan: Demonstrasi dapat digunakan di kelas untuk

menunjukan kepada siswa bagaimana sebuah fenomena

Fisika terjadi. Sehingga membuat siswa lebih paham.

2) Scientists conduct investigations for a variety of reasons

Penjelasan: Demonstrasi dapat membantu para guru untuk

mendapatkan bermacam-macam penjelasan dari berbagai

fenomena yang ditampilkan.

3) Scientists rely on technology to enhance the gathering and

manipulation of data. Mathematics is essential to scientific

inquiry

Penjelasan: Demonstrasi dapat membantu mengembangkan

pembelajaran Fisika dengan mengandalkan perkembangan

teknologi yang ada.

4) Scientific explanations must adhere to criteria suc h as

being logically consistent, abiding by the rules of evidence,

being open to questions and possible modifications, and

being based in historical and current scientific knowledge.

Penjelasan: Demonstrasi mengajarkan kepada siswa untuk

dapat berargumentasi secara logis, konsisten, patuh dengan

aturan bukti, bersikap terbuka untuk setiap pengetahuan

terbaru.

5) Results of scientific inquiry – new knowledge and new

methods – emerge from different types of investigations and

public communication among scientists.

Penjelasan: Dengan demonstrasi guru dan siswa akan

mendapatkan pengetahuan baru dan metode baru yang

muncul dari berbagai jenis investigasi dan komunikasi

publik.

Page 15: bab 1 dan 2

3. Mengapa menggunakan Interactive Demonstration

Interactive Demonstration dapat bermanfaat untuk

mengatasi miskonsepsi siswa dengan memasukkan hands-on

inquiry ke dalam bagian-bagian sederhana dari suatu sistem yang

kompleks. Sokoloff & Thornton (Merrits et al. 1997) menyatakan

bahwa ‘kelas penelitian Fisika mengindikasikan bahwa siswa

secara signifikan memahami suatu materi dengan lebih baik ketika

pembelajaran tradisional dikombinasikan dengan Interactive

Demonstration’. Dikatakan pula oleh Brassel (Merrits et al. 1997)

bahwa beberapa penelitian lainnya mengindikasikan bahwa siswa

mampu mengoreksi sendiri miskonsepsi yang mereka alami setelah

melakukan demonstrasi secara nyata.

4. Bagaimana menerapkan Interactive Demonstration di

dalam kelas

Dalam jurnal Teaching with Interactive Demonstration,

O’Brien (Merrits et al. 1997) menyebutkan bahwa “Untuk dapat

menerapkan Interactive Demonstration, berikut ini merupakan hal-

hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan

demonstrasi”:

a. Konsep apa yang akan diilustrasikan dalam peragaan

tersebut?

b. Manakah peragaan yang akan memberikan peningkatan

pemahaman terbesar untuk siswa?

c. Kapan waktu yang paling efektif untuk melakukan

peragaan?

d. Apa pengetahuan awal siswa yang harus dibahas sebelum

peragaan?

e. Apa langkah-langkah yang harus ditetapkan dalam

peragaan?

f. Apa pertanyaan yang dapat memotivasi siswa,

Page 16: bab 1 dan 2

mengarahkan pengamatan dan proses berpikir siswa

sebelum, selama dan setelah peragaan?

g. Apa pertanyaan lanjutan yang dapat digunakan untuk

meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep yang

baru?

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam demonstrasi

Gross, Jerod L. (2002) dalam jurnalnya yang berjudu“Seeing is

Believing: Classroom Demonstrations as Scientific Inquiry”

menjelaskan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam

pelaksanaan demonstrasi di kelas, sebagai berikut:

a. Be Prepared

Persiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan selama

demonstrasi, termasuk pemahaman konsep guru pada

materi Fisika yang akan disampaikan melalui

demonstrasi.

b. Do not be afraid of failure

Seorang guru tidak boleh takut menghadapi kesalahan

pada saat demonstrasi, baik pada alat maupun prosedur.

Untuk itu, persiapan yang dilakukan oleh guru haruslah

sangat matang.

c. Make the demonstration visible

Demonstrasi harus dapat diamati siswa dan dapat

dilakukan pula oleh siswa sehingga siswa akan lebih

tertarik pada kegiatan pembelajaran sekaligus lebih

memahami materi/konsep yang disampaikan melalui

demonstrasi.

d. Present real science, not a sideshow

Demonstrasi yang dilakukan haruslah demonstrasi nyata

dengan menggunakan alat-alat Fisika bukan sekedar

tampilan slideshow, video atau lainnya yang tidak nyata.

Sebab ini akan mengurangi motivasi dan ketertarikan

Page 17: bab 1 dan 2

siswa pada proses pembelajaran.

e. Keep it as simple as necessary to make the point.

Setiap akhir demonstrasi, guru harus menyampaikan

sedikit kesimpulan supaya siswa dapat memahami konsep

yang dapat diketahui dalam sebuah demonstrasi.

f. Safety

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

demonstrasi ialah aman. Siswa harus mendapatkan

jaminan bahwa alat dan kegiatan yang dilakukan mudah

dan tidak berbahaya.

g. Demonstration evaluation

Untuk setiap pelaksanaan demonstrasi, harus ada tahap

evaluasi baik dilakukan untuk menilai kerja siswa

maupun guru, karena kegiatan gurupun harus dievaluasi

agar guru dapat mengetahui apa kesalahan yang dibuat

selama demonstrasi.

C. Simulasi Komputer

Menurut Purwoko (Purwoko,2010) Simulasi adalah

program (software) yang berfungsi untuk menirukan perilaku

sistem nyata (realitas) tertentu. kajian dari Nihalani, Mayrath &

Robinson (2011) yang menuliskan bahwa:

“Simulated real-world tasks allow learners to gain implicit

knowledge by exploring relationships among variables that

are not easily observable in real space. Simulations are

advantageous for domains where authentic tasks are

imperative, yet costly and impractical (e.g.,avionics,

medicine, computer networking), because they make

“learning-by-doing” a realistic and resource-effi cient.”

Kegiatan eksperimen yang sukar dilakukan atau bersifat merusak

dalam riil eksperimen dapat digantikan atau disimulasikan dengan

bantuan komputer atau video, sebagai contoh: batang baja yang

Page 18: bab 1 dan 2

meregang melebihi ambang batas, tidak bisa kembali ke bentuk

semula, dan atau batang baja sampai patah).

D. Pemahaman Konsep

Hasil belajar merupakan suatu bukti perubahan tingkah

laku sebagai akibat dari proses belajar dengan tujuan yang telah

ditentukan. Hasil belajar ini dapat berupa kemampuan intelektual,

sikap, maupun keterampilan psikomotor (skills). Benyamin Bloom

(Munaf, 2001:67) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga

ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Dalam penelitian ini ranah kognitif saja yang diukur sebagai

pemahaman konsep

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan

kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan

kemampuan intelektual. Bloom (Mari, 2005) membagi

ranah kognitif ini kedalam enam jenjang kemampuan

hirarkis yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2),

penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi

(C6).

a. Pengetahuan (C1), meliputi kemampuan menyatakan

kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah

tanpa harus memahami atau menggunakannya.

b. Pemahaman (C2), merupakan salah satu jenjang

kemampuan dalam proses berfikir dimana siswa

dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui

tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari beberapa

segi.

c. Penerapan (C3), merupakan kemampuan menggunakan

prinsip, teori, hukum, aturan, maupun metode yang

dipelajari dari situasi baru atau pada situasi kongkrit.

d. Analisis (C4), merupakan kemampaun menganalisa

atau merinci suatu situasi, atau pengetahuan menurut

Page 19: bab 1 dan 2

komponen yang lebih kecil atau lebih terurai dan

memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan

yang lain.

e. Sintesis (C5), merupakan kemampuan untuk

mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi

suatu keseluruhan yang terpadu, atau menggabungkan

bagian-bagian (unsur-unsur) sehingga terjelma pola

yang berkaitan secara logis, atau mengambil

kesimpulan dari peristiwaperistiwa yang ada

hubungannya satu dengan lainnya.

f. Evaluasi (C6), merupakan kemampuan tertinggi, bila

seseorang dapat melakukan penilaian terhadap situasi-

situasi, nilai-nilai atau ide-ide

Tes hasil belajar adalah suatu alat ukur pemahaman konsep

yang banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa

dalam suatu proses belajar mengajar. Bagi guru, hasil belajar siswa

di kelas berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan

evaluasi sedangkan bagi siswa sendiri hasil belajar berguna untuk

memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Pengukuran hasil

belajar untuk ranah kognitif menggunakan instrumen tes yang

berupa soal dengan menggunakan rubrik penilaian tertentu.

Pemahaman konsep fisika dapat diukur dengan menggunakan

instrumen tes. Tes untuk mengukur pemahaman konsep berupa

pilihan ganda.

E. Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata bahasa latin “movere”

yang berarti “menggerakkan” . Berdasarkan pengertian ini makna

motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan

motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau

menimbulkan perilaku tertentu dan memberi arah dan ketahanan

(peersistence) pada tingkah laku tersebut.

Page 20: bab 1 dan 2

Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau

mengunggah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya

untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau

mencapai tujuan tertentu. Menurut Sri (2002) guru dapat

menggunakan bermacam-macam di sekolah yaitu : memberi angka,

hadiah, hasrat untuk belajar, saingan, ego involment, sering

memberi ulangan, mengetahui hasil, kerjasama, pujian, teguran dan

kecaman, suasana yang menyenangkan, tujuan yang diakui dan

diterima baik oleh siswa.

Macam-macam motivasi belajar, (1) teori humanisti, teori

dasar membutuhkan hirarki penjelasan dari motivasi butuh

kepuasan (Maslow), (2) teori cognitive, teori dasar proses intrinsik

penyelesaian dari motivasi motif yang telah tercampur (Bruner),

(3) teori achievement, teori dasar perlu dicapai penjelasan dari

motivasi perubahan (McClelland), (4) teori attribution

(atribut/kedudukan), teori dasar akibat dari perilaku penjelasan dari

motivasi identifikasi perubahan disebabkan oleh perilaku (Weiner),

(5) teori operant conditioning (pengkondisian pelaku), teori dasar

dukungan penjelasan dari motivasi aturan dari dukungan (Skinner),

(6) teori social cognitive, teori dasar mencontoh penjelasan dari

motivasi modelling (Bandura).

Motivasi terhadap suatu pembelajaran dapat diukur

menggunakan instrumen berupa angket dan pedoman wawancara

pada perwakilan siswa. Angket yang dibuat adalah berupa angket

motivasi model ARCS. Angket ini ditujukan kepada seluruh siswa

dan diberikan seusai pembelajaran. Sedangkan wawancara

ditujukan pada beberapa siswa saja.

F. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan

pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto,

2010: 180). Minat dapat menjadi sebab suatu kegiatan dan sebagai

hasil dari keikutsertaan dalam suatu kegiatan. Tidak adanya minat

Page 21: bab 1 dan 2

dapat mengakibatkan siswa tidak menyukai pelajaran yang ada

sehingga sulit berkonsentrasi dan sulit mengerti isi mata pelajaran

dan akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar. Minat dapat

diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukan bahwa

siswa lebih menyukai suatu hal daripada yang lainnya. Minat dapat

pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.

Siswa yang memiliki minat terhadap objek tertentu cenderung

untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap objek

tersebut.

Menurut Aritonang (2008), bahwa faktor-faktor yang

membuat siswa berminat belajar yaitu

a. Cara mengajar guru

b. Karakter guru

c. Suasana kelas tenang dan nyaman

d. Fasilitas belajar yang digunakan

Minat dapat diukur menggunakan instrumen angket minat dan

lembar observasi.

G. Kerangka Berfikir

Diskusi pemecahan masalah

Diskusi pemecahan masalah

Penerapan pembelajaran model

Interactive Demonstration

Penerapan pembelajaran model

Interactive Demonstration

Page 22: bab 1 dan 2

H. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

Khumaedah (2013) dengan judul “Perbandingan Penerapan Model

Pembelajaran Guided Inquiry dengan Interactive Demonstration

dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA”

diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan prestasi belajar siswa

dengan diterapkannya model pembelajaran Interactive

Demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mursalin (2013) dengan

judul “Model Remediasi Miskonsepsi materi Rangkaian Listrik

dengan Pendekatan Simulasi PhET” mendapatka hasil bahwa

model simulasi PhET berbantuan lembar kerja dapat digunakan

untuk meremidiasi dan meminimalkan miskonsepsi mahasiswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Budi Jaya,dkk (2012)

dengan judul “Model Demonstrasi Interaktif Berbantuan

Multimedia dan Hasil Belajar IPA Aspek Kimia Siswa SMP”

menghasilkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

demonstrasi interaktif berbantuan multimedia lebih tinggi daripada

hasil belajar untuk kelompok siswa yang mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung

dan model pembelajaran demonstrasi interaktif berbantuan

multimedia unggul dalam meningkatkan pemahaman siswa SMP

pada aspek kajian submikroskops dan simbolik. Beberapa

penelitian sebelumnya ini menjadikan peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran

Interactive Demonstration berbantu simulasi komputer untuk

memberikan peingkatan pada pemahaman konsep siswa dan

motivasi siswa. Hal yang menjadikan perbedaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya adalah pemberian media berupa

simulasi komputer pada model Interactive Demonstration agar

sesuai dengan kurikulum 2013. Selain itu pengukuran variabel

Page 23: bab 1 dan 2

motivasi siswa terhadap pembelajaran menjadi pembeda penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya.