astana gede
DESCRIPTION
contoh makalah astana gedeTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan
tertentu. Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah
mengandung komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan ilmiah
itu.
Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang dianut, objek
penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian yang
diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan penelitian
harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan karena sasaran
akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian pada khalayak
terkait. Oleh karena itu, menulis laporan merupakan tahap akhir yang penting
dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang
membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan belajar menulis karya ilmiah itu sangat
penting. Supaya di setiap proses dan tahapannya sesuai dengan aturan yang
berlaku. Selain itu, pentingnya belajar menulis karya ilmiah juga dapat
memperjelas sasaran atau tujuan dilaksanakannya penelitian sehingga dalam
pembahasannya dapat disampaikan secara tepat dan mudah dipahami oleh
pembaca. Sehingga kami membuat makalah penulisan karya ilmiah ini
sebagai bahan pembelajaran.
1.2 Dasar Pemikiran
Agar pembahasan tidak meluas kemana-mana, maka penulis
mengambil dasar pemikiran karya ilmiah ini yaitu “Situs Astana Gede
Kawali”.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
ii
1. Bagaimana sejarah kerajaan Kawali itu ?
2. Bagaimana keberadaan situs Astana Gede dan peninggalannya ?
3. Bagaimana upaya pengembangan dan pelestarian nilai budaya situs Astana
Gede ?
1.4 Batasan Masalah
Adapun Batasan Masalah dalam penulisan Kaarya Tulis ini sebagai
berikut :
1. Sejarah Kerajaan Panjalu
2. Keberadaan Situs Astana Gede dan peninggalannya
3. Upaya pengembangan dan pelestarian nilai budaya situs Astana Gede
1.5 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah satu tuga mata pelajaran Bahasa Indonesia
2. Menambah pengetahuan siswa mengenai masalah yang berkaitan dengan
mata pelajaran tertentu yang membutuhkan penggambaran atau bukti
visual langsung .
3. Memperluas cakrawala siswa mengenai lingkungan hidup yang menambah
rasa cinta terhadap tanah air, serta meningkatkan kesegaran jasmani dan
daya kreasi seni.
4. Menambah pengetahuan siswa dalam rangaka penelitian, riset serta teknik
menyusun Karya Tulis.
1.6 Metose dan Teknik Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini,
adalah sebagai berikut :
Metode Observasi
Yaitu metode penelitian yang langsung mengunjungi objek karya tulis,
yakni daerah situs Astana Gede Kawali.
Interview
Metode pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan
narasumber.
ii
Metode Kepustakaan
Yaitu metode penelitian dengan mengumpulkan data yang berasal dari
beberapa buku sumber yang dianggap relevan.
Metode Searching Internet
Yaitu metode dengan mencari data dan mengumpulkan data dari internet
yang berhubungan dengan judul karya tulis ini.
1.7 Sistematika Penulisan
ii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kerajaan Kawali
Kerajaan Kawali tidak diketahui secara pasti pada zaman
pemerintahan siapakah pusat Kerajaan Sunda mulai berada di Kawali. Akan
tetapi, berdasarkan prasasti-prasasti yang terdapat di Astanagede (Kawali),
dapat diketahui bahwa setidaknya pada masa pemerintahan Rahyang Niskala
Wastu Kancana, pusat kerajaan sudah berada di sana. Istananya bernama
Surawisesa. Disebutkan dalam prasasti-prasasti tersebut bahwa baginda raja
telah membuat selokan di sekeliling kerajaan dan desa-desa untuk rakyatnya.
Astana Gede Kawali dijadikan sebagai pusat pemerintahan yaitu pada
masa pemerintahan: Prabu Ajiguna Linggawisesa, Prabu Ragamulya, Prabu
Linggabuana, Rahyang Niskala Wastukancana dan Dewa Niskala.
Pada masa pemerintahan Prabu Linggabuana terjadi peristiwa
berdarah. Peristiwa berdarah tersebut merupakan sejarah pahit bagi Kerajaan
Sunda, dimana telah terjadi penghianatan yang dilakukan oleh Mahapatih
Gajahmada Dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Sunda merupakan satu-
satunya kerajaan di Nusantara yang tidak bisa ditundukan oleh Kerajaan
Majapahit, sehingga sumpah dari Mahapatih Gajahmada yang disebut
Sumpah Palapa belum bisa diwujudkan. Niat Raja Majapahit yang pada
waktu itu rajanya Prabu Hayam Wuruk untuk mempersunting Putri dari
Kerajaan Sunda (Dyah Pitaloka / Citraresmi / Candra Kirana) dijadikan
sebagai alat untuk mewujudkan agar sumpahnya bisa tercapai. Suatu waktu
rombongan dari Kerajaan Sunda yang dipimpin langsung oleh Prabu
Linggabuana untuk menikahkan putrinya dengan Prabu Hayam Wuruk
sampai di lokasi Bubat. Rombongan diminta oleh Patih Gajahmada untuk
menyerahkan Putri Kerajaan Sunda sebagai upeti kepada Kerajaan Majapahit
sebagai tanda bahwa Kerajaan Sunda telah takluk kepada Kerajaan
Majapahit. Prabu Linggabuana tidak bisa menerima perlakuan itu, akibatnya
terjadilah perang di Bubat itu. Rombongan dari Kerajaan Sunda gugur
ii
dimedan Bubat, termasuk Putri Kerajaan Sunda yang memilih untuk mati
daripada dijadikan sebagai upeti bukan permaisuri.
Dengan adanya peristiwa itu maka pemerintahan di Kerajaan Sunda
Kawali sementara waktu dipegang oleh Prabu Bunisora adik dari Prabu
Linggabuana. Setelah putra mahkota Rahyang Niskala Wastukancana dewasa
dan dinobatkan menjadi Raja Kawali pemerintahan dipegang oleh beliau.
Selanjutnya dilanjutkan oleh putranya Prabu Dewa Niskala. Penerus dari
Prabu Dewa Niskala yaitu Jayadewata memindahkan pemerintahan dari
Kawali ke Pakuan Pajajaran.
Niskala Wastu Kencana memiliki dua orang putra dari istri yang
berbeda. Keduanya mewarisi tahta yang sederajat, yakni Sunda di Galuh dan
Sunda di Pakuan. Setelah Wastu Kancana wafat pada tahun 1475, kerajaan
Sunda dipecah, Sunda Galuh yang berpusat di Keraton Surawisesa diperintah
oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala sedangkan Sunda
Pakuan yang berpusat di Keraton Sri Bima diperintah oleh Sang Haliwungan
dengan gelar Prabu Susuktunggal (Pakuan).
Kisah penyatuan kerajaan Sunda warisan Wastu Kancana tidak
terlepas dari adanya peristiwa di Galuh. Pada masa tersebut, tahta Sunda di
Kawali sudah diwariskan kepada Dewa Niskala, dan ia di anggap ngarumpak
larangan yang berlaku di keraton Galuh. Mungkin pada waktu dikatagorikan
dengan pelanggaran moral.
Masalah moralitas di wilayah Galuh sangat mewarnai perubahan
jalannya sejarah Sunda, ditenggarai dari kisah Smarakarya Mandiminyak
(Amara) dengan Pwah Rababu, istri Sempakwaja yang membuahkan
perebutan tahta Galuh. Kisah selanjutnya adalah Kisah Dewi Pangrenyep.
Didalam versi cerita tradisional, seperi pantun dan babad, kisah ini
diabadikan didalam lalakon Ciung Wanara. Demkian pula didalam kisah
Dewa Niskala yang dianggap ngarumpak tabu keraton dengan cara menikahi
putri hulanjar dan sekaligus istri larangan.
Dari masing-masing kisah tersebut sebenarnya dapat disimpulkan,
bahwa keraton Galuh memiliki tradisi yang sangat menghormati moralitas,
pada masa itu diatur dalam suatu bentuk etika hidup dan kenegaraan, yang
ii
disebut Purbatisti – Purbajati, bahkan memiliki sanksi yang tegas, dikucilkan
dari lingkungan atau diturunkan dari tahtanya.
Keyakinan dan ketaatan Keraton Galuh demikian menjadikan suatu
hal yang lumrah ketika nyusud kagirangna, karena Cikal Bakal Galuh adalah
Kendan yang didirikan oleh Resi Manikmaya, resi sekaligus penguasa. Pada
periode berikutnya para keturunan Galuh menciptakan keseimbangan dengan
membentuk negara Galunggung sebagai negara agama (kabataraan) yang
memiliki kekuatan untuk mengontrol perilaku penguasa Galuh. Ketaatan
Galuh terhadap Galunggung nampak pula ketika masa Demunawan
menginisiasi Perjanjian Galuh, sehingga pada periode berikutnya sangat
wajar, ketika Dewa Niskala dipaksa untuk mengundurkan diri karena
dianggap ngarumpak larangan.
Peristiwa Dewa Niskala didalam sejarah resmi sangat terkait pula
dengan eksodusnya keluarga Keraton Majapahit ke Kawali, pasca huru hara
di Majapahit yang menjatuhkan Brawijaya V. Pada masa tersebut Majapahit
mendapat serangan beruntun dari Demak dan Girindrawardana. Keluarga
keraton Majapahit mengungsi ke Pasuruan, Blambangan dan Supit Udang,
namun tak kurang pula yang mengungsi ke Kawali disebelah barat Majapahit.
Kisah pelarian keluarga keraton Majapahit yang menuju wilayah
Galuh tiba di Kawali. Mereka dipimpin oleh Raden Baribin, saudara seayah
Prabu Kretabhumi. Mereka disambut dengan senang hati oleh Dewa Niskala.
Raden Baribin kemudian di jodohkan dengan Ratu Ayu Kirana, putri Prabu
Dewa Niskala. Putri ini adiknya Banyakcatra atau Kamandaka, bupati Galuh
di Pasir Luhur dan Banyakngampar bupati Galuh di Dayeuh Luhur.
Sayangnya Dewa Niskala dianggap ‘ngarumpak larangan’ karena
menikahi seorang rara hulanjar dan istri larangan (wanita terlarang) dari salah
satu rombongan para pengungsi. Rara hulanjar sebutan untuk wanita yang
telah bertunangan. Masalah hulanjar sama halnya dengan aturan di Majapahit,
yakni perempuan yang masih bertunangan dan telah menerima Panglarang,
tidak boleh diperistri kecuali tunangannya telah meninggal dunia atau
membatalkan pertunangannya.
ii
Wanita terlarang (Istri larangan) di dalam tradisi Sunda pada masa itu
ada tiga macam. Hal ini sebagaimana rujukan dari Carita Parahyangan dan
Siksa Kandang Karesian, yaitu : (1) gadis atau wanita yang telah dilamar dan
lamarannya diterima, gadis atau wanita terlarang bagi pria lain untuk
meminang dan mengganggu, (2) Wanita yang berasal dari Tanah Jawa,
terlarang dikawin oleh pria Sunda dan larangan tersebut dilatar belakangi
peristiwa Bubat, dan (3) ibu tiri yang tidak boleh dinikahi oleh pria yang
ayahnya pernah menikahi wanita tersebut.
Sejatinya suatu larangan akan ditaati jika mengandung sanksi, karena
suatu larangan tanpa sanksi hanya bersifat himbauan maka tidak memiliki alat
pemaksa. Demikian pula di dalam hukum adat, seseorang akan dikenakan
sanksi jika ia melanggar keseimbangan adat, dalam hal ini ada ketentuan adat
yang dilanggar Dewa Niskala, yakni Purbatisti Prbajati (tradisi) keraton
Galuh yang selalu diamanatkan oleh Wastu Kencana dan leluhur sebelumnya.
2.2 Keberadaan Situs Astana Gede dan Peninggalannya
Astana Gede Kawali merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sunda-
Galuh. Raja-raja yang pernah bertahta di tempat ini adalah Prabu Ajiguna
Linggawisesa,yang dikenal dengan sebutan sang lumah ing kiding,kemudian
Prabu Ragamulya atau Aki Kolot,setelah itu Prabu Linggabuwana yang gugur
pada peristiwa bubat,Rahyang Niskala Wastukancana yang meninggalkan
beberapa prasasti di Astana Gede, dan Dewa Niskala anak dari Rahyang
Wastukancana.
Secara administrasi Situs Astana Gede berada di Kampung Indrayasa,
Desa Kawali, Kecamatan kawali, Kabupaten Ciamis. Situs ini berada di kaki
Gunung Sawal bagian timur. Tanah situs ini berstatus tanah desa. Jarak dari
ibukota Ciamis kurang lebih 21 km ke arah utara menuju Cirebon. Sedangkan
untuk mencapai lokasi Situs Astana Gede Kawali dari ibukota Kecamatan
Kawali dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau kendaraan roda
empat kurang lebih 1,5 km ke arah barat dengan kondisi jalan yang telah
diaspal dan baik.
ii
Situs Astana Gede berada pada ketinggian kurang lebih 365 meter dari
permukaan air laut dengan luas kurang lebih 5 Ha. Sebelah barat Situs
tersebut terdapat sumber mata air Cikawali yang tidak pernah kering walau
musim kemarau. Batas situs ini yaitu, sebelah utara Sungai Cikadondong,
sebelah timur parit kecil dari Sungan Ciguntur, sebelah selatan Sungai
Cibulan, dan sebelah barat Sungai Cigarunggung. Lingkungan situs ini
berupa hutan lindung yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi cukup
rapatsehingga kelembaban situs cukup tinggi dengan suhu kurang lebih 22
derajat celcius. Kondisi lingkungan tersebut akan berakibat pada pelestarian
objek warisan budaya bangsa yang mempunyai nilai historis-arkeologis.
Situs ini diduga kuat pada awalnya merupakan Situs Prasejarah dari
kronologi megalitik. Indikasi yang dapat dilihat adalah berupa tinggalan,
Punden Berundak dengan teras-terasnya dan menhir (batu tegak). Tetapi
selanjutnya area situs digunakan pada masa Klasik (Hindu-Budha) dengan
indikasi temuan prasasti sejumlah enam buah.
Punden Berundak diduga memiliki tiga teras dengan susunan batu,
antar teras tidak begitu tampak jelas karena terdapat susunan batu sudah
banyak yang hilang terutama pada teras bawah. Teras Utama merupakan teras
teratas dengan ukuran 15meter x 13,5 meter dan tinggi teras 50-70 cm. Teras
1 ini berpagar bambu yang dianyam, dibagian tengahnya terdapat makam
yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai makam Kiai Adipati
Singacala seorang tokoh penyebar Agama Islam pertama di daerah Kawali.
Sekelilingnya makam menggunakan jirat dengan susunan batu empat persegi
panjang, membujur utara-selatan. Melihat dari bentuk nisan dapat diduga
bahwa makam ini kemungkinan baru, tidak sejaman dengan tinggalan punden
berundak ataupun prasasti. Sedangkan susunan batu yang membatasi makam
tersebut dengan menyusun susunan batu yang ada di bangunan punden
tersebut.
Teras 2 memiliki ketinggian 20-40 cm, berpagar besi. Pada teras ini
terdapat sejumlah peninggalan yang diberi cungkup sebagai pelindung,
dengan pagar dari kayu. Teras berbentuk empat persegi dengan ukuran
panjang sisi utara 27,6 meter; sisi barat 25,65 meter; sisi selatan 27,6 meter;
ii
dan sisi timur 26,15 meter. Adapun jenis peninggalan yang di Teras 2 ini,
terdiri dari pelinggih (batu datar), menhir, Prasasti 1 (1a dan 1b), Prasasti 2,
Prasasti 5 dan Prasasti 6.
Teras 3 memiliki selisih ketinggian dengan Teras 2 kurang lebih 20-30
cm dan yang masih tampak sisa-sisa susunan terasnya yaitu pada sisi
baratlaut. Di Teras 2 inilah Prasasti 3 dan Prasasti 4 ada.
a. Prasasti Kawali 1
Prasasti ini terletak di tenggara batu Pelinggih, telah diberi cungkup
dengan atap dari sirap. Bangunan cangkup ini dilengkapi dengan pagar
kayu dan lantai dari susunan batu kali yang disemen dan batu prasasti
menyatu dengan lantai tersebut.
Batu prasasti berbentuk empat persegi tidak sama sisi. Prasasti
menghadap kea rah baratlaut,terlihat pada arah hadap permukaan batu
yang terdapat tulisannya. Diduga kuat sebelum penulisan pesan-pesan,
permukaan batu terlebih dahulu melalui proses pembentukan dengan
perataan dan penghalusan permukaan menggunakan benda keras dan
pemberian garis. Inskripsi tulisan terdiri 10 baris, dengan huruf dan bahasa
Sunda Kuno. Pada setiap baris diberi garis, seolah-olah tulisan dibatasi
dengan garis. Pada sudut kiri atas dan baris pertama terdapat atribut
(regalia) yang mempunyai cakra dengan jenis seperti trisula pada keempat
sisinya. Disamping pada permukaan atas, inskripsi tulisan terdapat juga
pada keempat sisi batu (selatan, barat, utara dan timur), tetapi tidak diberi
garis.
Oleh Hasan Djafar, prasasti ini dibagi dua yaitu dengan sebutan
Prasasti 1a yaitu untuk menyebutkan inskripsi tulisan yang ada di
permukaan atas (10 baris) dan Prasasti 1b untuk inskripsi tulisan yang ada
pada sisi-sisinya (keempat sisi).
b. Prasasti Kawali 2
Prasasti ini terletak 2,5 meter sebelah timur laut dari Prasasti 1.
Objek telah diberi cungkup (2,65x2,23 m) dengan atap sirap kayu dan
lantai susunan batu kali yang siberi semen. Sedangkan batu prasasti yang
ii
berupa batu tegak (up right-stone), berdiri menyatu dengan lantai, di
bagian bawahnya (sebelah tenggara) terdapat tiga buah batu yang seolah-
olah menopang posisi prasasti yang terlihat agak miring kea rah baratdaya.
Dengan memperhatikan permukaan batu tersebut, dapat dinyatakan
bahwa prasasti ini menghadap ke arah timur laut. Sebelum permukaan batu
dipahatdengan inskripsi tulisan, terlebih dahulu melalui proses
penghalusan. Sehingga diperoleh permukaan cukup rata dan halus. Prasasti
ini tidak memiliki tanda atau hiasan.
Inskripsi tulisan menggunakan tulisan dan bahasa Sunda kuno,
berjumlah 7 baris yang dipahatkan pada permukaan batu. Pada bagian
bawah diberi garis bawah.
c. Prasasti 3 Batu Tapak Berinskripsi)
Prasasti ini terletak 25 meter sebelah selatan dari Prasasti 1. Objek
Prasasti 3 ini telah diberi cungkup sebagai pelindung dari hujan dan terik
matahari. Atap cungkup menggunakan sirap kayu da berlantai susunan
batu kali yang disemen, sedangkan objek prasasti sendiri tidak menyatu
dengan lantai. Sekeliling cangkup diberi pagar kayu setinggi 90 cm,
dengan pintu sebelah selatan. Kurang lebih Batu Prasasti 3 terletak 12
meter sebelah tenggara dari batu pelinggih.
Pada sisi selatan masih terdapat relief, yaitu sepasang telapak kaki
dan telapak tangan kiri yang menghadap ke arah utara atau pahatan.
Kurang Kurang lebih objek batu prasasti berbentuk segi lima tidak sama
sisi. Permukaan batu kemungkinan besar mengalami proses penghalusan
meskipun masih terdapat permukaan berlubang. Inskripsi tulisan hanya
satu baris yang diletakan sisi barat, menggunakan huruf dan bahasa Sunda
kuno. Inskripsi tulisan tersebut dibaca dari arah barat. Pada pebelah
atasnya (sisi utara permukaan batu) terdapat pahatan (guratan) yang
terbagi dalam 5 kolom dan 9 baris, sehingga jumlahnya 45 kotak.
ii
d. Prasasti Kawali 4
20 meter sebelah baratlaut lingga semu. Prasasti ini telah dilindungi
dengan cungkup (2,69x1,67 m), beratap sirap kayu dan lantai susunan batu
kali yang disemen. Objek terbuat dari batu andesit berbentuk batu tegak
(up right-stone) dengan posisi agak miring ke arah baratdaya. Batu prasasti
ini berdiri menyatu dengan lantai. Disebelah baratdaya terdapat batu
panjang dalam posisi rebah.
Permukaan batu yang terdapat inskripsi tulisan kemungkinan besar
mengalami proses penghalusan. Prasasti ini menghadap kea rah timur laut.
Pada permukaan batu ini hanya terdapat dua baris inskripsi tulisandengan
menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Kondisi objek relatif
terpelihara, meskipun pada sisi timurlaut bagian bawah terdapat jasad
renik, moss. Menurut kepercayaan masyarakat setempat Batu Prasasti ini
disebut juga Batu ‘Panyandungan’. Menurut legenda, di Astana Gede
Kanjeng Raja Prabu Wastu Kancana sering menghilang (ngaleungit).
Selama menghilang ternyata beliau sedang mengelilingi batu
panyandungan selama 7 kali sambil tidak bernafas. Selesai mengelilingi
batu panyandungan Beliau merasa pusing kepalanya. Kemudian Beliau
memberikan peringatan kepada orang-orang yang ingin memadu
(nyandung) bahwa rasa pusingnya seperti orang yang sedang mengelilingi
batu 7 kali.
e. Prasasti Kawali 5
4 meter sebelah tenggara linggasemu. Prasasti ini telah dilindungi
dengan bangunan cungkup (2,69x1,67 m), beratap sirap kayu dan lantai
susunan batu kali yang disemen. Objek terbuat dari batu andesit berbentuk
batu tegak (up right-stone) dengan posisi agak miring ke arah baratdaya.
Batu prasasti ini berdiri menyatu dengan lantai. Disebelah baratdaya
terdapat batu panjang dalam posisi rebah.
Permukaan batu yang terdapat inskripsi tulisan kemungkinan besar
mengalami proses perataan dan penghalusan. Prasasti ini menghadap ke
arah timur laut. Pada permukaan batu ini hanya terdapat dua baris inskripsi
ii
tulisan dengan menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Menurut Dr.
J. Noorduyn prasasti ini seharusnya dibaca “a(j)nana” yang berarti
“perintahnya”, perintah dari Sri Maharaja Prabu Raja Wastu. Kondisi
objek relatif terpelihara, meskipun pada sisi timurlaut bagian bawah
terdapat jasad renik, moss.
f. Prasasti Kawali 6
Prasasti ini terletak 2.5 meter sebelah baratlaut dari Prasasti 1.
Objek telah diberi cungkup (2,65x2,23 m), berpagar dari kayu setinggi 123
cm, beratap sirap kayu dan lantai susunan batu kali yang diberi semen.
Sedangkan batu prasasti yang berupa lempengan batu datar berbentuk segi
empat, menyatu dengan lantai.
Permukaan batu yang terdapat inskripsi yang relatif datar,
kemungkinan besar telah mengalami perataan atau penghalusan. Prasasti
menghadap ke arah baratlaut, terlihat pada arah hadap permukaan batu
yang terdapat tulisannya. Inskripsi tulisan terdiri 6 baris dengan
menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Pada setiap garis tidak diberi
garis seperti prasasti 1. Pada sudut kiri atas atau baris pertama terdapat
gambar flora yang mempunyai ukuran lebih besar daripada hiasan yang
ada di Prasasti 1. Prasasti 6 ini ditemukan menyusul setelah prasasti dan
objek lainnya ditangani, yaitu pada tanggal 3 Oktober 1995 oleh Juru
Kunci situs Kawali, Bapak Sopar ketika sedang membersihkan lahan situs.
Regalia berupa pahatan cakra yang ada pada Prasasti Kawali 6 ini
sama seperti pada Prasasti Kawali 1. Tanda tersebut berupa roda cakra dari
kepercayaan agama Budha, sedangkan trisula berasal dari kepercayaan
agama Ciwa. Keduanya menunjukan pada waktu itu sudah ada
kepercayaan agama Ciwa dan agama Budha yang lama sebelumnya
memang sudah ada di tanah Sunda.
ii
2.3 Upaya Pengembangan dan Pelestarian Nilai Budaya Situs Astana Gede
Peninggalan sejarah di Astana Gede oleh sebagian kecil masyarakat
Kawali masih dianggap keramat atau dikeramatkan. Karena dianggap
keramat, penemuan batu tulis atau prasasti di Astana Gede,bagi
masyarakat Kawali ternyata belum menunjukan reaksi yang positif. Dalam
arti, belum merasa bangga dengan peninggalan sejarah yang ditinggalkan
oleh nenek moyang. Hal ini dimungkinkan masih kurangnya pengetahuan
yang dimiliki oleh masyarakat tentang pentingnya benda-benda
peninggalan sejarah tersebut.
Sebagai cagar budaya yang termasuk objek wisata apabila situs ini
benar-benar dipelihara, ditingkatkan lagi daya tariknya maka sudah tentu
hal ini akan menimbulkan kemajuan dalam bidang ekonomi. Selain itu
juga akan terwujud sesuai dengan masyarakat dari Pariwisata yang salah
satunya adalah turut serta meningkatkan taraf hidup atau perekonomian
bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan observasi ke lapangan, Astana Gede ini sering terjadi
masalah-masalah yang ditimbulkan dari masyarakat sekitarnya. Masalah
itu diantaranya:
a. Kerusakan pada salah salah satu prasasti juga sudah terjadi itu karena
ulah pengunjung yang mencoba mengangkat batu itu.
b. Ada sebagian pagar yang rusak akibat ulah para pemuda yang mencoba
masuk lewat belakang.
c. Banyak masyarakat setempat yang sengaja memakai jalan melewati
Astana Gede apabila mereka akan pergi ke sawah dan kebun mereka,
serta banyak orang yang mencari kayu bakar.
Pihak pengelola sudah berusaha memperingati mereka tetapi lama
kelamaan dengan adanya teguran pengelola menimbulkan salah paham.
Hal itu jelas bahwa masyarakat Desa Kawali belum menyadari pariwisata.
Pembinaan yang dilakukan aparat desa sudah dilakukan sudah dilakukan
tapi masyarakat belum bisa sadar wisata.
Selain pembinaan untuk melestarikan prasasti yang ada, perlu juga
adanya pembinaan kepada masyarakat terutama para pemuda. Apabila
ii
suatu objek sudah berkembang maka wisatawan yang datang ke lokasi
wisata, berasal dari berbagai tempat yang mempunyai budaya yang
berbeda-beda bahkan dari luar negeri sekalipun. Disinilah perlunya
pembinaan para pemuda karena takut budaya, pengaruh dari wisatawan itu
masuk sehingga dapat berpengaruh pada jiwa mereka dari unsur
negatifnya.
Dalam hal ini tujuan dari pembinaan itu adalah upaya dalam
melestarikan peninggalan bersejarah, sedangkan yang dibina adalah
manusianya juga alamnya. Suatu rencana tanpa adanya kerjasama dari
manusianya tidak akan berjalan lancar.
Pekerjaan sebagai pemandu wisata di situs Astana Gede ini adalah
berupaya untuk menerangkan nilai sejarah yang terkandung di dalam situs
ini. Tetapi memang data-data otentik untuk menerangkan keterkaitan situs
ini dengan Kerajaan Pajajaran dirasakan masih kurang karena
keterbatasan. Mencampuradukan peristiwa tersebut dengan cerita dari lisan
yang menyangkut situs Astana Gede ini sehingga terlihat ada bumbu
dongengnya. Oleh karena itu diharapkan agar keberadaan situs Astana
Gede ini di ekspose oleh para pakar sejarawan agar tingkat keilmiahannya
bisa dipertanggungjawabkan.
Berkembangnya suatu objek wisata dapat didlihat dari banyaknya
pengunjung yang datang ke objek wisata. Pengunjung yang datang ke
Astana Gede ini dari takun ke tahun mengalami peningkatan itu sedikit
sekali, disbanding dengan objek wisata lainnya.
Jelaslah bahwa objek wisata ini kurang berkembang. Beberapa hal
yang menyebabpan objek wisata ini kurang berkembang , ada tiga hal yang
sangat berpengaruh yaitu ;
a. Faktor Dana
Sesuai dengan fungsi dana yaitu perencanaan dan pengkendalian
kegiatan, maka suatu perencanaan tidak akan terwujud apabila tidak ada
dananya.
ii
b. Kerjasama
Sebuah rencana tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan
harus adanya kerjasama dengan pihak lain baik secara internal maupun
eksternal.
c. Sadar Wisata
Masyarakat Desa kawali diharapkan dapat menyadari arti dan
pentingnya pariwisata setelah itu dapat menampakan sadar wisata yang
dapat menunjang Pengembangan Astana Gede Kawali. Sadar wisata ini
dapat dilakukan dengan melaksanakan dan menciptakan suasana yang
nyaman Sesuai dengan sapta pesona.
ii
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kabupaten Ciamis memiliki kekayaan alam yang beragam. Sebagian
diantaranya memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah,
sebagian lagi dieksplorasi untuk kepentingan wisata. Banyak tempat yang ada
di Kabupaten Ciamis yang dapat memberikan kontribusi tersebut.
Diantaranya objek wisata sejarah yang mempunyai daya tarik tinggi karena
mempunyai nilai khusus dalam bentuk nilai-nilai luhur pada masa lampau,
yaitu situs yang berada di Kawali.
Kawali adalah sebuah kota kecamatan yang berada di kabupaten
Ciamis propinsi Jawa Barat-Indonesia. Kawali merupakan aset yang sangat
berharga bagi kabupaten Ciamis. Dari kota kecil ini kita akan banyak
menemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang sangat penting. Karena
peninggalan-peninggalan tersebut menyangkut sejarah peninggalan akar
budaya Sunda, baik berupa makam-makam petinggi Kerajaan Sunda sebelum
Kawali jadi pusat ibukota kerajaan (yang berada di Winduraja Kawali)
maupun peninggalan-peninggalan raja-raja yang pernah bertahta di Kawali
yang berada di Astana Gede Kawali.
Astana Gede Kawali merupakan lokasi peninggalan sejarah yang
berlokasi disebelah barat kota Kawali kurang lebih 1 km. Tepatnya berada di
Kampung Indrayasa Desa Kawali Kecamatan Kawali. Keadaan lingkungan
situs ini merupakan hutan lindung yang ditumbuhi dengan berbagai jenis
tumbuhan tanaman keras. Pasa masa kerajaan Sunda Galuh Astana Gede
Kawali merupakan tempat suci yang bernama Kabuyutan Sanghiang Lingga
Hiang.
3.2 Saran
Kegiatan Karya wisata juga berguna untuk menambah wawasan
peserta didik . Disana Kami lebih tahu, betapa indahnya Alam Ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Dari Situlah kami ingin meninggalkan pesan yaitu : Bagi
ii
pelajar khususnya dan bagi masyarakat umumnya dengan adanya Objek
Wisata Situ Panjalu marilah kita jaga kelestariaannya serta adanya
perkembangan agar pada waktu kelak nanti para generasi penerus bisa
mengetahuinya.
ii
DAFTAR PUSTAKA
Dadan Wildan, Tanpa Tahun (T.th) Upaya Inventarisasi Dokumentasi
Katalogisasi dan Konservasi Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan
Sebagai Aset Warisan Budaya di Kabupaten Ciamis. (Hasil
Seminar). Ciamis Tanpa Penerbit.
Djaja.(2002).Astana Gede Kawali. Ciamis : Tanpa Penerbit (Tp) .
Edi S. Ekadjati. (1980). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung : Giri
Mukti Pusaka.
Siti Dloyana K., dkk (1995). Situs Astana Gede Kawali. Bandung : Departemen
pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat
http://ai-wulan.blogspot.com/2012/10/artikel-ilmiah.html
ii
Lampiran
GAMBAR-GAMBAR OBJEK
ii
ii
KATA PENGANTAR
Alkhamdulillah Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan segenap rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan Laporan Karya Tulis Situs Astana Gede ini tepat pada
waktunya.
Kami menyadari Karya Tulii terwujud berkat adanya bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu.
Tak ada yang sempurna di dunia ini, begitu pula dengan Karya Tulis ini
masih jauh dari kata sempurna, semua itu karena keterbatasan ilmu yang kami
miliki. Maka dari kami harapkan berbagai kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami selaku
penulis, umumnya bagi pembaca sekalian. Amiin.
Lumbung, April 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Dasar Pemikiran .................................................................. 1
1.3 Rumusan Masalah ............................................................... 1
1.4 Batasan Masalah ................................................................. 2
1.5 Tujuan Penulisan.................................................................... 2
1.6 Teknik dan Metode Penulisan ........................................... 2
1.7 Sistematika Penulisan .......................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 4
2.1 Sejarah Kerajaan Kawali ...................................................... 4
2.2 Keberadaan Situs Astana Gede dan peninggalannya ........... 7
2.3 Upaya Pengembangan dan Pelestarian Nilai Budaya .......... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................. 16
3.1 Simpulan .............................................................................. 16
3.2 Saran ...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17
ii