aqidah (iman kepada qadha dan qadar)
DESCRIPTION
hdidaidhaqddhuwdwuehqiwdhiwdhwaidhwaidhawihawidhawidhaiTRANSCRIPT
1
IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
A. Pengertian Qadha dan Qadar
Pengertian Qadha menurut bahasa yaitu hukum, ketetapan, pemerintah,
kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan
qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali¹ sesuai dengan iradah-Nya tentang
segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti menurut
bahasa adalah kepastian, peraturan, ukuran. Dan menurut Islam qadar perwujudan
atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar berbentuk
tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Ayat-ayat Al-Quran banyak sekali menginformasikan tentang ketentuan Allah
sebelum sesuatu diciptakan, kekuasaan Allah dalam menciptakan sesuatu, kekuasaan
Allah dalam menetapkan dan menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang
(termasuk hukum sebab akibat) terhadap segala sesuatu. Berikut ini dalil-dalil yang
menerangkan tentang qadha dan qadar:
ذ� ي�ت�خ� ل�دا و� ل�م� و� ي�ك�ن� ل�ه� ر� ش� يك� ف�ي ل�ك� ال�م� ل�ق� و�خ� ك�ل�
ال�ذ�ي ل�ه� ل�ك� ام� م� و�الس� ات� ض� ر�� و�و�األ� ل�م�
ء' ي� ش� ه� د�ر� ق� ف� ا د�ير ت�ق�
Artinya: “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan : 2)
2
1 ن� م� ب�ل� ق� أ�ن� ن�ب�ر� ا ه�أ� ال� إ�ن� و� ف�ي ك�م� س� �ن�ف� أ إ�ال� ف�ي ك�ت�اب'
ا م� اب� ص�أ� م�ن� يب�ة' م�ص� ف�ي ض� ر�
� األ�
ذ�;ل�ك� ع�ل�ى الل�ه� ير� ي�س�
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS.
Al-Hadid : 22)
ر� �ش� ي �ون� م��ا ك �ح��ن� م� ب س� �ه� لل �ع��ل�ى� م� ٱو�ت م م م� م� م خ� ل ٱ
م� م�� م� م� م� م� ل� م� م�ا اا م� م� م� م� م� م�ا ل� م� م�ا �م م�ا
Artinya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
Sekali-2kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari
apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. Al-Qashash : 68)
Mengutip uraian al ‘Utsaimin, Yunahar Ilyas menjelaskan empat macam
tingkatan qadar atau takdir, yaitu:
1. Al ‘Ilmu, Allah SWT mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Tidak
ada satu peristiwa dan tidak satu-pun kejadian yang luput dari ilmu Allah.
2. Al-Kitabah (tulisan atau buku), segala sesuatu telah dituliskan oleh Allah di Lauh
Mahfuzh², dan tulisan itu tetap ada sampai hari kiamat. Apa yang telah, sedang,
dan akan terjadi sudah dituliskan oleh Allah.
3. Al-Masyi’ah (kehendak), segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah dan tidak ada
satupun yang memaksa Allah. Kehendak-Nya bersifat mutlak.
4. Al-Halq (ciptaan), Allah menciptakan segala yang maujud di alam ini.
1 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah islam (Yogyakarta: LPPI, 2006) cet. Ke-10, h.177-178
2 ibid., 178-181.
3
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa qadha dan qadar
berarti Allah Maha Kuasa dan atas kehendak serta ilmu-Nya Ia menciptakan segala
sesuatu, menentukan bentuk, bagian, ukuran, susunan, dan daya tahan serta berbagai
ketentuan lainnya dan telah menuliskannya di Lauh Mahfudz. Berbagai ketetapan dan
ketentuan yang akan terjadi merupakan rahasia Allah yang tak satupun makhluk
mengetahuinya. Oleh karena itu, manusia diwajibkan berikhtiar.
B. Hubungan Antara Qadha dan Qadar
Pada uraian tentang qadha dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar
selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak
zaman Azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi,
hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di
dalam surah Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman.
إ�ال� ن�د�ن�ا ع� ز� خ� ائ�ن�ه� ا و�م� Bن�ن�ز ل�ه� إ�ال� د�ر' ب�ق� ع�ل�وم' م�
إ�ن� و� م�ن� ء' ي� ش�
Artinya: “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan
Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (QS. Al-
Hijr:21)
C. Kewajiban Beriman Kepada Qadha dan Qadar
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas
diri kita. Di dalam sebuah hadist qudsi Allah berfirman yang artinya: “Siapa yang
tidak ridha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku
timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku.” (H.R.Tabrani)
4
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu, takdir tidak
selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan
keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan nikmat yang
diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau
merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus
yakin, bahwa dibalik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum
mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atap apa yang diperbuatnya.
3
D. Hubungan Antara Qadha dan Qadar dengan Ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati
bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya.
Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam
bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging,
kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan
menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya,
dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadist di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan
Allah sejak sebelum kita dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan
nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa
berusaha dan berikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab
keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Berikhtiar berarti memiliki optimistik untuk dapat meraih takdir Allah yang
baik, sebaliknya menyerah berarti pesimistik. Berharap akan rahmat Allah merupakan
sikap yang disenangi, sedangkan berputus asa dari rahmat Allah merupakan sikap
tercela yang dilarang oleh Allah. Dalam berikhtiar dilarang bersikap tinggi hati,
merasa bahwa ia memiliki kemampuan yang tinggi, tenaga yang besar, biaya yang
3 Bunyamin, Hilal Ramadhan, Muhammad Dwi Fajri, Oka Gunawan, Syamsudin Dasan, dan Tohirin: Aqidah untuk Perguruan Tinggi, UHAMKA PRESS, Jakarta Selatan, 2011, h. 201-205
5
cukup, pengetahuan yang memadai dan karena itu ia pasti berhasil dan mustahil
mengalami kegagalan. Sebaliknya, Allah sangat menyukai sikap rendah hati dalam
berikhtiar, meski memiliki kemampuan yang tinggi, tenaga yang besar, biaya yang
cukup, pengetahuan yang memadai ia tetap memasrahkan hasilnya kepada Allah. Jadi
dalam berikhtiar wilayah kerja manusia teletak pada proses, sedangkan hasilnya
merupakan otoritas Allah, manusia hanya berusaha dan Tuhanlah yang menentukan.
Jangan sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha
dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab,
seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. “Mengapa engkau
mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, “Memang Allah sudah
menakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah. Lalu berkata, “Pukul
saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya.” Orang-orang disitu
bertanya, “Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?” Khalifah Umar menjawab,
“Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib
dipukul karena berdusta atas nama Allah.”
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar, ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada
zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang
menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia
turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat
kudanya. Nabi menegur orang itu, “Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?” Orang Arab
Badui itu menjawab, “Biarlah, saya bertawakal kepada Allah.” Nabi pun bersabda,
“Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakalah kepada Allah.”
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala
sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui
apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin
pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin
setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah
SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha
dan ikhlas.
6
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama
berpendapat bahwa takdir itu ada dua macam:
1. Takdir mua’llaq, yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh
seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-
citanya itu ia harus belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan
menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.
2. Takdir mubram, yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh ada orang
yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan
ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.4
E. Macam-Macam Takdir
a. Takdir Saabiq, yaitu takdir bagi makhluknya di lauh mahfudz 50 ribu tahun
sebelum penciptaan langit dan bumi.
b. Takdir Umri, yaitu takdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
c. Takdir Sanawi, yaitu takdir bagi seluruh makhluk pada malam lailatul qadar.
d. Takdir Yaumi, yaitu penulisan takdir terhadap setiap kejadian setiap harinya.
F. Hikmah Beriman Kepada Qadha dan Qadar
Setiap muslim harus memahami qadha dan qadar secara tepat dan benar.
Kesalahan memahami qadha dan qadar akan melahirkan sikap yang keliru dalam
memahami dan menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini. Percaya kepada qadha
dan qadar secara benar dan tepat mengandung beberapa hikmah, yaitu:
1. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan
maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang
harus disyukuri. Sebaliknya, apabila terkana musibah maka ia akan bersabar,
karena hal tersebut merupakan ujian.
4 Ibid., 207-213
7
2. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memeperoleh
keberhasilan ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil
usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan
ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan
itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.5
3. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu
saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan
qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan
itu.
4. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa
dalam kehidupannya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditettukan
Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah
atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
5 Soleh, Drs. Arif, Drs. Syaifudin Zuhri, Drs. Dadang Effendi, dan Aosat Yahya S.Ag. : Pendidikan Agama Islam, Inti Prima Promosindo, Jakarta Timur, 2012, h. 111-115
8
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari beriman kepada qadha dan qadar ialah:
1. Beriman kepada qadha dan qadar berarti kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa apa
yang terjadi pada manusia dan makhluk lainnya tidak lepas dari ketentuan Allah.
2. Qadha adalah ketentuan Allah sejak jaman Azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan
dari qadha Allah tersebut.
3. Fungsi beriman pada qadha dan qadar diantaranya manusia akan berhati-hati dalam
hidup, memiliki etos kerja yang tinggi dan daya juang yang tinggi.
9