autokorelasi

7
AUTOKORELASI Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel (Nachrowi djalal dan Hardius usman:2006). Korelasi ini terjadi antar waktu atau individu. Umumnya kasus autokorelasi banyak terjadi pada data time series, artinya kondisi sekarang dipengaruhi waktu lalu. Oleh karena itu, dalam analisis data time series, masalah autokorelasi menjadi pusat perhatian. Gambaran mudahnya pada kasus yang lagi ramai sekarang ini tentang Penetapan Upah Minimum provinsi (UPM) jakarta. Terus, hubungannya apa?. UPM ini selalu dipengaruhi berdasarkan UPM sebelumnya. Sehingga, dalam penetuan UPM selalu memperhatikan UPM sebelumnya. Dapat dibayangkan, bagaimana jika UPM tidak terkait dengan waktu sebelumnya. Para buruh akan mengalami ketidakpastian pada keuangannya sehingga akan menganggu urusan keluarga. Jauh banget ya. Jadi, autokorelasi sangat berguna pada kehidupan sehari-hari. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari autokorelasi sangat berguna, namun dalam urusan analisis regresi dalam menggunakan OLS. ini menjadi masalah utama yang harus diselesaikan. OLS mengasumsikan bahwa error merupakan variabel random yang independent (tidak berkorelasi agar penduga bersifat BLUE. Atau secara matematis dituliskan: A. Penyebab autokorelasi 1. Kesalahan model (linier – non linier) 2. Penggunaan Lag (inertia) è data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan saling ketergantungan (interdependence) 3. fenomena cobweb è Munculnya fenomena sarang laba-laba terutama terjadi pada penawaran komoditi sektor pertanian è Misalnya, panen komoditi permulaan tahun dipengaruhi oleh harga yang terjadi pada tahun sebelumnya è ui tidak lagi bersifat acak

Upload: yusnandamadridtista

Post on 07-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Analisis Regresi

TRANSCRIPT

Page 1: AUTOKORELASI

AUTOKORELASIAutokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel (Nachrowi djalal

dan Hardius usman:2006). Korelasi ini terjadi antar waktu atau individu. Umumnya kasus autokorelasi banyak terjadi pada data time series, artinya kondisi sekarang dipengaruhi waktu

lalu. Oleh karena itu, dalam analisis data time series, masalah autokorelasi menjadi pusat perhatian.

Gambaran mudahnya pada kasus yang lagi ramai sekarang ini tentang Penetapan Upah Minimum provinsi (UPM) jakarta. Terus, hubungannya apa?. UPM ini selalu dipengaruhi berdasarkan

UPM sebelumnya. Sehingga, dalam penetuan UPM selalu memperhatikan UPM sebelumnya. Dapat dibayangkan, bagaimana jika UPM tidak terkait dengan waktu sebelumnya. Para buruh akan mengalami ketidakpastian pada keuangannya sehingga akan menganggu urusan keluarga.

Jauh banget ya. Jadi, autokorelasi sangat berguna pada kehidupan sehari-hari.

Walaupun dalam kehidupan sehari-hari autokorelasi sangat berguna, namun dalam urusan analisis regresi dalam menggunakan OLS. ini menjadi masalah utama yang harus diselesaikan.

OLS mengasumsikan bahwa error merupakan variabel random yang independent (tidak berkorelasi agar penduga bersifat BLUE. Atau secara matematis dituliskan:

A. Penyebab autokorelasi1. Kesalahan model (linier – non linier)2. Penggunaan Lag (inertia) è data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan saling ketergantungan (interdependence)3. fenomena cobweb è Munculnya fenomena sarang laba-laba terutama terjadi pada penawaran komoditi sektor pertanian è Misalnya, panen komoditi permulaan tahun dipengaruhi oleh harga yang terjadi pada tahun sebelumnya è ui tidak lagi bersifat acak (random), tetapi mengikuti suatu pola yaitu sarang laba-laba.4. Tidak memasukkan variabel yang penting5. Manipulasi data

B. Konsekuensi adanya autokorelasi : 1. Estimator yang dihasilkan masih unbiased, konsisten, dan asymptotical normally

distributed. Tetapi tidak lagi efisien->varians tidak minimum (tidak BLUE) 2. Estimasi standard error dan varian koefisien regresi yang didapat akan ‘underestimate’. 3. Pemerikasaan terhadap residualnya akan menemui permasalahan. 4. Autokorelasi yang kuat dapat pula menyebabkan dua variabel yang tidak

berhubungan menjadi berhubungan. Biasa disebut spourious regression. Hal ini terlihat dari R2.

Page 2: AUTOKORELASI

C. Mendeteksi autokorelasi

1. Metode Grafik 

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi. Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Sesuai dengan definisinya, metode ini membandingkan antara residual dengan variabel X. selain itu, dengan membandingkan antara rasidual ke-t dengan residual ke-(t-1).

Suatu grafik mengindikasikan adanya autokorelasi dapat dilihat dari polanya. Suatu grafik dikatakan mengandung autokorelasi ketika terdapat pola antara residual dengan waktu atau antara residual ke-t sampai ke-(t-1).

Pada bagian (a) terlihat bahwa grafiknya membentuk pola siklus sehingga diindikasikan terdapat autokorelasi. Hal itu juga didukung dengan grafik antara raesidual ke-t dengan residual ke-(t-1) yang menunjukkan ada hubungan liniear..pada gambar tersebut terdapatnya autokorelasi positif dan negatif. Autokorelasi positif terlihat pada bagian (a) sedangkan autokorelasi negatif pada gambar bagian (b).

2. Uji Durbin Watson

Page 3: AUTOKORELASI

Metode grafik diatas masih memiliki permasalahan. Pada metode ini, adanya autookorelasi agak sulit untuk ditentukan karena hanya melalui subjektifitas peneliti. Sehingga, kemungkinan tiap peniliti memiliki pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian formal yang dapat dipercaya secara ilmiah. Salah satu cara untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah uji durbin-watson.

hipotesis:Ho=tidak ada autokorelasiH1=ada autokorelasi

Statistik Uji :

Setelah mendapatkan statistik uji. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan tabel DW. Tabel DW tediri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas(dl) dan batas bawah(du). Berikut beberapa keputusan setelah membandingkan DW.

Bila d < dL Þ tolak H0; Berarti ada korelasi yang positif atau kecenderungannya r= 1  Bila dL < d < dU Þ kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa Bila dU < d < 4 – dU Þ jangan tolak H0; Artinya tidak ada korelasi positif maupun

negatif  Bila 4 – dU < d < 4 – dL Þ kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa Bila d > 4 – dL Þ tolak H0; Berarti ada korelasi negatif

tabel durbin-watson dapat diperoleh disini

3. Uji Run

Page 4: AUTOKORELASI

Uji durbin Watson juga memiliki kelemahan ketika berada antara nilai dL dan dU atau antara (4-dU) dan (4-dL) maka keputusannya autokorelasi tidak bisa diketahui mempunyai autokorelasi apa tidak. Sehingga dilakukan uji lain bisa dengan metode grafik atau metode formal lainnya. Salah satu uji formal yaitu uji run.

Perinsip kerja uji run sangat sederhana yaitu dengan melihat tanda nilai residual negtaif atau positif(+) atau negatif (-), tanpa memperhatikan nilainya. Sehingga run yang dimaksud disini adalah sekelompok nilai residual yang mempunyai tanda sama secara bertusut-turut.

Contoh: (++++++)(-----)(+++++)(----)

Hipotesis:H0=residual randomH1=tidak demikian

Untuk menghitungnya digunakan beberapa fungsi berikut:

Dimana: N=jumlah observasiN1=jumlah run positif(+)N2=jumlah run negatif(-)

Dalam melakukan pengujian hipotesis, digunakan analisis interval kepercayaan :

E(run)-1,96 <= run <= E(run)+1,96 run

    Keputusan:

Apabila nilai Run berada diantara interval tersebut maka terima H0sehingga disimpulkan residualnya random dan tidak adanya unsur autokorelasi.

4. Uji Breusch-Godfrey(BG)/Lagrange Multiplier(LM)

Uji ini dikembangkan oleh breusch-bodfrey.

Page 5: AUTOKORELASI

Berdasarkan model tersebut Breusch-bodfrey mengasumsikan bahwa Ut mengikuti autoregresif ordo p(AR(p)), sehingga membentuk model berikut:

Untuk materi yang tertinggal akan dibahas di bagian selajutnya. [mengatasi-uji-autokorelasi]

refrensi:Nachrowi Djalal Nachrowi dan Hardius Usman. ekonometrika untuk analisis ekonomi dan keuangan. 2006.Gujarati, Basic_Econometrics. 2004. bisa didowloadautocorelasi. basic economic. sanjoyo. bisa didownload disiniguy judge march 2007. bisa didownload disini