asam asetat lle
TRANSCRIPT
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat
2. Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang
tidak saling campur (ekstraksi cair-cair)
II. DASAR TEORI
II.1. ASAM ASETAT
Asam asetat atau cuka mempunyai rumus kimia C2H4O2. Asam asetat
merupakan cairan tidak berwarna memiliki aroma yang tajam, rasa asam,
titik didih 118oC dan bobot jenis 1,05g/mL. (Depkes RI, 1995)
Gambar 1. Struktur Kekule Asam Asetat
Asam asetat merupakan asam lemah jika dibandingkan dengan asam
mineral seperti HCl dan HNO3 dengan pKa sebesar 4,8. Pada asam asetat
atom hidrogen pada gugus karbonil akan putus, hal ini yang menyebabkan
sifat asam dari asam asetat. Larutan asam asetat dapat membentuk ikatan
hidrogen yang kuat dengan air sehingga titik didihnya tinggi 118oC dan
sangat mudah larut air. (Fessenden, 1999)
Gambar 2. Ikatan Hidrogen Asam Asetat dengan Air
Gambar 3. Pemutusan atom Hidrogen dari gugus Karbonil
1
II.2. EKTRAKSI CAIR-CAIR
Ektraksi cair-cair merupakan metode dengan cara melarutkan senyawa
yang diinginkan pada pelarut. Metode ini memanfaatkan interaksi yang kuat
dan khas antara senyawa yang diinginkan dengan pelarut (Underwood,
1999).
Ekstraksi pelarut digunakan untuk memisahkan suatu senyawa yang
diinginkan dari senyawa pengotor. Senyawa pengotor terkadang tidak dapat
dipisahkan dengan senyawa yang diinginkan karena memiliki tetapan
dielektrik yang hampir sama. (Underwood, 1999)
Gambar 4. Alat Ektraksi Cair – Cair (Corong Pisah 125 mL & 500 mL)
Apabila senyawa terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak
dapat tercampur, terdapat hubungan antara konsentrasi zat terlarut pada dua
cairan tersebut. Nernst menyatakan “Suatu zat terlarut akan membagi
dirinya antara dua cairan yang tidak dapat campur sedemikian rupa sehingga
angka banding konsentrasi pada suatu temperatur tertentu pada
kesetimbangan adalah suatu konstanta pada suatu temperatur tertentu”.
K D=[ A ]1[ A ]2
KD : Koefisien distribusi
[A]1 : Konsentrasi zat A pada fase cair 1 (biasanya fase organik)
[A]2 : Konsentrasi zat A pada fase cair 2 (biasanya fase air)
2
Berdasarkan konsentrasi di kedua fase, rasio distribusi (D) adalah
D=konsentrasi zat A pada fase cair 1( fase organik )
konsentrasi zat A pada fase cair 2( fase air)
(Underwood, 1999).
Pelarut yang digunakan atas pertimbangan berikut, yaitu angka banding
distribusi yang tinggi untuk senyawa yang dinginkan, angka banding
distribusi yang rendah untuk senyawa pengotor, kelarutan yang rendah
dalam fasa air, viskositas yang cukup rendah dan perbedaan rapatan yang
cukup besar dari fase airnya untuk mencegah terbentuknya emulsi,
toksisitas yang rendah dan tidak mudah terbakar, mudah mengambil
senyawa yang dinginkan dari pelarut. (J.Basset, 1994)
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
- Corong Pisah 100 mL
- Buret
- Erlenmeyer
- Gelas Ukur 25 mL
- Pipet Ukur 10mL 25mL
- Labu Takar 100 mL
B. Bahan
- Larutan Asam Asetat 0,5 M, 100 mL
- Kloroform
- Aquades
- Larutan baku asam oksalat 0,5 M, 100 mL
- Larutan NaOH 0,5 N, 100 mL
- Indikator phenolphthalein
IV. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Larutan NaOH 0,5 M, 100 mL
Perhitungan:
N = M x ek
M = N : ek
3
= 0,5grek
L : 1
grekmol
= 0,5 mol/L
M = massa
Mr x
1000 mL/ LV
0,5M = massa
40gr
mol x
1000 mL/ L100 mL
Massa = 2 gram
Teknis pembuatan NaOH 0,5 M 100 mL:
NaOH ditimbang 2 gram dengan beaker glass
Dilarutkan aquades perlahan hingga larut sambil diaduk dengan
batang pengaduk
Dimasukkan dalam labu ukur 100mL
Aquades ditambahkan hingga tanda batas
Dikocok perlahan hingga NaOH terlarut sempurna
Dipindahkan ke botol kaca cokelat dan disimpan
2. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,5 M 100 mL
Perhitungan:
M = massa
Mr x
1000 mL/ LV
0,5 mol/L = massa
126 g /mol x
1000 mL/ L100 mL
massa= 6,3 gram
Teknis pembuatan asam oksalat 0,1 M 100 mL:
4
Asam oksalat ditimbang 6,3 gram dan dimasukkan ke dalam beaker
glass
Aquades ditambahkan perlahan dan diaduk dengan batang pengaduk
hingga larut
Dikocok hingga homogen, larutan dipindahkan ke labu ukur 100mL
Aquades ditambahkan hingga tanda batas
Dikocok hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol
3. Pembuatan Larutan Asam Asetat 0,5 M, 100 mL
Perhitungan:
Asam asetat glasial yang tersedia dengan kadar 100%
Mr = 60,05 gr
mol
ρ = 1,05 grmL
(FI IV, hal.46)
M = massa
Mr x
1000 mL/ LV
0,5 M = massa
60,05gr
mol x
1000mL/ L100 mL
Massa = 3,0025 gram
V = masaa
ρ
= 3,0025 gr
1,05grmL
= 2,86 mL
Teknis pembuatan Asam Asetat 0,5 M 100 mL:
Asam asetat 2,86mL dimasukkan ke beaker glass
5
Aquades ditambahkan perlahan, diaduk hingga homogen
Larutan dipindahkan ke labu ukur 100 mL
Ditambahkan aquades hingga tanda batas
Dikocok hingga homogen dan dipindahkan ke dalam botol
4. Pembakuan NaOH
Erlenmeyer diisi asam oksalat 10mL, ditetesi 2 tetes indikator PP
Dititrasi dengan NaOH 25mL
Dicatat volume yang digunakan hingga larutan berubah warna ping
Titrasi dillakukan dengan pengulangan 3 kali
5. Ektraksi Tunggal
CH3COOH 20 mL dimasukan ke corong pisah 100mL
Ditambahkan 30 mL kloroform
Di kocok berputar selama 30 kali secara manual
(setiap 10 kali putaran keran dibuka, campuran tidak boleh tumpah)
Didiamkan hingga terbentuk dua lapisan, buka tutup, dipisahkan
Volume lapisan air dan volume kloroform yang didapat dicatat
Diambil 10 mL lapisan air, dimasukan ke dalam erlenmeyer 25 mL
6
Ditambahkan beberapa tetes indikator pp
Dititrasi dengan NaOH baku
Volume NaOH yang diperlukan dicatat dan kadar asam asetatnya
dihitung
6. Ekstraksi Berulang
A. CH3COOH 20 mL dimasukan ke corong pisah 100 mL, ditambahkan
10mL kloroform
Dikocok 30 kali kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan,
pisahkan
(setiap 10 kali putaran keran dibuka, campuran tidak boleh tumpah)
Lapisan air dan lapisan kloroform dicatat volumenya
B. Lapisan air diambil, dimasukan dalam corong pisah 100ml yang
berisis 10mL kloroform
Dikocok 30 kali, didiamkan kemudian dipisahkan larutan airnya
(setiap 10 kali putaran keran dibuka, campuran tidak boleh tumpah)
Lapisan air dan lapisan kloroform dicatat volumenya
C. Lapisan air diambil, dimasukan dalam corong pisah 100ml yang
berisis 10mL kloroform
Dikocok 30 kali, didiamkan kemudian dipisahkan larutan airnya
(setiap 10 kali putaran keran dibuka, campuran tidak boleh tumpah)
7
Lapisan air dan lapisan kloroform dicatat volumenya
D. 10 mL lapisan air dititrasi dengan NaOH
Dicatat volume NaOH yang terpakai
V. HASIL
a. Pembuatan larutan asam asetat:
- Volume asam asetat yang diperlukan = 2,86 mL
- Volume akhir larutan = 100 mL
- Normalitas asam asetat yang diperoleh = 0,5 N
b. Pembuatan larutan baku asam oksalat:
- Jumlah asam oksalat yang diperlukan = 1575 mg
- Dilarutkan aquades sampai volume = 25 mL
- Normalitasnya asam oksalat yang diperoleh = 1 N
c. Pembuatan larutan NaOH:
- Jumlah NaOH yang diperlukan = 2000 mg
- Dilarutkan aquades sampai volume = 100 mL
d. Pembakuan NaOH:
- Volume larutan NaOH yang digunakan:
lar.1 = 9,75 mL
lar.2 = 9,8 mL
lar.3 = 9,75 mL
- Volume asam oksalat 0,5 N yang digunakan:
lar.1 = 5 mL
lar.2 = 5 mL
lar.3 = 5 mL
- Hasil pembakuan, NaOH = 0,512 N
8
e. Penentuan [CH3COOH]:
1. Ekstraksi tunggal
Volume CHCl3 sebelum ekstraksi = 30 mL
Volume CHCl3 setalah ekstraksi = 29 mL
Volume lapisan air sebelum ekstraksi = 20 mL
Volume lapisan air setelah ekstraksi = 19 mL
2. Ekstraksi berulang 20 mL CH3COOH dengan 3 x 10 mL
CHCl3
Setelah ekstraksi didapat data
1. Volume lapisan air = 20 mL; volume CHCl3 = 10 mL
2. Volume lapisan air = 19 mL; volume CHCl3 = 10,5 mL
3. Volume lapisan air = 19 mL; volume CHCl3 = 9,5 mL
3. Titrasi asam asetat
- Volume larutan baku NaOH yang terpakai:
1 = 16,8 mL
2 = 16,4 mL
- Kadar perhitungan asam asetat dalam larutan air:
1 = 0,453 N
2 = 0,441 N
VI. PERHITUNGAN
a. Pembakuan NaOH:
Tabel 6.1. Pengamatan pada pembakuan NaOH
Pembakuan ke VNaOH [NaOH] VH2C2O4 [H2C2O4]
1 9,75 mL X M 5 mL 0,5 M
2 9,8 mL X M 5 mL 0,5 M
3 9,75 mL X M 5 mL 0,5 M
Rata – rata 9,76 mL X M 5 mL 0,5 M
Reaksi yang terjadi:
2NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
9
Dari tabel diatas, Diketehui rata - rata:
[H2C2O4] = 0,5 M
VH2C2O4 = 5 mL
Valensi H2C2O4 = 2
[NaOH] = x M
VNaOH = 9,76 mL
Valensi NaOH = 1
ek asam = ek basa
[H2C2O4] . VH2C2O4 (mL) . valensi H2C2O4 = [NaOH] . VNaOH
(mL) . valensi NaOH
0,5 M . 5 mL . 2 = x M . 9,76 mL . 1
x = 0,512 M
[NaOH] = x = 0,512 M
b. Perhitungan Konsentrasi CH3COOH setelah dititrasi NaOH:
Reaksi yang terjadi:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) NaCH3COO(aq) + H2O(aq)
[CH3COOH] pada Ekstraksi Tunggal
[CH3COOH] = x M
V CH3COOH = 19 mL
[NaOH] = 0,512 M
V NaOH = 16,8 mL
Masam . Vasam . Valensi asam = Mbasa . Vbasa .Valensi basa
x M . 19 mL . 1 = 0,512 M . 16,8 mL . 1
x = 0,453 M
[CH3COOH] = x = 0,453 M
[CH3COOH] pada Ekstraksi Berulang
[CH3COOH] = x M
V CH3COOH = 19 mL
[NaOH] = 0,512 M
V NaOH = 16,4 mL
10
Masam . Vasam . Valensi asam = Mbasa . Vbasa .Valensi basa
x M . 19 mL . 1 = 0,512 M . 16,4 mL . 1
x =0,441M
[CH3COOH] = x = 0,441 M
c. Perhitungan Konsentrasi CH3COOH dalam fase organik:
(Apabila diasumsikan mol CH3COOH dalam fase organik adalah jumlah
hilangnya mol CH3COOH dalam fase air setelah diektraksi) :
Mol total CH3COOH
n CH3COOH = [CH3COOH] . V CH3COOH
= 0,5 M . 100 mL
= 50 mmol
Setelah ekstraksi dilakukan
Mol CH3COOH yang tersisa dalam air:
n CH3COOH pada Ekstraksi Tunggal
n CH3COOH = [CH3COOH] . V CH3COOH
= 0,453 M . 19 mL
= 8,607 mmol
n CH3COOH pada Ekstraksi Berulang
n CH3COOH = [CH3COOH] . V CH3COOH
= 0,441 M . 19 mL
= 8,379 mmol
Mol CH3COOH yang terlarut di CHCl3
Ekstraksi Tunggal
n CH3COOH(dalam CHCl3) = n CH3COOH - n CH3COOH(dalam H2O)
= 50 mmol – 8,607 mmol
= 41,393 mmol
11
Ekstraksi Berulang
n CH3COOH(dalam CHCl3) = n CH3COOH - n CH3COOH(dalam H2O)
= 50 mmol – 8,379 mmol
= 41,621 mmol
[CH3COOH] fase organik
[CH3COOH] setelah di Ekstraksi Tunggal
[CH3COOH] = nCH3COOH : VCHCl3
= 41,393 mmol : 29 mL
= 1,427 M
[CH3COOH] setelah di Ekstraksi Berulang
[CH3COOH] = nCH3COOH : VCHCl3
= 41,621 mmol : 30 mL
= 1,387 M
d. Koefisien Distribusi
Ekstraksi Tunggal
KD = [CH 3 COOH ]CHCl 3
[CH 3COOH ]H 2O
= 1,427 M0,453 M
= 3,150
Ekstraksi Berulang
KD = [CH 3 COOH ]CHCl 3
[CH 3COOH ]H 2O
= 1,387 M0,441 M
= 3,145
12
VII. PEMBAHASAN
Sebelum melakukan percobaan, dilakukan penimbangan bahan
terlebih dahulu untuk membuat larutan percobaan. Adapun penggunaan
alat dan alasannya dipaparkan sebagai berikut. Natrium Hidroksida,
ditimbang dengan beaker glass untuk mencegah kehilangan massa
NaOH yang telah ditimbang sebelumnya. Misalkan apabila NaOH
ditimbang menggunakan kertas perkamen, NaOH akan mencair karena
dapat menyerap air yang terkandung dalam udara (Barke, 2012).
Kerugian yang didapat, NaOH yang telah ditimbang akan berkurang
jumlahnya karena sudah berwujud cair sehingga sulit untuk
mengumpulkannya kembali dalam jumlah yang telah ditimbang dan cara
ini dapat membuang – buang bahan. Oleh karena itu dalam
penimbangan NaOH digunakan beaker glass. Natrium Hidroksida
ditimbang dengan beaker glass karena NaOH perlu dilarutkan dengan
pengadukan terlebih dahulu sebelum dimasukan dalam labu ukur.
Apabila tidak diaduk terlebih dahulu, NaOH tidak akan larut sempurna.
Untuk penimbangan Asam asetat, pengambilan bahan dari wadah
menggunakan pipet volum. Apabila dibandingkan dengan gelas ukur,
diameter pipet volum jauh lebih kecil dari gelas ukur sehingga faktor
kesalahan pembacaan dapat dikurangi jika menggunakan pipet volum.
Karena asam asetat berwujud cair, bahan langsung dimasukan ke dalam
labu ukur untuk mencegah kehilangan bahan. Asam oksalat merupakan
Kristal yang stabil, sehingga tidak masalah apabila penimbangan
dilakukan dengan kertas perkamen ataupun beaker glass.
13
Natrium Hidroksida, merupakan larutan yang mudah menyerap
udara sehingga kadar NaOH(aq) kapanpun dapat berubah. Untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan pembakuan, dimana titran yang
digunakan adalah senyawa yang memiliki sifat-sifat larutan standar
yaitu diantaranya mudah didapat, ekonomis, stabil dan mudah
dikeringkan (Underwood, 1999). Asam oksalat merupakan salah satu
larutan standar yang ada dilaboratorium, sehingga untuk pembakuan
NaOH digunakan H2C2O4. Pembakuan dilakukan menyerupai teknis
kerja titrasi asam-basa.
Indikator yang digunakan adalah Phenolptalein, apabila pada
Erlenmeyer diisi larutan basa maka setelah penambahan Phenolptalein
akan terbentuk warna merah yang pekat, sehingga untuk menentukan
titik ekivalen lebih sulit jika dibandingkan dengan menunggu perubahan
dari larutan jernih menjadi merah muda. Oleh karena itu pada buret diisi
dengan senyawa basa, sedangkan pada Erlenmeyer diisi dengan senyawa
asam. Phenolptalein dipilih sebagai indikator karena hanya indikator
Phenolptalein yang dapat mengalami perubahan warna pada rentang pH
mendekati titik ekuivalen (merah muda) dan warna akan berubah tajam
apabila pH melewati sedikit di titik ekivalen (merah). Titik ekivalen
adalah titik dimana ion H+ tepat beraksi sempurna dengan OH-
menghasilkan H2O (Harvey, 2000).
Titrasi dilakukan 3 kali pengulangan untuk mengurangi kesalahan
titrasi. Apabila dilakukan hanya 1 kali saja, akan ada kemungkinan data
yang dihasilkan dari titrasi tidak akurat akibat kesalahan titrasi.
Konsentrasi Asam asetat ditentukan dengan melakukan ektraksi
cai-cair. Pada saat ekstraksi terjadi pembentukan dua lapisan. Kita dapat
pastikan lapisan yang paling bawah adalah CHCl3 karena bobot jenis
CHCl3 (1,474 g/ml) lebih besar dari asam asetat (1,05 g/mL). sehingga
yang diambil untuk ditentukan kadarnya adalah lapisan yang paling atas
(Depkes RI, 1995). Asam asetat yang telah diekstraksi ditentukan
kadarnya dengan cara ditirasi menggunakan NaOH yang telah
dibakukan.
14
Dari data yang dihasilkan, dengan menggunakan ektraksi tunggal
didapat konsentrasi yang lebih pekat (0,453 M) daripada ektraksi
bertingkat (0,434 M). Padahal seharusnya dengan ektraksi bertingkat
didapatkan konsentrasi yang lebih pekat sesuai dengan rumus efisiensi
ekstraksi berikut:
Jumlah analit = Fase analit terlarut
(D . Fase analit tidak terlarut )+Fase analit terlarut
Berdasarkan rumus tersebut, jika dibandingkan jumlah penggunaan
pelarut untuk mengekstrak akan lebih efisien jika ekstraksi dilakukan
sebanyak 3 kali dengan 10 mL CHCl3 dibandingkan dengan
menggunakan sekali pakai CHCl3 30 mL (Groob, 2004). Sehingga dapat
disimpulkan terdapat kesalahan dalam melakukan ekstraksi cair-cair.
Koefisien Distribusi tidak dapat ditentukan, karena data
Konsentrasi asam asetat pada fase organik tidak dapat ditentukan.
Konsentrasi fase organik tidak bisa ditentukan dengan metode titrasi
karena NaOH yang digunakan tidak dapat bereaksi dengan asam asetat
sehingga hanya dengan beberapa tetes NaOH, larutan di Erlenmeyer
yang digunakan sudah mengalami perubahan karena perubahan warna
terjadi akibat pH sudah melebihi titik ekivalen namun sebelum titik
ekivalen tercapai. Jika dibandingkan dengan mengukur konsentrasi
CH3COOH pada fase air, pada saat penetesan NaOH dari buret,
CH3COOH akan langsung berekasi dengan NaOH sehingga larutan di
Erlenmeyer akan berubah warna ketika jumlah CH3COOH telah
bereaksi seluruhnya dengan NaOH (titik ekivalen).
Namun apabila diasumsikan, jumlah CH3COOH yang terlarut di
fase organik merupakan selisih jumlah total CH3COOH dengan jumlah
CH3COOH di fase air. Maka Koefisien Distribusi baru dapat ditentukan.
15
VIII. KESIMPULAN
1. Ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan dengan
mengandalkan kelarutan analit di salah satu dari dua fase yang terbentuk
sehingga analit dapat dipisahkan dari matriksnya. Kegagalan ekstraksi
dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pembuatan reagen dan kesalahan
dalam teknis kerja.
2. Koefisien distribusi tidak dapat ditentukan dengan metode titrasi.
Metode titrasi hanya dapat menentukan konsentrasi titrat apabila titrat
memiliki sifat polar yang sama dengan titran oleh karena itu konsentrasi
analit pada fase organik dan koefisien distribusi tidak dapat ditentukan.
Namun jika asumsi bahwa jumlah CH3COOH yang terlarut di fase
organik merupakan selisih jumlah total CH3COOH dengan jumlah
CH3COOH di fase air, Koefisien Distribusi baru dapat ditentukan.
16