antiaritmia

5
Antiaritmia Phases of action potential of cardiac cells Phase 0 rapid depolarisation (inflow of Na +) Phase 1 partial repolarisation (inward Na + current deactivated, outflow of K + ) Phase 2 plateau (slow inward calcium current) Phase 3 repolarisation (calcium current inactivates, K + outflow) Phase 4 pacemaker potential (Slow Na + inflow, slowing of K + outflow) Refractory period (phases 1-3) Mekanisme terjadinya aritmia Aritmia aktivitas pacemaker yang abnormal/ pembentukan impuls abnormal Aritmia dapat terjadi karena: Perubahan automatisitas Perlambatan konduksi Perubahan kecepatan repolarisasi Pot aksi yang lambat oleh ion Ca 2+ Perubahan automatisitas dan konduktivitas Perubahan automatisitas Automatisitas sel2 automatik dapat dipercepat dengan cara: Mempercepat depolarisasi spontan fase 4 (gambar 7) Mengurangi Em, misalnya dari -90 menjadi -70 mV (gambar 8) Menurunkan Et, misalnya dari -50 menjadi -60 mV (gambar 9) Automatisitas dapat diperlambat dengan cara sebaliknya dari cara2 diatas Perlambatan konduksi Kerusakan jaringan dapat menyebabkan sel miokard tidak lagi excitable sehingga dapat menimbulkan penghentian konduksi impuls (conduction block) kompleks QRS melebar Perubahan kecepatan repolarisasi Aritmia yang ditimbulkan akibat perlambatan konduksi dapat juga ditimbulkan oleh perpendekan ERP atau kombinasi keduanya Perpendekan repolarisasi (yang terlihat pada EKG sebagai perpendekan interval QT), dapat terjadi akibat pemberian digitalis atau katekolamin Hal ini menyebabkan sel menjadi lebih responsif lebih cepat sehingga menjadi lebih peka terhadap stimulus ektopik maupun stimulus yang prematur Potensial aksi yang lambat oleh ion Ca 2+ Potensial aksi yang lambat oleh ion Ca 2+ tetap dapat terbentuk di jaringan2 yang mengalami injury/ depolarisasi. Pot aksi ini dihantarkan dengan kecepatan konduksi yang lambat, sehingga dapat menimbulkan aritmia seperti pada keadaan perlambatan konduksi yang telah diuraikan sebelumnya Perubahan automatisitas dan konduktivitas Peningkatan automatisitas juga berarti penurunan Em pada saat datangnya impuls eksitasi, sehingga peningkatan automatisitas juga disertai dengan penurunan kecepatan konduksi pada sel yang sama Mekanisme kerja antiaritmia Mekanisme utama: Blokade kanal Na + Blokade simpatetik otonom pd jantung Perpanjangan effective refractory period (ERP) Blokade kanal Ca 2+ Phase 4 Phase 0 Phase 1 Phase 2 Phase 3 0 mV -80mV I I I III IV

Upload: odiliajessicanpvia

Post on 06-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Antiaritmia

TRANSCRIPT

Page 1: Antiaritmia

Antiaritmia

Phases of action potential of cardiac cells

Phase 0 rapid depolarisation (inflow of Na+)

Phase 1 partial repolarisation (inward Na+ current deactivated, outflow of K+) Phase 2 plateau (slow inward calcium current) Phase 3 repolarisation (calcium current inactivates, K+ outflow) Phase 4 pacemaker potential (Slow Na+ inflow, slowing of K+ outflow) Refractory period (phases 1-3)Mekanisme terjadinya aritmia Aritmia aktivitas pacemaker yang abnormal/ pembentukan impuls abnormal Aritmia dapat terjadi karena:

Perubahan automatisitas Perlambatan konduksi Perubahan kecepatan repolarisasi Pot aksi yang lambat oleh ion Ca2+

Perubahan automatisitas dan konduktivitasPerubahan automatisitas

Automatisitas sel2 automatik dapat dipercepat dengan cara: Mempercepat depolarisasi spontan fase 4 (gambar 7) Mengurangi Em, misalnya dari -90 menjadi -70 mV (gambar 8) Menurunkan Et, misalnya dari -50 menjadi -60 mV (gambar 9)

Automatisitas dapat diperlambat dengan cara sebaliknya dari cara2 diatasPerlambatan konduksi

Kerusakan jaringan dapat menyebabkan sel miokard tidak lagi excitable sehingga dapat menimbulkan penghentian konduksi impuls (conduction block) kompleks QRS melebar

Perubahan kecepatan repolarisasi Aritmia yang ditimbulkan akibat perlambatan konduksi dapat juga ditimbulkan oleh

perpendekan ERP atau kombinasi keduanya Perpendekan repolarisasi (yang terlihat pada EKG sebagai perpendekan interval QT),

dapat terjadi akibat pemberian digitalis atau katekolamin Hal ini menyebabkan sel menjadi lebih responsif lebih cepat sehingga menjadi lebih

peka terhadap stimulus ektopik maupun stimulus yang prematurPotensial aksi yang lambat oleh ion Ca2+

Potensial aksi yang lambat oleh ion Ca2+ tetap dapat terbentuk di jaringan2 yang mengalami injury/ depolarisasi.

Pot aksi ini dihantarkan dengan kecepatan konduksi yang lambat, sehingga dapat menimbulkan aritmia seperti pada keadaan perlambatan konduksi yang telah diuraikan sebelumnya

Perubahan automatisitas dan konduktivitas Peningkatan automatisitas juga berarti penurunan Em pada saat datangnya impuls

eksitasi, sehingga peningkatan automatisitas juga disertai dengan penurunan kecepatan konduksi pada sel yang sama

Mekanisme kerja antiaritmia Mekanisme utama:

Blokade kanal Na+

Blokade simpatetik otonom pd jantung Perpanjangan effective refractory period (ERP) Blokade kanal Ca2+

Antiarimia kelas 1A Obat antiaritmia kelas 1A

menghambat arus masuk ion Na+

Menekan depolarisasi fase 0 Memperlambat kecepatan konduksi serabut Purkinje

Efek elektrofisiologi jantungObat dari kelas ini memiliki efek kuat terhadap hampir semua sel di jantung

Kinetika kanal cepat Na+

Terbukanya kanal Na terjadi pada waktu fase 0 pot aksi dan bersifat voltage-dependent (jika potensial membran makin negatif kanal Na makin banyak terbuka, shg semakin banyak dan cepat Na yang masuk ke dalam sel) activated state

Peristiwa depolarisasi akibat masuknya Na ke dalam sel diikuti oleh menutupnya kanal Na (pintu h) inactivated state (ion Na tidak lagi masuk ke dalam sel, tapi ion2 lain (Cl-, Ca2+, K+) berperan dalam pot. aksi shg terjadi repolarisasi). Keadaan inaktivasi kanal Na+ ini terjadi sewaktu fase plateau (fase 1 dan 2 pot aksi)

Fase 3 akhir dan fase 4 recovery kanal Na resting state : kanal siap membuka bila ada stimulus

Keadaan inaktivasi berbeda dengan keadaan istirahat yaitu pada keadaan inaktivasi kanal Na tidak siap untuk dirangsang, sedangkan pada keadaan istirahat kanal Na dapat membuka bila dirangsang

Oleh karena diperlukan waktu agar kanal Na dapat membuka dalam siklus pot aksi , maka sifat ini disebut sebagai time-dependent

Phase 4

Phase 0

Phase 1

Phase 2 Ph

ase 3

0 mV

-80mV

II

I III

IV

Page 2: Antiaritmia

Automatisitas Walau obat kelas 1A dapat menyebabkan depresi berat sinus SA, hanya disopramid

yang jelas menghambat aktivitas sinus SA pada manusia yang mengalami denervasi Kuinidin dapat meningkatkan irama sinus melalui penghambatan kolinergik atau

secara refleks meningkatkan aktivitas simpatis Kuinidin, disopramid dan prokainamid menurunkan kecepatan picu (firing rate)

serabut Purkinje Perubahan pot ambang disebabkan oleh penyekatan kanal Na+ dan perlambatan

kecepatan reaktivasinya Pada kadar terapi obat kelas 1A mempunyai efek yang kecil terhadap automatisitas

abnormal pada serabut Purkinje yang terdepolarisasi nyata atau terhadap delayed after depolarization

Tetapi obat2 ini dapat mencegah depolarisasi prematur yang memulai proses itu atau dengan cara menggeser pot ambang ke arah positif

Eksitabilitas, kesigapan dan konduksi Obat kelas ini meninggikan ambang arus listrik diastolik pada otot atrium dan

ventrikel dan pada serabut Purkinje Obat2 ini juga meninggikan ambang fibrilasi pada atrium dan ventrikel Amplitudo, lonjakan (overshoot) dan Vmax fase 0 di atrium, ventrikel dan sel

Purkinje diturunkan secara dose dependent, tanpa perubahan yang nyata dari Em Lama potensial aksi dan masa refrakter:

Kuinidin dan prokainamid dan disopramid menyebabkan pemanjangan lama potensial aksi dari atrium, ventrikel atau sel Purkinje yang normal karena perpanjangan repolarisasi

Masa refrakter efektif dari sel2 ini memanjang Efek terhadap aritmia arus balik:

Ditiadakan oleh kelas 1A berdasarkan efeknya terhadap masa refrakter efektif, kesigapan atau konduksi

Farmakokinetik Kuinidin

Oral: Absorpsi baik/cepat Bioavailabilitas oral 70-80% 90% terikat pada protein plasma Ikatan prot plasma dengan albumin dan alfa glikoprot. Metabolisme terutama di hati Metabolitnya memiliki aktivitas antiaritmia ½ parent drugnya Vd: 2-3 L/kg Ekskresi: urin 20% bentuk utuh T 1/2: 6 jam

Prokainamid Absorbsi cepat & sempurna Bioavailabilitas 75%, dapat diberikan IV dan IM Metabolitnya NAPA memiliki aktivitas antiaritmia kelas III Metabolisme: asetilasi dlm hati T ½: 3 jam Ikatan protein: 20% Vd: 2 l/kg Ekskresi: ginjal (70%)

Disopramid: Loading dose tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan gagal jantung Penggunaan oral

Efek pada jantung Kuinidin

Memperpanjang interval QRS karena blokade kanal Na Perpanjangan interval QT aritmia Torsade de pointes

Prokainamid Mirip dengan kuinidin

Disopramid Mirip dengan kuinidin

Efek samping Kuinidin

Kompleks QRS & Interval QT memanjang pd kadar > 2 µg/ml Sinkope / kematian Takikardia paradoks Hipotensi (IV) Emboli arteri

Sinkonisme: tinitus, tuli, penglihatan kabur GIT: mual, muntah Reaksi hipersensitivitas rash

Prokainamid Perubahan EKG (seperti kuinidin) GIT < kuinidin Pusing, halusinasi, depresi sentral] SLE (25-30%) reversibel (pd asetilasi lambat) Reaksi hipersensitivitas

Disopiramid Retensi urin Miosis Konstipasi Glaukoma

Indikasi dan Interaksi Kuinidin

Aritmia atrium & ventrikel Syndrom Wolff-Parkinson-White Prokainamid: Aritmia: atrium & ventrikel Pilihan ke 2 setelah lidokain utk infark jantung akut

Disopiramid Aritmia ventrikel

Kuinidin Digoksin bersihan kuinidin turun kadar naik Warfarin efek warfarin naik

Antiaritmia kelas 1B Efek elektrofisiologi jantung:

Automatisitas Jarang menekan sinus SA Dalam kadar terapi akan mengurangi kemiringan depolarisasi pada serabut

Purkinje, karena penurunan arus pacu dan peningkatan keluarnya ion K keluar sel Eksitabilitas, responsiveness dan konduksi

Peningkatan ambang arus listrik diastolik pada serabut Purkinje dengan cara meningkatkan konduksi K+ sehingga masa refrakter diperpendek

Hampir tidak mempengaruhi lama potensial aksi serabut atrium Menurunkan secara nyata lama pot aksi di serabut Purkinje dan otot ventrikel

karena penghambatan arus Na Meniadakan arus bolak-balik di ventrikel dengan cara memperbaiki konduksi

menghilangkan blokade Kurang efektif dalam memperlambat denyut atrium dibandingkan kelas 1

Farmakokinetik: Lidokain

Bioavailabilitas 3% mengalami 1st pass effect pemberian parenteral T ½: ½ - 2 jam Metabolisme di hati

Mexiletine Pemberian oral baik

Efek pada jantung Lidokain

Memblok kanal Na yang teraktivasi dan yang terinaktivasi efek pada pot aksi lebih besar

Mexiletine Mirip lidokain

Toksisitas pada jantung dan luar jantung: Arrest sinus SA, gangguan konduksi, aritmia ventrikel Parestesia, tremor, nausea, gangguan pendengaran lidokain

Antiaritmia kelas 1C Berafinitas tinggi terhadap kanal Na di sarkolema Merupakan antiaritmia paling poten dalam memperlambat konduksi dan menekan arus

masuk Na+ ke dalam sel dan kompleks prematur ventrikel spontan Efek terhadap elektrofisiologi jantung:

Terikat erat dan menyekat kanal Na menurunkan Vmax dan lonjakan (overshoot) pot aksi di atrium, ventrikel dan serat Purkinje, perlambatan konduksi

Flecainide Penghambat poten kanal Na dan K Sangat efektif dalam mensupresi kontraksi ventrikel prematur VES (Ventricular

Extrasistole) Dapat menyebabkan eksaserbasi aritmia walau dosis yang diberikan normal study

CAST sehingga sekarang antiaritmia golongan ini sudah tidak dipakai lagi Propafenone

Penghambatan kanal Na nya mirip dengan flecainamide Moricizine

Merupakan antiaritmia derivat fenotiazin untuk aritmia ventrikular Penghambat kanal Na tapi tidak memperpanjang pot aksi

Antiaritmia kelas 2 (β-bloker) Efek elektrofisiologi jantung:

Meningkatkan arus masuk ion K+

Pada kadar tinggi menekan arus masuk ion Na+ efek stabilisasi membran Perangsangan adrenoreseptor peningkatan kemiringan depolarisasi kecepatan

pembentukan impuls di sinus SA dihambat oleh β-bloker

Page 3: Antiaritmia

Efikasi β-bloker dalam hal mensupresi depolarisasi ektopik pada ventrikel lebih kecil dibandingkan bloker kanal Na

Esmolol adalah β-bloker kerja singkat yang sering digunakan untuk anti aritmia intraoperatif dan aritmia akut lainnya

β Bloker Direkomendasikan utk penggunaan rutin pd ps gagal jantung ringan dan sedang (NYHA

kelas II-III) yg stabil dgn fraksi ejeksi < 35-45%, etiologi iskemik maupun non iskemik, bersama penghambat ACE (atau antagonis AII) dan diuretik jika diperlukan utk mengurangi gejala dan tidak ada KI.

Pd pg gagal jantung dengan gejala yg lebih parah (NYHA kelas IIIB dan IV) masih dpt mentoleransi Beta bloker, dengan resiko tinggi penggunaan harus hati2

Ps gagal jantung akut tidak boleh diberi beta bloker sampai kondisi stabil (blm ada pengalaman)

KI Asma bronkial Blok AV derajat 2-3 Bradikardia

Pemberian dimulai dgn dosis rendah (< 1/10 dosis target) lalu ditingkatkan perlahan-lahan dgn supervisi ketat sampai ke dosis target.

Antiaritmia kelas 3 Obat ini memperpanjang pot aksi dengan menghambat kanal K pada otot jantung atau

mempengaruhi arus masuk (Na+) Amiodarone

Perpanjangan interval QT akibat blokade kanal IKr,tapi tidak menyebabkan Torsade de pointes (karena juga menghambat kanal Na dan Ca)

Memiliki efek penghambatan inactivated sodium channel, kanal Ca dan adrenergik HR menurun dan konduksi AV menurun

Bioavailabilitas 35-65% Mengalami bioaktivasi desethylamiodarone Merupakan substrat CYP3A4 Efektif dalam menjaga irama sinus normal pada fibrilasi atrium satu2nya yang

dapat mengembalikan ke irama sinus Absorpsi per oral lambat & tdk sempurna Bioavaibilitas 30%, berbeda antar individu Per oral, kadar puncak setelah 5-6 jam Terikat pd jaringan, dimetabolisme lambat di hati T ½: 25-60 hari Indikasi:

Fibrilasi atrium berulang Takikardia ventrikel yg tdk stabil & berkelanjutan

Pengobatan dimulai di RS & dinilai dgn test provokasi yg dipantau scr cermat dgn EKG & peralatan elektrofisiologik lainnya

Efek Samping (sering terjadi & meningkat scr nyata setelah 1 thn pengobatan, dpt kena ke bbg organ dan menyebabkan kematian) Ggn paru2 bs timbul kematian Ggn fungsi hati Mikrodeposit kornea Fotosensitivitas kulit & kulit berwarna biru (pd th/ jangka panjang) Kelainan uji fs tiroid

Bretilium Memperpanjang durasi pot aksi pada ventrikel dan ERP Menyebabkan pelepasan katekolamin ionotropik + pada awal pemberian Penggunaan IV, biasanya digunakan pada keadaan darurat, dalam resusitasi pada

fibrilasi ventrikel Anti adrenergik Masa refrakter efektif & aksi potensial ventrikel panjang Hanya IV T ½: 9 jam (ps ggl ginjal: 15-30 jam) Efek Samping: Melepas norepinefrin aritmia naik pada awal terapi Hipotensi postural Indikasi: takiaritmia supra ventrikel

Sotalol Memiliki bloking reseptor beta non selektif (kelas 2) dan perpanjangan pot aksi

(kelas 3) Bioavailabilitas oral 100% Digunakan untuk aritmia ventikel yang mengancam nyawa dan maintenance irama

sinus pada pasien dgn fibrilasi atrium Dofetilide

Blokade IKr

Bioavailabilitas 100% Karena adanya perpanjangan interval QT pemberian harus didasarkan pada Clcr

Dofetilid digunakan untuk maintenace irama sinus normal pada fibrilasi atrium Ibutilide

Memperlambat repolarisasi jantung dengan blokade IKr

Pemberian IV ES: perpanjangan interval QT torsade de pointes monitoring EKG hingga

QTc kembali ke angka normalAntiaritmia kelas 4 (CCB) Verapamil

Menghambat kanal Ca tipe L yang teraktivasi dan yang terinaktivasi Tekan automatisitas nodus SA & AV Masa refrakter efektif di nodus AV naik Inotropik negatif Efek Samping: Hipotensi Payah jantung Bradikardi Indikasi: D.o.c utk th/ serangan akut takikardia Supra Ventrikel paroksismal yg disebabkan

oleh arus balik pd nodus AV Penurunan segera respon ventrikel pd fibrilasi atrium Indikasi: takikardi supraventrikular karena hambatan hanya pada AV node

Diltiazem Mirip dengan verapamil Juga digunakan untuk takikardi supraventrikular

Antiaritmia kelas 5 Adenosine

Merupakan nukleosida Mekanisme kerja melibatkan aktivasi dari IKr dan penghambatan arus Ca

hiperpolarisasi dan supresi pot aksi akibat arus Ca Magnesium

Untuk pasien yang aritmia dengan hipomagnesium Mekanisme belum diketahui, namun diketahui bahwa Mg mempengaruhi pompa

Na-K ATP ase, kanal Na, beberapa kanal K dan kanal Ca Kalium Peningkatan kadar K+:

Resting potential depolarizing action Membran potential stabilizing action

Hipokalemia Peningkatan risiko early dan delayed after depolarization dan pacemaker ektopik

Hiperkalemia Em kurang negatif responsiveness menurun memperlambat konduksi Menekan pacemaker ektopik

NOTEPERUB AUTOEm : potensial membran istirahat Et : ambang rangsang pot aksi PERLAM KONDUK• Misalnya di satu tempat pada serabut Purkinje (gambar 11), suatu impuls yang berjalan

dari titik A ke titik C mengalami perlambatan konduksi di daerah yang mengalami depolarisasi

• Bila impuls yang melewatinya mencapai titik C setelah berakhirnya ERP dari impuls yang berjalan melalui A-B-C, maka impuls A-C dapat dihantarkan melalui titik C dan menimbulkan ekstrasistole

• Bila misalnya impuls dari titik A yang berjalan ke arah titik C mula2 melewati daerah depolarisasi yang ringan dan kemudian masuk ke daerah depolarisasi yang lebih berat (gambar 12), impuls ini mungkin mengalami blokade total

• Tetapi bila misalnya impuls yang berjalan melalui A-B-C dan mencapai daerah blokade dari arah yang sebaliknya dapat melewati daerah tersebut, keadaan ini disebut blokade satu arah

• Kemudian, bila impuls tersebut mencapai jalan yang telah dilewati sebelumnya setelah berakhirnya ERP dari eksitasi sebelumnya, maka impuls dapat dihantarkan lagi melalui jalan yang sama

• Mekanisme ini disebut mekanisme ‘reentry’ dan dapat menimbulkan ekstrasistole, takiaritmia, ataupun fibrilasi

PERUB KECEPERP : effective refractory periodINDIKASI INTERWolff–Parkinson–White syndrome (WPW) is one of several disorders of the conduction system of the heart that are commonly referred to as pre-excitation syndromes. While the majority of individuals with WPW remain asymptomatic throughout their entire lives, there is a risk of sudden cardiac death associated with the syndrome.WPW is caused by the presence of an abnormal accessory electrical conduction pathway between the atria and the ventricles. Electrical signals travelling down this abnormal pathway (known as the bundle of Kent) may stimulate the ventricles to contract prematurely, resulting in a specific type of supraventricular tachycardia referred to as an atrioventricular reentrant tachycardia .FLECCADINE• The CAST study: The Cardiac Arrhythmia Suppression Trial• The Cardiac Arrhythmia Suppression Trial (CAST) was a randomized, placebo-controlled

study that examined the effect of three antiarrhythmic drugs on patients with ventricular ectopy and nonsustained ventricular tachycardia after myocardial infarction. A preliminary report in 1989 announced that two arms of the trial, using flecainide and encainide, were stopped because of excess mortality in treated patients (see Journal Watch accession number 890818001). This report presents the final analysis of the data

Page 4: Antiaritmia

on the two drugs.After a mean follow-up of 10 months, 63 of 755 patients receiving flecainide or encainide and 26 of 743 patients receiving placebo had died -- a highly significant difference. Two-thirds of the deaths were caused by arrhythmias, and about half of the remaining deaths were caused by acute MI. Surprisingly, however, patients taking active drugs did not have a higher rate of nonfatal endpoints during the study (e.g., ventricular tachycardia without arrest, recurrent MI, syncope, need for a pacemaker, etc.). Because of this discrepancy between fatal and nonfatal endpoints, the authors acknowledge that the exact mechanism of the increased mortality associated with flecainide and encainide remains unclear.

B BLOKNYHA : New York Heart AssociationAII : Angiotensin II