anti pemeriksaan laboratorium pada feses
DESCRIPTION
3TRANSCRIPT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA FESES SEBAGAI
PEMERIKSAAN PENUNJANG DALAM PENEGAKAN
DIAGNOSA BERBAGAI PENYAKIT
Diajukan sebagai salah satu tugas
Mata kuliah KDK II
Disusun Oleh :
Kelompok III
Ketua : SRI WIYANTI LITA NATALIA
Anggota :
1. NITA PERMATASARI
2. ETIN YULIA
3. AENA HILDA
4. ANGGI MUSTIKA
5. CICIH PURWASIH
6. DESI PUSPITASARI
7. YUNITA
8. SITI FATIMAH
9. DEYENI NURHAYATI
10. IRA HANI
YAYASAN ADHI GUNA KENCANAAKADEMI KEBIDANAN BHAKTI NUGRAHA SUBANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat, Taufiq dan Hidayah_Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA FESES SEBAGAI
PEMERIKSAAN PENUNJANG DALAM PENEGAKAN DIAGNOSA BERBAGAI
PENYAKIT” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah KDK II.
Terima kasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini hingga selesai.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta
sumber yang penyusun miliki.
Oleh karena itu, penyusun harapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Akhirnya penyusun berharap mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Subang, 18 Maret 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi ...................................................................................... 2
B. Pemeriksaan .............................................................................. 2
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan feses (tinja) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium
yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu
penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan
laboratorium yang modern , dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih
diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan
mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses ,
cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang
benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.
Hal yang melatar belakangi penulis menyusun sebuah makalah dengan
judul “pemeriksaan laboratorium pada feses sebagai pemeriksaan penunjang
dalam penegakan diagnosa berbagai penyakit”. Agar para tenaga teknis
laboratorium patologi klinik serta para mahasiswa dari berbagai program studi
kesehatan khususnya mahasiswa analis kesehatan dapat meningkatkan
kemampuan dan mengerti bermacam-macam penyakit yang memerlukan
sampel feses, memahami cara pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses
secara benar. mampu melaksanakan pemeriksaan sampel feses dengan baik,
dan pada akhirnya mampu membuat interpretasi hasil pemeriksaan feses
dengan benar.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang pemeriksaan laboratorium
pada feses.
2. Mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dalam
penegakan diagnosa berbagai penyakit.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang
kita makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal
produksi 100 – 200 gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel
epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak
peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan
frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
B. Pemeriksaan
1. Indikasi dilakukan pemeriksaan feses
a. Adanya diare dan konstipasi
b. Adanya darah dalam tinja
c. Adanya lendir dalam tinja
d. Adanya ikterus
e. Adanya gangguan pencernaan
f. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
2. Macam pemeriksaan
a. Makroskopis
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah,
warna, bau, darah, lendir dan parasit.Feses untuk pemeriksaan
sebaiknya yang berasal dari defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat
diperlukan,boleh juga sampel tinja di ambil dengan jari bersarung dari
rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai tinja sewaktu, jarang
diperlukan tinja 24 jam untuk pemeriksaan tertentu.
Tinja hendaknya diperiksa dalam keadaan segar, kalau
dibiarkan mungkin sekali unsure-unsur dalam tinja itu menjadi rusak.
Bahan ini harus dianggap bahan yang mungkin mendatangkan
infeksi,berhati-hatilah saat bekerja.
2
Dibawah ini merupakan syarat dalam pengumpulan sampel
untuk pemeriksaan feses :
1) Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine
2) Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada
penundaan simpan di almari es
3) Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum
pemeriksaan
4) Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.
misalnya bagian yang bercampur darah atai lender
5) Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai
pemeriksaan tinja sewaktu.
6) Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu
7) Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object
glass
8) Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari
kaca atau sari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastic.
Kalau konsistensi tinja keras,dos karton berlapis paraffin juga
boleh dipakai. Wadah harus bermulut lebar
9) Oleh karena unsure-unsur patologik biasanya tidak dapat merata,
maka hasil pemeriksaan mikroskopi tidak dapat dinilai derajat
kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda –(negatif),(+),(+
+),(+++) saja
Berikut adalah uraian tentang berbagai macam pemeriksaan
secara makroskopis dengan sampel feses.
1) Pemeriksaan Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-
250gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila
banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.
2) Pemeriksaan Warna
a) Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi
lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain
urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan,
3
kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan.
Warna kuning juga dapat disebabkan karena susu,jagung,
lemak dan obat santonin.
b) Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang
mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir
disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
c) Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada
urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada
ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis.
Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim
pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan
mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga
setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan
radiologik.
d) Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh
perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh
makanan seperti bit atau tomat.
e) Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian
proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti
coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin
yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan
warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung
besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
3) Pemeriksaan Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal
pada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi
pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh
kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.
Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh
peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja
pada keadaan itu menjadi asam. Konsumsi makanan dengan
4
rempah-rempah dapat mengakibatkan rempah-rempah yang
tercerna menambah bau tinja.
4) Pemeriksaan Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan
bebentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair,
sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan
pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan
tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi tinja berbentuk
pita ditemukan pada penyakit hisprung. feses yang sangat besar
dan berminyak menunjukkan alabsorpsi usus.
5) Pemeriksaan Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir
dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada
rangsangan atau radang pada dinding usus.
a) Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu
mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir
bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada
usus halus.
b) Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir
saja tanpa tinja.
c) Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan
spastik kolitis, mucous colitis pada anxietas.
d) Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada
keganasan serta peradangan rektal anal.
e) Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan
adanya ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif,
intestinal TBC.
f) Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya
vilous adenoma colon.
6) Pemeriksaan Darah.
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,
coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja
atau bercampur baur dengan tinja.
5
a) Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan
bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut
melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam
oesophagus.
b) Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah
terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang
dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum. Semakin
proksimal sumber perdarahan semakin hitam warnanya.
7) Pemeriksaan Nanah
Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini
terdapat pada pada penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon
sigmoid, Lokal abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler
tidak didapatkan nanah dalam jumlah yang banyak.
8) Pemeriksaan Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies
cacing lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
9) Pemeriksaan adanya sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak
tercerna, bukan keberadaannya yang mengindikasikan kelainan
melainkan jumlahnya yang dalam keadaan tertentu dihubungkan
dengan sesuatu hal yang abnormal.
Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-
daunan dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta
otot, serat elastic dan zat-zat lainnya. Untuk identifikasi lebih
lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan Lugol maka pati
(amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-butir
biru atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan
IV dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai
tetes-tetes merah atau jingga.
6
b. Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur
cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari
semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap
protozoa dan telur cacing.
1) Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair
baru didapatkan bentuk trofozoit.
2) Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan sebagainya.
3) Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam
seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan
peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil
mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada
penderita dengan alergi saluran pencenaan.
Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes
asam acetat 10% pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.
4) Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau
anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah
hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
5) Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu
yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal
dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah
rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan
atau peradangan dinding usus bagian distal.
7
6) Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal
mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam
lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah
memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak
didapatkan setelah banyak makan lemak.
Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja,
Butir-butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat
Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang
disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan
mungkin didapatkan kristal hematoidin.
7) Makrofag
Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam
sitoplasmanya sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit.
Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.
8) Sel ragi
Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal
strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba
9) Jamur
Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan
menggunakan larutan KOH (kalium hidroksida) untuk mendeteksi
adanya jamur, sedangkan pemeriksaan tinja rutin adalah
pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan dengan menggunakan
lugol.
Untuk membedakan antara Candida dalam keadaan normal
dengan Kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala
kandidiasis, dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan bentuk
pseudohifa yang merupakan bentuk invasif dari Candida pada
sediaan tinja.
Timbulnya kandidiasis juga dapat dipermudah dengan
adanya faktor risiko seperti diabetes melitus, AIDS, pengobatan
8
antikanker, dan penggunaan antibiotika jangka panjang. Kalau
memang positif kandidiasis dan terdapat gejala kandidiasis, maka
biasanya dapat sembuh total dengan obat jamur seperti
fluconazole, tetapi tentu saja bila ada faktor risiko juga harus
diatasi.
Swap adalah mengusap mukosa atau selaput lendir atau
pseudomembran kemudian hasil usapan diperiksa secara
mikroskopik, sedangkan biopsi adalah pengambilan jaringan atau
sel untuk dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik juga.
c. Kimia
1) Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah
pemeriksaan terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar
dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak
dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik.
Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan normal
tubuh kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal
dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/
hari.
Macam-macam metode tes darah samar yang sering
dilakukan adalah guajac tes, orthotoluidine, orthodinisidine,
benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase /
oksiperoksidase dari eritrosit (Hb)
a) Metode benzidine basa
(1) Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam
kira-kira 10 ml dan panasilah hingga mendidih.
(2) Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat
sampai menjadi dingin kembali.
(3) Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa
sebanyak sepucuk pisau.
9
(4) Tambahkan 3 ml asam acetat glacial, kocoklah sampai
benzidine itu
(5) Bubuhilah 2ml filtrate emulsi tinja, campur.
(6) Berilah 1ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.
(7) Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama)
Catatan :
Hasil dinilai dengan cara :
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar
hijau.
Positif (+) hijau
Positif (2+) biru bercampur hijau
Positif (3+) biru
Positif (4+) biru tua
b) Metode Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai
pengganti benzidine basa dengan maksud supaya test menjadi
kurang peka dan mengurangi hasil positif palsu, maka caranya
sama seperti diterangkan diatas.
c) Cara Guajac
Prosedur Kerja :
i. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5ml dalam tabung reaksi dan
tambahkan 1ml asam acetat glacial, campur.
ii. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk
guajac dan 2ml alcohol 95 %, campur.
iii. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi
emulsi tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai
lapisan terpisah.
iv. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada
batas kedua lapisan itu. Derajat kepositifan dinilai dari
warna itu.
10
Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar
diantara lain adalah preparat Fe, chlorofil, extract daging,
senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi dan anti oxidant dapat
menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan Lekosit,
formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat
menyebabkan positif (+) palsu.
10) Urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin
akan berkurang pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total
hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna kelabu disebut
akholik.
Prosedur kerja :
1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan
campurlah dengan larutan mercurichlorida 10 % dengan
volume sama dengan volume tinja.
2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya
3. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah
menguap dan biarkan selama 6-24 jam.
4. Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah.
11) Urobilinogen
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan terhadap tes
urobilin,karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah
urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna
dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan
sulit, karena itu jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih
diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan urobilin urin.
12) Bilirubin
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja
normal,karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi
11
urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi
urobilin.
Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang
menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti
pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan
peroral, mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan
perubahan tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat digunakan
metode pemeriksaan Fouchet
12
Definition of Feces
Feces, also spelled feces, also called excrement, solid bodily waste discharged
from the large intestine through the anus during defecation. Feces are normally
removed from the body one or two times a day. About 100 to 250 grams (3 to 8
ounces) of feces are excreted by a human adult daily.
Normally, feces are made up of 75 percent water and 25 percent solid matter.
About 30 percent of the solid matter consists of dead bacteria; about 30 percent
consists of indigestible food matter such as cellulose; 10 to 20 percent is
cholesterol and other fats; 10 to 20 percent is inorganic substances such as
calcium phosphate and iron phosphate; and 2 to 3 percent is protein. Cell debris
shed from the mucous membrane of the intestinal tract also passes in the waste
material, as do bile pigments (bilirubin) and dead leukocytes (white blood cells).
The brown colour of feces is due to the action of bacteria on bilirubin, which is
the end product of the breakdown of hemoglobin (red blood cells). The odour of
feces is caused by the chemicals indole, skatole, hydrogen sulfide, and
mercaptans, which are produced by bacterial action.
Many diseases and disorders can affect bowel function and produce abnormalities
in the feces. Constipation is characterized by infrequent evacuations and the
production of excessively hard and dry feces, while diarrhea results in frequent
defecation and excessively soft, watery feces. Bleeding in the stomach or
intestines may result in the passage of blood with the stool, which appears dark
red, tarry, or black. Fatty or greasy stools usually indicate pancreatic or small-
intestine afflictions. Typhoid, cholera, and amoebic dysentery are among diseases
spread by the contamination of food with the feces of infected persons.
Stool specimen of feces
Definition
Stool specimen collection is the process of obtaining a sample of a patient's feces
for diagnosic purposes.
Purpose
This procedure is used to test for infectious organisms, mucus, fat, parasites, or
blood in the stool.
13
Precautions
Depending on the proposed analysis of the feces, watery feces will not be suitable
for conducting a test for any fat that may be present, but can be used for other
analyses, such as testing for bacteria.
Description
A stool specimen or culture can also be called a fecal specimen or culture. A
specimen of freshly passed feces of 1/2 to 1 ounce (15 g to 30 g) is collected,
without contamination of urine or toilet tissue, into a small container that may
have a small spoon or spatula attached inside the lid of the cup for easier
collection of the sample.
Adult and older children patient can collect the specimen by passing feces into
plastic wrap stretched loosely over the toilet bowl. A portion of the sample is then
transferred into the supplied container.
With young children and infants wearing diapers, the diaper should be lined with
plastic wrap. A urine bag can be attached to the child to ensure that the stool
specimen is not contaminated with urine.
For a bedridden patient, the specimen should be collected in a bedpan lined with
plastic wrap, and the nurse can transfer a portion of the feces into the appropriate
container.
Follow the manufacturer's guidelines if a commercial collection kit is used.
Preparation
If occult blood is suspected, the patient should be given a mild laxative and should
avoid eating foods rich in meat extracts or leafy vegetables three days prior to the
test. If the patient's gums bleed when brushing their teeth, the mouth should be
cleansed with mouthwash and wiped with a cloth to avoid blood entering the
digestive system and contaminating the stool specimen.
Certain drugs may interfere with the analysis of the specimen, and the patient
should avoid ingesting products such as antacids, oily foods and drugs, and
antibiotics. Barium sulfate should be excluded two weeks prior to the test, and
medical procedure dyes three weeks prior to the test.
If fat in the stool is suspected, the patient will also be asked to collect the samples
in pre-weighed airtight containers.
14
All feces passed in a 24-hour period are collected over two or three days and sent
daily for analysis.
Source :
http://www.healthline.com/galecontent/stool-specimen-collection
18 march 2013 : 16.00 PM
15
BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan feses masih sering dilakukan pada laboratorium-laboratorium
klinik maupun laboratorium di rumah sakit. Pemeriksaan feses adalah salah satu
parameter yang digunakan untuk membantu dalam penegakan diagnosis suatu
penyakit serta menyelidiki suatu penyakit secara lebih mendalam.
Pemeriksaan feses dibagi menjadi 3 macam pemeriksaan yaitu
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia.
1. Pemeriksaan makroskopis terdiri dari Pemeriksaan jumlah, pemeriksaan
warna, pemeriksaan bau, pemeriksaan konsistensi, pemeriksaan lendir,
pemeriksaan darah.pemeriksaan nanah, pemeriksaan parasit dan pemeriksaan
adanya sisa makanan.
2. Pemeriksaan mikroskopis feses terdiri dari pemeriksaan terhadap Protozoa,
telur cacing, leukosit, eritrosit, epitel, kristal,makrofag,sel ragi, dan jamur.
3. pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan Darah samar, urobilin, urobilinogen
dan bilirubin.
Dalam pemeriksaan feses perlu diperhatikan tahapan-tahapan pemeriksaan
mulai dari bagaimana pengumpulan sampel yang benar, memeriksa sampel yang
sesuai dengan prosedur, dan bagaimana menginterprestasikan hasil pemeriksaan
sehingga dapat mengeluarkan hasil yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.
Hal tersebut sangat penting karena dari hasil pemeriksaan tersebut digunakan
untuk menentukan tindakan lebih lanjut seperti tindakan pengobatan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata,R.1999.Penuntun Laboratorium Klinik.Jakarta: PT Dian Rakyat.
(Halaman 180-185)
Corwin, Elisabeth J.2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC. (Halaman 518-519)
http://www.kalbe.co.id/consultation/14/apa-itu-pemeriksaan-tinja-dg-koh-dan-
bedanya pemeriksaan-tinja-rutin.htm ( Diakses pada 28 Maret 2011, pukul 16.30 )
http://health.detik.com/bila-feses-berwarna-hitam (Diakses 25 Maret 2011, pukul
17.00)
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/pelatihan-pemeriksaan-feses (Diakses pada 14
maret 2013 pukul 12 :22 wib).