apendisitis.docx
TRANSCRIPT
![Page 1: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi
pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendiksitis di negara maju lebih
tinggi daripada di Negara berkembang, namun pada tiga-empat dasawarsa ini
menurun secara bermakna. Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. 1
Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi walaupun apendiksitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. 2
Apendiksitis adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-
kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal.apendik berisi makanan yang mengosongkan diri secara teratur ke
dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumannya kecil,
apendik cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
cependitis. 3
Epidemiologi insidens apendiksitis akut di Negara maju lebih tinggi
daripada di Negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir
menurun secara bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari insidens pada laki-laki
![Page 2: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/2.jpg)
2
dan perempuan pada umumnya sebanding. Kecuali pada umur 20-30 tahun.
Insiden laki-laki lebih tinggi. 4
Prevalensi hasil dari penelitian di dunia adalah radang usus buntu
merupakan penyakit yang cukup sering dijumpai pada masyarakat bukan
hanya Indonesia tetapi juga diseluruh dunia. Berdasarkan sumber dari
emidicine.com menyatakan ada disekitar 86 kasus per 100.000 penduduk
dunia. 5
Prevalensi hasil penelitian di jawa tengah didapatkan 15 dari 27 pasien
(55,6%) adinyatakan penderita apendiksitis,12 % lainnya menderita kista
ovarian sebanyak 7 pasien, abscess tuboovarial 1 pasien, hematosalping
dengan kista felikel 1 pasien, invaginasi illeocekal 1 pasien dan lulomyoma 1
pasien, uretrolithiasis dextra 1 pasien. Berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi
didapatkan 13 pasien memenuhi criteria apendisitis; dari pemeriksaan
apendikogram didapatkan 26 pasien memenuhi criteria apendisitis. Nilai
akurasi ultasonografi apendiks : sensitivitas 86,7%. Spesifikasi 75%, PPV
81,25%, NPV 81,8%, LR (+) 3,468 dan LR (-) 0,00. Disimpulkan
pemeriksaan ultrasonografigrey scale apendiksitis lebih akurat disbanding
apendikogram pada diagnosis penderita kronis eksaserbasi akut. 6
![Page 3: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/3.jpg)
3
B. Perumusan masalah
Disini penulis akan membahas banyak hal tentang apendiksitis
meliputi pengertian anatomi fisiologi patofisiologi komplikasi
penatalaksanaan serta pengelolaan kasus apendiksitis.
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
a. Memberikan gambaran secara umum atas kemampuan atau perubahan
penanganan kasus apendisitis sesuai sistem terkini atau terbaru.
b. Dapat mengetahui perkembangan tehnik asuhan keperawatan atas
kasus-kasus yang terjadi, terutama pasien dengan penyakit apendisitis
pre operatif maupun post operatif.
Agar penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan post apendiktomi, dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang utuh dan komprehensif.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian, merumuskan diagnosa,
merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan mampu melaksanakan evaluasi serta
mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien post
apendiktomi.
![Page 4: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/4.jpg)
4
b. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
apendisitis, pada umur dan kondisi yang berlainan.
c. Sebagai syarat kenaikan golongon bagi perawat ahli setelah golongan
IV.
d. Sebagai sarat khusus pengajuan daftar usul penetapan angka kredit
bagi perawat ahli golongan IV.
D. Metode penulisan
Metode yang dalam penyusunan konsep keperawatan ini adalah
dengan studi pustaka yaitu dengan system pengambilan literature dan referensi
yang berhubungan dengan konsep konsep keperawatan apendiktomi.
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, sistematika penulisan. Bab II Tinjauan pustaka terdiri dari konsep
medis terdiri dari definisi,anatomi fisiologi, etiologi,manifestasi klinis dan
penetalaksaan. Bab III Konsep keperawatan,patway. Bab IV Penutup terdiri
dari kesimpulan dan saran, daftar pustaka.
![Page 5: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/5.jpg)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Definisi
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vemiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, terapi lebih
sering menyerang laki-laki 10-30 tahun. 7
Apendiksitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah dari rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. 3
Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi walaupun apendiksitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. 1
Apendiktomi adalah pengangkatan terhadap apendik
terimplementasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi. 8
2. Anatomi fisologi
Saluran pencernaan terdiri dari :
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari atas 2
bagian yaitu :
![Page 6: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/6.jpg)
6
1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara gusi, gigi,
bibir, dan pipi.
2. Bagian rongga mulut / bagian dalam, yaitu rongga mulut/bagian
dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palantum dan mandibularis bersambung dengan faring.
Faring merupakan organ yang menghubungkan organ rongga
mulut dengan kerongkongan (esophagus), di dalam lengkung faring
terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak
dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, di mulai dari faring sampai
pintu masuk kardiak dibawah lambung.
Gaster (lambung) merupakan saluran dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung
terdiri dari bagian atas fundus utei berhubungan dengan esofagus
melalui orifisium pilorik, depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Usus halus adalah bagian dari system pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum panjangnya ±
6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan
dan absorbsi hasil pencernaan.fungsi usus halus yaitu menerima zat-
zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe.
![Page 7: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/7.jpg)
7
Usus besar panjangnya ± ½ m, lebarnya 5-6 cm. lapisan-
lapisan usus besar dari dalam ke luar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces.
Apendiks yaitu bagian dari usus besar yang muncul seperti
corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi
masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks
tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga
pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang appendiks bereaksi secara
hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke
dalam rongga abdomen.
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sacrum dan os oksigis.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang meng
hubungkan rectum dengan dunia luar terletak di dasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter yaitu sfingter ani internus
(sebalah atas) bekerja tidak menurut kehendak, sfingter levator ani
bekerja tidak menurut kehendak, sfingter ani ikternus (sebelah bawah)
bekerja menurut kehendak. 9
![Page 8: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/8.jpg)
8
3. Etiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendik oleh:
a. Hiperplasi folikel limfoid.
b. Adanya fekalit dalam luman apendik.
c. Adanya benda asing.
d. Strikura karena fibrosis akibat peradangan. Sebelumnya atau
neoplasma. 7
Apendiksitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan dari rongga abdomen. Adalah penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat kira-kira 7% dari populasi akan mengalami
apendiksitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka : pria sering
dipengaruhi daripada wanita. Dan remaja lebih sering daripada orang
dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia beberapapun. Apendiksitis
paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun. 3
4. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat. Kemungkinan oleh fekalit (massa keras dan feces),
tumor atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra
luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif dalam beberapa jam. Terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari
abdomen, akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. 3
![Page 9: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/9.jpg)
9
Apendik biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendik
oleh hiperplasi folikel limfoid ifekal, benda asing, struktur Karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi mukosa
mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak. Namun
elastisitas dinding apendik mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mufosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut fokul yang di tandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, odema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding pera dengan yang timbul meluas dan
mengenai peritonium setempat sehingga menimbulakn nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan Terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan ganggren. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendiksitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum, dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul satu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
![Page 10: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/10.jpg)
10
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua mudah tejadi karena ada gangguan pembuluh
darah. 7
5. Manifestasi klinis
a. Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan
dilepas) mungkin dijumpai.
d. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau
diare.
e. Adanya kekakuan pada bagian pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi. 3
Keluhan apendiksitis biasanya bermula dari nyeri didaerah
umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-
12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan
diperberat bila jalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise,
dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.
![Page 11: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/11.jpg)
11
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen
yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan akan
semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi jaringan pada
kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri
lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan
obtutor positif akan semakin meyakinkan diagnosa klinis apendiksitis. 7
6. Komplikasi
a. Peritonitis.
b. Abses apendiks.
c. Tromboflebitis.
d. Abses subfenikus.
e. Fokal sepsis intra abdominal. 7
Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah
10% sampai 32%. insiden lebih tinggi pada anak kecil djalan lansia.
Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37 °C atau lebih tinggi. Penam pilan toksin
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontin
![Page 12: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/12.jpg)
12
7. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1. Obsevasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendeksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini obsevasi ketat
perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan di
puaskan. Laksatif tidak boleh diberiakan bila di curigai adanya
apendiksitis atau bentuk peritonitis lainnya. Pemerikasaan abnomen
dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit, dan hitung jenias) diulang
secara periodik, foto abnomen dan torak tegak. Dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit lain pada kebanyakan kasus.
Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2. Intubasi jika perlu
3. Antibiotik
b. Operasi apendiktomi
Pengangkatan terhadap apendik terimplementasi dengan
prosedur atau pendekatan indoskopi.
c. Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya pendarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
operasi cairan lambung dapat di cegah, baringkan pasien dalam posisi
![Page 13: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/13.jpg)
13
fowler. Pasien dikatan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Selama itu pasien dipuaskan. Bila tindakan operasi lebih
besar misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa di teruskan
sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian di beriakan minum 15 ml/ jam. Keesokan harinya di
berikan makanan sering dan hari berikutnya di berikan makanan
lunak.
Satu hari pasca operasi pasien di anjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2x30 menit pada hari kedua pasien dapat berdiri
dan duduk diluar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat di angkat dan
pasien diperbolehkan pulang. 7
![Page 14: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/14.jpg)
14
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia
3. Eliminasi
Gejala : Konstpipasi pada awitan awal.
Diare ( kadang-kadang )
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan, kekakuan.
Penurunan atau tak ada bising usus.
4. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia
Mual muntah
5. Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikum, yang
meningkatkan berat dan teralokasi pada titik Mc. Burney
(setengah jarak antara umbilicus dan tulang kanan ileum),
menimgkat karena berjalan, bersin, atau batuk, nafas dalam
![Page 15: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/15.jpg)
15
(ngeri berhenti tiba-tiba diduga perkorasi atau infark pada
apendiks).
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau telentang
dengan lutut ditekuk. Menigkatnya nyeri pada kuadran kanan
bawah karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi ekstensi
duduk tegak.
Nyeri lepas pada sisi kaki kiri diduga inflamasi peritoneal.
6. Keamanan
Gejala : Demam (biasanya rendah).
7. Pernafasan
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal.
8. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen
contoh pielitis akut, batu uretra, salpingitis, ileitis regional.
Dapat terjadi pada bebagai usia. 14
B. Fokus intervensi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive.
Tujuan :
Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas
tanda infeksi / inflamasi drainase purulen, eritema dan demam.
Intervensi :
![Page 16: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/16.jpg)
16
a) Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat
perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Rasional :
Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses, peritoris.
b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka
aseptik Berikan perawatan paripurna Rasional: Menurunkan
resiko penyebaran bekteri.
c) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka / drein
(bila dimasukkan) adanya eritema. Rasional : Memberikan
deteksi diri terjadinya proses infeksi dan atau pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien / orang
terdekat. Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi
memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
e) Kolaborasi dalam pengambilan contoh drainase bila di
indikasikan. Rasional : kultur pewarnaan gram dan sensivitas
berguna untuk mengidentivikasi organisme penyebab dan
pilihan terapi.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik sesuai
indikasi. Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau
menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada
sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya pada rongga abdomen.
![Page 17: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/17.jpg)
17
g) Kolaborasi dalam irigasi dan drainase bila diindikasikan.
Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses
terlokalisir.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pasca operasi (puasa).
Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh
kelembaban membaik mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil
dan secara individual haluaran urin adekuat.
Intervensi :
a) Awasi tekanan darah dan nadi. Rasional : tanda yang
membantu mengidentivikasi fluktuasi volume intravaskuler.
b) Lihat membrane mukosa : kaji turgor kulit, dan pengisian
kapiler. Rasional : Indikator keadekatan sirkulasi parifer dan
hidrasi seluler.
c) Awasi masukan dan haluaran, cacat warna urine / konsentrasi,
berat jenis. Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan
peningkatan berat jenis diduga dehidrasi / kebutuhan
peningkatan cairan.
d) Auskultasi bising usung, cacat kelantaras flatus, gerakan usus.
Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk
pemasukan per oral.
![Page 18: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/18.jpg)
18
e) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per
oral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
Rasional : Menurunkan iritasi gaster / muntah untuk
meminimalkan kehi langan cairan.
f) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus paada
perlindungan bibir. Rasional : Dehidrasi mengakibatkan bibir
dan mulut kering dan pecah-pecah.
g) Kolaborasi dengan tim medis dalam penghisapan gaster / usus.
Rasional : Selang NGT biasanya dimasukkan pada pra operasi
dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk
dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah
muntah.
h) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan lu dan
elektrolit. Rasional : peritoneum bereaksi terhadap iritasi /
infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah. Menga kibatkan
hipovolemi dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi
jaringan usus oleh inflamasi atau adanya insisi bedah.
Tujuan :
- Pasien melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
- Pasien tampak rileks mampu istrahat / tidur dengan tepat.
![Page 19: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/19.jpg)
19
Intervensi :
a) Kafi nyeri, cacat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0 - 10)
selidiki dan laporkan nyeri dengan tepat. Rasional : berguna
dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
Perubahan pada karakteristik nyeri, menunjukkan terjadinya
abses / peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler. Rasional:
grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen
bawah / penis. Menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
c) Dorong ambulansi dini. Rasional : meningkatklan normalisasi
fungsi organ, contoh merangsang peristalitik dan kelancaran
flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
d) Berikan aktifitas hiburan. Rasional : fokus perhatian kembali,
meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan kemampuan
koping.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam memperta hamkan puasa /
penghisapan NGT pada awal. Rasional : menurunkan ketidak
nyamanan pada peristalitik usus dan irigasi gaster / muntah.
4. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi
Tujuan :
![Page 20: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/20.jpg)
20
Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan
potensial komplikasi.
Intervensi :
a) Kaji ulang pembatasan aktifitas pasca operasi, contoh
mengangkat berat, olahraga, seks, latihan. Rasional :
memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan
kembali rutinitas, biasa tanoa menimbulkan masalah.
b) Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembek feces ringan
bila perlu dan hindari enema.
c) Dorong aktifitas sesuai toleransi dengan periode istirahat
periodik. Rasional : mencegah kelemahan, meningkatkan
kesembuhan dan perasaan sehat.
d) Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan
pembatasan mandi dan kembali kedokter untuk mengangkat
jahitan. Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama
dengan program terapi meningkatkan penyembuhan dan proses
perbaikan. 10
C. Pathway Keperawatan
![Page 21: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/21.jpg)
21
Lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, benda asing, striktura karena fibrosis akibat peradangan
obstruksi lumen
Produksi mucus menumpuk
Apendik teregang
Peningkatan tekanan intraluminal
Menghambat aliran limfe pada vena
Hipoksia jaringan apendik
Nekrosis dinding apendik
Ulserasi mukosa
apendiksitis
Tekanan apendik meningkat
Luka post op/insisi bedah
Nyeri Kuadran kanan bawah
Mual, muntah
anoreksia
Apendiktomi
Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan
Kurang informasi mengenai penyakitnya tentang pendarahan
Kurang pengetahuan
Diskontinuitas jaringan
nyeri
Port de entry
Gangguan rasa nyaman
nyeri
Resiko tinggi infeksi
Perforasi
Peritonitis
![Page 22: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/22.jpg)
22
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Apendiks penyebab utama inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
kanan dari rongga abdomen adalah paling umum untuk abdomen darurat. Kira-
kira 7 % dari populasi akan mengalami apendiksitis pada waktu yang
bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita
dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada
usia berapapun, apendiksitis paling sering terjadi antara usia 19-30 tahun.
B. SARAN
Semoga dengan penulisan makalah ini dapat menjadikan pegangan
tehnik asuhan keperawatan atau pada kasus Apendisitis dengan pre
operatif maupun post operatif.
Agar dapat menambah pengetahuan tentang kemajuan teghnologi pada
asuahan keperawatan secara umum dan khusus, terutama pada jenjang
pendidikan keperawatan.
![Page 23: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/23.jpg)
23
BAB V
LAMPIRAN
Pengertian Apendiks
Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum
yang terletak pada proximal colon. Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai
Appendix vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa
jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak
mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai
organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A)
walaupun dalam jumlah kecil. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri
secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan
lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi.
Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus
ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal
dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar
dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya
berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks
terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak
![Page 24: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/24.jpg)
24
adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal
(2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian
bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks memiliki
lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe
ileocaecal.
Anatomi lokasi apendiks :
Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia
![Page 25: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/25.jpg)
25
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana,
65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan rupture
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
![Page 26: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/26.jpg)
26
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi
dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan
tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini
beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza
dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
apendisitis.
Diagnosis
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil
mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan
menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:
![Page 27: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/27.jpg)
27
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor,
kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian
interval nilai yang diperoleh tersebut.
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat
langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien
ini sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen
ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini
tidak perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan
dengan catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.
![Page 28: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/28.jpg)
28
Penanganan
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi
terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney,
Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna,
oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau
muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan
operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk
mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya,
kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses
dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi.
Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement
terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian
melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada
beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan
![Page 29: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/29.jpg)
29
bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di
kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke
medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti
dectrocauter, endoloops, stapling devices.
Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian
diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi
mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari
segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga
menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan
di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi
biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari
apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan
peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada
pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.
![Page 30: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/30.jpg)
30
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.wikipedia.id.com
2. Price, Sylvia. A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Alih Bahasa:
Huriawati, Hartanto. EGC. Jakarta. 2005; volume 2: 2; 58; 448
3. Suzzane, smeltzer. Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa : Monica Ester.
EGC. Jakarta. 2002; Edisi 8; volume; 1879-1097
4. http://idella.wordpress.com
5. http://surya.co.id
6. http://digilab.litbang.depkes.co.id
7. Manjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI. Jakarta. 2000; Jilid
1; 307-309
8. http://PPNI klaten.com
9. Syaifudin. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta. 1997. Edisi
2; 75-78
10. Doenges, Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa: Made
kasiara. EGC. Jakarta. 2000; Edisi 3; 509-512; 808-809
11. Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa:
Monica Ester. EGC. Jakarta. 2000 Edisi 2; 49-50; 324
![Page 31: Apendisitis.docx](https://reader035.vdocuments.site/reader035/viewer/2022062307/557212bc497959fc0b90d370/html5/thumbnails/31.jpg)
31
12. Peace, Evelyn c. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.1997; 277
13. C. Long Barbara. Praktek Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta. 2000;
186
14. Nanda. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Editor Budi Santoso.
Prima Medika. 2006: 91; 139; 195
15. Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental. Alih Bahasa: Monica Ester. EGC.
Jakarta. 2005; volume 2: 8-10