lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295652-t29917-aktifitas antimikroba... · kata...

98
UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TESIS DEASYWATY 0906573862 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA DEPOK JULI 2011 Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Upload: others

Post on 07-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

TESIS

DEASYWATY 0906573862

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI BIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

DEPOK

JULI 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

UNIVERSITAS INDONESIA

AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

DEASYWATY 0906573862

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI BIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

DEPOK

JULI 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

KATA PENGANTAR

Bismillãhir-rahmãnir-rahìm. Alhamdu llilãhi rabbil’ ãlamìn. Washalatu

wassalamu ‘ala Rasuulillah SAW, wa ba’du. Puji syukur kepada Allah SWT atas

segala nikmat dan karunia yang terkira sepanjang masa.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya

untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih

kepada:

(1) Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc selaku Pembimbing I dan Dr. Tepy Usia,

M.Phil selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan

pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;

(2) Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Drs. Iman Santoso, M.Phil, selaku

penguji, untuk waktu, perhatian, ilmu, kritik dan saran;

(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Pusat Pengujian Obat dan

Makanan Nasional (PPOMN), yang telah memberikan beasiswa dan

membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;

(4) Papa (Alm), Mama, Abang Mesti dan anakku Tentani, atas doa dan kasih

sayang yang tanpa lelah menemani dalam suka dan duka;

(5) Rekan-rekan di Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), yang

telah membantu dalam melakukan penelitian;

(6) Rekan-rekan Pascasarjana Biologi Angkatan 2009 yang telah berbagi

informasi dan banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu dan menambah informasi tentang bahan alam yang

dapat digunakan sebagai obat tradisional.

Penulis

2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

ABSTRAK

Nama : Deasywaty Program Studi : Biologi Judul : Aktivitas Antimikroba Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman

obat yang banyak digunakan di Indonesia, dan di Asia Tenggara temulawak

dimanfaatkan sebagai bumbu masak dan obat. Aktivitas antimikroba temulawak

diuji terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC

27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC

25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan

Candida albicans ATCC 10231 dengan menggunakan broth dilution method.

Ekstrak etanol 70% temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

positif S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, dan B. cereus

pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak

etanol 70% temulawak adalah 0,1% b/v untuk S. aureus dan S. mutan, sedangkan

terhadap B. cereus adalah 2,0% b/v.

Kata Kunci : antimikroba; bakteri Gram positif; Curcuma xanthorrhiza Roxb. broth dilution method; temulawak

xvi + 47 halaman : 7 lampiran; 8 gambar; 4 tabel Daftar Acuan : 57 (1969 – 2011)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

ABSTRACT

Name : Deasywaty Program Study : Biology Title : Antimicrobial Activities of Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb. )

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal

plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East

Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward

Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,

Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923,

Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida

albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth

dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of

Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v,

while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory

Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans

were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v.

Keywords : antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak

xvi+ 47 pages : 7 appendixs; 8 pictures; 4 tables Bibliography : 57 (1969 – 2010)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

ABSTRAK

Nama : Deasywaty Program Studi : Biologi Judul : Identifikasi Komponen Aktif Antimikroba Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menunjukkan bahwa temulawak

mengandung senyawa golongan alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak, dari

hasil uji antimikroba didapatkan bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64 efektif

menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus

mutans Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dan termasuk golongan

senyawa terpenoid. Analisis dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis dan

Infra Red memperlihatkan spot ke-3 berada pada absorban 275, 2 nm dengan

indikasi senyawa fenol, memiliki gugus fungsi -OH dengan panjang gelombang

3387,06 cm-1 dan C-O pada 1100,41 cm-1, dan hasil analisis GC-MS adalah

senyawa xantorizol dengan bobot molekul 218 g/mol.

Kata Kunci : ekstraksi; Infra Red spektrofotometer; KLT; GC-MS, temulawak; UV-Vis spektrofotometer

xvi+ 26 halaman : 9 gambar; 3 tabel Daftar Acuan : 45 (1963 – 2011)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

ABSTRACT

Name : Deasywaty Programme Study : Biology Title : Identification of Antimicrobial Compounds From

Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer

Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain

terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923,

Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis

by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains

phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups OH in

3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that

compound is xanthorrisol m/z 218.

Keywords : extraction; IR-spectrofotometry; GC-MS; TLC; temulawak;

UV-Vis spectrofotometry

xvi + 26 pages ; 9 pictures; 3 tables Bibliography : 45 (1963 – 2011)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Name : Deasywaty (0906573862) Date : July 2011

Tittle : Antimicrobial Activities and Identification Active Compounds of

Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Thesis supervisor : I. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc.

II. Dr. Tepy Usia, M.Phil

SUMMARY

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) commonly known as Javanese

turmeric, has been used traditionally for spices and medicinal purposes in South-

East Asian countries (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005;

Siagian 2006). The rhizomes of temulawak have been reported contain

terpenoids, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006;

Tarigan et al. 2008). The chemical analysis of temulawak rhizomes showed

contains of starch (48,18-59,64%), fiber (2,58-4, 83%), terpenoids (phelandren,

kamfer, tumerol, sineol, borneol, and xanthorrhizol) (1,48-1,63%), and

curcuminoid (curcumin dan desmetoxycurcumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005;

Siagian 2006).

This thesis consist of two papers, the first one entittled: Antimicrobial

activities of temulawak rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) and the second

one entitled: Identification of antimicrobial compounds from temulawak rhizomes

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Extraction of active substances carried out by infusum, reflux and

maceration of aerial parts of temulawak by using water, ethanol 70%, and

dichlorometane as solvents. Antimicrobial activity of water, ethanol 70%, and

dichlorometane extracts were determined by broth dilution method for Gram

positive (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778,

Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram negative (Escherichia coli ATCC

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC

33277), and fungi (Candida albicans ATCC 10231).

The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of

Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans at concentration 1,0-5,0% w/v, and

Bacillus cereus at concentrations of 2,0-5,0% w/v, but not showed inhibition

against Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Porphyromonas gingivalis,

and Candida albicans. The minimum inhibitory concentration (MIC) value of

ethanol 70% extract against both S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while

against B.cereus were 2,0% w/v.

Continued analysis of ethanol 70% extract by using Thin Layer

Chromatography (TLC) method on silica gel 60F254 plate with eluents n-hexane :

ethyl acetate (14:1) and compounds were identified by using phytochemical test

for alkaloids, flavonoids, quinone, tannin, and terpenoids, followed by using UV-

Vis, Infra red spectrofotometry, and GC-MS analysis. The antimicrobial activities

of each spot in TLC were tested by using the broth dilution method.

Identification of compounds from the ethanol 70% extract showed the

extract contain alkaloid, quinone, and terpenoids. Continued analysis of ethanol

70% extract by using TLC resulted five spots, and the third spot with Rf 0,64

showed effective inhibition against S. aureus, S. mutans, and B.cereus. The third

spot recomfirmed as a terpenoid. UV-Vis spectrophotometry analysis showed

absorbance at 275,2 nm, Infra red showed compounds have functional groups

contain -OH in 3387, 06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. The analysis with GC-MS

showed the compound is xantorhorrhizol with molecul weigth m/z 218 .

xvii + 77 pp.; 7 appendixs; 17 plates; 7 tables Bibl.: 69 (1963 – 2011)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS …………………… ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………. iii KATA PENGANTAR ………………………………………………. v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH … vi ABSTRAK …………………………………………………………… vii SUMMARY ………………………………………………………….. xi DAFTAR ISI ………………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xiv DAFTAR TABEL ……………………………………………………. xvi DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xvii PENGANTAR PARIPURNA ……………………………………….. 1 MAKALAH I: UJI ANTIMIKROBA DARI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PENDAHULUAN ……………………………………………………. 4 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….. 6 Bahan dan Cara kerja ………………………………………………... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………. 11 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 28 DAFTAR ACUAN ……………………………………………………. 29 LAMPIRAN …………………………………………………………… 35 MAKALAH II: IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF

ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

PENDAHULUAN …………………………………………………….. 42 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….... 44 Bahan dan Cara kerja ………………………………………………… 44 HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... 51 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 63 DAFTAR ACUAN …………………………………………………….. 64 DISKUSI PARIPURNA ………………………………………………. 68 RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN …………………….. 73 DAFTAR ACUAN …………………………………………………….. 75

DAFTAR GAMBAR

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar Halaman 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium

TSB……………………………………………………………….. 14

1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media

selektif BPA ……………………………………………………. 15

1.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB ……. 20

1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif

MYPA……………………………………………………………. 20

1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus

ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB……. 25

1.3.2. Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F

(MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB +

yeast ekstrak …………………………………………………… 26

1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat

Staphylococcus aureus pada media selektif BPA….. …………… 26

1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat

Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA… 27

2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak

dengan larutan pengembang kloroform:metanol

{A.(9:1); B.( 8:2); C. (6:4)}………………………………………. 55

2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak

dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat

{A.( 9:1); B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)}…………………………… 55

2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan : etil asetat

(14:1)…..…………………………………………………… ……. 57

2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus

ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Type F(MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan

Bacillus cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB……………. 58

2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus

ATCC 25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans

Type F (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC

11778 pada medium MYPA (C). ………………………………… 58

2.4.1. Profil kromatogram spektrofotometri UV-Vis……………………. 59

2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red…....……..……………………... 60

2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)……………………………………. 61

2.4.4. Struktur kimia xantorizol………………………………………….. 62

DAFTAR TABEL

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Tabel Halaman

1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)………………………. 11

1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak ekstrak akuades, etanol 70%,

dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

pada bakteri Gram positif………….…………………………........ 17

1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%,

dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

pada bakteri Gram negatif dan fungi………….………………….. 22

1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus

ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI)…………. 24

2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)…………………………………… 54

2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan larutan pengembang

n-heksan: etil asetat (14:1)………………………………………... 56

2.4.1. Panjang gelombang Infra red ekstrak etanol 70% temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ………………………………….. 61

DAFTAR LAMPIRAN

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran Halaman

1.1. Rimpang temulawak………………………………………………..... 35

1.2. Bagan kerja ekstraksi……………......……………………………..... 36

1.3. Pembuatan medium………………….……………………………...... 37

1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli

ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan)

pada medium TSB & media selektif EMBA ……………………….. 38

1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853

+ ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada

medium TSB & media selektif CETA................................................. 39

1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC

33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan)

pada medium BB & media selektif Brucella agar…………………… 40

1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231+ ekstrak

(akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB

& media selektif PDA........................................................................... 41

PENGANTAR PARIPURNA

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora

dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi dalam

pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan. Diperkirakan dari 30.000

spesies tumbuhan asli Indonesia, 9.600 spesies diantaranya telah dimanfaat

sebagai obat, dan sebagian di antaranya telah digunakan sebagai obat tradisional

(Ahmad et al. 1992).

Penelusuran senyawa kimia bertujuan untuk membuktikan khasiat

tumbuhan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah tumbuhan tersebut sebagai

obat infeksi. Penelusuran senyawa kimia dilakukan dengan mengisolasi bahan

aktif untuk mendapatkan bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dalam

bentuk fitofarmaka. Salah satu spesies tanaman Zingiberaceae yang berkhasiat

obat adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (Rukayadi 2006;

Rukayadi & Hwang 2006; Siagian 2006). Rimpang temulawak mengandung pati,

kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah 2005; Siagian 2006). Menurut Afifah

(2005) dan Bermawie et al. (2008), kurkuminoid temulawak terdiri atas kurkumin

dan desmetoksikurkumin. Minyak atsiri rimpang temulawak terdiri dari

phelandren, kamfer, tumerol, sineol, dan xantorizol (Afifah 2005; Siagian 2006).

Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati

(48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri 1,48-1,63%) serta

kurkuminoid (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).

Khasiat rimpang temulawak diduga karena kandungan berbagai senyawa

kimia yang berkhasiat, di antaranya adalah kurkumin, minyak atsiri, saponin,

flavonoid, alkaloid dan tanin (DepKes 1979; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008).

Rimpang temulawak telah dimanfaatkan untuk secara tradisional oleh masyarakat

Indonesia untuk mengobati sakit maag, diare, ambeien, batuk, asma dan sariawan

serta penambah nafsu makan (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).

BPOM (2005) menyatakan, temulawak memiliki tujuh khasiat yaitu untuk

memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi

hati, meredakan nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah dan antioksidan.

Temulawak dapat juga digunakan sebagai obat anti jerawat karena membantu

membersihkan wajah dari bakteri patogen sehingga dapat mengobati radang

jerawat (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Beberapa mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap manusia adalah

Escherichia coli menyebabkan infeksi usus, Pseudomonas aeruginosa,

Stapylococcus aureus, dan Candida albicans menyebabkan infeksi kulit (Pelczar

& Chan 1988; Jawetz 1996; Lorian 1996). Bakteri Streptococcus mutans dan

Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri patogen penyebab infeksi rongga

mulut terutama gigi (Lorian 1996 ; Wallace et al. 2002).

Pengembangan obat tradisional di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini

dapat dilihat dari nilai ekspor bahan mentah simplisia obat tradisional lebih tinggi

daripada nilai ekspor bahan jadi obat tradisional (Elfahmi et al. 2006). Saat ini

penggunaan obat tradisional banyak disosialisasikan dikarenakan mempunyai

efek samping relatif lebih kecil, harga yang dapat dijangkau masyarakat, efek

farmakologi yang dapat dipercepat dan diperkuat dengan cara purifikasi ekstrak

serta adanya data ilmiah yang lengkap. Sejalan dengan program pemerintah untuk

meningkatkan penggunaan obat tradisional menjadi sediaan obat fitofarmaka dan

untuk tujuan pembakuan bahan alam dan sediaan fitofarmaka, maka perlu

dilakukan penelitian terhadap ekstrak rimpang temulawak sebagai antimikroba

dan identifikasi komponen aktif yang dikandung oleh rimpang temulawak

tersebut.

Hasil penelitian tentang ekstraksi dan identifikasi senyawa antimikroba

rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ditampilkan dalam dua

makalah.

Makalah I dengan judul : Aktivitas antimikroba rimpang temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba

rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak

dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis

bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi

minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Makalah II dengan judul : Identifikasi komponen aktif antimikroba

rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan mengidentifikasi

golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang

mempunyai aktivitas antimikroba menggunakan metode kromatografi lapis tipis

(KLT), spektrofotometri UV-Vis dan Infra Red, serta GC-MS.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

MAKALAH I

AKTIVITAS ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Deasywaty

Email: [email protected]

ABSTRACT

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v, while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v.

Keywords : antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora

dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi yang

sangat besar dalam pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan.

Diperkirakan bahwa dari 40.000 spesies tumbuhan yang hidup di dunia, 30.000

spesies diantaranya tumbuh di Indonesia, dan sebanyak 9.600 jenis merupakan

tumbuhan berkhasiat obat (Achmad et al. 1992). Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) (2005) melaporkan, telah terdaftar sebanyak 283 jenis

simplisia tumbuhan obat yang digunakan dalam Industri Obat Tradisional (IOT)

dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) sebagai bahan baku dengan total

serapan sebanyak 1.841.802 ton/tahun. Menurut Elfahmi et al. (2008), industri

jamu Indonesia pada tahun 2000 berhasil menjual produk jamu dengan total

pendapatan US $ 150 juta, sedangkan nilai ekspor tanaman obat di pasar

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

internasional diantaranya Amomum cardamomum, Cinnamomum burmani dan

Piper sp. adalah US $ 126,8 juta. Nilai pasar obat tradisional Indonesia dari tahun

ke tahun memiliki kecenderungan terus meningkat.

Temulawak dengan nama Latin Curcuma xanthorrhiza Roxb., merupakan

tanaman obat yang dimanfaatkan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa

Indonesia (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005; Siagian 2006).

Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia memanfaatkan rimpang

temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh sakit maag, obat diare,

obat ambeien, obat batuk, obat asma, dan obat sariawan. Wanita Indonesia juga

memanfaatkan temulawak untuk memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati

gangguan saat nifas dan menstruasi (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al.

2008), serta membantu membersihkan wajah dari bakteri patogen penyebab

jerawat (Soebagio et al. 2006). BPOM (2005) menyatakan bahwa temulawak

memiliki tujuh khasiat yaitu untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki

fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan

tulang, menurunkan lemak darah, sebagai antioksidan untuk memelihara

kesehatan dan membantu menghambat penggumpalan darah. Selain di Indonesia,

temulawak juga digunakan di beberapa negara seperti Singapura, Perak (Malaya),

dan Belanda. Di Singapura, temulawak disebut “Ubat jamu” dimanfaatkan untuk

penyakit pada saluran pencernaan. Di Perak (Malaya), air perasan temulawak

digunakan untuk penyakit rematik, dyspepsia amenorhe atau gangguan haid, dan

sebagai obat penguat setelah melahirkan sedangkan masyarakat di Belanda

memanfaatkan temulawak untuk penyembuh penyakit hati dan batu empedu

(Duke et al. 2003).

Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah

rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,

alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008) dan

berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati

(48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol,

sineol, borneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan

desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Penelitian tentang kandungan senyawa kimia dan manfaat temulawak telah

dilakukan, di antaranya adalah: ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 96%

juga dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis penyebab jerawat (Soebagio et al. 2006). Isolasi xantorizol dari

ekstrak metanol temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans ( Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba

rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak

dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis

bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi

minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga

temulawak dapat dikembangkan sebagai sediaan antimikroba untuk obat

tradisional di Indonesia.

METODOLOGI

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat

dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),

Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 –Maret 2011.

Bahan dan Cara kerja

Bahan tanaman

Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari

PT Vitaher, Semarang. Tanaman temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m

(dpl) dan dipanen 10 bulan setelah tanam. Pengeringan simplisia temulawak

menggunakan oven dengan suhu awal 50-55º C selama 7 jam (Lampiran 1.1).

Bahan kimia

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan

diklorometan (Merck).

Media

Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba

adalah Potato Dextrose Agar (PDA) (Oxoid), Eosin Methylen Blue Agar

(EMBA) (Merck), Cetrimide Agar (CETA) (Merck), Baird Parker Agar (BPA)

(Merck), Tryptic Soy Agar (TSA) (Difco), Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain

Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco), Brucella Broth (BB) (Difco), Manitol Egg

Yolk Polymixin Agar (MYPA) (Merck), Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef

extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), Egg Yolk (Difco), dan darah kambing.

Mikroba uji

Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri

dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, anaerob

Streptococcus mutans type F (MUI). Bakteri Gram negatif terdiri dari

Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan

anaerob Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 serta fungi Candida albicans

ATCC 10231. Mikroba diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, PPOMN,

Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Indonesia.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah mortar, seperangkat alat refluks, vacuum

evaporator (Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (Lab

Conco), inkubator (Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex

(Scientific), shaker (N-Biotec), anaerobic jar (Merck), mikro pipet 1-10 µl dan

100 - 1000 µl (Eppendorf), dan piranti gelas yang digunakan di laboratorium

kimia dan mikrobiologi.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Cara kerja

Ekstraksi

Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk

serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian

ditambahkan akuades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian

dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass

wool. Ekstrak kental akuades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas

air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring

menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan

cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu

40º C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi

kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan

menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass

wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum

evaporator) pada suhu 40º C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan .

Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati &

Agustin 2006; Rita 2010). Prosedur ekstraksi secara umum dapat dilihat pada

skema kerja (Lampiran 1.2).

Pembuatan medium

Pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA), Eosin Metylen Blue

Agar (EMBA), Cetrimide Agar (CETA), Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy

Agar (TSA), Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB),

Brucella Broth (BB), Manitol Egg Yolk Polymixin Agar (MYPA) berdasarkan

petunjuk pada kemasan. Cara pembuatan medium yang tidak sesuai petunjuk

kemasan dapat dilihat pada Lampiran 1.3.

Pembuatan inokulum

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan

Mc Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan fungi

(Candida albicans) berumur 24 jam, biakan bakteri Gram positif (Staphylococcus

aureus, Bacillus cereus dan Streptococcus mutans), dan bakteri Gram negatif

(Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Porphyromonas gingivalis) yang

berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl (0,85%). Kemudian suspensi

dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland 0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt

1980).

Pembuatan larutan ekstrak uji

Masing-masing ekstrak kental rimpang temulawak ditimbang dan

dilarutkan dalam akuades, hingga diperoleh konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan

10% (b/v). Pelarutan ekstrak dilakukan dengan bantuan ultrasonik selama 30

menit.

Pengujian antifungi dengan menggunakan Broth Dilution method

Pengujian antifungi menggunakan broth dilution method untuk melihat

adanya aktivitas antifungi dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan.

Ekstrak yang telah dilarutkan dengan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%

dan 10% (b/v)), dimasukkan sebanyak 200 µl kedalam tabung yang berisi media

TSB. Tabung yang berisi campuran media TSB dan ekstrak, diinokulasikan

inokulum fungi Candida albicans dengan kekeruhan Mc Farland 0,5 sebanyak

200 µl dengan volume akhir tabung 2 ml. Tabung diinkubasikan pada suhu 22-

25º C selama 18-24 jam, kemudian setiap tabung yang telah diinkubasi digoreskan

pada media agar PDA, dan diinkubasikan kembali pada suhu 22-25º C selama 24

jam (Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel

1996).

Pengujian antibakteri dengan menggunakan Broth Dilution Method

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Pengujian dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak

akuades, etanol 70%, dan diklorometan. Ekstrak yang telah dilarutkan

menggunakan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan 10% (b/v)),

kemudian ditambahkan 200 µl pada media yang sesuai untuk pertumbuhan

masing-masing bakteri. Untuk pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,

Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli ekstrak

dilarutkan dalam tabung yang berisi TSB, sedangkan untuk pertumbuhan bakteri

Porphyromonas gingivalis menggunakan media Brucella Broth dan

Streptococcus mutans menggunakan media BHIB + yeast ekstrak. Setiap tabung

yang berisi campuran medium dan ekstrak dengan berbagai konsentrasi

diinokulasikan suspensi bakteri sebanyak 200 µl dengan kekeruhan Mc Farland

0,5, kemudian tabung yang berisi ekstrak + media + inokulum diinkubasi pada

suhu 35-37º C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi menggunakan

anaerobic jar. Selanjutnya, hasil pengenceran tabung digoreskan ke media agar

BPA untuk bakteri Staphylococcus aureus, MYPA untuk bakteri Bacillus cereus,

CETA untuk Pseudomonas aeruginosa, EMBA untuk Escherichia coli (Chitwood

1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996; MacKane & Kandel 1996; Lalitha

2004). Untuk bakteri Porphyromonas gingivalis menggunakan Brucella agar

darah ( Pane & Sugiarto 1987), dan GNA untuk bakteri Streptococcus mutans

(Pratiwi 2005) kemudian diinkubasi kembali pada suhu 35-37o C selama18- 24

jam, untuk bakteri anaerob diinkubasi menggunakan anaerobic jar.

Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Setelah diketahui bahwa ekstrak etanol 70% yang mempunyai daya

hambat lebih kuat selanjutnya dilakukan penetapan kemampuan hambat

minimum. Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah untuk

mengetahui konsentrasi terendah yang memberikan aktivitas antibakteri terhadap

bakteri uji dengan menggunakan metode broth dilution method. Ekstrak

diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%

dan 0,75%., kemudian dilakukan pengujian terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dan Streptococcus mutans. Pengujian diulang sampai tiga kali (Chitwood

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

1969; Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; McKane & Kandel 1996; Lalitha 2004;

Zaenab et al. 2004; Oladunmoye 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ekstraksi Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Hasil ekstraksi 100 g rimpang temulawak dengan pelarut akuades

menghasilkan 63, 54 g (63,54 %), ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan

rendemen 13,33 g (13,33%), dan ekstraksi dengan diklorometan menghasilkan

rendemen 3,01 g (3,01%) (Tabel 1.1.1). Karakteristik rendemen yang dihasilkan

adalah kental dengan warna kuning kecoklatan untuk ekstrak akuades, ekstrak

kental bewarna coklat untuk ekstrak etanol 70%, dan ekstrak kental bewarna

kuning kecoklatan untuk ekstrak diklorometan.

Tabel 1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Jenis pelarut Berat rendemen

(g) Karakteristik rendemen

Akuades 63, 54 g

Kuning kecoklatan, kental

Etanol 70% 13,33 g

Coklat, kental

Diklorometan 3,01 g

Coklat kekuningan, kental

Perbedaan rendemen hasil ekstraksi diduga disebabkan karena adanya

perbedaan kandungan senyawa yang terlarut dalam akuades, etanol 70%, dan

diklorometan. Menurut Harborne (1996), ekstraksi adalah proses penyarian

kandungan kimia yang terdapat dalam bahan tanaman dengan menggunakan

pelarut tertentu. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam

suatu proses ekstraksi karena jenis dan jumlah senyawa yang tersarikan akan

tergantung dari sifat senyawa kimia penyari.

Proses ekstraksi senyawa antimikroba dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu aquous phase dan organic phase. Ekstraksi dengan aquous phase

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

menggunakan pelarut air, sedangkan organic phase menggunakan pelarut organik,

dengan prinsip kelarutan bahwa pelarut polar akan melarutkan senyawa polar

sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Harborne

1996).

Adapun yang menjadi kriteria pemilihan akuades dan etanol 70% untuk

digunakan dalam ekstraksi adalah karena kedua pelarut tersebut lebih aman

dikonsumsi (relatif tidak beracun) dan umumnya digunakan dalam berbagai

industri obat tradisional (Saifudin et al. 2011). Sedangkan untuk melihat aktivitas

dari senyawa-senyawa semi polar atau non polar dari temulawak, digunakan

pelarut diklorometan yang relatif lebih aman dibandingkan pelarut non polar

lainnya seperti kloroform ataupun eter. Hal yang perlu diperhatikan adalah harga

yang murah, sifat pelarut, kemampuan mengekstraksi dan tidak beracun (Pelczar

& Chan 1988; Harborne 1996).

Rendemen akuades diduga menghasilkan pati dan senyawa fenol, karena

akuades adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol

(Harborne 1996). Indrawati (2009) dan Hidayathulla et al. (2011) menyatakan

bahwa ekstrak akuades mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu

alkaloid, saponin, dan kuinon. Pati merupakan komponen utama dari temulawak

dengan jumlah antara 48,18-59,64% (Afifah 2005; Siagian 2006). Direktorat

Aneka Tanaman (2000) (lihat Asriani 2010) menyatakan jumlah pati yang tinggi

pada temulawak juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat tumbuh, temulawak

yang ditanam pada ketinggian dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan jumlah

pati yang tinggi.

Selain ketinggian tempat tumbuh, proses pengeringan rimpang juga

berpengaruh terhadap kandungan bahan aktif. Menurut Hernani & Nurdjanah

(2009), proses pengeringan simplisia juga mempengaruhi bahan aktif, warna,

kontaminan mikroba, dan kadar metabolit sekunder yang dikandung tanaman,

pada pengeringan dengan suhu 60º C tidak terjadi kehilangan minyak atsiri

sampai kadar air mencapai 10%. Pengeringan dilakukan juga untuk mendapatkan

warna simplisia yang baik dengan menggunakan alat pengering yang dibuat

sedemikian rupa dengan mengatur suhu dan aliran udara dengan suhu awal

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

50-55º C selama lebih kurang 7 jam (Depkes 1979; Siagian 2006) atau dengan

menggunakan pengeringan ban berjalan (conveyor) (Hernani & Nurjanah 2009).

Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70%

merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat

universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang

terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo

1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kuinon, dan terpenoid

(Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen

lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol dan

kurkuminoid (Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004;

Elfahmi et al. 2008; Hidayathulla et al. 2011). Ekstraksi rimpang temulawak

dengan diklorometan menghasilkan jumlah rendemen paling kecil dibandingkan

ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%, karena pelarut diklorometan

merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi hanya dapat menarik senyawa

semi polar sampai non polar, misalnya beberapa golongan flavonoid (Harborne

1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al. 2008; Sukadana et al. 2008;

Hidayathulla et al. 2011), alkaloid (Fitrial et al. 2008) dan saponin (Hidayathulla

et al. 2011).

Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran

yang berbeda yaitu akuades, etanol 70%, dan diklorometan memperlihatkan

bahwa ketiga ekstrak menghasilkan senyawa yang sama yaitu terpenoid, fenol,

dan alkaloid. Menurut Hidayathulla et al. (2011), ekstraksi akuades, methanol,

etil asetat, dan n- heksan juga menghasilkan senyawa terpenoid, fenol, dan

alkaloid karena tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sama, yaitu dari pelarut

polar sampai semi polar atau non polar.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

2. Aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.)

Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak dilakukan

dengan menggunakan broth dilution method. Ekstrak temulawak dalam media

pengkaya dengan konsentrasi 1,0%; 2,0%; 3,0%; 4,0%; dan 5,0% , kemudian

ditambahkan mikroba uji Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923,

Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram

negatif (Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,

Porphyromonas gingivalis ATCC 33277), dan fungi (Candida albicans ATCC

10231). Hasil pengujian menggunakan broth dilution method dengan tingkat

konsentrasi yang berbeda tidak dapat memperlihatkan kekeruhan larutan, hal ini

karena ekstrak rimpang temulawak menjadikan larutan uji bewarna kuning dan

keruh, dan menyebabkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan mikroba uji

menjadi bias karena pertumbuhan mikroba uji tidak dapat diamati berdasarkan

kekeruhan media (Gambar 1.2.1) .

Gambar 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium TSB.

Keterangan: (1) ektrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%}, (3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%},

(K+) media TSB + S. aureus, (K-) media TSB

1

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Metode dilution broth juga merupakan metode pendekatan kuantitatif dengan

perhitungan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi

hambat minimum mikroba uji (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Prinsip

kerja metode ini adalah melihat adanya pertumbuhan inokulum mikroba uji di

dalam beberapa konsentrasi zat antimikroba yang dimasukkan kedalam tabung

berisi medium pengkaya yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan, setelah

diinkubasi kemudian diamati konsentrasi zat antimikroba yang menghambat

pertumbuhan (Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996). Hal lain yang mendasari

pemilihan metode dilution broth dalam penelitian ini adalah karena beberapa

mikroba uji yang digunakan merupakan bakteri yang bersifat anaerob yaitu S.

mutans dan P. gingivalis. Menurut Zaenab et al. (2004), metode broth dilution

baik dilakukan untuk bakteri anaerob.

Penghambatan pertumbuhan koloni mikroba uji dapat dilihat dengan

melakukan konfirmasi menggunakan media plate selektif yang sesuai dengan

pertumbuhan masing-masing mikroba (Gambar 1.2.2).

Gambar. 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media selektif BPA Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa ekstrak temulawak

K+ 5,0%

4,0%

3,0%

2,0%

1,0%

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Tabel 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram positif

Mikroba uji

Konsentrasi

% (b/v)

Daya hambat

Ekstrak akuades

Ekstrak Etanol 70%

Ekstrak diklorometan

Staphylococcus aureus ATCC 25923

5,0 + + +

4,0 + + +

3,0 + + +

2,0 + + +

1,0 + + +

Bacillus cereus ATCC11778

5,0 - + -

4,0 - + -

3,0 - + -

2,0 - + -

1,0 - - -

Streptococcus mutans Type F (MUI)

5,0 + + +

4,0 + + +

3,0 + + +

2,0 + + +

1,0 + + +

Keterangan: + : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji - : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji

Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan

diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang

sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu S. aureus dan S. mutans

yaitu 1,0-5,0% b/v, kecuali pada bakteri B. cereus, ekstrak etanol 70% memiliki

kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan pada konsentrasi 2,0-5,0%

b/v. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan untuk

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kandungan senyawa kimia

yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang dikandung ketiga ekstrak

diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan mikroba. Turunan senyawa

fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan

ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel (Siswandono &

Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi fenol dengan kadar yang

tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran

sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Mekanisme penghambatan

senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan hidrogen antara gugus

hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel, yang menyebabkan

gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga komponen sel yang esensial

keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995;

Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008). Sementara itu,

senyawa fenol dengan konsentrasi rendah dapat membentuk ikatan protein-fenol

dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan apabila terjadi penetrasi fenol ke

dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel.

Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan pada sistem transpor nutrisi

(Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Membran

sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan terhadap zat kimia yang

menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga mengakibatkan kematian

sel (Volk & Wheeler 1988).

Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki

susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari

N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif

juga mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam

muramat dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif

adalah 2-4% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994).

Penyusun dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan

senyawa antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses

biosintesis dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al.

2007; Hidayathulla et al. 2011). Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

menyatakan bahwa zat antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan

cara merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim

dan sintesis asam nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan

menghambat kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel.

Senyawa fenol diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis

enzim untuk melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988).

Penghambatan pada bakteri Bacillus cereus oleh ekstrak etanol 70% pada

konsentrasi 2,0-5,0% diduga karena kandungan senyawa pada ekstrak etanol 70%

mampu menembus dinding sel (Gambar 1.2.3 dan 1.2.4). Ekstrak etanol 70%

memiliki aktifitas antimikroba yang lebih baik dibanding ekstrak akuades

(Chattopadhyay et al. 2004; Omajosola & Awe 2004; Voravuthikunchai et al.

2006). Ekstrak etanol memiliki kemampuan antimikroba yang baik terhadap

bakteri Gram positif (Sarac & Ugur 2007; Jagessar & Gomez 2008; Kresnawaty

& Zainuddin 2009; Rita 2010; Hidayathulla et al. 2011). Pattaratanawadee (2006)

melaporkan bahwa ekstrak etanol jahe dan kunyit dari famili Zingiberaceae

mampu menghambat pertumbuhan B.cereus pada konsentrasi 0,4% dan 1% v/v.

Penelitian Mustaffa et al. (2011), melaporkan bahwa ektrak metanol

Cinnamomum iners yang mengandung senyawa aktif xantorizol menghambat

pertumbuhan bakteri B.cereus pada konsentrasi 12,5 mg/ml sementara itu

Nohynek et al. (2006), juga melaporkan bahwa ekstrak berry dapat menurunkan

pertumbuhan B. cereus.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar I.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB.

Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%}, (3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%}, (K+) TSB +

Bacillus cereus, (K-) media TSB

Gambar. 1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif MYPA Keterangan: (K+) = Bacillus cereus ATCC 11778 tanpa ekstrak

2 3 4 5 K+ K-

K+ 5,0%

4,0%

3,0%

2,0%

1,0%

1 2 3 4 5 K+ K-

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Porphyromonas gingivalis, dan fungi Candida albicans (Tabel 1.2.2; Lampiran

1.4, 1.5, 1.6, dan 1.7).

Tabel 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram negatif dan fungi

Mikroba uji

Konsentrasi

% (b/v)

Daya hambat

Ekstrak

akuades

Ekstrak

Etanol 70%

Ekstrak

diklorometan

Escherichia coli

ATCC 25922

5,0 - - -

4,0 - - -

3,0 - - -

2,0 - - -

1,0 - - -

Pseudomonas aeruginosa

ATCC 27853

5,0 - - -

4,0 - - -

3,0 - - -

2,0 - - -

1,0 - - -

Porphyromonas gingivalis

ATCC 33277

5,0 - - -

4,0 - - -

3,0 - - -

2,0 - - -

1,0 - - -

Candida albicans

ATCC 10231

5,0 - - -

4,0 - - -

3,0 - - -

2,0 - - -

1,0 - - -

Keterangan:

( - ) : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak mampu menghambat

pertumbuhan bakteri E. coli, P. aeruginosa, P. gingivalis, hal ini diduga karena

konsentrasi ekstrak tidak mampu menembus dinding sel bakteri Gram negatif dan

fungi. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki susunan kimia yang lebih

komplek dibandingkan bakteri Gram positif. Selain peptidoglikan, bakteri Gram

negatif mempunyai lapisan luar dinding sel yang terdiri dari lipopolisakarida,

lipoprotein, dan periplasma yang terikat pada peptidoglikan (Hugo & Russell

1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994; Hamouda & Baker 2000;

Nohynek 2006; Hidayathulla et al. 2011). Lipopolisakarida merupakan lapisan

luar berfungsi sebagai pertahanan sel bekerja sama dengan peptidoglikan dan

melakukan seleksi terhadap zat-zat asing. Lipoprotein mengandung molekul

protein yang disebut porin yang bersifat hidrofilik. Kemungkinan adanya porin

pada membran luar bakteri Gram negatif menyebabkan ekstrak sulit menembus

dinding sel bakteri karena bersifat hidropobik (Brock et al. 1994; Nohynek 2006;

Hidayathulla et al. 2011).

Menurut Hamouda & Baker (2000), dinding sel bakteri Gram negatif

memiliki kandungan lipid yang tinggi, hal ini menyebabkan bakteri Gram negatif

relatif resisten terhadap senyawa kimia, dan bersifat impermeable dengan

melakukan difusi yang terbatas. Hertiani et al. (2003) menyatakan bakteri Gram

negatif memiliki komposisi dinding sel yang lebih komplek dan bersifat non polar

sehingga ketiga ekstrak temulawak yang merupakan senyawa polar sampai semi

polar lebih sulit menembus dinding sel bakteri. Hal ini juga dilaporkan oleh

Kusmiyati & Agustini (2006), Oboh et al. (2007), dan Hidayathulla et al. (2011)

yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap senyawa

antimikroba dibanding dengan bakteri Gram positif.

Uji aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan

rimpang temulawak terhadap fungi Candida albicans menunjukkan hasil bahwa

ketiga ekstrak tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Oboh et al.

(2007) melaporkan bahwa ekstrak etanol 90% Sida acuta Burm. juga tidak

mampu menghambat pertumbuhan C.albicans. Nohynek et al. (2006),

melaporkan bahwa ekstrak berry dalam pelarut aceton-air (70:30) tidak dapat

menghambat pertumbuhan C. albicans. Diduga tidak terjadinya penghambatan

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

karena kandungan zat kimia ekstrak tidak mampu menembus membran sterol

pada dinding sel dan menghambat sintesis kitin pada dinding sel fungi yang

bersifat kaku (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Menurut Brock et al.

(1994), dinding sel fungi mempunyai sifat kaku, yang terdiri dari kitin, glukan dan

mannan, dan secara umum mengandung 80-90% polisakarida.

3. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dilakukan untuk

mendapatkan konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan

mikroba (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al.

1996). Pada penelitian ini kemampuan hambat minimum ditetapkan pada bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI),

karena pada uji aktivitas antimikroba kedua bakteri tidak menunjukkan

pertumbuhan pada konsentrasi terendah yang digunakan, yaitu 1,0%.

Kemampuan hambat minimum dilakukan dengan menurunkan konsentrasi ekstrak

menjadi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%; dan 0,75% (Tabel 1.3.1).

Tabel 1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI)

Konsentrasi

(%)

Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Staphylococcus aureus ATCC 25923

Streptococcus mutans Type F (MUI)

0,025 - -

0,05 - -

0,10 + +

0,25 + +

0,50 + +

0,75 + +

Keterangan: + : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji - : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau konsentrasi hambat

minimum dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan larutan uji (Gambar 1.3.1

dan 1.3.2). Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri

S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 0,10-0,75% b/v. Kemampuan

antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji, semakin tinggi konsentrasi zat

yang digunakan semakin tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988).

Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat ekstrak etanol 95%

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah 0,4% terhadap bakteri

S. aureus. Hasil penelitian Mustaffa et al. (2011) pada ekstrak metanol daun

Cinnamomum iners yang mengandung xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78

mg/ml terhadap S. aureus, dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa

xantorisol yang diisolasi dari ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) menghambat pertumbuhan S. mutans pada konsentrasi 5,0 µMol/l.

Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak konsentrasi 0,10- 0,75%

menunjukkan kondisi tabung yang jernih pada bakteri Staphylococcus aureus dan

Streptococcus mutans, walaupun tidak begitu jelas terlihat karena adanya

pengaruh warna kuning dari temulawak. Untuk konfirmasi pertumbuhan bakteri

digunakan media plate yaitu media selektif yang sesuai pertumbuhan bakteri

(Gambar 1.3.3 dan 1.3.4).

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar 1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB

Keterangan: (1) Ekstrak etanol 70% (1) {0,025%}, (2) {0,05%}, (3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%},

(K+) TSB + S.aureus, (K-) media TSB.

Gambar 1.3.2 Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F (MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB + yeast ekstrak

Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {0,025%}, (2) {0,05%}, (3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%}, (K+) BHIB + yeast ekstrak + S. mutans, (K-) media BHIB + yeast ekstrak

1

1 2 3 4 5 6 K+ K-

2 3 4 5 6 K+ K-

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar. 1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Staphylococcus aureus pada media selektif BPA Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa ekstrak rimpang temulawak.

Gambar. 1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA Keterangan: (K+) = S. mutans Type F (MUI) tanpa ekstrak

K+

0,025% 0,05%

0,10%

0,25%

0,50% 0,75%

K+ 0,025%

0,05%

0,10%

0,25% 0,50%

0,75%

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

KESIMPULAN

Hasil ekstraksi 100 g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70% , dan diklorometan menghasilkan

rendemen dengan berat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g.

Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans

Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu dihambat

etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli ATCC

25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC

33277, dan fungi Candida albicans ATCC 10231 tidak dapat dihambat

pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak

efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-

5,0% b/v, sedangkan B.cereus konsentrasi 2,0-5,0% b/v, dengan Minimum

Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,1% b/vpada S. aureus dan S. mutans .

Ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terbukti

efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, B.cereus, dan

S. mutans. Sehingga sangat memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat

tradisional untuk mengobati berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram

positif.

SARAN

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut senyawa-senyawa antibakteri yang

terkandung dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak. Diharapkan dimasa

datang ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat

tradisional terutama sebagai antimikroba.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DAFTAR ACUAN

Achmad, S.A., E.H. Hakim & L. Makmun. 1992. Hutan tropis sebagai sumber

yang potensial untuk bahan kimia masa depan. Prosiding Seminar

Nasional Kimia dan Pembangunan, Bandung: 465-468.

Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka

penyakit. Agromedika Pustaka. iv + 84 hlm.

Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin

(Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus

aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42.

Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.

Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.

Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan

nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.

Bennett, R.W & G.A. Lancette. 2002. Staphylococcus aureus. Dalam: AOAC.

Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 5

hlm.

Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi

budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai

penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum

Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4

Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of

microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66.

Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay & R.K. Banerjee. 2004.

Tumeric and curcumin : Biological action and medicinal application.

Current Science 87(1): 44-53.

Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy

of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl.

Microbiology 17(5): 707 – 709.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia.

DitjenPOM, Jakarta: 63-70.

Duke, J.A., M.J.B. Godwin & J. duCellier. 2003. Medicinal spices. CRC Press.

New York: II + 316 hlm.

Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.

Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,

Jakarta: 14 – 34.

Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R.

Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea

pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol.

dan Industri Pangan 19(2): 158-164.

Hamouda, T. & J.R. Baker. 2000. Antimicrobial mechanism of action of

surfactant lipid preparation in enteric Gram negative bacilli. J. of Appl.

Microbiology (89): 397-403.

Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of

plants analysis. 2nd Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.

Hernani & R. Nurdjanah. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan

kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan

Teknologi TRO 21(2): 33-39.

Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on

antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally

used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.

Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical

evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium

Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167.

Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed.

Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm.

Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah

(Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J.

Biotika 7(1): 40-48.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Jagessar, R.C & A.M. Gomes. 2008. An evaluation of the antibacterial and

antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida

albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and Science

6(1): 1-14.

Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.

Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.

Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2009. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari

derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri

15(4): 145-151.

Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari

mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53.

Lalitha, M.K. 2004. Manual on antimicrobial susceptibility testing. NCCLS,

Pennsylvania USA: 47 hlm.

Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study

of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano

essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462.

MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.

McGraw. Hill., Inc: 396-398 hlm

Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An

antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with

activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs

16: 3037-3047.

Nohynek, L.J., H.A. Alakomi, M.P. Kähkönen, M. Heinonen, Ilkka M. Helander,

Kirsi-Marja Oksman-Caldentey, and Riitta H. Puupponen-Pimiä. 2006.

Berry Phenolics: Antimicrobial Properties and Mechanisms of Action

Against Severe Human Pathogens. Nutrient and Cancer 54(1): 18-32.

Oboh, I.E., J.O. Akerele & O. Obasuyi. 2007. Antimicrobial activity of ethanol

extract of the aerial parts of Sida acuta Burmn. (Malvaceae). Tropical

Journal Pharmaceutical Research 6(4): 809-813.

Oladunmuye, M.K. 2006. Comparative evalution of antimicrobial activities and

phytochemical screening of two varieties of Alcalipha wilkesiana. Intl. J.

Trop. Med. 1(3): 134-136.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of

Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected

microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.

Pane, A.R. & A. Sugiharto. 1987. Panduan praktis isolasi dan identifikasi

kuman anaerob. Bagian Mikrobiologi FKG UI. Jakarta. 1-16.

Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri

minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):

100-104.

Pattaratanawadee, E., C. Rachtanapun & P. Wanchaitanawong. 2006.

Antimicrobial activity of spice extract against pathogenic and spoilage

microorganism. Kasetsart J. Nat. Sci. 40: 159-165.

Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari

Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S.

Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447-

540.

Pratiwi, R. 2005. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari

beberapa pasta gigi yang mengandung herbal. J. Dent. 38 (2). 64-67.

Rhodehamel E.J. & S.M. Harmon. 2002. Bacillus cereus. Dalam: AOAC. 2002.

Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 4

hlm.

Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa

golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria

(Berg.) Roscoe. Jurnal Kimia 4(1): 20-26.

Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:

Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

Wilkins, London: 114-134.

Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in

vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm.

Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against

Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.

Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha

Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Sarac, N. & A. Ugur. 2007. Antimicrobial activities and usage in folkforic

medicines of some Lamiaceae spesies growing in Mugla, Turkey. J. Bio.

Sci. 4:2-37.

Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:

ix + 243 hlm.

Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of

China 24: 359-362.

Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara

intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm.

Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,

Surabaya: 257- 259 hlm.

Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne

ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding

Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka, Unpad, Bandung.

5 hlm.

Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan

senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1):

15-18.

Tarigan, J., C.F. Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang

digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di

Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6.

Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam:

Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

Wilkins, London: 73-113.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic

microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii

+ 396 hlm.

Voravuthikunchai, S.P., S. Limsuwan, O. Supapol & S.Subhadhirasakul. 2006.

Antibacterial activity of extracts from family Zingiberaceae against

foodborne pathogens. J. of Food Safety 26: 325–334

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu

(Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64.

Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak (Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987) dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara Kesehatan 8 (2): 37-40.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

A. Tanaman temulawak B. Bunga temulawak

C. Rimpang temulawak D. Simplisia temulawak, dari PT Vitaher, Semarang

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.2. Bagan kerja ekstraksi

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.3. Pembuatan medium

a. Nutrient Agar (NA) (Pratiwi 2005)

NA digunakan sebagai medium pertumbuhan S.mutans. Untuk membuat

200 ml NA dibutuhkan 0,6 gr Beef extract, 1 g Pepton, 3 g Bacto agar, dan 200 ml

akuades. Medium tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C, tekanan

2 atm selama 15 menit.

b. Glukosa Nutrien Agar (GNA) (Zaenab & Mardiastuti 2004; Pratiwi 2005)

GNA digunakan sebagai medium selektif untuk pertumbuhan Streptococcus

mutans. Untuk membuat 300 ml GNA dibutuhkan 1,5 g Beef extract, 3 g Pepton,

3 g Bacto agar, kemudian cukupkan volumenya menjadi 250 ml dengan

menambahkan akuades. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C,

tekanan 2 atm selama 15 menit. Kemudian larutkan 10 g Glukosa adalam 50 ml

akuades steril. Campurkan kedua larutan kemudian panaskan kembali selama 15

menit agar tercampur sempurna.

c. Brucella Agar Darah (BAD) (Pane & Sugiarto 1987)

Medium ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri Porphyromonas

gingivalis. Untuk membuat 1 L BAD dibutuhkan 43 g Brucella Broth, 5% Bacto

agar, 1 ampul Vitamin K, 4 mg serbuk Kanamycin, 3-5% darah kambing.

Medium Brucella Broth dan Bacto agar disterilkan dalam autoklaf pada suhu 12o

C, tekanan 2 atm selama 15 menit. Biarkan dingin hingga suhu 45-50o C,

kemudian tambahkan kanamycin, vitamin K dan agar darah.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif EMBA

Keterangan:

A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 40,%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%

Keterangan: (K+) = Escherichia coli ATCC 25922 tanpa ekstrak temulawak

Escherichia coli ATCC 25922 pada medium TSB

A B C

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Escherichia coli ATCC 25922 pada medium EMBA

A B C

K+

1,0% 2,0%

3,0%

4,0% 5,0%

K+

1,0% 2,0%

3,0%

4,0% 5,0%

K+

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif CETA

Keterangan:

A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%

Keterangan: (K+) = Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 tanpa ekstrak temulawak

Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium TSB

A B C

1 2 3 4

5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium selektif CETA

A B C

K+

1,0% 2,0%

3,0%

4,0% 5,0%

1,0% K+

5,0%

4,0%

3,0%

2,0% 1,0% 2,0%

3,0%

4,0% 5,0%

K+

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium Brucella Broth & media selektif Brucella Agar Keterangan:

A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB+ P. gingivalis; (K-) media BB C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB Keterangan: (K+) = Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 tanpa ekstrak temulawak

Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Broth

A B C

1 2 3 4 5 K+

K- 1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 4

5

K+

K-

K

10%

K+ 50%

40%

30%

Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Agar

A B C

2,0%

3,0%

4,0% 5,0%

K+

1,0%

1,0% K+

5,0%

4,0% 3,0%

2,0%

K+ 5,0%

4,0%

3,0% 2,0%

1,0%

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Lampiran 1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif PDA

Keterangan:

A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%,; (5) 1,0%; (K+) TSB + C. albicans; dan (K-) media TSB B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB Keterangan: (K+) = Candida albicans ATCC 10231 tanpa ekstrak temulawak

Candida albicans ATCC 10231 pada media PDA

A B C

2

1,0%

K+ 5,0%

4,0%

3,0%

K+

5,0% 4,0%

3,0%

2,0% 1,0%

1,0%

K+ 5,0%

4,0%

3,0% 2,0%

Candida albicans ATCC 10231 pada media TSB

A B C

1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 4 5 K

K- 1 2 3 4 5 K+ K-

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

MAKALAH II

IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Deasywaty

Email: [email protected]

Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups -OH in 3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that compound is xanthorrisol m/z 218.

Keywords: Curcuma xanthorrhiza Roxb; extraction; GC-MS; Infra Red spectrophotometry; TLC; UV-Vis spectrophotometry.

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sejak zaman dahulu bangsa

Indonesia telah mengenal tumbuhan yang mempunyai khasiat obat atau dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal tersebut dapat diketahui dari

kemampuan sebagian masyarakat meracik tumbuhan obat dan tradisi minum

jamu. Dewasa ini meski pengobatan modern sudah mengalami perkembangan

yang cukup pesat namun masyarakat Indonesia masih belum meninggalkan

warisan leluhur tersebut. Hal ini diduga karena obat yang berasal dari tumbuhan

yang diracik secara tradisional tidak menimbulkan efek samping seperti obat

sintetis. Dari sekian banyak tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat

tradisional salah satunya adalah temulawak (Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis

tumbuhan dari famili Zingiberaceae, yang secara empirik rimpangnya digunakan

sebagai obat tradisional, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran. Secara

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

tradisional temulawak digunakan masyarakat sebagai obat untuk menyembuhkan

sakit maag, obat diare, obat ambein, obat asma, obat sariawan, dan memperlancar

air susu ibu (ASI) (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Seiring

dengan kemajuan ilmu pengetahuan diketahui pula manfaat lain dari temulawak

sebagai antimikroba (Afifah 2005; Samsundari 2006; Rukayadi 2006; Bermawie

et al. 2008). Minyak atsiri dan kurkuminoid merupakan komponen utama

temulawak yang bersifat antimikroba (Afifah 2005; Siagian 2006; Rukayadi 2006;

Bermawie et al. 2008).

Metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) telah dilakukan

oleh beberapa peneliti antara lain Arias et al. (2004) melaporkan pemisahan

menggunakan kloroform:metanol (9:1) pada tujuh ekstrak etanol dan 3 ekstrak air

dari bagian akar, batang, dan daun tumbuhan akasia (Acacia aroma Gill.).

Jagessar & Gomez (2008) melakukan pemisahan ekstrak etanol daun pare

(Mimorcadia charantia L.) menggunakan fase gerak diklorometan:n-heksan

(90:10). Sukadana et al. (2008) dengan menggunakan fase gerak n-heksan:eter:

etilasetat:etanol (2:3:3:2) untuk pemisahan ekstrak n-heksan biji pepaya (Carica

papaya L.). Kresnawaty & Zainuddin (2010) menggunakan fase gerak

kloroform:metanol (99:1) untuk memisahkan ekstrak etanol daun gambir

(Uncaria gambir). KLT juga dilakukan oleh Asriani (2010) dengan larutan

pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) untuk mengisolasi xantorizol dari ekstrak

rimpang temulawak.

Metode spektrofotometri UV-Vis, Infra Red dan GC-MS telah dilakukan

untuk identifikasi bahan alam, diantaranya Rita (2010), melakukan identifikasi

golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.)

Roscoe). Karthishwaran et al. (2010) melakukan penelitian identifikasi fitokimia

ekstrak metanol daun Pergularia daemia dan Hayati et al. (2010) melakukan

fraksinasi dan identifikasi tanin pada daun belimbing wuluh (Averhoa belimbii

L.). Asriani (2010), mengidentifikasi xantorizol dari temulawak dan Mustaffa et

al. (2011) mengidentifikasi xantorizol dari ekstrak daun Cinnamomum iners.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa dalam

ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang mempunyai aktivitas antimikroba

menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis

dan Infra Red, serta GC-MS.

METODOLOGI

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat

dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),

Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 –Maret 2011.

Bahan dan Cara kerja

Bahan tanaman

Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari

PT Vitaher, Semarang. Temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m (dpl) dan

dipanen umur tanam 10 bulan. Simplisia kering dibuat dengan cara pengeringan

menggunakan oven suhu 50-55o C selama lebih kurang 7 jam.

Bahan kimia

Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan

diklorometan, n-heksan dan etil asetat, metanol, dan kloroform (Merck), pereaksi

Dragendorff LP, pereaksi Mayer LP, pereaksi Bouchardat LP, pereaksi

Lieberman-Bouchard LP, pereaksi CeSO4, asam klorida (HCl), feri klorida

(FeCl3), gelatin10%, natrium hidroksida (NaOH).

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Media

Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba

adalah Baird Parker Agar (BPA) (Merck), Tryptic Soy Agar (TSA)(Difco),

Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco),

Brucella Broth (BB) (Difco), Mannitol Egg Polymixin Agar (MYPA) (Merck),

Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), dan

Egg Yolk (Difco).

Mikroba uji

Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri

dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC11778, dan

Streptococcus mutans Type F (MUI). Mikroba diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi, PPOMN, Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas

Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah mortar, alat refluks, vacuum evaporator

(Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (LabConco), inkubator

(Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex (Scientific), shaker

(N-Biotec), kamera UV (Camag), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800-

PC), spektrofotometer Infra Red (FTIR Shimadzu Prestige 21), GC-MS (Agilent

Technologies 6890), lempeng silika 60F254, anaerobic jar (Merck), mikro pipet 1-

10 µl dan 100-1000 µl (Eppendorf) dan piranti gelas yang digunakan di

laboratorium kimia dan mikrobiologi.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Cara kerja

Ekstraksi

Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk

serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian

ditambahkan aquades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian

dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass

wool. Ekstrak kental aquades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas

air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring

menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan

cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu

40o C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi

kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan

menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass

wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum

evaporator) pada suhu 40◦ C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan .

Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati &

Agustin 2006; Rita 2010).

Pembuatan medium

Pembuatan medium Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy Agar (TSA),

Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Glucose Nutrient

Agar (GNA), Manitol Egg Polymixin Agar (MYPA), berdasarkan petunjuk pada

kemasan.

Pembuatan inokulum

Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan

Mac Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan

Bacillus cereus ATCC 11778 berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

(0,85%). Kemudian suspensi dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland

0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980).

Identifikasi ekstrak etanol 70% dengan menggunakan pereaksi kimia

(DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008 ; Akharaiyi &

Bolatito 2010).

Identifikasi alkaloid

Asam klorida 2 N ditambahkan pada 5 ml larutan uji, dipanaskan diatas

penangas air selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat yang

didapat dikelompokkan menjadi 3 bagian. Pada masing-masing bagian tersebut

ditetesi 2 tetes Bouchardat LP, Mayer LP, dan Dragendorff LP. Hasil dinyatakan

positif apabila setelah ditetesi Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat

sampai hitam, setelah ditetesi Mayer LP terbentuk endapan berwarna putih yang

larut dalam metanol, dan setelah ditetesi Dragendorff LP terbentuk endapan

berwarna merah bata.

Identifikasi glikosida

Pereaksi yang digunakan Keller Kiliani. Sebanyak 1 g ekstrak dihilangkan

lemaknya dengan pencucian heksan beberapa kali sampai larutan n-heksan tidak

berwarna. Residu dipanaskan untuk menghilangkan n-heksan dan didinginkan

kemudian ditambahkan besi (III) klorida 0,3 M dan ditambahkan dengan hati-hati

asam sulfat pekat. Campuran dibiarkan beberapa menit sehingga terbentuk warna

merah kecoklatan dan dapat berubah menjadi biru atau lembayung. Perubahan

tersebut menunjukan adanya glikosida.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Identifikasi kuinon

Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan air sebanyak 50 ml, didihkan

selam 5 menit . Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, kemudian tambahkan

natrium hidroksida 1 N. Bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya

kuinon.

Identifikasi terpenoid/steroid

Sebanyak 5 ml ekstrak ditambahkan dengan pereaksi Lieberman-Bouchard

yang terdiri dari 5 ml asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat 5 tetes.

Terbentuknya warna merah, berubah menjadi hijau, ungu dan terakhir biru,

menunjukkan hasil positif terpenoid/steroid.

Identifikasi flavonoid

Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan dalam 50 ml air, dipanaskan dan disaring.

Filtrat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 500 mg

serbuk seng serta 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan 1 menit, ditambahkan 10 ml

asam klorida pekat, jika dalam 2-5 menit terjadi warna merah menunjukkan

adanya senyawa flavonoid. Sebanyak 5 ml filtrat dalam tabung yang berbeda

ditambahkan 100 mg serbuk magnesium dan 5 ml asam klorida pekat. Jika terjadi

warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid.

Identifikasi saponin

Sebanyak 1ml larutan uji ditambahkan 10 ml air suling panas, dikocok

selama 10 detik, hasil positif bila terbentuk busa stabil selama 10 menit setinggi

1-10 cm dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N buih tidak hilang.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Identifikasi tanin

Ekstrak sebanyak 1 g dilarutkan dalam 20 ml air panas dan ditambah 1 ml

natrium klorida 10% kemudian disaring, filtrat dibagi dalam dua tabung. Tabung

pertama ditetesi 3 tetes gelatin- natrium klorida. Hasil positif ditunjukkan

dengan adanya endapan. Tabung kedua ditetesi 3 tetes larutan besi (III) klorida

adanya perubahan warna menjadi biru hitam atau biru hijau menunjukkan adanya

tanin/polifenol.

Identifikasi kandungan kimia dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

(DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996)

Ekstrak etanol 70% diidentifikasi menggunakan KLT, dengan

menggunakan fase diam silika gel 60F254 ( 10x20 dan 20x20 cm) ketebalan 0,25

mm. Pelarut pengembang menggunakan n-heksan:etil asetat (14:1) yang

merupakan hasil uji pendahuluan. Jarak rambat ditentukan 15 cm dari titik awal

penotolan. Penampakan noda menggunakan lampu UV dengan λ 254 nm.

Setiap noda yang terbentuk pada jarak rambat 15 cm dilakukan pengukuran nilai

Rf.

Larutan pengembang dimasukkan ke dalam bejana kromatografi, dibiarkan

sampai jenuh. Untuk mengetahui larutan pengembang telah jenuh digunakan

kertas saring yang dimasukkan ke dalam bejana kromatografi. Kemudian larutan

ekstrak ditotolkan sebanyak 10 µl pada lempeng silika gel. Lempeng segera

dimasukkan ke dalam bejana dan ditutup kembali. Setelah pengembang

mencapai garis batas atas, lempeng dikeluarkan dan segera dikeringkan.

Pengamatan noda dilakukan dibawah lampu UV 254 nm, ditandai dengan ada

atau tidaknya fluoresensi dan penyemprotan pereaksi CeSO4. Pola kromatogram

kemudian digambar. Setiap bercak yang ditimbulkan dikerok untuk dilakukan

pengujian aktivitas terhadap mikroba uji dan identifikasi senyawa yang

terkandung dalam ekstrak etanol 70%. Pengujian aktivitas mikroba dari hasil

lempeng KLT 60F254 menggunakan broth dilution method.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Pengujian antibakteri dengan broth dilution method

Pengujian yang dilakukan menentukan senyawa yang mempunyai aktivitas

penghambatan pertumbuhan bakteri. Tiap bercak hasil kromatografi lapis tipis

yang sudah diketahui Rf-nya, dikerok kemudian dimasukkan ke dalam kolom

kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya disumbat dengan kapas, kemudian

diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang jatuh dari pipet tetes ditampung

pada kaca arloji. Larutan kemudian dipanaskan diatas penanggas sampai

mengering. Kemudian ditimbang sebanyak 1 mg dan dimasukkan kedalam

tabung reaksi yang berisi 2 ml media pengkaya yang sesuai untuk pertumbuhan

bakteri. Masing-masing tabung dengan nilai Rf yang berbeda dan medium

pengkaya ditambahkan bakteri uji, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37º C

selama 18-24 jam. Setiap tabung yang telah diinkubasi selanjutnya digoreskan

pada media selektif yang sesuai untuk masing-masing bakteri dan diinkubasi

kembali pada suhu 35-37º C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi

menggunakan anaerobic jar (Lorian 1996; McKane & Kandel 1996; Zaenab et

al. 2004).

Identifikasi hasil KLT menggunakan spektrofotometri UV-Vis

Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba

dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya

disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang

jatuh dari pipet tetes ditampung pada vial. Hasil saringan kemudian diukur

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Fassenden & Fassenden 1986;

Batubara et al. 2009; Hayati et al. 2010).

Identifikasi hasil KLT menggunakan spektrofotometri Infra Red

Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba

dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya

disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

jatuh dari pipet tetes ditampung pada kaca arloji. Kaca arloji yang berisi larutan

selanjutnya dikeringkan diatas penangas air sampai larutan mengering dan

ditimbang. Sebanyak 1 mg hasil kerokan yang telah kering dibuat cakram tipis

dengan menambahkan Kalium Bromida (KBr) sebanyak 100 mg. Cakram tipis

selanjutnya dibaca dengan menggunakan Infra Red spektrofotometer (Harborne

1996; Cahyaningsih 2008; Sukadana et al. 2009).

Identifikasi hasil KLT menggunakan spektroskopi GC-MS

Kerokan KLT untuk nilai Rf yang mempunyai aktivitas antimikroba

dimasukkan ke dalam kolom kromatografi berupa pipet tetes yang ujungnya

disumbat dengan kapas, kemudian diberi larutan etanol 70%. Setiap tetesan yang

jatuh dari pipet tetes ditampung dengan vial dan diidentifikasi menggunakan

spektroskopi GC-MS, untuk mengetahui jenis senyawa dan bobot molekul (Rita

2010; Asriani 2010; Mustaffa et al. 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Identifikasi fitokimia ekstrak temulawak

Ekstraksi 100 g temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), menggunakan

akuades menghasilkan 63,54 g ekstrak bewarna kuning kecoklatan, ekstraksi

dengan etanol 70% menghasilkan 13,33 g ekstrak bewarna coklat, dan ekstraksi

dengan diklorometan menghasilkan 3,01g ekstrak warna kuning kecoklatan.

Pengujian pendahuluan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram

positif Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, dan

anaerob Streptococcus mutans Type F (MUI), bakteri Gram negatif Escherichia

coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan anaerob

Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC

10231, ekstrak etanol 70% menunjukkan kemampuan yang lebih baik untuk

menghambat dibanding ekstrak akuades dan diklorometan. Ekstrak etanol 70%

mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

5,0% b/v, sedangkan B. cereus dihambat pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Dengan

aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% yang lebih baik, maka pengujian

identifikasi golongan senyawa aktif hanya dilakukan pada ekstrak etanol 70%.

Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70%

merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat

universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang

terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo

1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kurkuminoid dan terpenoid

(Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen

lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol

(Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al.

2008; Hidayathulla et al. 2011).

Aktivitas antimikroba dapat diketahui dari kemampuan penghambatan

pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus. aureus, Streptococcus mutans

dan Bacillus cereus. Penghambatan pertumbuhan mikroba terjadi karena

penghambatan sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas membran sel dan

transport aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein, dan

penghambatan sintesis asam nukleat (Pelczar & Chan 1988; Jawetz 1996).

Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi

yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel

(Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penghambatan

pertumbuhan bakteri diduga karena adanya aktivitas dari senyawa fenol.

Penetrasi fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan

koagulasi protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata &

Dewi 2008). Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui

pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan

protein membran sel, yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas

membran, sehingga komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan

menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003;

Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008).

Identifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol 70%

menggunakan pereaksi alkaloid (Dragendroff, Mayer, Bauchardat), flavonoid,

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

tanin, saponin, kuinon, dan terpenoid/steroid (Tabel 2.1.1). Pengujian identifikasi

golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70%, menunjukkan hasil positif pada

identifikasi alkaloid dengan terbentuknya endapan merah bata atau coklat dengan

pereaksi Dragendorff, endapan bewarna coklat dengan pereaksi Bouchardat, dan

uji peraksi Meyer tidak terlihat endapan putih. Menurut Depkes (1979), ekstrak

tumbuhan dinyatakan mengandung alkaloid jika terbentuk endapan dari dua

golongan larutan percobaan yang digunakan.

Menurut Harborne (1996), beberapa alkaloid pada bahan alam bersifat

terpenoid, bersifat basa dan mengandung nitrogen (Sastrohamidijojo 1995). Pada

umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dengan pelarut organik seperti alkohol

(Sastrohamidijojo 1995; Harborne 1996). Alkaloid pada ekstrak etanol 70%,

diduga berhubungan dengan proses ekstraksi yang dilakukan. Metode refluks

yang dilakukan pada proses ekstraksi ekstrak etanol 70% diduga menghasilkan

senyawa alkaloid. Menurut Sastrohamidjojo (1995), ekstraksi yang tepat untuk

mendapatkan alkaloid adalah direfluks dengan menggunakan etanol 80%.

Siagian (2006), menyatakan bahwa temulawak mengandung alkaloid dan

terpenoid.

Identifikasi kuinon juga menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya

warna merah setelah diberikan larutan NaOH 1 N. Kuinon yang dihasilkan dari

uji dengan pereaksi kimia, diduga karena adanya warna kuning yang dikandung

ekstrak etanol temulawak. Kuinon adalah senyawa fenol yang memberi warna

pada tumbuhan, mulai dari warna kuning pucat sampai ke hampir hitam

(Harborne 1996) yang berfungsi sebagai agen dalam transfer elektron dalam

proses metabolisme tumbuhan (Sastrohamidjojo 1995).

Reaksi positif dari identifikasi terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya

warna ungu lembayung setelah penambahan pereaksi Lieberman-Bouchard yang

terdiri dari 5 ml asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat 5 tetes. Ekstrak 70%

temulawak diduga mengandung minyak atsiri teroksigenasi yaitu xantorizol yang

termasuk senyawa sesquiterpenoid (Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006)

yang dapat larut oleh etanol (Hwang et al. 2000). Menurut Dzulkarnaen et al.

(1996), Afifah (2005), dan Siagian (2006), senyawa kimia aktif yang terkandung

dalam ekstrak rimpang temulawak adalah golongan terpenoid yaitu xantorizol.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Rukayadi & Hwang (2006) melaporkan aktivitas xantorizol hasil isolasi dari

temulawak dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Senyawa

kimia xantorizol mempunyai sifat sebagai antimikroba (Dzulkarnaen et al. 1996;

Siagian 2006; Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006; Batubara et al. 2009).

Tabel 2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

No. Golongan senyawa Hasil Karakteristik

1 Alkaloid + Bouchardat: endapan coklat,

Mayer: -

Dragendorf: endapan merah

bata

2 Flavonoid -

3 Saponin -

4 Tanin -

5 Kuinon + NaOH: terbentuk warna

merah

6 Terpenoid/Steroid + Lieberman-Bouchardat: ungu-

lembayung

7 Glikosida -

Identifikasi menggunakan senyawa kimia menunjukkan hasil negatif pada

identifikasi flavonoid karena tidak terbentuknya warna merah, saponin tidak

terbentuk busa setinggi 1-10 cm selama 10 menit, tanin tidak terjadinya perubahan

warna biru kehitaman dan pada glikosida tidak terjadi perubahan warna merah

kecoklatan hingga biru atau lembayung setelah ditambah pereaksi Keller Killiani

( DepKes 1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Akharaiyi &

Bolatito 2010).

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase diam

lempeng silika gel 60F254. Pengujian pendahuluan yang dilakukan, menggunakan

larutan pengembang kloroform:metanol (9:1; 8:2, dan 6:4), hasil yang diperoleh

tidak memberikan pemisahan yang baik (Gambar 2.2.1), hal ini disebabkan karena

larutan pengembang yang digunakan bersifat non polar sehingga bercak yang

dihasilkan terdapat pada bagian atas dan tidak terpisah dengan baik, sedangkan

KLT menggunakan larutan pengembang campuran n-heksan:etil asetat (14:1; 9:1;

8;2; 7:3 dan 6:4) (Gambar 2.2.2) memberikan pemisahan senyawa yang baik pada

campuran n-heksan:etil asetat (14:1) (Gambar 2.2.3).

Gambar 2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang kloroform:metanol {A.(9:1); B.( 8:2); C. (6:4)}

A B C

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar 2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat {A.( 9:1); B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)}

Larutan pengembang n-heksan:etil asetat merupakan larutan yang bersifat

semipolar, sehingga bercak yang terilhat pada kromatogram KLT dapat terpisah

dengan baik karena larutan pengembang yang digunakan dapat menarik senyawa

yang bersifat polar sampai semipolar (Harborne 1996; Cahyaningsih 2008).

Keakuratan hasil pemisahan dengan metode kromatografi bergantung pada

pemilihan absorben sebagai fasa diam, kepolaran pelarut atau pemilihan pelarut

yang sesuai sebagai fasa gerak, ukuran kolom relatif terhadap jumlah material

yang akan dipisahkan dan laju elusi atau aliran fasa gerak (Harborne 1996).

Hasil KLT ekstrak etanol 70% temulawak pada lempeng 60F254 dengan

menggunakan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1), diperoleh 5 bercak

dengan nilai Rf tersaji pada Tabel 2.2.1

A B C D

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Tabel 2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1)

No. Silika gel 60F254

Rf Warna

254 nm CeSO4

0 coklat kekuningan coklat kekuningan

1 0,16 ungu muda coklat

2 0,26 ungu muda coklat

3 0,64 ungu tua coklat ungu

4 0,73 ungu tua coklat

5 0,86 ungu muda coklat

Nilai Rf ekstrak etanol 70% temulawak adalah 0,16; 0,26; 0,64; 0,73 dan

0,86. Menurut Khan et al. (2010), ekstrak metanol Curcuma longa L. dengan fase

gerak kloroform:etanol:asam asetat (48:2:0,1) memiliki nilai Rf adalah 0,4; 0,23

dan 0,19. Diduga ekstrak etanol 70% temulawak mengandung senyawa terpenoid

yaitu xantorizol, hal ini diperkuat dengan adanya warna ungu setelah lempeng

KLT disemprot pereaksi yang mengandung H2SO4. Menurut Stahl (1985) dan

Harborne (1996), senyawa terpenoid pada lempeng KLT yang disemprot dengan

pereaksi akan membentuk warna ungu. Asriani (2010) mendapatkan nilai Rf

xantorizol dari hasil ekstraksi rimpang temulawak dengan pelarut etanol 96%

dengan menggunakan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) pada Rf

0,56 dan 0,86. Menurut Hwang (2000) menyatakan nilai Rf xantorizol adalah

0,58. Xantorizol merupakan senyawa kimia utama pada temulawak yang bersifat

antimikroba (Arraujo & Leon 2001; Afifah 2005, Rukayadi 2006; Rukayadi &

Hwang 2006; Mustaffa et al. 2011).

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar 2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat (14:1) 3. Aktivitas antimikroba dan fitokimia hasil Kromatografi Lapis Tipis

Uji aktivitas antimikroba dari fraksi hasil KLT ekstrak etanol 70%

temulawak dengan metode pengenceran tabung terhadap mikroba uji Gram positif

Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Bacillus cereus memberikan

daerah hambatan pada bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64. Bercak ke-3 pada

pereaksi CeSO4 memperlihatkan warna ungu, bercak diduga senyawa terpenoid.

Kromatografi lapis tipis yang membentuk warna ungu dengan penambahan

pereaksi adalah terpenoid (Stahl 1985; Harborne 1996). Hasil penelitian Asriani

(2010), KLT xantorizol dari ekstrak metanol temulawak dengan larutan

pengembang n-heksan: etil asetat memberi bercak pada Rf 0,54 dan 0,86. Tidak

adanya penghambatan mikroba pada fraksi 1,2 ,4 dan 5 diduga karena konsentrasi

fraksi hasil kromatografi yang didapat terlalu kecil sehingga senyawa yang

terkandung didalam ekstrak tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

(Gambar 2.3.1 dan 2.3.2). Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat

konsentrasi zat uji. Semakin tinggi konsentrasi zat yang digunakan, semakin

tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988).

A B

Rf: 0,64

A. UV 254

B. Pereaksi CeSO4

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar 2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus

ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans Type F (MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan Bacillus cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB.

Keterangan: Fraksi 1,2,4 dan 5 : tidak ada penghambatan Fraksi 3 : ada penghambatan K+ : kontrol positif

AA

Gambar 2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC

25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans Type F (MUI) (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC 11778 pada medium MYPA (C).

Keterangan: Fraksi 1,2,4 dan 5 : tidak ada penghambatan Fraksi 3 : ada penghambatan K+ : kontrol positif

Konfirmasi kerokan KLT dengan menggunakan pereaksi alkaloid, kuinon

dan terpenoid menunjukkan bahwa Rf 0,64 mengandung senyawa terpenoid

karena setelah diuji menggunakan pereaksi Lieberman dan Bouchard memberikan

hasil positif dengan terbentuknya warna ungu lembayung. Sedangkan uji

A B C

2

3

4 5

K+

1 1 2

3

4 5

K+ 1 2

3

4 5

K+

A B C

1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 4 5 K++ K-

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

menggunakan pereaksi alkaloid dan kuinon memberikan hasil negatif (DepKes

1979; Stahl 1985; Harborne 1996; Cahyaningsih 2008; Akharaiyi & Bolatito

2010).

4. Identifikasi kualitatif dengan Spekstrofotometri UV-Vis, Infra Red dan

GC-MS

Senyawa golongan terpenoid yang terdapat dalam ekstrak etanol 70%

rimpang temulawak, memberikan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram

positif, selanjutnya dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, Infra Red,

dan GC-MS. Hasil analisis kualitatif ekstrak etanol 70% temulawak dengan

menggunakan KLT pada bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64. Hasil analisis

identifikasi senyawa aktif menggunakan spekterofotometer UV-Vis (Gambar

2.4.1), Infra Red (Tabel 2.4.1 dan Gambar 2.4.2) serta GC-MS (Gambar 2.4.3)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa

diperoleh puncak serapan gelombang terkuat pada 275,20 nm, menunjukkan

adanya transisi elektron dari senyawa fenol. Menurut Silverstein et al. (1963),

serapan maksimal gugus fenol berada pada 210 - 280 nm, dengan terjadinya

transisi elektron pada gugus aromatik π → π*. Hasil penelitian Mustaffa et al.

(2011) menyatakan serapan maksimal ekstrak Cinnamomum iners dengan

menggunakan pelarut kloroform adalah 276,0 nm, dengan indikasi kelompok

fenol. Serapan maksimal ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoria

(Berg.) Roscoe) adalah 242 nm (Rita 2010).

Identifikasi senyawa aktif ektrak etanol 70% temulawak dengan uji

spekterofotometri Infra Red diperlihatkan pada Gambar 2.4.2 dan Tabel 2.4.1.

Gambar 2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red

Berdasarkan Gambar 2.4.2 dan Tabel 2.4.1 dapat dinyatakan bahwa fraksi

dengan nilai Rf 0,64 mengandung senyawa dengan gugus fungsional hidroksil

(-OH) berdasarkan panjang gelombang 3387,06 cm -1, didukung oleh serapan kuat

pada panjang gelombang 1100,41 cm-1 dari C-O alkohol. Gugus hidroksil (-OH)

berada pada panjang gelombang 3400-2700 cm-1 (Rita 2010, Naama et al. 2010).

Menurut Silverstein et al. (1963) kelompok fenol mempunyai serapan yang kuat

-OH = 3387,06 cm-1 C-O= 1100,41 cm-1

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

untuk gugus –OH dan C-O, gugus –OH mempunyai serapan antara 3550-3200

cm-1 dan C-O pada panjang gelombang 1260 – 1000 cm-1.

Tabel 2.4.1. Panjang gelombang Infra Red ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

Ikatan

Panjang gelombang (cm-1)

Silverstein et al. (1963)

Ekstrak etanol 70% Rf 0,64

C-C, C-O, C-N 1300 - 800 1100,41

C=C, C=O, C=N, N=O 1900 - 1500

C=C, C=N 2300 - 2000

C-H, O-H, N-H 3800 - 2700 3387,06

Mustaffa et al. (2011), mengidentifikasi xantorizol pada ekstrak daun

Cinnamomum iners dengan angka gelombang 3382,8 cm-1 untuk gugus –OH.

Asriani (2010), juga mengidentifikasi xantorizol pada temulawak dengan angka

gelombang 3400 cm-1 untuk gugus hidroksil.

Hasil uji GC-MS terhadap ekstrak etanol 70% rimpang temulawak dengan

nilai Rf 0,64 didapat hasil spektrum massa puncak ditampilkan pada Gambar

2.4.3.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Gambar 2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Berdasarkan data spektrum, senyawa pada ekstrak etanol 70% dinyatakan

mempunyai berat molekul 218 g/mol, dan pada data library GC-MS ditampilkan

senyawa yang mempunyai kemiripan 99% dengan puncak senyawa ekstrak etanol

70%, yaitu xantorizol dengan berat molekul 218 g/mol. Menurut Hwang (2000),

Cheah et al. (2009) dan Asriani (2010), bobot molekul xantorizol adalah 218

g/mol.

Gambar: 2.4.4. Struktur kimia xantorizol (Mustafa et al. 2011)

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

KESIMPULAN

Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menyatakan bahwa temulawak

mengandung alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak. Dari hasil uji antimikroba

dengan menggunakan broth dilution method didapatkan bercak ke-3 dengan nilai

Rf 0,64 efektif menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923,

Streptococcus mutans Type F (MUI) dan Bacillus cereus ATCC 11778, dan

termasuk golongan senyawa terpenoid. Hasil analisis dengan menggunakan

spektofotometer UV-Vis, Infra Red dan GC-MS menyatakan bahwa bercak ke-3

berada pada absorban 275, 2 nm dengan indikasi senyawa fenol, memiliki gugus

fungsi -OH dengan panjang gelombang 3387,06 cm-1dan C-O pada panjang

gelombang 1100,41 cm-1, serta hasil analisis GC-MS adalah senyawa xantorizol

dengan bobot molekul 218 g/mol.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi senyawa-

senyawa aktif lain termasuk alkaloid yang belum dilaporkan dari rimpang

temulawak yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, dan dapat

digunakan industri sebagai obat tradisional untuk antimikroba.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DAFTAR ACUAN

Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka

penyakit. Agromedika Pustaka, Jakarta: iv + 84 hlm.

Akharaiyi, F.C. & B. Bolatito. 2010. Antibacterial and phytochemical evaluation

of three medicinal plants. J.of Natural Product 3: 27-34.

Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.

Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.

Arraujo, C.A.C. & L.L. Leon. 2001. Biological activities of Curcuma longa L.

Mem Inst Oswaldo Cruz 96 (5): 723-728.

Arias , M.E., J.D. Gomez, N.M. Cudmani, M.A. Vattuone & M.I. Isla. 2004.

Antibacterial activity of ethanolic and aqueous extract of Acacia aroma

Gill. Life Sciences 75: 191-202.

Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan

nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.

Batubara, I., T. Mitsunaga & H. Ohashi. 2009. Screening anti acne potency of

Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and

antioxidant activities. J. Wood Sci. 55: 230-235.

Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi

budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai

penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.

Cahyaningsih, E. 2008. Identifikasi senyawa antimikroba dari herba meniran

(Phyllanthus niruri L.). Tesis. Program Studi Pasca Sarjana FMIPA.

Universitas Indonesia, Depok: xi + 73 hlm.

Cheah, Y.H., F.J. Nordin, R. Sarip, T.T. Tee, H.L.P. Hazihmatol, H.M. Sirat, B.A.

Abd. Rasid, N.R. Abdollah & Z. Ismail. 2009. Combined xanthorrhizol-

curcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis

induction in human breast cancer cells MDA-MB-231. Cancer Cell

International 9 (1): 1-12.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DepKes. 1979 . Materia Medika Indonesia. DitjenPOM, Jakarta: 63-70.

Dzulkarnaen, B., D. Sundari & A. Chozin. 1996. Tanaman obat bersifat

antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 110: 35-47.

Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.

Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,

Jakarta: 14 – 34.

Fassenden, R.J. & J.S. Fassenden. 1986. Kimia Organik. Terj. dari Organic

Chemistry oleh A.H. Pudjaatmaka. Edisi ke- 3. Penerbit Erlangga: xv +

525 hlm.

Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of

plants analysis. 3th Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.

Hayati, E. K., A.G. Fasyah & L. Saa’dah. 2010. Fraksinasi dan identifikasi

senyawa tanin pada daun belimbing (Averhoa belimbii L.). J.Kimia 4(2):

193-200.

Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on

antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally

used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.

Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical

evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium

Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167.

Hwang, J.K., J.S. Shim & Y.R. Pyun. 2000. Antibacterial activity of

xanthorrhizol from curcuma xanthorrhiza against oral pathogens.

Fitoterapia 71(3): 321-323.

Jagessar, R.C. & A. M. Gomez. 2008. An evaluation of the antibacterial and

antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida

albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and

Science 6(1): 1-14.

Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.

Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Karthishwaran, K., S. Mirunalini, G. Dhamodharan, M. Krishnaveny & V.

Arulmozhi. 2010. Phytochemical investigation of methanolic extract of

the leaves of Pergularia daemia. J. of Biological Science 10(3): 242-246.

Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2010. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari

derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri

15(4): 145-151.

Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari

mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53.

Lorian, V.M.D. 1996. Antibiotics in laboratory medicine. 4th Ed. William and

Wilkins, Baltimore: xv + 737 hlm.

McKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.

McGraw Hill Inc., New York: 396-398 hlm.

Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An

antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with

activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs

16: 3037-3047.

Naama J.H., A.A. Temimi & A.A. Husain. 2010. Study the anticancer activities

of ethanolic curcumin extract. African J. of Pure and Appl. Chemistry

4(5): 68-73.

Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of

Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected

microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.

Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri

minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):

100-104.

Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari

Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S.

Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447-

540.

Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri senyawa

golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria

(Berg.) Roscoe). Jurnal Kimia 4 (1): 20-26.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in

vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm.

Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against

Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.

Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:

Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

Wilkins, London: 114-134.

Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha

Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm

Samsundari, S. 2006. Pengujian ekstrak temulawak dan kunyit terhadap

resistensi bakteri Aeromonas hydrophilla yang menyerang ikan mas

(Cyprinus carpio). GAMMA 2 (1): 71 – 83.

Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:

ix + 243 hlm.

Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara

intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor: 8 hlm.

Silverstein, R.M., G.C. Bassler & T.C. Morril. 1963. Spectrometric identification

of organic compounds. 4th Ed. Jhon Willey & Sons, New York: ii + 430

hlm.

Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,

Surabaya: 257- 259 hlm.

Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarty. 2008. Aktivitas antibakteri golongan

triterpenoid dari biji pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Kimia 2(1):

15:18.

Stahl, E. 1985. Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopi. Terj. dari

Drug analysis by chromathography and microscopy:a pratical supplement

to pharmacopoias, oleh Padmawinata, K. & I. Sudiro. ITB, Bandung: 267

hlm.

Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam:

Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

Wilkins, London: 73-113.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu

(Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64.

Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak

(Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987)

dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara Kesehatan 8 (2): 37-40

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DISKUSI PARIPURNA

Perkembangan penggunaan obat-obatan tradisional untuk membantu

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah cukup meluas. Salah satu jenis

tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional adalah temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM

2005; Siagian 2006). Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia

memanfaatkan rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh

sakit maag, obat diare, obat ambeien, obat batuk, obat asma dan obat untuk

sariawan. Wanita Indonesia juga sering menggunakan temulawak untuk

memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi

(Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Bagian temulawak yang

paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang

temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin

(Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008). Berdasarkan hasil analisis

kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati (48,18-59,64%), serat (2,58-

4,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol, sineol, borneol, dan

xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin)

(1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).

Ekstraksi 100 g temulawak dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan

diklorometan menghasilkan rendemen 63,54 g, 13,33, g, dan 3,01 g. Rendemen

akuades diduga menghasilkan senyawa pati dan senyawa fenol, karena akuades

adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol (Harborne

1996). Indrawati (2009), pada ekstrak akuades terdapat kandungan senyawa

metabolit sekunder yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, dan kuinon. Pati

merupakan komponen utama dari temulawak dengan jumlah antara 48,18-59,64%

(Afifah 2005; Siagian 2006). Jumlah pati yang tinggi pada temulawak juga

dipengaruhi oleh ketinggian tumbuh, temulawak yang ditanam pada ketinggian

dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan pati yang tinggi (Direktorat Aneka

Tanaman 2000 (lihat Asriani 2010)).

Pelarut etanol 70% merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk

ekstraksi pendahuluan dan bersifat polar (Harborne 1996), sehingga dapat

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

menarik senyawa-senyawa polar yang terkandung di dalam rimpang temulawak

terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo 1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al.

2008; ), kurkuminoid dan terpenoid (Harborne 1996). Komponen lain yang

dihasilkan dari ekstraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol (Harborne

1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004; Elfahmi et al. 2008).

Ekstraksi rimpang temulawak dengan diklorometan menghasilkan jumlah

rendemen paling kecil dibandingkan ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%,

karena pelarut diklorometan merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi

hanya dapat menarik senyawa semi polar sampai non polar, misalnya beberapa

golongan flavonoid (Harborne 1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al.

2008; Sukadana et al. 2008), dan alkaloid (Fitrial et al. 2008).

Pengujian aktivitas antimikroba menunjukkan hasil bahwa ekstrak

akuades, etanol 70%, dan diklorometan dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi

1,0-5,0% b/v, sedangkan Bacillus cereus hanya dapat dihambat oleh ekstrak

etanol 70% pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Kemampuan penghambatan

pertumbuhan mikroba dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan

berkaitan dengan kandungan senyawa kimia yang tersari di dalam masing-masing

ekstrak.

Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan

diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang

sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu Staphylococcus aureus

dan Streptococcus mutans yaitu 1,0-5,0%, kecuali pada bakteri Bacillus cereus,

ekstrak etanol 70% memiliki kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan

pada konsentrasi 2,0-5,0%. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan

diklorometan untuk menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan

kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang

dikandung ketiga ekstrak diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan

mikroba. Turunan senyawa fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses

adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas

membran sel (Siswandono & Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi

fenol dengan kadar yang tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

protein dan lisis pada membran sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008).

Mekanisme penghambatan senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan

hidrogen antara gugus hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel,

yang menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga

komponen sel yang esensial keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian

bakteri (Sastrohamidjojo 1995; Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al

Rubiay et al. 2008). Sementara itu, senyawa fenol dengan konsentrasi rendah

dapat membentuk ikatan protein-fenol dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan

apabila terjadi penetrasi fenol ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein

dan lisis pada membran sel. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan

pada sistem transpor nutrisi (Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata

& Dewi 2008). Membran sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan

terhadap zat kimia yang menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga

mengakibatkan kematian sel (Volk & Wheeler 1988).

Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki

susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari N-

asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif juga

mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam muramat

dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif adalah 2-

4% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994). Penyusun

dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan senyawa

antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses biosintesis

dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al. 2007).

Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996) menyatakan bahwa zat

antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan cara merusak dinding

sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim dan sintesis asam

nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan menghambat

kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel. Senyawa fenol

diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis enzim untuk

melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988) .

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Pengujian Minimal Inhibitory Concentration (MIC) memperlihatkan hasil

Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi 0,10-0,75%

b/v. Kemampuan antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji. Semakin

tinggi konsentrasi zat yang digunakan, semakin tinggi daya hambat antimikroba

(Pelczar & Chan 1988). Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat

ekstrak etanol 95% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus adalah konsentrasi 0,4%. Hasil penelitian Mustaffa et al.

(2011) pada ekstrak metanol daun Cinnamomum iners yang mengandung

xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus,

dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa xantorisol yang diisolasi dari

ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) menghambat

pertumbuhan Streptococcus mutans pada konsentrasi 5,0 µMol/l.

Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.),

mempunyai aktivitas antimikroba yang paling efektif sehingga dilakukan analisis

terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak menggunakan metode

reaksi warna, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), UV-Vis spektrofotometeri, Infra

Red spektrofotometri, dan GC-MS, sedangkan pengujian aktvitas antimikroba dari

hasil KLT menggunakan metode pengenceran tabung (broth dilution method)

(Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel 1996).

Pengujian ekstrak etanol 70% rimpang temulawak dengan menggunakan

KLT menghasilkan 5 bercak, bercak ke-3 merupakan bercak yang paling efektif

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus

mutan Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dengan nilai Rf 0,64. Uji

reaksi warna menghasilkan golongan terpenoid, selanjutnya senyawa dengan nilai

Rf 0,64 dianalisis dengan UV-Vis spektrofotometri menghasilkan absorban pada

275,2 nm, Infra Red spektrofotometri menghasilkan adanya gugus hidroksil (-OH)

dan karbonil (C-O) dan berat molekul sebesar 218 g/mol yang diukur dengan GC-

MS. Menurut Silverstein et al. (1963) kelompok fenol mempunyai serapan yang

kuat untuk gugus –OH dan C-O, gugus –OH mempunyai serapan antara 3550-

3200 cm-1 dan C-O pada angka gelombang 1260-1000 cm-1. Hwang (2000),

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Cheah et al. (2009), dan Asriani (2010) menyatakan bahwa bobot molekul

xantorizol adalah 218 g/mol.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Hasil ekstraksi 100g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan menghasilkan

rendemen seberat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g.

Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan anaerob Streptococcus

mutans Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu

dihambat etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli

ATCC 25922 NCTC 12241, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, anaerob

Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, dan fungi Candida albicans ATCC

10231 tidak dapat dihambat pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol

70% rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S.

mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, sedangkan B. cereus pada konsentrasi 2,0-

5,0% b/v, dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 1,0% b/v pada

S. aureus dan S. mutans, sedangkan pada B. cereus konsentrasi 2,0% b/v.

Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC 25923,

B.cereus ATCC 11778, dan S. mutans Type F (MUI). Sehingga sangat

memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat tradisional untuk mengobati

berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif.

Analisis golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% dengan uji fitokimia

menghasilkan senyawa senyawa golongan alkaloid, kuinon dan terpenoid. Hasil

kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak etanol 70% dengan fase diam silika gel

60F254 dan fase gerak n-heksan:etil asetat (14:1) diperoleh lima bercak. Uji

aktivitas antimikroba dengan metode pengenceran tabung menghasilkan bercak

ke-3 dengan nilai Rf 0,64 dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus,

B. cereus, dan S. mutans. Setelah dianalisis dengan UV-Vis spektrofotometer,

Infra Red spektrofotometer dan GC-MS menghasilkan nilai absorban 275, 2 nm,

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

dengan gugus fungsi –OH pada angka gelombang 3387,06 cm-1 dan C-O pada

1100,41 cm-1 dan menunjukkan senyawa xantorisol dengan berat molekul 218

g/mol

SARAN

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut aktivitas antimikroba dari ekstrak

akuades, etanol 70%, dan diklorometan dan identifikasi senyawa-senyawa aktif

termasuk alkaloid yang belum dilaporkan dari rimpang temulawak yang

berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba, dan dapat digunakan

industri sebagai obat tradisional untuk antimikroba. Diharapkan dimasa datang

ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat

tradisional terutama sebagai antimikroba.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DAFTAR ACUAN

Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka

penyakit. Agromedika Pustaka, Jakarta: iv+84 hlm.

Aggarwal, B.B., C. Sundaram, N. Malani & H. Ichikawa. 2007. The molecular

targets and therapeutic uses of curcumin in health and diseases. Springer

Science LLC, USA: xx +75 hlm.

Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin

(Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus

aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42.

Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.

Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.

Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan

nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.

Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Ma’mun. 2008. Status teknologi

budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai

penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum

Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4

Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of

microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66.

Cheah, Y.H., F.J. Nordin, R. Sarip, T.T. Tee, H.L.P. Hazihmatol, H.M. Sirat, B.A.

Abd. Rasid, N.R. Abdollah & Z. Ismail. 2009. Combined xanthorrhizol-

curcumin exhibits synergistic growth inhibitory activity via apoptosis

induction in human breast cancer cells MDA-MB-231. Cancer Cell

International 9 (1): 1-12.

Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy

of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl.

Microbiology 17(5): 707-709.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia.

DitjenPOM, Jakarta: 63-70.

Direktorat Aneka Tanaman. 2000. Budidaya tanaman temulawak. Dalam:

Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih

berdasarkan nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.

Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.

Jamu. The Indonesian Tradisional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,

Jakarta: 14-34.

Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R.

Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea

pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol.

dan Industri Pangan 19(2): 158-164.

Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of

plants analysis. 2 ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.

Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on

antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally

used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.

Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed.

Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm.

Hwang, J.K., J.S. Shim & Y.R. Pyun. 2000. Antibacterial activity of

xanthorrhizol from curcuma xanthorrhiza against oral pathogens.

Fitoterapia 71(3): 321-323.

Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah

(Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J.

Biotika 7(1): 40-48.

Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.

Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.

Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study

of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano

essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.

McGraw. Hill., Inc: 396-398.

Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An

antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with

activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs

16: 3037-3047.

Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of

Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected

microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.

Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri

minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):

100-104.

Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi 2. Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta: 447-540.

Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:

Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

Wilkins, London: 114-134.

Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against

Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.

Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:

ix + 243 hlm.

Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of

China 24: 359-362

Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara

intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm.

Silverstein, R.M., G.C. Bassler & T.C. Morril. 1963. Spectrometric identification

of organic compounds. 4th Ed. Jhon Willey & Sons, New York: ii + 430

hlm.

Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,

Surabaya: 257- 259 hlm.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne

ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding

Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka,

Unpad, Bandung. 5 hlm.

Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan

senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1):

15-18.

Tarigan, J., C.F.Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang

digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di

Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic

microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii

+ 396 hlm.

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011