argentometri

15
Argentometri Dasar Teori Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl - , Br - , I - ). (Khopkar,1990) Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain: a. Metode Mohr Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO 3 sebagai titran dan K 2 CrO 4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag 2 CrO 4 , saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl - hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO 3 , memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969) Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah- bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag + . Pada analisa Cl - mula-mula terjadi reaksi: Ag + (aq) + Cl - (aq) ↔ AgCl (s) Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

Upload: indra-hutama

Post on 03-Jan-2016

103 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Metode analisa kimia argentometri dalam prinsip pengendapan dengan menggunakan ion perak

TRANSCRIPT

Page 1: ArgentoMetri

Argentometri

Dasar Teori

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan

ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).

(Khopkar,1990)

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang

digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:

a. Metode Mohr

      Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3

sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya

perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut

terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl-

hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu

AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.

(Alexeyev,V,1969)

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk

endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda

dari warna endapan analat dengan Ag+.

Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

      Ag+(aq) + Cl-

(aq) ↔ AgCl(s)↓

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

      2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

      Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,

dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu

banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-

(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7

2- karena reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-

(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau

sangat terlambat.

Page 2: ArgentoMetri

Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan

terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen

tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa

titik akhir menjadi tidak tajam.

b. Metode Volhard

Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai

indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag,

membentuk endapan putih.

Ag+(aq) + SCN-

(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)

Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks

yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN-(aq) + Fe3+

(aq) ↔ FeSCN2+(aq)

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.

Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara

Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang

untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan

Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan

kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula

dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓

Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓

SCN-(aq)  + AgX (s) ↔ X-

(aq) + AgSCN(aq) ↓

Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya

melemah (warna berkurang).

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant

bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling

mempengaruhi.

Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion

halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai

contoh,  dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan

larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan

Page 3: ArgentoMetri

dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan

arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

c. Metode Fajans

Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat

diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.

Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih

macam indikator yang dipakai dan pH.

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau

basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein

yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk

mudahnya ditulis HFl saja).

 HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-

(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah

muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar

permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas

mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang

koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion

Ag+).

Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana

masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X-

sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif,

maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut

titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang

terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu,

sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X -

maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan

Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik

ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada

waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya

berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan

Page 4: ArgentoMetri

berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam

perubahan diatas, yakni

(i)        Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan

menggumpal

(ii)      Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih

(iii)    Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.

Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat

warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan

menyebabkan endapan terurai.

Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.

Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang

juga harus dengan cepat.

(Harjadi,W,1990)  

Pembahasan

Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam

presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:

AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)

Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang

jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang

berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan.

Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa,

atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning

mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.

Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang

merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah

AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk

endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.

 Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga

dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir

titrasi menjadi sulit tercapai.

Page 5: ArgentoMetri

Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans.

Dalam titrasi ini digunakan indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2

– 8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu,

asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena

indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan

yang terlalu asam.

Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang

ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna.  Ketika

ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi

amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna

kuning.

Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat

terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X - dalam sampel dengan

Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat

dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid.

 

Kesimpulan

Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel

termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-.

Normalitas AgNO3 = 0,0488 N

Molaritas sampel (I-)  = 0,0485 M

http://dlitelopha.blog.com/2009/03/17/laporan-argentometri/

Page 6: ArgentoMetri

Dasar Teori

Titrasi pegedapan terbatas pada reaksi-reaksi antara ion Ag+ dan anion-anion X- yaitu : halide,

tiosianat dan sianida. Cara-cara ini dimana AgNO3 dipergunakan sebagai larutan standar

dinamakan argentometri.

Ag+ + X- AgX(p)

Suatu reaksi pengendapan berlagsung berkesudahan bila endapan yang terbentuk mempuyai

kelarutan yang cukup kecil. Didekat titik ekivalennya aka terjadi perubahan besar dari

konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menentukan berakhirya suatu reaksi pengendapan

dipergunakan suatu indicator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan

degan berhasil baik untuk titrasi pegendapan ini. Cara mohr menggunaka ion kromat untuk

mengendapkan Fe3+ untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat dan cara fajans

menggunakan indikator adsorbsi.

Maka Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :

1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana

netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi

dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0.

Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan

terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO + H2O

Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O

Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis

diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium

karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan

kadarnya dengan cara ini.

Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya

tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai

titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir.

Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer

perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis

Page 7: ArgentoMetri

diendapkan oleh ion perakion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang

berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.

*. Titrasi Penetapan Klorida Secara Mohr

Titrasi ini berdasarkan atas reaksi :

Ag+ + Cl AgCl (p)

Jika membandingkan hasil kali kelaruta AgCl dan Ag2CrO4, maka AgCl akan mengendap

terlebih dahulu.

Ksp AgCl = 1,8 x 10-10

Ksp agCrO4 =1,9 x10-12

Dengan demikian maka CrO42- dapat diguakan sebagai indikator untuk titrasi Mohr ini.jika di

dalam labu titrasi terdapat ion Cl- yang megandung sedikit ion kromat ,dengan menambahkan

larutan Ag+ , mula-mula AgCl akan mengendap dan setelah terjadi pegendapan sempurna dari

AgCl ,maka terjadi endapan merah kuning dari AgCl, maka terjadi endapan merah kuning dari

Ag2CrO4, pH larutan di antara 7 dan 10

2. Metode volhard

Metode ini didasarkan atas pembentukan merah tiosianat dalam suasana asam nitrat , dengan ion

besi(III) sebagai indikator untuk mengetahui adanya ion tiosianat berlebih .metode ini dapat di

pakai untuk penetapan langsung ion perak dalam larutan ,dengan larutan tiosianat .di samping itu

juga dapat dipakai untuk penetapa kadar ion klorida secara tidak langsung dalam suasana agak

kuat .

Dalam hal ini kepada larutan klorida ditambahkan larutan baku perak nitrat dalam jumlah yang

sedikit berlebihan .kelebihan ion perak dititrasi terhadap larutan baku tiosianat dengan memakai

ion besi (III) sebagai oksidator .ion-ion asing yang dapat meggangu ialah ion merkuri, Co

(II),Ni(II), dan Cu (II) dalam konsentrasi yang cukup besar.

Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar

AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar

garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3

Page 8: ArgentoMetri

dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+

dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari

FeSCN.

3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)

Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat

perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah

indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh

Ag+.

Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam

anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh

permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar

terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.

Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai

ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+

sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder. (Khopkhar, SM.1990)

Pembentukan Endapan Berwarna

Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa.

Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi

pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam

mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari

endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan

asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4 - hanya terionisasi sedikit

sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi

reaksi :

2H+ + 2CrO4 - ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O- + 2H2O

Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan

sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar.

Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.

Page 9: ArgentoMetri

Penentuan Bromida dalam larutan dengan Metode Volhard

Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat

sebanyak 0,5ml. Dengan begitu suasana harus asam, maka pada sistem

ditambah HNO3 0,1N sebanyak 1ml. Dalam percobaan ini, 5ml KBr

20

direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 10 ml (0,1N) dan akan menghasilkan

endapan putih AgBr (berwarna keruh).

Adanya 1ml HNO3 encer tidak begitu berpengaruh karena AgBr tidak

bereaksi denan HNO3. AgNO3 dibuat berlebih lalu dari AgNO3 yang bereaksi

dengan Br

- bereaksi dengan NH4CNS yang diteteskan.

Pada awal penambahan, terbentuk endapan putih AgCNS, tapi setelah

Ag+ sisa telah habis, kelebihan sedikit NH4CNS menyebabkan ion CNS

bereaksi dengan Fe3+ dari feri ammonium sulfat membentuk kompleks

[Fe(CNS)6 ]3 yang berwarna orange. Setelah sesaat terjadi perubahan warna,

berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi segera dihentikan.

Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

1. AgNO3 (aq) +KBr (aq) → AgBr ↓ (putih) + KNO3 (aq) (sebelum

penampahan KH4CNS)

2. AgNO3 sisa (aq) + NH4CNS → AgCNS ↓ (putih) + NH4NO3(aq)

3. Fe3+ + CNS → (Fe(CNS))3+ (Saat terjadi titik ekuivalen)

Dari percobaan diperoleh volume NH4CNS rata-rata yang diperlukan yaui 4,0

ml. dari data tersebut dapat dihitung banyaknya Kbr dari hasil standarisasi

dengan menggunakan rumus

(V1 x Z1/Z2) – (V2 x p) x Mr KBr

Dimana : P = NH4CNS

Z1 atau Z2 = NAgNO3

Dengan perhitungan diperoleh banyaknya Kbr Hasil standarisasi adalah

67,83mgram.

Page 10: ArgentoMetri

H. Kesimpulan

1. Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4 metode

argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Vajans, Duckel.

2. Normalitas AgNO3 hasil standarisasi dengan NaCl :Dengan indikator K2CrO4 N AgNO3 =

0,09 NDengan indikator adsorbsi ( fluorescein ) N AgNO3 = 0.095 N

3. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 dihasilkan normalitas NH4CNS adalah 0,095 N.

4. Kadar NaCl dalam garam kasar sebesar 86,45%, dengan berat NaCl dalam larutan sample

garam dapur kasar adalah 38,902 mgram.

5. Banyaknya KBr hasil standarisasi adalah 73,78 gram.

Kemungkinan kesalahan

1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan

praktikan.

2. Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan ujinya.

3. Adanya kesalahan-kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan

larutan standar terlalu berlebih.

http://www.dokterkimia.com/2010/04/argentometri.html