b.a. pengetahuan alat ukur tanah-gps polhut
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum belajar metoda dan teknik pengukuran tanah, diperlukan
pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran di
lapangan. Aspek-aspek pengetahuan tersebut meliputi dasar pemilihan alat ukur
tanah sederhana, klasifikasi alat ukur tanah sederhana dan penggunaan alat ukur
tanah sederhana.
Dalam bahan ajar ini dibahas karakteristik dan penggunaan berbagai alat
ukur tanah yang relatif sederhana dan mudah digunakan seperti pita ukur untuk
mengukur jarak atau panjang lereng, kompas tangan untuk mengukur azimuth
magnetis, clinometer untuk mengukur sudut tegak atau sudut lereng.
Berbagai tujuan pengukuran tanah dan pemetaan akan menentukan metoda
dan teknik pengukuran dan pemetaan yang dipilih, kemudian akan menentukan
jenis alat ukur yang digunakan, pertimbangan selanjutnya adalah ketersediaan
personil yang mampu melaksanakan kegiatan dengan menggunakan peralatan
yang digunakan. Dengan demikian aspek-aspek tersebut satu dengan lainnya
saling berkaitan.
B. Deskripsi Singkat
Bahan ajar ini membahas mengenai karakteristik dan penggunaan beberapa
alat ukur tanah utama yang banyak digunakan dalam pengukuran antara lain pita
ukur, kompas tangan dan clinometers.
C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta
Setelah menguasai bahan ajar ini peserta diklat bukan hanya sekedar
mengenal beberapa alat ukur utama yang banyak digunakan dalam pengukuran,
tetapi juga mengetahui betul bagian-bagian alat dan fungsinya serta mampu
mengoperasikan sesuai dengan persyaratan yang perlu dipenuhi pada penggunaan
alat-alat tersebut.
1
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata ajaran ini peserta diklat mampu memahami aspek-
aspek pengetahuan alat ukur tanah sederhana meliputi; dasar pemilihan alat ukur
tanah sederhana, klasifikasi alat ukur tanah sederhana dan penggunaan alat ukur
tanah sederhana.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan dasar pemilihan alat ukur tanah sederhana.
2. Menjelaskan klasifikasi alat ukur tanah sederhana.
3. Menunjukkan fungsi alat ukur tanah sederhana.
E. Materi Pokok dan Sub Pokok Bahasan
a. Materi Pokok
1) Dasar pemilihan jenis alat ukur tanah sederhana
2) Klasifikasi alat ukur tanah sederhana
3) Prinsip Penggunaan alat ukur tanah sederhana
b. Sub Materi Pokok
1.1. Tujuan pengukuran
1.2. Metode dan teknik pengukuran
2.1. Alat ukur jarak
2.2. Alat ukur lereng
2.3. Alat penentu arah / azimuth
3.1. Pita Ukur
3.2. Clinometer
3.3. Kompas
2
BAB IIDASAR PEMILIHAN ALAT UKUR TANAH
Kegiatan pengukuran tanah dalam rangka pengumpulan data lapangan
untuk keperluan penyajian peta dan profil tanah dengan baik dan benar, antara lain
ditentukan oleh jenis alat ukur tanah yang digunakan.
Jenis alat ukur tanah yang digunakan disesuaikan dengan tujuan pengukuran
dan ketelitian yang diinginkan atau dipersyaratkan dalam tujuan tersebut, hal ini
berkaitan dengan metode dan teknik pengukuran yang dilaksanakan serta ketelitian
alat ukur.
Pengukuran beda tinggi untuk tujuan menentukan dan menggambarkan profil
memanjang dan profil melintang dengan teliti misalnya, metode dan teknik
pengukuran yang dilakukan adalah menyipat datar memanjang dan melintang
dengan menggunakan alat ukur penyipat datar. Tetapi jika hanya untuk mengetahui
beda tinggi antar titik untuk tujuan pemetaan situasi dan topografi, metode dan
teknik pengukuran yang dilakukan adalah menyipat datar pada bidang dengan
menggunakan theodolit atau theodolit kompas.
Metode dan teknik pengukuran polygon dilakukan dalam kegiatan
pengukuran untuk tujuan tata batas/pengukuhan kawasan hutan, alat ukur tanah
yang diperlukan adalah theodolit kompas atau theodolit untuk hasil yang secara
teoritis lebih teliti. Tetapi meskipun dengan metode yang sama, untuk kegiatan
pengukuran pada areal yang sempit, misalnya pengukuran dan penggambaran
batas demplot konservasi tanah seluas 5 ha atau petak persemaian sekitar 1 ha,
seringkali cukup digunakan kompas tangan, clinometer dan pita ukur.
Jadi dasar pemilihan alat ukur tanah yang berkaitan dengan tujuan
pengukuran dapat diperinci sebagai berikut :
1. Tujuan: Menggambarkan profil memanjang dan melintang, misalnya untuk
keperluan pembuatan trase jalan kereta api, pembuatan irigasi;
Alat ukur tanah yang diperlukan : Penyipat Datar (Abney Level)
3
Indikator keberhasilan : Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, peserta dapat
menjelaskan dasar pemilihan alat ukur tanah sederhana.
2. Tujuan: Menggambarkan situasi lapangan dan bentuk permukaan tanah (rellief)
untuk membuat peta situasi, topografi;
Alat ukur tanah yang diperlukan: Theodolit kompas, Theodolit
3. Tujuan: Menggambarkan garis dan titik batas kawasan hutan dalam rangka
pengukuhan dan penetapan batas kawasan hutan;
Alat ukur tanah yang diperlukan : Theodolit kompas, theodolit
4. Tujuan: Menggambarkan garis dan titik batas petak persemaian, demplot,
kebun bibit desa (KBD) dan sebagainya dengan areal yang relatif sempit;
Alat ukur tanah yang diperlukan: Kompas tangan, clinometer dan pita ukur
Sedangkan dasar pemilihan alat ukur tanah yang berkaitan dengan metode
dan teknik pengukuran tanah dapat diperinci sebagai berikut;
1. Metode menyipat datar;
a. Menyipat datar memanjang, melintang;
Alat ukur : Penyipat datar
b. Menyipat datar pada bidang/melapang;
Alat ukur : Theodolit, theodolit kompas
2. Metode Polygon;
a. Polygon Theodolit
Alat ukur : Theodolit
b. Polygon Kompas
Alat ukur : Theodolit kompas, kompas tangan
Sedangkan dasar pemilihan alat ukur tanah berkaitan dengan ketelitian hasil
pengukuran yang diinginkan atau dipersyaratkan, diperinci sebagai berikut
1. Menyipat datar memanjang à ketelitian hasil pengukuran tinggi
Alat ukur : sipat datar
2. Menyipat datar melapang à ketelitian hasil pengukuran sedang
Alat ukur : theodolit, theodolit kompas
3. Membuat jaringan titik kontrol à ketelitian hasil pengukuran tinggi
Alat ukur : theodolit
4. Mengukur batas kawasan à ketelitian hasil pengukuran tinggi
Alat ukur : theodolit
4
5. Mengukur batas kawasan à ketelitian hasil pengukuran sedang
Alat ukur : theodolit kompas
6. Mengukur batas petak à ketelitian hasil pengukuran rendah
Alat ukur : kompas tangan, clinometer, pita ukur
Dalam memilih dan menentukan jenis alat ukur tanah yang akan digunakan,
harus dipertimbangkan pula ketersediaan dan kemampuan personil pelaksana
pengukuran dalam menggunakan alat tersebut sesuai dengan metode dan teknik
pengukuran yang harus dilaksanakan.
Rangkuman
Kegiatan pengukuran tanah dalam rangka pengumpulan data lapangan
untuk keperluan penyajian peta dan profil tanah dengan benar dan baik, antara lain
ditentukan oleh jenis alat ukur tanah yang digunakan. Jenis alat ukur tanah yang
digunakan disesuaikan dengan tujuan pengukuran dan ketelitian yang diinginkan
atau dipersyaratkan dalam tujuan tersebut, hal ini berkaitan dengan metode dan
teknik pengukuran yang dilaksanakan serta ketelitian alat ukur.
5
BAB IIIKLASIFIKASI ALAT UKUR TANAH
Peralatan ukur tanah yang digunakan dalam berbagai metode dan teknik
pengukuran di lapangan, dapat diklasifikasikan menurut jenis unsur yang diukur,
konstruksi alat ukur, sistem pembacaan dan tingkat ketelitian alat ukur sebagai
berikut:
1. Jenis unsur yang diukur;
a. Alat ukur jarak, untuk mengukur jarak datar atau panjang lereng, contoh :
pita ukur, theodolith
b. Alat ukur sudut mendatar, untuk mengukur sudut pada bidang datar, contoh :
theodolith
c. Alat ukur sudut arah/azimuth, untuk mengukur sudut arah atau azimuth,
contoh : kompas, theodolit kompas
d. Alat ukur sudut tegak, untuk mengukur sudut lereng atau helling, contoh :
clinometer, theodolith
e. Alat ukur beda tinggi, mengukur beda tinggi secara langsung, contoh; sipat
datar.
2. Berdasarkan Konstruksi (pada theodolit),
a. Theodolit repetisi, yaitu mempunyai sumbu tegak rangkap, contoh; Wild T1,
Topcon TM20c
b. Theodolit reitrasi, yaitu mempunyai sumbu tegak tunggal, contoh; Wild T0
3. Berdasarkan Sistem Pembacaan
a. Sistem mikrometer, contoh; Wild T1, Sokhisha
b. Sistem koinsidensi, contoh; Wild T0, Wild T2
c. Sistem angka langsung digital, contoh: theodolit Nikon NE20S, EDM
d. Sistem angka langsung non digital, contoh: kompas tangan brunton, suunto,
clinometer
6
Indikator keberhasilan : Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, peserta dapat
menjelaskan klasifikasi alat ukur tanah.
4. Berdasarkan Kelas ketelitian alat
a. Ketelitian sampai 1 detik, contoh: theodolit Wild T2
b. Ketelitian puluhan detik, contoh : theodolit Topcon TM20C, theodolit kompas
Wild T0 (baru)
c. Ketelitian sampai 1 menit, contoh : theodolit kompas Wild T0 (lama)
d. Theodolit puluhan menit, contoh : theodolit Kern DK-1
e. Ketelitian sampai 1 derajat, contoh : kompas tangan Brunton, Suunto,
clinometer.
Rangkuman
Peralatan ukur tanah yang digunakan dalam berbagai metode dan teknik
pengukuran di lapangan, dapat diklasifikasikan menurut jenis unsur yang diukur,
konstruksi alat ukur, sistem pembacaan dan tingkat ketelitian alat ukur.
7
BAB IV
PRINSIP PENGGUNAAN ALAT UKUR TANAH
A. PITA UKUR
1. Karakteristik
Pita ukur adalah alat ukur jarak yang berbentuk pita, dibuat dari bahan kain,
baja dan fiber-glass, lebar pita 1 cm - 1,6 cm. Pita ukur untuk keperluan
pengukuran tanah panjangnya cukup beragam mulai dari 20 m, 30 m, 50 m
sampai 100 m.
Ketelitian satuan ukuran pita ukur ada yang mencapai 2 mm tapi ada pula
yang hanya sampai 0,5 cm dan 1 cm. Pita ukur kain sudah jarang digunakan
karena kurang kuat dan jika diperkuat dengan serat baja, kembang susutnya
cukup besar. Pita ukur fiber glass lebih ringan dan tahan terhadap cuaca, digulung
dalam kemasan yang dibuat dari plastik keras. Kemasan pita ukur ada yang
tertutup penuh dan ada yang tidak tertutup, pada kemasan tertutup penuh
kadangkala terjadi kemacetan waktu menggulung pita.
Sistem satuan ukuran panjang pada pita ukur biasanya ada dua macam
yang terdapat pada dua muka pita ukur, yaitu satu muka untuk satuan sistem
metrik dan dan satunya untuk sistem inggeris.
Dalam melakukan pengukuran dengan pita ukur, sebaiknya dilengkapi
dengan perlengkapan pendukungnya yang antara lain tongkat yang berujung
tajam seperti lembing sering disebut syalon, gunanya untuk menandai sementara
titik ukur dan meluruskan garis ukur, kemudian paku tanda dan pengunting atau lot
(Gambar 1.)
8
Indikator keberhasilan : Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, peserta dapat
menunjukkan fungsi alat ukur tanah.
Sumber: Dasar-dasar Pengukuran Tanah; Brinker & Wolf 1986
Gambar 1. Pita ukur dan perlengkapannya
2. Penggunaan
Pada pengukuran dengan pita ukur, terlebih dahulu harus diperiksa pangkal
pita ukur untuk meyakinkan bahwa masih terdapat garis nol. Kemudian
pemeriksaan kondisi pita dilanjutkan sampai ke ujung pita untuk meyakinkan bahwa
tidak ada sambungan.
Penting bahwa pencatat berada dekat bagian pita ukur yang akan
menunjukkan hasil ukuran dan bukan berada dekat pangkal (titik nol) pita ukur agar
juru ukur/pembaca tidak sampai perlu berteriak menyampaikan hasil ukurannya.
Prosedur pengukuran jarak dengan pita ukur dilaksanakan dalam enam
langkah, yaitu;
1). Meluruskan, maksudnya adalah meluruskan pita ukur di antara kedua titik
yang akan diukur
2). Memberi tegangan, setelah pita ukur lurus antara kedua titik, kemudian
ditarik agar cukup tegang
3). Penguntingan, maksudnya menepatkan pengukuran, garis nol pita harus
tepat berada pada salah satu titik dan titik kedua ditepatkan dengan
satuan ukuran pada pita.
4) Menandai panjang pita, yaitu menandai bagian pita yang tepat berimpit
dengan titik ukur
5) Membaca pita, membaca hasil ukuran yang telah ditandai
6) Mencatat hasil ukuran. 9
Sesuai dengan kondisi lapangan, metoda yang digunakan, pengukuran
jarak dengan pita ukur dapat dilakukan dengan cara pengukuran miring (sesuai
kemiringan rata-rata permukaan tanah) atau pengukuran mendatar, yaitu dengan
mengupayakan pita ukur selalu dalam posisi mendatar.
Metoda pengukuran dengan pita ukur terdiri dari:
1) Pengukuran jarak langsung atau pengukuran mendatar;
Pada metoda ini jarak diukur secara langsung, dimana pita ukur digunakan
untuk mengukur suatu jarak dalam posisi mendatar. Pada pelaksanaanya,
cara ini sulit dilakukan di lapangan yang umumnya bergelombang sampai
berlereng curam.
A’ d B
Γ
δ t
A
Jarak datar AB = d
Gambar 2. Pengukuran jarak mendatar
2) Pengukuran jarak tidak langsung atau pengukuran jarak miring; Pada cara ini
yang diukur adalah panjang lereng (jarak miring) antara dua titik, untuk
memperoleh jarak datar harus diukur sudut lerengnya (m). Kemudian jarak
datar dihitung dengan menggunakan aturan-aturan dalam hitungan
trigonometri. (gambar 3)
B' L δt m A'
dAB
Syarat AA' = BB'
B
A
Jarak miring AB = A’B’ = L , jarak datar AB = dAB
Gambar 3. Pengukuran jarak miring
10
Pada gambar di atas, yang diukur adalah panjang lereng AB, yaitu
sebesar L dan sudut lereng AB yang diukur dalam sistem horizon, yaitu sebesar
m. Jarak datar antara titik A dan B adalah dAB, dengan menggunakan aturan
trigonometri, dapat kita lihat bahwa:
dAB
Cos m = -------- -à maka; dAB = L Cos m L
Contoh:
Pada suatu pengukuran lapangan, hasil pengukuran jarak miring
dari titik A ke titik B adalah 32,50 m dan sudut kemiringan lereng dari A ke
B 15 °.
Berapa jarak datar dari A ke B ?.
Jawab:
Jarak datar AB = L Cos m
= 32,50 Cos 15°
= 31,393 m
Sumber-sumber kesalahan pengukuran dengan pita ukur;
a. Kesalahan alat : cacat dalam Pembuatan/perbaikan.
b. Kesalahan alami : karena suhu, angin dan gaya berat
c. Metode pengukuran : tidak sesuai dengan kondisi lapangan
d. Kesalahan Personil : tarikan tidak konsisten, perkiraan tidak baik, kedua
ujung pita tidak sama tingginya, penguntingan tidak benar, kesalahan
menandai dan kesalahan membaca.
B. KOMPAS
1. Karakteristik
Kompas adalah alat ukur azimuth, yang menggunakan jarum magnet
sebagai penunjuk ukuran, karena itu azimuth yang diukurnya adalah azimuth
magnetis dan bukan merupakan azimuth yang sebenarnya (geografis) karena
kutub utara magnetik tidak persis sama tempatnya dengan titik kutub utara bumi
yang sebenarnya.
11
Pada umumnya sebuah kompas terdiri dari sebatang jarum baja bermagnet
yang dipasang bebas pada sumbu putar di titik pusat plat lingkaran yang
berpembagian skala dari 0° - 360°, plat lingkaran ini menyatu dengan badan
kompas, bagian penting lain adalah visier atau lubang bidik dan pada beberapa
jenis kompas terdapat nivo pendatar dan kaki penyangga (statip). Contoh sebuah
kompas adalah kompas brunton (gambar 4) dan kompas SUUNTO (gambar 5).
Sumber: Dasar-dasar pengukuran tanah, Brinker & Wolf ‘86
Gambar 4. Kompas merek Brunton
Kompas SUUNTO mempunyai karakteristik yang lain, yaitu jarum magnet
kompasnya terdapat didalam sebuah piringan dimana poros jarum kompas
menyatu dengan poros putar piringan. Prinsip pembidikannya stereoskopis, angka
pembacaan dilihat melalui visier, sedangkan obyek/target dilihat dengan mata
sebelah mata yang lain, kemudian dihimpitkan secara stereoskopis. Sebuah
kompas SUUNTO dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.
12
Gambar 5. Sebuah kompas SUUNTO dan bagian-bagiannya
Keterangan:
A : Bentuk alat; B. Pandangan atas; C pandangan belakang;
D. Lubang bidik (visier) dan contoh pembacaan azimuth dari 1 ke 2 sebesar 8° (E)
a: badan alat; b: Lubang bidik (visier); c: Ring pegangan; d: Piringan
kompas;
e: Garis penunjuk target; f: Pembacaan hasil ukuran pada tepi piringan kompas
2. Penggunaan
Pada pengukuran dengan kompas, jarum magnet dapat berputar bebas
pada porosnya dan selalu menunjuk ke arah utara magnetis, lubang bidik menyatu
dengan lingkaran kompas yang bersatuan ukuran sudut dan bergerak sesuai target
yang dibidik. Maka Azimuth dari titik pengukur ke titik target besarnya adalah
seperti angka pada lingkaran kompas yang diitunjuk oleh jarum magnet.
Masalah yang khas dalam pengukuran azimuth dengan kompas adalah
adanya deklinasi magnetik, yaitu sudut penyimpangan arah utara yang ditunjukkan
oleh jarum magnet dari arah utara yang sebenarnya yang disebabkan perbedaan
tempat titik kutub utara magnetik dengan titik kutub utara bumi sebenarnya
(geografis). Besarnya deklinasi magnetik di berbagai tempat tidak selalu sama dan
makin ke utara makin besar. Di Indonesia yang terletak di ekuator, deklinasi
magnetik relatif tidak terlalu besar, berkisar dari 0° sampai 2°. Sehingga untuk
pengukuran dan pemetaan yang sederhana dan untuk daerah yang tidak terlalu
luas, hasil pengukuran azimuth dengan kompas sering langsung dijadikan data
untuk penggambaran peta.
Masalah lain dalam pengukuran dengan kompas adalah adanya gangguan
medan magnet (atraksi) lokal terhadap jarum magnet kompas yang sedang
digunakan, disebabkan oleh benda-benda logam termasuk bahan tambang
besi/baja atau transmisi elektromagnet yang terdapat disekitar tempat pengukuran,
sehingga jarum magnet menunjukkan azimuth (magnetik) yang salah.
Apabila koreksi deklinasi magnetik dan atraksi lokal dapat diketahui atau
diukur maka untuk mendapatkan azimuth yang sebenarnya tinggal menambahkan
besarnya koreksi tersebut kepada azimuth magnetik hasil ukuran.
13
Aplikasi pengukuran azimuth magnetik dengan kompas untuk keperluan
pemetaan adalah polygon kompas (gambar 6.). Yang diukur pada pengukuran
polygon kompas adalah sisi-sisi polygon, pembacaan sudut datar dilakukan
dengan ujung utara jarum magnetik, sehingga setiap sisi polygon yang diukur
langsung mempunyai azimuth magnetik masing-masing.
U
Gambar 6. Pengukuran dengan Kompas
Sumber kesalahan pengukuran azimuth dengan kompas adalah;
a. Kompas tidak dalam posisi datar
b. Poros putar jarum megnet tidak tepat di tengah
c. Adanya atraksi lokal
d. Adanya deklinasi magnetik
e. Kesalahan personil (pembidikan dan pembacaan).
C. CLINOMETER
1. Karakteristik
Clinometer adalah alat ukur sudut tegak, umumnya digunakan untuk
mengukur kemiringan lereng. Satuan ukuran sebuah clinometer biasanya terdiri
dari satuan ukuran sudut seksagesimal (derajat) dan persen kemiringan lereng.
Prinsip kerja alat adalah berdasarkan gaya berat, dimana garis ke arah gaya berat
pada piringan alat diberi satuan angka 90° dan garis ke arah tegak lurus gaya berat
atau garis datar diberi satuan angka 0° ini, disebut sistim horizon.
Kemiringan suatu lereng sulit untuk diukur pada permukaan tanah, sehingga
pengukuran sudut lereng dilakukan dengan alat ukur pada ketinggian tertentu
biasanya 140 cm – 150 cm dari permukaan tanah. Untuk dapat mengukur
kemiringan lereng dengan benar, maka tinggi alat ukur dari muka tanah tempat
14
mengukur harus sama dengan ketinggian garis bidik pada rambu/patok target
yang diukur.
Terdapat beberapa alat pengukur sudut lereng, yang banyak digunakan
diantaranya adalah Clinometer SUUNTO seperti pada gambar di bawah ini .
Gambar 6. Clinometer SUUNTO dan bagian-bagiannya
Keterangan:
A: Bentuk alat; B: Pandangan atas; C: Pandangan belakang D: Lubang bidik
a: badan alat ; b: lubang bidik (visier); c: Ring pegangan; d: Piringan ukuran
e: Gantungan poros piringan; f: Pembacaan hasil ukuran; g: garis penunjuk
target
Clinometer dari SUUNTO adalah alat untuk mengukur sudut lereng
berdasarkan sistem horizon, dengan pembagian ukuran pembacaan dalam satuan
ukuran sudut (derajat) dan persen kemiringan. penggunaannya praktis,
pembidikkannya streoskopis, dimana satu mata membidik target dan satu mata
melihat angka besaran sudut.
15
2. Penggunaan
Pengukuran sudut lereng dilakukan dengan alat ukur sudut tegak pada
ketinggian tertentu dari muka tanah biasanya 140 cm – 160 cm. Lereng umumnya
bergelombang sehingga sudut lereng yang diukur merupakan rata-rata kemiringan
lereng pada panjang lereng tertentu. Sehingga untuk mengukur kemiringan lereng
dengan benar, maka tinggi alat ukur dari muka tanah tempat mengukur harus
sama dengan ketinggian garis bidik pada rambu/patok di atas target yang
diukur.
Untuk memperoleh hasil yang cukup mewakili keadaan lapangan, pada
daerah yang bergelombang lereng yang diukur jangan terlalu panjang-panjang, jika
kemiringan lereng berobah drastis, ukur masing-masing bagian.
A’ - m A B’ + m
B
Tinggi tongkat AA’ harus sama dengan tinggi tongkat BB’
Gambar 8. Pengukuran sudut lereng
Kesalahan pengukuran sudut lereng dapat disebabkan oleh;
Tinggi alat ukur tidak sama dengan tinggi target
Alat tidak dalam posisi mendatar
Kesalahan instrumen: rusak/cacat dalam pembuatan
Kesalahan personil: salah membaca, salah mencatat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Frick Heinz, 1979. Alat ukur Tanah dan Penggunaannya. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Nawawi G, 2001. Mengoperasikan dan Merawat Alat Ukur Tanah. Departemen
Pendidikan Nasional. Bandung.
Sosrodarsono S., Takasaki M., 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan.
Pradnya Paramitra, Jakarta.
Wongsotjitro, S., 1980. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wolf, B., Walijatun, D., 1986 Pengukuran Tanah, Penerbit Airlangga, Jakarta.
17