aspek biologi reproduksi dan pendugaan pola … · mengenai mortalitas pre-rekruitmen untuk...
TRANSCRIPT
ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PENDUGAAN POLA REKRUITMEN IKAN LAYUR (Trichiurus lepturus) DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT
DINDA ZAKIYAH HANUM
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Aspek Biologi Reproduksi dan Pendugaan Pola Rekruitmen Ikan Layur
(Trichiurus lepturus) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010
Dinda Zakiyah Hanum
C24061235
RINGKASAN Dinda Zakiyah Hanum. C24061235. Aspek Biologi Reproduksi dan Pendugaan Pola Rekruitmen Ikan Layur (T. lepturus) di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Yonvitner dan Ridwan Affandi.
Reproduksi dan rekruitmen adalah dua stadia penting dalam daur hidup makhluk hidup termasuk ikan. Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya (Fujaya 2004). Rekruitmen diartikan sebagai masuknya individu ke dalam area dimana penangkapan terjadi (Beverton & Holt 1957).
Ikan layur adalah salah satu produk perikanan tangkap unggulan Palabuhanratu, karena selain tertangkap hampir sepanjang tahun, ikan layur Palabuhanratu juga memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi. Dari data statistik perikanan PPN Palabuhanratu diketahui bahwa produksi perikanan layur yang meningkat pada tahun 2007 kembali mengalami penurunan pada tahun 2009. Trend yang terbentuk dari produksi tangkapan ikan layur di PPN Palabuhanratu cenderung menurun. Dengan demikian, dapat diduga juga bahwa produksi tangkapan ikan layur untuk tahun 2010 akan menurun, terlebih lagi jika unit upaya tangkap yang ada mengalami penambahan terus menerus.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi reproduksi dan pola reproduksi ikan layur, serta untuk mengetahui pola dan ukuran rekruit ikan layur. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengelolaan ikan layur di Palabuhanratu agar stok ikan layur tetap lestari.
Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juni 2010 meliputi pengumpulan data panjang ikan layur di PPN Palabuhanratu dan pengamatan fekunditas di laboratorium BIMA 1. Nilai fekunditas dan diameter telur diperoleh dari gonad betina TKG IV yang dikumpulkan, kemudian dihitung jumlah telurnya dan diukur diameternya menggunakan mikroskop. Pola rekruitmen dan ukuran rekruit diperoleh dengan bantuan program FiSAT II berdasarkan data panjang dan parameter pertumbuhan.
Panjang minimum ikan layur yang diukur yaitu 484 mm dan panjang maksimum yaitu 1175 mm. Ikan layur yang diteliti memiliki nilai L∞ sebesar 1247,93 mm, koefisien pertumbuhan sebesar 0,31 per tahun, dan t0 sebesar –0,4886. Nilai fekunditas yang diperoleh berkisar antara 10.523 – 78.620 butir dengan sebaran panjang total ikan dari 700 mm sampai 1175 mm, menunjukkan potensi reproduksi yang tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian tentang ikan layur sebelumnya. Namun dibandingkan dengan spesies lainnya, potensi reproduksi ikan layur tergolong sedang. Berdasarkan sebaran diameter telur yang terdiri dari satu modus, maka pola reproduksi ikan layur yang diteliti adalah total spawning.
Ukuran rekruit yang dipresentasikan dalam panjang yaitu 624 mm dan terdapat ± 8% ikan layur yang tertangkap berada di bawah ukuran tersebut sehingga berpotensi menimbulkan penangkapan yang overexploited. Rekruitmen ikan layur terjadi sepanjang tahun dengan persentase rekruitmen tertinggi (puncak rekruitmen) terjadi pada bulan Mei sebesar 17,47%. Hubungan dugaan pola rekruitmen dengan dugaan trend produksi tangkapan ikan layur (T. lepturus) tahun 2010 berbanding terbalik, yaitu penurunan persentase rekruitmen diikuti dengan peningkatan produksi tangkapan dan sebaliknya.
Saran untuk rencana pengelolaan yang diajukan yaitu pengaturan musim penangkapan dan jumlah unit tangkap yang dikerahkan dengan mempertimbangkan musim pemijahan dan rekruitmen, serta perlunya dilakukan pengkajian lanjutan mengenai mortalitas pre-rekruitmen untuk menganalisis keberhasilan reproduksi dan faktor-faktor yang berperan di dalamnya.
ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PENDUGAAN POLA REKRUITMEN IKAN LAYUR (Trichiurus lepturus) DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT
DINDA ZAKIYAH HANUM C24061235
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi : Aspek Biologi Reproduksi dan Pendugaan Pola Rekruitmen Ikan Layur (Trichiurus lepturus) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat
Nama : Dinda Zakiyah Hanum
NIM : C24061235
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Yonvitner, S.Pi, M.Si Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA NIP. 19750825 200501 1 003 NIP.19541105 198003 1 002
Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus : 28 Oktober 2010
PRAKATA
Puji dan syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT serta berkat limpahan
nikmat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul Aspek Biologi Reproduksi dan Pendugaan Pola Rekruitmen Ikan
Layur (Trichiurus lepturus) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat; disusun
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada Maret 2010 sampai Juni
2010 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu selama penelitian berlangsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena
itu, penulis pun mengharapkan adanya saran dan kritik agar penulis dapat berupaya
memperbaiki kesalahan yang ada. Namun demikian, penulis berharap bahwa hasil
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Yonvitner, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA, masing-masing
selaku ketua komisi pembimbing sekaligus pembimbing akademik dan anggota
komisi pembimbing yang telah banyak membantu dalam membimbing,
memberikan motivasi, masukan, koreksi, dan arahan untuk menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus M
Samosir selaku Komisi Pendidikan S1 Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, atas saran, nasihat, dan perbaikan yang diberikan.
3. Para staf Tata Usaha MSP yang saya hormati, terutama Mba Widar dan Mba
Yani atas arahan dan kesabarannya.
4. Keluarga tersayang, Papa Abduh, Mama Neneng, dan kedua adik tercinta, Kudil
dan dede, atas curahan kasih sayang, dorongan semangat moral dan materi,
serta tawa ceria yang senantiasa dibagi bersama. Love you all…
5. Ikbal Sanli Mutaar atas kesetiaannya berbagi cerita suka dan duka, staying
right beside me no matter what, serta perhatian dan kasih sayang keluarga
besarnya selama ini.
6. Sahabat, Astri Ayuningtias, Dwi Endah, Luly Nurul, Restu Rahayu, Gafar Abdul,
Edwin Akbar, Khoirul Umam, Denny Wahyudi, dan Danang Dwiananto, yang
dengan sukarela telah berbagi kehidupan, makanan, uang jajan, bahkan tempat
tidur, selama menjadi mahasiswa. Mari kita lanjutkan!
7. Afifah Hazrina, teman seperjuangan menahan segala gejolak dan gelombang
pesona Palabuhanratu.
8. Bapak Asep, Bapak Rukmana, dan staf kantor PPN Palabuhanratu yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu kami selama penelitian.
9. Semua rekan-rekan seperjuangan MSP 43 for all the joys and sorrows that I
couldn’t even forget.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 1988 dari
pasangan Bapak Abduh Nurhidayat dan Yayan Rosdiana. Penulis
merupakan putri sulung dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
ditempuh di SDI Al-Azhar Sukabumi (2000), SLTP Terpadu Al-
Ghifari Sukabumi (2003), SMAN 1 Sukabumi (2006). Pada tahun
2006 penulis lulus seleksi masih Institut Pertanian Bogor melalui
jalur PMDK, dan pada tahun 2007 penulis menjadi mahasiswa
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata
Kuliah Averteberta Air (2008/2009) dan Biologi Perikanan (2008/2009 dan
2009/2010). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Aspek Biologi Reproduksi dan
Pendugaan Pola Rekruitmen Ikan Layur (Trichiurus lepturus) di Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Layur (Trichiurus lepturus) ............................................................................. 5
2.2. Pertumbuhan .................................................................................................................... 7
2.3. Reproduksi ........................................................................................................................ 8
2.3.1. Fekunditas ............................................................................................................. 9
2.3.2. Diamater telur ..................................................................................................... 10
2.4. Rekruitmen ........................................................................................................................ 11
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................................... 13
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................................................. 13
3.3. Jenis Data ............................................................................................................................ 14
3.3.1. Data primer .......................................................................................................... 14
3.3.2. Data sekunder ..................................................................................................... 14
3.4. Metode Kerja..................................................................................................................... 14
3.4.1. Skema metode kerja ......................................................................................... 14
3.4.2. Metode pengumpulan data ........................................................................... 16
3.4.3. Analisis data ......................................................................................................... 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu ........................................... 21
4.2. Ikan layur (T. lepturus) ............................................................................................... 21
4.2.1. Karakteristik ikan layur (T. lepturus) ...................................................... 21
4.2.2. Alat tangkap ikan layur di PPN Palabuhanratu ................................... 22
4.2.3. Musim penangkapan ikan layur di PPN Palabuhanratu ................. 23
4.2.4. Produksi ikan layur di PPN Palabuhanratu .......................................... 24
4.3. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Layur (T. lepturus) ................................... 26
4.4. Pertumbuhan ................................................................................................................... 28
4.5. Fekunditas ........................................................................................................................ 31
4.6. Diameter Telur ............................................................................................................... 34
4.7. Rekruitmen ....................................................................................................................... 34
4.7.1. Ukuran rekruit .................................................................................................... 34
4.7.2. Pola rekruitmen.................................................................................................. 35
x
4.8. Arahan Pengelolaan ...................................................................................................... 38
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................................... 41
5.2. Saran .................................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 42
LAMPIRAN............................................................................................................................................ 45
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produksi ikan layur Palabuhanratu ...................................................................................... 1
2. Parameter yang diamati dan tempat pengamatan ....................................................... 14
3. Jenis data yang diperoleh dan sumber data .................................................................... 14
4. Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie in Effendie (1979) ....................... 16
5. Panjang minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi pada setiap pengambilan contoh ........................................................................................... 27
6. Sebaran kelompok ukuran panjang ikan layur (T. lepturus) .................................... 29
7. Parameter pertumbuhan ikan layur (T. lepturus) ......................................................... 30
8. Perbandingan parameter pertumbuhan ikan layur dengan penelitian lain ..... 31
9. Perbandingan fekunditas ikan layur dengan ikan lainnya ........................................ 32
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka perumusan masalah ......................................................................................... 3
2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) ........................................................................................ 5
3. Peta sebaran ikan layur (T. lepturus) di dunia ........................................................... 7
4. Lokasi penangkapan ikan layur di Teluk Palabuhanratu .................................... 13
5. Skema metode kerja penelitian ......................................................................................... 15
6. Ikan layur (T. lepturus) .......................................................................................................... 22
7. Alat tangkap ikan layur di PPN Palabuhanratu ......................................................... 23
8. Perahu penangkapan ikan layur di PPN Palabuhanratu ....................................... 23
9. Total produksi ikan layur (kg) tahun 2005-2009 .................................................... 24
10. Trend produksi tangkapan (kg) ikan layur per bulan di PPN Palabuhanratu ............................................................................................................ 26
11. Kelompok ukuran panjang ikan layur (T. lepturus) selama penelitian .......... 28
12. Kurva pertumbuhan ikan layur (T. lepturus) .............................................................. 31
13. Hubungan panjang total ikan layur (T. lepturus) dengan fekunditas ............. 33
14. Sebaran diameter telur ikan layur (T. lepturus) ........................................................ 34
15. Pola rekruitmen ikan layur (T. lepturus) dalam satu tahun ................................ 36
16. Trend dugaan persentase rekruitmen dan hasil tangkapan ikan layur
(T. lepturus) di PPN Palabuhanratu 2010 ..................................................................... 36 17. Hubungan persentase rekruitmen dan persentase hasil tangkapan .............. 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Panjang total ikan layur (T. lepturus) selama pengambilan contoh ................... 46
2. Sebaran frekuensi panjang berdasarkan selang kelas panjang pada setiap pengambilan contoh .................................................................................................................. 49
3. Contoh pengerjaan kelompok ukuran panjang pada FiSAT II dengan metode NORMSEP ........................................................................................................................................ 50
4. Contoh perhitungan fekunditas .......................................................................................... 51
5. Panjang total ikan layur (T. lepturus) dan nilai fekunditasnya ............................. 52
6. Sebaran frekuensi diameter telur........................................................................................ 53
7. Pengerjaan pola rekruitmen pada FiSAT II..................................................................... 54
8. Pengerjaan Lc sebagai ukuran rekruitmen dengan relative Y/R analysis pada FiSAT II ............................................................................................................................................. 55
9. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian .................................................... 56
xiv
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan layur termasuk ke dalam kelompok sumberdaya ikan demersal. Ikan layur
yang berasal dari famili Trichiuridae ini merupakan salah satu komoditas perikanan
Indonesia yang memiliki nilai komersial tinggi. Meskipun tidak semahal ikan kakap
atau ikan pelagis besar lainnya, ikan layur banyak dijumpai di pelabuhan perikanan
dan tempat penjualan ikan di Jawa Barat, terutama Palabuhanratu. Ikan layur adalah
salah satu produk perikanan unggulan Palabuhanratu, karena selain tertangkap
hampir sepanjang tahun, juga memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi. Negara
tujuan ekspor ikan layur diantaranya Korea, Cina, dan Jepang.
Permintaan konsumsi lokal maupun ekspor yang semakin tinggi cenderung
mengakibatkan usaha penangkapan yang semakin tinggi pula. Seiring dengan hal
tersebut, jika tidak ada upaya pelestarian stok ikan layur maka tidak tertutup
kemungkinan kelimpahan stok ikan layur akan semakin menurun. Kecenderungan
menurunnya hasil tangkapan antara lain diakibatkan oleh meningkatnya upaya
tangkap. Pada saat jumlah nelayan dengan teknologi canggih yang beroperasi terus
meningkat sehingga produksinya melebihi MSY (Maximum Sustainable Yield), maka
terjadilah overfishing atau tangkap lebih. Stok ikan dewasa dengan ukuran tertentu
menurun akibat penangkapan terus menerus sehingga menyebabkan ikan yang belum
mencapai ukuran dewasa ikut tertangkap. Bila kondisi ini tidak segera dibenahi, maka
stok ikan dapat terkuras, bahkan punah (Dahuri 2009). Berdasarkan data statistik dari
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, jumlah tangkapan ikan layur dari
tahun 2005-2009 menunjukkan adanya penurunan (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi ikan layur Palabuhanratu
Tahun Jumlah (kg)
2005 188.993
2006 222.642
2007 246.691
2008 203.203
2009 103.230
Sumber : Statistik PPN Palabuhanratu 2009
Salah satu cara pelestarian stok ikan adalah dengan dilakukannya upaya
pengelolaan yang tentunya didasari oleh informasi dan data yang representatif. Untuk
2
dapat memperoleh informasi dan data tersebut diperlukan pengkajian terhadap aspek
yang bersangkutan, salah satunya yaitu aspek biologi ikan. Widodo dan Suadi (2006)
menerangkan bahwa aspek biologi yang dikaji dapat berupa perubahan (dinamika)
yang terjadi pada stok sumberdaya yang dieksploitasi yang salah satunya dipengaruhi
oleh keberhasilan reproduksi dan rekruitmen.
Reproduksi merupakan tahapan penting dalam daur hidup makhluk hidup
termasuk ikan. Ikan bereproduksi untuk mempertahankan jenis dan populasinya.
Begitu pula dengan rekruitmen yang juga merupakan komponen penting dalam
dinamika populasi ikan. Massoud (2000) in Annas (2008) menyatakan bahwa
rekruitmen memiliki peran yang esensial dalam daur hidup organisme laut. Istilah
rekruitmen didefinisikan secara berbeda oleh beberapa ahli, namun pada intinya
istilah tersebut mengarah kepada penambahan individu baru ke dalam stok dewasa
yang sedang dieksploitasi. Rekruitmen tersebut salah satunya didukung oleh proses
reproduksi yang mendahuluinya. Potensi reproduksi yang tinggi kurang lebih dapat
menggambarkan potensi rekruitmen yang tinggi pula yang dapat diketahui dengan
mengkaji beberapa parameter yang harus diketahui untuk menduganya.
Setelah mengkaji aspek biologi reproduksi ikan layur dan menduga pola
rekruitmennya diharapkan dapat membantu pihak pengelola perikanan (Dinas
Perikanan Palabuhanratu dan pihak Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu),
untuk mengetahui seberapa besar potensi reproduksi yang dimiliki, pola reproduksi
yang terjadi, waktu terjadinya fase rekruitmen, seberapa besar persentase rekruitmen
yang dihasilkan sehingga ikan akan dibiarkan sampai mencapai ukuran tangkap yang
diperbolehkan yang diasumsikan sebagai ukuran rekruitmen. Hal tersebut juga
merupakan basis data dalam pendugaan stok ikan layur yang dapat ditangkap di Teluk
Palabuhanratu.
1.2. Rumusan Masalah
Penurunan stok ikan diantaranya ditandai dengan menurunnya jumlah hasil
tangkapan. Keadaan ini dapat disebabkan oleh penangkapan yang berlebihan dan juga
adanya penurunan kualitas lingkungan. Sekalipun sumberdaya ikan merupakan
sumberdaya alam yang bersifat renewable (dapat diperbaharui), namun dapat
berkurang bahkan dapat mengalami kepunahan apabila upaya pemanfaatan tidak
diatur dan dikendalikan. Selain itu intensitas penangkapan dan alat tangkap yang
digunakan juga dapat menyebabkan peningkatan laju eksploitasi. Faktor lainnya yaitu
meningkatnya pencemaran lingkungan berupa terganggunya habitat ikan karena pola
3
penangkapan yang tidak tepat.
Seiring dengan sumberdaya ikan yang hasil tangkapannya menurun, fenomena
yang terjadi adalah penurunan ukuran ikan layur yang ditangkap semakin mengecil
dan dapat mengakibatkan stok ikan yang dieksploitasi semakin habis. Pada kondisi
tersebut, ikan-ikan yang sedang dalam tahap pertumbuhan juga mulai dieksploitasi
juga. Kaitan persoalan di atas dengan kajian yang akan dilakukan dapat dilihat dalam
bagan alir berikut ini :
Keterangan : = aspek yang dikaji
Gambar 1. Kerangka perumusan masalah
Potensi sumberdaya ikan yang bersifat renewable tidak dapat dipertahankan
apabila fase terpenting dalam hidupnya justru terancam oleh kegiatan eksploitasi.
Untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, maka perbaikan lingkungan dan
pengelolaan penangkapan penting dilakukan. Dalam pengelolaan penangkapan, kajian
Potensi Sumberdaya
Ikan (Stok)
Penurunan kualitas
lingkungan
Penangkapan (Upaya
tangkap)
Penurunan Stok - Penurunan jumlah hasil
tangkap - Penurunan ukuran tangkap
Perbaikan
lingkungan
Pengelolaan
perikanan tangkap
Pengkajian
Rekruitmen Pertumbuhan Reproduksi Mortalitas
Stok ikan yang lestari
berkelanjutan
4
mengenai pertumbuhan, reproduksi, rekruitmen, dan mortalitas penting dilakukan.
Aspek yang dikaji pada penelitian ini adalah biologi reproduksi meliputi fekunditas
dan pola reproduksi (pemijahan) serta rekruitmen ikan layur berupa pola, persentase,
dan ukuran rekruitnya.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai kajian aspek biologi reproduksi dan pendugaan pola
rekruitmen ikan layur (T. lepturus) di Teluk Palabuhanratu ini bertujuan sebagai
berikut :
a. menduga potensi reproduksi berdasarkan fekunditas serta pola pemijahan
berdasarkan sebaran diameter telur.
b. menduga ukuran rekruit ikan berdasarkan data panjang dan pola rekruitmen ikan
layur (T. lepturus) berupa periode (waktu) rekruitmen dan persentase rekruitmen.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam menganalisis berbagai
parameter biologi sumberdaya ikan sebagai informasi untuk menyiapkan
rencana pengelolaan.
2) Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data-data dasar yang penting
bagi pengelolaan sumberdaya perikanan layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi.
3) Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk upaya
pengelolaan dalam jangka panjang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus)
Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya
yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia. Ukuran
tubuhnya dapat mencapai panjang 2 m, dengan berat maksimum tercatat 5 kg dan
umurnya dapat mencapai 15 tahun. Struktur morfologi ikan layur (Trichiurus lepturus)
tersaji pada Gambar 2. Berdasarkan Saanin (1954), klasifikasi ikan layur (Trichiurus
lepturus) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Scombroidea
Famili : Trichiuridae
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus lepturus (Linnaeus 1758)
Nama umum : hairtail fish, ribbon fish, cutlass fish
Nama sinonim : Trichiurus savala, Trichiurus japonicus
Nama lokal : Melei (Palabuhanratu), lajur (Madura), beledang (Sibolga dan Bungus),
Jogor (Jawa). (www.pipp.dkp.go.id)
Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : http://investigacion.izt.uam.mx/ocl/)
Ciri utama dari kelompok ikan layur antara lain adalah badannya sangat
memanjang dan pipih seperti pita. Oleh karena itu dalam beberapa literatur
6
internasional ikan layur disebut sebagai ‘ribbon fish’. Warna badannya pada umumnya
adalah keperakan, bagian punggungnya agak sedikit gelap (Irawan 2008). Kulitnya
tidak bersisik, warnanya memutih keperak-perakan sedikit kuning. Panjang badan
maksimum dapat mencapai 2,5 m dan pada umumnya antara 60-110 cm. Gigi
rahangnya sangat kuat dan bagian depan gigi rahang tersebut membentuk taring. Sirip
punggungnya satu, dimulai dari belakang kepala terus sampai di ekor, jumlah jari-jari
sirip lunaknya antara 140-150 buah. Pada bagian depan sirip punggung terdapat jari-
jari sirip keras. Kadang-kadang antara kedua sirip punggung yang keras dan sirip
lemah terdapat notch yang sangat jelas. Sirip ekor tidak tumbuh, sirip dubur terdiri
dari sebaris duri-duri kecil yang lepas-lepas. Tidak mempunyai sirip perut dan ikan ini
bersifat karnivor (Djuhanda 1981 in Mudlofar 2009). Ikan layur adalah salah satu jenis
ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan
Indonesia. Dewasa ini paling tidak terdapat tiga jenis ikan layur, yaitu
Eupluerogrammus muticus, Trichiurus lepturus dan Lepturacanthus savala.
Ikan layur memiliki sifat fototaksis positif yaitu mudah tertarik oleh rangsangan
cahaya (Bayu 2010). Oleh karena itu, nelayan menggunakan umpan cahaya untuk
memancing ikan layur. Biasanya nelayan membawa petromak ataupun lampu neon
sebagai atraktor bagi ikan layur. Pada saat malam hari, yaitu ketika ikan layur beruaya
dari dasar menuju ke permukaan, ikan layur akan tertarik oleh umpan cahaya yang
dipasang oleh nelayan. Saat ikan layur mendekati permukaan, nelayan akan dapat
dengan mudah menangkap baik menggunakan pancing ataupun jaring. Ikan layur
merupakan tipe ikan yang biasa beruaya atau hidup secara bergerombol. Dengan
demikian, nelayan dapat memperoleh hasil tangkapan yang banyak apabila telah
mendapat tempat ruaya ikan layur yang tepat.
Dari beberapa pengamatan tentang sebaran ikan layur di Pantai Selatan Jawa
diperoleh informasi bahwa ikan layur di Teluk Pelabuhanratu-Binuangeun dan Cilacap
misalnya, tertangkap pada perairan pantai di sekitar muara-muara sungai yang relatif
dangkal. Perairan dengan dasar yang relatif rata dan berlumpur dengan salinitas yang
relatif rendah biasanya merupakan habitat ikan layur. Ikan layur tersebar pada
perarian tropis maupun subtropis, dari mulai Pasifik timur, Samudera Atlantik bagian
timur, Indo-Pasifik Barat, sampai Samudera Atlantik bagian barat. Berikut adalah peta
sebaran ikan layur di seluruh dunia (Gambar 3).
7
Gambar 3. Peta sebaran ikan layur (T.lepturus) di dunia (Sumber : www.zipcodezoo.com 2010)
Ikan layur dapat mudah dijumpai di laut saat musim angin timur (April -
Oktober). Bulan-bulan tersebut merupakan bulan panen ikan layur bagi para nelayan
(Bayu 2010). Kebiasaan ikan layur pada siang hari yaitu berada di perairan dangkal
dekat pantai yang kaya plankton krustasea. Pada waktu malam ikan ini mendekat ke
dasar perairan. Salah satu perilaku ikan layur adalah voracious atau sangat ‘rakus’,
sehingga dalam suatu komunitas tertentu ikan layur dapat merupakan top carnivore
yang memperebutkan makanannya berupa ikan-ikan berukuran kecil dengan ikan-
ikan predator lainnya.
2.2. Pertumbuhan
Pertumbuhan individu dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang
atau berat dalam suatu waktu. Jika rumusan sederhana tersebut dilihat lebih lanjut,
Effendie (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan proses biologis yang
kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Effendie (2002) melanjutkan
bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua kelompok
besar, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalamnya umumnya sulit untuk
dikendalikan, diantaranya adalah keturunan, seks, umur, parasit, dan penyakit. Faktor
luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan.
Di daerah tropis faktor makanan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan
suhu perairan. Jika keadaan faktor-faktor lain normal, ikan dengan makanan berlebih
akan tumbuh lebih cepat. Ikan yang berasal dari suatu proses pemijahan (reproduksi)
yang sukses akan memerlukan makanan yang berukuran sama. Ikan yang lebih kuat
LEGENDA Daerah penyebaran Lokasi pendaratan (intensitas rendah)
Lokasi pendaratan (intensitas tinggi)
U
8
akan memperoleh makanan lebih banyak sehingga pertumbuhannya pun akan lebih
cepat. Terlalu banyak individu dalam suatu perairan yang tidak sebanding dengan
keadaan makanan akan menimbulkan terjadinya kompetisi terhadap makanan
tersebut. Dengan demikian, keberhasilan memperoleh makanan akan menentukan
pertumbuhan sehingga dalam satu keturunan akan diperoleh ukuran ikan yang
bervariasi.
Faktor luar lainnya yang relatif sulit dikendalikan di alam yaitu faktor kimia
perairan. Keberadaan komponen kimia perairan seperti oksigen, karbon dioksida,
hidrogen sulfida, keasaman, dan alkalinitas berpengaruh terhadap keberadaan
makanan.
Pengukur waktu yang baik sehubungan dengan pertumbuhan pada ikan adalah
umur ikan tersebut (Effendie 2002). Bila umur ikan diketahui dengan tepat maka
analisa pertumbuhan dapat dilakukan dengan baik. Namun penentuan umur ikan
tropis masih belum dapat dilakukan seperti ikan di daerah bermusim empat yang
dapat dilihat dari lingkaran tahunan pada sisik dan otolith. Analisa pertumbuhan ikan
tropis dapat dilakukan dengan menggunakan sebaran frekuensi panjang (length
frequency distribution). Metode sebaran frekuensi panjang tersebut dapat
memperlihatkan sebaran kelompok ukuran yang digunakan untuk menentukan
kelompok umur ikan karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung
membentuk suatu sebaran normal.
2.3. Reproduksi
Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya (Fujaya 2004). Nikolsky
(1963) menyatakan bahwa reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup
yang berhubungan dengan mata rantai yang lain untuk menjamin keberlanjutan
spesies. Sebagian besar organisme akuatik menghabiskan sebagian besar hidup dan
energinya untuk bereproduksi (Royce 1972).
Proses reproduksi ikan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu
periode pre-spawning, periode spawning, dan periode post-spawning. Periode pre-
spawning merupakan periode ketika proses penyiapan gonad untuk menghasilkan
telur dan sperma, peningkatan kematangan gonad dan penyiapan telur dan sperma
yang akan dikeluarkan berlangsung. Periode ini merupakan bagian paling panjang
dalam proses reproduksi, sedangkan periode spawning merupakan bagian paling
pendek. Pada periode spawning berlangsung pengeluaran telur dan sperma serta
9
pembuahan telur oleh sperma. Periode ketiga yaitu periode post-spawning merupakan
periode berlangsungnya perkembangan telur yang telah dibuahi, pembesaran dari
menjadi embrio, penetasan telur, kemudian sampai larva sampai menjadi anak ikan
(Solihatin 2007).
Aspek biologi reproduksi yang dikaji yaitu fekunditas dan diameter telur. Kedua
aspek tersebut dapat dipergunakan untuk memperkirakan potensi reproduksi, pola
reproduksi (pemijahan), dan pendugaan waktu rekruitmen.
2.3.1. Fekunditas
Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang
peranan penting dalam dunia perikanan. Fekunditas ikan merupakan aspek yang
berhubungan dengan dinamika populasi, sifat-sifat ras, produksi dan hubungan stok-
rekruitmen (Bagenal 1978 in Effendie 2002). Fekunditas merupakan kemampuan
reproduksi ikan yang ditunjukkan dengan jumlah telur yang ada dalam ovarium ikan
betina. Secara tidak langsung melalui fekunditas ini kita dapat menduga jumlah anak
ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur
yang bersangkutan. Oleh karena itu, ada faktor-faktor lain yang memegang peranan
penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam rangka
mempertahankan kehadiran spesies tersebut di alam.
Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan
dinamakan fekunditas individu. Nikolsky (1963) selanjutnya menyatakan bahwa
fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan
tahun itu pula. Selanjutnya Royce (1972) menyatakan bahwa fekunditas total ialah
jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya. Sedangkan yang disebut
fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Fekunditas relatif
sebenarnya mewakili fekunditas individu kalau tidak diperhatikan berat atau panjang
ikan.
Menurut Bagenal (1967) in Effendie (2002), untuk ikan-ikan tropik dan sub-
tropik, definisi fekunditas yang paling cocok mengingat kondisinya ialah jumlah telur
yang dikeluarkan oleh ikan dalam rata-rata masa hidupnya. Parameter ini relevan
dalam studi populasi dan dapat ditentukan karena kematangan tiap-tiap ikan pada
waktu pertama kalinya dapat diketahui dan juga statistik kecepatan mortalitasnya
dapat ditentukan pula dalam pengelolaan perikanan yang baik. Nikolsky (1963)
menyatakan bahwa kapasitas reproduksi dari pemijahan populasi tertentu untuk
mengetahuinya harus menggunakan fekunditas populasi relatif misalnya fekunditas
10
populasi relatif dari seratus, seribu atau sepuluh ribu individu dari kelompok umur
tertentu. Jumlah ikan dalam tiap-tiap kelas umur dikalikan fekunditas rata-rata dari
umur itu. Hasil yang didapat dari menjumlahkan semua kelompok umur memberikan
fekunditas relatif. Fekunditas ini dapat berbeda dari tahun ke tahun karena banyak
individu yang tidak memijah tiap-tiap tahun. Apabila dalam satu tahun terdapat
individu dalam jumlah banyak akan menyebabkan fekunditas rendah pada tahun yang
lainnya. Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada dengan berat,
karena panjang penyusutannya relatif kecil sekali tidak seperti berat yang dapat
berkurang dengan mudah.
Berdasarkan penelitian Martins dan Haimovici (2000) bahwa fekunditas telur
ikan layur (T. lepturus) di ekosistem utama subtropis Brazil bagian selatan berkisar
dari 3.917 untuk ikan yang memiliki panjang total 70 cm sampai 154.216 pada ikan
contoh yang memiliki panjang total 141 cm namun jumlah pemijahan pada tiap musim
belum dapat ditentukan. Sedangkan menurut Ball dan Rao (1984) in Ambarwati
(2008), fekunditas ikan layur (T. lepturus) berkisar antara 4000 (panjang ikan 42 cm)
hingga 16.000 (panjang ikan 60 cm).
2.3.2. Diameter telur
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur
yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera (Effendie 1979).
Umumnya sudah dapat diduga bahwa semakin meningkat tingkat kematangan gonad
maka diameter telur yang ada di ovarium semakin besar pula (Effendie 1979). Untuk
menilai perkembangan gonad ikan betina selain dilihat dari nilai IKG dan TKG, dapat
pula dilihat dari perkembangan diameter telurnya sebagai akibat dari hasil
pengendapan kuning telur selama proses vitellogenesis (Effendie 1997). Mendekati
waktu pemijahan, diameter telur akan semakin besar seiring dengan meningkatkan
TKG dan mencapai maksimum (Solihatin 2007).
Ikan laut memiliki karakteristik ukuran telur lebih kecil dibandingkan ikan air
tawar. Fekunditas ikan laut komersial penting pada umumnya lebih besar. Dalam
populasi ikan laut terdapat hubungan antara ukuran telur dengan ukuran ikan selama
siklus hidupnya, hal ini didukung oleh proses rekruitmen (Chambers & Leggett 1996).
Berdasarkan penelitian Martins dan Haimovici (2000), diameter telur ikan layur yang
diambil dari TKG III dan IV mencapai 0,8 mm dari 56 sampel gonad ikan layur dan
penelitian dilakukan pada bulan September hingga Februari. Shiokawa (1988) in
11
Nakamura & Parin (1993) menyatakan bahwa telur ikan layur T. lepturus adalah
pelagis dengan ukuran diameter telur adalah 1,59 – 1,88 mm.
2.4. Rekruitmen
Menurut King (2006) istilah rekruitmen seringkali menjadi ambigu, namun pada
intinya istilah tersebut mengarah pada penambahan individu ke dalam suatu unit stok
dewasa. Dalam bidang kajian perikanan, rekruitmen diartikan sebagai penambahan
sejumlah ikan-ikan baru ke dalam populasi muda (yang rentan) yang tumbuh secara
bersama-sama diantara ikan-ikan berukuran kecil (Ricker 1975), atau masuknya
individu ke dalam area dimana penangkapan terjadi (Beverton & Holt 1957); definisi
yang terakhir mungkin yang paling banyak digunakan dalam bidang perikanan, karena
definisi tersebut memisahkan tiga fase yang berbeda dalam daur hidup spesies yang
dieksploitasi. Salah satu parameter yang menarik untuk dikaji dari perikanan ini
diantaranya adalah waktu terjadinya pemijahan dan rekruitmen, contohnya waktu
dalam satu tahun tertentu kedua fase tersebut terjadi dan panjang rata-rata atau umur
ikan pada saat fase tersebut berlangsung (King 2006).
Effendie (1978) menyatakan bahwa rekruitmen adalah penambahan anggota
baru ke dalam suatu kelompok. Dalam perikanan, rekruitmen dapat diartikan sebagai
penambahan suplai baru (yang sudah dapat dieksploitasi) ke dalam stok lama yang
sudah ada dan sedang dieksploitasi. Suplai baru ini ialah hasil reproduksi yang telah
tersedia pada tahapan tertentu dari daur hidupnya dan telah mencapai ukuran
tertentu sehingga dapat tertangkap dengan alat penangkapan yang digunakan dalam
perikanan. Suplai baru ini merupakan kelompok ikan yang sama umurnya yang dalam
periode tertentu setelah melalui mortalitas prerekruitmen masuk ke dalam daerah
yang sedang dieksploitasi. Sehingga jelas bahwa kehadiran rekruit ini berasal dari
sejumlah stok reproduktif yang dewasa, sehingga ada hubungan stok dewasa dengan
rekruitnya.
Rekruitmen yang masuk ke dalam stok ikan dewasa biasanya terjadi pada
waktu-waktu tertentu dalam satu tahun, dan terjadi ketika juvenil telah mencapai
umur atau ukuran tertentu. Pada beberapa spesies, rekruitmen dapat berupa migrasi
dari nursery areas yang telah ditentukan. Metode sederhana yang digunakan untuk
mengetahui waktu terjadinya rekruitmen yaitu dengan menggambarkan persentase
individu yang berukuran kecil dari sampel yang diambil berdasarkan interval kelas
stok dewasa (King 2006).
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan
interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan data
bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Teluk Palabuhanratu, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 4). Penelitian dilanjutkan sampai bulan Juni
dengan pengamatan gonad di Laboratorium Biologi Makro 1 Departemen MSP FPIK
IPB.
Gambar 4. Lokasi penangkapan ikan layur di Teluk Palabuhanratu
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan selama penelitian yaitu penggaris/meteran dengan
ketelitian 0,5 mm untuk mengukur panjang total ikan, timbangan digital dengan
ketelitian 0,00005 gram untuk menimbang berat gonad ikan, alat bedah untuk
memperoleh gonad dari perut ikan, botol sampel untuk menyimpan sampel gonad,
kamera digital dan data sheet untuk mencatat seluruh data baik di lapangan maupun di
laboratorium. Bahan yang digunakan yaitu ikan layur dan formalin 4-5% untuk
mengawetkan sampel telur.
13
3.3. Jenis Data
3.3.1. Data primer
Data primer merupakan data yang diambil langsung di lapangan maupun data
yang langsung diperoleh dari analisis laboratorium. Pada Tabel 2 dicantumkan
parameter-parameter yang dikumpulkan selama penelitian ini.
Tabel 2. Parameter yang diamati dan tempat pengamatan
Parameter Satuan Tempat pengamatan
Panjang mm Lapangan (PPNP*)
Berat gonad gram Laboratorium
Fekunditas butir laboratorium
Diameter telur mm laboratorium
Ket : *PPNP = Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
3.3.2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari
objek penelitian, melainkan diperoleh dari sumber lain, baik lisan maupun tulisan. Di
bawah ini dicantumkan data-data yang merupakan data sekunder berikut dengan
sumbernya.
Tabel 3. Jenis data yang diperoleh dan sumber data
Jenis data Satuan Sumber
Hasil produksi tahunan kg Data statistik kantor PPNP*
Hasil produksi harian kg Data harian Pos Pelayanan Terpadu PPNP*
Ket : *PPNP = Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
3.4. Metode Kerja
3.4.1. Skema metode kerja
Penyusunan skema metode kerja ditujukan untuk memudahkan
penggambaran secara menyeluruh mengenai langkah-langkah yang dilakukan selama
pengumpulan data. Langkah-langkah tersebut dimulai dari pengukuran panjang
sampai penyajian pola rekruitmen dan pengumpulan gonad sampai penghitungan
potensi reproduksi. Dua skema di bawah (Gambar 5) mencantumkan langkah-langkah
tersebut dengan lebih terperinci.
Gambar 5. Skema metode kerja penelitian
Pengambilan gonad
Fekunditas
Potensi
Reproduksi
TKG IV betina
Diameter telur
Pola
Reproduksi
Distribusi frekuensi
L∞ (L infiniti) K (koefisien
pertumbuhan)
Kurva Rekuitmen
(%) terhadap waktu
Pola
Rekruitmen
Pengukuran panjang
t0 (umur awal)
Mortalitas alami
Suhu rata-
rata habitat
(T)
Ukuran
Rekruit
Rekruitmen
Knife-edge
Ikan Layur
16
3.4.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada tiap kali sampling yaitu berupa
pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran
langsung terhadap panjang ikan yang didaratkan di Teluk Palabuhanratu. Ikan layur
biasa didaratkan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 – 09.00 WIB. Jumlah ikan yang
diukur pada tiap kali sampling ± 100 ekor ikan. Ikan layur hasil tangkapan nelayan
langsung diukur. Panjang ikan yang diukur adalah panjang total tubuhnya, yaitu dari
ujung mulut sampai ujung ekor. Panjang ikan layur diukur dengan meteran jahit 1
meter yang memiliki ketelitian 0,1 cm.
Untuk fekunditas, gonad ikan layur betina dikumpulkan dari hasil tangkapan
nelayan yaitu dengan cara membedah ikan layur tersebut. Gonad tersebut dimasukkan
ke dalam botol sampel dan diawetkan menggunakan formalin 4-5%. Berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa nelayan dan pedagang ikan pada sampling pendahuluan,
ikan layur yang bertelur biasanya yang memiliki berat > 1 kg, sehingga tidak semua
ikan layur yang terukur dibedah dan diambil gonadnya. Secara morfologi tingkat
kematangan gonad ikan ditentukan sesuai dengan acuan modifikasi Cassie in Effendie
(1979) yang dipaparkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie in Effendie (1979)
Besarnya nilai fekunditas diperoleh dengan cara menghitung jumlah telur yang
berada di dalam gonad. Gonad betina yang dinyatakan sebagai TKG IV dibagi menjadi
tiga bagian, anterior, median, dan posterior. Kemudian dari masing-masing bagian sub
TKG Betina Jantan
I Ovari seperti benang, panjang sampai kedepan
rongga tubuh. Warna permukaan licin.
Testis seperti benang, lebih pendek
(terbatas dan terlihat ujungnya
dirongga tubuh, warna jernih).
II Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih
gelap kekuningan. Telur belum terlihat jelas
dengan mata.
Permukaan testis lebih besar.
Pewarnaan putih seperti susu, bentuk
lebih jelas daripada tingkat I.
III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi
telur mulai kelihatan butirnya dengan mata.
Permukaan testis tampak bergerigi,
warna makin putih, testis makin besar,
dalam keadaan diawaetkan mudah
putus.
IV
Ovari makin besar, telur berwarna kuning,
mudah dipisahkan. Butir minyak tidak
tampak, mengisi 1/2 sampai 2/3 rongga
perut, usus terdesak.
Seperti pada tingkat III dan tampak
lebih jelas. Testis lebih pejal.
V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisi
terdapat di dekat pelepasan. Banyak telur
seperti pada tingkat II
Testis bagian belakang kempis dan
bagian dekat pelepasan masih berisi.
17
gonad tersebut, diambil sebagian kecilnya untuk ditimbang dan dihitung jumlah telur
yang berada di dalamnya. Hasil penghitungan jumlah telur contoh tersebut selanjutnya
akan disubstitusikan ke dalam rumus penghitungan fekunditas.
Selain fekunditas, aspek biologi reproduksi yang dikaji adalah pola reproduksi
(pemijahan) yang dapat diduga dari sebaran diameter telur. Oleh karena itu, dilakukan
pengukuran diameter telur sampel yang diperoleh dari gonad sampel sebanyak ± 50
butir telur. Diameter telur diukur menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan
mikrometer okuler yang sudah ditera.
Data sekunder yang dikumpulkan berupa jumlah produksi ikan layur selama
lima tahun terakhir dan jumlah hasil tangkapan ikan layur harian. Data jumlah
produksi tahunan diperoleh dari data statistik kantor Pelabuhan Peikanan Nusantara
Palabuhanratu (PPNP), sedangkan data jumlah hasil tangkapan harian diperoleh dari
data pencatatan harian yang dilakukan oleh Pos Pelayanan Terpadu PPNP.
3.4.3 Analisis Data
a. Sebaran frekuensi panjang
Ciri-ciri penting sejumlah besar data dengan segera dapat diketahui melalui
pengelompokan data tersebut ke dalam beberapa kelas, dan kemudian dihitung
banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas. Susunan demikian ini,
dalam bentuk tabel, disebut sebaran frekuensi (Walpole, 1993). Demikian pula yang
dilakukan terhadap data panjang total ikan layur yang dikumpulkan selama penelitian.
Sebaran frekuensi panjang adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui umur ikan di daerah tropis. Data panjang total tersebut akan diolah dan
disajikan dalam tabel dan diagram sebaran frekuensi panjang dengan tujuan agar data
tersebut lebih mudah untuk diinterpretasikan.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menyajikan data panjang dalam tabel
dan grafik distribusi frekuensi dalam Walpole (1993) yaitu : 1) menentukan
banyaknya selang kelas yang diperlukan, 2) menentukan wilayah data tersebut, 3)
membagi wilayah data tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar
selangnya, 4) menentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian
batas bawah kelasnya lalu menambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk
mendapatkan batas atas kelasnya, 5) mendaftarkan semua limit kelas dan batas kelas
dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya, 6)
menentukan titik tengah kelas bagi masing-masing selang dengan merata-ratakan limit
kelas atau batas kelasnya, 7) menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas, dan 8)
menjumlahkan kolom frekuensi untuk membuktikan hasilnya sama dengan banyaknya
18
data total pengamatan.
b. Pertumbuhan
Model pertumbuhan yang berhubungan dengan panjang ikan dikemukakan oleh
Von Bertallanfy yang kemudian disebut model Von Bertallanfy adalah (Sparre &
Venema 1992) :
Lt = L∞ [1 – e –K(t – t0)]
Keterangan : Lt = panjang ikan pada waktu t (mm) L∞ = panjang ikan maksimum (mm) K = koefisien pertumbuhan t = umur ikan (thn)
t0 = umur ikan pada awal daur hidup (thn)
Nilai L∞ dan K diperoleh dengan menggunakan metode ELEFAN I yang dihitung
dengan bantuan program FiSAT II. Nilai t0 diperoleh melalui persamaan empiris Pauly
sebagai berikut :
Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K)
c. Fekunditas
Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan cara gravimetrik. Berat kering
udara seluruh gonad ditentukan terlebih dahulu, demikian pula berat dari sebagian
kecil gonad. Kemudian jumlah telur dalam sebagian kecil gonad tersebut dihitung
langsung. Fekunditas dengan cara gravimetrik selanjutnya dihitung dengan
menggunakan rumus (Effendie 1979):
X : x = B : b
Keterangan: X = jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (fekunditas; butir) x = jumlah telur dari sebagian kecil gonad (butir) B = berat seluruh gonad (gram) b = berat dari sebagian kecil gonad (gram)
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada dengan berat, karena
panjang penyusutannya relatif kecil sekali tidak seperti berat yang dapat berkurang
dengan mudah. Seringkali para peneliti memplotkan fekunditas mutlak dengan
panjang ikan dan hubungan itu ialah :
F = a Lb
dimana : F = fekunditas, L = panjang ikan, a, b = konstanta yang didapat dari data.
19
Persamaan matematik yang memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu
peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas disebut persamaan
regresi (Walpole 1993). Hubungan fekunditas dengan ukuran ikan (panjang dan
bobot) ditentukan menggunakan analisis regresi linier (Steel & Torrie 1981 in
Nasution 2004). Model rancangan regresi linear dalam Walpole (1993) adalah sebagai
berikut :
µ = α + βx
keterangan :
µ = nilai tengah α, β = koefisien regresi x = contoh acak (data)
d. Diameter telur
Telur sampel diambil sebanyak 50 buah dari gonad sampel (TKG IV) untuk
diukur di bawah mikroskop menggunakan skala dari mikrometer okuler. Hasil
pengukuran disajikan dalam bentuk grafik sebaran diameter telur seperti yang
dilakukan pada sebaran frekuensi panjang. Grafik tersebut diinterpretasikan melalui
puncak atau modus yang terbentuk sebagai indikasi pola pemijahan ikan layur, baik itu
total spawning atau partial spawning.
e. Rekruitmen
Ukuran rekruit yang dipresentasikan dalam panjang (mm) diperoleh melalui
pendekatan knife-edge selection procedure yang menggambarkan model yield-per-
recruit (Y/R) Beverton & Holt (1959). Nilai M/K dibutuhkan untuk memperoleh kurva
Y/R pada FiSAT II. Besarnya nilai mortalitas alami (M) diperoleh dengan metode
empiris Pauly :
Log10(M) = 0.0066 - 0.279Log10(L∞) + 0.654Log10(K) + 0.4634Log10(T)
Keterangan : M = mortalitas alami L∞ = panjang asimptotik pada persamaan pertumbuhan Von Bartallanfy (mm) K = koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bartallanfy T = suhu rata-rata permukaan air (⁰C)
Metode pendekatan knife-edge selection tersebut menghasilkan kurva Y/R relatif
berdasarkan laju eksploitasi dan nilai rasio panjang kritis (Lc/L∞). Ukuran panjang
rekruit diasumsikan sama dengan Lc atau panjang ikan ketika pertama kali tertangkap.
Jika nilai L∞ dan Lc/L∞ diketahui, maka nilai Lc juga dapat dihitung.
20
Penentuan pola rekruitmen berdasarkan waktu (seasonal pattern of recruitment)
dikerjakan dengan alat bantu aplikasi komputer FiSAT II (Fish Stock Assessment Tools
II). Pola rekruitmen ditentukan dengan menggunakan data sebaran frekuensi panjang
yang telah ditetapkan. Penghitungan ini meliputi pendugaan seluruh data sebaran
frekuensi panjang ke dalam skala waktu satu tahun berdasarkan model pertumbuhan
Von Bertallanfy (Pauly 1987 in Uneke et al., 2010). Kemudian melalui metode
maximum likelihood, sebaran tersebut diubah sesuai komponen Gaussian
menggunakan prosedur NORMSEP (Normal Separation) of Hasselblad (1966) (Uneke
et al., 2010).
Pada FiSAT II, parameter yang dibutuhkan untuk memperoleh plot pola
rekruitmen berdasarkan waktu tersebut adalah parameter-parameter pertumbuhan
yang sebelumnya telah diperoleh melalui model Von Bertallanfy. Nilai L∞, K, dan t0
(jika tersedia) adalah input yang diperlukan dalam pengerjaan penentuan pola
rekruitmen pada FiSAT.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu
Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia
pada posisi 106°10’ - 106°30’ BT dan 6°50’ - 7°30’ LS dengan luas wilayahnya ±
27.210.310 ha. Kisaran suhu di perairan Palabuhanratu berkisar antara 27⁰C - 30⁰C.
Tinggi gelombang di Palabuhanratu dapat berkisar antara 1-3 meter. Menurut
Pariwono et al. (1988) salinitas di Perairan Palabuhanratu berkisar antara 32,33 –
35,96 ‰ dengan tingkat salinitas tertinggi terjadi pada bulan Agustus, September, dan
Oktober, sedangkan salinitas terendah berada pada bulan Mei, Juni, dan Juli.
Musim sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrodinamika perairan teluk.
Pada periode musim timur (Mei-Agustus) gelombang dan arus relatif lebih tenang
dibandingkan pada periode musim barat (November-Februari), diantara musim timur
dan musim barat terjadi periode peralihan (Wyrtki, 1961 in Anwar 2008) yang disebut
musim peralihan timur (Maret-April) dan musim peralihan barat (September-Oktober).
Teluk Palabuhanratu saat ini statusnya telah menjadi Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) yang berperan diantaranya sebagai penunjang aktivitas perikanan
yang memanfaatkan sumberdaya ikan yang berada di Samudera Hindia. PPN
Palabuhanratu juga merupakan tempat pendaratan berbagai jenis ikan, terutama ikan
pelagis besar seperti tuna dan cakalang. Ikan layur yang termasuk ikan benthopelagis
juga merupakan ikan hasil tangkapan utama di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak PPN Palabuhanratu, pada tahun 1993-1997 ikan layur
memiliki nilai ekonomis yang rendah yaitu sekitar Rp 5.000,00 per kilogram. Setelah
pihak PPN Palabuhanratu mendatangkan investor asing seperti Korea dan Jepang, nilai
ekonomis ikan layur meningkat hingga mampu mencapai Rp 25.000,00 per kilogram.
Hal itu dikarenakan negara investor tersebut memanfaatkannya selain sebagai pangan
juga dijadikan bahan untuk pembuatan obat bahkan sebagai bahan baku kosmetik.
Sehingga saat ini ikan layur menjadi ikan ekonomis penting yang bernilai tinggi.
4.2. Ikan layur (T. lepturus) 4.2.1. Karakteristik ikan layur (T. lepturus)
Ikan layur termasuk ikan benthopelagis yang umumnya berada pada kedalaman
100 – 350 meter (www.fishbase.org) dan seringkali berada pada perairan dangkal
berlumpur dan memasuki daerah perairan payau. Ciri-ciri morfologi T. lepturus
diantaranya tubuh memanjang dan sangat pipih seperti pita, mulut besar dengan gigi
seperti taring, ukuran mata besar dengan diameter mata 5 - 7 kali panjang kepala, sirip
punggung tinggi dan panjang dengan jumlah sirip lemah sebanyak 130 – 135. T.
22
lepturus tidak mempunyai sirip ekor dan sirip perut. Sirip analnya tereduksi menjadi
sejumlah duri terpisah (slit) namun tidak terkubur dalam kulit. T. lepturus mempunyai
slit pada sirip anal kecil dan halus. Panjang maksimum tubuhnya adalah 120 cm, pada
umumnya memiliki panjang tubuh antara 50 - 100 cm (Nakamura & Parin 1993).
Gambar 6. Ikan layur (T. lepturus) (Sumber : dokumentasi pribadi)
Ikan layur juvenil dan dewasanya melakukan migrasi vertikal harian yang
berlawanan. Ikan layur dewasa yang berukuran besar biasanya mencari makan ke
dekat permukaan pada siang hari dan bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari.
Juvenil dan ikan layur dewasa berukuran kecil membentuk gerombolan pada
kedalaman 100 meter di atas dasar perairan pada siang hari dan menyebar ke
permukaan pada malam hari untuk mencari makan (www.fishbase.org).
4.2.2. Alat tangkap ikan layur di PPN Palabuhanratu
Ikan layur di Palabuhanratu umumnya ditangkap menggunakan pancing ulur
dan pancing rawai. Pancing ulur merupakan alat tangkap ikan sederhana berupa
seutas tali pancing dengan mata pancing berjumlah sekitar 10 buah yang dipasang
secara vertikal dari permukaan hingga ke dasar perairan. Pancing rawai merupakan
modifikasi pancing ulur yang dipasang secara horizontal dengan jumlah mata pancing
yang lebih banyak. Jumlah mata pancing pada pancing rawai sebanyak 600 – 800 buah
dengan panjang tali pancing ± 1-1,5 km. Oleh karena itu, pancing rawai lebih banyak
digunakan sekarang ini karena menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih banyak dan
biaya yang tidak terlalu besar. Ukuran mata pancing yang digunakan yaitu mata
pancing nomor 10.
23
Gambar 7. Alat tangkap ikan layur di PPN Palabuhanratu (Sumber : dokumentasi pribadi)
Perahu yang digunakan untuk menangkap ikan layur di Palabuhanratu dikenal
dengan nama kincang. Kincang yang menggunakan motor tempel (gantar) ini
berukuran < 6 GT dengan panjang 6-8 meter. Kincang dengan 1 buah gantar biasa
menangkap ikan layur di sekitar teluk seperti Karang Hawu, sedangkan kincang
dengan 2 buah gantar biasa menangkap lebih ke timur seperti Jampang sampai Ujung
Genteng.
Gambar 8 . Perahu penangkapan ikan layur di PPN Palabuhanratu
(Sumber : dokumentasi pribadi)
4.2.3. Musim penangkapan ikan layur di PPN Palabuhanratu
Musim penangkapan ikan layur di Palabuhanratu biasanya mengikuti musim
timur ketika gelombang dan arus lebih tenang. Tampubolon (1990) in Ambarwati
(2008) menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil tangkapan ikan di daerah
Palabuhanratu, musim penangkapan ikan dapat digolongkan dalam tiga kelompok
yaitu :
1. Musim banyak ikan (Juni-September)
24
2. Musim sedang ikan (Maret-Mei dan Oktober-November)
3. Musim kurang ikan (Desember-Februari).
Namun berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan,
cuaca tahun ini sedang tidak baik sehingga musim penangkapan pun menjadi tidak
menentu. Hal ini pula yang diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya hasil
tangkapan nelayan. Meskipun demikian, menurunnya frekuensi penangkapan
merupakan hal yang baik bagi kelestarian stok ikan di perairan.
4.2.4. Produksi ikan layur di PPN Palabuhanratu
Berdasarkan data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2005-2008, unit upaya
tangkap layur baik perahu maupun alat tangkapnya mengalami peningkatan yang
signifikan yaitu dari rata-rata 120 unit per bulan (2005) meningkat menjadi rata-rata
824 unit per bulan (2008). Produksi ikan layur yang dihasilkan rata-rata 13.775 kg
per bulan (2005) dan 16.515 kg per bulan (2008). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa CPUE ikan layur menurun dari tahun ke tahun. Dari data statistik
perikanan PPN Palabuhanratu juga diketahui bahwa perikanan layur yang meningkat
pada tahun 2007 kembali mengalami penurunan pada tahun 2009 (Gambar 9).
Gambar 9. Total produksi ikan layur (kg) tahun 2005-2009
Hasil tangkapan ikan layur di PPN Palabuhanratu cenderung menurun seperti
yang ditunjukkan gambar di atas. Dengan demikian, dapat diduga bahwa hasil
tangkapan ikan layur untuk tahun 2010 juga akan menurun, terlebih lagi jika unit
upaya tangkap yang ada mengalami penambahan terus menerus. Kecenderungan
produksi bulanan juga menunjukkan pola yang sama. Produksi cenderung tinggi dari
Februari- Maret kemudian turun sampai Desember. Pola tangkapan bulanan seperti
ditampilkan pada Gambar 10. Dari pola yang ada, dapat disimpulkan bahwa hasil
tangkapan ikan layur tinggi pada saat musim barat (di awal tahun).
188.993
222.642246.691
203.203
103.230
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
2005 2006 2007 2008 2009
Pro
du
ksi (
Kg)
25
Hasil tangkapan per bulan dari tahun 2005-2009 di PPN Palabuhanratu (Gambar
10) cenderung mengalami penurunan, kecuali pada tahun 2006 yang menunjukkan
trend peningkatan pada akhir tahunnya. Kecenderungan penurunan yang terjadi dapat
disebabkan oleh kurangnya pengelolaan terhadap jumlah unit upaya tangkap yang
dioperasikan berdasarkan waktu-waktu tertentu. Jika diketahui mengenai musim
pemijahan ataupun musim rekruitmen, pihak pengelola PPN Palabuhanratu sebaiknya
melakukan pengaturan jumlah unit upaya yang beroperasi pada waktu-waktu tersebut
dengan tujuan untuk memberikan kesempatan bagi populasi ikan layur
mengembalikan ketersediaan stoknya di perairan.
Seperti dapat dilihat bahwa produksi tinggi ditemukan pada permulaan tahun
kemudian menurun pada bulan-bulan berikutnya. Sehingga kesempatan bagi populasi
ikan layur berkurang untuk menjaga ketersediaan stoknya untuk menghasilkan
rekruitmen di bulan-bulan berikutnya.
26
Gambar 10. Trend produksi tangkapan (kg) ikan layur per bulan di PPN Palabuhanratu
4.3. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Layur (T. lepturus)
Ikan layur yang diukur panjangnya selama penelitian berlangsung berjumlah
631 ekor. Pada Tabel 5 disajikan mengenai panjang minimum, maksimum, rata-rata,
dan standar deviasi pada setiap pengambilan contoh, sedangkan sebaran frekuensi
berdasarkan selang kelas panjangnya tersaji pada Gambar 11.
27
Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, ukuran panjang ikan layur
berukuran antara selang kelas 484 – 513 mm sampai 1174 – 1203 mm. Panjang
minimum adalah 484 mm dan panjang maksimum 1175 mm. Menurut Claro (1994) in
www.fishbase.org panjang total maksimum ikan layur (T. lepturus) yaitu 2340 mm,
sedangkan umumnya memiliki panjang 1000 mm (Sanches JG 1991 in
www.fishbase.org). Frekuensi tertinggi dari keseluruhan ikan berada pada selang kelas
844 – 873 mm yang menandakan bahwa ikan paling banyak tertangkap pada selang
kelas panjang tersebut. Pergeseran modus kelas panjang ke arah kanan menunjukkan
bahwa ikan layur di Perairan Palabuhanratu mengalami pertumbuhan.
Tabel 5. Panjang minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi pada setiap
pengambilan contoh
Tekanan penangkapan ikan yang terjadi beberapa tahun ini mengakibatkan ikan
layur harus mampu beradaptasi untuk mempertahankan hidupnya sekitar 95% pada
tahun pertama untuk menjadi matang gonad (Ye & Rosenberg 1991 in Ambarwati
2008). Oleh karena itu, ukuran yang boleh ditangkap seharusnya adalah ukuran ikan
yang lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad dan sudah pernah memijah
sehingga ikan dapat menghasilkan keturunan untuk melestarikan populasinya. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2008) tentang studi biologi reproduksi
ikan layur di PPN Palabuhanratu, ukuran pertama kali matang gonad ikan layur (T.
lepturus) yaitu 725 untuk jantan dan 633 untuk betina.
Ikan layur ini memiliki kecenderungan mengalami growth overfishing. Hal
tersebut disimpulkan dari adanya ikan-ikan kecil yang sudah mulai tertangkap. Ikan-
ikan kecil tersebut belum memasuki fase matang gonad sehingga jika ikan-ikan
tersebut banyak ditangkap maka akan mengurangi jumlah induk di perairan.
4.4. Pertumbuhan
Jumlah ikan yang diukur pada penelitian ini berjumlah 631 ekor yang terdiri atas
beberapa kelompok ukuran. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran panjang yang
Pengambilan contoh ke-
Panjang
minimum (mm)
Panjang maksimum
(mm)
Panjang rata-rata
(mm)
Standar deviasi
Jumlah data
1 100 495 1145 783,24 128,48
5 116 617 998 779,70 88,40
3 100 642 1050 827,26 101,84
4 105 623 1045 825,30 94,10
2 105 490 1175 886,49 143,62
6 105 484 993 675,36 123,26
28
diukur selama penelitian dengan menggunakan metode NORMSEP disajikan pada
Gambar 11.
Gambar 11. Kelompok ukuran panjang ikan layur (T. lepturus) selama penelitian
Pada setiap penarikan contoh yang dilakukan selama penelitian, ikan layur yang
diukur terdiri atas beberapa kelompok ukuran panjang yang berbeda. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 12, pada pengambilan contoh pertama, kedua, dan keempat
terdapat dua kelompok ukuran panjang. Sedangkan pada penarikan contoh ketiga
terdapat tiga kelompok ukuran. Penarikan contoh kelima dan keenam terdiri atas satu
29
kelompok ukuran panjang. Analisis pemisahan kelompok ukuran panjang dengan
metode NORMSEP tersebut juga memberikan informasi mengenai jumlah populasi,
nilai panjang rata-rata, standar deviasi, dan indeks separasi dari masing-masing
kelompok ukuran. Berikut hasil analisis pemisahan kelompok ukuran berdasarkan
nilai-nilai tersebut disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran kelompok ukuran panjang ikan layur (T. lepturus)
Tanggal Kelompok Ukuran Nilai Tengah Jumlah contoh
Indeks Sparasi
16 Maret 2010
1 597,74 ± 76,06 91
2 782,64 ± 42,24 19 3,13
30 Maret 2010
1 656,54 ± 59,74 42
2 845,48 ± 41,25 49 3,74
13 April 2010
1 758,19 ± 19,61 41
2 852,94 ± 18,55 30 4,97
3 992,61 ± 60,63 53 3,53
27 April 2010
1 768,50 ± 50,16 83
2 961,14 ± 23,38 18 5,24
04 Mei 2010 1 773,98 ± 76,77 98
18 Mei 2010 1 903,50 ± 72,02 80
Kisaran nilai tengah panjang total ikan layur yang diukur selama penelitian
beserta standar deviasinya yaitu dari 597,74±76,06 mm sampai 903,50±72,02 mm.
Penentuan kelompok ukuran dengan metode Bhattacharya harus memperhatikan nilai
indeks separasi (separation index). Indek separasi (SI) didefinisikan sebagai kuantitas
yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang
berhasil dari dua komponen yang berdekatan (Sparre & Venema 1992). Nilai SI harus
lebih besar atau sama dengan dua (Gayanilo et al. 1996 in Sulistiono et al. 2001).
Perhitungan pemisahan kelompok ukuran menghasilkan indeks separasi lebih besar
dari dua, yaitu berkisar antara 3,13 – 5,24. Dengan demikian, pada pemisahan
kelompok ukuran tersebut tidak terjadi tumpang tindih (overlapping).
Untuk memperoleh pola rekruitmen dengan menggunakan aplikasi FiSAT
dibutuhkan beberapa parameter pertumbuhan, diantaranya L∞, K, dan t0 (jika
tersedia). Parameter pertumbuhan tersebut didapatkan menurut model pertumbuhan
Von Bertallanfy seperti tersaji pada Tabel 7 dan berikut persamaan yang diperoleh.
Tabel 7. Parameter pertumbuhan ikan layur (T. lepturus)
Parameter pertumbuhan Nilai
L∞ 1247,93
K (per tahun) 0,31
30
t0 -0,4886
Model pertumbuhan Von Bertallanfy :
Keterangan : Lt = panjang ikan saat umur tertentu/ umur ke-t (mm) K = koefisien pertumbuhan t0 = umur awal ikan (tahun) Parameter pertumbuhan diperoleh dengan menggunakan metode ELEFAN I
pada FiSAT II. Panjang teoritis (L∞) ikan layur diketahui yaitu 1247,93 mm dengan
koefisien pertumbuhan sebesar 0,31. Nilai koefisien yang besar mengindikasikan laju
pertumbuhan yang cepat sehingga akan lebih cepat bagi ikan tersebut untuk
mendekati panjang teoritis. Nilai t0 yang diperoleh secara empiris yaitu -0,4886. Dari
ketiga parameter pertumbuhan tersebut, dapat diketahui umur maksimum ikan
sampai mendekati panjang teoritis (L∞) dengan memplotkan umur (bulan) pada
sumbu x dan panjang teoritis (mm) pada sumbu y. Ikan layur akan mencapai umur 517
minggu pada saat mendekati L∞ dan ikan mengalami pertumbuhan minimum yaitu < 1
mm (Gambar 12).
Lamanya waktu yang dibutuhkan ikan layur mencapai L∞ menandakan bahwa
ikan layur ini termasuk ikan berumur panjang (long life fish). Jika dihitung
berdasarkan koefisien pertumbuhan yang diperoleh (0,31 per tahun), ikan layur
membutuhkan waktu selama 2,5 – 3 tahun untuk mencapai ukuran matang gonadnya
(725 mm untuk jantan dan 633 mm untuk betina; Ambarwati 2008). Hal tersebut
mengakibatkan kecenderungan ikan layur mengalami overfishing lebih besar
dibandingkan ikan berumur pendek. Ikan layur membutuhkan waktu yang relatif lama
untuk regenerasi. Apabila upaya penangkapan terhadap ikan layur ini terus menerus
dilakukan, maka akan membahayakan keberlanjutan sumberdaya ikan tersebut.
Adapun dari hasil penelitian Mustafa et al. (2000) dan Sharif (2009) terhadap
ikan layur (Lepturacanthus savala) dihasilkan koefisien pertumbuhan yang bernilai
lebih besar (Tabel 8). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ikan layur (Trichiurus
lepturus) yang menjadi objek pada penelitian ini memiliki laju pertumbuhan yang
lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ikan layur pada kedua penelitian
lainnya. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan spesies yang
memungkinkan terdapat perbedaan sifat biologis. Selain itu, hal tersebut juga mungkin
menunjukkan kondisi lingkungan perairan yang kurang mendukung proses
pertumbuhan, baik dilihat dari kondisi ketersediaan makanan, kualitas perairan,
maupun kompetisi.
31
Gambar 12. Kurva pertumbuhan ikan layur (T. lepturus)
Tabel 8. Perbandingan parameter pertumbuhan ikan layur dengan penelitian lain
4.5. Fekunditas
Fekunditas menggambarkan kemampuan reproduksi ikan yang ditunjukkan
dengan jumlah telur yang ada di dalam ovarium ikan betina (Bagenal 1978 in Effendie
1997). Fekunditas juga mampu menggambarkan besar kecilnya potensi reproduksi
ikan tersebut. Nilai fekunditas yang diperoleh berkisar antara 10.523 – 78.620 butir
dengan kisaran panjang total ikan dari 700 mm sampai 1175 mm. Dibandingkan
dengan hasil penghitungan fekunditas penelitian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa
potensi reproduksi ikan layur (T. lepturus) yang diamati di Teluk Palabuhanratu ini
cukup tinggi.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Ambarwati (2008) di Teluk
Palabuhanratu dan besarnya nilai fekunditas yang diperoleh untuk ikan layur (T.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0
20
40
60
80
10
0
12
0
14
0
16
0
18
0
20
0
22
0
24
0
26
0
28
0
30
0
32
0
34
0
36
0
38
0
40
0
42
0
44
0
46
0
48
0
50
0
Pan
jan
g t
ota
l (m
m)
Umur (minggu)
1247,93
Pustaka Spesies Koefisien
pertumbuhan Panjang infinitif
( L∞ )
Mustafa et al. (2000) Teluk Benggala
Layur (Lepturacanthus savala)
0,8 1065 mm
Sharif (2009) Teluk Palabuhanratu
Layur (Lepturacanthus savala)
0,56 1348 mm
Hanum (2010) Teluk Palabuhanratu
Layur (Trichiurus lepturus) 0,31 1247,93 mm
32
lepturus) yaitu berkisar antara 2.877 – 16.875 butir dengan kisaran panjang total dari
630 mm sampai 991 mm. Sedangkan ikan layur (T. lepturus) yang berada di Kakinada,
India, nilai fekunditasnya berkisar antara 2.380 – 27.320 butir dengan kisaran panjang
total 420 – 770 mm (Narasimham 1988). Perbedaan nilai fekunditas ini dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan yang berbeda baik karena lokasi yang berbeda ataupun waktu
pengamatan yang berbeda. Ukuran juga mempengaruhi fekunditas, ikan layur yang
diamati pada penelitian ini berukuran lebih besar sehingga memiliki fekunditas yang
lebih besar.
Tabel 9. Perbandingan fekunditas ikan layur dengan ikan lainnya
Pustaka Spesies Fekunditas (butir) Panjang
total (mm)
Ambarwati (2008) Teluk Palabuhanratu
Ikan layur (Lepturacanthus savala)
4.399 – 15.261 592 - 927
Ambarwati (2008) Teluk Palabuhanratu
Ikan layur (Trichiurus lepturus)
2.877 – 16.875 630 - 991
Hanum (2010) Teluk Palabuhanratu
Ikan layur (Trichiurus lepturus)
10.523 – 78.620 700 - 1175
McEachran & Fechhlem (2006)
Snake mackerel (Gempylus serpens)
300.000 – 1.000.000 1000 (maks)
Tabel 9 memuat perbandingan nilai fekunditas ikan layur pada penelitian lain
dan jenis ikan lain yang memiliki kemiripan. Jika dibandingkan dengan ikan layur
sejenis, ikan layur yang dikaji pada penelitian ini memang memiliki potensi reproduksi
yang tinggi. Namun jika dibandingkan dengan jenis lainnya yaitu Gempylus serpens
(Superfamili Trichiuoridea), ikan layur memiliki potensi reproduksi yang rendah. Ikan
parang-parang, sejenis ikan karnivor mirip layur, memiliki potensi yang tinggi dengan
menghasilkan telur dalam jumlah besar (high fecundity species) (Laws 1997). Dengan
demikian, ikan layur yang diamati dapat dikatakan memiliki potensi reproduksi yang
relatif sedang.
Besarnya nilai fekunditas atau tingginya potensi reproduksi perikanan laut
seringkali dianggap tidak beresiko tinggi terhadap recruitment overfishing. Namun
anggapan tersebut dapat dikritisi terhadap teori dasar populasi dan konflik dengan
bukti yang ada mengenai keterbatasan rekruitmen pada sejumlah populasi perikanan
laut (Peterson 2002). Ketika ikan berada pada tahapan larva tingkat mortalitasnya
relatif tinggi akibat kompetisi, adaptasi terhadap lingkungan, dan daya tahan tubuh
ikan itu sendiri yang relatif masih lemah. Dengan demikian, terdapat banyak faktor
33
dalam maupun luar yang dapat mengganggu populasi ikan tersebut untuk dapat
mencapai ukuran rekruit. Secara teknis di lapangan pun banyak faktor yang dapat
menyebabkan recruitment overfishing terjadi meskipun nilai fekunditas suatu jenis
ikan diketahui sangat tinggi. Faktor tersebut dapat berupa alat tangkap dan jumlah
unit upaya tangkap yang dikerahkan.
Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang ikan dibandingkan dengan
berat, karena pertumbuhan panjang tidak mengalami penyusutan seperti halnya berat.
Berikut adalah grafik hubungan panjang total ikan layur (T. lepturus) dengan
fekunditas (Gambar 13).
Gambar 13. Hubungan panjang total ikan layur (T. lepturus) dengan fekunditas
Hubungan panjang total ikan layur (T. lepturus) dengan fekunditas ditunjukkan
juga oleh persamaan yang diperoleh yaitu F = 5E-07L3,615 dengan koefisien korelasi
sebesar 0,73. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
hubungan kedua variabel positif dan kuat. Dengan kata lain, panjang total ikan
berpengaruh terhadap nilai fekunditas, yaitu pertambahan panjang berkorelasi kuat
dengan pertambahan telur.
4.6. Diameter Telur
Diameter telur ikan layur (T. lepturus) yang diukur berjumlah 1000 butir.
Diameternya menyebar dari selang kelas 0,25 – 0,4 mm sampai selang kelas 1,85 – 2
mm. Frekuensi terbanyak berada pada selang kelas 0,89 – 1,04 mm. Sebaran diameter
telur ini hanya memiliki satu modus yang membentuk satu puncak (Gambar 14). Hal
tersebut mengartikan bahwa ikan layur (T. lepturus) yang diamati memiliki pola
pemijahan total spawning, yaitu telur di dalam ovarium akan dikeluarkan seluruhnya
pada satu kali memijah.
F = 5E-07L3,615
R² = 0,529r = 0,73
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Fe
ku
nd
ita
s (b
uti
r te
lur)
Panjang Total (mm)
34
Gambar 14. Sebaran diameter telur ikan layur (T. lepturus)
Dibandingkan dengan penelitian (Ambarwati 2008) di Teluk Palabuhanratu,
ikan layur T. lepturus dan Lepturacanthus savala tergolong kelompok ikan yang
memijah secara parsial (partial spawning). Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh
perbedaan waktu atau musim dan perbedaan jenis.
4.7. Rekruitmen 4.7.1. Ukuran rekruit
Ukuran rekruit diperoleh melalui analisis relative yield-per-recruit and biomass-
per-recruit (knife-edge selection) Beverton & Holt. Ukuran rekruit ikan layur (T.
lepturus) yang dipresentasikan dalam panjang (mm) yaitu sebesar 624 mm. Ukuran
tersebut diperoleh dengan mengasumsikan length at first capture (Lc) sama dengan
ukuran rekruit sebagaimana definisi rekruitmen itu sendiri yaitu masuknya individu
baru ke dalam stok dewasa yang dapat ditangkap.
Ukuran rekruit sebesar 624 mm dapat mengindikasikan bahwa kegiatan
perikanan layur berpotensi menimbulkan dampak over-exploited. Dari sebaran ukuran
panjang total ikan yang dikumpulkan selama penelitian, nilai minimum panjang total
ikan layur yang tertangkap yaitu 484 mm dan terdapat ± 8% ikan layur tertangkap di
bawah ukuran 624 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan layur sudah mulai
tertangkap di bawah ukuran rekruit, sehingga akan berdampak terhadap penurunan
populasi ikan layur di masa mendatang, terutama jika pihak pengelola PPN
Palabuhanratu dan nelayan penangkap ikan layur tidak melakukan tindakan
pencegahan berupa penetapan ukuran alat tangkap yang ideal, pembatasan jumlah
upaya penangkapan dan pengendalian musim penangkapan.
0
50
100
150
200
250
Fre
ku
en
si (
bu
tir)
Selang Kelas (mm)
n = 1000
35
4.7.2. Pola rekruitmen
Rekruitmen diartikan sebagai penambahan atau masuknya individu ke dalam
area dimana penangkapan terjadi (Beverton & Holt 1957). Setelah diperoleh nilai
parameter pertumbuhan yaitu L∞, K, dan t0, maka dapat diketahui dugaan pola
rekruitmen ikan layur (T. lepturus) selama satu tahun. Hasil analisis dugaan pola
rekruitmen untuk ikan layur (T. lepturus) di PPN Palabuhanratu disajikan pada
Gambar 15. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa pola rekruitmen ikan layur (T.
lepturus) di Perairan Teluk Palabuhanratu bersifat kontinu. Rekruitmen terjadi
sepanjang tahun dengan puncak rekruitmen terjadi satu kali yang ditandai dengan
adanya satu modus pada grafik.
Puncak rekruitmen tahun ini diduga terjadi pada akhir bulan Mei 2010 tepatnya
dengan adanya kenaikan persentase rekruitmen yang tajam dari 8,96% pada bulan
April 2010 sampai 17,47%, lalu kembali mengalami penurunan pada bulan-bulan
berikutnya. Penurunan persentase rekruitmen tersebut berlangsung sampai akhir
tahun dengan persentase rekruitmen terendah terjadi pada bulan November sebesar
2,95%.
Gambar 15. Pola rekruitmen ikan layur (T. lepturus) dalam satu tahun
Nilai persentase rekruitmen tersebut dihubungkan dengan tren estimasi hasil
tangkapan ikan layur (T. lepturus) tahun 2010 seperti yang ditampilkan pada Gambar
16. Rekruitmen yang menurun menunjukkan bahwa ikan layur mengalami
pertumbuhan dan masuk ke dalam stok dewasa yang merupakan target penangkapan.
Proses penambahan individu tersebut meningkatkan jumlah stok ikan layur di
perairan sehingga jumlah tangkapan pun dapat meningkat. Dari persamaan regresi
36
yang dihasilkan, hubungan kedua variabel dikatakan erat dengan koefisien korelasi
sebesar 0,61 dan diartikan bahwa rekruitmen dapat mempengaruhi hasil tangkapan
(Gambar 17).
Gambar 16. Trend dugaan persentase rekruitmen dan hasil tangkapan ikan layur (T. lepturus) di PPN Palabuhanratu 2010
Gambar 17. Hubungan persentase rekruitmen dan persentase hasil tangkapan
Faktor- faktor yang mempengaruhi rekruitmen diantaranya ketersediaan stok
dewasa, keberhasilan reproduksi (hatching rate), mortalitas prerekruitmen baik pada
tahap larva maupun juvenil. Rekruitmen atau suplai baru adalah hasil reproduksi yang
telah tersedia pada tahapan tertentu dari daur hidupnya dan telah mencapai ukuran
tertentu sehingga dapat tertangkap dengan alat penangkapan yang digunakan dalam
perikanan. Oleh karena itu, jelas bahwa adanya rekruit ini berasal dari sejumlah stok
dewasa yang reproduktif, sehingga ketersediaan stok dewasa berhubungan dengan
stok rekruitnya (Effendie 2002).
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Rekruitmen (%) Produksi (%)
y = 30.88e-0.24x
R² = 0.399r = 0.63
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00
Pro
du
ksi
(%
)
Rekruitmen (%)
Musim
timur
Musim
barat
Musim
barat
37
Namun ketersediaan stok dewasa atau spawning stock yang besar belum dapat
memastikan potensi rekruitmen yang tinggi. Stok dewasa yang reproduktif tersebut
harus memiliki hatching rate yang tinggi pula. Hatching rate menunjukkan
keberhasilan telur untuk menetas menjadi larva. Kualitas telur dan kualitas lingkungan
merupakan faktor yang mempengaruhi hatching rate sehingga kedua hal tersebut
penting untuk diperhatikan agar keberlangsungan proses penambahan individu
berjalan baik.
Mortalitas pada fase pre rekruitmen juga mempengaruhi potensi rekruitmen
yang dihasilkan. Faktor alam dan cuaca seperti suhu ekstrim, angin kencang, dan
upwelling merupakan contoh penyebab mortalitas terutama pada fase pre rekruitmen
karena daya tahan tubuh ikan yang masih rendah. Kualitas lingkungan dan kelimpahan
makanan juga dapat berakibat pada mortalitas pre rekruitmen. Kualitas lingkungan
yang buruk akibat pencemaran dan kelimpahan makanan yang terbatas dapat
meningkatkan mortalitas pada fase tersebut. Di samping itu, karena ikan layur bersifat
kanibal, maka faktor predasi juga sangat berpengaruh terhadap mortalitas pre
rekruitmen.
4.8. Implikasi Pengelolaan Sumberdaya Layur di Teluk Palabuhanratu
Dalam UU perikanan no.31/2004 dengan jelas telah didefinisikan bahwa
pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,
alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
perundan-undangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau
otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya
hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Penelitian yang dilakukan mengenai
sumberdaya layur ini merupakan salah satu langkah untuk memperoleh informasi
melalui suatu analisis sehingga diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi
terhadap pengelolaan sumberdaya layur tersebut.
Kedua aspek yang dikaji, yaitu biologi reproduksi dan rekruitmen, mengacu
kepada pertambahan individu ke dalam populasi atau stok. Oleh karena itu, kedua
aspek ini perlu untuk diperhatikan. Kelangsungan dan keberhasilan kedua fase dalam
daur hidup ikan ini sangat menentukan kelestarian populasi jenisnya. Potensi
reproduksi ikan layur (Trichiurus lepturus) yang dikaji tergolong relatif sedang
dibandingkan jenis lainnya. Potensi reproduksi digambarkan oleh besarnya fekunditas
ikan. Fekunditas dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama ketersediaan makanan.
Fekunditas bertambah sebagai respon terhadap perbaikan makanan melalui
kematangan gonad yang lebih awal (Nikolsky 1969 in Effendie 1997). Dengan
38
demikian, kualitas lingkungan perlu diperhatikan agar potensi reproduksi ikan tidak
terganggu. Kualitas lingkungan yang baik juga dapat berdampak positif terhadap
kualitas telur yang dihasilkan dan hatching rate yang tinggi.
Selain itu diketahui pula bahwa ikan layur (T.lepturus) mengalami rekruitmen
sepanjang tahun dengan ukuran rekruit sebesar 624 mm. Untuk mencapai ukuran
tersebut, tentunya ikan layur membutuhkan waktu. Dengan koefisien pertumbuhan
sebesar 0,31 per tahun, maka ikan layur (T. lepturus) membutuhkan waktu selama 2 –
2,5 tahun untuk mencapai ukuran rekruitnya. Dalam rentang waktu tersebut, ikan
layur mengalami fase larva dan juvenil yang diketahui memiliki kecenderungan
terhadap mortalitas yang tinggi, baik karena faktor kepadatan, kompetisi atau predasi.
Larva dan juvenil biasanya ditemukan di daerah pesisir pantai. Sehingga salah satu
langkah pengelolaan yang dapat dilakukan adalah penangkapan dilakukan di perairan
yang lebih dalam.
Ikan layur (T. lepturus) juga melakukan migrasi vertikal harian. Ikan layur
dewasa dan juvenilnya memiliki migrasi vertikal harian yang berlawanan. Ikan layur
dewasa yang berukuran besar biasanya mencari makan ke dekat permukaan pada
siang hari dan bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari. Juvenil dan ikan layur
dewasa berukuran kecil membentuk gerombolan pada kedalaman 100 meter di atas
dasar perairan pada siang hari dan menyebar ke permukaan pada malam hari untuk
mencari makan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka langkah pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah dengan memasang alat pancing lebih dalam karena penangkapan
ikan layur di Palabuhanratu biasa dilakukan pada malam hari. Dengan demikian,
langkah tersebut dapat mengurangi kemungkinan dan mencegah ikan layur juvenil
tertangkap.
Alternatif pengelolaan lainnya yaitu berkenaan dengan ukuran mata pancing.
Meskipun dilihat dari morfologi ikan layur yang bermulut besar sehingga ukuran mata
pancing tidak terlalu berpengaruh. Namun demikian, Menurut Rahmat (1998) in
Wewengkang (2002), ikan layur mempunyai kecenderungan tertangkap pada salah
satu ukuran mata pancing saja. Penelitian yang dilakukannya menggunakan mata
pancing 8, 9, dan 10. Ternyata mata pancing nomor 8 menunjukkan hasil tangkapan
tertinggi baik dalam berat maupun dalam ekor. Oleh karena itu, pengaturan ukuran
mata pancing tetap perlu dilakukan. Ukuran rekruit ikan layur (T. lepturus) diketahui
sebesar 624 mm berdasarkan penelitian ini, sedangkan ukuran matang gonad ikan
layur (T. lepturus) yaitu 725 untuk jantan dan 633 untuk betina (Ambarwati 2008).
Sebaiknya ikan ditangkap setelah melewati ukuran matang gonad. Sehingga
diperlukan pengaturan ukuran mata pancing yang menangkap ikan layur lebih besar
39
dari ukuran matang gonadnya. Berdasarkan wawancara dengan nelayan setempat,
mata pancing yang digunakan sekarang adalah ukuran 10. Jika tidak dilakukan
pengaturan terhadap ukuran mata pancing tersebut, maka ikan layur yang belum
matang gonad akan semakin banyak tertangkap dan berdampak kepada penurunan
populasi.
Langkah pengelolaan yang perlu dilakukan selanjutnya adalah pembatasan
upaya penangkapan terhadap ikan layur. Berdasarkan data statistik PPN
Palabuhanratu 2009, penurunan produksi hasil tangkapan ikan layur disebabkan
adanya peningkatan upaya tangkap. Selain itu dapat juga dilakukan pembukaan fishing
ground lain jika memungkinkan. Tentunya langkah tersebut membutuhkan pengkajian
mengenai pergerakan ikan layur di Teluk Palabuhanratu khususnya dan Samudera
Hindia umumnya. Langkah ini ditujukan untuk mencegah terjadinya over exploitation.
Jika hanya satu atau dua lokasi penangkapan dan penangkapan dilakukan terus
menerus, maka sumberdaya ikan layur di daerah tersebut akan mengalami over
exploitation.
Penangkapan ikan layur sebaiknya juga memperhatikan musim pemijahan dan
rekruitmen. Pada musim-musim tersebut penangkapan perlu dikurangi intensitasnya
sehingga kedua proses tersebut dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan
penelitian Ambarwati (2008), ikan layur (T. lepturus) diduga memijah pada bulan Juli
sampai November. Sedangkan berdasarkan penelitian ini diketahui rekruitmen terjadi
sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Mei. Dengan demikian, pada bulan-
bulan tersebut intensitas dan jumlah penangkapan perlu dibatasi dan penangkapan
dapat dioptimalkan sepanjang bulan Desember hingga April.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai aspek biologi
reproduksi dan pendugaan pola rekruitmen ikan layur (T. lepturus), maka disimpulkan
sebagai berikut :
1. Potensi reproduksi ikan layur (Trichiurus lepturus) di Teluk Palabuhanratu
tergolong sedang (F = 10.523 – 78.620 butir).
2. Ikan layur memiliki pola pemijahan yang bersifat total (total spawning).
3. Ukuran rekruit ikan layur (T. lepturus) di Teluk Palabuhanratu yaitu 624 mm.
4. Pola rekruitmen ikan layur (T. lepturus) di Teluk Palabuhanratu bersifat
kontinu dan mengalami puncaknya pada bulan Mei.
5.2. Saran
Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, maka diperlukan perbaikan-
perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik dan representatif. Saran untuk
penelitian selanjutnya diantaranya menguji metode lain berkaitan dengan rekruitmen
sehingga diketahui kelebihan dan kekurangannya. Penelitian selanjutnya juga dapat
mengkaji hubungan stok-rekruitmen ikan layur di Teluk Palabuhanratu sehingga
diketahui potensi rekruitmen berdasarkan ketersediaan stok ikan layur di perairan.
Selain itu diperlukan juga pengkajian lanjutan mengenai mortalitas pre-rekruitmen
untuk mengetahui keberhasilan reproduksi dan faktor-faktor yang berperan di
dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abowei JFN, George ADI, & Davies OD. 2010. Mortality, exploitation rate and recruitment pattern of Callinectes amnicola (De Rocheburne, 1883) from Okpoka Creek, Niger Delta, Nigeria. Jurnal. Asian Journal of Agricultural Sciences 2(1). Maxwell Scientific Organization. Nigeria.
Ambarwati DVS. 2008. Studi biologi reproduksi ikan layur (Superfamili Trichiuroidea)
di perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 134 hlm.
Annas. 2008. Ekonomika sumber daya alam lingkungan perikanan demersal.
[terhubung berkala]. http://insidewinme.blogspot.com/2008/ [25 Desember 2009].
Anwar N. 2008. Karakteristik fisika kimia perairan dan kaitannya dengan distribusi
serta kelimpahan larva ikan di Teluk Palabuhanratu [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 143 hlm.
Bayu. 2010. Si ramping yang bernilai : layur (Trichiurus lepturus). [terhubung berkala].
http://ikanlautindonesia.blogspot.com/ [01 April 2010]. Beverton RJH & Holt SJ. 1957. Fishery investigation on the dynamic of exploited fish
populations series II volume XIX. Her Majesty’s Stationery Office. London. Dahuri R. 13 Oktober 2009. Menimbang kluster perikanan. Suara Pembaruan: 5
(Kolom 1-3). Effendie MI. 1978. Biologi perikanan bagian I : studi natural history. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Effendie MI. 1978. Biologi perikanan bagian II : dinamika populasi ikan. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor. 112 hlm. Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Fujaya Y. 2004. Fisiologi ikan dasar pengembangan teknik perikanan. Rineka Cipta.
Jakarta. 179 hlm. Irawan A. 2008. Ekonomika SDA perikanan demersal. [terhubung berkala].
http://drwatson.motime.com/ [19 Maret 2010]. King M. 2006. Fisheries Biology; Assessment & Management. 4th ed. Fishing News
Books. UK. Martins AS & Haimovici M. 2000. Reproduction of the cutlassfish Trichiurus lepturus in
the Southern Brazil Subtropical Convergence Ecosystem. Jurnal. Journal Scientia Marina, 64 (1) : 97-105.
McEachran JD & Fechhlem JD. 2006. Fishes of the gulf of Mexico : Scorpaeniformes to Tetraodontiformes. University of Texas Press. 1004 hlm.
42
Mudlofar F. 2009. Literatur ikhtiologi. [terhubung berkala].
http://www.docstoc.com/docs/ [19 Maret 2010]. Nakamura I & Parin NV. 1993. Snake mackarels, snoeks, escolars, gemfishes, sackfishes,
domine, oilfish, cutlassfish, hairtails, and Frostfishes known to date. FAO species catalogue. 15. FAO Fish Synop. Rome.
Narasimham KA. 1988. Maturity, spawning and sex ratio of the ribbonfish Trichiurus
lepturus Linnaeus of Kakinada. Journal Marine Biology Assessment India, 36(1 &
2) : 199-204.
Nasution SH. 2004. Karakteristik reproduksi ikan endemik Raindow Selebensis
(Telmatherina celebensis Boulenger). [Terhubung berkala]. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/syahroma_h_nasution.pdf [11 Juni 2010].
Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Academic Press. London & New York. 203 p. Pariwono et al. 1988. Studi upwelling di perairan selatan Pulau Jawa. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2009. Data Statistik Pelabuhan
Perikanan Nusantara Palabuhanratu tahun 2005-2009. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan
Peterson CH. 2002. Recruitment overfishing of a bivalve mollusc fishery : hard clams
(Mercenaria mercenaria) in North Carolina. Canada. Journal Fish Aquatic Science, 59 : 96-104.
Royce R. 1972. Introduction to the fishery science. Academic press, Inc. New York. 351
hlm. Ricker WE. 1975. Computation and interpretation of biological statistic of fish
populations. Department of The Environment Fisheries and Marine Service. Saanin H. 1954. Kunci untuk determinasi ikan. Jilid II. Vorkink. Bandung. Sharif A. 2009.Studi dinamika stok ikan layur (Lepturacanthus savala) di Teluk
Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 54 hlm.
Solihatin A. 2007. Biologi reproduksi dan studi kebiasaan makan ikan sebarau
(Hampala macrolepidota) di Sungai Musi. Skripsi. MSP. FPIK. IPB. Bogor. Sparre P & Venema SC. 1992. Introduction to tropical fish stock assessment part
1 :manual. FAO Fisheries Technical paper No.306.1. Rev. 1. Rome. 94 hlm. Sulistiono, Arwani M, & Aziz KA. 2001. Pertumbuhan ikan belanak (Mugil dussumieri)
di Perairan Ujung Pangkah , Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1(2): 39-47.
43
Uneka BI, Nwani CD, Okogwu O, Okoh F. 2010. Growth, mortality, recruitment and yield of Pellonula leonensis Boulenger, 1917 (Osteichthyes : Clupeidae) in a tropical flood river system. Journal of Fisheries International. 5(1): 19-26.
Walpole RE. 1993. Pengantar statistika. Edisi 3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wewengkang Itje. 2002. Analisis sistem usaha penangkapan ikan layur (Trichiurus
savala) di Palabuhanratu dan kemungkinan pengembangannya. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widodo dan Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta. www.investigacion.izt.uam.mx/ocl/ [19 Maret 2010]. www.fishbase.org/Peta-distribusi [20 Juli 2010]. www.fishbase.org/Trichiurus-lepturus [20 Juli 2010]. www.pipp.dkp.go.id [19 Maret 2010]. www.travbuddy.com/Pelabuhan-Ratu [12 April 2010]. www.zipcodezoo.com [12 April 2010].
45
Lampiran 1. Panjang total ikan layur (T. lepturus) selama pengambilan contoh
No
Pengambilan contoh ke-
1 2 3 4 5 6
P (mm) P (mm) P (mm) P (mm) P (mm) P (mm)
1 1020 732 866 765 982 635
2 1001 676 1045 966 992 617
3 907 742 969 756 912 570
4 850 776 775 786 956 600
5 960 775 870 932 865 642
6 890 697 733 754 889 593
7 820 699 823 755 784 651
8 940 700 967 823 936 571
9 885 765 850 843 943 613
10 836 688 754 721 950 643
11 793 711 756 743 951 610
12 913 701 866 633 965 593
13 840 782 939 744 963 630
14 868 793 854 869 930 625
15 848 802 782 742 948 601
16 850 863 906 854 1003 591
17 770 819 869 923 945 605
18 805 857 753 865 949 635
19 580 830 654 745 930 591
20 770 730 962 754 846 562
21 827 758 715 860 1175 677
22 935 710 866 957 900 642
23 814 819 955 832 855 600
24 830 791 870 780 886 630
25 810 944 953 675 820 620
26 869 851 814 967 947 598
27 860 867 974 1035 925 632
28 862 885 866 763 930 640
29 806 877 754 732 986 636
30 836 786 923 870 959 620
31 930 687 875 854 990 660
32 865 694 786 623 925 647
33 845 845 756 744 775 610
34 946 787 966 942 765 595
35 867 784 765 851 808 609
36 888 869 755 753 837 589
37 860 894 833 848 873 590
38 880 832 966 875 930 552
46
Lampiran 1. (lanjutan)
No
Pengambilan contoh ke-
1 2 3 4 5 6
P (mm) P (mm) P (mm) P (mm) P (mm) P (mm)
39 870 848 754 804 875 521
40 785 844 735 869 919 571
41 776 802 865 781 915 570
42 795 774 775 865 942 575
43 827 748 654 844 921 607
44 786 835 755 853 942 730
45 887 788 967 715 975 710
46 845 782 1026 980 993 700
47 876 761 834 865 897 570
48 780 795 752 850 992 542
49 890 779 907 715 1166 560
50 793 747 654 734 930 538
51 836 805 724 712 887 542
52 882 731 856 652 902 506
53 878 807 843 944 1027 511
54 903 621 784 765 925 532
55 885 617 855 951 991 531
56 1145 672 765 958 983 564
57 740 678 956 1036 1049 525
58 675 655 966 965 815 539
59 720 642 825 835 840 496
60 597 795 774 736 830 518
61 695 623 953 964 765 486
62 650 646 964 864 700 542
63 661 685 756 723 553 498
64 692 629 970 1034 806 484
65 705 704 860 862 804 624
66 853 694 754 754 818 690
67 666 689 744 852 845 660
68 690 707 1035 934 608 640
69 678 685 950 733 655 685
70 675 642 732 742 962 634
71 685 720 877 853 1013 667
72 733 893 755 738 569 724
73 685 952 742 865 515 628
74 633 986 753 804 710 655
75 495 847 843 769 853 680
76 613 916 752 861 711 786
Lampiran 1. (lanjutan)
47
No
Pengambilan contoh ke-
1 2 3 4 5 6
P (mm) P (mm) P (mm) P (mm) P (mm) P (mm)
77 605 946 642 755 1111 810
78 505 850 923 843 1113 640
79 672 918 970 844 1042 708
80 643 691 752 814 1050 767
81 700 791 854 980 532 726
82 618 952 654 775 632 678
83 745 929 764 850 647 695
84 655 750 957 715 921 700
85 633 729 865 743 957 734
86 623 853 786 813 1081 834
87 710 886 860 680 490 745
88 690 914 653 954 1149 700
89 630 945 743 765 903 916
90 1030 794 765 961 969 687
91 549 840 673 859 786 739
92 1038 998 870 1045 1015 862
93 1015 843 1050 965 1109 836
94 692 725 732 838 667 808
95 595 798 742 764 883 685
96 570 723 735 768 754 895
97 577 700 856 869 1095 898
98 831 745 833 865 630 886
99 674 720 654 756 730 801
100 667 720 734 843 857 895
101 778 932 870 813
102 740 653 734 835
103 730 742 825 993
104 750 735 715 880
105 748 882 733 921
106 976
107 993
108 875
109 918
110 810
111 760
112 797
113 802
114 809
115 760
116 889
48
Lampiran 2. Sebaran frekuensi panjang berdasarkan selang kelas panjang pada setiap pengambilan contoh
Selang kelas Batas bawah Batas atas Nilai tengah F (1) F (2) F (3) F (4) F (5) F (6)
484-513 483,5 513,5 498,5 6 2 0 0 0 1
514-543 513,5 543,5 528,5 10 0 0 0 0 2
544-573 543,5 573,5 558,5 9 2 0 0 0 2
574-603 573,5 603,5 588,5 12 4 0 0 0 0
604-633 603,5 633,5 618,5 15 7 0 2 4 3
634-663 633,5 663,5 648,5 15 4 8 1 4 2
664-693 663,5 693,5 678,5 8 13 1 2 9 1
694-723 693,5 723,5 708,5 6 5 1 7 15 3
724-753 723,5 753,5 738,5 6 3 18 15 14 1
754-783 753,5 783,5 768,5 3 4 18 17 10 4
784-813 783,5 813,5 798,5 9 8 3 4 15 5
814-843 813,5 843,5 828,5 3 10 8 9 7 6
844-873 843,5 873,5 858,5 1 14 18 26 11 7
874-903 873,5 903,5 888,5 7 11 3 1 5 9
904-933 903,5 933,5 918,5 3 3 5 2 4 13
934-963 933,5 963,5 948,5 0 4 8 8 5 15
964-993 963,5 993,5 978,5 3 0 10 7 1 11
994-1023 993,5 1023,5 1008,5 0 3 0 0 1 3
1024-1053 1023,5 1053,5 1038,5 0 2 4 4 0 4
1054-1083 1053,5 1083,5 1068,5 0 0 0 0 0 1
1084-1113 1083,5 1113,5 1098,5 0 0 0 0 0 4
1114-1143 1113,5 1143,5 1128,5 0 0 0 0 0 0
1144-1173 1143,5 1173,5 1158,5 0 1 0 0 0 2
1174-1203 1173,5 1203,5 1188,5 0 0 0 0 0 1
48
49
Lampiran 3. Contoh pengerjaan kelompok ukuran panjang pada FiSAT II dengan
metode NORMSEP
50
Lampiran 4. Contoh perhitungan fekunditas
P (mm) B gonad
(gr) B subgonad
(gr) B subgonad contoh (gr) Σ telur contoh
842 30,6376 9,5892 0,5878 386
10,8302 0,6791 485
10,2182 0,5806 246
Fekunditas (cara gravimetrik) :
Jumlah telur total (Fekunditas) =
=
= 18361 butir
51
Lampiran 5. Panjang total ikan layur (T. lepturus) dan nilai fekunditasnya
Panjang (mm) Fekunditas (butir)
700 10523
775 10967
823 24352
836 32686
840 34470
842 18361
856 27503
857 10904
861 13452
879 13468
892 12494
904 23781
923 15811
935 35361
944 36820
977 78620
1050 53147
1089 31631
1134 48697
1175 73057
52
Lampiran 6. Sebaran frekuensi diameter telur
Selang kelas (mm) Batas bawah (mm) Batas atas (mm) Nilai tengah (mm) Frekuensi
0,25-0,4 0,245 0,405 0,325 27
0,41-0,56 0,405 0,565 0,485 65
0,57-0,72 0,565 0,725 0,645 109
0,73-0,88 0,725 0,885 0,805 210
0,89-1,04 0,885 1,045 0,965 238
1,05-1,2 1,045 1,205 1,125 153
1,21-1,36 1,205 1,365 1,285 95
1,37-1,52 1,365 1,525 1,445 83
1,53-1,68 1,525 1,685 1,605 10
1,69-1,84 1,685 1,845 1,765 7
1,85-2 1,845 2,005 1,925 3
53
Lampiran 7. Pengerjaan pola rekruitmen pada FiSAT II
54
Lampiran 8. Pengerjaan Lc sebagai ukuran rekruitmen dengan relative Y/R analysis
pada FiSAT II
55
Lampiran 9. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
(a) meteran jahit (ketelitian 0,1 cm) (b) alat bedah
(c)timbangan digital (d) mikroskop cahaya
(d) kamera digital
(e) ikan layur (f) formalin 4-5%