askep ca paru-rosdiana.ns
DESCRIPTION
Semoga MenginspirasikanTRANSCRIPT
1
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
BAB I
ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta
menghembuskan karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Jadi, dalam paru-paru terjadi
pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan CO2 akan dikeluarkan
dari darah secara osmosis. Seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui jalan pernapasan dan masuk ke
dalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung → ke aorta
→ seluruh tubuh, disini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena
masuk ke jantung (serambi kanan) → ke bilik kanan dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke
jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2
ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan
melalui traktus urogenitalis dan kulit.
2
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Setelah udara dari luar diproses, didalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-
paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu
menelan, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Bulu getar silia digunakan untuk
menyaring debu-debu, kotoran dan benda asing sehingga udara yang masuk kedalam alat pernapasan
benar-benar bersih. Tetapi kalau kita bernapas melalui mulut, udara yang masuk ke dalam paru-paru tidak
dapat disaring, dilembapkan/dihangatkan, ini bisa mengakibatkan gangguan terhadap tubuh.
ORGAN-ORGAN PADA SISTEM PERNAPASAN
A. Rongga Hidung dan Nasal
1. Hidung Eksternal,
berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja
tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.Septum Nasal membagi hidung menjadi sisi kiri
dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago. Naris(Nostril)Eksternal
dibatasi oleh kartilago Nasal. Kartilago Nasal Lateral terletak dibawah jembatan hidung. Ala Besar
dan Ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril.
Tulang Hidung
Tulang Nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidungVomer dan Lempeng
perpendicular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal. Langit-langit rongga nasal
pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang
frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.Konka (Turbinatum) Nasalis Superior,
tengah dan inferior menonjol pada sisi medial lateral rongga nasal. Setiap konkaf dilapisi
membaran mukosa (Epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi kelenjar pembuat mucus
dan banyak mengandung pembuluh darah. Meatus Superio, Media dan inferior merupakan jalan
udara rongga masaal yang terletak di bawah konkaf.
4 pasang sinus paranasal (Frontal, Etmoid. Maksilar, dan sfenoid) adalah kantong tertutup pada
bagian frontal, etmoid, maksilar, dan sfenoid. Lapisan ini dilapisi membaran mukosa. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang cranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran
nasal umtuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus dan
memberi efek resonansi dalam produksi wicara. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus
rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak da area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai
3
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
sinus. Pada posisi tegak aliran mucus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama dalam
kasus infeksi sinus. Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior.
2. Membran Mukosa Nasal
a. Struktur
1) Kulit pada bagian eksternal pada permukaan hidung yang mengandung folikel ranbut, keringat
dan kelenjar sebasea, merentang sampai vestibula yang terletak dalam nostril. Kulit di bagian
dalam ini mengandung rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara
terhisap.
2) Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epithelium respiratoris membentuk glukosa yang
melapisi ruang nasal selebihnya. Lpaisan ini terdiri dari epithelium bersilia dengan sel goblet yang
terletak pada lapisan jaringan ikat tervakularisasi dan terus memanjang untuk melapisi saluran
pernapasa sampai ke bronkus.
b. Fungsi
1) Penyaringan partikel kecil. Silia pada epithelium respiratorik melambai ke depan dan belakang
dalam suatu lapisan mucus. Gerakan dan mucus membentuk uatu perangkap untuk partikel yang
kemudian akan disapu ke atas untuk di telan, di batukan atau di bersihkan keluar.
2) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui
evaporasi sekresi serosa dan mucus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang
terletak di bawahnya.
3) Resepsi odor. Epithelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung dibawah lempeng
kribiform, mengandung sel- sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indra penciuman.
B. Faring
adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak
sampai osofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
1) Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah melalui dua naris
internal atau koana. Dua tuba eustachius (auditorik) menghubungkan naso faring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
Amandel ( adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris
internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
4
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
2) Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan paltum
keras tulang. Uvula(“anggur kecil”) adalah prosesus kerucut(conical) kecil yang menjulur ke
bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel Palatinum terletak pada kedua sisi
Orofaring posterior. Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan
gerbang untuk sistem respirstorik selanjutnya.
C. Laring(kotak suara)
Menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak
triangular dan di topang oleh Sembilan kartilago; 3 berpasangan dan 3 tidak berpasangan.
1.Kartilago tidak berpasangan
a)Kartilago Tiroid(Jakun) terletak di bagian proksinal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih
besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormone yang di sekresi saat pubertas.
b) Kartilago Krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah
kartilago tiroid.
c) Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat
menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan
dan cairan.
2. Kartilago berpasangan
a. Kartilago Aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat
pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epithelium skuamosa bertingkat.
b.Kartilago Kornikulata melekat pada bagian ujung kartilagi aritenoid.
c. Kartilago Kuneiform berupa batang=batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
3. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring
a. Pasangan bagian atas adalah lipatan ventricular(pita suara semu)yang tidak berfungsi saat
produksi suara.
b. Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada
kartilago aritenoid serta kartilago krikoid.
Pembuka di antara kedua pita ini adalah glottis.
Saat bernapas, pita suara terabduksi(tertarik membuka)oleh otot laring, dan glotis berbentuk
triangular.
Saat menelan, pita suara teraduksi(tertarik menutup), dan glottis membentuk celah sempit.
5
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glottis dan derajat
ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
D. Trakea (Pipa Udara)
adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan
anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks ke enam sampai area
vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama.
Trakea dapat tetap terbuka karena danya 16-20 cincin kartilago berbentuk-c. Ujung posterior
mulut cincin dihubungkan dengan jaringan ikat dan organ sehingga memungkinkan ekspansi
esofagus.
Trakea dilapisi epitelium respiratorik(kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak
sel goblet.
E. PERCABANGAN BRONKUS
1.Bronkus Primer(Utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus
dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek
asing yang masuk ke dalam trakea kemungkina di tempatkan dalam bronkus kanan.
2. Setiap bronkus primer bercabang senbilan ampai dua belas kali untuk membentuk bronki
sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang
atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
3.Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar.
4.Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan brongkial yang selanjutnya: bronki,
bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada
kartilago dalam bronkiolus; silia tetap ada sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
F. Paru-Paru
1. Paru-paru adalah organ berbentuk pramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga
toraks.
a. Paru Kanan memiliki 3 Lobus; paru kiri memiliki 2 lobus.
6
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
b. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan
diafragmatik(bagian dasar)terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal(medial) yang
terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan permukaan kostal teretak diatas kerangka iga.
c. Permukaan mediastinal memiliki Hilus(akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah
bronki, pulmonary, dan bronkial dari paru.
2. Pleura adalah membrane penutup yng membungkus setiap paru.
a. Pleura Parietal melapisi rongga toraks(kerangka iga, diafragma, mediastinum).
b. Pleura Viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal dibagian bawah paru.
c. Rongga Pleura(ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan visceral
yang mengandung lapisan tipuis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleural sehingga
paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan(tekanan intrapleural) agak
negative dibandingkan tekanan atmosfer.
d. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat
pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat bernapas, paru-paru
bergerak keluar, masuk area ini.
Resesus pleural kostomediastinal terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura parietal
berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral midiastinum.
Resesus pleura kostodiafrgmatik terletak ditepi posterior kedua sisi pleura diantara diafragma dan
permukaan kostal internal toraks.
PROSES TERJADINYA PERNAPASAN
Terbagi dalam 2 bagian, yaitu:
1. Inspirasi (menarik napas)
2. Ekspirasi (menghembuskan napas)
Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini di
atur oleh pusat pernapasan yang terletak didalam sumsum penyambung (medula oblongata). Pusat
pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu
mengerut datar.
7
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Ekspirasi, pada suatu saat akan kendur lagi dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong ke luar.
VOLUME dan KAPASITAS PARU-PARU
Volume udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur
melalui spirometer.
1. Volume
Volume tidal (VT), yaitu volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi normal
biasa. Nilai VT pada dewasa normal sekitar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.
Volume cadangan inspirasi (VCI), yaitu volume udara ekstra yang masuk paru-paru dengan
ispirasi maksimum diatas inspirasi tidal. VCI berkisar 3100 ml pada laki-laki dan 1900 ml pada
perempuan.
Volume cadangan ekspirasi (VCE) yaitu vilume ektra udara yang dapat dengan kuat dikeluarkan
pada akhir respirasi tidak normal. VCE berkisar 1200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada
perempuan.
Volume residual (VR), yaitu volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
Rata-rata pada laki-laki sekitar 1200 ml dan pada perempuan sekitar 1000 ml. volume residual
penting untuk kelangsungan aerasi dalam darah saat jeda pernapasan.
2. Kapasitas
Kapasitas residual fungsional (KRF) adalah penambahan volume residual dan volume cadangan
ekspirasi. Kapasitas ini meruakan jumlah udara sisa dalam system respiratorik setelah ekspirasi
normal, nilai rata-ratanya adalah 2200 ml. jadi nilai (KRF = VR + VCE)
Kapasitas inspirasi (KI), adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan inspirasi. Nilai
rata-ratanya adalah 3500 ml. jadi nilai (KI =VT + VCI)
Kapasitas vital (KV), yaitu penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi dan volume
cadangan ekspirasi (KT = VT + VCI + VCE) nilai rata-rata nya sekitar 4500 ml.
Kapasitas total paru (KTP), adalah jumlah total udara yang dapat ditampung dalam paru-paru dan
sama dengan kapasitas vital + volume residual (KTP = KV + VR). Nilai rata-ratanya adalah 5700
ml.
6 Responses to 'Anatomi dan Fisiologi Sistem
(http://nursingbegin.com/anatomi-fisiologi-saluran-pernafasan/ )
8
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
BAB II
KONSEP TEORI
A. DEFENISI
Dalam keadaan normal sel akan tumbuh sesuai kebutuhan tubuh dengan melalui tahapan-tahapan
dalam prosesnya. Mekanisme itu penting sebagai pengganti sel sel tubuh yang rusak dan perlu
peremajaan. Pertumbuhan sel yang berjalan dalam beberapa tahapan dan dikontrol oleh gen (pembawa
informasi) yang sebagian bertindak sebagai pemicu, penghambat pertumbuhan dan gen pengkontrol
proses lain dalam sel agar berjalan baik. Gangguan pada gen atau proses pertumbuhan itu dapat
menyebabkan sel tumbuh tidak terkendali. Pada beberapa kondisi tidak semua gangguan itu berkembang
cepat namun dapat berhenti sebelum berubah menjadi ganas itulah yang kita kenal dengan tumor jinak.
Jika gangguan itu lebih berat dan gangguan pertumbuhan berlangsung terus dan menyebar ke tempat lain
(metastasis) kita sebut dengan tumor ganas atau kanker.
Kesimpulan: Kanker adalah penyakit yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan sel yang tidak terkontrol.
Kanker Paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer) atau penyebaran (metastasis) tumor dari organ lain. Definisi khusus
untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan sel) saluran napas atau
bronkus.
Kanker paru paling banyak ditemukan pada laki-laki dewasa dan perokok. Lebih dari 80% kanker paru
berhubungan dengan perokok. Bagaimanapun, tidak semua perokok akhirnya menderita kanker paru.
Berhenti dari merokok akan mengurangi dengan sangat berarti risiko seseorang terkena kanker paru.
Risiko pada bekas perokok lebih besar daripada orang-orang yang tidak pernah merokok. Faktor lain yang
dapat menjadi faktor risiko terutama berkaitan dengan udara yang dihirup.
Kanker dapat terjadi pada siapa saja, umur berapa saja dan dimana saja dalam tubuh manusia.
Besar kecilnya kemungkinan seseorang untuk menderita kanker jenis tertentu tergantung faktor risiko
yang dimilikinya. Kanker yang paling banyak dikenal orang pada orang dewasa adalah kanker payudara,
kanker nasofaring, kanker usus, kanker leher rahim, kanker prostat, kanker darah dan kanker paru.
Kanker paru merupakan jenis kanker yang paling sulit diobati, banyak diderita laki-laki dewasa ( usia >
40 tahun) dan perokok.
9
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
B. ETIOLOGI
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan
antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik).
Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke
pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Radiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di
Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic
(pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang
tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam
atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
10
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen).
Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan
(insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan
dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan
tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan
sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada
permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya
resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI KANKER
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru–paru (1977):
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia
akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus,
dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky,
komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan
sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan
timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local
pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe
pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis
yang jauh.
11
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan
ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer,
tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
D. Diagnosis Dan Stadium Kanker
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intralokal tersebut sebagai
tumor jinak atau ganas, dilakukan juga teknik Positron Emission Tomography (PET) dapat dibedakan
antara tumor jinak ganas serta untuk menentukan staging penyakit.
Staging kanker paru :
Staging yang dibuat oleh the international system for staging lung cancer serta diterima oleh the
American joint commite on cancer (AJCC) dan the union international contrele cancer (UICC) membuat
klasifikasi kanker paru pada tahun 1973 kemudian direvisi 1986 dan terakhir pada tahun 1997 stadium
kanker paru dilakukan berdasarkan TNM (T = tumor primer, N = nodus, M = Metastase ), terdapat
beberapa peraturan pengklasifikasikan saat menggunakan sistem tersebut antara lain :
1) Klasifikasi hanya berlaku untuk karsinoma
2) Harus ada bukti histology untuk dapat mengklasifikasikan kasus keddalam tipe histologinya, tiap
keadaan yang belum dikonfirmasikan harus diilaporkan terpisah
3) Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan definitive dapat dimasukan untuk
penderajatan klinis (Soemantri, Irman : 2008)
12
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Pembagian stadium klinik:
T = Tumor
Tis : karsinoma in situ/pre invasive
T0 : tidak ada tumor primer
T1 : diameter terbesar 3cm /kurang, dikelling oleh paru-paru atau pleura visceralis
dan tidak ada bukti-bukti adanya invasi proksimal dari bronchus dalam lobus
pada bronchoscopy
T2 : diameter terbesar > 3cm atau tumor primer pada ukuran apapun dengan tambahan adanay
atelektasis atau pneumonitis obstruktif dan membesar kea rah hilus, pada bronchoscopy, ujung
proksimal tumor yang tampak paling sedikit 2 cm distal dari karina, setiap atelektasis atau
pneumonitis obstruktif yang menyertai harus melibatkan kurang dari sebelah paru-paru dan tidak
ada efusi pleura
T3 : tumor membesar dengan ukuran berapa pun langsung membesar dan menyebar ke struktur di
sekitarnya seperti dinding dada diafragma atau mediastinum : tumor yang pada bronchoscopy
berjarak 2 cm distal dari karina atau terdapat atelektasis local
T4 : Tumor ukuran apapun, invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura malignant
TX : tiap tumor yang tidak bisa diketahui atau dibuktikan dengan radiografi atau bronchoscopy tapi
didapatkan adanya sel ganas
N = Nodus
N0 : tidak ada tanda-tanda terlibatnya/pembesaran kelenjar limfe regional
N1 : terdapat tanda tertekanya kelenjar peribronchial atau hilus homoateral
termasuk penjalaran /pembesaran langsung tumor primer
N2 : Terkena kelenjar getah bening mediastinum atas subcarina
N3 : metastasis kelnjar getah bening mediastianl kontralateral atau hilus atau
kelenjar getah bening skaleneus atau supraklavikular
N4 : syarat minimal untuk membuktikan terkenanya kelenjar regional tak
terpenuhi
M = Metastasis
M0 : tidak ada bukti adanya metastasis jauh
M1 : terdapat bukti adanya metastasi jauh
13
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
MX : syarat minimal untuk menentukan adanya metastasis jauh tak bisa dipenuhi
Derajat klinis berdasarkan klasifikasi TNM
TXM0 : suatu carcinoma occult dimana secret bronkopulmonar mengandung
sel sel ganas, tetapi tidak ada bukti atau data adanya tumor primer,
pembesaran metastasis ke kelenjar regional atau metastasis jauh
Stadium I : Tis N0 M0 , karsinoma in situ : T1 N0 M0 : T1 N1M 0 : T2 N0 M0
tumor termasuk klasifikasi
Stadium II : T1 N1 M0 : T2 N1 M0
Tumor termasuk klasifikasi T1 dan T2 dan terdapat bukti metastasis
pada kelenjar limfe peribronchial dan atau hilus ipsilateral
stadium IIIa : T3 N0 M0 : T1-3 N2 M0
stadium IIIb : T4 banyak N M0 : banyak T N3 M0
stadium tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus atau mediastional kontralateral,
atau pada kelenjar limfe skaleleus atau supraklavikular, atau setiap tumor yang termasuk
klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional tidak ada metastasis
jauh
Stadium IV : banyak T banyak M1 setiap tumor dengan metastasis jauhuntuk staging
kanker paru sedikitnya diperlukan pemeriksaan CT Scan thorak, USG
abdomen, CT Scan otak dan bone scaning.
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala kanker paru membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat diketahui dan
seringkali dikacaukan dengan gejala dari kondisi yang kurang serius. Tanda dan gejala mungkin tidak
kelihatan sampai penyakit telah mencapai tahap lanjut.
1. Batuk pada perokok yang terus menerus atau menjadi hebat
2. Batuk pada bukan perokok yang menetap sampai dengan lebih dari dua minggu
3. Dada, bahu atau nyeri punggung yang tidak berhubungan terhadap nyeri akibat batuk yang terus
menerus
4. Perubahan warna pada dahak
14
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
5. Meningkatnya jumlah dahak
6. Dahak berdarah
7. Bunyi menciut-ciut saat bernafas pada bukan penderita asma
8. Radang yang kambuh
9. Sulit bernafas
10. Nafas pendek
11. Serak
12. Suara kasar saat bernafas
Selain dari itu juga barangkali tanda-tanda dan gejala-gejala disebabkan oleh penyebaran kanker
paru pada bagian tubuh lainnya. Tergantung pada organ-organ yang dirusak.
1. Kelelahan kronis
2. Kehilangan nafsu makan
3. Sakit kepala, nyeri tulang, sakit yang menyertainya
4. Retak tulang yang tidak berhubungan dengan luka akibat kecelakaan
5. Gejala-gejala pada saraf (seperti: cara berjalan yang goyah dan atau kehilangan ingatan sebagian)
6. Bengkak pada leher dan wajah
7. Kehilangan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya
F. PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan
deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka
menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia,
hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan
supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam,
dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat
badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
15
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
G. PENATALAKSANAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior–anterior (PA)dan leteral serta Tomografi dada. Merupakan pemeriksaan
awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan
lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi (Untuk melihat tumor di percabangan bronkus).
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma
bronkogenik dapat diketahui).
b.Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d.Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif
dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
16
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
H. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan
komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
e. Therapi oksigen
Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen via masker atau nasal kanul sesuai
dengan permintaan, bahkan jika pasien tidak terlalu jelas hipoksemianya dokter dapat memberikan
oksigen sesuai yang dibutuhan untuk memperbaiki dispnea dan rasa cemasnya
f. Terapi obat
Jika pasien mengalami bronkospasme, dokter dapat memberikan obat bronkodilator seperti pada
pasien dengan ashma dan kortikosteroid untuk mengurangi bronkospasme, inflamasi, dan edema.
g. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua
jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa;
abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
17
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir.
Merupakan pengangkatan dari permukaan paru–paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
h. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai
terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/
penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
i. Kemoterapi adalah memberikan obat anti-kanker pada pasien dengan cara diinfuskan. Pada
kemoterapi diberikan lebih dari 1 jenis obat antikanker dan biasanya 2 macam, tujuannya agar
lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh dengan jalur yang berbeda. Pemberian kemoterapi
harus dilakukan di rumah sakit karena diberikan dalam prosedur tertentu atau ptotokol yang
berbeda tergantung pada jenis obat anti-kanker yang digunakan.
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru dan tujuannya bukan hanya membunuh
sel kanker pada tumor primer tetapi juga mengejar sel kanker yang menyebar di tempat lain.
Kemoterapi adalah pilihan terapi untuk KPKSK dan KPKBSK stage III/IV. Pemberian kemoterapi
memerlukan beberapa syarat antar lain kondisi umum pasien baik yaitu masih dapat melakukan
aktiviti sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal dan fungsi hemostatik (HB, jumlah sel darah putih atau
lekosit dan jumlah trombosit darah) harus baik. Kemoterapi dihitung dengan siklus pemberian
yang dapat dilakukan setiap 21 – 28 hari setiap siklusnya. Efek samping kemoterapi kadang sangat
mengganggu, misalnya rontoknya rambut s/d botak, mual muntah, semutan, mencret dan bahkan
alergi. Efek samping itu tidak sama waktu muncul dan berat ringannya pada setiap orang dan juga
tergantung pada jenis obat yang digunakan. Efek samping lain yang dapat menganggu proses
pemberian adalah gangguan fungsi hemostatik HB < 10 gr%. Leukosit < 3.000/dl atau trombosit <
100.000/dl. Efek samping dinilai sejak mulai kemoterapi I diberikan. Efek samping yang berat
dapat menghentikan jadwal pemberian, dokter akan mengkoreksi efek samping yang muncul
dengan memberikan obat dan tranfusi darah jika perlu. Evaluasi hasil kemoterapi dinilai minimal
setelah 2 siklus pemberian (sebelum kemoterapi III diberikan) yang dapat merupa respons
18
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
subyektif yaitu apkah BB meningkat atau keluhan berkurang dan foto toraks untuk melihat
kelainan di paru. Evaluasi dengan menggunakan CT-scan toraks dilakukan setelah pemberian 3
siklus ( sebelum pemberian kemoterapi IV). Jika pada penelian tumor hilang (komplit respons)
mengecil sebagian (respons partial) atau tumor menetap tapi respons subyektif baik maka
kemoterapi dapat diterudskan samapi 4 – 6 siklus. Tetapi jika pada evaluasi terjadi perburukan
misalnya tumor membesar atau tumbuh tumor yang baru, kemoterapi harus dihentikan dan diganti
dengan jenis obat anti-kanker yang lain.terafi. Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola
pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi
luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji
klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat
psikososial. Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien, dimana aspek biografi yang sangat erat
hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama
yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal
mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang
nantinya berguna bagi perencanaan pulang (“Discharge Planning”).
2. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang
kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigen
dan karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis,
wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan
berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut
timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau
19
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non
produktif, kongesti, kering.
2) Peningkatan Produksi Sputum.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorok. Trakeobronkial tree secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai
bagian dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing Mechanism”).Tetapi
produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau
dan jumlah dari sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses
patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin
jernih, putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah,
mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
3) Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan
perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan
aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga
kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan
dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah
darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari
paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks
batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik,
Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.
5) Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang
lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif
terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut.
Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
20
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat
menanyakan tentang, riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker
paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non
perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal:
a) Usia mulainya merokok secara rutin.
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c) Usia melepas kebiasaan merokok.
d) Pengobatan saat ini dan masa lalu
e) Alergi
f) Tempat tinggal
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya
ada tiga, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu: khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang
lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber
penularannya.
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu;
selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi
udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
5. Review Sistem (Head To Toe)
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,massa, gangguan tulang
belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
21
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). ratio
pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi
pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh
klien.
Kelainan pada bentuk dada:
a) Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP: T (1:1), sering
terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan
pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP.
Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru,
dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang
mempengaruhi thorax.
Kiposi : meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien
tampak bongkok. Skoliosis: melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.
Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi
dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura. Observasi retraksi abnormal ruang
interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi,
bengkak.
22
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
c. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan
pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi:
Suara perkusi normal:
Resonan (Sonor)
Dullness
Tympany
bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara Perkusi Abnormal:
Hiperresonan
Flatness
bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang
abnormal berisi udara.
sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha,
dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.
d. Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara
tambahan (abnormal), dan suara. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih
Suara nafas normal :
a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini dihasilkan oleh udara
yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut.
Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase
tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
23
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Suara nafas tambahan :
d) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring, musikal,
suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit.
e) Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan,
nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum
f) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara
seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri
saat bernafas dalam.
g) Crackles
Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-
patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut
yang digesekkan.
Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan
terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan
berubah ketika klien batuk.
6. Pengkajian Psikososial
Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi
respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stress.
Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan
dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah
stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.
24
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan gangguan oksigenasi yang mencakup ventilasi,
difusi dan transportasi, sesuai dengan klasifikasi NANDA (2005) dan pengembangan dari penulis
antara lain :
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif (Kerusakan pada fisiologi Ventilasi)
Adalah suatu kondisi dimana individu tidak mampu untuk batuk secara efektif.
2. Kerusakan pertukaran gas (Kerusakan pada fisiologi Difusi)
Kondisi dimana terjadinya penurunan intake gas antara alveoli dan sistem vaskuler
3. Pola nafas tidak efektif (Kerusakan pada fisiologi Transportasi)
Adalah Suatu kondisi tidak adekuatnya ventilasi berhubungan dengan perubahan pola nafas.
Hiperpnea atau hiperventilasi akan menyebabkan penurunan PCO2
C. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia. Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan. Kesulitan
menelan. Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut). Edema wajah/ leher, dada
punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil). Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
25
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala: Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut) dimana
dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel
besar atau adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum. Nafas
pendek. Pekerja yang terpajan polutan, debu industri Serak, paralysis pita suara. Riwayat
merokok.
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi).
Krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda: Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma). Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar). Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
D. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
a. Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
b. Frekuensi dan irama jantung.
c. Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
d. Pemantauan tekanan vena sentral.
e. Status nutrisi.
f. Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
g. Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
26
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi Atau efek – efek anastesi.
E. Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan.
1. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana
Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan: Hipoventilasi.
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal
dan bebas gejala distress pernafasan.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi:
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau
perubahan pola nafas.
Rasional: Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels,
mengi.
27
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Rasional: Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah
bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan
dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional: Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ”
hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional: Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan
terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan: Kehilangan fungsi silia jalan nafas, Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
paru, Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil:
a. Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
b. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
c. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
d. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi:
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional:
Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya
bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional:
Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret
dalam seksi lobus.
28
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan
karakteristik sputum.
Rasional:
Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum
bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau purulen.
a) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional:
Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional:
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/
pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan: Krisis situasi, Ancaman untuk/perubahan status kesehatan, takut mati, Faktor
psikologis.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
b. Mengakui dan mendiskusikan takut.
c. Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
d. Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi:
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional:
Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional:
Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
29
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional:
Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional:
Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk
individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional:
Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong
penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan: Kurang informasi, Kesalahan interpretasi informasi, Kurang mengingat.
Kriteria hasil:
a. Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
b. Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
c. Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
d. Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/
ringkas.
Rasional:
Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi
dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional:
Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan
tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
30
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Rasional:
Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan
anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional:
Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas
untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
2. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan: Pengangkatan jaringan paru, Gangguan suplai oksigen, Penurunan kapasitas
pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal.
b. Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu,
nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional:
Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap
hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional:
Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien
pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus
yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan
penggunaan alat
31
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Rasional:
Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi
miring.
Rasional:
Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional:
Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan: Peningkatan jumlah/ viskositas sekret, Keterbatasan gerakan dada/ nyeri,
Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan
pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional:
Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan
nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional:
Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk
untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional:
Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai
kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
32
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Rasional:
Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional:
Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan
viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan: Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal, Adanya selang
dada, Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
a. Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
b. Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
c. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala
0 – 10.
Rasional:
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien
dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic,
meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional:
Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional:
Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut,
distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
33
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
Rasional:
Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan: Krisis situasi, Ancaman/ perubahan status kesehatan, Adanya ancman
kematian.
Kriteria hasil:
a. Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
b. Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
c. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi:
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional:
Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan
ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan
individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional:
Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional:
Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu
pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional:
Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
34
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk
menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional:
Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa
tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional:
Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik
menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan: Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber, Salah interperatasi informasi,
Kurang mengingat.
Kriteria hasil:
a. Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
b. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
c. Berpartisipasi dalam proses belajar.
d. Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional:
Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang
manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi
penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram
yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari
penyembuhan.
Rasional:
Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan
lamanya/ derajat komplikasi.
35
©2010 MATERI AJAR INI HANYA UNTUK KEGIATAN PENDIDIK AN DAN KESEHATAN – Rosdiana.Ns http://askep-rose.blogspot.com
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional:
Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan
penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada
waktu yang sedikit stres.