apd perawat
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu alat yang dipakai untuk
melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana
secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang
terjadi. Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi
bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya
dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya
(Suma’mur, 2009).
Melihat tingginya risiko terhadap gangguan kesehatan di rumah sakit,
maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit atau
traumatic akibat lingkungan kerja dan faktor manusianya. Salah satu diantaranya
adalah penggunaan APD.
Kemampuan perawat untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit dan
upaya pencegahan adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan bemutu.
Perawat berperan dalam pencegahan infeksi nosokomial, hal ini disebabkan
perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung
dengan klien dan bahan infeksius di ruang rawat (Habni, 2009). Perawat juga
bertanggung jawab menjaga keselamatan klien di rumah sakit melalui pencegahan
kecelakaan, cidera, trauma dan melalui penyebaran infeksi nosokomial di unit
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
perawatan intensif aktifitas perawat tinggi dan cepat, hal ini sering menyebabkan
perawat kurang memperhatikan teknik aseptik dalam melakukan tindakan
keperawatan (Potter, 2005).
Risiko infeksi nosokomial selain dapat terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, dapat juga terjadi pada para petugas rumah sakit. Berbagai prosedur
penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal
dari pasien.
Infeksi nosokomial merupakan salah satu risiko kerja yang dihadapi oleh
tenaga kesehatan di rumah sakit. Darah dan cairan tubuh merupakan media
penularan penyakit dari pasien kepada tenaga kesehatan. Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B dan Virus Hepatitis C merupakan
ancaman terbesar pada tenaga kesehatan. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan
terjadi 16.000 kasus penularan virus hepatitis C, 66.000 kasus penularan hepatitis
B dan 1.000 kasus penularan HIV pada tenaga kesehatan di seluruh dunia dan
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit
infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan oleh
WHO menunjukkan bahwa sekitar 8.7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara di
Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial
dengan Asia Tenggara sebanyak 10% (Anggraini, 2000).
Di Amerika Serikat ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi
nosokomial dan menghabiskan biaya lebih dari 4,5 miliar dolar per tahun.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Smeltzer, (2001). Sedangkan di Asia Tenggara infeksi nosokomial sebanyak 10
%. Data kejadian Infeksi nosokomial di Malaysia sebesar 12,7%, Taiwan 13,8%
(Marwoto dkk, 2007).
Di Indonesia penelitian yang dilakukan Utji, (2004) yang dikutip Habni
(2009) bahwa di sebelas rumah sakit di DKI Jakarta menunjukkan bahwa 9,8%
pasien dirawat inap mendapat infeksi baru selama dirawat. Hasil penelitian
Simanjuntak (2001) yang berjudul upaya perawat dalam pencegahan infeksi
nosokomial pneumonia pada pasien yang melakukan menggunakan ventilator di
intensive care unit dalam tindakan mencuci tangan dan pelaksanaan prosedur
trakheal tube di rumah sakit St. Boroneus Bandung dengan hasil penelititan pada
prosedur mencuci tangan secara aseptic sebelum melakukan tindakan perawatan
invasive hanya 25% kegiatan dilaksanakan baik, 12,5% cukup baik, dan 62,5%
kurang baik dalam melakukan tindakan mencuci tangan secara aseptic, pada
pelaksanaan prosedur trakheal tube hanya 28,6 kegiatan dilaksanakan dengan
baik, 14,3% cukup baik, dan 57,1% kurang baik.
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan terjadinya
infeksi nosokomial di beberapa rumah sakit adalah di RS Hasan Sadikin Bandung
9,9%, di RS Pirngadi Medan 13,92%, RS. Karyadi Semarang 7,3%, Dr. Soetomo
Surabaya 5,32 dan RSCM 5,4 % (Depkes, 2003).
Ada beberapa hal yang menyebabkan pengawasan semakin diperlukan
dalam setiap organisasi antara lain karena perubahan kondisi yang saat ini selalu
banyak mengalami perubahan, banyaknya persaingan akibat munculnya rumah
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
sakit swasta baru, adanya alat – alat canggih yang baru, peraturan baru dan
kemungkinan banyak ditemukan kesalahan dikalangan staf maupun manajer, oleh
karena itu semakin besar organisasi makin kompleks / rumit masalah yang
dihadapi sehingga membutuhkan pengendalian dan pengawasan yang baik
(Adikoesoemo, 2003).
Infeksi yang berasal dari petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan.
Semua kegiatan perawat, dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan
interaksi secara profesional dengan pasiennya, semakin patuh tenaga profesi
menjalankan standarts of good practice yang telah diterima dan diakui oleh
masing-masing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap
pasien (Nurmantono, 2005).
Untuk menilai kepatuhan perawat tentang penggunaan standar penggunaan
alat pelindung diri dibutuhkan adanya pengawasan dari pihak rumah sakit sesuai
dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2010 tentang rumah sakit yang
tercantum pada pasal 54 mengenai pembinaan dan pengawasan.
Berdasarkan survei awal penulis dirumah sakit umum daerah Kisaran
(RS Tipe C) bahwa penggunaan fasilitas pelindung diri pada tenaga perawat
tergolong belum optimal dilaksanakan dan kurangnya kedisiplinan atau kepatuhan
perawat untuk menggunakan APD tersebut dalam upaya mencegah terjadinya
cross infection. Sesuai dengan wawancara awal yang dilakukan bahwa yang
dihadapi perawat tidak menggunakan APD karena diduga tidak optimal dilakukan
pengawasan dan beberapa faktor lain seperti kelengkapan fasilitas pelindung diri
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
yang kurang memadai dan hal lainnya perawat merasa malas, merasa tidak
nyaman dan merasa direpotkan saat menggunakan APD karena rutinitas kerja
yang selalu berhubungan dengan pasien setiap harinya. Dari berbagai alasan
tersebut tentu akan berdampak buruk pada perawat sehingga seperti yang terjadi
pada salah seorang perawat di ruang perawatan penyakit menular (ruang paru)
telah terjadi infeksi silang sehingga perawat tersebut mengalami penyakit
tuberkulosis (TBC).
Profesi perawat di rumah sakit merupakan salah satu tenaga kesehatan
yang diposisikan sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan asuhan
keperawatan kepada pasien yang setiap saat selalu kontak langsung dengan pasien
sehingga berpotensi akan terjadi infeksi nosokomial. Dengan demikian bila tidak
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelindung diri dan kepatuhan perawat untuk
menggunakan APD maka sangat dikhawatirkan akan terjadi resiko infeksi
nosokomial dan sangat diharapkan peran pihak rumah sakit untuk tetap
melakukan pengawasan yang melekat pada perawat dalam penggunaan APD
setiap melakukan tindakan keperawatan. Pihak rumah sakit juga berupaya
meningkatkan cara untuk menghindari terjadinya infeksi silang dengan cara
melakukan pendidikan dan pelatihan pada tenaga perawat dan petugas kesehatan
lainnya dalam pemakaian APD.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh pengawasan pihak rumah sakit dan kepatuhan perawat dalam
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
penggunaan APD sehingga diharapkan perawat dapat dilindungi dan dicegah dari
bahaya dan risiko terjadinya infeksi nosokomial.
1.2. Permasalahan
Untuk itu peneliti dapat memuat rumusan permasalahan yaitu sejauh mana
pengaruh pengawasan dan kepatuhan perawat terhadap penggunaan APD dalam
pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kisaran.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pengawasan dan kepatuhan terhadap
penggunaan alat pelindung diri pada perawat dalam pencegahan infeksi
nosokomial.
1.4. Hipotesis
1. Ada pengaruh antara pengawasan terhadap penggunaan APD pada perawat
dalam pencegahan infeksi nosokomial.
2. Ada pengaruh antara kepatuhan terhadap penggunaan APD pada perawat
dalam pencegahan infeksi nosokomial.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk meningkatkan
pengawasan dan kepatuhan APD dalam tindakan pencegahan infeksi
nosokomial.
2. Sebagai masukan bagi perawat untuk mengetahui potensi bahaya penyakit
infeksi nosokomial dan pentingnya penggunaan APD.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3. Sebagai masukan bagi tim tenaga kesehatan untuk mengenal dan mengetahui
potensi bahaya penyakit infeksi nosokomial dalam pentingnya penggunaan
APD serta mampu mengurangi terjadinya cross infektion.
4. Sebagai masukan bagi peneliti lebih lanjut dalam penggunaan APD dan upaya
pencegahan infeksi nosokomial pada tenaga kesehatan khususnya perawat.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA