antropologi budaya banten

7
Topografi Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut: Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 hektare Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320 hektare Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 hektare Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah menurunnya wilayah hutan dari 233.629,77 hektare pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 hektare. Batas wilayah Utara Laut Jawa Selat an Samudera Indonesia Barat Selat Sunda Timur Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Jawa Barat bahasa Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasaiPriangan (bagian timur Provinsi Jawa Barat). Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglangmenggunakan Bahasa Sunda Campuran Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi.

Upload: regita-diningrat

Post on 05-Jul-2015

323 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: antropologi budaya banten

Topografi

Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut:

Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 hektare

Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320 hektare

Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 hektare

Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah menurunnya wilayah hutan dari 233.629,77

hektare pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 hektare.

Batas wilayah

Utara Laut Jawa

Selatan

Samudera Indonesia

Barat Selat Sunda

Timur Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Jawa Barat

bahasa

Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasaiPriangan (bagian timur Provinsi Jawa Barat). Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglangmenggunakan Bahasa Sunda Campuran Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi.

untuk daerah tengah, barat dan selatan, masyarakat banten lebih dekat menuturkan dengan bahasa sunda. meskipun sunda yang ada pada masyarakat banten (di telinga orang priyangan begitu kasar) karena pilihan kata yang berbeda, seperti istri disebut dengan “ewe aing” mungkin di ambil dari kata halal saya.

Senjata tradisionalGolok adalah senjata tradisional di Banten sama seperti senjata tradisional Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Page 2: antropologi budaya banten

Sejarah

anten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten.

Budaya dan nilai

ta masyarakat memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi pemeluk agama lain

dapat hidup berdampingan dengan damai.

Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri Pencak silat, Debus, Rudad,

Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga

terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang,

dan masih banyak peninggalan lainnya.

Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang

masih menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-

Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah

Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya

terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah

tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.

Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

alat-alat teknologi

sistem ekonomi

keluarga

kekuasaan politik

angklung buhun

Kesenian Angklung Buhun merupakan kesenian angklung khas kabupaten Lebak dengan peralatan perkusi dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menimbulkan nada-nada yang harmonis. Angklung Buhun berarti angklung tua, kuno (baheula) yang dalam

Page 3: antropologi budaya banten

arti sebenarnya adalah kesenian pusaka. Dinamakan buhun, karena kesenian ini lahir bersamaan dengan hadirnya masyarakat Baduy. Dengan demikian salah satu jenis kesenian masyarakat Baduy yang pertama kali lahir adalah Angklung Buhun yang memiliki nilai magis (kekuatan gaib) dan sakral, selain itu punya arti penting sebagai penyambung amanat untuk mempertahankan generasi orang Baduy. Saat ini kelompok pemain kesenian Angklung Buhun sangat jarang ditemui atau dipentaskan. Biasanya kesenian ini sekarang hanya dijumpai pada acara-acara ritual, seperti acara adat Seren Taun di Cisungsang dan Seba yang dilakukan oleh masyarakat Baduy di kabupaten Lebak. Kesenian Buhun memiliki karakter kesenian yang sederhana baik dalam lirik atau lagunya, dan biasanya menggambarkan alam sekitar sehingga menciptakan suasana yang nyaman, damai dan harmonis.

Golok ciomas

Golok Ciomas merupakan salah satu dengan senjata khas dari Banten, khususnya di daerah Ciomas. Golok ini sangat terkenal karena ketajamannya dan mistis yang terkandung didalamnya. Pada jaman penjajahan para jawara menggunakan golok ini untuk mengusir dari daerahnya. Golok ini tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang, karena dalam pembuatannya tidak sembarangan

Golok Ciomas hanya dibuat pada bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai Rosul Allah. Pembuatan golok ini tidak seperti pembuatan golok biasa, harus melewati tahapan ritual dan penempaan besi oleh godam yang diberi nama Si Denok.

Golok Ciomas terkenal karena keseimbangan bentuk, ketajaman dan kehalusan penenpaan dan tanpa hiasan

huruf – huruf arab yang biasanya mewarnai senjata tajam keramat, Di luar bentuk fisiknya, Golok Ciomas terkenal

dengan kekuatan mistis dan racun yang terkandung dalam besi inti. Dalam prosesnya, besi inti ini dicampur dengan

besi biasa yang mudah bisa kita dapatkan dipasaran.

Golok ini tidak boleh digunakan keperluan sehari–hari seperti memotong dan menebang tanaman,

memotong hewan atau keperluan dapur. Sebab di yakini, racun dalam golok akan menyebar dan akan menyebabkan

kematian. Bahkan kekuatan mistisnya diyakini dapat mengsengsarakan keluarga yang menyalahgunakan golok ini.

Rumah adat

Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya dibuat dari pelupuh

yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga

rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin

mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak

ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.

Peralatan masak

Se’eng

Seeng/dandang biasa digunakan masyrakat banten sebagai alat masak sehari-hari ataupun digunakan pada acara-acara seperti perkawinan, sunatan dsb. Tentu dengan ukuran se’eng/dandang yang lebih besar.

Page 4: antropologi budaya banten

Angklung buhun

Angklung buhun adalah alat musik tradisional khas Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Dinamakan buhun karena kesenian ini lahir bersamaan dengan hadirnya masyarakat Baduy.Buhun berarti tua, kuno (baheula ). Jadi, maksudnya angklung buhun adalah angklung tua yang menjadi kesenian pusaka masyarakat Baduy.

Perbedaan angklung buhun dan angklung lainnya adalah ukurannya yang lebih besar dari angklung lainnya.

Angklung buhun sering dapat kita jumpai pada acara-acara ritual, seperti acara adat Seren Taun di Cisungsang dan Seba yang dilakukan oleh masyarakat Baduy. Juga angklung buhun dimainkan pada membangunkan sahur. Ataupun acara kesenian yang dilakukan di mesjid (langgar) dalam bahasa banten.

Batik khas Banten

Banten pun memliki batik.. Tentu saja motif dan warnanya berbeda dengan Batik Solo atau Jogja.

Batik Banten warnanya lebih lembut. Ada unsur abu-abu lembutnya.

Warna abu-abu merupakan suatu warna yang hanya ada diBanten  . Konon, itu karena warna air di Banten berbeda.Air itu menyebabkan warna kain yang dicelup menjadi lebih lembut, tidak sepekat warna batik-batik   lainnya.Motif khas Banten ada 75. Ada 12 motif yang sudah dipatenkan.

Nah, motif-motif ini diambil dari benda-benda temuan arkeolog di Banten Lama, seperti gerabah atau ornamen bangunan keraton.

Nama-namanya pun diambil dari nama tempat di Banten Kuna atau gelar kebangsawanan.

Salah satu contoh motif Batik Banten gelar kebangsawanan  adalah motif Dutalaya, yang artinya tempat tinggal pangeran.

Ada motif Pasulaman, yang artinya tempat tinggal pengrajin Pasulaman.

Ada juga motif Pamarenggan, tempat tinggal para pengrajin keris di Banten Lama.

Wow, ternyata banyak jenis batik  yang belum banyak diketahui dan bisa ditemukan di Banten.

Parang

Selain digunakan untuk menjaga diri, parang dijadikan senjata daerah juga karena membantu kebutuhan hidup masyarakat banten sehari-hari

Parang juga digunakan lantaran rumah masyarakat Banten dahulu berbentuk rumah panggung. Bahan dasar sebagian rumahnya adalah bambu yang dibelah-belah. Atapnya dari anyaman ilalang, Karena itu, tentunya, untuk memotong bambu dan ilalang merek menggunakan parang.

Page 5: antropologi budaya banten

Ekonomi dan kependudukan

Pada tahun 2006, penduduk Banten berjumlah 9.351.470 jiwa, dengan perbandingan 3.370.182 jiwa

(36,04%) anak-anak, 240.742 jiwa (2,57%) lanjut usia, sisanya 5.740.546 jiwa berusia di antara 15

sampai 64 tahun.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 mayoritas berasal dari sektor industri pengolahan

(49,75%), diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (17,13%), pengangkutan dan komunikasi

(8,58%) dan pertanian yang hanya 8,53%. Namun berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja, industri

menyerap 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan (20,84%) dan

transportasi/komunikasi yang hanya 9,50%.

Sektor industri pengolahan di daerah banten meliputi: kelapa sawit, getah karet daerah banten tengah, buah coklat dsb.Untuk pertanian masyarakat banten umumnya bertani sawah.Adapun sawah huma (ngahuma) yang artinya berladang. Penggarap tanah selalu berpindah dari satu tanah ke tanah yang lain. Membuka lahan baru di hutan hingga sehabis panen, penggarap kembali ke tanah atau huma yang telah berhumus lagi. Kegiatan ini dilakukan pada musim-musim cocok tanam.

Ketika penduduk masih berjumlah sedikit. Banyak lahan yang luas belum termanfaatkan dengan baik. Tradisi ngahuma sebagai mata pencaharian suku Sunda banyak dilakukan. Setiap kali habis panen di satu huma. Maka para petani membuka lahan baru atau menggarap tanah huma lain yang telah berhumus kembali.

Tetapi keadaan telah berubah. Jumlah penduduk semakin meningkat. Pemukiman semakin padat. Banyak lahan baru dibuka untuk memenuhi kebutuhan lahan dan tempat tinggal. Maka perluasan pertanian, khususnya kegiatan huma, mengalami masalah.

Banten adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan sekaligus nama suku bangsa asal yang terdapat di provinsi tersebut. Sebagian orang berpendapat bahwa orang Banten adalah orang Sunda juga, karena kebudayaan yang ditumbuhkembangkan oleh mereka pada umumnya sama dengan orang Sunda. Dalam kebahasaan misalnya, orang Banten menggunakan bahasa yang mereka sebut sebagai "Sunda-Banten", yaitu bahasa yang menunjukkan beberapa perbedaan dibandingkan dengan bahasa Sunda yang lain, terutama dalam intonasinya. Lepas dari masalah kesamaan dan perbedaan kebudayaan yang ditumbuhkembangkan oleh orang Sunda dan orang Banten itu, yang jelas bahwa Banten adalah sebuah suku bangsa yang ada di Provinsi Banten (Melalatoa, 1995).