aqidah (iman kepada qadha dan qadar)

13
1 IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR A. Pengertian Qadha dan Qadar Pengertian Qadha menurut bahasa yaitu hukum, ketetapan, pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali¹ sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti menurut bahasa adalah kepastian, peraturan, ukuran. Dan menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Ayat-ayat Al-Quran banyak sekali menginformasikan tentang ketentuan Allah sebelum sesuatu diciptakan, kekuasaan Allah dalam menciptakan sesuatu, kekuasaan Allah dalam menetapkan dan menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang (termasuk hukum sebab akibat) terhadap segala sesuatu. Berikut ini dalil-dalil yang menerangkan tentang qadha dan qadar: ُ هَ لُ كْ لُ م اَ مَ س ل اَ وِ اتِ ضْ رَ ْ الَ وَ وْ مَ لْ ذِ خَ تَ " ي اً ذَ لَ وْ مَ لَ وْ & نُ كَ " يُ هَ لِ رَ + شٌ ك" ي" يِ فِ كْ لُ مْ ل اَ قَ لَ خَ وَ لُ ك" يِ ذَ ال

Upload: vietha3

Post on 11-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

hdidaidhaqddhuwdwuehqiwdhiwdhwaidhwaidhawihawidhawidhai

TRANSCRIPT

Page 1: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

1

IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR

A. Pengertian Qadha dan Qadar

Pengertian Qadha menurut bahasa yaitu hukum, ketetapan, pemerintah,

kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan

qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali¹ sesuai dengan iradah-Nya tentang

segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti menurut

bahasa adalah kepastian, peraturan, ukuran. Dan menurut Islam qadar perwujudan

atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar berbentuk

tertentu sesuai dengan iradah-Nya.

Ayat-ayat Al-Quran banyak sekali menginformasikan tentang ketentuan Allah

sebelum sesuatu diciptakan, kekuasaan Allah dalam menciptakan sesuatu, kekuasaan

Allah dalam menetapkan dan menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang

(termasuk hukum sebab akibat) terhadap segala sesuatu. Berikut ini dalil-dalil yang

menerangkan tentang qadha dan qadar:

ذ� ي�ت�خ� ل�دا و� ل�م� و� ي�ك�ن� ل�ه� ر� ش� يك� ف�ي ل�ك� ال�م� ل�ق� و�خ� ك�ل�

ال�ذ�ي ل�ه� ل�ك� ام� م� و�الس� ات� ض� ر�� و�و�األ� ل�م�

ء' ي� ش� ه� د�ر� ق� ف� ا د�ير ت�ق�

Artinya: “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak

mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia

telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan

serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan : 2)

Page 2: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

2

1 ن� م� ب�ل� ق� أ�ن� ن�ب�ر� ا ه�أ� ال� إ�ن� و� ف�ي ك�م� س� �ن�ف� أ إ�ال� ف�ي ك�ت�اب'

ا م� اب� ص�أ� م�ن� يب�ة' م�ص� ف�ي ض� ر�

� األ�

ذ�;ل�ك� ع�ل�ى الل�ه� ير� ي�س�

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada

dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami

menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS.

Al-Hadid : 22)

ر� �ش� ي �ون� م��ا ك �ح��ن� م� ب س� �ه� لل �ع��ل�ى� م� ٱو�ت م م م� م� م خ� ل ٱ

م� م�� م� م� م� م� ل� م� م�ا اا م� م� م� م� م� م�ا ل� م� م�ا �م م�ا

Artinya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.

Sekali-2kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari

apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. Al-Qashash : 68)

Mengutip uraian al ‘Utsaimin, Yunahar Ilyas menjelaskan empat macam

tingkatan qadar atau takdir, yaitu:

1. Al ‘Ilmu, Allah SWT mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Tidak

ada satu peristiwa dan tidak satu-pun kejadian yang luput dari ilmu Allah.

2. Al-Kitabah (tulisan atau buku), segala sesuatu telah dituliskan oleh Allah di Lauh

Mahfuzh², dan tulisan itu tetap ada sampai hari kiamat. Apa yang telah, sedang,

dan akan terjadi sudah dituliskan oleh Allah.

3. Al-Masyi’ah (kehendak), segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah dan tidak ada

satupun yang memaksa Allah. Kehendak-Nya bersifat mutlak.

4. Al-Halq (ciptaan), Allah menciptakan segala yang maujud di alam ini.

1 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah islam (Yogyakarta: LPPI, 2006) cet. Ke-10, h.177-178

2 ibid., 178-181.

Page 3: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

3

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa qadha dan qadar

berarti Allah Maha Kuasa dan atas kehendak serta ilmu-Nya Ia menciptakan segala

sesuatu, menentukan bentuk, bagian, ukuran, susunan, dan daya tahan serta berbagai

ketentuan lainnya dan telah menuliskannya di Lauh Mahfudz. Berbagai ketetapan dan

ketentuan yang akan terjadi merupakan rahasia Allah yang tak satupun makhluk

mengetahuinya. Oleh karena itu, manusia diwajibkan berikhtiar.

B. Hubungan Antara Qadha dan Qadar

Pada uraian tentang qadha dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar

selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak

zaman Azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi,

hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.

Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di

dalam surah Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman.

إ�ال� ن�د�ن�ا ع� ز� خ� ائ�ن�ه� ا و�م� Bن�ن�ز ل�ه� إ�ال� د�ر' ب�ق� ع�ل�وم' م�

إ�ن� و� م�ن� ء' ي� ش�

Artinya: “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan

Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (QS. Al-

Hijr:21)

C. Kewajiban Beriman Kepada Qadha dan Qadar

Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas

diri kita. Di dalam sebuah hadist qudsi Allah berfirman yang artinya: “Siapa yang

tidak ridha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku

timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku.” (H.R.Tabrani)

Page 4: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

4

Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu, takdir tidak

selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan

keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan nikmat yang

diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau

merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus

yakin, bahwa dibalik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum

mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atap apa yang diperbuatnya.

3

D. Hubungan Antara Qadha dan Qadar dengan Ikhtiar

Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati

bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya.

Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam

bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging,

kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan

menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya,

dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari

Abdullah bin Mas’ud).

Dari hadist di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan

Allah sejak sebelum kita dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan

nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa

berusaha dan berikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab

keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

Berikhtiar berarti memiliki optimistik untuk dapat meraih takdir Allah yang

baik, sebaliknya menyerah berarti pesimistik. Berharap akan rahmat Allah merupakan

sikap yang disenangi, sedangkan berputus asa dari rahmat Allah merupakan sikap

tercela yang dilarang oleh Allah. Dalam berikhtiar dilarang bersikap tinggi hati,

merasa bahwa ia memiliki kemampuan yang tinggi, tenaga yang besar, biaya yang

3 Bunyamin, Hilal Ramadhan, Muhammad Dwi Fajri, Oka Gunawan, Syamsudin Dasan, dan Tohirin: Aqidah untuk Perguruan Tinggi, UHAMKA PRESS, Jakarta Selatan, 2011, h. 201-205

Page 5: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

5

cukup, pengetahuan yang memadai dan karena itu ia pasti berhasil dan mustahil

mengalami kegagalan. Sebaliknya, Allah sangat menyukai sikap rendah hati dalam

berikhtiar, meski memiliki kemampuan yang tinggi, tenaga yang besar, biaya yang

cukup, pengetahuan yang memadai ia tetap memasrahkan hasilnya kepada Allah. Jadi

dalam berikhtiar wilayah kerja manusia teletak pada proses, sedangkan hasilnya

merupakan otoritas Allah, manusia hanya berusaha dan Tuhanlah yang menentukan.

Jangan sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha

dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab,

seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. “Mengapa engkau

mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, “Memang Allah sudah

menakdirkan saya menjadi pencuri.”

Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah. Lalu berkata, “Pukul

saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya.” Orang-orang disitu

bertanya, “Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?” Khalifah Umar menjawab,

“Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib

dipukul karena berdusta atas nama Allah.”

Mengenai adanya kewajiban berikhtiar, ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada

zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang

menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia

turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat

kudanya. Nabi menegur orang itu, “Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?” Orang Arab

Badui itu menjawab, “Biarlah, saya bertawakal kepada Allah.” Nabi pun bersabda,

“Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakalah kepada Allah.”

Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala

sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui

apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin

pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin

setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah

SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha

dan ikhlas.

Page 6: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

6

Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama

berpendapat bahwa takdir itu ada dua macam:

1. Takdir mua’llaq, yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh

seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-

citanya itu ia harus belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan

menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.

2. Takdir mubram, yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat

diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh ada orang

yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan

ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.4

E. Macam-Macam Takdir

a. Takdir Saabiq, yaitu takdir bagi makhluknya di lauh mahfudz 50 ribu tahun

sebelum penciptaan langit dan bumi.

b. Takdir Umri, yaitu takdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.

c. Takdir Sanawi, yaitu takdir bagi seluruh makhluk pada malam lailatul qadar.

d. Takdir Yaumi, yaitu penulisan takdir terhadap setiap kejadian setiap harinya.

F. Hikmah Beriman Kepada Qadha dan Qadar

Setiap muslim harus memahami qadha dan qadar secara tepat dan benar.

Kesalahan memahami qadha dan qadar akan melahirkan sikap yang keliru dalam

memahami dan menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini. Percaya kepada qadha

dan qadar secara benar dan tepat mengandung beberapa hikmah, yaitu:

1. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan

maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang

harus disyukuri. Sebaliknya, apabila terkana musibah maka ia akan bersabar,

karena hal tersebut merupakan ujian.

4 Ibid., 207-213

Page 7: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

7

2. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa

Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memeperoleh

keberhasilan ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil

usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan

ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan

itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.5

3. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja

Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu

menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu

saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan

qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan

itu.

4. Menenangkan jiwa

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa

dalam kehidupannya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditettukan

Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah

atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

5 Soleh, Drs. Arif, Drs. Syaifudin Zuhri, Drs. Dadang Effendi, dan Aosat Yahya S.Ag. : Pendidikan Agama Islam, Inti Prima Promosindo, Jakarta Timur, 2012, h. 111-115

Page 8: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

8

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari beriman kepada qadha dan qadar ialah:

1. Beriman kepada qadha dan qadar berarti kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa apa

yang terjadi pada manusia dan makhluk lainnya tidak lepas dari ketentuan Allah.

2. Qadha adalah ketentuan Allah sejak jaman Azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan

dari qadha Allah tersebut.

3. Fungsi beriman pada qadha dan qadar diantaranya manusia akan berhati-hati dalam

hidup, memiliki etos kerja yang tinggi dan daya juang yang tinggi.

Page 9: Aqidah (Iman Kepada Qadha Dan Qadar)

9